Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan,...

38
A. Judul: Perilaku Memilih Kepala Daerah Bagi Masyarakat di Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas Menjelang Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. B. Latar Belakang Pasca reformasi 1998, banyak perubahan yang terjadi di Indonesia. Perubahan konstitusi melalui Amandemen ke-4 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengubah mekanisme politik terutama dalam perekrutan anggota badan perwakilan, presiden dan wakilnya serta kepala daerah secara langsung. Pemilu yang dilaksanakan pertama kali untuk memilih badan perwakilan, presiden dan wakilnya berjalan dengan sukses. Untuk menyesuaikan mekanisme pemilu dalam memilih pemimpin negara secara langsung, maka diadakanlah pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkadal) seperti yang disebutkan pada pasl 6A Amandemen ke-4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan langsung oleh rakyat.” Akan tetapi mekanisme dalam pemilihan kepala daerah secara langsung tidak secara tegas diamanatkan dalam Amandemen ke-4 UUD 1945 yang berisi: Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06 1

Transcript of Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan,...

Page 1: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

A. Judul:

Perilaku Memilih Kepala Daerah Bagi Masyarakat di Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas Menjelang Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung.

B. Latar Belakang

Pasca reformasi 1998, banyak perubahan yang terjadi di Indonesia. Perubahan

konstitusi melalui Amandemen ke-4 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengubah

mekanisme politik terutama dalam perekrutan anggota badan perwakilan, presiden

dan wakilnya serta kepala daerah secara langsung.

Pemilu yang dilaksanakan pertama kali untuk memilih badan perwakilan,

presiden dan wakilnya berjalan dengan sukses. Untuk menyesuaikan mekanisme

pemilu dalam memilih pemimpin negara secara langsung, maka diadakanlah

pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkadal) seperti yang disebutkan pada pasl

6A Amandemen ke-4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa:

“Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan langsung oleh

rakyat.”

Akan tetapi mekanisme dalam pemilihan kepala daerah secara langsung tidak

secara tegas diamanatkan dalam Amandemen ke-4 UUD 1945 yang berisi:

“Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah

provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”

Pasal tersebut tidak secara khusus menyatakan kepala daerah harus dipilih

secara langsung. Untuk menunjukkan peningkatan kualitas demokrasi di suatu

negara, khususnya Indonesia ditentukan antara lain oleh seberapa besar peranan

masyarakat dalam menentukan pemimpin.

Pilkadal dilaksanakan ketika jabatan kepala daerah berakhir. Pada tahun 2004

terdapat 3 gubernur, 32 bupati dan walikota yang sudah berakhir masa tugasnya.

Tahun 2005 ada 8 gubernur, 148 bupati, 34 walikota yang berakhir masa tugasnya

dan di tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 terdapat 21 provinsi dan 39

kabupaten/kota yang menyusul mengadakan Pilkadal. Dengan demikian, sampai

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

1

Page 2: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

dengan akhir 2009 terdapat 33 pemilihan gubernur, dan 434 pemilihan

bupati/walikota secara langsung1.

Berikut disajikan masa berakhirnya jabatan kepala daerah di beberapa

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2005.

Tabel 1. Daftar Akhir Masa Jabatan Kepala Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa

Tengah pada Tahun 2005

No. Kabupaten/Kota Tanggal Berakhir

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

Kota Pekalongan

Kabupaten Kendal

Kota Semarang

Kabupaten Semarang

Kabupaten Rembang

Kabupaten Blora

Kabupaten Sragen

Kota Surakarta

Kabupaten Wonogiri

Kabupaten Sukoharjo

Kabupaten Klaten

Kabupaten Boyolali

Kota Magelang

Kabupaten Purworejo

Kabupaten Wonosobo

Kabupaten Kebumen

Kabupaten Purbalingga

6/1/2005

13/6/2005

19/1/2005

22/9/2005

25/1/2005

29/2/2005

5/5/2005

10/4/2005

1/11/2005

5/2/2005

2/12/2005

15/3/2005

5/2/2005

30/10/2005

23/10/2005

23/3/2005

22/3/2005

Sumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman2

1 Bambang Purwoko, 2005, Isu-Isu Strategis Pilkada Langsung; Ekspresi Kedaulatan Untuk Kesejahteraan Rakyat, di dalam Jurnal Ilmu Politik dan Pembangunan, Volome 6 No. 1 April 2005, Laboratorium Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Halaman 4-5.2 Ibid

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

2

Page 3: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun 2000 sampai tahun 2006 di

beberapa daerah sarat dengan berbagai persoalan baik konflik antara pendukung

calon kepala daerah, konflik massa dengan aparat (kepolisian maupun KPU). Hal

tersebut mengindikasikan adanya ketidakpercayaan rakyat terhadap wakilnya dalam

menyampaikan aspirasi mereka.

Tentunya dari persoalan Pilkadal yang pernah dilaksanakan oleh daerah-

daerah yang terdahulu bisa dijadikan pelajaran dan pertimbangan bagi Kabupaten

Banyumas dalam penyelenggaraan Pilkadal. Sehingga panitia pemilu perlu untuk

lebih mendekatkan aspirasi masyarakat dalam memilih kepala daerah.

Dalam hal ini, penulis tertarik untuk meneliti di Kecamatan Sokaraja karena

Kecamatan Sokaraja mempunyai penduduk yang bervariasi dari sudut pandang sosial

dan ekonomi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengkaji tentang:

1. “Faktor apakah yang paling dominan dalam perilaku memilih Kepala Daerah

secara langsung (Pilkadal) bagi masyarakat di Kecamatan Sokaraja?”

2. “Mengapa faktor tersebut menjadi dominan dalam penentuan kepala daerah

bagi masyarakat di Kecamatan Sokaraja?”

Sesuai dengan permasalahan penelitian yang dikaji, penelitian ini bermaksud

untuk menjelaskan faktor yang sangat mempengaruhi masyarakat dalam memilih

kepala daerah secara langsung di Kecamatan Sokaraja.

C. Kerangka teori

1. Partisipasi politik

Partisipasi politik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perilaku

politik warga negara. Huntington dan Nelson3 memberikan definisi bahwa partisipasi

politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang

dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah.

