Laporan Ske 1 Geriatri Print

31
LAPORAN TUTORIAL BLOK PEDIATRI SKENARIO 1 “ KENAPA SAYA TIBA-TIBA TIDAK SADAR?” Kelompok A9 Rafi Amanda Rezkia A. G0012171 Henda Ageng Rasena G0012091 Matius Dimas Reza G0012129 Basofi Ashari M. G0012041 Yurike Rizkhika G0012245 Prathita Nityasewaka G0012161 Lichte Christian P. G0012115 Salicha Oktamila A. G0012201 Darma Aulia Hanafi G0012051 Ade Puspa Sari G0012001 Elsa C Rafsyanjani G0012067 CahyanitaDyah P. G0012045 Tutor: Rani Wijayanti,dr. M.Sc

description

laporan tutorial

Transcript of Laporan Ske 1 Geriatri Print

Page 1: Laporan Ske 1 Geriatri Print

LAPORAN TUTORIAL

BLOK PEDIATRI SKENARIO 1

“ KENAPA SAYA TIBA-TIBA TIDAK SADAR?”

Kelompok A9

Rafi Amanda Rezkia A. G0012171

Henda Ageng Rasena G0012091

Matius Dimas Reza G0012129

Basofi Ashari M. G0012041

Yurike Rizkhika G0012245

Prathita Nityasewaka G0012161

Lichte Christian P. G0012115

Salicha Oktamila A. G0012201

Darma Aulia Hanafi G0012051

Ade Puspa Sari G0012001

Elsa C Rafsyanjani G0012067

CahyanitaDyah P. G0012045

Tutor: Rani Wijayanti,dr. M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2014

Page 2: Laporan Ske 1 Geriatri Print

BAB I

PENDAHULUAN

Skenario

Page 3: Laporan Ske 1 Geriatri Print

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1. 2.1. Seven Jumps

Jump 1: Klarifikasi istilah dan konsep

Jump 2: Menetapkan/mendefinisikan masalah

Jump 3: Analisis masalah

Jump 4: Menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang didapatkan

pada langkah 3

Page 4: Laporan Ske 1 Geriatri Print

Jump 5: Merumuskan sasaran pembelajaran

Jump 6: Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi kelompok

Jump 7: Melakukan sintesa dan pengujian informasi yang telah terkumpul

2.2. Tinjauan Pustaka

2.2.1. Insulin

Insulin merupakan hormone polipeptida yang terdiri dari dua rantai peptide yang

dihubungkan dengan ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur tidak hanya oleh kadar glukosa

darah, tetapi juga asam amino tertentu, hormone-hormon lain, dan mediator tonom. Sekresi

paling sering dipicu oleh kadar glukosa darah yang tinggi, yang diambil oleh pengangkut

glukosa memasuki sel beta pankreas.

Insulin manusia diproduksi dengan teknologi DNA rekombinan menggunakan strain

khusus E.coli yang telah diubah secara genetik sehingga mengandung gen insulin manusia.

A. Sediaan Insulin

a. Insulin Kerja cepat dan singkat

Empat sediaan insulin masuk dalam kategori ini: insulin regular, insulin

lispro, insulin aspart, dan insulin glulisine. Insulin regular merupakan zinc insulin

berbentuk kristalin yang mudah larut, dengan kerja singkat. Insulin regular

biasanya diberikan subkutan atau intravena pada kondisi tertentu seperti

kegawatdaruratan, dan dapat dengan cepat menurunkan kadar glukosa darah.

Insulin regular, insulin lispro, dan insulin aspart merupakan obat dengan kategori

B pada kehamilan.

Insulin regular memiliki kadar puncak pada 50-120 menit setelah

pemberian, dan lispro pada 30-90 menit setelah pemberian, sedangkan insulin

aspart dan glisine sifat farmakokinetik dan dinamiknya hampir sama dengan

insulin lispro. Oleh karena kerjanya yang cepat dan singkat maka insulin jenis ini

biasanya tidak digunakan sendiri, meainkan bersama dengan insulin yang bekerja

lebih lama untuk memastikan pengendalian glukosa yang sesuai.

