Lari Sprint
Transcript of Lari Sprint
LARI SPRINTAtletik adalah aktifitas jasmani yang kompetitif atau
dapat diadu berdasarkangerak dasar manusia, yaitu seperti berjalan,
berlari, melempar, dan melompat. Atletik seperti yang kita ketahui
sekarang, dimulai sejak diadakan olympiade modern yang pertama kali
diselenggarakan di kota Athena pada tahun 1896 dan sampai
terbentuknya badan dunia federasi athletik amatir internasional
tahun 1912. Atletik pertama kali diperkenalkan di Indonesia dengan
sebutan Netherlands Indische Athletick Unie (NIBU) tanggal 12 Juli
1917 dan dalam perkembangannya terbentuk suatu organisasi yang
bergerak dibidang atletik dengan nama Persatuan
Sprint atau lari cepat merupakan salah satu nomor lomba dalam
cabang olahraga atletik. Sprint atau lari cepat merupakan semua
perlombaan lari dimana peserta berlari dengan kecepatan maksimal
sepanjang jarak yang ditempuh. Sampai dengan jarak 400 meter masih
digolongkan dalam lari cepat atau print. Menurut Arma abdoellah
(1981; 50) pada dasarnya gerakan lari itu untuk semua jenis sama.
Namun dengan demikian dengan adanya perbedaan jarak tempuh, maka
sekalipun sangat kecil terdapat pula beberapa perbedaan dalam
pelaksanaannya. Sedangkan yang dimaksud dengan perbedaan atau
pembagian jarak dalam nomor lari adalah lari jarak pendek (100 400
meter), lari menengah (800 1500 meter), lari jauh (5000 meter atau
lebih). Lari jarak pendek atau sprint adalah semua jenis lari yang
sejak start ampai finish dilakukan dengan kecepatan maksimal.
Beberapa faktor yang mutlak menentukan baik buruknya dalam sprint
ada tiga hal yaitu start, gerakan sprint, dan finish.
Penguasaan teknik merupakan kemampuan untuk memahami atau
mengetahui suatu rangkaian spesifik gerakan atau bagian pergerakan
olahraga dalam memecahkan tugas olahraga dan dapat menggunakan
pengetahuan yang dimiliki tersebut. Penguasaan teknik sprint
diartikan sebagai kemampuan atlet dalam mengetahui atau memahami
teknik lari sprint dan dapat menggunakan teknik lari sprint dengan
baik.
Penguasaan teknik dipengaruhi beberapa dua faktor, yaitu:
a. Pengetahuan
Menurut Jujun S. Suriasumantri (1993: 103) pengetahuan pada
hakekatnya adalah merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang
suatu objek termasuk kedalamnya ilmu. Sedangkan menurut Sidi
Gazalba dalam Amsal Bakhtiar (2006; 85) pengetahuan adalah apa yang
kita ketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut
adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai.
Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan
demikian pengetahuan merupakan proses dari usaha manusia untuk
tahu.
b. Aplikasi atau penerapan
Aplikasi teknik merupakan penerapan penggunaan teknik lari sprint
yang dilakukan oleh atlet didalam perlombaan. Didalam suatu
perlombaan atlet akan berusaha untuk mengeluarkan semua kemampuan
yang dimiliki untuk mencapai penampilan terbaik dan prestasi
maksimal. Setiap atlet memiliki kemampuan yang berbeda dan cara
yang berbeda pula dalam menerapkan atau mengaplikasikan teknik
sprint dalam perlombaan. Seperti yang dikatakan IAAF (1993; 115)
kemampuan untuk melakukan suatu teknik yang sempurna adalah tidak
sama sebagai seorang pelaku yang penuh ketangkasan. Atlet yang
tangkas memiliki teknik yang baik dan konsisten dan juga tahu kapan
dan bagaimana menggunakan teknik guna menghasilkan prestasi yang
baik.
2. Sprint
a. Pengertian sprint
Lari cepat atau sprint adalah semua perlombaan lari dimana peserta
berlari dengan kecepatan maksimal sepanjang jarak yang harus
ditempuh, sampai dengan jarak 400 meter masih dapat digolongkan
dalam lari cepat. Menurut Muhajir (2004) sprint atau lari cepat
yaitu, perlombaan lari dimana peserta berlari dengan kecepatan
penuh yang menempuh jarak 100 m, 200 m, dan 400 m.
