Laser Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS) LIBS adalah ... II.pdf · Menurut Langmuir, molekul...

21
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laser Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS) LIBS adalah singkatan dari Laser Induced Breakdown Spectroscopy yang merupakan peralatan spektroskopi emisi atomik yang menggunakan laser sebagai energi ablasi dan dapat digunakan untuk menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif (Cremers et all, 2006). Laser difokuskan ke permukaan sampel melalui lensa yang mana sebagian sampel akan terablasikan dan terbentuk plasma seperti pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Skema sederhana komponen utama LIBS. (Utomo, Aji Priyo, 2014) Plasma berisikan elektron-elektron, ion-ion, atom-atom netral dan atom-atom tereksitasi akibat adanya gelombang kejut (shock wave) yang terjadi sesaat setelah kompresi adiabatis. Dalam waktu yang sangat singkat atom-atom yang tereksitasi kembali ke keadaan awal (ground state) sambil memancarkan emisi foton dengan panjang gelombang yang sesuai dengan jenis atomnya. Selanjutnya emisi foton ditangkap detektor yang kemudian oleh spektrometer dihasilkan spektrum intensitas emisi fungsi panjang gelombang seperti pada Gambar 2.2. Intensitas menyatakan konsentrasi unsur dalam bahan dan panjang gelombang menyatakan jenis unsurnya.

Transcript of Laser Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS) LIBS adalah ... II.pdf · Menurut Langmuir, molekul...

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Laser Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS)

    LIBS adalah singkatan dari Laser Induced Breakdown Spectroscopy yang

    merupakan peralatan spektroskopi emisi atomik yang menggunakan laser sebagai energi

    ablasi dan dapat digunakan untuk menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif

    (Cremers et all, 2006). Laser difokuskan ke permukaan sampel melalui lensa yang

    mana sebagian sampel akan terablasikan dan terbentuk plasma seperti pada Gambar 2.1.

    Gambar 2.1 Skema sederhana komponen utama LIBS. (Utomo, Aji Priyo, 2014)

    Plasma berisikan elektron-elektron, ion-ion, atom-atom netral dan atom-atom

    tereksitasi akibat adanya gelombang kejut (shock wave) yang terjadi sesaat setelah

    kompresi adiabatis. Dalam waktu yang sangat singkat atom-atom yang tereksitasi

    kembali ke keadaan awal (ground state) sambil memancarkan emisi foton dengan

    panjang gelombang yang sesuai dengan jenis atomnya. Selanjutnya emisi foton

    ditangkap detektor yang kemudian oleh spektrometer dihasilkan spektrum intensitas

    emisi fungsi panjang gelombang seperti pada Gambar 2.2. Intensitas menyatakan

    konsentrasi unsur dalam bahan dan panjang gelombang menyatakan jenis unsurnya.

  • 5

    Gambar 2.2 Grafik intensitas fungsi panjang gelombang.

    Gambar 2.2 merupakan spektrum dari sampel yang mengandung unsur Cr. Kualitas

    hasil spektrum tergantung pada keadaan proses pembentukan plasma dan proses

    pendeteksiannya yang mana dipengaruhi oleh faktor jenis laser, tekanan dan jenis gas

    penyangga, dan keadaan fisik dari sampel, yang mana akan diuraikan pada sub bab

    berikut ini (Suyanto, Hery, 2013).

    2.1.1 LASER

    Light Amplification by Stimulation Emission of Radiation (laser) yang artinya

    penguatan intensitas cahaya oleh emisi terangsang. Laser memiliki karakteristik, yaitu :

    sumber cahaya yang koherensinya sangat tinggi, monokromatik, kecerahan tinggi,

    durasi yang singkat (short time duration) dan menuju satu arah yang sama sehingga

    cahayanya menjadi sangat kuat dan terkonsentrasi (Svelto, Orazio, 1989).

    Laser terdiri atas tiga komponen dasar yaitu medium lasing (seperti kristal, gas,

    semikonduktor), sumber pemompa (seperti flash lamp, electrical current) yang

    memberikan energi tambahan pada material lasing, dan optical cavity terdiri dari dua

    cermin (cermin pemantul sempurna dan cermin pemantul sebagian) yang bertindak

    sebagai ruang untuk penguat sinar. Setelah sumber pemompa memberikan energi pada

    medium lasing, kemudian elektron-elektron tereksitasi pada tingkat energi tertentu

    seperti terlihat pada Gambar 2.3.

    150

    200

    250

    300

    425.5 425.9 426.3 426.7 427.1 427.5 427.9 428.3

    Inte

    nsit

    as (

    a.u)

    Panjang gelombang (nm)

    Cr II 427,4387 nm

    Cr II 428,1049 nm

  • 6

    Gambar 2.3 Diagram (a) kerja laser zat padat (Nd:YAG) (b) tiga tingkat energi laser.

