Lapsus Bedah Gianyar

37
1 BAB I PENDAHULUAN Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga jenis kanker yang paling sering terjadi di dunia. Di seluruh dunia 9,5 persen pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita kanker. 1 Menurut data WHO, diperkirakan 700.000 orang meninggal karena kanker kolorektal setiap tahun. Ini berarti sekira 2.000 orang meninggal setiap hari. Kanker kolorektal merupakan satu- satunya kanker yang dapat menyerang pria maupun wanita dengan perkiraan frekuensi yang hampir sama (dari jumlah total penderita kanker pada pria, 9,5 persen terkena kanker kolorektal sedangkan pada wanita mencapai 9,3 persen dari jumlah total penderita kanker), dan perkiraan kasus baru di dunia sebanyak 401.000 pada pria per tahun dan 381.000 pada wanita. Jumlah kasus baru di dunia cenderung meningkat secara cepat sejak tahun 1975. 2 Di Eropa dan Amerika tahun 2004, kanker kolorektal menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita, dan juga merupakan penyebab kematian nomor dua. Pada tahun 2002, terdapat lebih dari satu juta kasus kanker kolorektal baru yang menempatkan kanker ini pada urutan ketiga jenis kanker yang paling sering terjadi di dunia. 2 Kanker kolorektal secara predominan terjadi pada kelompok usia di atas 50 tahun, meski demikian juga dapat menyerang

Transcript of Lapsus Bedah Gianyar

Page 1: Lapsus Bedah Gianyar

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga jenis kanker yang paling sering terjadi di

dunia. Di seluruh dunia 9,5 persen pria penderita kanker terkena kanker kolorektal,

sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita kanker.1

Menurut data WHO, diperkirakan 700.000 orang meninggal karena kanker kolorektal setiap

tahun. Ini berarti sekira 2.000 orang meninggal setiap hari. Kanker kolorektal merupakan

satu-satunya kanker yang dapat menyerang pria maupun wanita dengan perkiraan frekuensi

yang hampir sama (dari jumlah total penderita kanker pada pria, 9,5 persen terkena kanker

kolorektal sedangkan pada wanita mencapai 9,3 persen dari jumlah total penderita kanker),

dan perkiraan kasus baru di dunia sebanyak 401.000 pada pria per tahun dan 381.000 pada

wanita. Jumlah kasus baru di dunia cenderung meningkat secara cepat sejak tahun 1975.2

Di Eropa dan Amerika tahun 2004, kanker kolorektal menempati urutan kedua

sebagai kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita, dan juga merupakan

penyebab kematian nomor dua. Pada tahun 2002, terdapat lebih dari satu juta kasus kanker

kolorektal baru yang menempatkan kanker ini pada urutan ketiga jenis kanker yang paling

sering terjadi di dunia.2

Kanker kolorektal secara predominan terjadi pada kelompok usia di atas 50 tahun,

meski demikian juga dapat menyerang kelompok usia di bawah 40 tahun dengan insiden

yang bervariasi. Di Amerika dan Eropa 2-8 persen kanker kolorektal terjadi pada usia di

bawah 40 tahun. Di Indonesia, sesuai data dari bagian Patologi Anatomi FKUI tahun 2003-

2007, jumlah pasien kanker kolorektal di bawah usia 40 tahun mencapai 28,17 persen.2

Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang

ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk,

terutama antara negara maju dan berkembang.3 Demikian pula antara Negara Barat dan

Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di

Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita,

banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda, dan sekitar 75% dari kanker ditemukan

pada kolon rektosigmoid. Sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang

ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita, banyak terdapat pada seseorang yang

berusia lanjut, dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon

rektosigmoid.4

Page 2: Lapsus Bedah Gianyar

2

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.4 Keluhan

pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari

lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, anemia dan

perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa perubahan

pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.5

Gambaran histologi merupakan faktor penting dalam hal penanganan dan prognosis

dari kanker. Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai adalah tipe

adenokarcinoma (90-95%), adenokarcinoma mucinous (17%), signet ring cell carcinoma (2-

4%), dan sarkoma (0,1-3%).6

Perubahan gaya hidup yang diasosiasikan dengan masalah kesehatan adalah diet,

merokok, gaya hidup yang sedentari serta obesitas. Peningkatan usia harapan hidup yang ada

beserta populasi Indonesia yang menduduki peringkat 4 dunia.7

Page 3: Lapsus Bedah Gianyar

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI

Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon

descendens, kolon sigmoideum, rektum serta anus. Mukosa usus besar terdiri dari epitel

selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet, pada lapisan

submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan sebelah

luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli. Lapisan serosa

membentuk tonjolan tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang disebut appendices

epiploicae. Didalam mukosa dan submukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat

lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris. Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang

disebut haustra coli, yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi

otot sirkuler.8

Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterika superior dan

arteri mesenterika inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang memberi

cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal arteri adalah

arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan arteri

sigmoidae. Hanya arteri colica sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan cabang

dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica superior.

Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica media dan

arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum dan mesosigmoid.

Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica media

atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh darah arteri

untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior yang

bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir menuju ke Lnn. ileocolica, Lnn.

colica dextra, Lnn. colica media, Lnn. colica sinistra dan Lnn. mesenterica inferior.

Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus intestinalis.9

Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum pada fossa iliaca

dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen sebelah kanan, terletak di

sebelah ventral renal dextra, hanya bagian ventral ditutup peritoneum visceral. Jadi letak

Page 4: Lapsus Bedah Gianyar

4

colon ascendens ini retroperitoneal. Arterialisasi colon ascendens dari cabang arteri

ileocolic dan arteri colic dextra yang berasal dari arteri mesentrica superior.9

Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra sampai

flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum dan pankreas

di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih

tinggi daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam

sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan facies visceralis

hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya. Arterialisasi colon

transversum didapat dari arteri colica media yang berasal dari arteri mesenterica superior

pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari colon transversum mendapat arterialisasi

dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior.9

Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra sampai

fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena

hanya dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus

lumborum dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-

cabang arteri colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan cabang dari arteri

mesenterica inferior.9

Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperitoneal,

dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang

tergantung isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam

cavum pelvis, bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan dan

akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding

mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari

cabang- cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri

mesenterica inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena

haemorrhoidalis superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga

vena ini yang bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena

haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat

hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang

penting bila terjadi pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar

sehingga mengganggu aliran darah portal.9

Rektum adalah bagian dari traktus digestifus yang merupakan kelanjutan dari kolon

sigmoid di bagian proksimal dan saluran anus di daerah distalnya. Rectosigmoid junction

Page 5: Lapsus Bedah Gianyar

5

terletak pada level setinggi sacrum tiga. Kelengkungan rectum mengikuti kelengkungan

sacrum dan coccyx, membentuk kelengkungan sacral rectum. Rectum berakhir kea rah

anteroinferior menuju ujung dari coccyx, selanjutnya rectum akan berjalan kea rah

posteroinferior dan menjadi kanal anus. Bagian terminal rectum yang berdilatasi disebut

ampula rectum, berfungsi untuk penyimpanan feses sementara sebelum dikeluarkan.

Rectum membentuk huruf S dan mempunyai tiga fleksura. Bagian terminal melengkung

kea rah posterior membentuk anorectal flexure. Sudut kelengkungan anorektal (anorectal

flexure) adalah 80 derajat. Kelengkungan ini penting untuk menjaga fecal continence.

Peritoneum melingkupi permukaan anterior dan lateral dari 1/3 rektum superior, dan

bagian anterior rectum 1/3 tengah. Bagian proksimal rectum mendapat arterialisasi dari

auperior rectal artery. Bagian tengah dan inferior rectum mendapat arterialisasi dari

middle rectal artery kanan dan kiri. Anorectal junction dan anal canal mendapat

arterialisasi dari inferior rectal artery. Aliran darah balik dari rectum menuju vena

rektalis superior, middle, dan inferior.9

Gambar 1. Anatomi Colon

2.2 FISIOLOGI

Fungsi utama usus besar adalah menyerap air dari feses. Banyaknya bakteri yang terdapat

di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-

zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti

vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta

antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.

Page 6: Lapsus Bedah Gianyar

6

Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan

terjadilah diare. Rektum berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.

Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada

kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka

timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena

penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan

keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan

dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika

defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan

terjadi.10

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan

anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting

untuk menunda BAB. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses

dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan

fungsi utama anus.10

Fisiologi Gangguan pada Usus Besar11

Konstipasi

Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar dan sering disebabkan

oleh sejumlah besar tinja yang kering dan keras, pada kolon descendens yang menumpuk

karena absorpsi cairan yang berlebihan. Kelainan patologis apapun pada usus yang

menghambat pergerakan isi usus, seperti tumor, perlekatan yang menyempitkan usus,

atau ulkus.