Nomor lomba atau event lari sprint menjangkau jarak dari 50 meter,
yang bagi atlet senior hanya dilombakan indoor saja, sampai dengan
dan termasuk jarak 400 meter. Kepentingan relatif dari tuntutan
yang diletakkan pada seorang sprinter adalah beragam sesuai dengan
event-nya, namun kebutuhan dari semua lari-sprint yang paling nyata
adalah kecepatan. Kecepatan dalam lari sprint adalah hasil dari
kontraksi yang kuat dan cepat dari otot-otot yang dirubah menjadi
gerakan yang halus, lancar-efisien dibutuhkan bagi berlari dengan
kecepatan tinggi.
Kelangsungan gerak lari cepat atau sprint dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu; (A) Start, (B) gerakan lari cepat, (C) Gerakan
finish.
b. Pengertian teknik
Teknik merupakan blokblok bengunan dasar dari tingginya prestasi.
Teknik adalah cara yang paling efesien
dan sederhana dalam memecahkan kewajiban fisik atau masalah yang
dihadapi dan dibenarkan dalam lingkup peraturan (lomba) olahraga
(Thomson Peter J.L, 1993; 115). Menurut suharno (1983) yang dikutip
Djoko Pekik Irianto (2002; 80) teknik adalah suatu proses gerakan
dan pembuktian dalam praktek dengan sebaik mungkin untuk
menyelesaikan tugas yang perlu dalam cabang olahraga. Teknik
merupakan cara paling efesien dan sederhana untuk memecahkan
kewajiban fisik atau masalah yang dihadapi dalam pertandingan yang
dibenarkan oleh peraturan.
c. Teknik lari sprint
Teknik adalah sangat kritis terhadap prestasi selama suatu lomba
lari sprint. Melalui tahapan lomba tuntutan teknik sprint beragam
seperti halnya aktivitas otot-otot, pola waktu mereka dan aktivitas
metabolik para atlet dari tahap reaksi sampai tahap transisi tujuan
utamanya adalah untuk mengembangkan kecepatan dari suatu sikap diam
di tempat.
Tujuan utama lari sprint adalah untuk memaksimalkan kecepatan
horizontal, yang dihasilkan dari dorongan badan kedepan. Kecepatan
lari ditentukan oleh panjang-langkah dan frekuensi-langkah. untuk
bisa berlari cepat seorang atlet harus meningkatkan satu atau
kedua-duanya. Tujuan teknik-sprint selama perlombaan adalah untuk
mengerahkan jumlah optimum daya kepada tanah didalam waktu yang
pendek. Teknik yang baik ditandai oleh mengecilnya daya pengereman,
lengan lengan efektif, gerakan kaki dan badan dan suatu koordinasi
tingkat tinggi dari gerakan tubuh keseluruhan (IAAF,
1993;22).
Teknik lari sprint lari 100m dapat dirinci menjadi tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Tahap reaksi dan dorongan
2. Tahap lari akelerasi
3. Tahap transisi/perubahan
4. Tahap kecepatan maksimum
5. Tahap pemeliharaan kecepatan
6. Finish
Lomba lari sprint yang lain mengikuti pola dasar yang sama, tetapi
panjang dan pentingnya tahapan relatif bervariasi. Dalam aspek
biomekanika kecepatan lari ditentukan oleh panjang langkah dan
frekuensi langkah (jumlah langkah dalam per satuan waktu). Untuk
bisa berlari lebih cepat seorang atlet harus meningkatkan satu atau
kedua-duanya. Hubungan optimal antara panjang langkah dan frekuensi
langkah bervariasi bagi tahap-tahap lomba yang berbeda-beda. Dalam
lari sprint terdapat beberapa tahapan yaitu:
1. Start
Menurut IAAF (2001;6) suatu start yang baik ditandai dengan
sifatsifat berikut;
a. Konentrasi penuh dan menghapus semua gangguan dari luar saat
dalam posisi aba-aba bersediaaaaa
b. Meng-adopsi sikap yang sesuai pada posisi saat aba-aba
siaaap
c. Suatu dorongan explosif oleh kedua kaki terhadap start-blok,
dalam sudut start yang maksimal
Teknik yang digunakan untuk start harus menjamin bahwa kemungkinan
power yang terbesar dapat dibangkitkan oleh atlet sedekat mungkin
dengan sudut-start optimum 450. setelah kemungkinan reaksi yang
tercepat harus disusul dengan suatu gerak (lari) percepatan yang
kencang dari titik-pusat gravitasi dan langkah-langkah pertama
harus menjurus kemungkinan maksimum.
