Lapsus Pleura Efusi
-
Upload
syamsul-arifin -
Category
Documents
-
view
208 -
download
2
Transcript of Lapsus Pleura Efusi
BAB 1
PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.
Akibat adanya cairan yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka
kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan
organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi
pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi
darah.
Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura
ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap
penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan.
1.1. Latar Belakang
Di Negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di
Negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh
infeksi tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi
yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh
kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang
dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau
metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat
disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana patofisiologi serta gambaran radiologi ‘Efusi Pleura’ ?
Referat Radiologi – Efusi Pleura 1
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Menjelaskan patofisiologi dan gambaran radiologi Efusi Pleura
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan anatomi pleura
2. Menjelaskan fisiologi cairan rongga pleura
3. Menjelaskan gambaran radiologi Efusi Pleura
1.4. Manfaat
Meningkatkan pengetahuan dokter mengenai cara membaca gambaran
radiologi Efusi Pleura.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Efusi pleura ialah adanya akumulasi cairan pada rongga pleura (Pengantar
Ilmu Penyakit Paru, 1993) yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.
Gbr 2.1. Efusi Pleura (intensivecare.hsnet.nsw.gov.au)
2.2. Anatomi
Gbr 2.2. Anatomi Efusi Pleura (http://www.rci.rutgers.edu)
Referat Radiologi – Efusi Pleura 3
Pleura merupakan membrana tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura
visceralis dan pleura parietalis. Secara histologi kedua lapisan ini terdiri dari sel
mesothelial, jaringan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan cairan yang
sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parenkim paru disebut pleura
visceralis, sedangkan yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum
disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thorak.
Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas
antara kedua pleura. Kedua pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini,
terdapat perbedaan antara pleura visceralis dan parietalis, diantaranya :
1. Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis <
30mm. Di antara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-
sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit, di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen
dan serat-serta elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial
subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a.
Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe menempel kuat
pada jaringan paru yang berfungsi untuk mengabsorpsi cairan pleura.
2. Pleura Parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandng
kapiler dari a. Interkostalis dan a. Mamaria intern, pembuluh limfe,
dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit,
sehingga jika terjadi iritasi terhadap membrane ini dapat
mengakibatkan rasa nyeri yang timbul di region dinding torako-
abdominal (melalui n. interkostalis) serta nyeri alih di daerah bahu
(melalui n. frenikus kostalis) dan perbedaan temperatur. Keseluruhan
berasal dari n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan
dermatom dada. Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di
atasnya. Berfungsi untuk memproduksi cairan pleura.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 4
Gbr 2.3. Anatomi Pleura (cancergrace.com)
Terdapat faktor yang mempengaruhi kerja antarmembaran maupun yang
mendukung pemisahan antarmembran. Faktor yang mendukung kontak
antarmembran adalah :
1. Tekanan atmosfer di luar dinding dada
2. Tekanan di dalam alveolus
Faktor yang mendukung pemisahan antarmembran adalah :
1. Elastisitas dinding toraks
2. Elastisitas paru
Setiap kali pernapasan dilakukan, pleura visceralis dan pleura parietalis
saling bersinggungan, sehingga diperlukan kemampuan rongga pleura untuk
saling bergeser secara halus dan lancar.
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan visceralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran
satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura
visceralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa
Referat Radiologi – Efusi Pleura 5
mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan interstitial
dapat terus menerus melaluinya untuk masuk ke dalam ruang pleura.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih
besar daripada selisih perbedaan pembentuan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura visceralis lebih besar daripada pleura parietalis sehingga dalam
keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura
(Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 2005) dan adanya tekanan
hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan osmotik koloid pleura
visceralis 10 cm H2O (Pengantar Ilmu Penyakit Paru, 1993).
Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter yaitu 1-5ml. Jika jumlah cairan di dalam rongga pleura
berlebih, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik
dari rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan
dari permukaan lateral pleura parietalis. Oleh karena itu, ruang pleura (ruang
antara pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena
ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan ruang fisik yang jelas.