3 Miriam Budiardjo (Penyunting), 1998, Partisipasi dan Partai Politik : Sebuah Bunga Rampai, Edisi Ketiga, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Halaman 3.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

3

Page 4: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

Dari definisi tersebut, beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan adalah

partisipasi politik bukan semata sikap-sikap, namun merupakan kegiatan-kegiatan

yang bersifat empiris , merupakan kegiatan warga negara asli (preman), bukan

individu-individu yang bermain di wilayah pemerintahan; pokok perhatiannya adalah

kegiatan yang mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah, dan kegiatan

tersebut tidak memperdulikan berhasil atau tidaknya tujuan yang hendak dicapai,

yaitu mempengaruhi keputusan dan tindakan pemerintah.

Partisipasi politik banyak diwujudkan dalam berbagai bentuk. Beberapa

diantaranya adalah lobbying, kegiatan organisasi, mencari koneksi (contacting),

tindak kekerasan (violence), dan kegiatan pemilihan. Kegiatan yang terakhir ini

mencakup suara sekaligus sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam

suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang

bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.

Secara lebih spesifik, Budiardjo4 mendefinisikan partisipasi politik sebagai

kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam

kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung

atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini

mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri

rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan

hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau parlemen dan sebagainya.

2. Perilaku Politik

Perilaku politik merupakan interaksi antara aktor-aktor politik baik

masyarakat, pemerintah, dan lembaga dalam proses politik. Paling tidak dalam proses

politik ada pihak yang memerintah, ada yang menentang dan ada yang menaati serta

mempengaruhi dalam proses politik, baik dalam pembuatan, pelaksanaan dan

penegakkan kebijakan. Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang

berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik5.4 Ibid5 Ramlan Surbakti, 1992, Memahami Ilmu Politik, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Halaman 13.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

4

Page 5: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

Kecenderungan perilaku politik masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh

budaya masyarakat. Menurut Zainuddin A. Rakhman6, secara sosiokultural,

masyarakat Indonesia memiliki elemen-elemen budaya yang bersifat dualis dalam

pola-pola budaya politiknya. Dualisme tersebut secara garis besar berkaitan dengan

tiga hal, yaitu (1) dualisme antara kebudayaan yang mengutamakan keharmonisan

dan kedinamisan, (2) dualisme antara budaya dan tradisi yang mengutamakan

keleluasaan dan keterbatasan, dan (3) dualisme yang merupakan implikasi masuknya

nilai-nilai barat di dalam masyarakat Indonesia.

Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, perilaku politik masyarakat

juga dipengaruhi oleh agama dan keyakinan. Agama telah memberikan nilai-nilai

etika dan moral politik yang memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam perilaku

politiknya. Keyakinan dan agama apapun merupakan pedoman dan acuan yang penuh

dengan norma-norma dan kaidah-kaidah yang dapat mendorong dan mengarahkan

perilaku politik sesuai dengan agama dan keyakinannya. Proses-proses politik dan

partisipasi warga paling tidak dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemahaman

seseorang7.

3. Pendekatan Perilaku Memilih

Perilaku politik warga negara seringkali dikaitkan dengan kegiatan mereka

dalam memilih wakilnya maupun pemimpinnya dalam pemilihan umum yang

diadakan oleh negara yang demokratis. Oleh karena itu, tepat kiranya untuk

menjelaskan beberapa pendekatan dalam perilaku memilih yang diklasifikasikan oleh

beberapa ilmuwan politik.

Menurut Ramlan Surbakti8, pendekatan dalam perilaku memilih dapat

dibedakan menjadi lima, yakni:

Pendekatan struktural yang melihat kegiatan memilih sebagai produk dari

konteks struktur yang lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai, sistem

6 Sudijono Sastroatmodjo, 1995, Perilaku Politik, IKIP Semarang Press, Semarang. Halaman 24-25.7 Ibid8 Ramlan Surbakti, op.cit. Halaman 145-146.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

5

Page 6: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

pemilihan umum, permasalahan, dan program yang ditonjolkan oleh setiap

partai.

Pendekatan sosiologis cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam

kaitan dengan konteks sosial. Kongkretnya, pilihan seseorang dalam

pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi,

seperti jenis kelamin, tempat tinggal (kota-desa), pekerjaan, pendidikan, kelas,

pendapatan dan agama.

Pendekatan ekologis hanya relevan apabila dalam suatu daerahpemilihan

terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdaarkan unit territorial, seperti

desa, kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.

Pendekatan psikologi sosial merujuk pada persepsi pemilih atas partai-partai

yang ada atau keterikatan emosional pemilih terhadap partai tertentu.

Pendekatan pilihan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk

kalkulasi untung dan rugi. Yang dipertimbangkan tidak hanya “ongkos”

memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang

diharapkan tetapi juga melihat alternatif lain yang menguntungkan.

Pendekatan-pendekatan tersebut berasumsi memilih merupakan kegiatan yang

otonom, tanpa ada desakan dan paksaan dari pihak lain. Akan tetapi, dalam negara-

negara berkembang, masih tersdapat paksaan dari pihak luar dan kelompok

kepentingan.

Kelima pendekatan perilaku memilih yang diklasifikasikan oleh Ramlan

Surbakti tersebut, dapat dijelaskan secara rinci dengan pendekatan-pendekatan yang

dikaji oleh beberapa ilmuwan politik Amerika. Pendekatan perilaku memilih tersebut

adalah pendekatan sosiologis (Mahzab Columbia) dan pendekatan psikologis

(Mahzab Michigan).

Pendekatan yang pertama adalah pendekatan sosiologis. Pendekatan ini

merupakan pendekatan perilaku memilih yang berasal dari Eropa, kemudian

dikembangkan oleh ilmuwan sosial yang berlatar belakang pendidikan Eropa.

Pendekatan ini disebut dengan Mahzab Columbia. Sedangkan Flanagan

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

6

Page 7: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

menyebutnya sebagai model sosiologi politik Eropa. Ketika David Denver

menggunakan pendekatan ini untuk menjelaskan perilaku memilih masyarakat

Inggris, ia menyebutnya dengan sosial determinism approach9.

Pendekatan ini lebih menekankan faktor-faktor sosiologis dalam membentuk

perilaku politik seseorang. Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa

karakteristik sosial dan pengelompokkan-pengelompokkan sosial mempunyai

pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku memilih seseorang.