Ada tiga variasi dalam startjongkok yang ditentukan oleh penempatan
start-blok relatif terhadap garis start: a. Start-pendek
(bunch-start), b. Start-medium (medium-start), c. Start-panjang
(elongated-start). Start medium adalah umumnya yang disarankan,
ejak ini memberi peluang kepada para atlet untuk menerapkan daya
dalam waktu yang lebih lama daripada start-panjang (menghasilkan
kecepatan lebih tinggi), tetapi tidak menuntut banyak kekuatan
seperti pada start-pendek (bunch-start). Suatu pengkajian terhadap
teknik start-jongkok karenanya dapat dimulai dengan start medium.
Ada tiga bagian dalam gerakan start, yaitu:
a. Posisi bersediaaa
Pada posisi ini sprinter mengambil sikap awal atau posisi
bersediaaa, kaki yang paling cepat/tangkas ditempatkan pada
permukaan sisi miring blok yang paling depan. Tangan diletakkan
dibelakang garis start dan menopang badan (lihat gambar ). Kaki
belakang ditempatkan
pada permukaan blok belakang, mata memandang tanah kedepan, leher
rileks, kepala segaris dengan tubuh (lihat gambar).
Gambar : sikap bersediaa (Ria Lumintuarso, 2004;4)
Gambar : Sikap bersediaaa (IAAF level II, 2001:13)
b. Posisi siaaap
Menurut IAAF (2001;8) posisi siaaap ini adalah kepentingan dasar
bahwa seorang atlet menerima suatu posstur dalam posisi start
siaaap yang menjamin suatu sudut optimum dari tiap kaki untuk
mendorongnya, suatu posisi yang sesuai dari pusat gravitasi ketika
kaki diluruskan dan pegangan awal otot-otot diperlukan bagi suatu
kontraksi explosif dari otot-otot kaki.
Tanda-tanda utama suatu posisi siaaap yang optimum daya
adalah;
1. Berat badan
dibagikan seimbang
2. Poros pinggul lebih tinggi daripada poros bahu
3. Titik pusat gravitasi kedepan
4. Sudut lutut 900 pada kaki depa,
5. Sudut lutut 1200 pada kaki belakang
6. kaki diluruskan menekan start blok
Gambar : Sikap siaaap (Ria Lumintuarso, 2004:4)
Gambar ; Posisi start siaaap (IAAF level II, 2001:8)
c. Posisi (aba-aba) ya
Daya dorong tungkai dan kaki dalam start dapat dianalisa dengan
menggunakan papan-pengalas daya dibangu pada start blok. Bila
kaki-kaki menekan pada papan itu pada pada saat start, impuls dapat
disalurkan ke dan ditampilkan pada suatu dinamo-meter. Kekuatan
impuls arah dan lamanya, juga timing dari dorongan dari tiap kaki
dapat dicatat.
Ciri kunci yang untuk diperhatikan adalah:
1. kaki belakang bergerak lebih dahulu. Pola daya kekuatan
menunjukkan bahwa daya kekuatan yang puncaknya sangat tinggi
dikenakan mengawali gerak akselerasi dari titikpusat gravitasi
atlet dengan cepat menurun.
2. Penerapan daya kekuatan dari kaki depan dimulai sedikit lambat
yang memungkinkan gerak akselerasi titik-pusat gravitasi untuk
berlanjut setelah dorongan kaki belakang menghilang, dan
berlangsung dalam waktu yang lebih lama. Kenyataannya, daya
kekuatan daya kekuatan digunakan oleh kaki-depan kira-kira dua kali
lipat dari daya kakibelakang.
Gambar : Postur tubuh dalam gerakan start (IAAF level II,
2001:9)
Gambar : Tahap dorongan (IAAF level II,2001:14)
Gambar : Tahap dorongan (Ria Lumintuarso, 2004;4)
Gambar : Struktur tahapan start jongkok (IAAF level II,
2001;11)
2. Tahap Akselerasi
Pada tahap akselerasi diupayakan frekuensi lari yang tinggi secepat
mungkin dengan dari sedikit mengadopsi postur lari yang normal.
