Laporan Tutoril Sk 1 Pediatri
-
Upload
risnaannisamardiyati -
Category
Documents
-
view
234 -
download
4
description
Transcript of Laporan Tutoril Sk 1 Pediatri
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Perinatologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan fetus dari 28
minggu dalam kandungan hingga bayi berusia 7 hari post partum. Dewasa ini
perinatologi berkembang menjadi suatu cabang ilmu kesehatan anak yang tersendiri.
Perhatian terhadap ilmu tersebut semakin besar karena hal ini terkait dengan peningkatan
angka kematian bayi baru lahir.
Data dari Save The Children 2001 menunjukkan bahwalebih dari 7 juta bayi
meninggal setiap tahunnya. Dan hampir duapertiga bayi yang meninggal, terjadi pada
bulan pertama kehidupan. Selain itu, kerentanan bayi yang meninggal meningkat dalam
waktu 24 jam sesaat setelah dilahirkan.
Pada neonatus didapatkan adanya faktor adaptasi yang memungkinkan untuk
penyesuaian diri dari lingkungan intrauterin menuju lingkungan ekstrauterin. Dan proses
perubahan adapatasi ini sangat dipengaruhi oleh faktor kehamilan dan faktor partus. Bila
kehamilan ataupun saat persalinan terjadi gangguan, hal ini dapat menimbulkan
peningkatan insidensi morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir tersebut.
II. KASUS
Seoang ibu G2P1A0 berusia 25 tahun dengan usia kandungan 29 minggu melahirkan
seorang bayi perempuan dengan berat 3 kg, panjang 48 cm secara spontan, warna
ketuban jernih, tidak ada mekonium. Saat bayi lahir, didapatkan bayi tidak dapat
bernafas, tonus otot kurang baik. Setelah dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian
ventilasi tekanan positif didapatkan bayi bernafas spontan, tidak ada retraksi, denyut
jantung 100x/menit.Skor APGAR 5-7-10. Dari anamnesis, riwayat kehamilan didapatkan
ANC tidak teratur, ketuban pecah 24 jam, tidak ada demam saat melahirkan. Catatan
kesehatan ibu menunjukkan tanda vital ibu normal, pemeriksaan TORCH negatif, HbsAg
(-), gula darah normal.Selanjutnya bayi dan ibunya dibawa keruang perawatan untuk
dirawat gabung dandiberikan ASI oleh ibu.
BAB II
STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI
JUMP 1. Memahami scenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
scenario.
1. Mekonium :Feses pertama bayi baru lahir (24-28 jam post partum), berwarna
hitam kehijauan, kental dan lengket.
2. Resusitasi : Usaha dalam memberikan ventilasi adequate, pemberian oksigen
dancurah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak,
jantung dan alat-alat vital lainnya.
3. Ventilasi tekanan (+) :ventilasi mekanik dengan memberikan bantuan nafas kepada
pasien melalui tekanan udara (+) dengan jalan nafas buatan.
4. APGAR score :Penilaian pada bayi baru lahir yang diberikan melalui
pengamatan berturut-turut padamenit I, V, dan X, meliputi
Appearance, Pulse, Grimace, Active, and Respiration.
5. TORCH :Toxoplasma and Others, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes
Simplex Virus.
6. HbsAg : Antigen yang terdeteksi apabila protein terinveksi virus Hepatitis
B
7. Rawat Gabung :Metode perawatan bayi-ibu ditempatkan pada ruang khusus yang
dipantau secara penuh.
8. Ketuban :Cairan yang beradadidalamrongga amnion, yaknirongga yang
terbentukdiantara amnion dancorion.
JUMP 2. Menentukan Permasalahan.
1. Mengapa pada saat lahir bayi tidak bernafas ?
2. Bagaimana indikasi dan prosedur resusitasi pada neonatus ?
3. Bagaimana criteria bayi baru lahir normal?
4. Adakah hubungan antara usia kelahiran dengan keluhan ?
5. Bagaimana proses adaptasi BBL ?
6. Intepretasi pemeriksaan TORCH, HbsAg, Vital Sign, dan guladarah?
7. Adakah hubungan antara bayi saat lahir danr iwayat kesehatan kehamilan ibu?
8. Apasaja pemeriksaan bayi barulahir?
9. Bagaimana teknik pemberian ASI serta manfaat pemberian ASI?
10. Prosedur ANC
11. Intepretasi ketuban keruh serta ada tidaknya mekonium ?
12. Ciri-ciri sepsis pada bayi baru lahir?
JUMP 3. Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai permasalahan.
Dalam scenario umur kehamilan 39 minggu tergolong aterm. Gangguan napas yang
terjadi pada neonates dapat digolongkan menjadi dua berdasar masa gestasinya yaitu pada
bayi kurang bulan dan pada bayi cukup bulan. Pada bayi cukup bulan antara lain dapat terjadi
pneumonia, sindrom aspirasi meconium, transient tachyphea of the newborn (TTN), asidosis,
malformasi kongenital, serta inaktivasi surfaktan karena berbagai penyebab. Pada bayi
kurangbulan, dapat diakibatkan kekurangan surfaktan, pneumonia, kelemahan ototdan
dinding dada karena sususnan system saraf pusat yang belum matang
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir.Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia
sesudah persalinan.
Faktor-faktor penyebab asfiksia :
Factor ibu :1. Preeklamsia dan Eklamsia2. Perdarahan Abnormal ( plasenta previa atau solusio plasenta )3. Partus lama atau partus macet4. Demam selama persalinan infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, HIV )5. Kehamilan lewat waktu ( sesudah 42 minggu kehamilan)
Faktor bayi :1. Bayi prematur ( sebelum 37 minggu kehamilan )
2. Persalinan dengan tindakan ( sungsang, bayi kembar, distosia bahu , ekstrasi Vakum, Ekstrasi forsef )
3. Kelainan bawaan ( congenital )4. Air ketuban bercampur meconium ( warna kehijauan )
Keadaan tali pusat Lilitan tali pusat Tali pusat pendek Simpul tali pusat Prolapsus tali pusat
Klasifikasi Asfiksia :1. Asfiksia ringan :
bayi dapat terkejut atau sangat waspada, dengan peningkatan tonus otot, makan dengan buruk, dan frekuensi pernafasan normal atau cepat. Temuan ini biasanya berlangsung selama 24 sampai 48 jam sebelum sembuh secara spontan.
2. Asfiksia sedang: bayi dapat letargi dan mengalami kesulitan pemberian makan. Terkadang mengalami episode apnea dan atau konvulsi selama beberapa hari. Masalah ini biasanya sembuh dalam satu minggu, tetapi masalah perkembangan saraf jangka panjang mungkin ada.
3. Asfiksia berat ;bayi dapat terkulai atau tidak sadar dan tidak makan. Konvulsi dapat terjadi selama beberapa hari, dan episode apnea yang berat dan sering umumnya terjadi. Bayi dapat membaik selama beberapa minggu atau tidak membaik sama sekali, jika bayi ini bertahan hidup, mereka biasanya menderita kerusakan otak permanen.
Tanda dan gejala:
Tidak bernafas atau bernafas megap-megap Warna kulit kebiruan Kejang Penurunan kesadaran.
Air ketuban atau amnion adalah cairan jernih kekuningan yang menyelimuti janin di
rahim selama kehamilan.Air ketuban memiliki berbagai fungsi, di antaranya adalah proteksi
janin dan juga sebagai sirkulasi nutrisi maupun metabolism janin. Air ketuban secara terus
menerus dihirupoleh janin.Hal ini berfungsi untuk membantu pengembangan paru-paru serta
pembentukan surfaktan di dalamnya.Pada awal perkembangan janin, selain dihirup, air
ketuban juga ditelan oleh janin.Hal ini juga untuk merangsang pembentukan dari organ-organ
pencernaan janin. Warna air ketuban yang kehijauan atau kecokelatan menandakan janintelah
menghasilkan mekonium. Mekonium merupakan feses pertama janin yang terbentuk dari
campuran sekresi hati, usus, enzim-enzim, dancairan amnion.Keluarnya mekonium
merupakan tanda bahwa organ pencernaan janin telah terbentuk.
Normalnya, mekonium yang terbentuk saat di dalam kandungan akan keluar sesaat setelah
janin lahir dimana usus bekerja pertama kali. Apabila mekonium keluars ebelum janin lahir
(ditandai dengan kekeruhan pada warna ketuban), hal ini merupakan salah satu tanda janin
mengalami stress yang akan memicu terjadinya hipoksia. Apabila janin mengalami hipoksia,
akan terjadi peristaltik usus dan relaksasi dari m. sphincter ani. Hal ini memicu pengeluaran
mekoniumdari anus janin. Adanya warna dalam air ketuban patut dicermati adanya tanda
gawat janin atau posisi janin yang sungsang.Warna mekonium yang jernih merupakan tanda
bahwa janin telah masuk umur yang cukup.Apabila terjadi kekeruhan, patut dicurigai adanya
kegawatan janin yang dapat menyebabkan timbulnya Sindrom Aspirasi Mekonium.
Tanda gawat janin di antaranya adalah :
1. Takikardi/ bradikardi
2. Iregularitas denyut jantung janin
3. Adanya kekeruhan atau warna mekonium hijau
4. Gerakan janin yang semakin lama semakin lambat/lemah
5. Asidosis, dilihat dari analisis gas darah
Pemeriksaan fisik dan laboraatorium pada ibu hamil:
a. TOXOPLASMA = TOXOPLASMOSIS
Toxoplasma gondii adalah intracellular parasite yang dapat bertahan hidup dan
berkembang biak di dalam sel serta dapat bertahan terhadap reaksi imunologik dengan cara :
- Melapisi antigen permukaannya dengan protein pejamu sehingga dianggap sebagai
self dan dapat merubah antigen permukaan dalam siklus hidupnya.
- Dapat mencegah aktivasi dan lisis oleh komplemen dengan cara merubah susunan
biokimiawi permukaannya.
First half of pregnancy : dapat menyebabkan malformation pada CNS, micro cephali,
hydro cephalus dan perinatal mortality.