    (Sinaga, D.N, 2013)

    Gambar 2.3 (a) dan (b) adalah diagram kerja laser dengan menggunakan medium

    lasing zat padat Nd-YAG dengan proses sebagai berikut: elektron-elektron dalam atom

    di material lasing secara normal berada dalam keadaan dasar di tingkat energi ground

    state Q0 . Ketika energi cahaya dari flash lamp ditambahkan (dipompakan) ke atom-

    atom tersebut maka elektron-elektronnya tereksitasi ke level energi yang lebih tinggi Qe

    (excited energi level). Elektron-elektron ini akan meluruh melalui dua cara, pertama

    peluruhan elektron secara spontan dimana elektron secara langsung meluruh ke level

    energi lebih rendah (di tingkat energi metastabil Qm) sambil melepaskan atau

    mengemisikan energi dalam bentuk foton yang memancar ke segala arah. Kedua

    peluruhan secara terangsang (stimulated), dimana sebagian foton dari hasil peluruhan

    spontan ini dipantulkan bolak balik diantara dua cermin dan melalui material lasing

    serta menumbuk elektron-elektron di tingkat energi metastabil dan menyebabkan

    elektron-elektron tersebut kembali ke ground state. Transisi elektron-elektron ke

    ground state ini akan melepaskan energi dalam bentuk foton yang mempunyai fase,

    panjang gelombang, dan arah yang sama dengan foton penumbuk. Jika arah foton ini

    sejajar dengan sumbu optical cavity, maka foton akan dipantulkan bolak balik oleh

    cermin pemantul sempurna dan cermin pemantul sebagian yang berada di dalam optical

    cavity dan melalui material lasing. Dengan cara demikian energi foton diperkuat terus

    menerus sampai cukup untuk melewati cermin pemantul sebagian dan terbentuklah

    sinar laser.

    Cermin Cermin

  • 7

    2.1.2 Interaksi laser dengan bahan

    Bila laser difokuskan ke permukaan sampel padat, maka sebagian energi laser

    diserap oleh bahan untuk menaikkan suhunya sehingga ikatan-ikatan atomnya lepas.

    Sebagian energi lainnya digunakan untuk memantulkan atau menggerakan atom-atom

    tersebut dengan kecepatan yang sangat tinggi. Gerakan atom-atom ini akan melakukan

    kompresi adiabatis dengan gas disekeliling sampel hingga sampai pada tekanan tertentu

    dan terjadi gelombang kejut (shock wave) yang energinya digunakan untuk

    mengeksitasikan elektron-elektron dalam atom ke tingkat energi yang lebih tinggi.

    Dalam waktu yang sangat singkat, elektron-elektron ini akan kembali ke ground state

    sambil memancarkan emisi dan terbentuklah plasma seperti Gambar 2.4.

    Gambar 2.4 Proses pembentukan plasma.

    Pada Gambar 2.4 menunjukkan proses pembentukan plasma. Terlihat pada

    gambar bahwa terdapat dua daerah yaitu: daerah b tepat di permukaan sampel yang

    disebut plasma primer. Plasma ini mempunyai kerapatan partikel dan suhu yang sangat

    tinggi dan menghasilkan spektrum emisi kontinu. Daerah c merupakan pengembangan

    daerah pertama yang disebut plasma sekunder. Pada daerah ini menghasilkan spektrum

    emisi yang tajam. Spektrum ini sesuai dengan emisi foton yang dipancarkan oleh

    elektron-elektron yang bertransisi ke ground state dalam atom tertentu. Emisi ini akan

    menghasilkan panjang gelombang tertentu sesuai dengan jenis unsurnya, sehingga dapat

    digunakan untuk identifikasi unsur.

    Gelombang kejut (shock wave)

    Kompresi adiabatis

    Plasma sekunder

    Plasma primer

    S

    A

    M

    P

    E

    L

  • 8

    Jumlah massa partikel-partikel yang terablasi dari sampel dan membentuk plasma

    tergantung panjang gelombang laser dan koefisien absorpsi bahan (Fabbro et all, 1982)

    dengan hubungan :

    = 110 (2.1)

    Dimana : m = massa partikel (kg)

    = fluks yang diabsorpsi (W m-2) = panjang gelombang laser (m) 1014 = konstanta (kg-2m-4s-1)

    2.1.3 Spektrometer

    Spektrometer merupakan peralatan yang terdiri dari monokromator dan software.

    Monokromator sangat penting dalam spektroskopi karena karakteristik optik unsur

    ditentukan oleh panjang gelombang dan kadar unsur ditentukan dari intensitasnya.

    Monokromator yang dipakai pada penelitian ini tipe HR 2500+ dengan spesifikasi :

    wavelength range 200-980 nm, resolusi 0,1 nm (FWHM), 7 detector CCDs with a

    combined 14336 Mega pixels. Monokromator merupakan suatu instrumen optik yang

    berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang tertentu (monokromatik) dari cahaya

    polikromatik seperti pada Gambar 2.5.