Page 5: Laporan Ske 1 Geriatri Print

Semua sediaan diatas diberikan secara subkutan, dan diberikan saat waktu

makan. Insulin lispro biasanya diberikan 15 menit sebeum makan atau segera

setelah makan. Insulin glulisine diberikan 15 menit sbeelum makan atau dalam 20

menit setelah mulai makan. Insulin aspart harus diberikan tepat sebelum makan.

Walaupun sering digunakan subkutan, insulin jenis diatas juga dapat

diberikan secara intravena, yang tersering digunakan adalah insulin regular.

b. Insulin kerja sedang

Neutral protamin hagedorn (NPH), merupakan insulin suspensi zinc

berbentuk kristalin pada pH netral. Nama lain untuk sediaan ini adalah

insulin isophane, durasi kerjanya sedang. Hal ini disebabkan oleh karena

absorpsi lambat insulin karena konjugasinya dengan protamin sehingga

membentuk kompleks yang kurang larut. NPH insulin hanya boleh

diberikan secara subkutan, dan berguna dalam mengobati semua bentuk

diabetes kecuali diabetes ketoasidosis atau hiperglikemia emergensi. Obat

ini digunakan sebagai kontrol basal dan biasanya diberikan bersama

insulin kerja cepat atau kerja-pendek untuk kendali saat waktu makan.

c. Insulin kerja panjang

i. Insulin glargine : Titik isoelektrik insulin glargine lbih rendah

dibandingkan insulin manusia, yang menyebabkan persipitasi pada lokasi

penyuntikan sehingga memperluas kerjanya. Obat ini lebih lambat

awitannya dibandingkan NPH insulin dan memiliki efek hipoglikemik

yang panjang dan datar / tidak memiliki puncak. Seperti insulin lainnya,

sediaan ini juga harus diberikan secara subkutan

ii. Insulin detemir : Insulin ini memiliki rantai samping asam lemak.

Tambahan rantai samping asam lemak meningkatkan ikatan dengan

albumin. Disoasiasi lambat dari albumin mengakibatkan sifat kerja-lama

yang serupa dengan insulin galgrine

d. Terapi kombinasi insulin

Berbagai kombinasi pencampuran insulin manusia, seperti 70 persen NPH insulin

ditambah dengan 30 persen insulin regular, 50 persen masin-masing insulin tadi,

atau 75 persen NPL insulin ditambah 25 persen insulin lispro juga tersedia.

Page 6: Laporan Ske 1 Geriatri Print

B. Pemberian insulin

Karena insulin merupakan polipeptida, insulin didegradasi dalam saluran cerna jika

digunakan per oral. Oleh sebab itu, insulin biasanya diberikan dengan injeksi

subkutan, kecuali pada keadaan tertentu seperti pada kegawatdaruratan hiperglikemik.

Insulin dinon-aktifkan oleh enzim pedegradasi insulin yang juga disebut insulin

protease, yang ditemukan terutama dalam hati dan ginjal

C. Efek samping insulin

Hipoglikemai merupakan efek samping yang paling serius dan paling sering oleh

karean adanya overdosis insulin. Penderita diabetes kronik sering tidak menghasilkan

jumlah hormone kontraregulasi yang adekuat (glucagon, epinefrin, kortisol, dsb),

sehingga lebih mudah terjadi hipoglikemia. Reaksi samping lain meliputi kenaikan

berat badan, lopodistrofi, reaksi alergi, dan reaksi lokal pada lokasi penyuntikan.

Penderita diabetes dengan insufisiensi ginjal dapat memerlukan penyesuaian dosis

insulin.

2.2.2. Diabetikum Ketoasidosis (DKA)

A. Definisi

Diabetikum Ketoasidosis (DKA) adalah suatu kondisi diabetes tak terkontrol yang

kronik karena defisiensi insulin. Kondisi tersebut ditandai dengan hiperglikemia,

hiperketonemia, dan asidosis metabolik .