Ciri-ciri dari tahap ini adalah:
a. Kontak awal dengan lintasan oleh ayunan kaki depan selebar
kurang lebih 30 cm dibelakang proyeksi vertikal titik pusat
gravitasi.
b. kecepatan langkah setinggi mungkin dengan tahap melayang yang
pendek.
c. Tahap dukungan pendek memerlukan dorongan kuat dari telapak
kaki.
d. Badan diluruskan dari sedikit menuju lari yang normal setelah 10
langkah kirakira 20 meter.
Gambar : Tahap akselerasi (Ria Lumintuarso, 2004;4)
Gambar : Tahap Akselerasi (IAAF level II, 2001;12)
3. Tahap kecepatan maksimal
Setiap langkah sprint terdiri dari tahap-tahap kontak dengan tanah
(atau dukungan) dan suatu tahap melayang (atau ayunan). Tahap-tahap
ini dapat diuraikan lebih lanjut kedalam tahap sangga/topang depan
(front support) dan tahap sangga/topang belakang (rear support)
serta tahap ayunan depan (front swing) dan tahap ayunan belakang
(rear swing).
Gambar : Deskripsi suatu langkah dalam tahap kecepatan maksimum
dari suatu lomba lari (IAAF level II,2001:23)
Gambar : Gerakan lari sprint keseluruhan (IAAF level I,
2000:09)
a. Tahap ayunan belakang.
Gambar : Tahap ayunan belakang (IAAF level II,2001:29)
Tahap pemulihan (recovery). Otot-otot flexor lutut mengangkat tumit
kedepan pantat dengan pembengkokan (flexio) kedepan serentak dari
otototot paha. Tungkai bawah tetap ditekuk ketat terhadap paha
mengurai momen inertia. Lutut yang memimpin dipersiapkan untuk
suatu ayunan ke depan yang relax dari tungkai bawah dalam langkah
mencakar berikutnya. Lutut dorong yang aktif mennyangga pengungkit
pendek dari kaki ayun. Kecepatan sudut optimal pada paha berayun
kedepan menolong menjamin frekuensi langkah lari yang tinggi.
Tujuan dan fungsi dari tahap ini adalah agar kaki dorong putus
kontak dengan tanah. Kaki rilex, mengayun aktif menuju pembuatan
langkah diatas lutut kaki sangga dan sebagai tahap lanjutan dan
persiapan angkatan lutut. Adapun ciriciri atu tangda-tanda tahap
ini adalah:
1. Ayunan rilex kaki belakang yang tidak disangga sampai tumit
mendekati panta. Bandul pendek ini sebagai hasil kecepatan sudut
yang tinggi memungkinkan membuat langkah yang cepat.
2. Angkatan tumit karena dorongan aktif lutut, dan harus
menampilkan relaksasi total dari semua otot yang terlibat.
3. Perjalanan horizontal pinggul dipertahankan sebagai hasil dari
gerakan yang dijelaskan
b. Tahap ayunan depan.
Gambar : Tahap ayunan depan (IAAF level II,2001:29)
Tahap angkat lutut. Tahap ini menyumbangkan panjang langkah dan
dorongan pinggang. Persiapan efektif dengan kontak tanah. Sudut
lutut yang diangkat kira-
kira 150 dibawah horizontal. Gerakan kebelakang dari tungkai
bawah sampai sutau gerakan mencakar aktif dari kaki diatas dari
dasar persendian jari-jari kaki dalm posisi supinasi dari kaki.
Kecepatan kaki dicapai dengan bergerak kebawah/kebelakang sebagai
suatu indikator penanaman aktif dari hasil dalam suatu kenaikan
yang cepat dari komponen daya vertikal.
Tujuan dan fungsi tahap ini adalah agar lutut diangkat, bertanggung
jawab terhadap panjang langkah yang efektif , dalam kaitan dengan
ayunan lengan yang intensif. Teruskan dan jamin jalur perjalanan
pinggang yang horizontal. Persiapan untuk mendarat engan suatu
gerakan mencakar dan sedikit mungkin hambatan dalam tahap angga
depan. Tahap ini memiliki sifat-sifat atau tanda-tanda,
yaitu:
1. Angkatan paha/lutut horizontal hampir horizontal, melangkahkan
kaki sebaliknya sebagai prasyarat paling penting dari suatu
langkah-panjang cepat dan optimal.
