Laporan Shampo Bayu.doc

25
JUDUL LAPORAN PEMBUATANSHAMPOO BERBAHAN DASAR MINYAK KELAPA DENGAN VARIASI PENGGUNAAN H 2 SO 4 DAN AQUADES Oleh : Bayu Octavian Prasetya 121710101118

Transcript of Laporan Shampo Bayu.doc

Page 1: Laporan Shampo Bayu.doc

JUDUL LAPORAN

PEMBUATANSHAMPOO BERBAHAN DASAR MINYAK KELAPA DENGAN

VARIASI PENGGUNAAN H2SO4 DAN AQUADES

Oleh :

Bayu Octavian Prasetya 121710101118

UNIVERSITAS JEMBER

JEMBER

Page 2: Laporan Shampo Bayu.doc

2014

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar populasi di dunia mengalami permasalahan rambut berketombe.

Ketombe adalah suatu gangguan berupa pengelupasan kulit mati secara berlebihan di kulit

kepala, kadang disertai pula dengan pruritus (gatal-gatal) dan peradangan. Penyebab ketombe

dapat berupa sekresi kelenjar keringat yang berlebihan atau adanya peranan mikroorganisme

di kulit kepala yang menghasilkan suatu metabolit yang dapat menginduksi terbentuknya

ketombe (Harahap, 1990). Jenis pembersih kepala yang telah dikembangkan sejak dulu

adalah shampoo. Shampoo adalah sejenis cairan seperti sabun yang berfungsi untuk

meningkatkan tegangan permukaan kulit kepala sehingga dapat membersihkan kotoran di

kulit kepala yang mengganggu pertumbuhan rambut secara normal (Jellinek, 1977).

Secara ilmiah shampoo mengandung surfaktan dalam bentuk yang cocok dan berguna untuk

menghilangkan kotoran dan lemak yang melekat pada rambut dan kulit kepala (Bore,

1980).

Shampoo menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Pasar

dari produk shampoo ini sangat menjanjikan, dapat dilihat dari jumlah total pengguna

shampoo yang mencapai 200 juta konsumen mulai dari bayi hingga orang tua dengan

karakteristik konsumen yang bersifat bebas sesuai dengan fungsi yang diinginkannya

(Rangkuti, 2009). Permasalahan yang timbul adalah banyaknya perusahaan yang

memproduksi shampoo menggunakan bahan sentetik/kimia yang berlebihan guna

meningkatkan kemampuan shampoo dalam membersihkan kulit kepala. Banyak penelitian

yang telah membuktikan bahwa penggunaan bahan kimia yang berlebih dapat mengakibatkan

timbulnya gangguan pada kesehatan, sebagaui contoh adalah iritasi dan alergi pada kulit.

Perkembangan ilmu mengakibatkan pergeseran gaya hidup. Kesehatan menjadi faktor

penting yang sering diperhatikan oleh konsumen. Bahan-bahan yang digunakan dalam

pembuatan shampoo harus aman dan mudah terdegradasi. Setiap bahan harus memiliki

fungsi dan peran yang spesifik. Formulasi untuk sampo harus mengandung bahan-bahan

yang berfungsi sebagai surfaktan, foaming agent, dan stabilizer (Mottram, 2000). Sebagai

contoh adalah shampoo yang menggunakan bahan tambahan aloevera atau minyak kelapa.

Minyak kelapa telah dikenal dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatyan shampoo

karena memiliki kandungan keratin yang bagus untuk rambut. Asam lemak dalam minyak

Page 3: Laporan Shampo Bayu.doc

kelapa yang digunakan dalam pembuatan sabun atau shamphoo adalah asam lemak yang

memiliki rantai karbon berjumlah 12-18 (C12-C18). Asam lemak dengan rantai karbon

kurang dari 12 tidak memiliki efek sabun (soapy effect) dan dapat mengiritasi kulit,

sedangkan asam lemak dengan rantai karbon lebih dari 20 memiliki kelarutan yang sangat

rendah. Asam lemak dengan rantai karbon 12-14 memberikan fungsi yang baik untuk

pembusaan sementara asam lemak dengan rantai karbon 16-18 baik untuk kekentalan dan

daya detergensi (Miller, 2003). Selain minyak kelapa, senyawa saponin dapat digunakan

dalam pembuatan shampoo karena memiliki sifat sebagai surfaktan. Kemangi dikenal

mengandung senyawa saponin sehingga dapat digunakan dalam pembuatan shampoo.