B. Etiologi

1. Infeksi (19-56%)

2. Kesalahan/kelalaian pemberian insulin (15-41%)

3. Baru didiagnosis diabetes (10-22%)

4. Kardiovaskuler (infark miokard, stroke), pankreatitis, embolisme paru, konsumsi

alkohol berlebihan, penggunaaan steroid (<10%)

C. Patofisiologi

Defisiensi insulin relatif atau absolut yang disertai dengan temuan hormon stres

pengatur balik katabolik (catabolic counter-regulatory stress hormones), terutama

glukagon dan katekolamin, selain hormon pertumbuhan dan kortisol, dapat

Page 7: Laporan Ske 1 Geriatri Print

menyebabkan pembentukan berlebihan glukosa dan keton pada hati. Kekurangan

insulin ditambah dengan produksi berlebihan hormon stres meningkatkan lipolisis

disertai pelepasan NEFA (non-esterified fatty acid) dari jaringan adiposa ke dalam

sirkulasi. Di hati, asam lemak sebagian dioksidasi menjadi asam asetoasetat badan

keton dan asam hidroksibutirat-3 yang berkontribusi terhadap asidosis, serta aseton

(dibentuk oleh dekarboksilasi asetoasetat non enzimatik). Sisanya kemudian beracun

dan dikeluarkan melalui paru.

Gambar 1. Mekanisme ketoasidosis melibatkan NEFA

Hiperglikemia terjadi akibat peningkatan glikogenolisis karena adanya kelebihan glukagon,

glukoneogenesis terjadi karena peningkatan lipolisis dan proteolisis, penurunan ambilan

perifer glukosa karena tidak ada ambilan yang dirangsang insulin, dan penggunaan bahan

bakar alternatif seperti NEFA dan badan keton terkait glukosa.

Page 8: Laporan Ske 1 Geriatri Print

Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik yang mengarah pada dehidrasi dan

kekurangan elektrolit. Deplesi atau penurunan kadar natrium memburuk karena penurunan

reabsorpsi natrium karena defisiensi insulin. Asidosis metabolik menyebabkan penurunan

pertukaran kalium intrasel dengan ion hidrogen, dan defisiensi insulin juga menyebabkan

penurunan kalium dari sel. Proses tersebut dapat mengakibatkan peningkatan kalium

plasma.

D. Gejala

Gejala DKA meliputi peningkatan poliuria dan rasa haus, penurunan berat badan,

kelemahan, mengantuk, dan pada akhirnya koma (sekitar 10% kasus). Nyeri abdomen

dapat dirasakan terutama pada anak kecil atau remaja dan biasanya pulih dalam 24 jam.

Tanda fisik DKA meliputi dehidrasi, hipotensi, takikardia, dan hipotermia. Asidosis

merangsang pusat pernapasan yang menimbulkan napas dalam dan cepat (kussmaul). Bau

aseton pada napas pasien (serupa dengan gunting kuku) dapat jelas ditemkan pada

beberapa pasien.

Mekanisme DKA menginduksi koma masih belum diketahui secara pasti, namun

gangguan kesadaran umumnya berhubungan dengan konsentrasi dan osmolalitas plasma.

Koma yang terjadi berhubungan dengan prognosis yang buruk. Hal itu disebabkan oleh

otak yang tidak sadar lagi menggunakan badan keton yang bersirkulasi sehingga badan

keton dengan lebih cepat menumpuk dan mengakibatkan perburukan asidosis metabolik.

Penyebab penyerta koma seperti stroke, cedera kepala, meningitis, dan overdosis obat

sebaiknya senantiasa dipertimbangkan dan tidak berlaku bila tanda klinis menunjukkan

satu diagnosis tersebut. Edema serebral sebaiknya dicurigai bila tingkat kesadaran menurun

selama pengobatan.

2.2.3. HHNS

A. Definisi

Hyperglicemic hyperosmolar syndrome (HHS) adalah suatu keadaan kedaruratan

diabetik yang hiperglikemia dan menyebabkan dehidrasi berat.