Karakteristik sosial seperti pekerjaan, pendidikan, organisasi dan sebagainya serta

karakteristik sosiologis seperti agama, umur, jenis kelamin, dan sebagainya

merupakan faktor penting untuk menjelaskan pilihan politik. Pendeknya, perilaku

memilih dapat dijelaskan akibat pengaruh identifikasi seseorang terhadap suatu

kelompok sosial dan norma-norma yang dianut oleh kelompok atau organisasinya.

Lazarsfeld10 menjelaskan perilaku politik sosiologis merupakan

“A person thinks, politically as he is sosially. Sosial characteristics determine political reference.”

Teori yang menggunakan pendekatan ini adalah contagion theory atau teori

penularan. Menurut teori ini, pilihan politik seseorang dan partisipanship (semangat

berpartisipasi seseorang dalam kehidupan politik) dapat menular kepada orang lain

melalui kontak sosial seperti penyakit infeksi. Dengan kata lain, perilaku politik

seseorang disebabkan apa yang dibicarakan bersama yang akhirnya menjadi pilihan

bersama11.

Jadi, menurut pandangan-pandangan dalam pendekatan sosiologis ini, faktor

eksternal sangat dominan dalam membentuk kondisi sosiologis yang membentuk

perilaku politik dari luar melalui nilai-nilai yang ditanamkan dalam proses sosialisasi

yang dialami individu seumur hidupnya. Ada beberapa kritik dalam pendekatan

9 Muhammad Asfar, 2006, Pemilu dan Perilaku Memilih, Pustaka Eureka, Surabaya. Halaman 137.10 Riswanda Imawan dan Affan Gaffar, 1993, Analisis Pemilihan Umum 1992 di Indonesia, Laporan Penelitian Fakultas ISIPOL, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Halaman 15.11 Martin Harrop dan William Miller, 1987, Election and Voters (A Comparative Introduction), The Macmillan Press Ltd, London. Halaman 209.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

7

Page 8: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

sosiologis ini yaitu kenyataan bahwa perilaku memilih tidak hanya suatu tindakan

kolektif tetapi merupakan tindakan individual. Dapat saja seseorang dijejali dengan

berbagai norma sosial yang berlaku, tetapi tidak ada jaminan bahwa ketika akan

memberikan suara, individu tersebut tidak akan menyimpang dari norma dan nilai

yang dimilikinya. Selalu ada kemungkinan individu tersebut menyimpang dari

keyakinan kelompoknya ketika dia akan melakukan tindakan politik.

Pendekatan yang kedua adalah pendekatan psikologis. Pendekatan ini

dikembangkan sebagai respons atas pendekatan sosiologis. Pendekatan psikologis

dikembangkan di University of Michigan di Amerika Serikat, sehingga kemudian

pndekatan perilaku memilih ini dikenal dengan sebutan mahzab Michigan (Michigan

School). Pelopor pendekatan ini adalah August Campbell12.

Kemunculan pendekatan ini merupakan reaksi atas ketidakpuasan mereka

terhadap pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis dianggap secara metodologis

sulit diukur, seperti bagaimana mengukur secara tepat sejumlah indikator kelas sosial,

tingkat pendidikan, agama, dan sebagainya. Apalagi pendekatan ini hanya sebatas

menggambarkan dukungan suatu kelompok terhadap kandidat atau partai politik

tertentu. Tidak sampai pada penjelasan mengapa suatu kelompok tertentu

memilih/mendukung suatu partai tertentu sementara yang lain tidak.

Menurut pendekatan ini, salah satu kekuatan politik adalah produk dari sikap

dan disposisi seorang pemilih. Pendekatan ini lebih mendasarkan faktor psikologis

dalam diri seseorang. Faktor psikologis ini, menurut Riswanda Imawan13 dideteksi

dengan dua konsep:

Political involvement, yakni perasaan penting atau tidak ingin terlibat dalam isu-isu politik yang bersifat umum.

Party identification, yakni preferensi (perasaan suka atau tidak suka seseorang terhadap satu partai politik atau kelompok elit tertentu).

Seperti namanya, pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep

psikologi terutama konsep sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan perilaku memilih.

12 Muhammad Asfar, op.cit. Halaman 141.13 Riswanda Imawan dan Affan Gaffar, op.cit. Halaman 12-13.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

8

Page 9: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

Menurut pendekatan ini, sosialisasilah yang sebenarnya menentukan perilaku

memilih maupun perilaku politik seseorang, bukan karakter sosiologis. Selain itu,

pendekatan ini juga menjelaskan bahwa sikap seseorang sebagai refleksi kepribadian

seseorang merupakan variabel yang cukup menentukan dalam mempengaruhi

perilaku politik seseorang. Oleh karena itu, pendekatan psikologis menekankan pada

tiga aspek utama yaitu, ikatan emosional pada partai politik atau kandidat, orientasi

terhadap isu-isu, dan orientasi pada kandidat.

Selain dua pendekatan tersebut, perilaku dapat didekati dengan pendekatan

rasional. Pendekatan ini berkembang atas kritik kepada kedua pendekatan dalam

perilaku memilih baik pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis yang

menempatkan pemilih pada waktu dan ruang yang kosong. Pemilih seakan-akan

menjadi pion yang mudah ditebak langkahnya. Dengan demikian, penjelasan-

penjelasan perilaku memilih tidaklah harus permanen, seperti karakteristik sosiologis

dan identifikasi partai tetapi berubah-ubah sesuai dengan waktu dan peristiwa-

peristiwa dramatik yang juga menyangkut peristiwa-peristiwa yang mendasar.

Penggunaan pendekatan rasional dalam perilaku memilih oleh ilmuwan

politik sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi. Masyarakat dapat bertindak

rasional, yaitu menekan ongkos sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan

sebesar-besarnya. Maka dalam perilaku memilih rasional (rational choice), pemilih

bertindak rasional yaitu memilih kandidat atau partai politik yang dianggap

mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan menekan kerugian sekecil-

kecilnya. Dengan begitu, para pemilih diasumsikan mempunyai kemampuan untuk

menilai isu-isu politik yang diajukan dan mampu menilai isu-isu tersebut. Penilaian

rasional terhadap isu politik dan kandidat ini dapat berupa jabatan, informasi, pribadi

yang popular karena prestasi di bidangnya masing-masing seperti seni, olahraga, film,

organisasi politik, dan semacamnya.