Permasalahan yang menjadi faktor penelitian adalah stabilitas shampoo berbahan saponin

belum diketahui dengan baik. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

stabilitas shampoo yang dihasilkan dengan melakukan perbandingan antara shampoo

berbahan minyak kelapa dan saponin dengan sintetis.

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang menjadi faktor penelitian adalah stabilitas shampoo menggunakan

variasi bahan H2SO4 dengan aquades belum diketahui dengan baik. Temuan yang menjadi

target adalah diketahui formulasi bahan yang digunakan sehingga dapat dihasilkan mutu

shampoo yang baik.

1.3 Tujuan

Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui variasi penggunaan

H2SO4 dengan aquades terhadap mutu shampo yang dihasilkan. Serta mengetahui pula

penambahan minyak kelapa terhadap foaming agent yang dihasilkan oleh shampo.

Page 4: Laporan Shampo Bayu.doc

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Shampo

Dalam pengertian ilmiahnya shampoo adalah suatu garam dari senyawa organik

(Jellinek, 1977), mengandung surfaktan dalam bentuk yang cocok dan berguna untuk

menghilangkan kotoran dan lemak yang melekat pada rambut dan kulit kepala agar tidak

membahayakan rambut, kulit kepala, dan kesehatan pemakai (Bore, 1980). Kotoran kepala

merupakan produk sekresi dari kelenjar sebaceous, ekrin dan apokrin. Sel-sel dan serpihan

cornified epithellium yang lepas secara kontinu harus dihilangkan (Figueraset al, 2000).

2.2 Komposisi Shampoo

1. Bahan utama shampo

Formula sampo setidaknya harus mengandung bahan-bahan diantaranya surfaktan,

thickeners dan foaming agent, dan conditioning agent. Berikut adalah contoh formula

shampoo (Mottram, 2000).

A. Surfaktan

Surfaktan memiliki fungsi yang hampir sama seperti emulsifier, yaitu sebagai

komponen yang menyatukan minyak dan air (Butler, 2000). Surfaktan merupakan suatu

molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat

mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif

permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Bagian

polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini

yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan

zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air

dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam

fase minyak.Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang

panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Jatmika,

1998).

B. Thickeners

Thickness atau kekentalan merupakan salah satu mutu shampoo. Terdapat beberapa

cara untuk membuat shampoo menjadi kental, yaitu dengan cara meningkatkan

viskositas dengan menggunakan garam. Natrium klorida atau amonium klorida dapat

digunakan sebagai thickeners, namun hanya dapat bekerja/bereaksi dengan sulfonat atau

Page 5: Laporan Shampo Bayu.doc

sulfat. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal)

(Rohman, 2009). Penggunaan garam sebagai thickners harus memperhatikan beberapa

faktor, diantaranya dosis. Penggunaan garam yang terlalu banyak atau terlalu tinggi

dapat menyebabkan shampoo menjadi lebih keruh. Selain garam, pengental lainnya

adalah gum termasuk guar, xanthan gum dan selulosa. Semua bahan tersebut dapat

meningkatkan viskositas dengan membentuk semacam gel. Penggunaan gum memiliki

keuntungan, yaitu dapat bertindak sebagai busa stabilizer dan mampu menjaga partikel

yang tidak larut seperti pigmen atau pyrithione seng (anti-ketombe) dalam suspensi, tidak

menyebabkan iritasi karena tidak menembus kulit seperti halnya pengental lainnya

(Jatmika, 1998).

C. Conditioners

Saat ini hampir semua shampoo mengandung conditioner dari beberapa jenis.

Konsumen mengharapkan dengan menggunakan shampoo maka rambut mereka menjadi

halus. Conditioning agent yang paling sering digunakan adalah quaternary surfactants

(quats) yang memberi dampak positif dan dapat menetralisir kerusakan kulit ari yang

rusak. Selain itu, quats juga memiliki lemak yang dapat memberikan efek mengkilap atau

glossy (Jatmika, 1998).

2. Bahan tambahan shampoo

Selain bahan utama, dalam pembuatan shampoo juga terdapat bahan tambahan. Bahan

tambahan harus sesuai dengan dosis yang diberlakukan. Formulasi bahan tambah

ditampilkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Bahan tambahan shampoo

Frequent use % w/w

Normal shampoo %w/w

Sodium Laureth Sulfate (70%A)

7.70 13.50

Cocamidopropil Betain (30%A)

2.00 2.00

Tetrasodium EDTA 0.10 0.10 Preservative q.s. q.s.Perfume q.s. q.s.Colour q.s. q.s. Citrid Acid to ph 6.0 to ph 6.0 Sodium Choride q.s. q.s.Water (deionized); Aqua (INCI)

to 100.00 to 100.00

Sumber :Mottram (2000).