Gbr 2.4. Diagram Terjadinya Cairan Pleura (Pengantar Ilmu Penyakit Paru, 1993)
Referat Radiologi – Efusi Pleura 6
2.3. Etiologi
Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini
memperlihatkan adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan
onkotik dalam pembuluh darah pleura viseral dan parietal dan drainase limfatik
luas. Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik
dan tekanan onkotik.
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non
pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi
pleura sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
pneumonia, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme sebagai berikut memainkan
peran dalam pembentukan efusi pleura:
1. Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang, keganasan,
emboli paru)
2. Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya,
hipoalbuminemia, sirosis)
3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah
(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat
hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)
4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan /
atau paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava
superior)
5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh
(misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma)
6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk
obstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)
7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui
limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)
8. Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral
Referat Radiologi – Efusi Pleura 7
9. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisten
menyebabkan adanya akumulasi cairan di pleura
(www.emedicine.medscape.com)
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura
antara lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol
tinggi (Penyakit-Penyakit Pleura, dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006),
antara lain :
a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam
hal ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral.
Sebab-sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis
hati dengan asites, serta sebagai salah satu trias dari sindroma meig
(fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).
b. Hemotoraks
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya
terjadi karena trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat
penderita, atau trauma tajam maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini
mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya
diambil oleh permukaan pleura. Bila darah diaspirasi segera membeku,
maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebab
lainnya hemotoraks adalah :
Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga pleura.
Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta)
yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga
pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah
dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 8
c. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura
patologis ini akan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut
piotoraks atau empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat
kemungkinan terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya.
Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
d. Chylotoraks
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan
kil/getah bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya
kilotoraks antara lain :
Kongental, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus,
tapi terdapat fistula antara duktus torasikus rongga pleura.
Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan
dada, atau pukulan pada dada (dengan/tanpa fraktur) yang berasal
dari efek operasi daerah torakolumbal, reseksi esophagus 1/3
tengah dan atas, operasi leher, operasi kardiovaskular yang
membutuhkan mobilisasi arkus aorta.
Obstruksi karena limfoma maligna, metastasis karsinoma ke
mediastinum, granuloma mediastinum (tuberkulosis,
histoplasmosis).
Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi
terhadap duktus torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga
penyakit trombosis vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan
duktus torasikus dan menyebabkan kilotoraks.
2.4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga
pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi
Referat Radiologi – Efusi Pleura 9
oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi.
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara
produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi
yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial
submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan
cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan
diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh
sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura
visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.
Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah
sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Penumpukan cairan pleura dapat
terjadi bila :
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura
Meningkatkan pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap
hukum Starling. Keadaan ini dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal
jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan negatif intra pleura
Seperti terdapat pada atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau
penebalan pleura visceralis.
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih
banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura
Referat Radiologi – Efusi Pleura 10
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis
Saluran limfe bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari
tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe, gangguan
kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening (Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 2006).
Referat Radiologi – Efusi Pleura 11
Gbr 2.5. Skema Pertukaran Cairan Pleura Dalam Keadaan Abnormal
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006)
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada
ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara
perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul
dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan
menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernafasan bila tekanan partial oksigen (PaO2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial
karbondioksida arteri (PaCo2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
2.5. Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu transudat atau eksudat.
Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan
hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase
limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara
karakteristik cairan transudat dan eksudat (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
2006).
Referat Radiologi – Efusi Pleura 12
1. Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
a. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
adalah transudat. Transudat terjadi apabila timbul ketidakseimbangan antara
tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik, sehingga terbentuknya cairan
pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal
ini terjadi pada :
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma
atau masuk melalui saluran getah bening)
b. Exudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler
yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi
dibandingkan protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan
ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering
adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis
eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan
berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini
Referat Radiologi – Efusi Pleura 13
(misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan
konsentasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
b. Tumor pada pleura
c. Infark paru
d. Karsinoma bronkogenik
e. Radiasi
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus
Eritematosis)
2.6. Gambaran Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit
dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya
asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan, dan berat badan yang
menurun seperti pada efusi yang lain.