Second half of pregnancy : Ringan/asymtomatik, demam (flu like syndrome,
limpadenopati, servikal, aksila, namun tidak sakit. Gejala-gejala ini beberapa minggu
s/d bulan. Anemia, lekopenia, kadang lekositosis. Dapat terjadi Chorioretinitis dan
kelainan pada CNS setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian.
Congenital Toxoplasmosis : Anak hidup dengan kemunduran mental yang parah,
kejang-kejang, strabismus dan kebutaan.
Diagnosa Toxoplasmosis
Pemeriksaan parasit sangat rumit dan memakan waktu yang lama, yaitu dengan
cara :
1. Biopsi jaringan & pewarnaan HE dan Eosin juga dengan giemsa. Tujuannya untuk melihat
tachizoites (trophozoites) atau cysts (bradyzoites).
2. Kultur : Monocyte cell culture. Setelah 4 hari parasit di kultur maka dilihat dengan
immunofluorescence dengan anti-P30 monoclonal antibodi.
3. Dye-Test (Sabin-Felman) paling baik karena puncaknya dicapai lebih cepat dibawah dari 4
minggu dan menetap. Sensitivity dan spesitivity tinggi.
4. EIA (Enzyme-linked immunoassay). Deteksi IgM antibodi. Spesifik antibodi IgM
meninggi pada bulan ke 4 – 8 . Masalah yang dijumpai adalah interferensi dari rheumatoid
factor dan specific IgG antibodi.
5. IHA : Indirect Hemaglutinasi 4 – 10 minggu (titer meningkat atau sero konversi).
6. IFA : Indirect Florescent Antibody ( 2 – 4 bulan). Complement fixation 3 bulan pertama
7. ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay M E I A IgM, IgG dapat mencegah
positif palsu akibat kompetisi dengan antibody IgG specific maternal.
8. Dapat dideteksi dari cairan (CSF) dan ditentukan dengan pemeriksaan metode
Direct Immuno Florescent.
Pemeriksaan pada Masa Kehamilan
Serologi tes spesifik untuk toxo. gondii IgM antibodi petunjuk yang sangat baik
dalam mendiagnosa cong. dan acute acquired toxoplasmosis. IgM antibodi tidak bisa
menembus plasenta, sedangkan IgG dapat menembus plasenta. IgG pada bayi akan berkurang
dan habis yang didapat dari ibunya. Selanjutnya akan dibentuk sendiri pada usia 2-3 bulan
IgM tidak ditemukan pada bayi.
Diagnosa Toxoplasmosis pada bayi dipastikan dengan deteksi peningkatan IgG pada
bayi berumur 2-3 bulan dan 6 bulan, dimana pada waktu itu IgG dari Ibu sudah habis.
Serodiagnosis pada wanita hamil titer tunggal tidak mempunyai arti klinis, oleh karenanya
perlu 2x pengujian (2x) sedikitnya (secara serial). Serokonversi IgG dari negatif menjadi
positif memastikan Infeksi akut perimer. Kenaikan titer IgG yang bermakna adalah 4x pada
pemeriksaan serial, menunjukkan infeksi akut (parah).
IgA tidak pernah didapat pada fase kronis sedangkan IgM masih bisa dideteksi pada
fase ini. Jika IgM dan IgA positif di interpretasikan infeksi toxo. fase akut. Pada infeksi
kongenital pemeriksaan antibodi IgA dapat membantu. Anti P30 dapat dipakai sebagai
kriteria tambahan untuk memastikan Toxoplasmosis fase akut.
Profil pada bayi :
Jika infeksi pada TR III _ dijumpai IgA dan IgM pada bayi
Jika pada TR I _ Pada bayi tidak dijumpai IgM, tetapi titer hanya IgA meninggi.
RUBELLA
Termasuk RNA virus, penularan melalui sekresi saluran nafas. Sebelum ada imunisasi
Rubella terdapat umumnya pada anak - anak dan dewasa.
Patogenesis infeksinya secara umum transmisi melalui kontak langsung, kecuali CMV dapat
ditularkan lewat transfusi dan transplantasi.
Infeksi Rubella pada wanita hamil primary infection akan mengakibatkan severe damage
pada fetus. Masa inkubasi yaitu 2 – 3 minggu rata-rata ± 18 hari. Kelainan congenital
tergantung pada waktu terjadi infeksi ketika hamil. Infeksi pada bulan pertama kehamilan
dapat menyebabkan fetal malformation ± 50% – 80%, 25% pada bulan kedua dan 17% Pada
bulan ketiga. Congenital Rubella Syndrome dapat terjadi pada infeksi di trimester I
kehamilan. Kelainan-kelainan lain adalah CHD (PDA, VSD dan PT), cataracts,
chorioretinitis, microcephaly, mental retardation dan deafness.
Primary Rubella Infection pada penderita dari rubella dijumpai Antibodi IgM sesuai
dengan gejala klinis yang ada. Sedangkan pada Acute Primary Rubella Infection:
IgM : dapat dideteksi hampir pada 100% kasus yaitu pada hari 4-15 setelah
munculnya rash dan menurun setelah 36-70 hari, lalu menghilang setelah 180 hari.
Asymptomatic reinfection pada wanita hamil berbahaya untuk fetus, dengan
karakteristik IgG meninggi dan tidak dijumpai IgM, bisa ok IgM belum terdeteksi.
Pemeriksaan IgM ini tidak hanya untuk wanita hamil tapi perlu juga untuk wanita
yang belum hamil.
IgG : meningkat cepat pada hari ke 7 s/d 21 kemudian menurun, dan tetap tinggal
sebagai protection.
Metode pemeriksaan :
Hemaglutination inhibition
Passive Hemaglutination (PHA)
Indirect fluorescent immunoassay (IFA)
Enzyme immunoassay (EIA-IgM, IgG)
Radioimmunoassay
Cytomegalovirus = CMV
Termasuk DNA virus yang bisa dijumpai pada darah, urine, ASI dan dapat menular
melalui transfusi darah. Gejala pada wanita hamil biasanya Asimptomatik atau mild. Infeksi
pada wanita hamil dapat menyebabkan mental retardation, (Transplacental) Chorio Retinitis,
Hearing Loss, Neurologic Problema, dan Immuno Compromised.
Diagnosa
Karakteristik: - Lekositosis
- Lymphocytosis
- Abnormal liver function test
Definitive diagnosis dapat dilakukan dengan isolasi virus CMV dari urine dan darah dengan
terdeteksi IgM atau peningkatan titer IgG. Deteksi IgG antibodi bukan proteksi terhadap
CMV melainkan menandakan terjadinya infeksi kronik. Untuk mendeteksi CMV primer atau
sekunder dengan pemeriksaan serologi. Jika serokonversi dari negatif ke positif antara 2
sampel dengan jarak ± 2 minggu maka terjadi infeksi primer. Peningkatan titer antibodi ± 4x
pada sepasang sampel menandakan infeksi sekunder (reaktivasi CMV laten) atau infeksi,
atau akhir dari respon infeksi primer.
HERPES SIMPLEKS = HSV
Ada 2 tipe antigenik HSV-1 dan HSV-2. Replikasi dari virus dalam inti sel dan dapat
melisiskan sel yang terinfeksi. Transmisi daripada HSV-1 non venereal, tetapi dapat melalui
hand to mouth, and kissing (close contact). HSV-2 umumnya venereally transmited dan
selalu dijumpai pada bayi waktu proses kelahiran (perinatal transmission). Virus HSV tidak
bisa menembus plasenta.
HSV-1 : Vesicles-vesicles di sekitar mulut, acute ginggivostomatitis. Primary HSV-1
infection dapat menyebabkan follicular congjungtivitis dengan chemosis, edema dan
corneal ulcer. Herves labialis dan dendritic corneal ulcers paling sering merupakan
manifestasi recurren, HSV-1 infection. Pada keadaan parah dapat menyebabkan HSV
encephalitis.
HSV-2 Infection adalah infeksi pada genital dan dapat menyebabkan infeksi pada
bayi pada waktu proses kelahiran.Sebagian besar bayi mendapat infeksi HSV-2 pada
ibu hamil asymptomatic. Ulcerative lesion, pain fever, dysuria, Lymphadenopathy
selalu dijumpai.
Cara pemeriksaan :
1. Citology dan Histology
2. Immunoflourescence
3. Enzim Immuno Assay dan Immunoblotting
Pemeriksaan serologi : pemeriksaan yang paling baik dilakukan untuk menentukan adanya
infeksi HSV, juga untuk diagnosa primary infection jika titer antibodi terjadi peningkatan 4
kali atau lebih.
Pemeriksaan HbsAg
Hepatitis adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B
(VHB). Penyakit ini bisa menjadi acut atau kronis dan dapat pula menyebabkan radang hati,
gagal hati, serosis hati, kanker hati, dan kematian (Ling dan Lam, 2007).
Virus Hepatitis B berupa virus DNA sirkoler berantai ganda, termasuk family
Hepadnaviradae, yang mempunyai tiga jenis antigen. Ketiga jenis antigen tersebut yaitu
Antigen Surface Hepatitis (HbsAg) yang terdapat mantel (envelope virus), antigen ”cor’’
Hepatitis B (HbcAg) dan antigen ’’e’’ Hepatitis B (HbeAg) yang terdapat pada nucleocapsid
virus. Ketiga jenis antigen ini dapat merangsang timbulnya antibodi spesifik masing – masing
yang disebut anti HBs, anti HBc dan anti Hbe.
Bagian virus Hepatitis B terdiri dari selubung luar HbsAg, inti pusatnya (HbcAg),
pembawa sifat (DNA), dan enzim pelipat ganda DNA (DNA polimerase) dan serpihan virus
(HbeAg). HbsAg telah diidentifikasi dalam darah dan produk darah, saliva, cairan
serebrospinal, peritoneal, pleural, cairan sinovial, cairan amnion, semen, sekresi vagina, dan
cairan tubuh lainnya.
Penularan melalui perkutaneus meliputi intra vena, intra muscular, subcutan atau
intra dermal (Chin, 2000). Penularan non perkutaneus melalui ingesti oral telah dicatat
sebagai jalur pemajanan potensial tetapi efisiensinya cukup rendah. Penularan perinatal
terutama ditemukan pada bayi yang dilahirkan carrier HbsAg atau ibu yang menderita
Hepatitis B selama kehamilan trimester ketiga atau selama periode awal pasca partus.