2. Gerakan angkat lutut dibantu oleh penggunaan lengan berlawanan
diametris yang intenssif.
3. Siku diangkat keatas dan kebelakang.
4. Dlam lanjutan dengan ayunan kedepan yang rilex dari tungkai
bawah karena pelurusan paha secara aktif, dengan niat memulai gerak
mencakar dari kaki aktif.
c. Tahap sangga/topang depan
Gambar : Tahap sangga/topang depan (IAAF level II,2001:30)
Tahap amortisasi. Pemulihan dari tekanan pendaratan adalah ditahan.
Ada alat peng-aktifan awal otot-otot yang tersedia didalam yang
diawali dalam tahap sebelumnya. Ide-nya guna menghindari adanya
efek pengereman/hambatan yang terlalu besar dengan membuat lama
waktu tahap sangga/topang sependek mungkin.
Tahap ini mempunyai tujuan dan fungsi sebagai tahap amortisasi
tahap kerja utama. Mengontrol tekanan kaki pendarat oleh otot-otot
paha depan yang diaktifkan sebelumnya dan otot-otot kaki bertujuan
untuk membuat ssuatu gerak explossif memperpanjang langkah
sebelumnya. Tahapan ini memiliki sifa atau tanda sebagai
berikut:
1. Gerakan mencakar aktif dari sisi luar telapak kaki dengan
jari-jari keatas.
2. Jangkauan kedepan aktif harus tidak menambah panjang-langkah
secara tak wajar, namun mengizinkan pinggang (pusat gravitassi
tubuh) berjalan cepat diatas titik sanggah kaki.
3. Hindari suatu daya penghambat yang berlebihlebihan.
4. Waktu kontakl dalam angga depan harus esingkat mungkin.
d. Tahap sangga/topang belakang
Gambar : Tahap sangga belakang (IAAF level II,2001:30)
Besarnya impuls dan dorongan horizontal diberi tanda. Lama
penyanggaan itu adalah singkat saja. Sudut dorongan sedekat mungkin
dengan horizontal. Ada suatu perluasan elastik dari dari sendi
kaki, lutut dan pinggul. Menunjang gerakan ayunan linier lengan
oleh suatu angkatan efektif dari siku dalam ayunan kebelakang, dan
ayunan kaki meng-intensifkan dorongan dan menentukan betapa
efektifnya titik pusat massa tubuh dikenai oleh gerakan garis
melintang dari perluasan dorongan. Togok badan menghadap
kedepan.
Keriteria untuk tahap-tahap penyanggaan ini adalah:
1. waktu singkat dari periode sangga/topang keseluruhan
2. suatu impuls akselerasi yang signifikan pada tahap topang
belakang
3. suatu waktu optimum dari impuls percepatan pada tahap
topang/sangga belakang
4. hampir tidak ada daya pengereman/hambatan pada tahap
sanggahan.
Tujuan dan fungsi dari tahap ini adalah sebagai tahap akselerasi
ulang, penyangga untuk waktu singkat, dan sebagai persiapan dan
pengembangan suatu dorongan horizontal yang cepat. Tahap ini
memiliki sifat-sifat atau tanda, yaitu:
1. Menempatkan kaki dengan aktif, disusl dengan pelurusan
sendi-sendi: kaki, lutut, pinggul.
2. Menggunakan otot-otot plantar-flexor dan emua otot-otot pelurus
kaki korset.
3. Badan lurus segaris dan condong kedepan kurang lebih 850 dengan
lintasan.
4. Penggunaan yang aktif lengan yang ditekuk kurang lebih 900 ke
arah berlawanan dari arah lomba.
5. Siku memimpin gerakan lengan
6. Otot-otot kepala, leher, bahu dan badan dalam keadaan
rilex.
7. Tahap permulaan gerak kaki ayun lutut diangkat.
3. Penguasaan teknik sprint
Dalam penguasaan teknik sprint terdapat faktor-faktor yang sangat
mendukung demi tecapainya penguasaan teknik yang baik. Menurut
Thomson Peter J.L (1993; 68) ada 5 (lima) kemampuan biomotor dasar
yang merupakan unsur-unsur kesegaran atau komponen-komponen fitnes
yaitu kekuatan, dayatahan, kecepatan, kelentukan, dan
koordinasi.
a. Kekuatan.