Muntah

Muntah merupakan suatu cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari

isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas,

sangat mengembang, atau bahkan terlalu terangsang. Distensi atau iritasi yang berlebihan

dari duodenum menyebabkan suatu rangsangan yang khusus untuk muntah. Sinyal

sensoris untuk mencetuskan muntah terutama berasal dari faring, esophagus, lambung,

dan bagian atas usus halus. Impuls saraf kemudian ditransmisikan, baik oleh serabut saraf

aferen vagal maupun oleh serabut saraf simpatis ke berbagai nucleus yang tersebar di

batang otak yang semuanya merupakan “pusat muntah”. Dari sini, impuls saraf yang

menyebabkan muntah sesungguhnya ditransmisikan dari pusat muntah melalui jalur saraf

kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke traktus gastrointestinal bagian atas, melalui saraf

Page 7: Lapsus Bedah Gianyar

7

vagus dan simpatis ke traktus yang lebih bawah, dan melalui saraf spinalis ke diafragma

dan otot abdomen.

Mual

Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah medulla

yang secara erat berhubungan atau merupakan bagian dari pusat muntah, dan mual dapat

disebabkan oleh (1) impuls iritatif yang dating dari traktus gastrointestinal, (2) impuls

yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan motion sickness, atau (3) impuls

dari korteks serebri untuk mencetuskan muntah.

Obstruksi Gastrointestinal

Traktus gastrointestinal dapat mengalami obstruksi pada hampir semua bagian sepanjang

perjalanannya. Beberapa penyebab umum obstruksi antara lain kanker, konstriksi fibrotik

yang merupakan akibat dari ulserasi atau dari perlekatan peritoneum, spasme dari suatu

segmen usus, dan paralisis suatu segmen usus. Jika obstruksi terletak dekat ujung distal

usus besar, feses dapat menumpuk di dalam kolon dalam waktu seminggu atau lebih.

Pasien mengalami perasaan konstipasi yang hebat, tetapi muntah pertama tidak parah.

Setelah usus besar menjadi terisi penuh dan akhirnya kimus tambahan tidak mungkin

bergerak dari usus halus ke usus besar, muntah yang berat kemudian timbul. Obstruksi

yang berkepanjangan dari usus besar akhirnya dapat menyebabkan rupture usus itu

sendiri atau terjadi dehidrasi dan syok sirkulasi akibat muntah hebat.

2.3 PATOFISIOLOGI

Kanker kolon dan rektum terutama (95 %) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel

usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta

merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat

terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (paling sering ke

hati).

Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu : (1) Secara infiltratif

langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih,

(2) Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon, (3) Melalui

aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke sistem portal, (4)

Penyebaran secara transperitoneal, (5) Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau

lokasi drain.

Page 8: Lapsus Bedah Gianyar

8

Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus

dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat

menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.

Prognosis relatif baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi

dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe.

2.4 FAKTOR RESIKO

Penyebab nyata dari kanker kolorektal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko

dan faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya

riwayat kanker kolon atau polip dalam keluarga, dan riwayat penyakit usus inflamasi

kronis.

Faktor predisposisi yang penting adalah adanya hubungan dengan kebiasaan makan,

karena kanker kolorektal terjadi 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang

mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat refined dan rendah

serat kasar, dibandingkan penduduk primitif (Afrika) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt

(1971) mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidarat refined

mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam

empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat

karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi

karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, massa transisi feses

meningkat, akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus

bertambah lama.

2.5 MANIFESTASI KLINIK

Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama

pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor. Tumor

yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar

hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen usus

lebih besar dan feses masih encer. Gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen,

perdarahan dan symptomatic anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan

berat badan). Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan

pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran

Page 9: Lapsus Bedah Gianyar

9

feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan

obstruksi.5,12

Gejala Subakut

Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan perubahan pada

pola buang air besar (meskipun besar). Tumor yang memproduksi mukus dapat

menyebabkan diare. Pasien mungkin memperhatikan perubahan warna feses menjadi

gelap, tetapi tumor seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh

pasien. Kehilangan darah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan anemia

defisiensi besi. Ketika seorang wanita post menopouse atau seorang pria dewasa

mengalami anemia defisiensi besi, maka kemungkinan kanker kolon harus dipikirkan dan

pemeriksaan yang tepat harus dilakukan. Karena perdarahan yang disebabkan oleh tumor

biasanya bersifat intermitten, hasil negatif dari tes occult blood tidak dapat

menyingkirkan kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit perut bagian bawah biasanya

berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang mereda setelah buang air

besar. Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan pada pola buang air besar serta

adanya darah yang berwarna merah keluar bersamaan dengan buang air besar. Gejala lain

yang jarang adalah penurunan berat badan dan demam. Meskipun kemungkinannya kecil

tetapi kanker kolon dapat menjadi tempat utama intususepsi, sehingga jika ditemukan

orang dewasa yang mempunyai gejala obstruksi total atau parsial dengan intususepsi,

kolonoskopi dan double kontras barium enema harus dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan kanker kolon.13

Gejala akut

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika

ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar

penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker

kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan

diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin

mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang.

Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis

kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga

dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut

divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat

menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat

Page 10: Lapsus Bedah Gianyar

10

menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya

merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.12

Pada pemeriksaan Digital Rectal Examination dapat dipalpasi dinding lateral, posterior,

dan anterior; serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah.

Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum dimana sesuai dengan

posisi anatomis kantong douglas sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm

merupakan batas eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama diketahui

bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga Rectal examination

merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa kanker kolon yang tidak dapat begitu saja

diabaikan.13

Metastase

Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat

direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase

sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan

tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum

menuju vena cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama

kali di paru-paru. Berbeda dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena

porta, maka metastase kanker kolon pertama kali paling sering di hepar.5

Stadium Tumor

Stadium 0 (carcinoma in situ).

Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.

Stadium I

Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/

muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari

dinding  kolon/rektum   (Duke A).

Stadium II

Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus

kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening

(Duke B).

Stadium  III

Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ

tubuh lainnya (Duke C).

Stadium IV

Page 11: Lapsus Bedah Gianyar

11

Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).

Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)

Stadium T N M Duke

0 Tis N0 M0 -

I T1

T2

N0

N0

M0

M0

A

II A

II B

T3

T4

N0

N0

M0

M0

B

III A

III B

III C

T1-T2

T3-T4

Any T

N1

N1

N2

M0

M0

M0

C

IV Any T Any N M1 D

Keterangan

T : Tumor primer

Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer

Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau invasi pada lamina propria

T1 : Tumor menyebar pada submukosa

T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria

T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke

     dalam  jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.

T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi 

          peritoneum viseral.

N : Kelenjar getah bening regional/node

Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai

N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening

N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional

N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening

M  : Metastasis

Page 12: Lapsus Bedah Gianyar

12

Mx: Metastasis tidak dapat di nilai

M0: Tidak terdapat metastasis

M1: Terdapat metastasis

Karnofsky Performance Status (%)

Mampu melakukan aktivitas normal dan bekerja, tidak ada perawatan khusus yang dibutuhkan.

100Normal tidak ada keluhan, tidak ada tanda-tanda sakit.

90Mampu melakukan aktivitas normal; sedikit tanda-tanda atau gejala penyakit.

80Aktivitas dengan bantuan; sudah ada tanda-tanda atau gejala penyakit.

Tidak dapat bekerja; bisa tinggal di rumah dan membutuhkan perawatan untuk kebutuhan pribadi

70Tidak dapat melakukan aktivitas normal atau untuk melakukan pekerjaan aktif; aktivitas terbatas hanya untuk merawat diri sendiri.

60Membutuhkan bantuan sesekali, tetapi mampu merawat sebagian besar kebutuhan pribadinya.

50Membutuhkan banyak bantuan dan perawatan medis yang sering.

Tidak dapat merawat diri sendiri; memerlukan perawatan institusional setara rumah sakit; penyakit mungkin berkembang dengan cepat.

40Cacat; membutuhkan perawatan khusus dan pertolongan.

30Cacat parah; diindikasikan masuk rumah sakit meskipun kematian tidak mengancam.

20Sangat sakit; harus masuk rumah sakit, diperlukan pengobatan suportif yang aktif.

10Hampir mati; proses fatal berkembang dengan cepat.

0 Mati

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika

terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukannya biopsi maka

sikat sitologi akan sangat berguna.5

2. Carcinoembrionik Antigen (CEA) Screening

Page 13: Lapsus Bedah Gianyar

13

CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke

dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor

status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar.

CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai screening kanker

kolorektal. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium

lanjut dari penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Nilai CEA serum baru

dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.5

Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes ini sering

diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum operasi sangat

berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor primer berhubungan dengan

meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA preoperatif berguna untuk

identifikasi awal dari metatase karena sel tumor yang bermetastase sering

mengakibatkan naiknya nilai CEA.2

3 Tes Darah Tersamar

Tes ini akan mendeteksi 20 mg hb/gr feses. Tes imunofluorosensi dari occult blood

mengubah hb menjadi porphirin berfluorosensi, yang akan mendeteksi 5-10 mg hb/gr

feses. Hasil false negatif dari tes ini sangat tinggi. Terdapat berbagai masalah yang

perlu dicermati dalam menggunakan tes darah tersamar untuk screening, karena

semua sumber perdarahan akan menghasilkan hasil positif. Kanker mungkin hanya

akan berdarah secara intermitten atau tidak berdarah sama sekali, dan akan

menghasilkan tes yang false negatif. Proses pengolahan, manipulasi diet, aspirin,

jumlah tes, interval tes adalah faktor yang akan mempengaruhi keakuratan dari tes

ini.13

4. Barium Enema

Tehnik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema,

yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm.