Meskipun kira-kira 10% dari infeksi dapat diperoleh in utero, bukti epidemiologik memberi
kesan bahwa hampir semua infeksi timbul kira-kira pada saat persalinan dan tidak
berhubungan dengan proses menyusui. Pada hampir semua kasus, infeksi acut pada neonatus
secara klinis asimtomatik, tetapi anak itu kemungkinan menjadi seorang carrier HbsAg
(Isselbacher, 2000).
Pemeriksaan Gula Darah
Ibu penderita diabetes termasuk ibu yang berisiko tinggi pada saat kehamilan baik
untuk dirinya sendiri maupun untuk bayi yang dikandung. Segera setelah lahir terjadi
pemutusan aliran darah ibu ke janin, akibatnya suplai glukosa dari ibu juga terhenti. Namun,
insulin masih tetap diproduksi oleh pankreas bayi sebagai adaptasi terhadap kondisi
hiperglikemia sebelumnya. Hal ini yang menyebabkan hipoglikemia pada bayi yang baru
lahir. Ibu diabetes, khususnya tipe 1 (ketergantungan insulin, usia muda), adalah resiko
tinggi bagi bayi. Hal ini disebabkan karena saat persalinan kadar insulin yang tinggi pada
bayi (sebagai akibat dari tereksposnya bayi dengan kadar gula tinggi selama kehamilan) tidak
hanya menurunkan kadar gula darahnya, namun juga menghalangi tubuhnya membentuk
badan keton, asam laktat dan asam lemak bebas. Untuk itu bayi perlu dipantau dan mungkin
memerlukan infus untuk mempertahankan kadar gula darahnya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada ibu hamil dilakukan dengan pemeriksaan lengkap yang
bertujuan untuk mendeteksi masalah fisik yang mempengaruhi kehamilan ibu. Pemeriksaan
fisik yang meliputi :
a. pengkajian pada tanda-tanda vital
b. istem kardiovaskuler
c. sistem muskuloskletal
d. sistem neurologi
e. sistem integumen
f. sistem endokrin
g. istem gastrointestinal
h. sistem urinarius
i. sistem reproduksi
Pemeriksaan fisik pada status generalis/pemeriksaan umum : penilaian keadaan umum,
kesadaran, komunikasi/kooperasi. Tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan),
tinggi/berat badan. Kemungkinan resiko tinggi pada ibu dengan tinggi < 145 cm, berat badan
< 45 kg atau > 75 kg. Batas hipertensi pada kehamilan yaitu 140/90 mmHg (nilai diastolik
lebih bermakna untuk prediksi sirkulasi plesenta). Mata konjungtiva pucat/tidak, sklera
ikterik/ tidak. Mulut/THT dengan ada tanda radang/tidak, lendir, perdarahan gusi, gigi-geligi.
Paru/jantung/abdomen. Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi umum. Ekstremitas diperiksa
terhadap edema, pucat, sianosis, varises, simetri (kecurigaan polio, mungkin terdapat
kelainan bentuk panggul). Jika ada luka terbuka atau fokus infeksi lain harus dimasukkan
menjadi masalah dan direncanakan penatalaksanaannya (Yani, 2006). Demam pada ibu
sebelum melahirkan dapat berpengaruh pada janin yang dikandung. Jika demam tidak
ditangani dengan benar, bayi dalam kandungan ibu bisa menderita sepsis. Begitu pula dengan
tekanan darah ibu. Jika tekanan darah tinggi ibu tidak terkontrol dapat menyebabkan
eclampsia dan asfiksia pada bayi yang dikandung.
JUMP 4. Menginventarisasipermasalahan-permasalahan dan membuat pernyataan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan-permasalahan pada langkah 3.
JUMP 5. Merumuskan Tujuan Pembelajaran :
1. Menjelaskan fisiologi fetus dan neonatus.
2. Menjelaskan perubahan dari lingkungan intrauterin ke ekstrauterin (regulasi suhu,
penyesuaian kardiovaskuler dan respirasi).
3. Menjelaskan kriteria normal bayi baru lahir.
4. Menjelaskan hubungan riwayat kesehatan dan kehamilan ibu terhadap bayi baru lahir.
5. Menjelaskan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir
6. Menjelaskan perbedaan angka normal pemeriksaan tanda vital pada neonatus, anak,
dan dewasa.
7. Menjelaskan perawatan neonatal esensial pada saat lahir.
8. Menjelaskan terjadinya sepsis pada bayi baru lahir
9. Menjelaskan fisiologi laktasi.
10. Menjelaskan langkah-langkah resusitasi pada bayi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Fisiologi Fetus dan Neonatus
1. Fetus
Organ – organ pada fetus mulai berkembang sejak 1 bulan setelah fertilisasi, dan
selama 2 bulan berikutnya, sebagian besar organ telah selesai dibentuk. Pembentukkan organ
ini terjadi pada trisemester pertama dan disebut dengan organogenesis. Mulai trisemester
berikutnya, organ – organ pada fetus sudah sama dengan neonatus, namun perkembangan
selularnya belum sempurna. Pada trisemester ini, terjadi penyempurnaan fungsi organ –
organ tubuh fetus. Walaupun demikian, beberapa organ tertentu belum sempurna bahkan saat
lahir, seperti sistem saraf, hati, dan ginjal.
Jantung manusia mulai berdenyut selama minggu ke-4 setelah fertilisasi, berkontraksi
65 x/menit dan meningkat 140 x/menit sebelum lahir. Sel darah merah berinti mulanya
dibentuk dalam yolk sac. Lapisan mesotelial plasenta mulai menghasilkan sel darah merah
berinti mulai minggu ke-3. Hal ini akan diikuti pembentukan sel darah merah tak berinti oleh
mesenkim fetus dan endotelium pembuluh darah fetus pada minggu ke-4 dan ke-5. Kira –
kira mulai minggu ke-10, hati mulai membentuk sel - sel darah dan pada bulan ke-3, limpa
dan jaringan limfoid tubuh mulai membentuk sel darah. Sumsum tulang juga mulai
membentuk sel darah merah dan sel darah putih kira – kira bulan ke-3. Pada 3 bulan terakhir
kehidupan fetus, secara perlahan – lahan produksi sel darah diambil alih oleh sumsum tulang,
kecuali pembentukan sel – sel limfosit dan plasma oleh jaringan limfoid. Pernafasan tidak
dapat terjadi selama kehidupan fetus karena gerakan pernafasan fetus dihambat. Hal ini
mungkin disebabkan (1) kondisi kimia khusus yang terdapat dalam cairan tubuh fetus, (2)
terdapatnya cairan dalam paru fetus, (3) kemungkinan rangsangan yang tidak diketahui.
Penghambatan ini bertujuan supaya paru – paru fetus tidak terisi oleh mekonium.
Sebagian besar refleks kulit pada fetus terbentuk pada bulan ke-3 sampai ke-4 kehamilan.
Akan tetapi, fungsinya tetap belum berkembang bahkan saat lahir. Mielinisasi susunan saraf
pusat menjadi sempurna setelah 1 tahun kehidupan postnatal. Fetus mencerna dan
mengabsorbsi sejumlah besar cairan amnion selama pertengahan masa kehamilan. Pada 2
sampai 3 bulan terakhir kehamilan, fungsi gastrointestinal sudah mendekati fungsi normal
neonatus. Di dalam traktus gastrointestinal sudah dihasilkan mekonium secara terus menerus
dan dieksresikan ke cairan amnion. Mekonium sendiri merupakan residu cairan amnion dan
sebagian dari produk – produk ekskretoris dari mukosa dan kelenjar – kelenjar
gastrointestinal. Ginjal fetus mampu mengeksresikan urin paling sedikit selama akhir
pertengahan kehamilan, dan urinasi secara normal terjadi in utero. Akan tetapi, fungsi ginjal
sebagai kontrol keseimbangan asam basa dan keseimbangan cairan elektrolit belum
sempurna, bahkan saat lahirpun, fungsi ginjal masih belum sempurna. Dibutuhkan kira – kira
beberapa bulan untuk mencapai kesempurnaan fungsi ginjal.
(Guyton and Hall, 1997)
2. Neonatus
Kehidupan intrauterin dengan kehidupan ekstrauterin tentu saja berbeda. Janin saat
masih dalam kandungan masih ditopang oleh ibu melalui plasenta. Ketika kelahiran, terjadi
pemutusan hubungan plasenta dengan ibu, yang berarti hilangnya dukungan terhadap
metabolisme janin. Dalam keadaan seperti ini terjadi beberapa peristiwa penting :
1. Mulai bernafasnya neonatus. Ada beberapa faktor yang menyebabkan bayi baru lahir
secara spontan bernafas :
a. Pada ibu yang melahirkan pervaginam terjadi kompresi pada toraks janin. Hal ini
menyebabkan terjadinya ekspulsi cairan dalam paru keluar dan kemudian terisi udara.
b. Akibat terputusnya ibu dengan plasenta menyebabkan terjadinya asfiksia ringan. Hal
ini akan memberikan impuls pada pusat – pusat pernafasan untuk mulai bernafas.
c. Adanya rangsangan dingin, terutama pada bagian wajah yang akan merangsang pusat
pernafasan.
d. Pada bayi yang terlambat bernafas, terjadi hipoksia dan hiperkapnea yang juga akan
memberikan stimulus tambahan terhadap pusat pernafasan.
Tekanan negatif yang kuat diperlukan neonatus untuk pertama kali bernafas. Setelah
paru – paru mengembang, hanya dibutuhkan sedikit tekanan untuk mengambang dan
mengempiskan paru – paru. Selain itu, cairan surfaktan juga diperlukan untuk menurunkan
tegangan permukaan, sehingga dapat mempermudah pengembangan dan pengempisan paru –
paru. Pada bayi – bayi prematur, terjadi kesulitan bernafas karena cairan surfaktan belum
diproduksi banyak. Akibatnya pada bayi – bayi prematur terjadi kesulitan bernafas.
2. Penyesuaian sirkulasi saat kelahiran
Pada saat lahir terjadi perubahan sirkulasi dari sirkulasi fetus ke sirkulasi normal.