Pada anamnesa didapatkan :
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan
pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan
efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh
b. Rasa berat pada dada
c. Berat badan menurun pada neoplasma
d. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya. Batuk berdarah pada karsinoma
bronchus atau metastasis
e. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit) :
Referat Radiologi – Efusi Pleura 14
a. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
b. Vokal fremitus menurun
c. Perkusi dull sampal flat
d. Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang
e. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
trakhea
Nyeri dada pada pleuritis :
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri
dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari
nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya
pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G.
Nervus intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan
abdomen.
2. Iritasi bagian sentral diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus
menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuat diagnosa
efusi pleura antara lain (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006) :
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan
adanya cairan. Foto dada juga dapat menerangkan asal mula terjadinya
efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya massa
tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya
densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 15
Permintaan foto rontgen dada yang untuk melihat pleura efusi
adalah dengan posisi PA/Lateral dan posisi RLD (Right Lateral
Dekubitus) yang diharapkan jika ada pleura efusi yang minimal, cairan
akan terkumpul disepanjang lateral sisi dada mengikuti posisi gravitasi.
Gambaran pada foto thoraks didapatkan ( Petunjuk Membaca Foto
Untuk Dokter Umum, 1995) :
- Gambaran perselubungan semiopak, homogen menutupi paru
bawah yang biasanya relatif radioopak dengan permukaan atas
cekung berjalan dari lateral atas ke medial bawah (meniscus sign).
- Meniscus sign ini merupakan gambaran seperti garis lengkung
(garis Ellis Damoiseau)
- Sinus costrofenicus menumpul.
- Paru terdorong ke arah sentral/hilus, kadang-kadang mendorong
mediastinum ke arah kontralateral.
Gbr 2.6. Foto Thorax Paru Dengan Efusi Pleura (onctalk.com)
2. USG Dada
Referat Radiologi – Efusi Pleura 16
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat
membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam
rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.
3. CT Scan Dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas
cairan dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam
menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
Gbr 2.7. CT Scan Paru Dengan Efusi Pleura (onctalk.com)
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh
melalui torakosentesis.
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum
yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada di bawah
pengaruh pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diuagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah
Referat Radiologi – Efusi Pleura 17
paru di sela iga v garis aksilaris media dengan memakai jarum
Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak
melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi dan lebih baik
mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi
sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema
paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu
cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan
karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.
Gbr 2.8. Torakosintesis (www.cardiachealth.com)
Referat Radiologi – Efusi Pleura 18
Gbr 2.9. Torakosintesis (onctalk.com)
5. Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya
maka dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk
dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukkan 50 -75% diagnosis kasus-kasus pleuritis
tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternyata hasil biopsi pertama tidak
memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20%
penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab
dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
Komplikasi biopsi antara lain pneumotoraks, hemotoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
6. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-
xantho-ctrone). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada
trauma, infark paru, atau keganasan dan adanya kebocoran
aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini
Referat Radiologi – Efusi Pleura 19
menunjukkan adanya empiema. Bila merah tua, ini menunjukkan
adanya abses karena amoeba.
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Perbedaan Transudat Eksudat
- Kadar protein dalam efusi (g/dl)
- Kadar protein dalam efusi
Kadar protein dalam serum
- Kadar LDH dalam efusi (I.U)
- Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH dalam Serum
- Berat jenis cairan efusi
- Rivalta
< 3
< 0,5
< 200
< 0,6
< 1,016
negatif
> 3
> 0,5
> 200
> 0,6
> 1,016
positif
(dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006)
Disamping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia
diperiksakan juga pada cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa yang biasanya rendah pada penyakit-
penyakit infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma.
- Kadar amylase yang biasanya meningkat pada pankreatitis dan
metastasis adenokarsinoma.
c. Sitologi
Referat Radiologi – Efusi Pleura 20
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau
dominasi sel-sel tertentu.
- Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.
- Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum
- Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan
adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel
eritrosit.
- Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma
- Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme terutama bila cairannya purulen,
(menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung
kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang
sering ditemukan dalam cairan pleura adalah : Pneumokokus,
E.coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman
tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%.