B. Gejala Klinis

Manifestasi HHS ini berupa dehidrasi berat, polidipsi, poliuria, perubahan status

mental seperti delirium, takikardia, hipotensi, dan penurunan berat badan. Pada kasus

Page 9: Laporan Ske 1 Geriatri Print

berat kelainan yang terjadi bisa berupa koma, kejang, dan gangguan neurologis

lainnya.

C. Patofisiologi

Hiperglikemi pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol akan

menyebabkan urin menjadi pekat dan menjadi osmolaritasnya meningkat. Sehingga

peningkatan tersebut menyebabkan banyak cairan intravaskular yang tertarik keluar

dan menjadi urin. Diuresis yang diinduksi oleh glukosa menyebabkan hipovolemia dan

pelepasan respon stres oleh hormon-hormon counter regulatory insulin seperti hormon

pertumbuhan (GH), epinefrin dan yang terpenting adalah glukagon. Hipovolemia berat

menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan ketidakmampuan mengekskresi

glukosa, sehingga memperburuk hiperglikeminya sendiri. Pasien dengan HHS ini

biasanya terjadi pada diabetes tipe 2. Pasien tersebut membuat sedikit insulin untuk

mencegah lipolisis dan ketoasidosis diabetik.

D. Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada pengukuran osmolalitas serum dan kadar glukosanya.

Hasil pengukuran glukosa biasanya akan sangat tinggi yaitu mencapai lebih dari 600

mg/dL. Dan osmolalitas serum biasanya lebih dari 320 mOsm/dL. Nilai pH berada

diantara 7,35 sampai 7,45. Apabila pH berada di bawah 7,35, ada kemungkinan pasien

menderita ketoasidosis diabetikum karena asidosis.

E. Kedaruratan HHNS

Mortalitas HHS dibagi menjadi tipe dini (<72 jam) dan tipe lanjut (>72 jam).

Penyebab awal mortalitas yaitu shock, sepsis, dan kematian akibat penyebab yang

mendasari seperti infeksi atau hipovolemik. Mortalitas lanjut paling sering disebabkan

oleh kejadian thromboembolik pembuluh darah besar seperti infark cerebri atau

myocard, embolisme paru, trombosis pembuluh mesenterik. Atau koagulopati

intravaskular diseminata.

2.2.4. Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan

tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan

spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset

Page 10: Laporan Ske 1 Geriatri Print

menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak

atau terlentang, atau paling sedikit selama 5 menit sampai 30 menit setelah merokok

atau minum kopi (Kaplan, 2006). Kriteria hipertensi menurut JNC VII (2007) :

KLASIFIKASI

TEKANAN DARAH

TEKANAN DARAH

SISTOL (mmHg)

TEKANAN

DARAH DIASTOL

(mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Stage 1 140-159 90-99

Hipertensi Stage 2 160 atau >160 100 atau >100

Hipertensi didiagnosis berdasarkan peningkatan tekanan darah sistolik dan

diastolik. Ketika tekanan darah sistolik dan diastolik berada pada pada kategori yang

berbeda, maka dipilih kategori yang lebih tinggi untuk mengklasifikasikan tekanan

darah individu. Menurut Kaplan (2006) hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Hipertensi Primer (essensial)

Onset hipertensi essensial biasanya muncul pada usia antara 25-55 tahun,

sedangkan usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan. Patogenesis hipertensi essensial

adalah multifaktorial. Faktor-faktor yang terlibat dalam patogenesis hipertensi

essensial antara lain faktor genetik, hipertaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin

angiotensin, defek natriuresis, natrium dan kalsium intraseluler, serta konsumsi

alkohol secara berlebihan

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi sekunder

apat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai riwayat hipertensi

dalam keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali pada usia di atas 50 tahun

atau yang sebelumnya diterapi tapi mengalami refrakter terhadap terapi yang

diberikan mungkin mengalami hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder

antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler ginjal,

Page 11: Laporan Ske 1 Geriatri Print

hiperaldosteronisme primer dan sindroma chusing, feokromsitoma, koarktasio aorta,

kehamilan, serta penggunaan obat-obatan.