Perubahan tersebut menyebabkan penutupan beberapa lubang, yang pada fetus masih terbuka,
yaitu :
a. Penutupan foramen ovale
Penutupan foramen ovale terjadi karena tekanan atrium kanan menjadi rendah
sedangkan tekanan atrium kiri menjadi tinggi. Hal ini menyebabkan darah mencoba
mengalir balik ke atrium kanan melalui foramen ovale. Akibatnya, katup kecil di atas
foramen ovale di sebelah kiri septum atrium akan menutup ostium ini.
b. Penutupan duktus arteriosus
Penutupan duktus arteriosus karena peningkatan resistensi sistemik sehingga terjadi
peningkatan tekanan aorta sementara terjadi penurunan resistensi paru sehingga
menurunkan tekanan arteri pulmonalis. Akibatnya darah mengalir balik dari aorta ke
arteri pulmonalis. Akan tetapi, beberapa jam kemudian, dinding otot duktus arteriosus
mengalami konstriksi sehingga dalam waktu 1 – 8 jam aliran darah balik sudah
berhenti. Setelah 1 – 4 bulan, duktus arteriosus menutup secara anatomis karena
pertumbuhan jaringan fibrosa dalam lumen duktus
c. Penutupan duktus venosus
Penutupan duktus venosus terjadi karena kontraksi yang kuat dari duktus ini sehingga
aliran darah akan mengalir ke vena porta kemudian aliran darah ini akan masuk ke
sinus – sinus di hati.
3. Fungsi ginjal
a. Kecepatan asupan dan ekskresi cairan pada bayi 7 kali lebih besar dari orang dewasa
berkaitan dengan berat badan.
b. Kecepatan metabolisme bayi 2 kali lebih besar dari orang dewasa berkaitan dengan
berat badan.
c. Perkembangan fungsional ginjal belum sempurna sampai akhir bulan pertama
kehidupan.
Oleh karena itu, pada bayi sering terjadi dehidrasi, asidosis, dan bahkan kelebihan cairan
(edema).
4. Fungsi hati
Selama beberapa hari pertama kehidupan, fungsi hati masih belum optimal, karena:
a. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat oleh hati neonatus berlangsung buruk dan
oleh karena itu hanya menyekresikan sedikit bilirubin selama beberapa hari pertama
kehidupan.
b. Pembentukan protein plasma oleh hati neonatus mengalami defisiensi, sehingga
konsentrasi protein plasma menurun menjadi 15% – 20%. Bahkan kadang – kadang
konsentrasi protein turun sangat rendah sampai bayi mengalami edema
hipoproteinemia.
c. Fungsi glukoneogenesis hati secara khusus mengalami defisiensi. Akibatnya, kadar
glukosa darah pada neonatus yang tidak diberi makan akan turun sampai sekitar 30 – 40
mg/dl, dan bayi harus bergantung pada simpanan lemak untuk energinya sampai
pemberian makanan yang cukup.
d. Hati neonatus biasanya juga membentuk sangat sedikit faktor – faktor yang dibutuhkan
darah untuk koagulasi darah normal.
5. Pencernaan, absorpsi, metabolisme energi makanan, dan nutrisi.
Pada umumnya pencernaan neonatus dengan anak yang lebih tua sudah sama. Namun
demikian, ada beberapa hal yang membedakan, yaitu :
a. Sekresi amilase pankreas masih kurang, sehingga neonatus kurang kuat dalam mencerna
zat tepung.
b. Absorpsi lemak masih kurang, sehingga susu dengan kandungan lemak yang tinggi,
seperti susu sapi, seringa diabsorpsi kurang baik.
c. Akibat fungsi hati yang belum sempurna, kadar glukosa darah neonatus tidak stabil dan
biasanya rendah.
d. Neonatus secara khusus mampu mensintesis dan menyimpan lemak. Sehingga dengan
diet yang adekuat, sebanyak 90% dari asam amino akan dicerna untuk digunakan
sebagai pembentukan protein tubuh. Ini lebih tinggi dari orang dewasa.
(Guyton and Hall, 1997 dan Meadow, Roy dan Simon Newell, 2002)
B. Adaptasi Kehidupan Intrauterin ke Ekstrauterin
a) Adaptasi Sistem Kardiovaskuler
Sirkulasi fetus
Darah dari plasenta mengalir menuju vena umbilikalis, sebagian darah
langsung menuju vena cava inferior, sebagian lagi melewati sirkulasi vena porta
kemudian begabung lagi menuju vena cava inferior. Darah selanjutnya masuk ke
atrium kanan dan sebagian besar langsung menuju ke atrium kiri melalui foramen
ovale, selanjutnya ke ventrikel kiri, aorta ascendens an sirkulasi koroner. Dengan
demikian sirkulasi otak dan koroner mendapatkan darah dengan tekanan oksigen yang
cukup.
Sebagian kecil darah dari vena cava inferior masuk ke ventrikel kanan. Pada
masa fetal hanya ada 12-15% darah dari ventrikel kanan yang memasuki paru,
selebihnya melewati duktus arteriosus menuju aorta descenden bercampur dengan
darah dari aorta ascenden.
Sirkulasi bayi baru lahir
Saat lahir, adanya rangsangan kimia, rangsangan fisik melalui jalan lahir dan
rangsangan termis menyebabkan terjadinya proses tarikan napas pertama dan tangisan
pertama. Paru-paru megembang, membersihkan cairan paru dan digantikan oleh
udara. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan tiba-tiba pada atrium kanan dan
mengakibatkan penutupan foramen ovale. Penurunan tekanan atrium kanan juga
dibantu oleh oklusi ductus venosus dan penutupan ductus arteriosus.
Pernapasan spontan dan teratur menandakan berfungsinya paru bayi dan
berhentinya fungsi plasenta. Arteri pulmonalis mendapatkan darah dari ventriel kanan
dan terdapat dilatasi pembuluh darah alveoli dan terjadi penurunan tahanan vascular
pulmonal. Penjepitan dan pengikatan tali pusat akan menurukan tahanan sirkuit
vaskular plasenta dan menyebabkan peningkatan total tahanan vaskular sistemik yang
akan meningkatkan tekanan ventrikel kiri dan aorta.
b) Adaptasi Sistem Respirasi
Respirasi fetus
Selama 24 minggu kehamilan, sel alveolus mulai memproduksi surfaktan. Selanjutnya
surfaktan akan melapisi dinding alveolus sehinggamenimbulkan tegangan permukaan.
Tanpa surfaktan, paru-paru menjadi tidak stabil sehingga dapat kolaps. Suplai oksigen
yang diperlukan oleh fetus didapatkan dari plasenta ibu.
Respirasi bayi baru lahir
Ketika bayi baru lahir terjadi aerasi dari paru-paru. Cairan yang semula mengisi paru
akan diganti dengan udara yang mengandung oksigen. Cairan tersebut diresorbsi
sendiri oleh bayi. Ekspansi paru saat bernapas dan peningkatan tekanan oksigen
alveoli menyebabkan penurunan resistensi vaskuler paru dan peningkatan aliran darah
paru. Hal ini menyebabkan alveoli terisi lebih banyak oksigen. Pada saat ini fungsi
plasenta sebagai pemasok oksigen akan digantikan oleh paru-paru bayi.
c) Adaptasi Sistem Thermoregulasi
Pada janin, suhu tubuhnya akan tetap stabil karena tidak terdapat banyak pengaruh
dari suhu lingkungan. Namun bayi baru lahir sangat mudah mengalami perubahan
suhu karena permukaan tubuh bayi yang lebih luas sehingga bayi yang terpapar dingin
akan lebih banyak menggunakan energi agar mendapatkan kehangatan. Suhu tubuh
normal bayi antara 36,5 sampai 37,5oC. Suhu tubuh diatur dengan menyeimbangkan
produksi panas terhadap kehilangan panas. Kegagalan sistem thermoregulasi secara
umum disebabkan kegagalan hipotalamus alam menjalankan fungsinya. Hipoksia
intrauterin, saat persalinan maupun post partum, berat bayi lahir rendah, defek
neurologik dan paparan obat prenatal seperti analgesik dan anastesi dapat menekan
respons neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya.
Apabila terjadi paparan dingin, terdapat respon fisiologis tubuh untuk mendapatkan
panas, yaitu:
a. Shivering Thermoregulation
Merupakan mekanisme tubuh untuk menggigil atau gemetar akibat kontraksi otot
untuk menghasilkan panas.
b. Non-shivering thermoregulation
Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis
untuk melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat sehingga akan
meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.
c. Vasokonstriksi perifer
Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan mencegah
hilangnya panas yang tidak berguna.
C. Kriteria Normal Bayi Baru Lahir
Kriteria Normal Bayi Baru Lahir
Yang perlu diperhatikan Keadaan normal
1. Tonus dan aktivitas
2. Kulit
3. Pernapasan dan tarikan dinding dada bawah ketika menangis
Bayi sehat akan menangis dan bergerak aktif
Wajah, bibir dan selaput lendir, dada harus berwarna merah muda, tanpa adanya kemerahan atau bisul
Frekuensi napas normal 40 – 60 kali per menit
4. Denyut jantung
5. Suhu bayi (axilla)
6. Berat bayi
7. Panjang bayi
8. Lingkar kepala bayi
Tidak ada tarikan dinding dada bawah yang dalam
Frekuensi denyut jantung normal 120 – 160 kali per menit
Normal 36,5 – 37,5 oC
Normal 2500 – 4000 gram
Normal 48 – 52 cm
Normal 33 – 37 cm
D. Hubungan Riwayat Kesehatan dan Kehamilan Ibu terhadap Bayi Baru Lahir
Dalam skenario, riwayat kesehatan ibu menunjukkan:
1. Vital Sign normal
Vital sign meliputi tekanan darah, denyut nadi, suhu, dan pernapasan. Vital sign yang
abnormal dapat menunjukkan keabnormalan fungsi system organ vital tertentu,
misalkan pasien dengan penyakit jantung. Dalam masa kehamilan, frekuensi rata-rata
denyut nadi dapat mencapai 88 kali per menit dalam kehamilan 34-36 minggu.
Apabila Ibu hamil memiliki riwayat penyakit jantung, maka jantung yang abnormal
ini tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan kecepatan ini.