Page 6: Laporan Shampo Bayu.doc

Secara garis besar, fungsi masing-masing bahan tambahan tersebut disjelaskan

sebagai berikut:

a. Sodium lauril sulfat merupakan detergent yang berfungsi untuk membersihkan

kotoran dikulit kepala.

b. Cocamidopropyl Betaine berperan sebagai surfaktan anionik. Cocamidopropyl

betaine merupakan surfaktan sintetsis turunan dari minyak kelapa dan

dimethylaminopropylamine yang bersifat switer ion.

c. Tetrasodium EDTA berfungsi sebagai khelating agent atau antioksidan.

Penambahan bahan ini agar senyawa-senyawa yang mudah teroksidasi tetap

stabil.

2.3 Minyak KelapaMinyak kelapa sudah lama dikenal sebagai komponen pembentuk sabun pada

shampoo. Minyak kelapa berfungsi sebagai sumber asam lemak. Asam-asam lemak dapat

dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Masing-

masing jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang terbentuk.

Asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Asam lemak

rantai panjang dan jenuh menghasilkan sabun padat (Steve, 2008). Sabun yang dihasilkan

dari asam lemak dengan bobot molekul kecil akan lebih lunak daripada sabun yang dibuat

dari asam lemak dengan bobot molekul besar.

Berbagai penelitian telah dilakukan sehingga diperoleh hasil bahwa asam lemak dapat

memberikan pengaruh terhadap shampoo yang dihasilkan. Berikut adalah contoh formula

sampo menurut Mottram (2000).

Tabel 2.2 Komponen Pembentuk Sabun

Asam Lemak Rumus Kimia Sifat yang ditimbulkan pada sabun

Asam laurat CH3(CH2)10COOH Mengeraskan, membersihkan, menghasilkan busa lembut

Asam miristat CH3(CH2)12COOH Mengeraskan, membersihkan, menghasilkan busa lembut

Asam palmitat CH3(CH2)14COOH Mengeraskan, menstabilkan busa

Asam stearat CH3(CH2)16COOH Mengeraskan, menstabilkan busa, melembabkan

Asam oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7

COOHMelembabkan

Asam linoleat CH3(CH2)4(CH=CHCH2)2(CH2)6COOH

Melembabkan

Sumber : Mottram, 2000.

Page 7: Laporan Shampo Bayu.doc

Penggunaan asam lemak yang memiliki rantai panjang, khususnya C16 dan C18, akan

menghasilkan sabun dengan struktur yang lebih kompak dan dapat mencegah atau

memperlambat disintegrasi sabun saat terpapar oleh air. Asam-asam lemak rantai pendek

memiliki kemampuan kelarutan dalam pelarut air, semakin panjang rantai asam-asam lemak

maka kelarutannya dalam air semakin berkurang. Asam-asam lemak dengan rantai pendek,

misalnya asam laurat, berperan dalam kemampuan sabun untuk menghasilkan busa (Mottram,

2000).

2.4 Standart Nasional Indonesia Shampoo 06-2692-1992

Standar Shampoo disusun berdasarkan hasil survai di daerah produksi Jawa Timur

dan DKI Jaya. Setelah mempelajari hasil survai tersebut dan memperbandingkan dengan

Indian Standard (IS.-7884-1975) dan Thai Standard (TIS. 162-1975), maka disusunlah SNI

Shampoo untuk bukan bayi sebagai berikut:

Tabel 2.3 SNI (06-2692-1992) Shampoo bukan untuk bayi

Karakteristik Syarat Cara Pengujian- Bentuk Cair Tidak asa yang mengendap Organoleptik Emulsi Rata dan tidak pecah Pasta Tidak menggumpal keras Batangan Rata dan seragam Serbuk Rata dan seragam- Zat aktip permukaan

dihitung sebagai SLS* dan atau non ionic, % (bobot/bobot) min.

4,5 SP-SMP-283-1980IS-7884-1975 (B)

- pH dengan larutan 10% (bobot/volume)

5,0 – 9,0 SP-SMP-283-1980IS-7884-1975 (B)

Kadar air dan zat lain nya yang menguap, % (bobot/bobot) maks.