Pemeriksaan Laboratorium terhadap cairan pleura dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan Pleura
Hitung sel total Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel
jaringan
Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5
Referat Radiologi – Efusi Pleura 21
Protein total
Laktat dahidrogenase
Pewarnaan Gram dan
tahan asam
Biakan
Glukosa
Amylase
pH
Sitologi
Hematokrit
Komplemen
menunjukkan suatu eksudat
Bila terdapat organisme, menunjukkan empiema
Biakan kuman aerob dan anerob, biakan jamur
dan mikobakteria harus ditanam pada lempeng
Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila gula
darah normal menunjukkan infeksi atau penyakit
reumatoid
Meningkat pada pankreatitis, robekan esofagus
Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2 dapat
diharapkan untuk sembuh tanpa drainase kecuali
bila berlokusi. Keadaan dengan pH < 7,0
menunjukkan infeksi yang memerlukan drainase
atau adanya robekan esophagus.
Dapat mengidentifikasi neoplasma
Pada cairan efusi yang banyak darahnya, dapat
membantu membedakan hemotoraks dari
torasentesis traumatik
Dapat rendah pada lupus eritematosus sistemik
Bila positif, mempunyai korelasi yang tinggi
Referat Radiologi – Efusi Pleura 22
Preparat sel LE dengan diagnosis lupus aritematosus sistemik
(dikutip dari : Pengantar Ilmu Penyakit Paru, 1993)
7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-
kasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain.
8. Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli
paru.
9. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)
Torakoskopi biasanya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau
tuberkulosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding
dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan
dengan memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bias melihat
kedua pleura. Dengan memakai bronkoskop yang lentur dilakukan
beberapa biopsi.
2.8. Diagnosa
1. Anamnesis dan gejala klinis
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita
membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur
miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke
sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa dahak. Berat
ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan
yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung
selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal
melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau
Referat Radiologi – Efusi Pleura 23
menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila
tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh keganasan
3. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam
mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam
menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan yang kurang
dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila jumlah cairan di atras
300 ml.
Foto toraks dengan posisi Posterio Anterior akan memperjelas
kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak
perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi
yang sehat.
4. Torakosintensis
Tujuan torakosintesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik
juga sebagai terapeutik.
2.9. Penatalaksanaan
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan
pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam
pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah
sebagai berikut (Pengantar Imu Penyakit Paru, 1993) :
1. Obati penyakit yang mendasarinya
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hemotoraks biasanya
dikeluarkan melalui sebuah selang (WSD). Melalui selang tersebut
bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan
darah (misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan
terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui
selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.
b. Kilotoraks
Referat Radiologi – Efusi Pleura 24
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki
kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau
pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran
getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan
pengeluaran nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah
terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih
sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat
sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu
dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura
(dekortikasi).
d. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rifampisin,
INH, Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12
bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan
tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat
diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan
cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi
dengan sempurna tapi kadang-kadang dapat diberikan
kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2
minggu, kemudian dosis diturunkan)2.
2. Torakosentesis
Keluarkan cairan seperlunya hingga sesak berkurang (lega), jangan
lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare
menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit.
Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis
untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk
tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa
indikasi.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 25
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan
tertekan pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan
mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya,
yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah
melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan
sudah berubah menjadi pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6
minggu, namun cairan masih tetap banyak.
3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik
dipasang selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan
lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml
cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500
ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan
distres pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru.
4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga
akan mencegah penumpukan cairan pleura kembali. Hal ini
dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena
keganasan. Sebelum dilakukan pleurodesis cairan dikeluarkan terlebih
dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang
Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang
dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung
pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler
pleura. Bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk keperluan
pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard,
Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan
tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan
pada pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah
Referat Radiologi – Efusi Pleura 26
tidak ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg
yang sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam
rongga pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam
fisiologis untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk
mengurangi rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1
jam sebelum dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6
jam, ada juga yang melakukan selama 30 menit dan selama itu posisi
penderita diubah-ubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga
pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.
5. Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk :
a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema
c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis, tindakan ini jarang
dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan
setelah mendapat tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi dan
kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis yang buruk atau pada
empiema atau hemotoraks yang tak diobati.