2. Pemeriksaan TORCH negative, HbsAg negative, dan gula darah normal.
Pemeriksaan TORCH dan HbsAg digunakan untuk menilai adanya virus Toxoplasma,
Rubela, Herpes, CMV, dan Hepatitis B dalam tubuh Ibu hamil. Hal ini diperlukan
karena virus dapat melintasi plasenta dan dapat berdampak buruk bagi janin, misalnya
dapat mengakibatkan stress pada fetus.
Gula darah digunakan untuk menilai kadar glukosa dalam darah Ibu. Hal ini
diperlukan untuk menghindari penyakit Diabetes Melitus yang dapat menyebabkan
Berat Bayi lahir berlebih, hipoglikemia pada bayi yang dilahirkan, serta stres pada
fetus. Stres pada fetus dapat mengakibatkan keluarnya mekonium ketika masih fetus
dan dapat mengakibatkan keadaan yang lebih fatal, misalnya MAS.
(Prawirohardjo, 2008)
Sementara itu, riwayat kehamilan ibu menunjukkan:
1. ANC (antenatal care) yang tidak teratur
Tujuan dari ANC adalah mempersiapkan fisik dan mental Ibu hamil sebaik-baiknya,
menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan, dan masa nifas, sehingga
keadaan postpartum sehat secara fisik dan mental. Ketidakteraturan ANC
mengakibatkan tujuan-tujuan tersebut tidak dapat tercapai secara maksimal.
(Prawirohardjo, 2008)
2. Ketuban pecah 24 jam
Ketuban yang pecah kurang dari atau 8 jam disebut sebagai ketuban pecah dini. Salah
satu fungsi ketuban (amnion) adalah sebagai pelindung fetus terhadap agen
penginfeksi pada jalan lahir. Sehingga bila ketuban pecah lebih cepat, maka fetus
lebih lama terpapar oleh agen-agen yang dapat berpotensi menginfeksi. (Meadow, et
al, 2005)
3. Riwayat demam sebelum melahirkan
Riwayat demam makin memperparah keadaan ketuban yang pecah dini, karena
riwayat demam pada Ibu menandakan adanya agen asing/agen penginfeksi yang
masuk ke dalam tubuh ibu. (Meadow, et al, 2005)
E. Pemeriksaan Fisik Lengkap pada Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam keadaan telanjang di bawah lampu yang
terang yang berfungsi sebgai pemanas untuk mencegah kehilangan panas. Tangan serta alat
yang digunakan untuk pemeriksaan fisik harus bersih dan hangat. Pemeriksaan fisik pada
BBL dilakukan paling kurang tiga kali, yakni (1) pada saat lahir, (2) pemeriksaan yang
dilakukan dalam 24 jam di ruang perawatan, dan (3) pemeriksaan pada waktu pulang. Yang
harus dicatat pada pemeriksaan fisik adalah lingkar kepala, berat, panjang , kelainan fisik
yang ditemukan, frekuensi napas dan nadi, serta keadaan tali pusar.
1. Pemeriksaan di kamar bersalin
a. Menilai adaptasi
Perlu diperiksakan dikamar bersalin agar mengetahui apakah bayi memerlukan resusitasi atau
tidak. Bayi yang mungkin memerlukan resusitasi adalah bayi dengan pernapasan yang tidak
adekuat, tonus otot kurang, aada mekonium di dalam cairan amnion atau ahir kurang bulan.
Nilai APGAR juga masih dipakai untuk melihat keadaan bayi pada usia 1 menit dan 5 menit.
Cara menentukan nilai APGAR
Tanda 0 1 2
Laju jantung Tidak ada <100 >100
Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat
Tonus Otot Lumpuh Ekstremitas fleksi
sedikit
Gerakan aktif
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi berlawanan
Warna kulit Seluruh tubuh biru/
pucat
Tubuh kemerahan,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerahan
Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2
Nilai tertinggi adalah 10
₋ Nilai 7-10 menunjukkan bahwa by dalam keadaan baik
₋ Nilai 4 - 6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang & membutuhkan tindakan
resusitasi
₋ Nilai 0 – 3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius & membutuhkan resusitasi segera
sampai ventilasi
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai APGAR:
a. Pengaruh obat-obatan
b. Trauma lahir
c. Kelainan bawaan
d. Infeksi
e. Hipoksia
f. Hipovolemia
g. Kelainan prematur
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir dimulai dari pengukuran berat badan, panjang badan dan
lingkar kepalanya. Bayi baru lahir normal memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
₋ Berat badan 2500 – 4000 gram
₋ Panjang badan 48 – 52 cm
₋ Lingkar kepala 33 – 35 cm
₋ Lingkar dada 30 – 38 cm
Klasifikasi berat badan bayi baru lahir (Manuaba, 2007) :
Bayi dengan berat badan normal : 2.500 – 4.000 gram
Bayi dengan berat badan lebih : > 4.000 gram
Bayi dengan berat badan rendah : < 2.500 gram / 1.500 – 2.500 gram
Bayi dengan berat badan sangat rendah : < 1.500 gram
Bayi dengan berat badan ekstrim rendah : < 1.000 gram
b. Mencari kelainan kongenital
Pada anamnesis perlu ditanyakan apakah ibu menggunakan obat-obat teratogenik,
terkena radiasi atau infeksi virus pada trisemester pertama dan juga apakah ada kelainan
bawaan pada keluarga.disamping itu perlu diketahui apak ibu menderita penyakt yang dapat
mengganggu pertumbuha janin seperti diabetes melitus, asma bronkial dan sebagainya.
Sebelum memeriksa bayi perlu juga diperiksa cairan amnion, tali pusar dan plasenta. Pada
pemeriksaan cairan amnion perlu diukur volume. Hidramnion ( volume > 2000ml ) sering
dihubungkan dengan obstruksi traktus intestinalis bagian atas, anensefalus, bayi dari ibu
diabetes atau eklampsi, sedangkan oligohidramnion ( volume < 500 ml) dihubungkan dengan
agenesis ginjal bilateral atau sindrom potter. Pada pemeriksaan tali pusar diperhatikan
kesegaran, ada tidaknya simpul, dan apakah ada dua arteri dan satu vena. Pada pemeriksaan
plasenta diperhatikan adakah perkapuran, nekrosis dan sebgainya.pada bayi kembar dilihat
adanya satu atau dua korion dan anastomosis vaskular antara kedua korion. Bayi diperiksa
secara menyeluruh baik dari mulut, anus, kelainan garis tengah, serta jenis kelamin.
2. Pemeriksaan di ruang rawat
Pemeriksaan ini meliputi :
a. Aktivitas fsik
Keaktifan BBL dinilai dengan melihat posisi dan gerkan tungkai dan lengan. Pada BBL
cukup bulan yang sehat, ekstremitas berada dalam keadaan fleksi, dengan gerakan tungkai
serta lengan aktif dan simetris.
b. Tangisan bayi
Tangisan bayi dapat memberikan keterangan seperti tangisan melengking mengindikasikan
adanya kelainan neurologis, sedangkan tangisan yang lemah atau merintih terjadi pada bayi
yang kesulitan pernapasan.
c. Wajah BBL
Wajah BBL dapat menunjukkan kelainan yang khas seperti sindrom Down, sindrom Pierre-
Robin, sindrom de Lange, dan sebgainya.
d. Keadaan gizi
Dinilai dari berat dan panjang badan serta disesuaikan dengan umur kehamilan, tebal lapisan
sub kutis serta kerutan pada kulit.
e. Pemeriksaan suhu
Suhu tubuh BBL diukur pada aksila. Suhu BBL normal antara 36,5-37,50 C. Suhu meninggi
dapat ditemukan pada dehidrasi, gangguan serebral, infeksi atau kenaikan suhu
lingkungan.Apabila ekstremitas dingin dan tubuh panas emungknan besar disebabkan oleh
sepsis.
3. Pemeriksaan pada waktu memulangkan
Pada waktu memulangkan perlu diperhatikan :
a. Susunan saraf pusat : aktivitas bayi, ketegangan ubun-ubun.
b. Kulit : adanya ikterus, piodermia
c. Jantung : adanya bising yang baru timbul kemudian
d. Abdomen : adanya tumor yang tidak terdeteksi sebelumnya
e. Tali pusat : adanya infeksi
f. Diperhatikan juga apakah bayi sudah pandai menyusu dan ibu sudah mengerti cara
pemberian ASI yang benar
F. Perbedaan Angka Normal Pemeriksaan Tanda Vital pada Neonatus, Anak, dan
Dewasa
Adult vital signs
Pulse 60 to 100 beats per minute
Blood pressure 90 to 140 mmHg (systolic)60 to 90 mmHg (diastolic)
Respirations 12 to 20 breaths per minute
Child vital signs (age 1 to 8 years)
Pulse 80 to 100 beats per minute
Blood pressure 80 to 110 mmHg systolic
Respirations 15 to 30 breaths per minute
Infant vital signs (age 1 to 12 months)
Pulse 100 to 140 beats per minute
Blood pressure 70 to 95 mmHg systolic
Respirations 25 to 50 breaths per minute
G. Perawatan Neonatal Esensial pada Saat Lahir
1. Penilaian Awal
Untuk semua bayi baru lahir (BBL), dilakukan penilaian awal dengan menjawab 4
pertanyaan:
Sebelum bayi lahir:
Apakah kehamilan cukup bulan?
Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
Segera setelah bayi lahir,sambil meletakkan bayi di atas kain bersih dan kering yang
telah disiapkan pada perut bawah ibu, segera dilakukan penilaian berikut:
Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
Untuk BBL cukup bulan dengan air ketuban jernih yang langsung menangis atau
bernapas spontan dan bergerak aktif cukup dilakukan manajemen BBL normal.Jika bayi
kurang bulan (< 37 minggu/259 hari) atau bayi lebih bulan (≥ 42 minggu/283 hari) dan
atau air ketuban bercampur mekonium dan atau tidak bernapas atau megap-megap dan
atau tonus otot tidak baik dilakukan manajemen BBL dengan Asfiksia.
2. Pencegahan Kehilangan Panas
Saat lahir, mekanisme pengaturan suhu tubuh pada BBL, belum berfungsi sempurna.
