Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

42
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai macam senyawa kimia baik organik maupun anorganik bersifat racun terhadap jasad renik banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa kimia yang mematikan jasad renik disebut dengan desinfektan. Desinfektan adalah zat kimia yang mematikan sel vegetatif belum tentu mematikan bentuk spora mikroorganisme penyebab suatu penyakit. Cara kerja zat- zat kimia dalam mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme berbeda-beda antara lain dengan merusak dinding sel, mengubah permeabilitas sel, mengubah molekul protein dan asam amino yang dimiliki mikroorganisme, menghambat kerja enzim, menghambat sintesis asam nukleat dan protein, serta sebagai antimetabolit. Pengujian jenis atau kemampuan desinfektan berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan agar mengetahui bagaimana sebenarnya pengaruh desinfektan tersebut terhadap mikroorganisme yang ada. Apakah desinfektan tersebut memberikan efek yang baik atau tidak. Selain itu, hal ini berpengaruh juga terhadap sanitasi dari ruangan, dimana jika ternyata desinfektan tersebut tidak efektif maka masih terdapat mikroorganisme yang mungkin dapat masuk ke dalam bahan baku atau dalam proses pengolahan. Jika terdapat

description

desinfektan

Transcript of Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

Page 1: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai macam senyawa kimia baik organik maupun anorganik bersifat

racun terhadap jasad renik banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Senyawa kimia yang mematikan jasad renik disebut dengan desinfektan.

Desinfektan adalah zat kimia yang mematikan sel vegetatif belum tentu

mematikan bentuk spora mikroorganisme penyebab suatu penyakit. Cara kerja

zat-zat kimia dalam mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme

berbeda-beda antara lain dengan merusak dinding sel, mengubah permeabilitas

sel, mengubah molekul protein dan asam amino yang dimiliki mikroorganisme,

menghambat kerja enzim, menghambat sintesis asam nukleat dan protein, serta

sebagai antimetabolit.

Pengujian jenis atau kemampuan desinfektan berdasarkan uraian di atas,

perlu dilakukan agar mengetahui bagaimana sebenarnya pengaruh desinfektan

tersebut terhadap mikroorganisme yang ada. Apakah desinfektan tersebut

memberikan efek yang baik atau tidak. Selain itu, hal ini berpengaruh juga

terhadap sanitasi dari ruangan, dimana jika ternyata desinfektan tersebut tidak

efektif maka masih terdapat mikroorganisme yang mungkin dapat masuk ke

dalam bahan baku atau dalam proses pengolahan. Jika terdapat mikroorganisme

maka akan berpengaruh bagi ketahanan produk tersebut dan bagi konsumen.

1.2. Tujuan

1. Untuk mengetahui efektifitas suatu desinfektan.

2. Untuk mengetahui keefektifan suatu desinfektan.

3. Untuk menetapkan koefisien fenol suatu desinfektan.

Page 2: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

I. TEORI DASAR

I.1. Desinfektan

Desinfektan adalah suatu bahan kimia yang dipakai untuk

mencegah pertumbuhan mikroorganisme melalui suatu mekanisme kerja tertentu,

terutama pada benda mati. Desinfektan digunakan secara luas untuk sanitasi baik

di rumah tangga, laboratorium, dan rumah sakit (Shaffer, 1965; Larson, 2013).

Mekanisme penghancuran mikroorganisme oleh desinfektan dilakukan dengan

jalan merusak struktur dinding sel, mengubah permeabilitas membran sel

(Joklik et al., 1984; Chatim dan Suhato, 1994), mengadakan perubahan molekul-

molekul protein dan asam nukleat, menghambat kerja enzim atau dapat pula

dengan cara menghambat sintesa asam nukleat dan protein. Desinfektan dapat

mematikan bentuk-bentuk pertumbuhan (sel vegetatif) suatu mikroorganisme

tetapi tidak mematikan terhadap bentuk spora karena bentuk spora bersifat lebih

tahan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerja desinfektan antara lain ukuran

dan komposisi populasi jasad renik, konsentrasi zat antimikroba, lama paparan,

temperatur, lingkungan sekitar, konsentrasi desinfektan dan jenis bahan (Pelczar

dan Chan, 1998). Proses desinfeksi dapat menghilangkan 60% - 90%

jasad renik. Usaha desinfeksi dapat bersifat sterilisasi sempurna

atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini

tergantung kepada jenis desinfektan dan lama kontak

desinfektan dengan mikroorganisme yang diuji.