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting yaitu
menghubungkan rongga pleura dengan rongga peritoneum sehingga
cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini dilakukan
terutama bila tindakan torakosentesis maupun pleurodesis tidak
memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor atau trauma pada
kelenjar getah bening.
2.10. Komplikasi
1. Infeksi
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat rrangakibatkan
infeksi (empiema primer), dan efus pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
tindakan torasentesis {empiema sekunader). Empiema primer dan
sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah
Referat Radiologi – Efusi Pleura 27
reaksi fibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan
antibiotika dapat diubah setelah hasil biakan diketahui.
2. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi
dengan membatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat
menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-
reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi
infeksi dan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik
dilakukan dalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena
selama jangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan
baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah.
2.11. Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobatan
lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak
memedapatkan pengobatan dini.
Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan
kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari
1 tahun. Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti
limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan
berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker
paru-paru atau mesothelioma.
Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanya dapat di
sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang
tidak terobati atau tidak tepat dalam pengobatannya dapat menyebabkan fibrosis
konstriktif.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 28
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. Y
Umur : 33 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Masuk Rumah Sakit : 18 Maret 2013
3.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis) :
Keluhan Utama: Sesak
Referat Radiologi – Efusi Pleura 29
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak, terutama pada saat berbaring.
Sesak dirasakan sejak 1 hari yang lalu. Pasien mempunyai riwayar efusi
pleura kurang lebih 1 tahun. Dalam 1 tahun ini paien sudah keluar masuk
RS kurang lebih 7 kali untuk dilakukan penyedotan cairan parunya. Pasien
juga batuk lama dalam beberapa tahun ini dan mengeluarkan dahak
berwarna hijau, tidak ada darah. Terkadang pasien muntah pada saat
batuk, dan merasa mual, serta keringat banyak. BAB tidak lancar, nafsu
makan menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien sesak sudah 1 tahun ini dan di diagnosa efusi pleura oleh
dokter.
Riwayat Penyakit Keluarga : (-)
Riwayat Pengobatan: Pasien tidak melakukan pengobatan OAT
Riwayat Kebiasaan : (-)
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum Tanggal 18 Maret 2013
Kesadaran : Composmentis
Keadaan Umum : Lemah, gelisah
Keadaan gizi : Cukup
Vital Sign
Tekanan darah : 120/ 80 mmHg.
Nadi : 92x/menit.
RR : 38x/menit.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 30
Suhu : 37°C
KEPALA & LEHER : a/i/c/d : -/-/-/+
THORAX :
Paru
Inspeksi : Deviasi trachea (+) ke kiri, fossa jugularis simetris.
Palpasi : Fremitus Vokal : Dada kanan menurun.
Fremitus Raba : Dada kanan tertinggal (menurun).
Perkusi : Lapangan paru kiri sonor. Lapangan paru kanan redup.
Auskultasi : Wheezing (-/-), Ronkhi (+/+).
Jantung :
Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus kordis teraba di intercostalis V mid clavicula line
Perkusi : RHM ICS V parasternal sinistra. LHM V MCL sinistra.
Auskultasi : S1S2 tunggal, M (-), G (-)
ABDOMEN :
Inspeksi : Flat
Palpasi : Perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium
(-).
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
EKSTREMITAS :
Akral hangat, oedem (-), sianosis (-).
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium darah rutin tanggal 18 Desember 2013:
Leukosit : 8.100/µl.
Hb : 12,8 g/dl.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 31
Ht : 36,9 %
Trombosit : 316.000/ µl.