    Gambar 2.5 Diagram monokromator. (Agustiningrum, Ulfa, 2012)

    Gambar 2.5 bagian-bagian utama monokromator antara lain slit atau celah sempit

    (B, F), cermin (C, E), grating atau pemisah cahaya (D) dan detektor (G). Sumber

  • 9

    cahaya polikromatik (A) masuk ke slit (B) dan besarnya energi cahaya yang dideteksi

    oleh monokromator tergantung besarnya intensitas cahaya yang masuk pada luasan slit

    dan juga sudut datangnya. Slit berada pada titik fokus cermin (C) agar menghasilkan

    pantulan cahaya sejajar ke prisma atau grating (D). Cahaya ini akan didispersikan oleh

    prisma atau didifraksikan oleh grating menjadi beberapa warna dan diarahkan ke

    cermin (E). Cahaya terdispersi (seperti pelangi) selanjutnya oleh cermin (E) difokuskan

    ke slit keluaran (F), sehingga pada permukaan slit terdapat titik-titik bayangan yang

    terpisah dari berbagai warna. Dengan memutar grating atau prisma, maka titik-titik

    bayangan warna bergerak relatif terhadap slit keluaran. Sehingga dapat memilih panjang

    gelombang tertentu yang keluar dari slit keluaran menuju detektor untuk diproses lebih

    lanjut. Persamaan resolusi grating yang digunakan pada monokromator untuk

    memisahkan antara dua panjang gelombang yang berdekatan (Jenkis, Francis A, et all,

    1965) yaitu :

    = (2.2)

    Dimana : R = daya pisah

    = panjang gelombang (nm) = selisih atau jarak terdekat panjang gelombang yang dipisahkan

    (nm)

    Sedangkan software befungsi untuk menganalisis atau mengidentifikasi unsur.

    Software yang dipakai adalah OOILIBS dan add LIBS. Software OOILIBS digunakan

    untuk mensinkronisasi antara waktu terbentuknya plasma dengan waktu pendeteksian.

    Waktu ini disebut delay time detection (waktu tunggu deteksi). Sedangkan software add

    LIBS digunakan untuk menganalisis spektrum dari plasma yang terdeteksi. Dalam

    software ini akan menampilkan intensitas sebagai fungsi panjang gelombang. Panjang

    gelombang menyatakan jenis unsurnya sedangkan intensitas merupakan jumlah

    unsurnya. Dengan spesifikasi monokromator dan software tersebut, spektrometer yang

    ada di laboratorium MIPA dapat memisahkan unsur-unsur dengan jelas.

    2.1.4 Waktu tunggu deteksi

    Sebelum melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif suatu bahan, maka perlu

    dicari keadaan optimum suatu eksperimen. Pada teknik LIBS ini yang perlu

  • 10

    diperhatikan keadaan optimumnya adalah parameter energi laser dan waktu tunggu

    deteksi. Untuk menentukan keadaan optimum dari waktu tunggu deteksi dengan cara

    melihat nilai sinyal background, perbandingan sinyal puncak emisi terhadap sinyal

    background (S/B) dan FWHM fungsi waktu tunggu deteksi seperti terlihat pada Gambar

    2.6.

    Gambar 2.6 Waktu deteksi.

    Gambar 2.6 menunjukkan skema perjalanan waktu umur plasma yang dihasilkan

    oleh laser pulsa tunggal. Di awal pada waktu deteksi 0,5 s laser ditembakkan ke

    sampel, plasma yang dihasilkan mempunyai kerapatan yang sangat tinggi baik elektron-

    elektron, ion-ion, atom-atom netral maupun atom-atom tereksitasi, sehingga intensitas

    background dari spektra yang ditangkap detektor cukup tinggi seperti ditunjukkan

    Gambar 2.7.

    Gambar 2.7 Intensitas background tinggi.

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    1200

    1400

    1600

    1800

    465 470 475 480 485 490Int

    ensi

    tas

    Em

    isi

    Uns

    ur Z

    n (a

    .u)

    Panjang Gelombang (nm)

    Background tinggi

    0 ns 10 ns 90 ns 1 s 10 s 90 s

  • 11

    Background ini muncul karena ion-ion menangkap elektron dan elektron

    melepaskan kelebihan energi kinetiknya dalam bentuk foton dengan panjang gelombang

    lebar (continu). Sedangkan bila dideteksi setelah 1 s dari setelah laser diradiasikan,

    maka intensitas background dari spektra akan turun bahkan hilang seperti yang

    ditunjukkan pada Gambar 2.8.

    Gambar 2.8 Intensitas background rendah.