95,5 SP-SMP-283-1980IS-7884-1975 (B)

*SLS = Sodium Lauryl Sulfat

Page 8: Laporan Shampo Bayu.doc

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 BahanBahan penelitian yang digunakan adalah minyak, KOH, NaOH, Gliserol, NaCl,

Cocamide dea, aquades dan H2SO4.

3.2 AlatAlat yang perlu digunakan dalam penelitian meliputi Gelas Ukur, Spatula, Pipet, Bold

Pipet, Vortex, Hot Plate, Botol.

3.4 Rancangan PenelitianRancangan penelitian yang akan digunakan pada pembuatan shampo ialah pada

penambahan perbedaan konsentrasi H2SO4 dengan aquades untuk mengetahui mutu dari

shampo yang dihasilkan.

3.5 Pelaksanaan PenelitianPenelitian yang akan dilakukan dibagi menjadi dua tahap terlebih dahulu dilaukan

pencampuran terhadap bahan 1 atau sampel C1 (8,2 ml Minyak, 2,2 ml KOH 32%, 0,6 ml

NaOH 20%, 4,1 ml Gliserol, 4,1 ml NaCl 50%, 6,15 ml Cocamide dea, 4.1 ml H2SO4 c1, 10

ml Aquades) kemudian di mixing dan bahan 2 atau sampel C2 (8,2 ml Minyak, 2,2 ml KOH

32%, 0,6 ml NaOH 20%, 4,1 ml Gliserol, 4,1 ml NaCl 50%, 6,15 ml Cocamide dea, 5,1 ml

H2SO4 5%, 5 ml Aquades). Pembuatan sampo dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2014,

bertempat di Labratorium Kimia di Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi

Pertanian Universitas Jember.

Page 9: Laporan Shampo Bayu.doc

3.6 Skema Kerja

NB : setiap penambahan bahan dilakukan proses pengadukan.

Minyak kelapa

gliserol

Nacl 50%

Cocoamide dea

H2SO4

aquades

KOH 32%

NAOH 20%

Pengadukan

Pengadukan

Pencampuran Di ruang asam

Shampo

Page 10: Laporan Shampo Bayu.doc

3.7 Evaluasi SampoSetelah sediaan sampo sudah jadi, perlu dilakukan pengujian untuk penjaminan

kualitas sampo tersebut. Beberapa uji yang dilakukan pada sampo diantaranya adalah:

a. Uji sensoris

Pada pengamatan uji sensoris dengan parameter warna dan aroma dan tingkat

kehomogenan produk akhir. Shampoo memiliki emulsi yang stabil dan emulsinya

tidak pecah. Uji sensoris dilakukan dengan menggunakan panelis skoring uji

kesukaan.

b. pH

pH sampo sangat penting untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas

rambut, meminimalkan iritasi pada mata dan menstabilkan keseimbangan ekologis

kulit kepala. Uji pH sampo dapat dilakukan menggunakan pH meter maupun kertas

pH.

c. Viskositas

Uji viskositas sampo dilakukan menggunakan viskosimeter Brookfield.

Viskositas sampo akan berpengaruh pada saat filling ke wadah, proses

pencampuran, dan pada saat pemakaian.

d. Kemampuan dan stabilitas busa

Uji kemampuan dan stabilitas busa dari sampo dilakukan denga metode

cylinder shake. Caranya yaitu dengan memasukkan 50 ml sampo 1% ke dalam

tabung reaksi 250 ml kemudian dikocok kuat selama 10 kali. Total volume dari

isi busa diukur dan diamati penurunan dan stabilitas busanya (Kumar, 2010).

Page 11: Laporan Shampo Bayu.doc

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 pH

Sampel pHC1 13C2 14

4.1.2 Uji Kesukaan

Nama Panelis 213 (C1) 327 (C2)Aroma Viskositas Aroma Viskositas

Sigit S.P 3 3 4 3Faruq 3 2 4 3Sahlul 3 2 4 3Yusri 3 3 4 3Aulia 3 2 4 3Yakin 5 3 3 4Corin 3 2 4 5

Rizaldi 4 3 3 4Fathur 3 3 4 4Lina 4 3 3 4

Keterangan :

C1 = H2SO4 4.1 ml, 10 ml Aquades

C2 = H2SO4 5.1 ml, 5 ml aquades

4.2 Hasil Perhitungan

Nama Panelis

213 (C1) 327 (C2)Aroma Viskositas Aroma Viskositas

Sigit S.P 3 3 4 3Faruq 3 2 4 3Sahlul 3 2 4 3Yusri 3 3 4 3Aulia 3 2 4 3Yakin 5 3 3 4Corin 3 2 4 5