Adalah kemampuan badan dalam menggunakan daya. Kekuatan dapat
dirinci menjadi tiga tipe atau bentuk, yaitu:
1. kekuatan maksimum, yaitu daya atau tenaga terbesar yang
dihasilkan oleh otot yang berkontraksi. Kekuatan maksimum tidak
memerlukan betapa cepat suatu gerakan dilakukan atau berapa lama
gerakan itu dapat diteruskan
2. Kekuatan elastis, yaitu kekuatan yang diperlukan sehingga sebuah
otot dapat bergerak cepat terhadap suatu tahanan. Kombinasi dari
kecepatan kontraksi dan kecepatan gerak kadang-kadang disebut
sebagai power = daya. Kekuatan ini sangat penting bagi even
eksplosip dalam lari, lompat, dan lempar.
3. Daya tahan kekuatan, yaitu kemampuan otot-otot untuk
terusmenerus menggunakan daya dalam menghadapi meningkatnya
kelelahan. Daya tahan kekuatan adalah kombinasi antara kekuatan dan
lamanya gerakan.
b. Dayatahan.
Dayatahan mengacu pada kemampuan melakukan kerja yang ditentukan
intensitasnya dalam waktu tertentu. Faktor utama yang membatasi dan
pada waktu yang sama mengakhiri prestasi adalah kelelahan. Seorang
atlet dikatakan memiliki dayatahan apabila tidak mudah lelah atau
dapat terus bergerak dalam keadaan kelelahan. Daya tahan, dari
semua kemampuan biomotor harus dikembangkan lebih dahulu. Tanpa
dayatahan adalah sulit untuk mengadakan pengulangan terhadap tipe
atau macam latihan yang lain yang cukup untuk mengembangkan
komponen biomotor lain. Ada dua tipe macam daya tahan, yaitu;
dayatahan aerobik dan dayatahan anaerobik. Dayatahan aerobik yaitu
kerja otot dan gerakan otot yang dilakukan menggunakan oksigen guna
melepaskan energi dari bahan-bahan otot. Dayatahan aerobik harus
dikembangkan sebelum dayatahan anaerobik. Sedangkan dayatahan
anaerobik yaitu kerja otot dan gerakan otot dengan menggunakan
energi yang telah tersimpan didalam otot. Dayatahan anaerobik
terbagi menjadi dua yaitu anaerobik laktik dan anaerobik
alaktik.
c. kecepatan. Adalah kemampuan untuk barjalan atau bergerak dengan
sangat cepat. Kecepatan berlari sprint yang asli berkenaan dengan
kemamapuan alami untuk mencapai percepatan lari yang sangat tinggi
dan untuk menempuh jarak pendek dalam waktu yang sangat
pendek.
d. Kelentukan. Yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan persendian
melalui jangkauan gerak yang luas. Kelentukan terbatas atau
tertahan adalah suatu sebab umum terjadinya teknik yang kurang baik
dan prestasi rendah. Kelentukan jelek juga menghalangi kecepatan
dan dayatahan karena otot-otot harus bekerja lebih keras untuk
mengatasi tahanan menuju kelangkah yang panjang.
e. Koordinasi. Yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan dengan
tingkat kesukaran dengan tepat dan dengan efesien dan penuh
ketepatan. Seorang atlet dengan koordinasi yang baik tidak hanya
mampu melakukan skill dengan baik, tetapi juga dengan tepat dan
dapat menyelesaikan suatu tugas latihan.
Selain faktor-faktor fisik yang telah dijelaskan diatas, dalam
penguasaan teknik sprint terdapat pula faktor lain yang tidak kalah
penting pengaruhnya, yaitu faktor psikologis. Seperti dikatakan
Thomson Peter J.L. (1993; 134) psikologi ini adalah sama pentingnya
bagi seorang pelatih guna membantu individu-individu (atlet)
mengembangkan bagaimana mereka memikirkan kecakapan mental mereka,
tetapi juga penting untuk mengembangkan ketangkasan fisik mereka.