Dalam khasanah perilaku memilih, pilihan pemilih berdasarkan pertimbangan

isu dan kandidat di atas juga dikenal dengan teori spasial14. Teori ini mengasumsikan 14 Muhammad Asfar. op.cit. Halaman 148.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

9

Page 10: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

bahwa para pemilih memilih kandidat yang paling mewakili posisi kebijakan dan

kandidat yang dapat memaksimalkan aspirasi mereka. Hucfedlt Carmines

menjelaskan bahwa perilaku memilih yang didasarkan pada pertimbangan-

pertimbangan rasional dan kepentingan diri sendiri disebut sebagai tradisi ekonomi

politik (political economy tradition) .

4. Penelitian Terdahulu

1. Bambang Kuncoro15 melakukan penelitian di Desa Sunyalangu Kabupaten

Banyumas menemukan bahwa karakteristik sosiologis, subkultur aliran dan

identifikasi partai cukup relevan untuk menjelaskan perubahan perilaku

memilih warga Desa Sunyalangu dalam menentukan OPP. Masyarakat Desa

Sunyalangu mempunyai kecenderungan memilih OPP lebih besar karena

ajakan tetangga daripada program yang ditawarkan OPP.

2. J. Kristiadi16 menjelaskan bahwa tingkat pendidikan, profesi, struktur usia,

dan tempat tinggal (desa-kota) tidak mempengaruhi perilaku memilih.

3. Affan Gaffar17 menyimpulkan bahwa kelas yang diukur dengan tingkat

pendidikan, kepemilikan tanah, dan kedudukan tidak mempengaruhi perilaku

memilih artinya tidak ada perbedaan antara mereka yang statusnya kelas atas,

menengah, dan kelas bawah dalam menentukan pilihan.

4. Udin Hamin18 yang melakukan penelitian perilaku memilih etnis di Kota

Tidore Kepulauan menjelaskan bahwa rasionalitas, pertimbangan program

partai, identifikasi partai, budaya dan lingkungan sosial berpengaruh kuat

terhadap perilaku memilih kepala daerah pada masyarakat.

15 Bambang Kuncoro, 1998, (Tesis) Perilaku Politik Warga Pinggiran: Studi Tentang Perubahan Perilaku Memilih Warga Desa Pada Pemilu Tahun 1971-1997 Di Desa Sunyalangu, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Universitas Airlangga, Surabaya.16 Jurnal Ilmu Politik dan Pembangunan, Volume 6 Nomor 1 April 2004, Laboratorium Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Halaman 30.17 Ibid18 Udin Hamin, 2004, (Tesis) Perilaku Memilih Etnis Gorontalo Pada Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Langsung di Kota Tidore Kepulauan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

10

Page 11: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

5. Darussalam19 menemukan bahwa faktor psikologis sangat besar peranannya

untuk menjelaskan perilaku memilih di Indonesia. Sedangkan faktor

sosiologis dan faktor rasional tidak terlihat dampaknya terhadap perilaku

memilih di Indonesia.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh ilmuwan-

ilmuwan politik di atas, penelitian perilaku memilih tidak hanya memfokuskan pada

salah satu pendekatan saja malainkan mengkaji berbagai pendekatan yang ada baik

pendekatan sosiologis, psikologis, dan rasional. Nampaknya, berbagai pendekatan

dalam perilaku memilih ini dapat saling melengkapi baik dalam hal penjelasan

maupun kesimpulan.

D. Hipotesa

Menurut Winarno Surahmad20, yang dimaksud dengan hipotesa adalah

sebagai dugaan sementara atau asumsi awal yang menaruh jalan penelitian. Hipotesa

ini diadakan untuk menguji kebenarannya. Dengan asumsi awal ini, paling tidak

dapat menuntun penulis dalam menjelaskan jawaban pertanyaan penelitian.

Asumsi awal penelitian ini adalah faktor yang paling dominan dalam

menentukan kepala daerah di Kabupaten Banyumas adalah faktor sosiologis yang

berupa daerah asal calon kepala daerah tersebut. Asumsi ini muncul ketika penulis

banyak membaca berita tentang isu-isu “putra daerah” yang sering muncul di dalam

pemilihan kepala daerah di daerah-daerah lain.

E. Metode Penelitian dan Analisis Data

Sasaran penelitian ini adalah seluruh masyarakat Kecamatan Sokaraja yang

memenuhi syarat sebagai pemilih pada Pilkadal Kabupaten Banyumas tahun 2004

yang berlokasi di Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah.

19 Darussalam, 2004, (Tesis) Media Televisi dan Perilaku Memilih Masyarakat: Perolehan Suara Partai Amanat Nasional pada Pemilu Legislatif dan Amien Rais pada Pemilu Presiden Pertama Tahun 2004, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.20 Winarno Surahmad, 1970, Pengantar Metodologi Penulisan Ilmiah, CV. Carsito, Bandung. Halaman 12.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

11

Page 12: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif deskriptif, yakni penelitian yang menggunakan ucapan, tulisan dan perilaku

yang diamati dari orang-orang (subyek) penelitian21. Oleh karenanya, pengambilan

sampel dilakukan dengan purposive sampling22, yakni memilih informan yang

dianggap cocok sebagai sumber penelitian. Informan tersebut adalah Pengurus KPU

Banyumas, Ketua Panitia Pengawas Pemilu di Kecamatan Sokaraja dan Kepala

Dusun 1 di Desa Sokaraja Tengah serta beberapa warga di Kecamatan Sokaraja.

Informan tersebut terpilih karena penulis menganggap mereka mengetahui seluk-

beluk pemilih di dalam masyarakatnya. Selain itu, paling tidak informasi yang

diterima akan berguna bagi penulis dalam memperjelas jawaban penelitian ini.

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah wawancara mendalam

dengan beberapa informan yang terpilih dan kemudian hasil wawancara tersebut akan

dibandingkan dengan literatur yang ada. Sumber informasinya berupa orang yang

biasanya disebut informan. Kepada infoman tersebut, penulis mengajukan

pertanyaan-pertanyaan secara lisan. Pertanyaan tersebut langsung ditanyakan di

rumah atau kantor masing-masing informan. Karena kebetulan, selama penelitian ini

dilakukan sedang minggu tenang, yaitu libur perkuliahan semester 2.