Tehnik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel sigmoidoskopi merupakan cara

yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak

dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang

pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko

perforasi dengan menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %.

Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan

daripada barium enema. Barium peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius

Page 14: Lapsus Bedah Gianyar

14

yang dapat mengakibatkan berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya

sebuah kontras larut air tidak dapat menunjukkan detail yang penting untuk

menunjukkan lesi kecil pada mukosa kolon.13

5. Endoskopi

Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena 3% dari pasien

mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai polip

premaligna.5

6. Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon

dan rektum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm.

Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip

dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi

sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar

67%.5 Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi,

mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur

yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan

perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara

yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel

disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, perdarahan gastrointestinal,

megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi

pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan

komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan

komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.19

7. CT scan

CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif.

CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa

dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada

pasien dengan nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon.

Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi

metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.5,13

2.7 PENATALAKSANAAN

Pembedahan

Page 15: Lapsus Bedah Gianyar

15

Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai penanganan

kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus mengeksisi dengan batas yang

luas dan maksimal regional lymphadenektomi sementara mempertahankan fungsi dari

kolon sebisanya. Untuk lesi diatas rektum, reseksi tumor dengan minimum margin 5 cm

bebas tumor. Pendekatan laparaskopik kolektomi telah dihubungkan dan dibandingkan

dengan tehnik bedah terbuka pada beberapa randomized trial. Subtotal kolektomi dengan

ileoproktostomi dapat digunakan pada pasien kolon kanker yang potensial kurabel dan

dengan adenoma yang tersebar pada kolon atau pada pasien dengan riwayat keluarga

menderita kanker kolorektal. Eksisi tumor yang berada pada kolon kanan harus

mengikutsertakan cabang dari arteri media kolika sebagaimana juga seluruh arteri

ileokolika dan arteri kolika kanan. Eksisi tumor pada hepatik flexure atau splenic flexure

harus mengikutsertakan seluruh arteri media kolika. Permanen kolostomi pada penderita

kanker yang berada pada rektal bagian bawah dan tengah harus dihindari dengan adanya

tehnik pembedahan terbaru secara stapling. Tumor yang menyebabkan obstruksi pada

kolon kanan biasanya ditangani dengan reseksi primer dan anastomosis. Tumor yang

menyebabkan obstruksi pada kolon kiri dapat ditangani dengan dekompresi. Tumor yang

menyebabkan perforasi membutuhkan eksisi dari tumor primer dan proksimal kolostomi,

diikuti dengan reanastomosis dan closure dari kolostomi.5

Terapi Radiasi

Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray berenergi

tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu

dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung

pada tipe dan stadium dari kanker.

Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi

tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk

membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan

yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya

berlangsung beberapa menit.

Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang

diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan

radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant

langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi

Page 16: Lapsus Bedah Gianyar

16

dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan

beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam tubuh.14

Adjuvant Kemoterapi

Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian besar agen kemoterapi.

Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor secara teoritis

seharusnya dapat menambah efektifitas dari agen kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif

digunakan ketika kehadiran tumor sangat sedikit dan fraksi dari sel maligna yang berada

pada fase pertumbuhan banyak. Obat kemoterapi bisa dipakai sebagai single agen atau

dengan kombinasi, contoh : 5-fluorouracil (5FU), 5FU + levamisole, 5FU + leucovorin.

Pemakaian secara kombinasi dari obat kemoterapi tersebut berhubungan dengan

peningkatan survival ketika diberikan post operatif kepada pasien tanpa penyakit

penyerta. Terapi 5FU + levamisole menurunkan rekurensi dari kanker hingga 39%,

menurunkan kematian akibat kanker hingga 32%.13

Adjuvant Kemoterapi untuk Kanker Kolorektal Stadium II

Pemakaian adjuvant kemoterapi untuk penderita kanker kolorektal stadium II masih

kontroversial. Peneliti dari National Surgical Adjuvant Breast Project (NSABP)

menyarankan penggunaan adjuvant terapi karena dapat menghasilkan keuntungan yang

meskipun kecil pada pasien stadium II kanker kolorektal pada beberapa penelitiannya.