Ini jelas adalah aspek psikologis dalam melatih namun juga benar
bahwa tak ada bagian dari pelatihan/coaching yang tanpa aspek
psikologis. Adapun faktor-faktor psikologis tersebut diantaranya
yaitu;
a. Ketangkasan mental.
Ketangkasan mental ini sangat berguna/penting bagi para pelatih dan
atlet. Ketangkasan mental ini bukan hanya suatu sarana untuk
menghindari bencana ataupun pemulihan kembali dari cedera tetapi
ketangkasan mental juga memainkan peranan penting dalam
mengatur/mengorganisir praktek dan latihan secara efektif sehingga
segala sesuatu berjalan dengan benar. Kebanyakan atlet dan pelatih
mengakui bahwa perkembangan fisik ssaja tidak menjamin dapat sukses
dalam atletik. Seorang atlet harus memiliki kerangka pemikiran yang
benar. Persiapan psikologis sama pentingnya dengan latihan
kondisioning fissik. Menyiapkan keduanya bersamasama akan
menciptakan prestasi terbaik. Ketangkasan mental ini memerlukan
latihan praktek dengan cara yang sama seperti pada skill
fisik/jasmaniah. Dengan skill/ketangkasan fisik, beberapa individu
akan mengambil/memperoleh ketangkasan mental lebih gampang
dibanding dengan orang lain. Dengan praktek, setiap orang dapat
meningkatkan ketangkasan mental mereka.
b. Motivasi.
Motivasi merupakan suatu kecendrungan untuk berperilaku secara
selektif kesuatu arah tertentu, dan perilaku tersebut akan bertahan
sampai sasaran perilaku tersebut dapat dicapai. Pada dasarnya
motivassi adalah betapa besarnya keinginan seorang individu untuk
meraih/mencapai suatu sasaran. Setiap individu
memiliki tujuan/sasaran yang berbeda-beda dalam keterlibatannya
dalam dunia atletik. Tujuan/sasaran itu misalnya; mencari
kegembiraan, memahirkan skill baru, berlomba dan menang, menambah
teman, serta masih banyak lagi tujuan/sasaran lain yang selalu
berbeda pada setiap individunya. Dikatakan Thomson Peter J.L.
(1993: 135) tekanan dari luar dari pelatih dan orang tua adalah
tidak mungkin meningkatkan motivasi pada atlet dalam jangka jauh
dan mungkin kenyataannya berkurang. Motivasi sendiri dan
pengisiannya adalah yang membuat suatu sukses yang sebenarnya bagi
atlet, dan bukan ambisi yang dipaksakan oleh orang lain. Pelatih
membantu atlet mengerti apa yang ingin atlet raih, tujuan, dan
bagaimana cara meraihnya.
c. Kontrol emosi.
Kontrol emosi adalah suatu kemamapuan seorang atlet dalam
mengendalikan perasaan dalam menghadapi uatu ituasi tertentu.
Menurut Thomson Peter J.L. (1993;136) kegelisaan berarti berapa
banyak seorang individu tergetar atau siap dalam menghadapi suatu
situasi tertentu. Rasa gelisa selalu timbul dalam setiap situasi,
meskipun bila tingkatannya rendah kita tidak dapat
memperhatikannya. Banyak rasa gelisa ini ddigunakan secara tidak
benar yang berarti hanya sifat-sifat individu yang menunjukkan
tingkat yang sangat tinggi akan kegelisaan. Gejala-gejala
kegelisaan dapat terlihat dalam dua bentuk yaitu: Khawatir dan
getaran fisiologis. Rasa khawatir mengacu kepada pikiran atau kesan
tentang apa yang mungkin terjadi dalam suatu event yang akan
datang, sedangkan getaran fisiologis adalah bagian dari persiapan
(alami dalam) badan untuk suatu perlombaan. Contoh dari getaran
fisiologis termasuk meningkatnya denyut jantung, keluar
peluh/keringat dan rasa ingin buang hajat (besar/kecil) pergi
kekamar kecil.
