Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

41
LAPORAN TUTORIAL BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS SKENARIO 1 KELOMPOK A 1 MULTAZAM HANIF (G0012141) HANUGROHO (G0012089) RISNU ARDIAN W (G0012189) AZMI FARAH FAIRUZYA (G0012039) IVO ARYENA (G0012099) PUTRI NUR KUMALASARI (G0012167) ASTRID ASTARI AULIA (G0012033) CHRISANTY AZZAHRA Y (G0012047) IGA KUSTIN M (G0012093) MARTINA DWI ARIANDINI (G0012127) WIDORETNO PRABANDARI (G0012229) ARTRINDA A K S P (G0012029) Tutor : Ari Natalia Probandari dr.,MPH, PhD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2015

description

Malaria

Transcript of Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

LAPORAN TUTORIAL BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS

SKENARIO 1

KELOMPOK A 1

MULTAZAM HANIF (G0012141)

HANUGROHO (G0012089)

RISNU ARDIAN W (G0012189)

AZMI FARAH FAIRUZYA (G0012039)

IVO ARYENA (G0012099)

PUTRI NUR KUMALASARI (G0012167)

ASTRID ASTARI AULIA (G0012033)

CHRISANTY AZZAHRA Y (G0012047)

IGA KUSTIN M (G0012093)

MARTINA DWI ARIANDINI (G0012127)

WIDORETNO PRABANDARI (G0012229)

ARTRINDA A K S P (G0012029)

Tutor :

Ari Natalia Probandari dr.,MPH, PhD

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2015

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

BAB I

PENDAHULUAN

BAGAIMANA MENGATASI PENINGKATAN ANGKA KEJADIAN DEMAM DI

PULAU SERIBU?

Pada Bulan Agustus 2013, terdapat peningkatan angka kejadian demam tinggi di

Dinas Kesehatan Kepulauan Seribu. Dilaporkan adanya 427 kasus demam tinggi dalam

sebulan dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 10%. Kasus demam tinggi ini meingkat

dibandingkan kasus sebelunya dimana rata rata hanya dilaporkan 100 kasus dan jarang

menyebabkan kematian. Dinas Kesehatan setempat menurunkan tim untuk melakukan

investigasi akan kondisi yang terjadi. Mereka mencuigai adanya Kejadian Luar Biasa (KLB)

penyakit malaria. Invetsigasi dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah penyelidikan

KLB.

Malaria memang masih menjadi permasalahan kesehatan di dunia dan di Indonesia.

Di Indonesia prevalensi dan insidensi penyakit malaria di Indonesia masih tinggi, mencapai

417.819 kasus positif pada 20012. Andi mengatakan saat ini 70 peren kasus malaria terdapat

di wilayah Indonesia Timur, terutama diantaranya Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku

Utara, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Wilayah endemik di Indonesia Timur, ujar Andi,

tersebar di 84 Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk berisiko 16 juta orang. Andi

menjelaskan faktor geografis yang sulit dijangkau dan penyebaran penduduk yang tidak

merata merupakan beberapa penyebab sulitnya pengendalian malaria di wilayah itu. Selain

itu faktor host, termasuk statusgizi dan adanya penyakit tertentu juga meningkatkan faktor

risiko infeksi malaria. Untu itu, pihaknya juga melakukan pemberdayaan masyarakat dengan

pembentukan Pos Malaraia Desa dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) juga digerakan

melalui kecamatan hingga RT-RT setempat untuk menurunkan House Index maupun

Container Index pada jentik nyamuk.

Selain itu, juga dilakukan surveillance aktif dan surveillance migrasi. Saat ini

pemerintah menargetkan bebas malaria pada tahun 2030. Bebas malaria adalah kondisi

dimana Annual Parasit Incident(API) atau insiden parasit tahunan, di bawah satu per 1.000

peduduk dan tidak terdapat kasus malaria pada penduduk lokal selama 3 tahun berturut-turut.

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

BAB II

STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI

Jump 1

Memahami skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario.

1. Case Fatality Rate (CFR): Proporsi kasus dari penyakit atau kondisi tertentu yang fatal

dalam kurun waktu tertentu

2. Kejadian Luar Biasa (KLB): timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau

kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu

tertentu.

3. Prevalensi : Seberapa sering suatu penyakit terjadi pada sekelompok orang

4. Insidensi : Frekuensi penyakit yang baru di masyarakat dalam kurun waktu tertentu

5. House Index (HI): Presentase rumah yang positif jentik dari seluruh rumah yang

diperiksa

6. Coutainer Index (CI): Presentase container (tempat penampungan air) yang positif jentik

dari seluruh container yang diperiksa.

7. Surveilans: kegiatan memantau, memonitoring, menganalisis data secara terus-menerus

pada suatu wilayah yang hasilnya akan berguna bagi pelaksana kesehatan di masyarakat

8. Surveillance aktif : Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk

kunjungan berkala kelapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga

medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus

baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi

laporan kasus indeks.  Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif,

sebab dilakukan oleh petugas  yang memang dipekerjakan untuk menjalankan

tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.

Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada

surveilans pasif.

9. Surveillance Imigrasi : Kegiatan pengambilan sediaan darah orang orang yang

menunjukkan gejala malaria klinis yang baru datang dari daerah endemis dalam rangka

mencegah masuknya kasus impor.