Untuk mengecek validitas data, penulis menggunakan triangulasi sumber

dengan membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat

dan pandangan orang yang memiliki latar belakang berbeda. Kemudian, penulis juga

menggunakan triangulasi teori, yakni menggunakan beberapa teori sebagai bahan

penjelasan perbandingan23.

Analisis penelitian ini secara sederhana menggunakan model interaktif24,

yakni: pertama, melakukan reduksi data yaitu menyederhanakan data yang diperoleh,

21 Bogdan dan Taylor, 1992, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya. Halaman 2.22 Prof. Dr. Sugiyono, 2006, Statistika Untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung. Halaman 61.23 HB. Sutopo, 1998, Pengantar Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar Teoritis dan Praktis, Pusat Penelitian UNS, Surakarta. Halaman 31.24 Mathew B. Milles dan A. Michael Hubberman, 1984, Qualitative Data Analysis, A Source Book of New Methods, Sage Publication Beverly Hills London, New Delhi. Halaman 21-23.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

12

Page 13: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

yang dikategorikan sesuai dengan varian-variannya; kedua, bahan yang telah

direduksi, kemudian disajikan dalam bentuk narasi atau table dengan didukung

dengan teori yang relevan; dan ketiga, penarikan kesimpulan atau verifikasi, yakni

melakukan penafsiran terhadap makna dari hasil sajian tersebut dengan mencatat

keteraturannya, pola-polanya, maupun proposisinya.

F. Definisi Konsepsional

Definisi konsepsional merupakan batasan-batasan istilah penting yang

dijadikan pedoman penelitian ini, sehingga arahnya tidak menyimpang. Adapun

batasan-batasannya adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan adalah usaha yang dilakukan seseorang bertujuan menuntun

perilaku melalui institusi pendidikan.

b. Pekerjaan adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan nafkah.

c. Jenis kelamin adalah hal yang membedakan manusia berdasarkan ciri fisik

manusia.

d. Agama adalah keyakinan dan kepercayaan manusia terhadap Tuhan

berdasarkan Amandemen ke-4 Undang-Undang Dasar 1945.

e. Perilaku memilih adalah tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihan

yang paling disukai.

f. Kepala daerah adalah seseorang yang dipercaya masyarakat untuk memimpin

daerah lewat mekanisme pemilu.

g. Pemilihan umum (pemilu) adalah proses pemilihan oleh warga negara yang

mempunyai hak pilih untuk memilih wakil mereka dalam parlemen

(legislative) maupun dalam pemerintahan (eksekutif) menurut peraturan yang

berlaku.

h. Pemilih dalam pemilu adalah penduduk yang sudah berusia sekurang-

kurangnya 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin.

i. Tempat Pemungutan Suara (TPS) adalah tempat pemilih memberikan suara

pada hari pemungutan suara.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

13

Page 14: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

j. Masyarakat Kecamatan adalah orang-orang yang mendiami dan tinggal di

wilayah kecamatan.

k. Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkadal) adalah mekanisme rekrutmen

kepala daerah di mana masyarakat dapat secara langsung memilih kepala

daerahnya.

l. Tempat tinggal adalah daerah yang pernah didiami oleh seseorang dan orang

tuanya.

G. Pembahasan

1. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Memilih

Dalam menggambarkan faktor yang paling berpengaruh dalam perilaku

memilih masyarakat Kecamatan Sokaraja dalam pemilihan kepala daerah yang

dilaksanakan beberapa tahun yang akan datang, nampaknya faktor “daerah asal”

menjadi sangat kuat. Masyarakat Kecamatan Sokaraja menaruh banyak harapan

kepada kandidat calon kepala daerahnya yang asli putra daerah untuk memajukan

daerahnya.

Mereka menganggap, jika daerahnya dipimpin oleh asli warga Kabupaten

Banyumas, maka Kabupaten Banyumas akan lebih cepat maju. Hal tersebut

diungkapkan oleh Iksanto, BSc selaku pengurus Komisi Pemilihan Umum (KPU)

Kabupaten Banyumas ketika diwawancarai penulis di kantornya:

“Dari pengamatan saya, kandidat calon kepala daerah yang paling besar bukan pada pilihan partai, akan tetapi isu-isu putra daerah. Masyarakat di Purwokerto selalu membanding-bandingkan dengan kemajuan Kabupaten Purbalingga yang dipimpin oleh Bupati yang merupakan asli putra daerah.”

Selain itu, argumen yang sama juga dikatakan oleh Mas Arief, selaku Kepala Dusun 1

di Desa Sokaraja Tengah Kecamatan Sokaraja:

“Masyarakat neng kene senenge karo wonge dewek. Soale angger ana apa-apa bias langsung nglurug omahe.”(Masyarakat di sini sangat menyukai bila dipimpin oleh orang sendiri <asli Banyumas>. Karena jika terjadi kesalahan atau ada permasalahan, masyarakat bias langsung datang ke rumahnya).

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

14

Page 15: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

“Wong neng kene ora apa-apa angger dipimpin karo dudu wong Sokaraja. Sing penting wong Banyumas.”(Masyarakat di Sokaraja tidak menjadi masalah jika tidak dipimpin oleh orang Sokaraja. Yang penting berasal dari Daerah Kabupaten Banyumas dan sekitarnya).

Dari berbagai komentar informan di atas, nampaknya sebagian masyarakat di

Kecamatan Sokaraja menginginkan untuk dipimpin oleh pemimpin dari daerahnya

sendiri (yang masih di wilayah Kabupaten Banyumas).

2. Faktor “Asal Daerah” dalam Konteks Sosiologis

Faktor sosiologis nampaknya sangat mempengaruhi sikap masyarakat

Kecamatan Sokaraja dalam memilih kepala daerah yang ada di Kabupaten Banyumas.

Faktor “asal daerah” menunjukkan bahwa ikatan kedaerahan sangat kuat dalam

mempengaruhi masyarakat dalam memilih kepala daerah. Hal ini diungkapkan oleh

Mantan Ketua Pengawas Pemilu di Kecamatan Sokaraja yang diwawancarai penulis

di rumahnya:

“Masyarakat Sokaraja senang dengan kepala daerah yang asli daerahnya sendiri. Seperti yang ada di Purbalingga itu lho, Mas. Sekarang jadi maju. Jalan aspalnya mulus-mulus, udah buat Owabong25 lagi.”