LED : 90/150
3.5. RESUME
Daftar Masalah : Efusi Pleura Dextra
Analisa Masalah
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis efusi pleura ec TB paru. Hal
ini berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan 1 tahun SMRS, pasien didiagnosa
dokter sebagai TB Paru (gejala klinis : batuk, penurunan berat badan,
demam, dan sesak nafas) dan dianjurkan makan obat selama 6 bulan
tetapi tidak mengkonsumsi obat. Saat ini, gejala klinis pasien masih ada
dan disertai sesak dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut merupakan
gambaran gejala klinis respiratorik dan gejala umum dari TB paru. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan status gizi cukup, frekuensi nafas
38x/menit, ditemukan ada pendorongan trakhea ke arah kiri, fremitus
pada lapangan paru kanan melemah, dengan palpasi gerak dada sebelah
kanan tertinggal, perkusi lapangan paru kanan redup, auskultasi pada
lapangan paru kanan egofoni. Hal ini disebabkan adanya penumpukan
cairan di paru, pasien ini dikategorikan TB paru kasus lama. Yakni pasien
yang telah berobat kurang dari 1 bulan dengan efusi pleura. Efusi pleura
pada TB diperkirakan berhubungan dengan pecahnya fokus kaseosa
subpleural di organ paru ke cavum pleura.
Diagnosis kerja: Efusi Pleura Dextra
Rencana Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Sputum BTA
Referat Radiologi – Efusi Pleura 32
2. Rontgen Thorax PA/Lateral
3. Darah lengkap
Rencana Penatalaksanaan :
Non Farmako : Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein
Farmako : Ambroxol 3x1. Ceftriaxon 1x2. IVFD RL 20 tpm.
OAT I jika BTA sputum positif dan Hasil Rontgen Thoraxpositif
Rontgen Thorax PA tanggal 18 Maret 2013 :
Rontgen Thorax PA pasien Y Keterangan :
- Tampak perselubungan massive pada hemithoraks dextra
disertai pendorongan trakhea ke hemithoraks sinistra dan
pendorongan jantung ke hemithoraks sinistra,
- Tampak infiltrat pada pulmo sinistra,
- Batas jantung kanan tertutup perselubungan.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 33
Kesan : Massive efusi pleura dextra dengan disertai adanya infiltrat pada pulmo
sinistra.
USG Thorax tanggal 21 Maret 2013 :
Kesan : tampak efusi pleura dextra
Diagnosa Akhir : efusi pleura ec KP Pleura
BAB 4
PEMBAHASAN KASUS
Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
klinik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang diantaranya X-foto
toraks, USG Abdomen, CT Scan, serta torachocintesis. Radiologi paru membantu
dalam penegakan diagnosis, yaitu dengan menunjukkan tanda adanya efusi pleura.
Kelainan radiologis efusi pleura pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak, cairan
pleura akan tampak berupa perselubungan homogen menutupi struktur paru
bawah yang biasanya radioopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari
lateral atas ke arah medial bawah. Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada
foto thoraks tegak adalah 250 – 300 ml. Pada pemeriksaan X-foto toraks pasien
ini didapatkan kesan massive efusi pleura dextra.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 34
Pada pasien ini dapat diusulkan pemeriksaan radiologis x-foto toraks
posisi RLD untuk dapat menilai pleural efussion index. Selain itu, pada
pemeriksaan USG yang dilakukan pada pasien ini diharapkan dapat sekaligus
menilai cairan efusi pleuranya. Pada laporan kasus ini, berdasarkan anamnesis
pada pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dengan laboratorium
darah dan urin serta radiologi berupa X-foto toraks didapatkan diagnosis efusi
pleura dextra ec KP Duplex.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Rofiq. 2011. Thorax. http://emedicine.medscape.com diakses
tanggal 22 maret 2013.
Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 1993. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Paru.Surabaya: Airlangga University Press.
Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI.
Dimoski. S., Rolls. K. 2008. Pleural Effuisons.
Intensivecare.hsnet.nsw.gov.au diakses tanggal 20 Maret 2013.
Halim H. 2006. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
dalam, Jilid II, edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.; 1056-61.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 35
HANLEY, M. E. & WELSH, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment
in pulmonary medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies.
Hartono, L. 1995. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI.
http://www.rci.rutgers.edu
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
Rasad, Sjahrir. 2005. Radiologi Diagnostik, edisi ke-2. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.
Tryzelaar, Dr. Pleural Effusions, Atelectasis. 2013.
www.cardiachealth.com diakses tanggal 21 Maret 2013.
West Jack, Howard. 2007. Introduction to Pleural Effusions. onctalk.com
diakses tanggal 20 Maret 2013.
Referat Radiologi – Efusi Pleura 36