10. Annual Parasit Incident (API): Angka kesakita per 1000 penduduk dalam 1 tahun.

11. Endemik : Masalah kesehatan yang biasanya disebabkan oleh penyakit dalam jangka

waktu yang lama di wilayah tertentu.

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

12. Pos Malaria Desa : Pelayanan pengobatan di bawah pertugas kesehatan atau puskesmas

pembantu biasanya terdapat di desa dengan angka kejadian malaria tinggi atau tempat

yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan.

Jump 2

Menentukan/mendefinisikan permasalahan.

1. Apa yang dimaksud dengan Case Fatality Rate?

2. Apa kriteria dari KLB?

3. Bagaimana langkah langkah penyelidikan KLB?

4. Apa saja jenis penyakit yang bisa menyebabkan terjadinya KLB?

5. Bagaimana penanganan KLB?

6. Apa tujuan KLB dan siapa yang berwenang menetapkan KLB?

7. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan prevalensi dan insidensi meningkat?

8. Bagaimana mekanisme dan manfaat dibentuk Pos Malaria Desa dan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) ?

9. Apakah ada metode pemberdayaan masyarakat yang lain?

10. Bagaiman tujuan dan mekanisme surveilans?

11. Apa saja jenis surveilans?

12. Bagaimana cara mencapai target bebas malaria?

Jump 3

Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai

permasalahan (tersebut dalam langkah 2).

1. Case Fatality Rate (CFR) Angka kefatalan kasus

CFR adalah perbandingan antara jumlah kematian terhadap penyakit tertentu

yang terjadi dalam 1 tahun dengan jumlah penduduk yang menderita penyakit tersebut

pada tahun yang sama

Rumus:

CFR = (P/T)k

P = Jumlah kematian terhadap penyakit tertentu

T = jumlah penduduk yang menderita penyakit tersebut pada tahun yang sama.

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Perhitungan ini dapat digu8nakan uutk mengetahui tingakat penyakit dengan tingkat

keamtia yang tinggi. Rasio ini dapat dispesifikkan menjadi menurut goklongan umur,

jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lain-lain.

2. Kriteria KLB ?

7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010

adalah :

a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada

atau tidak dikenal pada suatu daerah.

b. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun

waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis

penyakitnya.

c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan

dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu

menurut jenis penyakitnya.

d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan

menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka

rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya.

e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun

menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-

rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.

f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1

(satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh

persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu

penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu

periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu

periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

3. Langkah-langkah penetapan status KLB

a. Langkah – Langkah saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)

Langkah pencegahan kasus dan pengendalian Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat

dimulai sedini mungkin setelah tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi

atau penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB) telah memberikan fakta yang jelas

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

mendukung hipotesis tentang penyebab terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB),

sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan Kejadian Luar Biasa

(KLB), maka upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu

pengujian hipotesis. Tetapi jika pada investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) belum

memberikan fakta yang jelas maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB)

Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan peningkatan kejadian kasus penyakit

yang lebih banyak daripada keadaan normal di suatu area tertentu atau pada suatu

kelompok tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang

terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) biasanya datang dari sumber-sumber

masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga

masyarakat. Tetapi informasi tentang terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) bisa

juga berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan

laboratorium, atau media lokal (surat kabar dan televisi). Pada dasarnya Kejadian

Luar Biasa (KLB) merupakan penyimpangan dari keadaan normal karena itu

Kejadian Luar Biasa (KLB) ditentukan dengan cara membandingkan jumlah

kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu

(minggu, bulan, tahun). Kenaikan jumlah kasus belum tentu mengisyaratkan

terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) (Chandra, Budiman. 2007).

Terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) dan teridentifikasinya sumber dan

penyebab Kejadian Luar Biasa (KLB) perlu ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi

kenaikan signifikan jumlah kasus sehingga disebut Kejadian Luar Biasa (KLB),

maka pihak dinas kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan

apakah akan melakukan investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB). Beberapa

penyakit menimbulkan manifestasi klinis ringan dan akan berhenti dengan

sendirinya (self-limiting diseases), misalnya flu biasa. Implikasinya, tidak perlu

dilakukan investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) maupun tindakan spesifik

terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB), kecuali kewaspadaan. Tetapi, Kejadian

Luar Biasa (KLB) lainnya akan terus berlangsung jika tidak ditanggapi dengan

langkah pengendalian yang tepat (Chandra, Budiman. 2007).

2) Melakukan Investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB)

Pada Investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) dilakukan dua investigasi, yaitu

investigasi kasus dan investigasi penyebab. Pada investigasi kasus, peneliti

melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan telah didiagnosis

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

dengan benar (valid). Peneliti Kejadian Luar Biasa (KLB) mendefinisikan kasus

dengan menggunakan seperangkat kriteria sebagai berikut:

a) Kriteria klinis (gejala, tanda, onset)

b) Kriteria epidemiologis karakteristik orang yang terkena, tempat dan waktu

terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)

c) Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan)

d) Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada)

e) Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan)

f) Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa

g) Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal onset gejala

untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan kematian akibat

penyakit)

h) Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan balik hasil

investigasi). Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang

meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena kesalahan

pemeriksaan laboratorium).