Berdasarkan wawancara di atas, masyarakat Sokaraja lebih tertarik dengan

kepala daerah yang merupakan warga atau lahir di daerah Banyumas. Mereka melihat

perkembangan pembangunan yang di wilayah lainnya yang dikaitkan dengan

kemajuan yang terjadi di daerahnya sendiri.

Penelitian ini senada dengan penelitian Potosky dalam bukunya yang berjudul

“Southern Politics” yang diterbitkan pada tahun 1949 yang menunjukkan bahwa para

kandidat biasanya diterima dan dipilih dari kota yang sama. Potosky menyebut

perilaku memilih semacam ini dengan nama localism, atau perilaku memilih friends

dan neighbours26. Akan tetapi, J. Kristiadi27 dalam hasil penelitiannya menemukan

fakta bahwa asal kota-desa atau daerah tidak mempengaruhi perilaku memilih. Faktor

25 Owabong merupakan aset wisata yang menjadi kebanggaan daerah Purbalingga. Di sana terdapat tempat pemandian, kolam renang bertaraf internasional dan juga sirkuit gokart.26 Muhammad Asfar, op.cit. Halaman 140.27 Jurnal Ilmu Politik dan Pembangunan, Volume 6 Nomor 1 April 2004, loc.cit.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

15

Page 16: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

sosiologis yang lain, seperti kelas sosial, jenis kelamin, agama, usia dan lain

sebagainya kurang mendapatkan perhatian yang kuat dari masyarakat di Kecamatan

Sokaraja. Hal inipun senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh J. Kristiadi28

yang memberikan argumen bahwa tingkat pendidikan, profesi, struktur usia, tidak

mempengaruhi perilaku memilih dan Affan Gaffar29 yang menyimpulkan bahwa kelas

yang diukur dengan tingkat pendidikan, kepemilikan tanah, dan kedudukan tidak

mempengaruhi perilaku memilih artinya tidak ada perbedaan antara mereka yang

statusnya kelas atas, menengah dan kelas bawah dalam menentukan pilihan. Begitu

juga Udin Hamin30, yang menjelaskan bahwa lingkungan sosial cukup berperan

dalam perilaku memilih. Akan tetapi, Darussalam tidak sependapat dengan mereka.

Darussalam menjelaskan bahwa faktor sosiologis, baik agama maupun kultur sosial

tidak berpengaruh terhadap perilaku memilih di Indonesia.

Posisi contagion theory, teori penularan dalam pendekatan sosiologis

mendapat perhatian yang penting dalam penelitian ini. Masyarakat Sokaraja Tengah

yang mempunyai wilayah yang berdekatan dengan Kabupaten Purbalingga banyak

mendapatkan informasi-informasi dan kabar bahwa kepala daerah yang berasal dari

daerahnya sendiri akan membangun daerahnya dengan sungguh-sungguh. Kontak

sosial antara warga di Kabupaten Purbalingga dan warga Kecamatan Sokaraja

membentuk pemahaman bersama masyarakat Kecamatan Sokaraja dalam hal memilih

kepala daerahnya.

3. Faktor “Asal Daerah” dalam Konteks Psikologis

Dalam mengkaji perilaku memilih di Kecamatan Sokaraja, nampaknya peran

faktor psikologis tidak bisa dijadikan rujukan. Masyarakat Kecamatan Sokaraja yang

sebagian besar berasal dari daerah Banyumas, yang sejak turun-temurun tinggal,

menetap dan mencari nafkah di Daerah Kabupaten Banyumas memiliki ikatan

psikologis yang kuat di daerahnya bukan kepada kandidat yang akan dipilihnya.

Mereka mengidentifikasikan dirinya dengan daerahnya yang sudah ditinggalinya 28 Ibid29 Ibid30 Udin Hamin, loc.cit.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

16

Page 17: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

sejak turun-temurun. Selaras dengan argumen tersebut, warga Sokaraja yang tidak

memberikan jati dirinya memberi sebuah komentar:

“Bertahun-tahun kami ingin dipimpin sama orang sendiri. Kami bangga kalau dipimpin wonge dewek. Angger ana apa-apa mesti tak bantu.”(Bertahun-tahun kami ingin dipimpin oleh pemimpin dari daerah kami sendiri (Banyumas dan sekitarnya). Kalaupun ada masalah yang krusial, pasti kami bantu).

Dari wawancara tersebut, penulis melihat adanya sifat loyalitas yang ada di

masyarakat Kecamatan Sokaraja bila mereka dipimpin oleh warga daerahnya sendiri.

Loyalitas tersebut dikarenakan orientasi mereka terhadap kandidat dari daerah sendiri

yang tercermin dalam kebanggaannya walaupun mereka belum mengenal tokoh yang

akan menjadi kandidat. Nampaknya, hasil wawancara tersebut tidak sejalan dengan

hasil penelitian Bambang Kuncoro yang menunjukkan bahwa faktor psikologis cukup

relevan untuk menjelaskan perubahan perilaku memilih warga Desa Sunyalangu

dalam menentukan OPP. Begitupula Darussalam, yang menyimpulkan bahwa peran

psikologis sangat menentukan dalam perilaku pemilih di Indonesia. Tetapi, dalam

beberapa kasus seperti penelitian Bowler dan Lanoue di Kanada pada dekade 1990-an

menunjukkan menurunnya pengaruh identifikasi yang ia sebut dengan istilah

loyalitas. Proses sosialisasi masyarakat Sokaraja dengan lingkungan di daerahnya

baik ketika mereka kecil dan juga ketika mereka dewasa berkembang yang akhirnya

membentuk ikatan psikologis yang kuat antara seseorang dengan daerahnya, yang

akhirnya membentuk sikap mereka terhadap pilihan politiknya.

Untuk menjelaskan faktor psikologis ini, nampaknya konsep yang

dikemukakan oleh Riswanda Imawan dapat ditelaah lebih jauh. Masyarakat merasa

penting untuk terlibat dalam pemilihan kepala daerah secara langsung dan mereka

sangat antusias dan merasa suka dengan kandidat yang berasal dari daerahnya sendiri

yakni dari daerah Banyumas dan sekitarnya.