    Sebaiknya pendeteksian karakteristik emisi atom dilakukan sekitar 1 s atau lebih

    dari ablasi laser dan waktu ini disebut waktu tunggu deteksi. Nilai waktu tunggu ini

    bervariasi tergantung jenis unsurnya, tetapi hampir semua unsur memiliki waktu emisi

    sekitar 1s atau lebih untuk LIBS.

    2.2 Adsorpsi

    Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas)

    terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada

    permukaan padatan tersebut. Materi atau partikel-partikel yang diadsorpsi disebut

    adsorbat dan bahan yang mengadsorpsi disebut adsorben. Perbedaan mendasar antara

    adsorpsi dan absorpsi yaitu tergantung letak adsorbat di adsorben. Apabila adsorbat

    mengumpul di permukaan adsorben maka disebut adsorpsi. Sebaliknya bila

    adsorbatnya diserap masuk ke dalam adsorben disebut absorpsi. Adsorpsi dibedakan

    menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia yang terjadi reaksi antara

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    465 470 475 480 485 490

    Inte

    nsit

    as E

    mis

    i U

    nsur

    Zn

    (a.u

    )

    Panjang Gelombang (nm)

    Background rendah

  • 12

    zat yang diserap (adsorbat) dengan adsorben, jumlah zat yang teradsorbsi tergantung

    pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi tekanan dan suhu.

    Apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari

    daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya, maka zat yang terlarut akan

    diadsorpsi pada permukaan adsorben. Adsorpsi fisika mirip dengan proses kondensasi

    dan biasanya terjadi pada temperatur rendah. Pada proses ini gaya yang menahan

    molekul fluida pada permukaan solid relatif lemah, dan besarnya sama dengan gaya

    kohesi molekul pada fase cair mempunyai derajat yang sama dengan panas kondensasi

    dari gas menjadi cair, yaitu sekitar 2,19 - 21,9 kg/mol. Keseimbangan antara

    permukaan zat padat dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat

    reversibel.

    Adsorpsi kimia yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat terlarut yang

    teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang jauh lebih besar

    daripada Adsorpsi fisika. Panas yang dilibatkan adalah sama dengan panas reaksi

    kimia. Menurut Langmuir, molekul teradsorpsi ditahan pada permukaan oleh gaya

    valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul.

    Karena adanya ikatan kimia maka pada permukaan adsorben akan terbentuk suatu

    lapisan dan akan menghambat proses penyerapan selanjutnya oleh karbon grafit

    adsorben yang menyebabkan efektifitasnya menurun (Agustiningrum, Ulfa, 2012).

    Pada proses adsorpsi akan tejadi kinetika adsorpsi yaitu laju penyerapan suatu

    fluida oleh adsorben dalam jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi suatu zat dapat

    diketahui dengan mengukur perubahan konsentrasi zat yang teradsorpsi tersebut, dan

    menganalisis nilai k (berupa slope/kemiringan) serta memplot pada grafik. Kinetika

    adsorpsi dipengaruhi oleh kecepatan adsorpsi. Kecepatan adsorpsi dapat didefinisikan

    sebagai banyaknya zat yang teradsorpsi per satuan waktu (Utomo, Aji Priyo, 2014).

    Kecepatan atau besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya:

    a. Macam adsorben

    b. Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate)

    c. Luas permukaan adsorben

    d. Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate)

    e. Temperatur

  • 13

    2.3 Elektrolisis

    Elektrolisis berasal dari kata elektro (listrik) dan lisis (penguraian), yang berarti

    terjadinya penguraian zat/senyawa atau reaksi kimia (dalam hal ini adalah reaksi reduksi

    dan oksidasi atau redoks) oleh arus listrik (Laird, B. Brian, 2009). Proses penggunaan

    arus listrik untuk menghasilkan reaksi kimia disebut sel elektrolisis. Arus listrik yang

    digunakan adalah arus searah (DC). Larutan atau yang ingin dielektrolisis, ditempatkan

    dalam suatu wadah, selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam larutan elektrolit yang

    ingin dielektrolisis. Elektroda berfungsi sebagai tempat berlangsungnya reaksi redoks,

    dimana reaksi reduksi berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oksidasi berlangsung

    pada anoda. Proses elektrolisis dapat ditunjukkan pada Gambar 2.9.

    Gambar 2.9 Sel elektrolisis. (Yudiandika, Putu, 2010)

    Reaksi reduksi terjadi apabila suatu zat memiliki potensial standar reduksi

    ( ) yang besar sedangkan reaksi oksidasi terjadi apabila zat mempunyai kemampuan oksidasi besar. Reaksi reduksi dan oksidasi pada sel elektrolisis berlangsung pada anoda

    sebagai elektroda positif dan katoda sebagai elektroda negatif. Pada sel elektrolisis

    tersebut anoda dihubungkan dengan kutub positif sumber listrik dan katoda

    dihubungkan dengan kutub negatif. Akibatnya, katoda bermuatan negatif dan menarik

    kation-kation yang akan tereduksi menjadi endapan logam. Sebaliknya, anoda

    bermuatan positif dan menarik anion-anion yang akan teroksidasi menjadi gas.