Sebaliknya sebuah meta-analysis yang mengikutkan sekitar 1000 pasien menunjukkan

perbedaan yang tidak bermakna pada 5-years survival rate sebesar 2%, antara yang diberi

perlakuan dan yang tidak untuk semua pasien stage II.5

Adjuvant Kemoterapi untuk Kanker Kolorektal Stadium III

Penggunaan 5-FU + levamisole atau 5-FU + leucovorin telah menurunkan insiden

rekurensi sebesar 41% pada sejumlah prospektif randomized trial. Terapi selama satu

tahun dengan menggunakan 5-FU + levamisole meningkatkan 5-year survival rate dari

50% menjadi 62% dan menurunkan kematian sebesar 33%. Pada kebanyakan penelitian

telah menunjukkan bahwa 6 bulan terapi dengan menggunakan 5-FU + leucovorin telah

terbukti efektif dan sebagai konsekuensinya, standar regimen terapi untuk stage III kanker

kolorektal adalah 5-FU + leucovorin.5

Adjuvant Kemoterapi Kanker Kolorektal Stadium Lanjut

Sekitar delapan puluh lima persen pasien yang terdiagnosa kanker kolorektal dapat

dilakukan pembedahan. Pasien dengan kanker yang tidak dapat dilakukan penanganan

kuratif, dapat dilakukan penanganan pembedahan palliatif untuk mencegah obstruksi,

Page 17: Lapsus Bedah Gianyar

17

perforasi, dan perdarahan. Bagaimanapun juga pembedahan dapat tidak dilakukan jika

tidak menunjukkan gejala adanya metastase. Penggunaan stent kolon dan ablasi laser dari

tumor intraluminal cukup memadai untuk kebutuhan pembedahan walaupun pada kasus

asymptomatik.5

Radiasi terapi dapat digunakan sebagai tindakan primer sebagai modalitas

penanganan untuk tumor yang kecil dan bersifat mobile atau dengan kombinasi bersama

sama kemoterapi setelah reseksi dari tumor. Radiasi terapi pada dosis palliatif meredakan

nyeri, obstruksi, perdarahan dan tenesmus pada 80% kasus. Penggunaan hepatic arterial

infusion dengan 5-FU terlihat meningkatkan tingkat respon, tetapi penggunaan ini dapat

mengakibatkan berbagai masalah termasuk berpindahnya kateter, sklerosis biliaris dan

gastrik ulserasi. Regimen standar yang sering digunakan adalah kombinasi 5-FU dengan

leucovorin, capecitabine (oral 5-FU prodrug), floxuridine (FUDR), irinotecan (cpt-11)

dan oxaliplatin.5

Penanganan Jangka Panjang

Terdapat beberapa kontroversi tentang frekuensi pemeriksaan follow up untuk rekurensi

tumor pada pasien yang telah ditangani dengan kanker kolon. Beberapa tenaga kesehatan

telah menggunakan pendekatan nihilistic (karena prognosis sangat jelek jika terdeteksi

adanya rekurensi dari kanker). Sekitar 70% rekurensi dari kanker terdeteksi dalam jangka

waktu 2 tahun, dan 90% terdeteksi dalam waktu 4 tahun. Pasien yang telah ditangani dari

kanker kolon mempunyai insiden yang tinggi dari metachronous kanker kolon. Deteksi

dini dan penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini dapat meningkatkan prognosa.

Evaluasi follow up termasuk pemeriksaan fisik, sigmoidoskopi, kolonoskopi, tes fungsi

hati, CEA, foto polos thorax, barium enema, liver scan, MRI, dan CT scan.19 Tingginya

nilai CEA preoperatif biasanya akan kembali normal antara 6 minggu setelah

pembedahan.5

1. Evaluasi klinik

Selama 5 tahun setelah tindakan pembedahan, target utama follow up adalah untuk

mendeteksi tumor primer baru. Beberapa pasien kanker kolorektal membentuk satu atau

beberapa tempat metastasis di hepar, paru-paru, atau tempat anastomosis dimana tumor

primer telah diangkat.5

2. Rontgen

Foto rontgen terlihat sama baiknya bila dibandingkan dengan CT scan dalam

mendeteksi rekurensi.5

Page 18: Lapsus Bedah Gianyar

18

3. Kolonoskopi

Pasien yang mempunyai lesi obstruksi pada kolonnya harus melakukan kolonoskopi 3

sampai 6 bulan setelah pembedahan, untuk meyakinkan tidak adanya neoplasma yang

tertinggal di kolon. Tujuan dilakukannya endoskopi adalah untuk mendeteksi adanya

metachronous tumor, suture line rekurensi atau kolorektal adenoma. Jika obstruksi

tidak ada maka kolonoskopi dilakukan pada satu sampai tiga tahun setelah

pembedahan, jika negatif maka endoskopi dilakukan lagi dengan interval 2-3 tahun.5

4. CEA

Meningkatnya nilai CEA menandakan diperlukannya pemeriksaaan lebih jauh untuk

mengidentifikasi tempat rekurensi, dan biasanya sangat membantu dalam

mengidentifikasi metastasis ke hepar. Jika dicurigai adanya metastasis ke pelvis, maka