4. Faktor “Asal Daerah” dalam Konteks Rational Choice

Di dalam kajian ini, nampaknya peran rational choice berkembang dan dapat

dijelaskan. Para pemilih di Kecamatan Sokaraja hanya memilih berdasarkan asal

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

17

Page 18: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

daerahnya saja. Mereka tidak serta-merta melihat program atau prestasi yang diraih

para kandidat. Bagi mereka, “putra daerah” saja sudah cukup mewakili selera dan

harapan mereka guna memimpin daerahnya.

Akan tetapi, jika diperhatikan secara seksama hasil wawancara di atas,

ternyata variabel-variabel yang lain ikut menentukan dalam perilaku memilih pemilih

di Kecamatan Sokaraja. Ada faktor-faktor situasional yang ikut berperan dalam

mempengaruhi perilaku politik mereka.

Masyarakat lebih rasional dalam menilai isu-isu politik kontemporer, seperti

pembangunan daerah. Seperti komentar yang telah diungkapkan oleh salah satu

informan di atas bahwa masyarakat Kecamatan Sokaraja mempunyai aspek rasional

dalam memilih. Dengan memilih kepala daerah dari daerahnya sendiri, mereka bisa

memberi tuntutan, dukungan langsung kepada calon kepala daerahnya dengan leluasa

karena setidaknya mereka mempunyai perasaan se-daerah. Masyarakat menganggap,

dengan dipimpin oleh kepala daerah yang berasal dari wilayah Kabupaten Banyumas

dan sekitarnya, mereka lebih cepat dalam memberikan masukan, tuntutan, dan

dukungan karena mereka bisa juga memberikan masukan, tuntutan maupun dukungan

kepada keluarga atau sanak familinya yang ada di daerahnya.

Nampaknya, apa yang dikatakan oleh Him Melweit dan koleganya tentang

“Consumer Model of Party Choice”, yang menyatakan bahwa perilaku memilih

merupakan pengambilan keputusan bersifat instant, tergantung pada situasi politik

tertentu, tidak berbeda dengan pengambilan keputusan-keputusan yang lain tidak

selaras dengan hasil penelitian ini. Penulis beranggapan, perilaku memilih rasional

bukanlah bersifat instant, tetapi terbentuk dari banyak faktor. Dalam penelitian ini,

pemilih membutuhkan banyak pertimbangan dalam memilih kandidat yang bertujuan

dan diharapkan mewakili kepentingannya dan kemajuan daerahnya. Hal inilah yang

menjadikan pemilih tersebut bersifat rasional.

Teori spasial yang mengasumsikan bahwa para pemilih memilih kandidat

yang paling mewakili posisi kebijakan dan kandidat yang dapat memaksimalkan

suara mereka didukung dalam kajian perilaku memilih di Kecamatan Sokaraja. Isu

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

18

Page 19: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

politik berupa pembangunan menjadi harapan mereka setelah mereka mendapatkan

informasi dan analisis sederhana mereka ketika mereka membandingkan daerahnya

dengan daerah yang lain, yakni Kabupaten Purbalingga.

H. Kesimpulan

Mekanisme politik banyak mengalami perubahan pasca reformasi 1998,

terutama ditujukan pada sistem pemilihan umum yang diamanatkan melalui

Amandemen ke-4 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu perekrutan anggota badan

perwakilan, presiden dan wakilnya serta kepala daerah secara langsung.

Sampai dengan tahun 2004, pemilihan kepala daerah secara langsung telah

dilakukan. Terdapat 3 gubernur, 32 bupati, dan 1 walikota yang harus berakhir masa

jabatannya. Tahun 2005 ada 8 gubernur, 148 bupati dan 34 walikota yang berakhir

masa tugasnya di tahun 2006. Sampai dengan tahun 2008 terdapat 21 provinsi dan 39

kabupaten/kota yang menyusul akan menyelenggarakan Pilkadal.

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

faktor yang paling dominan dalam perilaku memilih kepala daerah secara langsung

bagi masyarakat Kecamatan Sokaraja adalah faktor “asal daerah”. Faktor “asal

daerah” merupakan salah satu bentuk faktor sosiologis. Akan tetapi, jika ditilik lebih

jauh, kita dapat mendekatinya dengan pendekatan sosiologis dan rational choice akan

tetapi tidak dapat didekati dengan pendekatan psikologis.

Pendekatan sosiologis

Ikatan kedaerahan sangat kuat dalam perilaku memilih kepala daerah pada

masyarakat Kecamatan Sokaraja. Hal tersebut terjadi karena adanya kontak sosial

antara warga di Kabupaten Purbalingga yang berdekatan dengan wilayah Sokaraja

terutama menyangkut pembangunan daerahnya ketika dipimpin oleh kepala daerah

yang asli warga Purbalingga dengan warga Sokaraja yang akhirnya membentuk

pemahaman bersama masyarakat Sokaraja dalam memilih kepala daerahnya.

Pendekatan psikologis

Masyarakat Kecamatan Sokaraja yang sebagian besar secara turun-temurun

berasal, tinggal, menetap, dan mencari nafkah di Wilayah Banyumas dan sekitarnya

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

19

Page 20: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

memiliki ikatan psikologis yang kuat dengan daerahnya bukan dengan kandidat yang

akan dipilihnya. Mereka mengidentifikasikan diri mereka dengan daerahnya yang

sudah ditinggalinya turun-temurun. Di samping itu, dengan dipimpin oleh kandidat

dari daerahnya sendiri (Banyumas dan sekitarnya) tercermin kebanggaan mereka

walaupun mereka belum mengenal tokoh yang akan dijadikan kandidat.

Pendekatan rational choice

Masyarakat lebih rasional dengan menilai isu-isu kontemporer, yakni

pembangunan daerah. Masyarakat menganggap dengan dipimpin oleh kandidat dari

daerahnya sendiri (Banyumas dan sekitarnya) pembangunan akan lebih cepat

terwujud karena dengan dipimpin oleh kepala daerah dari daerahnya sendiri, kepala

daerah tersebut lebih tahu seluk-beluk kelemahan dan kelebihan daerahnya

disbanding dengan kepala daerah dari daerah lain.