    Maka dari itu di anoda akan terjadi reaksi oksidasi dan di katoda akan terjadi

    reaksi reduksi. Sehingga tujuan elektrolisis adalah untuk mendapatkan endapan logam

    di katoda dan gas di anoda.

  • 14

    Reaksi oksidasi adalah reaksi dimana suatu senyawa kimia melepaskan atau

    kehilangan elektron selama perubahan dari reaktan menjadi produk. Atau juga

    dapat didefinisikan sebagai suatu reaksi dimana suatu senyawa kimia mengikat oksigen

    atau kehilangan hidrogen selama perubahan dari reaktan menjadi produk. Sedangkan

    reaksi reduksi adalah reaksi dimana suatu senyawa menerima elektron atau

    melepaskan oksigen, atau memperoleh hidrogen selama perubahan dari reaktan

    menjadi produk. Kedua reaksi tersebut adalah merupakan pasangan, sebab elektron

    yang dilepaskan pada reaksi oksidasi sama dengan elektron yang diterima pada reaksi

    reduksi. Masing-masing reaksi (reduksi dan oksidasi) disebut setengah reaksi sebab

    diperlukan dua setengah reaksi untuk membentuk suatu reaksi redoks (Laird, B. Brian,

    2009). Elektroda yang digunakan dalam proses elektolisis dapat digolongkan menjadi

    dua, yaitu: elektroda inert, seperti karbon grafit (C), Platina (Pt), dan emas (Au)

    dan elektroda aktif, seperti seng (Zn), tembaga (Cu), dan perak (Ag). Elektrolitnya

    dapat berupa larutan asam, basa, atau garam, dan dapat pula leburan garam halida atau

    leburan oksida.

    2.4 Potensial Standar Reduksi (Setengah Sel)

    Potensial sel merupakan perbedaan antara dua potensial elektroda (katoda dan

    anoda) dimana masing-masing elektroda dipilih sesuai dengan nilai reduksi yang akan

    terjadi. Beda potensial yang terjadi diantara elektroda disebut dengan potensial standar

    reduksi yang dinotasikan dengan . Potensial sel ( ) merupakan selisih potensial standar reduksi dari reaksi katoda ( ) dengan potensial standar reduksi pada reaksi anoda ( ), seperti diungkapkan dalam persamaan berikut :

    = (2.3) Untuk seluruh reaksi spontan dalam keadaan standar nilai > 0. Seperti terlihat pada Gambar 2.10 berikut:

  • 15

    Gambar 2.10 Potensial sel standar pada sel volta. (Brown, Theodore L, et all, 2009)

    Persamaan 2.3 mengindikasikan bahwa potensial sel standar merupakan selisih antara

    potensial standar reduksi pada katoda dan potensial standar reduksi anoda. Untuk

    masing-masing setengah sel pada sel volta, potensial standar reduksi dapat membantu

    terjadinya proses reduksi. yang lebih positif mampu memberikan lebih banyak gaya untuk mereduksi dalam keadaan standar. Potensial reduksi untuk unsur Cr dan Pb

    dengan perubahan jumlah ion yang berbeda-beda seperti terlihat pada Tabel 2.1

    Tabel 2.1 Tabel potensial standar reduksi (Brown, Thcodorc L, et all, 2009)

    No Half-Reaction E#(V) 1 PbO*(S) + HSO(aq) + 3H2(aq) + 2e PbSO(s) + 2H*O(l) +1,685 2 282(9:) + 2; 8*(*2(9:) + 2; =>(?) -0,126 4 PbSO(S) + H2(aq) + 2; =>(?) +HSO(aq) -0,356 5 @A2(9:) + ; @A*2(9:) -0,41 6 @A2(9:) + 3; @A(?) -0,74 7 2H*O(l) + 2e H*(g) + 2OH(aq) -0,83

    Karena setiap sel volta melibatkan dua setengah sel, maka tidaklah mungkin

    menghitung potensial standar reduksi setengah sel secara langsung. Apabila

    menentukan potensial standar reduksi dengan acuan setengah reaksi tertentu pun kita

  • 16

    dapat menentukan pula potensial standar reduksi setengah reaksi lainnya yang

    berhubungan dengan acuan. Acuan setengah rekasi tersebut adalah reduksi 82(9:) menjadi 8*(

  • 17

    Gambar 2.11 Ikatan ion NaCl.