4. Pihak yang berhak menetapkan status KLB

Kepala wilayah/daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah (KLB

penyakit menular) di wilayahnya atau tersangka penderita penyakit menular yang dapat

menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan penanggulangan

seperlunya, dengan bantuan unit kesehatan setempat, agar tidak berkembang menjadi

wabah (UU 4, 1984 dan Permenkes 560/Menkes/Per/VIII/1989). Yang berwenang untuk

menentukan KLB adalah Direktur Rumah Sakit, berdasarkan data surveilans data kasus

rumah sakit.

Organisasi dan Tata Laksana :

a. Dibentuk Tim KLB-DBD rumah sakit

Tim ini bertugas selama ada KLB, dikoordinasikan oleh Wakil Direktur Pelayanan

dan Penunjang Medik. Tim ini dibantu oleh beberapa penanggung jawab bagian anak

dan dewasa. Para penanggung jawab dapat menggerakkan para supervisor terkait,

hubungan antar bagian/UPF/laboratorium (terutama Patologi Klinik dan Bank

Darah). Anggota tim terdiri dari bidang perawatan, yang dikoordinasikan oleh kepala

ruangan, logistic, gizi/dapur, rumah tangga, dan instalasi pemeliharaan sarana.

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

b. Kerja sama yang erat selama KLB diperlukan terutama dengan bank darah/PMI,

instalasi farmasi, Laboratorium Patologi Klinik, dan bagian logistic.

c. Semua penjelasan yang bersifat terbuka pada instalasi resmi maupun kepada media

akan diberikan oleh ketua. Keterangan dan foto yang diambil di ruangan harus

seizing ketua tim secara tertulis.

Selama terjadi KLB, dilakukan rapat koordinasi mingguan atau setiap saat yang

dianggap perlu oleh tim atau coordinator.

5. Perbedaan wabah dan KLB

Wabah adalah kejadian yang melebihi keadaan biasa pada satu/sekelompok

masyarakat tertentu, atau lebih sederhana peningkatan frekuensi penderita penyakit, pada

populasi tertentu, pada tempat dan musim atau tahun yang sama (Last, 1983)

Untuk penyakit-penyakit endemis (penyakit yang selalu ada pada keadaan biasa), maka

KLB didefinisikan sebagai : suatu peningkatan jumlah kasus yang melebihi keadaan

biasa, pada waktu dan daerah tertentu.

Pada penyakit yang lama tidak muncul atau baru pertama kali muncul di suatu daerah

(non-endemis), adanya satu kasus belum dapat dikatakan sebagai suatu KLB. 

Untuk keadaan tersebut definisi KLB adalah : suatu episode penyakit dan timbulnya

penyakit pada dua atau lebih penderita yang berhubungan satu sama lain. Hubungan ini

mungkin pada faktor saat timbulnya gejala (onset of illness), faktor tempat (tempat

tinggal, tempat makan bersama, sumber makanan), faktor orang (umur, jenis kelamin,

pekerjaan dan lainnya).

Wabah atau KLB tersebut di atas terkandung arti adanya kesamaan pada ciri-ciri

orang yang terkena, tempat dan waktunya. Untuk itu dalam mendefinisikan KLB selalu

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

dikaitkan dengan waktu, tempat dan orang. Selain itu terlihat bahwa definisi KLB ini

sangat tergantung pada kejadian (insidensi) penyakit tersebut sebelumnya (Barker, 1979;

Kelsey, et al., 1986).

Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Undang-undang Wabah

sebagai berikut :

a. Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat

baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan

malapetaka.

b. Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan

atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara

epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-

undang Wabah, 1984).

Jadi, terlihat adanya perbedaan definisi antara Wabah dan KLB. Wabah harus

mencakup jumlah kasus yang besar, daerah yang luas dan waktu yang lebih lama,

dengan dampak yang timbulkan lebih berat.

6. Tujuan penyelidikan KLB dan wabah

Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian

(penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan datang

(pengendalian). Sedangkan tujuan khusus Penyidikan KLB yaitu diagnosis kasus yang

terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit, memastikan bahwa keadaan tersebut

merupakan KLB, mengidentifikasi sumber dan cara penularan, mengidentifikasi keadaan

yang menyebabkan KLB, dan mengidentifikasi populasi yang rentan atau daerah yang

beresiko akan terjadi KLB. Adapun langkah-langkah penyelidikan KLB yaitu :

a. Persiapan penelitian lapangan.

b. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB.

c. Memastikan diagnosis Etiologis.

d. Mengidentifikasi dan menghitung kasus atau paparan

e. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat.

f. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan).

g. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran.

h. Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB.

i. Merencanakan penelitian lain yang sistematis.

j. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan.

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

k. Menetapkan sistem penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikan.

l. Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepala sistim

pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

Jump 4

Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataansementara mengenai

permasalahan pada Jump 3.

Jump 5

Merumuskan Tujuan Pembelajaran

1. Apa saja jenis penyakit yang bisa menyebabkan terjadinya KLB?

2. Bagaimana penanganan KLB malaria?

3. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan prevalensi dan insidensi meningkat?