2.2.5. Diabetes Melitus

Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan

metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan

gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi

fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi

produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan

kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina Farmasi & ALKES,

2005).

Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak normal,

suatu resiko komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan ditandai dengan

adanya peningkatan komplikasi perkembangan makrovaskuler. Secara umum, ketiga

elemen diatas telah digunakan untuk mencoba menemukan diagnosis atau

penyembuhan diabetes (Mogensen, 2007). Pada beberapa populasi tetapi bukan

semuanya, defenisi diabetes oleh distribusi glukosa adalah pendistribusian glukosa ke

seluruh jaringan dimana berbeda distribusi glukosa pada setiap individual dengan

atau tanpa diabetes. Selain itu distribusi glukosa juga dapat menjadi parameter untuk

penyakit diabetes atau dengan kata lain, nilai defenisi diagnosis untuk diabetes

didasarkan pada nilai distribusi glukosa pada tingkat populasi bukan sering atau

tidaknya berolahraga. Besarnya komplikasi mikrovaskuler pada retina dan ginjal

spesifik menuju ke diabetes. Selain itu terjadinya komplikasi makrovaskuler dapat

menyebabkan kematian pada penderita diabetes. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai

glukosa yang tidak normal seharusnya ditemukan sebagai peningkatan cepat dari

nilai glukosa, yang mana diapresiasikan dengan peningkatan resiko penyakit CVD

(kardiovaskuler) (Mogensen, 2007).

Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering kencing

terutama malam hari dan berat badan turun dengan cepat. Di samping itu kadang-

kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-

Page 12: Laporan Ske 1 Geriatri Print

gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh. Pasien dapat

terkena komplikasi pada mata (pandangan kabur) hingga buta atau komplikasi lain

seperti kaki busuk (gangren), komplikasi pada ginjal, jantung, dll (Waspadji, dkk,

2002). Beberapa faktor yang dapat menunjang timbulnya Diabetes mellitus yaitu

obesitas dan keturunan, sedangkan gejala yang dapat diamati adalah polidipsia,

poliuria, dan polipfagia. Gejala-gejala ini perlu mendapat tanggapan di dalam

penyusunan diet penderita Diabetes mellitus (Tjokroprawiro, dkk, 1986).

Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia

yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut

metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin berperan sangat penting yaitu

memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan

bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di

pankreas (Waspadji, dkk, 2002).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui dua bentuk Diabetes mellitus

yaitu:

1. Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes mellitus, IDDM) adalah

diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat

rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Lagerhans pankreas. IDDM

dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak

bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita

diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai

dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya

normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab

terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi

autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut

dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin,

dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor

pengujian darah.

Page 13: Laporan Ske 1 Geriatri Print

2. Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes mellitus, NIDDM)

merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di

dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan

oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β,

gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin terutama pada hati

menjadi kurang peka terhadap insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh

otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut

sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang

ditemukan pada manusia.

Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas

terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.

Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan

sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun

semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan

insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti

dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai

faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin. Obesitas ditemukan di kira-

kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis.

Faktor lain meliputi sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus

meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak. Diabetes tipe 2

dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya,

awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya

pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan (Mogensen,

2007).

2.2.6. Pemeriksaan Fisik

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang

Evaluasi Laboratorium awal pasien dengan kecurigaan KAD atau SHH meliputi;

1. penentuan kadar glukosa plasma

Page 14: Laporan Ske 1 Geriatri Print

2. penentuan kadar urea nitrogen/kreatinin serum dan keton

3. elektrolit (dengan anion gap)

4. osmolaritas

5. analisa urine (makroskopis, mikroskopis, reaksi kimia)

6. benda keton urin dengan dipstik

7. analisa gas darah

8. pemeriksaan sel darah lengkap dengan hitung jenis

9. elektrokardiogram.