    Ikatan kovalen terbentuk oleh penggunaan bersama sepasang elektron antara dua

    atom. Banyaknya ikatan kovalen yang dibentuk oleh sebuah atom tergantung pada

    banyaknya elektron tambahan yang diperlukan agar atom itu mencapai suatu

    konfigurasi gas mulia. Atom karbon yang netral mempunyai empat elektron di kulit

    terluarnya. Karbon memerlukan empat elektron untuk digunakan bersama agar dicapai

    konfigurasi elektron dari neon, oleh karena itu karbon membentuk empat ikatan kovalen

    (tetravalen) seperti terlihat Gambar 2.12.

    Gambar 2.12 Ikatan kovalen CH.

    Karbon memiliki nilai keelektronegatipan menengah antara keelektronegatifan

    yang sangat tinggi dan yang sangat rendah, maka karbon hampir tidak membentuk

    ikatan ion dengan unsur lain. Sebaliknya, karbon membentuk ikatan kovalen dengan

    atom karbon lain dan dengan atom dari unsur lain (Fessenden Ralp J. dan Fessenden

    Joan S, 1986).

    Konfigurasi elektron pada keadaan dasar untuk C netral yang disimbolkan C I

    adalah 1?*2?*2H* P . Bila atom C tersebut mendapatkan tambahan energi dari luar,

    Satu elektron dipindahkan dari Na ke Cl

    Sekarang tiap atom mempunyai oktet lengkap dalam kulit terluarnya.

    Membentuk 4 ikatan kovalen

    Membentuk 1 ikatan kovalen

  • 18

    maka elektron-elektron pada level energi 21648,02 cm akan pindah ke level energi yang lebih tinggi yaitu 61981,82 cm. Keadaan seperti ini disebut atom dalam tereksitasi. Elektron-elektron yang pindah ini hanya beberapa saat saja (nano second)

    kemudian kembali lagi ke keadaan semula sambil memancarkan emisi atau foton

    dengan panjang gelombang 2478,561 atau 247,8561 nm (NIST, 2005). Panjang gelombang tersebut diperoleh berdasarkan perumusan dari :

    * N(2.5)

    Dengan: E1 = Energi level awal (cm-1)

    E2 = Energi level akhir (cm-1)

    c = Kecepatan cahaya (2,998 x 108 m/s)

    h = Konstanta Planck (6,626 x 10-34 J.s)

    = Panjang gelombang (nm)

    Karbon memiliki beberapa jenis alotrop, yang paling terkenal adalah grafit, intan, dan

    karbon amorf. Sifat-sifat fisika karbon bervariasi bergantung pada jenis alotropnya yang

    akan diuraikan dalam subbab berikut.

    2.5.1 Karbon grafit

    Grafit memiliki sifat lunak, tidak larut dalam air dan pelarut organik, memiliki

    massa jenis yang lebih kecil dari intan karena pada strukturnya terdapat ruang-ruang

    kosong antar lipatannya. Grafit merupakan alotrop karbon yang dapat menghantar arus

    listrik dan panas dengan baik, karena sifat ini grafit digunakan sebagai anoda pada

    baterai dan sebagai elektroda pada elektrolisis.

    Sifat daya hantar listrik yang dimiliki oleh grafit dipengaruhi oleh elektron-

    elektron yang tidak digunakan untuk membentuk ikatan kovalen. Dalam struktur grafit

    setiap atom karbon membentuk ikatan kovalen dengan tiga atom karbon lainnya

    membentuk susunan heksagonal dengan struktur berlapis. Atom karbon memiliki 4

    elektron valensi maka pada setiap atom karbon masih terdapat satu elektron yang belum

    berikatan. Elektron-elektron ini tersebar secara merata pada setiap atom karbon karena

    terjadi tumpang tindih orbital. Oleh sebab itu ketika diberi beda potensial, elektron-

    elektron yang tersebar tersebut sebagian besar akan mengalir menuju anoda, aliran

    elektron inilah yang menyebabkan arus listrik dapat mengalir. Sedangkan ketika salah

  • 19

    satu ujung dipanaskan maka elektron-elektron ini akan segera berpindah menuju bagian

    yang memiliki suhu lebih rendah. Akibatnya panas tersebut akan menyebar ke bagian

    grafit yang memiliki suhu lebih rendah. Struktur grafit seperti terlihat pada Gambar

    2.13.

    Gambar 2.13 Struktur grafit. (Schwartz, S.A, 1982)

    2.5.2 Karbon intan

    Intan dikenal sebagai mineral alam yang paling keras dimana belum ada mineral

    lain yang berhasil menggores atau memotong intan, tidak larut dalam air dan pelarut

    organik. Intan memiliki ikatan kovalen dengan 4 atom karbon lain dalam bentuk

    tetrahendral yang terbentuk pada struktur intan sangat kuat bahkan lebih kuat dari ikatan

    ionik. Berupa isolator namun dapat menyerap panas dengan sangat baik. Daya hantar

    listrik intan berkaitan dengan elektron yang digunakan untuk membentuk ikatan,

    dimana pada intan elektron-elektron berikatan sangat kuat sehingga tidak ada elektron

    yang bebas bergerak ketika diberi beda potensial. Struktur intan ditampilkan pada

    Gambar 2.14.