Faktor-faktor penyebab (Host,Agent,Lingkungan)

Penanganan KLB

Bebas Malaria

Prevalensi

Endemis

KLB Malaria↑ CFR

Pos Malaria Desa

↑ Angka Kejadian

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

4. Bagaimana mekanisme dan manfaat dibentuk Pos Malaria Desa dan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) ?

5. Apakah ada metode pemberdayaan masyarakat yang lain?

6. Bagaiman tujuan dan mekanisme surveilans?

7. Apa saja jenis surveilans?

8. Bagaimana cara mencapai target bebas malaria?

Jump 6

Mengumpulkan informasi baru dengan belajar mandiri

Jump 7

Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh

1. Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB:

a. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.

b. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.

c. Mempunyai masa inkubasi yang cepat.

d. Terjadi di daerah dengan padat hunian.

2. Contoh penyakit yang memungkinkan terjadinya KLB atau wabah

a. Penyakit karantina atau penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow Fever.

b. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau mempunyai

mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program eradikasi/eliminasi dan

memerlukan tindakan segera :

1) DHF

2) Campak

3) Rabies

4) Tetanus neonatorum

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

5) Diare

6) Pertusis

7) Poliomyelitis.

c. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting :

1) Malaria

2) Frambosia

3) Influenza

4) Anthrax

5) Hepatitis

6) Typhus abdominalis

7) Meningitis

8) Keracunan

9) Encephalitis

10) Tetanus.

d. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,  tetapi

masuk program :

1) Kecacingan

2) Kusta,

3) Tuberkulosa

4) Syphilis

5) Gonorrhoe

6) Filariasis, dll.

e. Contoh-contoh penyakit Berdasarkan kriteria KLB

1) Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau

tidak dikenal pada suatu daerah, contoh: Flu burung,MERS

2) Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu

dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya,

contoh dalam hitungan jam : Diare,keracunan.dalam hitungan

hari :DBD.dalam hitungan minggu : flu burung

3) Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan

periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut

jenis penyakitnya,contoh : Malaria, DBD

3. Penanganan KLB Malaria

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Bila dari hasil konfirmasi telah terjadi KLB malaria, maka kegiatan penanggulangan

dini perlu segera dilaksanakan untuk menekan peningkatan jumlah penderita dan

kematian. Kegiatan ini dilakukan untuk menekan peningkatan jumlah penderita dari

kematian. Kegiatan ini dilakukan unit pelayanan kesehatan (UPK) tingkat :

a. Puskesmas

Kegiatan penanggulangan dilakukan puskesmas bila tersedia obat, bahan, dan

peralatan yang dibutuhkan. Kegiatan yang harus dilakukan adalah :

1) Pengobatan

a) Pada penderita malaria tanpa komplikasi : P. Falciparum postif fiobati

dengan ACT 3 hari dan Primakuin 1 hari. Sedangkan P. vivax positif

diobati dengan Klorokuin 3 hari dan Primakuin 14 hari.

b) Pada penderita malaria berat, di Puskesmas bukan rawat inap harus

segera dirujuk di puskesmas rawat inap atau di rumah sakit. Dengan

menekankan pada perbaikan keadaanumum, pengobatan komplikasi,

serta pengobatan malaria yaitu dengan Artmeter injeksi atau Artesunat

injeksi atau Kina perinfus. Bila penderita sudah bisa makan-minum,

pengobatan segera diganti peroral dengan ACT dan Primakuin.

c) Pada masyarakat di lokasi KLB dilakukan Mass Blood Survey (MBS).

Bila ditemukan penderita positif malaria, segera diobati dengan

pengobatan standar sesuai jenis plasmodiumnya.

d) Pengobatan lanjutan : Mass fever Treatment (MFT) dilakukan setiap dua

minggu pada semua penderita demam yang ditemukan di lokasi KLB.

e) Bila ditemukan penderita kambuh atau belum sembuh, segera diberikan

pengobatan lini berikutnya.

2) Melaksanakan penyelidikan epidemiologi (orang, tempat, dan waktu)

3) Menentukan batas wilayah penanggulangan.

4) Menentukan dan menyiapakan sarana yang dibutuhkan.

5) Membuat jadwal kegiatan.

6) Membuat laporan kejadian dan tindakan penanggulangan yang telah

dilaksanakan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kodya, dalam tempo 24 jam.

b. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotakan

Berdasarkan laporan dari puskesmas, petuugas Kabupaten segera melakukan

kunjungan lapangan untuk mengkonfirmasi kejadian dengan membawa

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

kebutuhan dan memberikan bimbingan serta melakukan kegiatan bersama-sama

petugas puskesmas, sebagai berikut :

1) MBS atau MFT bila belum terlaksana oleh puskesmas.

2) Penyemprotan rumah dengan insektisida, dengan cakupan bangunan

disemprot > 90%, cakupan permukaan disemprot > 90%

3) Larvaciding bila telah diketahui tempat perindukan.

4) Penyuluhan kesehatan masyarakat.

5) Membuat laporan kejadian dan tindakan penanggulangan yang telah

dilaksanakan ke Dinas Kesehatan Provinsi, dengan form W1 Ka dalam

tempo 24 jam.

c. Dinas Kesehatan Provinsi

1) Menganalisa laporan yang diterima dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kodya.