MRI lebih membantu diagnosa daripada CT scan.5

BAB III

LAPORAN KASUS

Page 19: Lapsus Bedah Gianyar

19

3.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : NMC

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 70 tahun

Tempat Kelahiran : Gianyar

Bangsa : Indonesia

Agama : Hindu

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Petani

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Alamat : Gianyar

3.2 ANAMNESA

Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan Utama : tidak bisa BAB

Pasien mengeluhkan tidak bisa BAB. Keluhan ini dirasakan ± 1 minggu SMRS. Pada

awalnya pasien susah BAB dan bentuknya seperti pensil, semakin lama BAB semakin

susah dan akhirnya pasien tidak bisa BAB. Keluhan ini menyebabkan pasien tidak

nyaman saat beraktivitas. pasien mengatakan sering timbul rasa ingin BAB namun setiap

mencoba untuk BAB tetap tidak bisa dan hanya keluar darah segar. Pasien sudah

mengkonsumsi makanan berserat tetapi keluhan susah BAB tidak membaik. Walaupun

susah BAB pasien mengatakan bisa kentut, frekuensi 2-3 kali per hari.

Pasien juga mengeluhkan sakit perut terutama pada bagian kiri bawah. Sakit

perut tersebut dikatakan sudah sejak lama sebelum adanya keluhan tidak bisa BAB.

Semakin lama sakit perut dirasakan semakin memberat dan dirasakan seperti melilit.

Keluhan dirasakan setiap hari, membuat pasien merasa tidak nyaman dan tidak dapat

melakukan aktivitas secara normal serta tidur pasien terganggu. Keluhan tidak berkurang

dengan merubah posisi tidur miring atau duduk.

Page 20: Lapsus Bedah Gianyar

20

Pasien mengalami mual-mual dan muntah. Mual dirasakan sudah sejak lama dan

tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang dikonsumsi maupun bau-bauan. Keluhan muntah

baru dirasakan sejak seminggu yang lalu. Muntah dikatakan 2 sampai 3 kali per hari

dengan isi muntahan berupa cairan bening atau makanan yang dikonsumsi dengan

volume setiap muntah sebanyak 4 sendok makan, adanya darah dalam muntahan

disangkal. BAK pasien dikatakan baik. Nafsu makan pasien dikatakan menurun sejak 2

minggu belakangan ini. Dalam enam bulan terakhir pasien dikatakan terlihat lebih kurus.

Adanya demam disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Dua tahun yang lalu pasien juga pernah dirawat di rumah sakit karena keluhan yang sama

yaitu susah BAB dan BAB berdarah, namun setelah dirawat beberapa hari dikatakan

keluhan tersebut hilang dan pasien pulang. Riwayat operasi tidak ada. Riwayat stroke,

penyakit jantung, tensi tinggi, kencing manis dikatakan tidak ada. Riwayat trauma

disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa. Riwayat kanker

dalam keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah dengan pemenuhan kebutuhan

gizi harian tidak mencukupi. Riwayat merokok, minum alkohol disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : N : 96 x/menit

RR : 25 x/menit

Tax : 36,7 ºC

TD : 150/100 mmHg

Page 21: Lapsus Bedah Gianyar

21

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva : Tidak pucat

Sklera : Tidak ikterik

THT : Tonsil T1/T1, hiperemi faring (-), lidah kotor (-), nyeri menelan (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorak  :

Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Redup, batas jantung normal

Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, murmur(-), Gallop(-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris,  dalam  keadaan  statis  dan dinamis

Palpasi : Vokal fremitus normal, teraba simetris

Perkusi : Sonor pada kedua hemitoraks.

Auskultasi : Vesikuler +/+  N, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : distensi (+), spider nevi (-), benjolan (-)

Auskultasi : BU (+) meningkat, metalik sound (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muscular (-),

Hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-)

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen, Nyeri Ketok

CVA (-)

Ekstremitas : Atas : Edema -/-, hangat +/+

Bawah : Edema -/-, hangat +/+

Pemeriksaan Fisik Tambahan

Rectal Toucher 

Inspeksi : massa (-), hiperemis (-)

Tonus sfingter ani : Baik, teraba masa 10 cm dari sfingter ani, rapuh.

Ampula recti : Tidak kolaps

Mukosa rektum : Teraba licin

HS : darah (+), Feses (-)

Page 22: Lapsus Bedah Gianyar

22

3.4 Resume Klinis

Pasien seorang perempuan, berumur 70 tahun datang dengan keluhan Pasien

mengeluhkan tidak bisa BAB dirasakan ± 1 minggu SMRS. Walaupun susah BAB pasien

mengatakan bisa kentut. Sakit perut (+) terutama pada bagian kiri bawah dirasakan seperti

melilit. Mual dan muntah (+). BAK pasien dikatakan baik. Nafsu makan pasien

dikatakan menurun, dalam enam bulan terakhir pasien dikatakan terlihat lebih kurus.