Kultur bakteri dari air seni, darah, tenggorokan dan lain-lain harus dilakukan dan

antibiotik yang sesuai harus diberikan jika dicurigai ada infeksi. Pemeriksaan foto thorax

harus dikerjakan jika ada indikasi suatu infeksi pernapasan.

Konsentrasi natrium serum pada umumnya berkurang oleh karena perubahan osmotik

yang terjadi terus menerus dari intrasellular ke extracellular dalam keadaan hiperglikemia.

Konsentrasi kalium serum mungkin meningkat oleh karena pergeseran kalium extracellular

yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin, hypertonisitas, dan asidemia. Pasien

dengan konsentrasi kalium serum rendah atau lownormal pada saat masuk, mungkin akan

kekurangan kalium yang berat pada saat perawatan sehingga perlu diberi kalium dan perlu

monitoring jantung yang ketat, sebab terapi krisis hiperglikemia akan menurunkan kalium

lebih lanjut dan dapat menimbulkan disritmia jantung.

Adanya stupor atau koma pada pasien DM tanpa peningkatan osmolalitas efektif ( >

320 mOsm/kg) perlu pertimbangan kemungkinan lain penyebab perubahan status mental.

Pada mayoritas pasien DKA kadar amilase meningkat, tetapi ini mungkin berkaitan dengan

sumber nonpankreatik. Serum lipase bermanfaat untuk menentukan diagnosa banding

dengan pankreatitis. Nyeri abdominal dan peningkatan kadar amilase dan enzim hati lebih

sering terjadi pada DKA dibandingkan dengan SHH (American Diabetes Association,

2004).

Page 15: Laporan Ske 1 Geriatri Print

Tabel. Pemeriksaan diagnostik awal pada pasien dengan krisis hiperglikemi.

A. Analisa Gas Darah

1. Deskripsi

Analisis dilakukan untuk evaluasi pertukaran oksigen dan karbon dioksida dan

untuk mengetahui status asam basa. Pemeriksaan dapat dilakukan pada pembuluh

arteri untuk melihat keadaan pH, pCO2, pO2, dan SaO2.

2. Indikasi

a. Abnormalitas pertukaran gas

b. Penyakit paru akut dan kronis

c. Gagal nafas akut

d. Penyakit jantung

e. Pemeriksaan keadaan pulmoner (restdan exercise)

f. Gangguan tidur

g. Gangguan asam basa

h. Asidosis metabolik

i. Alkalosis metabolik

Page 16: Laporan Ske 1 Geriatri Print

B. Saturasi Oksigen (SaO2)

Nilai Normal: 95-99% O2

Deskripsi: Jumlah oksigen yang diangkut oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi

total oksigen yang terikat pada hemoglobin.

Implikasi Klinik:

- Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar oksigenasi hemoglobin dan

kecukupan oksigen pada jaringan

- Tekanan parsial oksigen yang terlarut di plasma menggambarkan jumlah oksigen

yang terikat pada hemoglobin.

C. Tekanan Parsial Oksigen (PaO2)

Nilai normal (suhu kamar, tergantung umur) : 75-100 mmHg SI : 10-13,3 kPa

Deskripsi: PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah O2 yang

terlarut dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru-paru dalam

menyediakan oksigen bagi darah.

Implikasi Klinik:

1. Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik (PPOK),

penyakit obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat gangguan fisik atau

neuromuskular dan gangguan fungsi jantung. Nilai PaO2 kurang dari 40 mmHg

perlu mendapat perhatian khusus.

2. Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2 oleh alat

bantu (contoh: nasal prongs, alat ventilasi mekanik), hiperventilasi, dan polisitemia

(peningkatan sel darah merah dan daya angkut oksigen).

D. Tekanan Parsial Karbon Dioksida (PaCO2)

Nilai normal : 35-45 mmHg SI : 4,7-6,0 kPa

Deskripsi: PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 yang terlarut

dalam plasma. Dapat digunakan untuk menentukan efektifitas ventilasi alveolar dan

keadaan asam-basa dalam darah.