2) Memproses laporan form W1 disertai rincian kegiatan dan biaya operasional

penanggulangan yang telah disusun oleh Kabupaten/Kodya.

3) Melakukan kunjungan lapangan untuk konfirmasi kejadian.

4) Mengajukan permintaan kebutuhan biaya operasional dan rincian kegiatan

ke Bagian Anggaran Provinsi, sebagaimana ketentuan yang berlaku di

Provinsi yang bersangkutan.

5) Mengirimkan biaya operasional yang sudah disetujui ke Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kodya.

6) Melaksanakan kegiatan pengawasan dan bimbingan teknis di dalam

penanggulangan KLB yang dilaksanakan oleh Kabupaten/Kodya dan

Puskesmas.

7) Melaporkan kejadian KLB pada Departemen Kesehatan cq. Direktorat

Jendral PP dan PL.

8) Khusus untuk daerah transmigrasi supaya dilaporkan juga ke Departemen

Transmigrasi.

d. Tingkat Pusat

1) Direktorat Jenderal PP dan PL cq. Direktorat PP-BB menganalisa kejadian

KLB dan melaporkan kejadian KLB pada Menteri Kesehatan.

2) Melaksanakan kegiatan supervisi dan bimbingan teknis.

1. Faktor faktor yang menyebabkan insidensi dan prevalensi meningkat

a. Makin mudahnya sarana tranportasi dan peningkatan migrasi

b. Peningkatan resistensi terhadap obat antimalaria dan insektisida

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

c. Perhatian dan kewaspadaan masyarakat terhadap malaria menuun

d. Petugas pelayanan kesehatan

e. Faktor geografis

4. Faktor faktor yang menyebabkan insidensi dan prevalensi meningkat

a. Insidensi meningkat pada :

1) Makin mudahnya sarana tranportasi dan peningkatan migrasi

2) Peningkatan resistensi terhadap obat antimalaria dan insektisida

3) Perhatian dan kewaspadaan masyarakat terhadap malaria menuun

4) Petugas pelayanan kesehatan

5) Faktor geografis

b. Prevalensi meningkat seiring meningkatnya :

1) Point prevalensi meningkat pada :

2) Imigrasi penderita

3) Emigrasi orang sehat

4) Meningkatnya masa sakit

5) Meningkatnya jumlah penderita baru

5. Mekanisme dan manfaat dibentuk Pos Malaria Desa dan Pemberantasan Sarang Nyamuk

serta upaya pemberdayaan masyarakat lain

Posmaldes adalah suatu wadah pemberdayaan masyarakat dalam penangulangan

malaria yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan.

Kegiatan operasional dilakukan oleh Kader Malaria Desa berupa penemuan dan

pengobatan penderita, penyuluhan ke masyarakat, pemberdayaan misalnya iuran, arisan

kelambu, kerja bakti, PSN, dll.

Menurut PP Menkes RI No 949/MENKES/SK/VII/2004, wabah adlah berjangkitnya

suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara

nyata melebihi dari pada kejadian yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat

menimbulkan malapetaka. Menteri kesehatan berkewenangan untuk menetapkan dan

mencabut daerah tertentu terkena wabah.

Menurut Depkes, masih tingginya prevalensi malaria di Indonesia dikarenakan

Indonesia beriklim tropis yang merupakan habitat yang nyaman bagi vektor malaria

(nyamuk Anopheles betina), belum ditemukannya vaksin yang tepat, perbedaan geografis

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

antar pulau menyebabkan tumbuhnya spesies nyamuk yang bervariasi sehinga

menghasilkan antigen malaria yang beragam.

Tujuan Posmaldes antara lain :

a. Meningkatkan jangkauan penemuan kasus malaria melalui peran aktif

masyarakat dan dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat

b. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan malaria

Posmaldes diperlukan karena:

a. Sekitar 45% dari desa endemis malaria merupakan daerah terpencil (transportasi

dan komunikasi sulit, akses pelayanan kesehatan rendah, sosial ekonomi

masyarakat rendah, cakupan penemuan kasus malaria oleh Puskesmas rendah,

pengobatan tidak sempurna karena banyak obat malaria dijual bebas)

b. Posmaldes merupakan embrio berbagai bentuk UKBM lainnya

Tugas Kader malaria:

a. Menemukan kasus malaria klinis

b. Merujuk penderita

c. Melakukan penyuluhan dan upaya pencegahan bersama masyarakat

d. Membuat catatan hasil kegiatan

e. Kader mendapat pelatihan dan dilengkapi dengan posmaldes kit dan media

penyuluhan malaria.

Pokok-pokok kegiatan posmaldes

Penemuan dini dan pengobatan penderita.

a. Meningkatkan akses pelayanan yang berkualitas (konfirmasi dengan mikroskop

atau RDT).

b. Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat

c. Meningkatkan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

d. Menggalang kemitraan

e. Meningkatkan sistem surveilans

f. Meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi

g. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

6. Surveilans

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan

populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan

respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus surveilans:

a. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;

b. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak;

c. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden)

pada populasi;

d. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi,

e. Monitoring, dan evaluasi program kesehatan;

f. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;

g. Mengidentifikasi kebutuhan riset

Langkah-langkah kegiatan surveilans

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk memproses

data selanjutnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologis yang

dilaksanakan secara teratur dan terus menerus dan dikumpulkan tepat waktu.

Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang bersumber dari rumah sakit, puskesmas

dan lain-lain, maupun aktif yang diperoleh dari kegiatan survey. Untuk

mengumpulkan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Secara

umum pencatatan di puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan pasien dan kegiatan

luar gedung (Budioro, 2007).

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi

terhadap orang-orang yang dianggap penderita campak atau population at risk melalui

kunjungan rumah (active surveillance) atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan

sarana pelayanan kesehatan yaitu dari laporan rutin poli umum setiap hari, laporan

bulanan puskesmas desa dan puskesmas pembantu, laporan petugas surveilans di

lapangan, laporan harian dari laboratorium dan laporan dari masyarakat serta petugas

kesehatan lain (pasive surveillance). Atau dengan kata lain,  data dikumpulkan dari

unit kesehatan sendiri dan dari unit kesehatan yang paling rendah, misalnya laporan

dari pustu, posyandu, barkesra, poskesdes. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan

teknik wawancara dan atau pemeriksaan (Arias, 2010).

Sumber data surveilans epidemiologi meliputi : (1).Data kesakitan yang dapat

diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat. (2).Data kematian yang

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan dari kantor pemerintah

dan masyarakat. (3).Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik

kependudukan dan masyarakat. (4).Data geografi yang dapat diperoleh dari Unit

Meteorologi dan Geofisika. (5).Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit

pelayanan kesehatan dan masyarakat. (6).Data Kondisi lingkungan. (7).Laporan

wabah. (8).Laporan Penyelidikan wabah/KLB. (9).Laporan hasil penyelidikan kasus

perorangan. (10).Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya. (11).Data hewan

dan vektor sumber penularan penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan

kesehatan dan masyarakat. (11).Laporan kondisi pangan. (12).Data dan informasi

penting lainnya (Budioro, 2007).

b. Pengolahan dan penyajian data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel,

grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan

komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya

dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS, lotus, exceldan lain-

lain (Budioro, 2007).

c. Analisis data

Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan

dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan

dan penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran

epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui situasi,

estimasi dan prediksipenyakit (Noor, 2000).

Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data

bulanan atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau

penurunan dan mencari hubungan penyebab penyakit campak dengan faktor resiko

yang berhubungan dengan kejadian campak (Arias, 2010).

d. Penyebarluasan informasi

Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ke tingkat atas maupun ke bawah.

Dalam rangka kerja sama lintas sektoral instansi-instansi lain yang terkait dan

masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan ini. Untuk diperlukan informasi yang

informatif agar mudah dipahami terutama bagi instansi diluar bidang kesehatan

(Budioro, 2007).

Data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans epidemiologi

penyakit campak disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan tindakan

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan, pusat-pusat

penelitian dan pusat-pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring surveilans

epidemiologi agar diketahui terjadinya peningkatan atau penurunan kasus penyakit

(Arias, 2010).

Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang

mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan,

upaya pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan. Cara penyebarluasan

informasi yang dilakukan yaitu membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan

kepada atasan,  membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan, membuat

suatu tulisan di majalah rutin, memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat di

akses dengan mudah (Depkes RI, 2003).

e. Umpan balik

Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap bulan saat menerima

laporan setelah diolah dan dianalisa melakukan umpan balik kepada unit kesehatan

yang melakukan laporan dengan tujuan agar yang mengirim laporan mengetahui

bahwa laporannya telah diterima dan sekaligus mengoreksi dan memberi petunjuk

tentang laporan yang diterima. Kemudian mengadakan umpan balik laporan

berikutnya akan tepat waktu dan benar pengisiannya. Cara pemberian umpan balik

dapat melalui surat umpan balik, penjelasan pada saat pertemuan serta pada saat

melakukan pembinaan/suvervisi (Arias, 2010).

f. Investigasi penyakit berpotensi KLB

Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka terlebih

dahulu dilakukan investigasi/penyelidikan epidemiologi penyakit campak. Dengan

investigator membawa ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi

dalam hal ini adalah penyakit dan bahan untuk pengambilan sampel di laboratorium.

Setelah melakukan investigasi penyelidikan kemudian disimpulkan bahwa benar-

benar telah terjadi KLB yang perlu mengambil tindakan atau sebaliknya (Arias,

2010).

g. Tindakan penanggulangan

Berdasarkan hasil investigasi/penyelidikan epidemiologi tersebut maka segera

dilakukan tindakan penanggulangan dalam bentuk yaitu: (1) Pengobatan segera pada

penderita yang sakit, (2) Melakukan rujukan penderita yang tergolong berat, (3)

Melakukan penyuluhan mengenai penyakit kepada masyarakat untuk meningkatkan

kesadaran agar tidak tertular penyakit atau menghindari penyakit tersebut, (4)

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan rantai penularan

(Arias, 2010).

h. Evaluasi

Setiap program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk mengevaluasi

manfaatnya . sistem dapat berguna apabila secara memuaskan memenuhi paling tidak

salah satu dari pernyataan berikut : apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi

kecenderungan yang mengidentifikasi perubahan dalam kejadian kasus penyakit,

apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemik kejadian penyakit di wilayah

tersebut, apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang besarnya

morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan kejadian penyakit di wilayah

tersebut, apakah program surveilans  dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang

berhubungan dengan kejadian penyakit dan apakah program surveilans tersebut dapat

menilai efek tindakan pengendalian (Arias, 2010)

Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: (1) Surveilans pasif; (2) Surveilans

aktif.

a. Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit

yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan

kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan.

Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan

penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus

datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal.Selain itu,tingkat pelaporan dan

kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggung

jawab utama memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing.

b. Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala

kelapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya,

puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru

penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi

laporan kasus indeks.  Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans

pasif, sebab dilakukan oleh petugas  yang memang dipekerjakan untuk menjalankan

tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.

Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada

surveilans pasif.

7. Eliminasi malaria sebagai upaya mencapai target bebas malaria

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan WHA 60 tanggal 18 Mei 2007

telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Petunjuk

pelaksanaan eliminasi malaria tersebut telah di rumuskan oleh WHO dalam Global

Malaria Programme.

Penyebaran malaria disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:

a. Perubahan lingkungan yang tidak terkendali dapat menimbulkan tempat perindukan

nyamuk malaria.

b. Banyaknya nyamuk Anopheles sp yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria (17

spesies), dari berbagai macam habitat.

c. Mobilitas penduduk yang relatif tinggi dari dan ke daerah endemik malaria.

d. Perilaku masyarakat yang memungkinkan terjadinya penularan.

e. Semakin meluasnya penyebaran parasit malaria yang telah resisten terhadap obat anti

malaria.

f. Terbatasnya akses pelayanan kesehatan untuk menjangkau seluruh desa yang

permasalah malaria, karena hambatan geografis, ekonomi, dan sumber daya

Tujuan dari program eliminasi malaria adalah demi terwujudnya masyarakat yang hidup

sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030.

Sasaran wilayah eliminasi dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut :

a. Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali dan Pulau Batam pada tahun

2010;

b. Pulau Jawa, Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015;

c. Pulau Sumatera (kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau) , Provinsi

NTB, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020; dan

d. Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi NTT, Provinsi Maluku dan Provinsi

Maluku Utara pada tahun 2030.

Strategi

a. Melakukan penemuan dini dan pengobatan dengan tepat.

b. Memberdayakan dan menggerakan masyarakat untuk mendukung secara aktif upaya

eliminasi malaria.

c. Menjamin akses pelayanan berkualitas terhadap masyarakat yang berisiko.

d. Melakukan komunikasi, advokasi, motivasi dan sosialisasi kepada Pemerintah dan

Pemerintah Daerah untuk mendukung secara aktif eliminasi malaria.

e. Menggalang kemitraan dan sumber daya baik lokal, nasional maupun internasional,

secara terkoordinasi dengan seluruh sektor terkait termasuk sektor swasta, organisasi

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

profesi, dan organisasi kemasyarakatan melalui forum gebrak malaria atau forum

kemitraan lainnya.

f. Menyelenggarakan sistem surveilans, monitoring dan evaluasi serta informasi

kesehatan.

g. Melakukan upaya eliminasi malaria melalui forum kemitraan Gebrak Malaria atau

forum kemitraan lain yang sudah terbentuk.

h. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengembangkan teknologi dalam

upaya eliminasi malaria.

Dalam program malaria Global (Global Malaria Programme) terdapat 4 tahapan menuju

eliminasi malaria yaitu: Pemberantasan, Pra Eliminasi, Eliminasi dan Pemeliharaan

(pencegahan penularan kembali). Kegiatan dalam eliminasi malaria :

a. Tahap Pemberantasan

Tujuan utama pada Tahap Pemberantasan adalah mengurangi tingkat penularan

malaria disatu wilayah minimal kabupaten/kota, sehingga pada akhir tahap tersebut

tercapai SPR < 5 %. Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Pemberantasan adalah

seluruh lokasi endemis malaria (masih terjadi penularan) di wilayah yang akan

dieliminasi.

b. Tahap Pra Eliminasi

Tujuan utama pada tahap Pra Eliminasi adalah mengurangi jumlah fokus aktif dan

mengurangi penularan setempat di satu wilayah minimal kabupaten/kota, sehingga

pada akhir tahap tersebut tercapai API < 1 per 1000 penduduk berisiko. Sasaran

intervensi kegiatan dalam Tahap Pra Eliminasi adalah fokus aktif (lokasi yang masih

terjadi penularan setempat) di wilayah yang akan dieliminasi. Pokok-pokok kegiatan

yang dilakukan adalah :

c. Tahap Eliminasi

Tujuan utama pada tahap Eliminasi adalah menghilangkan fokus aktif dan

menghentikan penularan setempat di satu wilayah, minimal kabupaten/kota, sehingga

pada akhir tahap tersebut kasus penularan setempat (indigenous) nol (tidak ditemukan

lagi). Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Eliminasi adalah sisa fokus aktif dan

individu kasus positif dengan penularan setempat (kasus indigenous).

d. Tahap Pemeliharaan (Pencegahan Penularan Kembali)

Tujuan utama pada Tahap Pemeliharaan adalah mencegah munculnya kembali kasus

dengan penularan setempat.Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Pemeliharaan

adalah individu kasus positif, khususnya kasus impor.