Adanya demam disangkal. Dua tahun yang lalu pasien juga pernah dirawat di rumah sakit

karena keluhan yang sama yaitu susah BAB dan BAB berdarah, keluhan membaik saat

pasien keluar dari RS. Riwayat operasi tidak ada. Adanya stroke, penyakit jantung, tensi

tinggi, kencing manis, dan trauma disangkal. Pasien termasuk golongan ekonomi

menengah ke bawah dengan pemenuhan kebutuhan gizi harian tidak mencukupi. Riwayat

merokok, minum alkohol disangkal. Kondisi umum tampak sakit sedang, hemodinamik

stabil. Pemeriksaan status general ditemukan kelainan pada regio abdominal berupa

distensi (+),BU (+) meningkat. Pada pemeriksaan rectal toucher teraba masa 10 cm dari

sfingterani dan rapuh.

3.5 Pemeriksaaan Penunjang Diagnosis

Parameter

Result Unit Remarks

Reference range

WBC 9,5 103/μL 4,1 – 10,9

RBC 4,56 106/μL 4,00 – 5,20

HGB 11,6 g/dL LOW 12,00 – 16,00

HCT 34,8 % LOW 36,0 – 46,0

MCV 76,3 fL LOW 80,0 – 100,0

MCH 25,4 pg LOW 26,0 – 34,0

MCHC 33,3 g/dL 31,0 – 36,0

PLT 202 103/μL 150 – 440

Page 23: Lapsus Bedah Gianyar

23

Parameter Result Reference Range

Blooding Time 2” 1,9 – 3,0”

Clotting Time 5,48” 5,0 – 15,0”

PARAMETER RESULT

Glukosa Sewaktu 130 mmol/L

Creatinin 0,46 mmol/L

Urea 31 mmol/L

3.6 Diagnosis

o Tumor rectum susp. Malignancy

o Partial ileus obstruktif

3.7 Penatalaksanaan

P/ Diagnostik

Colonoscopy + Biopsi

P/ Terapi

Dekompresi

Parenteral nutrisi

Antibiotika

Analgetika

Antasida

3.8 Prognosis

Ad Vitam : dubius

Ad Fungsionam : dubius

Page 24: Lapsus Bedah Gianyar

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. Gaya hidup penyebab kolorektol.2006;[1 screen]. Available at:,

http://www.depkes.go.id/index.php?

option=news&task=viewarticle&sid=2058&Itemid=2, accessed February 9, 2011

2. Okezone. Kanker Kolorektal Incar Manusia Modern di Usia Muda. 2010;[1 screen].

Available at: http://lifestyle.okezone.com/read/2010/03/17/27/313427/27/kanker-

kolorektal-incar-manusia-modern-di-usia-muda, accesssed February 10, 2011

3. Hansen J. Common Cancers In The Elderly. Drugs Aging, (online), 1998 Dec; 13(6):467-

78, available at http://www.pubmed.com, accessed February 2011

4. Syamsuhidajat R, Jong Wim D,(eds). 2004. buku ajar Ilmu Bedah 2nd ed. EGC: jakarta.

5. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Willi ams &

Wilkins: USA.p 201

6. Stewart SL, Wike JM, Kato I, Lewis DR, Michaud F. a population based study of

colorectal cancer histology in United States 1998-2001. cancer, (online) 2006; 107(5

suppl): American Cancer Society, available at: http://www.pubmed.com, accessed

February 10, 2011

7. Suyono S. In : Boedi Darmojo R, Pranarka K. (eds.). 2001. buku ajar Ilmu Penyakit

Dalam II 3th Ed. balai penerbit FKUI: jakarta. p 24

8. Tim pengajar anatomi. 2001. Situs Abdominis. laboratorium anatomi histologi fakultas

kedokteran universitas airlangga: surabaya.

9. Moore K, et all. 2002. Essential Clinical Anatomy. 2nd edition. Lippincott Willi ams &

Wilkins: USA

10. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia. 2010;[1 screen]. Available at:

http://blogs.unpad.ac.id/haqsbageur/2010/03/26/anatomi-dan-fisiologi-sistem-

pencernaan-manusia/, accessed February 10, 2011

11. Guyton A, Hall J. 2006. Fisiologi Kedokteran. 11th edition. Jakarta: EGC

12. Price SA, Wilson LM, 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta:EGC. p.420

13. Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of America:

The McGraw-Hill Companies.

Page 25: Lapsus Bedah Gianyar

25