Oleh karena itu, jika tidak segera dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas tubuh
maka BBL dapat mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermia, berisiko tinggi untuk
mengalami sakit berat atau bahkan kematian. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang
tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun
Neonatal vital signs (full-term, <28 days)
Pulse 120 to 160 beats per minute
Blood pressure >60 mmHg systolic
Respirations 40 to 60 breaths per minute
berada di dalam ruangan yang relatif hangat.Bayi prematur atau berat lahir rendah lebih
rentan untuk mengalami hipotermia. Walaupun demikian, bayi tidak boleh menjadi
hipertermia (temperatur tubuh lebih dari 37,5°C)
Mekanisme Kehilangan Panas
BBLdapat kehilangan panas tubuhnya melalui cara-cara berikut:
Evaporasi adalah kehilangan panas akibat penguapan cairan ketuban pada permukaan
tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri.
Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi
dengan permukaan yang dingin.
Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar
yang lebih dingin.
Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
3. Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat
Tali pusat diklem, dipotong dan diikat dua menit pasca bayi lahir.Sebelumnya ibu
disuntik oksitosin. Puntung tali pusat sebaiknya tidak dibungkus atau dioleskan cairan.
Mengoleskan alkohol atau povidon yodium masih diperkenankan apabila terdapat tanda
infeksi,tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat basah atau lembab.
Luka tali pusat dijaga tetap kering dan bersih, sampai sisa tali pusat mengering dan
terlepas sendiri.
4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Prinsip pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin, eksklusif selama 6bulan
diteruskan sampai 2 tahun dengan makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan.
Pemberian ASI juga meningkatkan ikatan kasih sayang (asih), memberikan nutrisi
terbaik (asuh) dan melatih refleks dan motorik bayi (asah).
5. Pencegahan Perdarahan
Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna, maka semua bayi
akan berisiko untuk mengalami perdarahan tidak tergantung apakah bayi mendapat ASI
atau susu formula atau usia kehamilan dan berat badan pada saat lahir. Perdarahan bisa
ringan atau menjadi sangat berat, berupa perdarahan pada Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi ataupun perdarahan intrakranial.Untuk mencegah kejadian tersebut, maka pada
semua bayi baru lahir, apalagi Bayi Berat Lahir Rendah diberikan suntikan vitamin K1
(Phytomenadione) sebanyak 1 mg dosis tunggal, intra muskular pada antero lateral paha
kiri.
6. Pencegahan Infeksi Mata
Salep atau tetes mata untuk pencegahan infeksi mata diberikan segera setelah proses
IMD dan bayi selesai menyusu, sebaiknya 1 jam setelah lahir. Pencegahan infeksi mata
dianjurkan menggunakan salep mata antibiotik tetrasiklin 1%.
7. Pemberian Imunisasi
Imunisasi Hepatitis B pertama (HB 0) diberikan 1-2 jam setelah pemberian Vitamin K1
secara intramuskular. Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi
Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Penularan Hepatitis pada
bayi baru lahir dapat terjadi secara vertikal (penularan ibu ke bayinya pada waktu
persalinan) dan horisontal (penularan dari orang lain). Dengan demikian untuk mencegah
terjadinya infeksi vertikal, bayi harus diimunisasi Hepatitis B sedini mungkin.
8. Pemberian Identitas
Semua bayi baru lahir di fasilitas kesehatan harus segera mendapatkan tanda pengenal
berupa gelang yang dikenakan pada bayi dan ibunya untuk menghindari tertukarnya bayi,
sebaiknya dilakukan segera setelah IMD. Gelang pengenal berisi identitas nama ibu dan
ayah, tanggal, jam lahir dan jenis kelamin. Apabila fasilitas memungkinkan juga
dilakukan cap telapak kaki bayi pada rekam medis kelahiran.
9. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Hari pertama kelahiran bayi sangat penting. Banyak perubahan yang terjadipada bayi
dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar rahim.
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin jika terdapat kelainan
pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan,
sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di
fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.Waktu pemeriksaan BBL:
• Setelah lahir saat bayi stabil (sebelum 6 jam)
• Pada usia 6-48 jam (kunjungan neonatal 1)
• Pada usia 3-7 hari (kunjungan neonatal 2)
• Pada usia 8-28 hari (kunjungan neonatal 3)
10. Pemulangan Bayi Lahir Normal
Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan seharusnya dipulangkan minimal 24 jam setelah
lahir apabila selama pengawasan tidak dijumpai kelainan. Sedangkan pada bayi yang
lahir di rumah bayi dianggap dipulangkan pada saat petugas kesehatan meninggalkan
tempat persalinan. Pada bayi yang lahir normal dan tanpa masalah petugas kesehatan
meninggalkan tempat persalinan paling cepat 2 jam setelah lahir.Petugas melakukan
pemeriksaan lengkap untuk memastikan bayi dalam keadaan baik, dan harus
memberikan konseling tanda bahaya dan perawatan bayi baru lahir serta memberi tahu
jadwal kunjungan neonatus 1, 2 dan 3.
H. Sepsis Neonatorum
1.Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus pada bulan pertama kehidupan
dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat
berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai
sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari. Bakteri, virus, jamur,
dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007).Sepsis neonatorum
adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah kelahiran.
2.Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal ialah:
a. Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi kulit yang masih
imatur, dan lemahnya sistem imun,
b. Ketuban pecah dini (>18 jam),
c. Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi, misalnya khorioamnionitis,
infeksi saluran kencing, kolonisasi vagina oleh GBS, kolonisasi perineal dengan E. coli,
d. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau,
e. Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir,
f. Kehamilan kembar,
g. Prosedur invasif,
h. Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus,pipa endotrakheal,
i. Bayi dengan galaktosemi,
j. Terapi zat besi,
k. Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama,
l. Pemberian nutrisi parenteral,
m. Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan
n. Lain-lain misalnya bayi laki-laki terpapar 4x lebih sering dari perempuan
3.Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik.Tanda dan gejala
sepsis neonatorum yaitu: Tanda dan gejala umum meliputi hipertermia atau hipotermi bahkan
normal, aktivitas lemah atau tidak ada tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba; Tanda
dan gejala pada saluran pernafasan meliputi dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot
pernafasan,merintih, mengorok, dan pernafasan cuping hidung; Tanda dan gejala pada system
kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis; Tanda dan gejala pada
saluran pencernaan mencakup distensi abdomen, malas atau tidak mau minum, diare; Tanda
dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi refleks moro abnormal, iritabilitas, kejang,
hiporefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan tidak teratur; Tanda dan gejala
hematology mencakup tampak pucat, ikterus, patikie, purpura, perdarahan, splenomegali.
4.Diagnosis
Dari gejala-gejala klinis / manifestasi klinis
Sepsis neonatorum adalah infeksi yang masuk ke dalam tubuh secara langsung, yang dapat
menimbulkan gejala klinis yang berat. Penyebab sepsis neonatorum adalah bakteri gram
positif dan gram negatif, virus infeksi, dapat masuk secara hematogen, atau infeksi asenden.
Waktu masuknya infeksi dapat berlangsung sebagai berikut.
1. Sebelum in partu. Potensi infeksi neonatus dalam keadaan :
a. Ketuban pecah dini akibat infeksi asenden.
b. Akibat melakukan amniotomi.
c. Infeksi ibu sebelum persalinan.
d. Prematuritas akan lebih rentan terhadap infeksi
e. Pertolongan persalinan yang tidak bersih situasinya.
2. Pada saat in partu sebagai akibat bayi dengan berat badanlahir rendah/prematuritas
atau akibat alat resusitasi yang tidak steril.
3. Terdapat sumber infeksi (infeksi lokal).
4. Stomatitis,perlukaan badan.
5. Sumber infeksi kulit (furunkel).
Berdasarkan kejadiannya, infeksi sepsis neonatorum berlangsung dalam dua awitan berikut :
1. Awitan dini :
a. Gejala klinisnya tampak secara dini yaitu sekitar/sejak semula (rata-rata 48 jam
pertama).
b. Infeksi berkaitan dengan sumber pada ibunya saat proses persalinan.
c. Kumannya: stafilokokus (E. Coli, H. Infuenzae, Klebsiella, Monilia).
2. Awitan lanjut :
a. Gejala klinisnya tampak setelah7 hari, saat penderita telah pulang.
b. Sumber infeksinya: faktor lingkungan yang kotor dan infeksius, infeksi
nosokomial di rumah sakit.
c. Penyebab infeksinya : S. Aureus, stafilokokus grup beta, E. Coli monositogen.
d. Komplikasi berat : komplikasi susunan saraf pusat.
Diagnosis sepsis neoatorum sulit ditetapkan karena gejalanya tidak khas. Setiap perubahan
keadaan fisik atau gambaran darah neonatus dianggap terjadi infeksi sepsis neonatorum.
Diagnosis ditegakkan jika terdapat lebih dari satu kumpulan gejala berikut ini :
a. Gejala umum infeksi: tampak sakit, tidak man ruinum, suhu naik atau turun,
sklerena/skerederna.
b. Gejala gastrointestinal : terdapat diare, muntah, hepatomegali, splenomegali, atau
perut kembung.
c. Gejala paru : sianosis, apnea, atau takipnea.
d. Gejala kardiovaskular : terdapat takikardia, edema atau dehidrasi.
e. Gejala neurologic : letargi (tampak seperti mayat), peka rangsang atau kejang.
f. Gejala hematologis-laboratorium : ikterus, pendarahan bawah kulit, leukopenia, dan
leukosit kurang dari 5.000/mm3.
Pemeriksaan tambahan untuk memperkuat sepsis neonatorum adalah: KED meningkat,
trombositopenia, granulasi toksis vakuolisasi sel atau granulasi toksis, vakuolisasi nukleus
polimorf. Diagnosis pastinya ditegakkan bila dijumpai bakteri kuman dalam darah dan semua
cairan yang dikeluarkan oleh tubuh.