    Gambar 2.14 Struktur intan. (Schwartz, S.A, 1982)

    2.5.3 Karbon amorf

    Seperti namanya karbon amorf merupakan alotrop berwujud non-kristal dan

    ditemukan dalam bentuk bubuk serta menjadi komponen utama dari arang dan jelaga.

  • 20

    Struktur molekul karbon amorf ditemukan kristal kecil yang mirip dengan grafit dan

    berlian. Oleh karena itu, karbon amorf sering dianggap sebagai bentuk varian dari grafit.

    Karbon amorf dapat disintesis. Struktur karbon amorf ditampilkan pada Gambar 2.15.

    Gambar 2.15 Struktur karbon amorf. (Schwartz, S.A, 1982)

    Semua alotrop karbon berbentuk padat dalam keadaan normal, tetapi grafit

    merupakan alotrop yang paling stabil secara termodinamik di antara alotrop-alotrop

    lainnya. Alotrop karbon sangat stabil dan memerlukan suhu yang sangat tinggi untuk

    bereaksi, bahkan dengan oksigen. Keadaan oksidasi karbon yang paling umum

    ditemukan adalah +4, dimana +2 dijumpai pada karbon monoksida dan senyawa

    kompleks logam transisi lainnya. Sumber karbon anorganik terbesar terdapat pada batu

    kapur, dolomit, dan karbon dioksida, sedangkan sumber organik terdapat pada batu

    bara, tanah gambut, minyak bumi, dan klatrat metana. Karbon dapat membentuk lebih

    banyak senyawa daripada unsur-unsur lainnya, hampir 10 juta senyawa organik murni

    yang telah dideskripsikan sampai sekarang.

    Karbon adalah unsur paling berlimpah ke-15 di kerak Bumi dan ke-4 di alam

    semesta.Terdapat tiga macam isotop karbon yang ditemukan secara alami, yaitu @* dan @ yang stabil, dan @ yang bersifat radioaktifitas dengan waktu paruh peluruhannya

    sekitar 5730 tahun. Karbon terdapat pada semua jenis makhluk hidup, dan pada

    manusia, karbon merupakan unsur paling berlimpah kedua (sekitar 18,5%) setelah

    oksigen. Keberlimpahan karbon ini, bersamaan dengan keanekaragaman senyawa

    organik dan kemampuannya membentuk polimer membuat karbon sebagai unsur dasar

    kimiawi kehidupan. Unsur ini adalah unsur yang paling stabil di antara unsur-unsur

    yang lain, sehingga dijadikan patokan dalam mengukur satuan massa atom.

  • 21

    2.6 Reaksi Elektrolisis Larutan

    2.6.1 Elektrolisis larutan Cr

    Pada elektrolisis larutan Cr terjadi reaksi redoks:

    QRST9 (@) SV?WT9?W: 68*Z() 3Z*([) + 128(\)2 + 12; ]9FST9 (@) A;T^V?W: 4@A(\)2 + 12; 4@A()

    Dalam hal ini yang dioksidasi di anoda adalah 68*Z() 3Z*([) + 1282(\) +12;, sedangkan di katoda terjadi reduksi ion Cr3+ dari larutan yang bergerak menuju katoda sambil menerima tiga elektron, dan mengendap menjadi atom Cr di

    permukaan/melapisi katoda. Dalam hal ini ion Cr3+ mengendap dan 4 ion H+ masuk ke

    dalam larutan, sehingga tetap terjaga muatan dalam larutan. Proses ini berlangsung

    terus menerus, yang dapat diamati berupa terjadinya gelembung gas dan perubahan

    warna larutan.

    2.6.2 Elektrolisis larutan Pb

    Pada elektrolisis larutan Pb terjadi reaksi redoks:

    QRST9 (@) SV?WT9?W: 8*Z() 12Z*([) + 28(\)

    2 + 2;

    ]9FST9 (@) A;T^V?W: =>(\)*2 + 2; =>() Reaksi oksidasi terjadi pada elektron karbon (C), dimana hal ini yang dioksidasi di

    anoda adalah 8*Z *Z* + 282 + 2;, sedangkan di katoda terjadi reduksi ion Pb*2

    dari larutan yang bergerak menuju katoda sambil menerima dua elektron, dan

    mengendap menjadi atom Pb di permukaan/melapisi katoda. Kemudian ion

    Pb*2mengendap dan 2 ion H+ masuk ke dalam larutan, sehingga muatan tetap terjaga dalam larutan. Proses ini berlangsung terus menerus, yang dapat diamati berupa

    terjadinya gelembung gas dan perubahan warna larutan.