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Untuk dapat mencapai tujuan dari keempat tahap eliminasi malaria, maka perlu

dilakukan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut :

1) Penemuan dan Tata Laksana Penderita

2) Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko

3) Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah

4) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

5) Peningkatan sumber daya manusia

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Prevalensi Malaria di Indonesia masih tinggi dan Indonesia bagian timur

(Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi dan Nusa Tenggara)

termasuk dalam daerah endemis Malaria.

2. Berbagai upaya telah dilakukan guna mencegah timbulnya peningkatan

kejadian Malaria mulai dari pembagian kelambu berinsektisida kepada

masyarakat, deteksi dini hingga pembentukan pemberdayaan masyarakat

berupa pembentukan posmaldes.

3. Guna mengendalikan dan menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB)

diperlukan Surveilans dan Penyelidikan Epidemiologi.

 

B. Saran

1. Diharapkan mahasiswa lebih aktif dalam kegiatan tutorial sehingga semua

tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2. Diharapkan Program Pemberantasan Penyakit Malaria di daerah endemis

bekerja sama dengan lintas sektoral terkait mengingat kendala pengendalian

Malaria di daerah endemis berupa factor geografis yang sulit dijangkau dan

penyebaran penduduk yang tidak merata.

3. Diharapkan mahasiswa lebih memahami langkah-langkah seven jump agar

tutorial belajar lebih efektif dan efisien.

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

DAFTAR PUSTAKA

Azwar , Azrul (1988). Pengantar Epidemiologi. Jakarta : P.T. Binarupa Aksara..

Bhopal, R.S. Concepts of Epidemiology: An integrated introduction to the ideas, theories, principles and methods of epidemiology. 2002: Oxford University Press.

Bonita R, Beaglehole R, Kjellsrom T (2006). Basic Epidemiology (2nd ed). Geneva: WHO.

Bustan, M.N (2006). Pengantar Epidemiologi, Edisi Revisi. Rineka Cipta: Jakarta.

Chahaya, Indra (2014) Epidemiologi Malaria di Indonesia. Medan: Universitas Sumatera

Utara.

DCP2 (2008). Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics. Disease Control Priority Project. www.dcp2.org/file/153/dcpp-surveillance.pdf

Depkes RI (2010). Rencana Operasional Promosi Kesehatan untuk Eliminasi Malaria.

Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan RI.

Doolan, D L (2002). Malaria methods and protocols. New Jersey: Humana Press Inc.

Erme MA, Quade TC (2010). Epidemiologic surveillance. Enote. www.enotes.com/public-health.../ epidemiologic-surveillance.Diakses 21 Agustus 2010.

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Giesecke, J (2002). Modern Infection Disease Epidemiology. Oxford University Press Inc.: USA.

Greenberg RS, Daniel SR, Flanders WD, Eley JW, Boring JR (2005). Medical Epidemiology.

New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill.

JHU (=Johns Hopkins University) (2006). Disaster epidemiology. Baltimore, MD: The Johns Hopkins and IFRC Public Health Guide for Emergencies.

Last, JM (2001). A dictionary of epidemiology. New York: Oxford University Press, Inc.

Marchand, R., Tousignant, and H. Chang, Cost-effectiveness of screening compared to case-finding approaches to tuberculosis in long-term care facilities for the elderly. International Journal of Epidemiology, 1999. 28: p. 563-570.

Murti, B., Validitas dan Realibilitas Pengukuran. 2011, Universitas Negeri Solo: Semarang.

_____ (2008). Surveilans. http://fk.uns.ac.id/static/materi/Surveilans_-_Prof_Bhisma_Murti.pdf. Diakses tanggal 1 September 2015

Perbup Kulon Progo (2013). Peraturan Bupati Kulon Progo No. 67 Tahun 2013 tentang Eliminasi Malaria di Daerah.

Ryadi, S. and Wijayanti (2011). Dasar- Dasar Epidemiologi. Jakarta: Salemba Medika.

Sedyaningsih, Endang R dan Vivi Setiawaty (2009). Awal Pandemi Influenza A(H1N1),

Jurnal Penyakit Menular .http://www.litbang.depkes.go.id/. diunduh pada tanggal 3

September 2015.

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Sloan PD, MacFarqubar JK, Sickbert-Bennett E, Mitchell CM, Akers R, Weber DJ, Howard K (2006). Syndromic surveillance for emerging infections in office practice using billing data. Ann Fam Med 2006;4:351-358.

Unit Pengkajian Teknologi Kesehatan, Skrining Kanker Leher Rahim dengan Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA). 2008, Departemen Kesehatan: Jakarta.

Webb, P., C. Bain, and S. Pirozzo, Essential Epidemiology, An Introduction for Students and Health Professionals. 2005, New York: Cambridge University Press.

WHO (2001). An integrated approach to communicable disease surveillance. Weekly epidemiological record, 75: 1-8. http://www.who.int/wer. Diakses tanggal 3 September 2015.

_____ (2002). Surveillance: slides. http://www.who.int. Diakses tanggal 4 September 2015.