5.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk sepsis neonatorum ada tiga tahap yaitu sebagai beikut :
Perawatan umum :
1. Tindakan aseptik dengan cuci kama.
2. Pertahankan suhu tubuh sekitar 36,5-37ºC.
3. Jalan napas harus bersih, artinya jangan sampai ada gangguan napas.
4. Cairan diberikan dengan infus.
5. Lakukan perawatan bayi dan tali pusat dengan baik.
Medikamentosa :
1. Beri antibiotik kombinasi.
2. Evaluasi hasilnya 3-5 hari, bila tidak berhasil, ganti antibiotik.
3. Uji sensitivitas kuman sehingga antibiotik diberikan dengan tepat.
4. Antibiotik diberikan perpanjangan selama 7 hari setelah perbaikan secara klinis.
5. Simtomatik : pengobatan simtomatik diberikan dan sesuai dengan gejala klinisnya
(obat penurun panas, obat anti kejang). Transfusi darah sehingga Hb 11g%.
6. Pemantauan terhadap perawatan pasien adalah sebagai berikut :
7. Perhatikan keadaan umum, tanda-tanda vitalnya,
8. Perhatikan keseimbangan nutrisi dan cairan.
9. Evaluasi gambaran darahnya.
10. Persiapan alat darurat
Kriteria sembuh adalah keadaan umum membaik, gejala penyakit menghilang dan
didukung pemeriksaan laboraturium.
I. Konsep Rawat Gabung dan ASI
Rawat Gabung
a. Pengertian
Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan dalam sebuah ruangan kamar
atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya (Maryuni, 2009;
Rukiyah, 2010).
b. Tujuan rawat gabung
Tujuan rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin
kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan memahami caraperawatan bayi yang
benar seperti yang dilakukan oleh petugas, ibu mempunyai pengalaman dalam
merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di rumah sakit dan ibu memperoleh bekal
keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah pulang dari rumah sakit.
Indikasi ibu dan bayi yang dapat di rawat gabung
Bayi dan ibunya yang dapat dirawat gabung harus memenuhi syarat atau
kriteria antara lain : usia kehamilan >34 minggu dan berat lahir >1800 gram
(berarti berarti refleks menelan dan menghisapnya sudah membaik), nilai APGAR
pada lima menit pertama minimal 7, tidak ada kelainan kongenital yang
memerlukan perawatan khusus, tidak ada trauma lahir atau morbiditas lain yang
berat, dan bayi yang lahir dengan sectio caesarea yang menggunakan pembiusan
umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar, misalnya 4-6 jam
setelah operasi selesai. Apabila pembiusan secara spinal, bayi dapat segera
disusui.Apabila ibu masih mendapat infus, bayi tetap dapat disusui dengan bantuan
petugas, dan ibu dalam keadaan sehat (Prawirohardjo, 2008; Maryuni, 2009).
Kontraindikasi Rawat Gabung
Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan di
bangsal perawatan pasca persalinan.Akan tetapi, tidak semua bayi atau ibu dapat
segera dirawat gabung.Ibu yang tidak dapat melaksanakan rawat gabung adalah ibu
dengan kelainan jantung yang ditakutkan menjadi gagal jantung, ibu dengan
preklamsia dan eklamsia berat, ibu dengan penyakit akut yang berat, ibu dengan
karsionoma payudara, dan ibu dengan psikosis.Sedangkan bayi yang tidak dapat di
rawat gabung adalah bayi dengan berat lahir sangat rendah, bayi dengan kelainan
kongenital yang berat, bayi yang memerlukan observasi atau terapi khusus (bayi
kejang, sakit berat) (Prawirohardjo, 2008).
c. Manfaat Rawat Gabung
1. Secara fisiologis, rawat gabung memberikan kesempatan pada ibu untuk ekat
dengan bayinya, sehingga bayi dapat segera disusui dan frekuensi ibu memberi
ASI akan lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, di
mana bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Hal ini akan
menimbulkan refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI. Selain
itu, ibu dengan menyusui akan mengalami refleks oksitosin yang akan
membantu proses fisiologis involusi rahim (Mappiwali, 2008; Suradi dan
Kristina, 2004).
2. Secara psikologis, Ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early infant-
mother bonding) karena adanya sentuhan badan antara ibu dan bayinya. Hal ini
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis bayi
karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak
dibutuhkan oleh bayi .
3. Secara edukatif, ibu akan diajari cara menyusui yang benar, cara merawat
payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi (Mappiwali, 2008).
Keterampilan ini diharapkan dapat menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi
dan dirinya sendiri setelah pulang dari rumah sakit dan di samping pendidikan
bagi ibu, dapat juga dipakai sebagai sarana pendidikan bagi keluarga, terutama
suami, dengan cara mengajarkan suami cara merawat ibu dan bayi. Suami akan
termotivasi untuk memberi dorongan moral bagi istrinya agar mau menyusui
bayinya (Prawirohardjo, 2008).
4. Secara ekonomi, rawat gabung memungkinkan ibu untuk memberikan ASI
sedini mungkin. Bagi rumah bersalin terutama rumah sakit pemerintah, hal
ersebut merupakan suatu penghematan anggaran pengeluaran untuk pembelian
susu formula, botol susu, dot serta peralatan lain yang dibutuhkan. Lama
perawatan ibu menjadi lebih pendek karena involusi rahim terjadi lebih cepat
dan infeksi nosokomial dapat dicegah atau dikurangi, berarti penghematan biaya
bagi rumah sakit maupun keluarga ibu (Mappiwali, 2008; Suradi dan Kristina,
2004).
5. Secara medis, pelaksanaan rawat gabung akan menurunkan terjadinya infeksi
nosokomial pada bayi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu
maupun bayi (Mappiwali, 2008; Prawirohardjo, 2008).
Fisiologi Laktasi
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat komplek antara rangsangan
mekanik, saraf, dan bermacam-macam hormone. Pengaturan hormon terhadap pengeluaran
ASI, dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
Masa Kehamilan Pada awal kehamilan terjadi perningkatan yang jelas dari duktus
yang baru ,percabangan-percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi oleh hormon-
hormon plasenta dan korpus luteum. Hormon yang kurang berperan adenohipofise
adalah hormone ini terjadi pertumbuhan percabangan-percabangan dan penuh.
Sehingga besar payudara selalu tambah pada tiap siklus ovulasi mulai dari permulaan
mentruasi plasenta dan korpus luteum. Hormon yang membantu mempercepat
pertumbuhan plasenta, korionik gonadotropin,insulin ,kortisol hormone tiroid,
parathyroid, dan hormon pertumbuhan.
Pada 3 bulan Kehamilan Prolaktin dari adenohipofise/hipofise anterior mulai
merangsang kelenjar air susu untuk menghasilkan air susu yang disebut kolostrum.
Pada masa ini kolostrum masih di hambat oleh estrogen dan progesteron. tetapi
jumlah prolaktim meningkat hanya aktifitas dalam pembuatan kolostrum yang
ditekan.
Pada Trimester kedua Kehamilan Laktogen plasenta mulai merangsang
pembentukan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan hormone-hormon terhadap
pengeluaran air susu telah didemontrasikan kebenararannya bahwa seorang ibu yang
melahirkan bayi berumur 4 bulan dimana bayinya meninggal , tetap keluar kolostrum.
Pembentukan Air Susu
Pembentukan air susu sangat dipengaruhi oleh hormon prolaktin dan kontrol laktasi serta
penekanan fungsi laktasi. Pada seorang ibu yang menyusui dikenal 2 refleks yang masing-
masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu refleks prolaktin dan refleks
“Letdown”
Refleks prolaktin.
Seperti telah dijelaskan bahwa menjelang akhir kehamilan terutama hormon prolaktin
memagang peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas,
karena aktifitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang kadarnya
memang tinggi. Setelah partus berhubung lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya
korpus luteum maka estrogen dan progesteron sangat berkurang, ditambah lagi
dengan adanya isapan bayi yang merangsang puting susu dan kalang payudara, akan
merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang befungsi sebagai reseptor mekaink.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medula spinalis dan
mesensephalon. Hipotalamus akan menekan prolaktin dan sebaliknya merangsang
pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin. Faktor-faktor yang
memacu sekresi prolaktin akan merangsang adenohipofise (hipofise anterior)
sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsan sel-sel alveoli yang berfungsi untuk
membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu yang menyusui akan menjadi normal 3
bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan
ada peningkatan prolaktin walaupun ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu
tetap berlangsung.
Pada ibu yang melahirkan anak tetapi tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi
normal pada minggu ke 2-3. Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan meningkat
dalam keadaan-keadaan seperti, pengeluaran faktor-faktor yang menghambat :
stres atau pengaruh psikis
anastesi
operasi
rangsangan puting susu
hubungan kelamin
obat-obatan tranqulizer hipotalamus seperti reserpin, klorpromazin,fenotiazid.
Refleks letdown (milk ejection reflex).
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan yang
berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise (hipofise posterior)
yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut
menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi
involusi dari organ tersebut. Oksitosin yang sampai pada alveoli akan mempengaruhi
sel mioepitelium. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat dari
alveoli dan masuk ke sistem duktulus yang untuk selanjutnya mengalir melalui duktus
laktiferus masuk kemulut bayi.
Faktor-faktor yang meningkatkan refleks letdown adalah:
melihat bayi
mendengarkan suara bayi
mencium bayi
memikirkan untuk menyusui bayi
Pemeiharaan Pengeluaran Air Susu
Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofise akan mengatur kadar prolaktin
dan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon ini sangat perlu untuk pengeluaran
permulaan dan pemeliharaan penyediaan air susu selama menyusui. Proses menyusui
memerlukan pembuatan dan pengeluaran air susu dari alveoli ke sistem duktus.
Bila susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi darah kapiler
yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui. Berkurangnya rangsangan
menyusui oleh bayi misalnya bila kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang
kurang da singkatnya waktu menyusui ini berarti pelepasan prolaktin dari hipofise
berkurang, sehingga pembuatan air susu berkurang, karena diperlukan kadar prolaktin
yang cukup untuk mempertahankan pengeluaran air susu mulai sejak minggu pertama
kelahiran.
MEKANISME MENYUSUI
Bayi yang sehat mempunyai 3 refleksi intrinsik, yang diperlukan untuk berhasilnya menyusui
seperti:
Refleksi mencari (Rooting reflekx). Payudara ibu yang menempel pada pipi atau
derah sekeliling mulut merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari
pada bayi. Ini menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu yang menempel
tadi diikuti dengan membuka mulut dan kemudian puting susu ditarik masuk ke dalam
mulut.