Implikasi klinis:

- Penurunan nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia, anxiety/nervousness dan

emboli paru. Nilai kurang dari 20 mmHg perlu mendapat perhatian khusus.

Page 17: Laporan Ske 1 Geriatri Print

- Peningkatan nilai PaCO2 dapat terjadi pada gangguan paru atau penurunan fungsi

pusat pernafasan. Nilai PaCO2 > 60 mgHg perlu mendapat perhatian.

- Umumnya, peningkatan PaCO2dapat terjadi pada hipoventilasi sedangkan

penurunan nilai menunjukkan hiperventilasi.

- Biasanya penurunan 1 mEq HCO3 akan menurunkan tekanan PaCO2 sebesar 1,3

mmHg.

E. pH

Nilai normal : 7,35-7,45

Nilai kritis: < 7,25 atau >7,55

Deskripsi : serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sumber

ion hidrogen dalam tubuh meliputi asam volatil dan campuran asam (seperti asam

laktat dan asam keton)

Implikasi Klinik:

- Umumnya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia (peningkatan

pembentukan asam)

- Umumnya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia (kehilangan asam)

- Bila melakukan evaluai nilai pH, sebaiknya PaCO2 dan HCO3diketahui juga untuk

memperkirakan komponen pernafasan atau metabolik yang mempengaruhi status

asam basa.

F. Karbon dioksida (CO2)

Nilai normal : 22 - 32 mEq/L SI unit : 22 - 32 mmol/L

Deskripsi: Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat sebagai ion bikarbonat

(HCO3-), 5% sebagai larutan gas CO2 terlarut dan asam karbonat (H2CO3).

Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa

dan diatur oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama bersifat asam dan diatur oleh

paru-paru. Oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi bikarbonat.

Implikasi klinik:

- Peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada muntah yang parah, emfisema, dan

aldosteronisme.

- Penurunan kadar CO2 dapat terjadi pada gagal ginjal akut, diabetik asidosis dan

hiperventilasi.

Page 18: Laporan Ske 1 Geriatri Print

- Peningkatan dan penurunan dapat terjadi pada penggunaan nitrofurantoin.

G. Anion Gap (AG)

Nilai normal : 13-17 mEq/L

Deskripsi:

Anion gap digunakan untuk mendiagnosa asidosis metabolik. Perhitungan

menggunakan elektrolit yang tersedia dapat membantu perhitungan kation dan anion

yang tidak terukur. Kation dan anion yang tidak terukur termasuk Ca+ dan Mg2+, anion

yang tidak terukur meliputi protein, fosfat sulfat dan asam organik. Anion gap dapat

dihitung menggunakan dua pendekatan yang berbeda :

Na+ - (Cl- + HCO3) atau Na + K – (Cl + HCO3) = AG

Implikasi Klinik:

- Nilai anion gap yang tinggi (dengan pH tinggi) menunjukkan penciutan volume

ekstraseluler atau pada pemberian penisilin dosis besar.

- Anion gap yang tinggi dengan pH rendah merupakan manifestasi dari keadaan

yang sering dinyatakan dengan singkatan "MULEPAK", yaitu: akibat asupan

metanol, uremia, asidosis laktat, etilen glikol, paraldehid, intoksikasi aspirin dan

ketoasidosis.

- Anion gap yang rendah dapat terjadi pada hipoalbuminemia, dilution,

hipernatremia, hiperkalsemia yang terlihat atau toksisitas litium.

- Anion gap yang normal dapat terjadi pada metabolik asidosis akibat diare,

asidosis tubular ginjal atau hiperkalsemia.