Rizaldi 4 3 3 4Fathur 3 3 4 4Lina 4 3 3 4

Jumlah 34 26 37 36

Page 12: Laporan Shampo Bayu.doc

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Skema Kerja

Praktikum pembuatan shampoo diawali dengan preparasi bahan. Bahan-bahan

ditimbang sesuai dengan komposisi yang telah ditetapkan melalui study literature seperti

pada bahan 1 atau sampel C1 (8,2 ml Minyak, 2,2 ml KOH 32%, 0,6 ml NaOH 20%, 4,1 ml

Gliserol, 4,1 ml NaCl 50%, 6,15 ml Cocamide dea, 4.1 ml H2SO4 c1, 10 ml Aquades)

kemudian di mixing dan bahan 2 atau sampel C2 (8,2 ml Minyak, 2,2 ml KOH 32%, 0,6 ml

NaOH 20%, 4,1 ml Gliserol, 4,1 ml NaCl 50%, 6,15 ml Cocamide dea, 5,1 ml H2SO4 5%, 5

ml Aquades). Pada saat penambahan bahan NaOH dan KOH dilakukan di ruangan asam, hal

tersebut dilakukan karena bahan-bahan tersebut berbahaya apabila terhirup secara langsung.

Penambahan gliserol bertujuan untuk menurunkan pH. Analisa yang dilakukan yaitu analisa

pH menggunakan kertas pH dan uji sensoris.

5.2 pH

Pengukuran pH bertujuan untuk mengamati adanya perubahan pH yang mungkin

terjadi. pH berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet dan keadaan kulit.

Tabel 5.1 Perbandingan Komposisi Shampo yang Digunakan

Nama Bahan Komposisi Sampel (ml)

C1 C2

Minyak 8,2 8,2

KOH (32%) 2,2 2,2

NaOH (20%) 0,6 0,6

Gliserol 4,1 4,1

NaCl (50%) 4,1 4,1

Cocamide dea 6,15 6,15

H2SO4 (5%) 4,1 5,1

Aquades 10 5

Page 13: Laporan Shampo Bayu.doc

Hasil pengukuran pH sediaan shampo antiketombe menunjukan pH 13 pada sampel

C1 (Aquades 10 ml dan H2SO4 4,1 ml) dan pH 14 pada sampel C2 (Aquades 5 ml dan H2SO4

5,1 ml). Penambahan asam sulfat atau H2SO4 seharusnya membuat pH sampo menjadi netral.

Namun pada sampel C2 dengan penambahan asam sulfat lebih banyak namun aquades lebih

sedikit menyebabkan larutan shampoo menjadi pekat sehingga menghasilkan nilai pH yang

tinggi (basa). Ratna kumalasari (2008) menjelaskan bahwa penambahan larutan H2SO4 akan

meningkatkan viskositas dan menetralkan pH produk. Namun pada data pengamatan sampel

C1 dengan penambahan H2SO4 yang lebih sedikit namun penambahan aquades lebih banyak

menghasilkan penurunan pH shampoo, hal tersebut dapat terjadi karena semakin banyak

penambahan aquades maka dapat menurunkan pH dan menyebabkan viskositas menjadi

rendah. Pada SNI (06-2692-1992) Shampoo bukan untuk bayi dijelaskan bahwa nilai pH

berkisar antara 5,0 – 9,0 sehingga penambahan konsentrasi asam sitrat pada ke dua sampel

harus ditingkatkan untuk menghasilkan pH yang sesuai dengan SNI.

5.3 Uji Kesukaan

Aroma

Parfum yang digunakan dalam sampo ini adalah parfum frangi pani yang tidak larut

atau bercampur sehingga perlu ditambahkan surfaktan sebanyak jumlah parfum yang

digunakan untuk menghasilkan sediaan sampo yang jernih dan stabil. Salah satu surfaktan

yang banyak digunakan dalam sediaan sampo adalah PEG-40 hydrogenated castor oil yang

stabil dalam pembawa air (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).