Refleks mengisap (Sucking reflex) Tehnik menyusui yang baik adalah apabila
kalang payudara sedapat mungkin semuanya masuk ke dalam mulut bayi, tetapi hal
ini tidak mungkin dilakukan pada ibu yang kalang payudaranya besar. Untuk itu maka
sudah cukup bila rahang bayi supaya menekan sinus laktiferus yang terletak di puncak
kalang payudara di belakang puting susu.
Refleks menelan (Swallowing reflex). Pada saat air susu keluar dari puting susu,
akan disusul dengan gerakan mengisap (tekanan negatif) yang ditimbulkan oleh otot-
otot pipi, sehingga pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan
mekanisme menelan masuk ke lambung. Keadaan akan terjadi berbeda bila bayi
diberisusu botol di mana rahang mempunyai peranan sedikit di dalam menelan dot
botol, sebab susu dengan mudah mengalir dari lubang dot. Dengan adanya gaya berat,
yang disebabkan oleh posisi botol yang dipegang ke arah bawah dan selanjutnya
dengan adanya isapan pipi (tekanan negatif) kesemuanya ini akan membantu aliran
susu, sehingga tenaga yang diperlukan oleh bayi untuk mengisap susu menjadi
minimal.
PEMELIHARAAN LAKTASI
Hingga saat ini, ASI merupakan makanan bayi paling balk hingga bayi berusia 6
bulan. Kandungan kompleks pada ASI relatif mudah dicerna, tangos dibutuhkan bayi,
dan tak tergantikan oleh susu formula mana pun.
Kualitas ASI bisa menurun bila status gizi ibu memburuk. Jika terus menerus
berlanjut, kebutuhan gizi buah hati bisa tidak terpenuhi secara maksimal. Untuk
meningkatkan kualitas dari produksi ASI, berikut tips yang bisa diterapkan:
Minum jus buah segar setiap hari.
Jangan banyak makan camilan yang tidak sehat dan tidak memberi asupan gizi. Lebih
baik makan sereal, susu, dan buah.
Perbanyak konsumsi sayur dan buah. Sayuran hijau akan meningkatkan asupan zat
besi untuk menangkal anemia pada ibu dan bayi. Buah sebagai anti oksidan agar ibu
tidak mudah sakit.
Makan saja jika merasa lapar. Biarpun jika dihitung-hitung dalam sehari kita bisa
makan lebih dari lima kali.Tapi, konsumsilah makanan yang mengandung kalsium
dan zat besi, seperti ikan dan minum susu khusus ibu menyusui yang mengandung
DHA, asam folat, kalsium, vitamin, zat besi, dan prebiotik FOS.
Bila perlu, konsumsi pula suplemen yang mengandung kalsium.
Pilih makanan yang mengandung lemak esensial (karena ini penting untuk otak dan
imunitas bayi) seperti minyak ikan, telur, biji bunga matahari,dll.
Pastikan banyak minum air putih.
Relaks dan percaya diri produksi ASI kita berlimpah.
Upayakan istirahat cukup untuk menekan stres yang akan menghambat produksi ASI.
Pada 4-8 minggu pertama, biasanya ibu perlu begadang untuk menyusui. Jadi,
sesuaikan waktu ibu dengan waktu tidur buah hati dan istirahat 7-8 jam sehari.
Lakukan olahraga secara rutin. Ini bertujuan agar suasana hati jadi bahagia dan
selanjutnya akan meningkatkan hormone untuk menunjang produksi ASI. Olahraga
yang bisa dilakukan seperti jalan sehat atau aerobik. Lakukan olahraga ringan ini
secara berkala dengan durasi waktu secukupnya.
Produksi ASI (Prolaktin)
Pembentukan payudara dimulai sejak embrio berusia 18-19 minggu, dan berakhir
ketika mulai menstruasi. Hormon yang berperan adalah hormon esterogen dan
progesteron yang membantu maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin berfungsi
untuk produksi ASI.
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI belum keluar
karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar estrogen dan progesteron
akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi
sekresi ASI. Pada proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks
prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu dikarenakan
isapan bayi.
Refleks Prolaktin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum,
tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin dihambat oleh
estrogen dan progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan, yaitu saat lepasnya
plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen dan progesteron juga
berkurang. Hisapan bayi akan merangsang puting susu dan kalang payudara, karena
ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis hipotalamus dan
akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya
merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi prolaktin.
Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior sehingga keluar
prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air
susu.
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan
sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin
walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung.
Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada
minggu ke 2 – 3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin akan meningkat dalam
keadaan seperti: stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan rangsangan puting
susu
Refleks Aliran (Let Down Reflek)
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior, rangsangan yang
berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise) yang
kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini menuju uterus
sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah
terbuat, keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus dan selanjutnya mengalir
melalui duktus lactiferus masuk ke mulut bayi.
Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah: melihat bayi, mendengarkan suara
bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.
Faktor-faktor yang menghambat reflek let down adalah stress, seperti: keadaan
bingung/ pikiran kacau, takut dan cemas.
Refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi:
Refleks menangkap (rooting refleks)
Refleks menghisap
Refleks menelan
Refleks Menangkap (Rooting Refleks)
Timbul saat bayi baru lahir tersentuh pipinya, dan bayi akan menoleh ke arah
sentuhan. Bibir bayi dirangsang dengan papilla mamae, maka bayi akan membuka
mulut dan berusaha menangkap puting susu.
Refleks Menghisap (Sucking Refleks)
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh oleh puting. Agar puting
mencapai palatum, maka sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi. Dengan
demikian sinus laktiferus yang berada di bawah areola, tertekan antara gusi, lidah dan
palatum sehingga ASI keluar.
Refleks Menelan (Swallowing Refleks)
Refleks ini timbul apabila mulut bayi terisi oleh ASI, maka ia akan menelannya.
Pengeluaran ASI (Oksitosin)
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan menghasilkan
rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitaria posterior, sehingga keluar
hormon oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel miopitel di sekitar alveoli akan
berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh ampula. Pengeluaran
oksitosin selain dipengaruhi oleh isapan bayi, juga oleh reseptor yang terletak pada
duktus. Bila duktus melebar, maka secara reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh
hipofisis.
J. Langkah-langkah Resusitasi pada Bayi
Neonatus aterm yang cairan ketubannya jernih dan bersih dari mekonium, langsung
bernafas, menangis, dan tonus ototnya baik memerlukan perawatan rutin, seperti
mengeringkan, menghangatkan, dan membersihkan jalan nafas dengan balon penghisap atau
kateter penghisap. Sebaliknya, neonatus yang tidak memenuhi kriteria di atas memerlukan
langkah-langkah resusitasi. Nilai Apgar dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya
resusitasi.
Langkah-langkah resusitasi neonatus antara lain:
1. Stabilisasi
2. Ventilasi
3. Kompresi dada
4. Penggunakan medikasi
Setiap langkah memerlukan waktu 30 detik untuk menuju ke langkah berikutnya. Untuk
menuju ke langkah berikutnya diperlukan penilaian terhadap respirasi, detak jantung, dan
kulit bayi. Contohnya, apnea dan gasping merupakan indikasi bantuan ventilasi. Peningkatan
atau penurunan detak jantung dapat menunjukkan kondisi perbaikan atau perburukan.
Sianosis sentral, penurunan cardiac output, hipotermia, asidosis, atau hipovolemia
merupakan indikasi dari resusitasi lebih lanjut.
Sumber : E1029 : 2005 American Heart Association (AHA) Guidelines for Cardiopulmonary
and Neonatal Patients: Neonatal Resuscitation Guidelines
Resuscitation (CPR) and Emergency Cardiovascular Care (ECC) of Pediatric . Illinois: American Academy of Pediatrics . 2006.
BAB IV
PENUTUP
I. Kesimpulan
1. Perlu kewaspadaan dan kesigapan dokter dalam menangani kasus kegawatdaruratan
neonatus, seperti asfiksia neonatorum.
2. Pemeriksaan fisik lengkap pada neonatus terdiri atas pemeriksaan sesaat setelah lahir
dan pemeriksaan umum. Pemeriksaan sesaat setelah lahir terdiri atas pemeriksaan
adaptasi dengan APGAR Score, mencari kelainan kongenital dan garis tengah,
cairan amnion, plasenta, tali pusat, berat badan, jenis kelamin. Sedangkan
pemeriksaan fisik lengkap lanjutan adalah warna kulit, kulit, postur dan gerakan,
kepala, mata, telinga, hidung, mulut dan tenggorok, leher, dada, paru, jantung,
abdomen dan punggung, genitalia dan anus, ekstremitas, urin dan tinja,
antropometri.
3. APGAR score adalah metode untuk mengkaji penyesuaian atau adaptasi segera bayi
baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin. Yang dinilai adalah laju jantung, usaha
bernafas, tonus otot, refleks dan warna kulit. Skor APGAR dinilai setiap 5 menit
sekali untuk mengevaluasi tindakan resusitasi.
4. Penting dilakukan rawat gabung antara ibu dan bayinya agar terjalin kontak sosial
yang erat (attachment) dan inisiasi menyusui dini atau IMD mengingat pentingnya
ASI bagi bayi.
II. Saran
1. Ibu seharusnya melakukan pemeriksaan ANC secara teratur agar masalah kehamilan
dapat terdeteksi dan teratasi lebih dini.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association (AHA) Guidelines for Cardiopulmonaryand Neonatal Patients: Neonatal Resuscitation Guidelines Resuscitation (CPR) and Emergency Cardiovascular Care (ECC) of Pediatric. 2006. Illinois: American Academy of Pediatrics
Direktorat Kesehatan Anak Khusus. 2010. Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2011/01/PANDUAN-YANKES-BBL-BERBASIS-PERLINDUNGAN-ANAK.pdf) diakses pada 3 Maret 2014.
Guyton, Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
Meadow, Roy dan Simon Newell. 2002. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta : Erlangga.
Wiknjosastro, Gulardi. 2009. Fisiologi Janin: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirodihardjo. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirodihardjo.
Kosim MS (2010). Pemeriksaankekeruhan air ketuban.Sari Pediatri, 11(5), 379-384.
De LQ (2005). Fetal distress. basic.shsmu.edu.cn/jpkc/maternity/jiangyi/9.pptdiaksesMaret 2015.