    2.7 Karakteristik Unsur

    2.7.1 Karakteristik unsur chromium (Cr)

    Crhomium atau khrom merupakan unsur kimia dengan lambang Cr. Logam

    transisi ini termasuk ke dalam golongan VI B dimana khrom mempunyai nomor atom

    (Z) 24 dengan massa atom (A) 51,9961. Logam ini merupakan baja mengkilat berwarna

    kelabu. Logam ini keras dan bersifat cenderung anti korosi. Khrom banyak digunakan

    sebagai katalis dengan menambahkan logam ini ke batu agar menghasilkan batu

  • 22

    berwarna hijau. Khrom penting sebagai zat warna dan sebagai zat pengantar oksidasi.

    Apabila dilarutkan, logam jenis ini bersifat reaktif dengan kulit sehingga apabila kulit

    manusia berinteraksi dengan larutan Cr, dapat menimbulkan iritasi. Sehingga, ketika

    kulit manusia terkena larutan Cr, sebaiknya langsung dibilas dengan menggunakan

    akuades atau air mineral agar iritasi tidak terlalu parah.

    Konfigurasi elektron pada keadaan dasar untuk Cr netral yang disimbolkan Cr I

    adalah 1?*2?*2H`3?*3H`3Ta4? 7S3, dengan panjang gelombang 4274,806 atau 427,4806 nm (NIST, 2005). Uraian mengenai unsur Cr ditunjukkan pada Tabel 2.2.

    Tabel 2.2 Karakteristik unsur Cr. http://chemistry.about.com/od/elementfacts/a/ chromium.htm. [Diakses pada tanggal 8 mei 2015]

    Klasifikasi uraian Chromium (Cr)

    Klasifikasi unsur Logam transisi

    Nomor atom 24

    Massa atom 51,996

    Kerapatan 7,18 g/cc

    Titik lebur 2130 K

    Titik didih 2945 K

    Penampilan Sangat keras, kristal, logam keabu-abuan

    Jari-jari atom 130 pm

    Volume atom 7,23 NN Sb Jari-jari kovalen 118 pm

    Jari-jari ion @A(Cd) : 52 ; @A(ddd) : 63 Panas spesifik 0,488 J/g mol @20oC

    Panas fusi 21 Ve Sb Panas penguapan 342 Ve Sb Temperatur Debye 460 K

    Energi ionisasi pertama 652,4 Ve Sb Struktur kisi Body Centred Cubic

    Konstanta kisi 2,88

  • 23

    2.7.2 Karakteristik unsur timbal /plumbum (Pb)

    Timbal atau plumbum merupakan unsur kimia dengan lambang Pb. Logam ini

    termasuk ke dalam kelompok logam golongan IVA. Pb mempunyai nomor atom (Z) 82

    dengan massa atom (A) 207,2. Timbal memiliki bentuk menyerupai kristal kubik, yang

    banyak ditemui dengan warna putih kebiruan. Timbal juga merupakan logam lunak,

    tetapi unsur timbal ini beracun dan salah satu efek dari racun tersebut dapat menurunkan

    daya ingat otak. Timbal dapat berada di perairan secara alamiah dan sebagai dampak

    dari aktivitas manusia. Timbal dapat masuk ke perairan melalui pengkristalan di udara

    dengan bantuan air hujan. Aktivitas manusia yang menyebabkan pencemaran timbal

    diantaranya air limbah industri, penambangan bijih timah hitam, dan lain-lain.

    Konfigurasi elektron pada keadaan dasar untuk atom Pb I adalah

    1?*2?*2H`3?*3H`4?*3T4H`5?*4T5H`6?*4f5T6H*1/2. Dengan panjang gelombang 4057,81 atau 405,781 nm (NIST, 2005). Uraian mengenai unsur timbal seperti ditunjukan pada Tabel 2.3.

    Tabel 2.3 Karakteristik unsur Pb. http://chemistry.about.com/od/elementfacts/a/ lead.htm. [Diakses pada tanggal 8 mei 2015]

    Klasifikasi uraian Lead/Plumbum (Pb)

    Klasifikasi unsur Logam transisi

    Nomor atom 82

    Massa atom 207,2

    Kerapatan 11,35 g/cc

    Titik lebur 600,65 K

    Titik didih 2013 K

    Penampilan Lunak, mudah dibentuk, logam putih kebiruan

    Volume atom 18,3 cc/mol

    Jari-jari atom 175 pm

    Jari-jari kovalen 147 pm

    Jari-jari ion =>(dC) : 84 ; Pb(dd) : 120 Panas spesifik 0,159 J/g mol @20oC

    Panas fusi 4,77 kJ/mol

    Panas penguapan 177,8 kJ/mol

    Energi ionisasi pertama 715,2 kJ/mol

  • 24

    Temperatur Debye 88 K

    Struktur kisi Face-Centred Cubic

    Konstanta kisi 4,950