H. Sistem Buffer Bikarbonat

Nilai normal : 21-28 mEq/L

Deskripsi: Sistem buffer bikarbonat terdiri atas asam karbonat (H2CO3) dan bikarbonat

(HCO3). Secara kuantitatif, sistem buffer ini merupakan sistem buffer utama dalam

cairan ektraseluler. Digambarkan dalam hubungan sebagai berikut:

Total CO2 mengandung : asam karbonat + bikarbonat

Implikasi Klinik:

- Peningkatan bikarbonat menunjukan asidosis respiratori akibat penurunan

ventilasi

Page 19: Laporan Ske 1 Geriatri Print

- Penurunan bikarbonat menunjukan adanya alkalosis respiratori (akibat

peningkatan ventilasi alveolar dan pelepasan CO2dan air) atau adanya asidosis

metabolik (akibat akumulasi asam tubuh atau hilangnya bikarbonat dari cairan

ekstraseluler).

2.2.8. Tatalaksana

Page 20: Laporan Ske 1 Geriatri Print

BAB III

SIMPULAN

1. Terjadinya berbagai proses patologi pada lansia memiliki banyak

penyebab. Penyebab yang multifaktorial seperti faktor fisik, sosial,

psikologis, biologis, dapat bermanifestasi menjadi berbagai gejala

/sindrom geriatri.

2. Secara molekuler, proses penuaan terjadi akibat produksi hasil

metabolisme sel berupa ROS (Reactive Oxygen Species). ROS

menyebabkan mutasi sel, translasi protein non fungsional,

metabolisme sel terganggu, sehingga menyebabkan penuaan

hingga kematian sel.

3. Pasien geriatri adalah pasien berusia lanjut (> 60 tahun) dengan penyakit majemuk

(multipatologi) akibat gangguan fungsi jasmani dan rohani, kondisi sosial yang

bermasalah, sehingga kejadian jatuh pada pasien geriatri merupakan

kegawatdaruratan yang perlu dievaluasi

4. Pasien geriatri pada skenario diatas mengalami hipertensi dan kadar gula darah serta

kreatini yang lebih dari normal sehingga didiagnosis menderita hipertensi,

gagalginjal, serta perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakan diagnosis diabetes

melitus dan reumatik.

Page 21: Laporan Ske 1 Geriatri Print

BAB IV

SARAN

1. Dalam diskusi tutorial ini, mahasiswa sudah cukup aktif. Namun, masih kurang dalam

penelusuran literature yang valid.

2. Tutor sudah baik dalam menjaga situasi diskusi dan juga dalam mengarahkan mahasiwa

agar tetap dalam koridor yang tepat saat diskusi, sehingga tujuan pembelajaran (learning

objective) yang telah ditetapkan dapat tercapai.

3. Suasana tutorial di mana mahasiswa saling bertanya, menjawab, dan menanggapi sangat

membangun keefektifan diskusi tutorial, dan sangat mendukung tercapainya tujuan

pembelajaran (learning objective).

Page 22: Laporan Ske 1 Geriatri Print

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Pedoman Pelayanan Farmasi(tata Laksana Terapi Obat)untuk Pasien Geriatri,

Depkes RI, Jakarta.

Boedhi-Darmojo, (2009). Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta : FKUI.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:

Bagian Farmakologi FK UI.

Ditjen Bina Farmasi dan Alkes. (2005). Pharmaceutical Care untuk penyakit Diabetes Mellitus.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI. pp 9-43.

Kaplan N.M. (2006).Primary Hypertension: Pathogenesis,Mechanism.Of Hypertension with

Obesity in: Kaplan’s Clinical Hypertension edisi ke-9. Philadelphia, USA: Lippincott W

Kusumawati, 2007, Mengenal Demensia Pada Lanjut Usia, (Online), available :

http:/www.berita iptek online.com, (2009, Agust, 24).

Martono H, Pranaka K. 2011. Buku ajar geriatri ilmu kesehatan usia lanjut edisi ke 4. Jakarta:

balai penerbit FKUI.

Maslim Rusdi, 2001, Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta

Medicastore, 2008, Demensia, (Online), available : http:/www.medicastore.com, (2009,

Agust,24).

Pujiastuti Sri Suruni, 2003, Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta: EGC.

Tjokroprawiro H.A, (1986). Diabetes Mellitus Aspek Klinik dan Epidemiologi. Surabaya:

Airlangga University Press. pp: 27, 51