Penguasaan teknik sprint adalah sangat penting untuk mencapai
prestasi maksimal. Menurut Djoko P. Irianto (2002), dalam
perlombaan teknik memiliki peran antara lain: (1) Sebagai cara
efesien dalam mencapai prestasi, (2) Dapat mencegah atu mengurangi
terjadinya cedera, (3) sebagai modal untuk melakukan taktik, (4)
meningkatkan kepercayaan diri. Sukadiyanto (2005) mengatakan,
teknik yang benar dari awal selain akan menghemat tenaga untuk
gerak sehingga mampu bekerja lebih lama dan berhasil baik juga juga
merupakan landasan dasar menuju prestasi yang lebih tinggi. Dengan
teknik dasar yang tidak benar akan mempercepat proses stagnasi
prestasi, sehingga pada waktu tertentu prestasi akan stagnasi
(mentok), padahal semestinya dapat meraih prestasi yang lebih
tinggi.
Menurut Djoko P. Irianto (2002; 80) penguasaan teknik dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain;
a. Kualitas fisik yang relevan
b. Kualitas psikologis atau kematangan bertanding
c. Metode latihan yang tepat
d. Kecerdasan atlet memilih teknik yang tepat dalam situasi
tertentu.
Menurut Josef Nossek (1982), terdapat tiga tahapan dalam proses
belajar teknik:
a. Pengembangan koordinasi kasar. Bentukbentuk gerakan kasar dapat
dikarakteristikkan sebagai penguasaan teknik-teknik kasar dan
terbatas yang berkenaan dengan kualitas gerakan-gerakan yang
diperlukan, seperti:
1. Pengaruh kekuatan yang tidak memadai, pemborosan energi, kram
otot (koordinasi otot yang rendah) dengan konsekuensi kelelahan
yang cepat.
2. Unsur-unsur gerakan tunggal yang tidak digabungkan dengan
lancar, karena kurangnya koordinasi.
3. Gerakan-gerakan belum cukup tepat.
4. kekurangan keharmonisan dan ritme gerakan-gerakan yang
diamati.
b. Pengembangan koordinasi halus. Bentuk gerakan-gerakan halus
dicapai melalui pengulangn-pengulangan lebih lanjut yang
mengambangkan kualitas gerakangerakan. Tempo tersebut meningkat
sampai pada kecepatan yang kompetitif. Bagian-bagian gerakan
tungggal untuk teknik-teknik yang lebih kompleks dikembangkan
secara terpisah dan dikombinasikan bersama. Aspek-aspek dalam tahap
ini bercirikan:
1. Teknik-teknik dilakukan hampir tanpa kesalahan.
2. gerakan-gerakan distabilkan.
3. Gerakan-gerakan lebih berguna dan hemat, tidak ada pemborosan
energi.
4. Beberapa gerakan-gerakan tidak benar yang terjadi dalam tahap
pertama tidak tampak lagi.
5. Urutan gerakan-gerakan menjadi lancar dan harmonis.
6. Gerakan-gerakan tersebut tepat.
Namun demikian dalam tahap belajar ini, teknik-teknik tersebut
tidak dilakukan secara otomatis. Atlet tersebut masih harus
mengkonsentrasikan pada bagian-bagian yang berbeda dari
gerakan-gerakan dan oleh karena itu penerapan taktis hanya
dimungkinkan sebagian.
c. Tahap stabilisasi dan otomatisasi.
Tahap stabilisasi; pertama-tama hendaknya membawa atlet kedalam
posisi dimana ia dapat menerapakan teknik-teknik dalam situasi
kompetitif yang sulit. Atlet tersebut mampu menyesuaikan diri
terhadap kondisi-kondisi yang sulit dan
berubah-ubah dari suatu kompetisi. Penguasaan teknik yang
sempurna dalam kondisi ini hanya dicapai melalui praktek dalam
banyak kompetisi. Karena tingkat otomatisasi yang tinggi, para
atlet dapat memberikan perhatian pada tugas-tugas taktis dalam
kompetisi. Pengaruh dari kapasitas kondisioning adalah jelas tanpa
rintangan dalam penampilan.
Prestasi merupakan akumulasi dari kualitas fisik, teknik, taktik
dan kematangan mental atau psikis, sehingga aspek tersebut perlu
dipersiapkan secara menyeluruh, sebab satu aspek dengan aspek lain
akan menentukan aspek lain. Fisik merupakan pondasi bagi
olahragawan, sebab teknik, taktik dan mental akan dapat
dikembangkan dengan baik jika olahragawan memiliki kualitas fisik
yang baik. Jadi teknik dapat dikembangkan dan dikuasai jika atlet
memiliki kualitas fisik yang baik.