Implikasi Teori

1. Contagion theory (teori penularan) yang dikemukakan oleh Harrop dan

Miller, mendapat perhatian dari tulisan ini. Masyarakat Kecamatan Sokaraja

mendapatkan banyak informasi dari warga Purbalingga yang wilayahnya

berdekatan dengan Sokaraja tentang kepala daerahnya (Purbalingga) yang

berasal dari daerah Purbalingga sendiri dan bekerja dengan sungguh-

sungguh untuk masyarakatnya. Hal tersebut dibuktikan dengan

pembangunan di daerahnya yakni jalan-jalan di pedesaan yang sudah

beraspal. Kontak sosial ini membentuk pemahaman bersama masyarakat

Sokaraja dalam memilih kepala daerahnya.

2. Political involvement dan party identification yang dikemukakan oleh

Riswanda Imawan tidak didukung dalam penulisan ini. Masyarakat merasa

penting untuk terlibat dalam pemilihan kepala daerah secara langsung dan

mereka sangat antusias dan merasa suka dengan kandidat yang berasal dari

daerah Banyumas dan sekitarnya.

3. Teori spasial yang mengasumsikan bahwa pemilih memilih kandidat yang

paling mewakili posisi kebijakan dan kandidat yang dapat memaksimalkan

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

20

Page 21: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

suara mereka didukung dalam kajian perilaku memilih di Kecamatan

Sokaraja. Isu politik berupa pembangunan menjadi harapan mereka setelah

mereka mendapatkan informasi dan analisis sederhana mereka ketika mereka

membandingkan daerahnya dengan daerah yang lain yakni Kabupaten

Purbalingga.

4. Consumer model of party choice, yang menganggap perilaku memilih

merupakan pengambilan keputusan yang instant, tidak didukung dalam

penelitian ini. Masyarakat Sokaraja membutuhkan banyak pertimbangan

dalam memilih kepala daerahnya yang diharapkan dapat mewakili

kepentingannya dan kemajuan di daerahnya.

Saran

Pemilihan kepala daerah langsung merupakan salah satu prasyarat

demokratisasi. Pemilihan kepala daerah dapat menimbulkan efek negatif dan efek

positif. Efek negatif yang terjadi apabila kesempatan untuk menggunakan ruang

demokrasi tidak digunakan dengan baik oleh rakyat yang akhirnya ruang tersebut

digunakan oleh sekelompok elit. Efek positif yang ditimbulkan adalah adanya peran

serta masyarakat dalam partisipasi menentukan hidupnya dengan cara memilih

pemimpin lewat prosedur yang telah ditentukan. Efek positif berupa partisipasi dapat

berjalan dengan baik bila masyarakat menggunakan dengan sebaik-baiknya ruang

demokrasi ini. Masyarakat dapat mempertimbangkan para kandidat demi kepentingan

dan kemajuan daerahnya. Pendeknya, demokratisasi dapat berjalan dengan baik

ketika masyarakat lebih rasional dalam menentukan tindakan politik mereka.

Perlunya sosialisasi politik berupa komunikasi politik dan pendidikan politik

bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat menggunakan hak pilih dan hak

politiknya dengan baik. Untuk itu, tugas kitalah baik ilmuwan, kalangan akademisi,

pers, politikus, lembaga-lembaga politik baik yang berasal dari pemerintah maupun

non-pemerintah untuk mensosialisasikan hal ini. Dengan membentuk masyarakat

yang rasional dalam politik, maka demokratisasi dapat berjalan dengan dinamis tanpa

“pembajakan”.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

21

Page 22: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

DAFTAR PUSTAKA

Asfar, Muhammad, 2006, Pemilu dan Perilaku Memilih, Pustaka Eureka, Surabaya.

Bogdan dan Taylor, 1992, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.

Budiardjo, Miriam (Penyunting), 1998, Partisipasi dan Partai Politik : Sebuah Bunga Rampai, Edisi Ketiga, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Darussalam, 2004, (Tesis) Media Televisi dan Perilaku Memilih Masyarakat: Perolehan Suara Partai Amanat Nasional pada Pemilu Legislatif dan Amien Rais pada Pemilu Presiden Pertama Tahun 2004, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

22

Page 23: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

Hamin, Udin, 2004, (Tesis) Perilaku Memilih Etnis Gorontalo Pada Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Langsung di Kota Tidore Kepulauan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Harrop, Martin dan William Miller, 1987, Election and Voters (A Comparative Introduction), The Macmillan Press Ltd, London.

HB. Sutopo, 1998, Pengantar Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar Teoritis dan Praktis, Pusat Penelitian UNS, Surakarta.

Imawan, Riswanda dan Affan Gaffar, 1993, Analisis Pemilihan Umum 1992 di Indonesia, Laporan Penelitian Fakultas ISIPOL, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kuncoro, Bambang, 1998, (Tesis) Perilaku Politik Warga Pinggiran: Studi Tentang Perubahan Perilaku Memilih Warga Desa Pada Pemilu Tahun 1971-1997 Di Desa Sunyalangu, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Universitas Airlangga, Surabaya.

Milles, Mathew B. dan A. Michael Hubberman, 1984, Qualitative Data Analysis, A Source Book of New Methods, Sage Publication Beverly Hills London, New Delhi.

Purwoko, Bambang, 2005, Isu-Isu Strategis Pilkada Langsung; Ekspresi Kedaulatan Untuk Kesejahteraan Rakyat, di dalam Jurnal Ilmu Politik dan Pembangunan, Volome 6 No. 1 April 2005, Laboratorium Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Sastroatmodjo, Sudijono, 1995, Perilaku Politik, IKIP Semarang Press, Semarang.

Sugiyono, Prof. Dr., 2006, Statistika Untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung. Surahmad, Winarno, 1970, Pengantar Metodologi Penulisan Ilmiah, CV. Carsito,

Bandung.

Surbakti, Ramlan, 1992, Memahami Ilmu Politik, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

23

Page 24: Latar Belakang - POLITIK | Demokrasi dan Politik · Web viewSumber: Jurnal Politik dan Pembangunan, 2005 Universitas Jenderal Soedirman Pilkadal yang pernah dilaksanakan dari tahun

Benny Nuggraha/Perilaku Politik/S2 Ilmu Politik 06

24