Hasil analisis uji sensori dengan parameter aroma menghasilkan sampel C2 (Aquades

5 ml dan H2SO4 5,1 ml) yang lebih disukai oleh panelis. Hal tersebut dapat disebabkan karena

konsentrasi aquades yang sedikit mengakibatkan aroma parfum yang lebih pekat

dibandingkan dengan sampel C1 (Aquades 10 ml dan H2SO4 4,1 ml) yang menggunakan

bahan aquades lebih banyak. Penambahan parfum antara sampel C1 dan C2 sama yaitu

sebanyak 2 tetes.

Viskositas

Suatu sediaan shampoo harus memiliki viskositas yang memadai serta mampu

menghasilkan busa dalam jumlah cukup dan stabil. Viskositas akan menentukan kemudahan

shampoo untuk dituang dari wadah, sedangkan ketahanan busa akan meningkatkan efisiensi

pembersihan. Viskositas merupakan tahanan dalam suatu cairan untuk mengalir. Viskositas

Page 14: Laporan Shampo Bayu.doc

merupakan parameter penting dalam kualitas produk shampo. Viskositas mempengaruhi

keefektifan dan keefisienan dalam shampo. Nilai viskositas sampo berbanding terbalik

dengan nilai pH. Semakin tinggi nilai pH maka nilai viskositas sampo akan semakin rendah.

Hal ini sesuai dengan Poppe (1992) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi nilai viskositas adalah nilai pH. Untuk uji viskositas, panelis lebih menyukai

viskositas pada sampel C2 dengan variasi Aquades 5 ml dan H2SO4 5,1 ml.

Page 15: Laporan Shampo Bayu.doc

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari praktikum pembuatan shampoo yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Variasi penambahan aquades dan H2SO4 mempengaruhi viskositas shampoo yang

dihasilkan.

2. Urutan pencampuran bahan-bahan dalam pembuatan shampoo harus diperhatikan

untuk mendapatkan mutu shampoo yang baik.

3. Pada praktikum tidak ada sampel control untuk membandingkan hasil dari

shampoo yang diteliti.

6.2 Saran

1. Konfirmasi skema kerja dan alat dan bahan pada saat akan diadakan praktikum harus terjadwal agar pada saat praktikum tidak terjadi kegagalan dalam pembuatan shampoo.

2. Jadwal praktikum lebih terstruktur dan info harus jelas.

3. Alat dan bahan yang dibutuhkan pada saat praktikum harus dilengkapi.

Page 16: Laporan Shampo Bayu.doc

DAFTAR PUSTAKA

Bore, P., Goetz, N.1980. Int. J. Cosmet. Sci., 2, 177.

Butler, H. 2000. Poucher's Perfumes, Cosmetics and Soaps. 10th Edn. 289-306. Great Britain: Kluwer Academic Publishers.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Formularium Kosmetika Indonesia. 1985. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan;. hal. 71-7, 284-99.

Figueras M. J., J. Guarro, J. Gene, and de Hoog., G. S. 2000.Atlas of Clinical Fungi. 2nd ed, vol. 1. Netherlands: Centraalbureau voor Schimmelcultures, Utrecht.

Harahap, M. 1990. Penyakit Kulit. Jakarta: Gramedia. Inti Sawit Untuk Produk Pangan. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 6 (1) : 31 - 37.

Jatmika, A. 1998. Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak.

Jellinek, J.S. 1977. Formulation and Function of Cosmetics. New York: Wiley Interscience.

Kumanova, R. 1989. Manuf. Chem., Sept. 36-38.

Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 7-8, 93-96.

Majid, M. 24 Nopember 2011. Wawancara Personal.

Mottram, F.J., Lees., C.E. 2000. Hair Sampoos in Poucher's Perfumes. Cosmetics and Soaps. 10th Edn, Butler, H. (ed). Great Britain: Kluwer Academic Publishers.

Permono, A. 2002. Membuat Sampo Skala Rumah Tangga Skala Menengah. Yogyakarta: Puspa Swara.

Rangkuti, F. 2009. Mengukur Efektifitas Program Promosi.Gramedia. Jakarta.

Rohman, Saepul. 2009. Bahan Pembuatan Sabun. http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/. [Di akses pada 17 September 2014].

Page 17: Laporan Shampo Bayu.doc

Rohman. S. 2011. Formulasi dan Sediaan Formula Shampoo. Yogyakarta: Fakultas Farmasi.

Standart Nasional Indonesia. 1992. Shampoo. SNI 06-2692-1992. Badan Standarisasi Nasional.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1985. hal. 71-7, 284-99.

Page 18: Laporan Shampo Bayu.doc

LAMPIRAN

Page 19: Laporan Shampo Bayu.doc