Katzung (1998) mengatakan bahwa konsentrasi yang

sangat rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan

konsentrasi lebih tinggi dapat membunuh mikroorganisme

tertentu. Pemilihan suatu desinfektan, perlu memperhatikan

kriteria desinfektan yang baik. Suatu desinfektan dikatakan baik

apabila pada konsentrasi kecil sudah memiliki daya antimikroba

yang tinggi, disamping itu desinfektan tersebut mudah larut

dalam air, serta stabil di dalam bahan organik. Selanjutnya

Pelczar dan Chan (1998) menambahkan bahwa desinfektan yang

ideal hendaknya tidak bersifat toksik bagi manusia dan hewan,

Page 3: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

tidak menyebabkan bau, mempunyai aktivitas broad spektrum

yang luas dan harganya relatif murah.

Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja

dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu

kamar, berspektrum luas, aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh

bahan organik, pH, temperatur, dan kelembaban, tidak toksik

pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat

biodegradable, memiliki kemampuan menghilangkan bau yang

kurang sedap, tidak meninggalkan noda, stabil, mudah

digunakan, dan ekonomis (Siswandono, 1995; Butcher and

Ulaeto, 2010).

Menurut Risman (2000), menyatakan bahwa tidak ada

desinfektan yang ideal, oleh karena itu penggunaan desinfektan

harus sesuai dengan prosedur  penggunaannya. Berdasarkan

struktur kimia jenis bahan, desinfektan dapat terbagi kedalam

beberapa golongan yaitu: alkohol, aldehid, asam, halogen,

dan persenyawaan yang mengandung halogen, peroksidan,

logam berat dan garam-garamnya, serta fenol dan

persenyawaan yang berhubungan dengannya. (Brander et al.,

1982; Katzung, 1998).

I.2. Penggolongan Desinfektan

Menurut Siswandono (1995), desinfektan dapat dibagi menjadi enam

kelompok, yaitu:

1. Turunan Aldehida

Senyawa turunan aldehid memiliki gugus aldehid (COH) pada struktur

kimianya, misalnya formaldehid, paraformaldehid, dan glutaraldehid. Turunan

aldehid umumnya digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi 0,5% - 5%

dan bekerja dengan mendenaturasi protein sel bakteri (Siswandono, 1995;

Somani, et al., 2011).

Larutan formaldehid (formalin), mengandung formaldehid (HCOH) 37%

yang mempunyai aktivitas antibakteri dengan kerja yang lambat. Larutan

Page 4: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

formaldehid digunakan untuk pengawetan mayat, desinfektan ruangan, alat-alat,

dan baju dengan kadar 1:5000. Larutan formaldehid dalam air atau alkohol

digunakan untuk mendesinfeksi tangan dengan konsentrasi maksimum 0,5 mg/L

(Somani, et al., 2011).

Paraformaldehid diperoleh dengan menguapkan larutan formaldehid.

Senyawa ini serupa dengan formalin. Paraformaldehid mempunyai bau kurang

menyenangkan. Paraformaldehid bekerja pada konsentrasi maksimum 0,1 mg/L

(Ghanem, et al., 2012).

Glutaraldehid digunakan untuk mensterilkan bahan cair dan peralatan

bedah yang tidak dapat disterilkan dengan pemanasan. Senyawa ini mempunyai

keuntungan karena tidak berbau dan efek iritasi terhadap kulit dan mata lebih

rendah dibanding formalin. Larutan glutaraldehid 2% efektif sebagai antibakteri

dan spora pada pH 7,5 – 8,5 (Fazlara and Ekhtelat, 2012). Glutaraldehid

mempunyai lebih efektif daripada Formaldehid dan tidak berpotensi karsinogenik

sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi (Siswandono, 1995; Brewer,

2010).

Pada prinsipnya, turunan aldehida ini dapat digunakan dengan spektrum

luas. Misalnya, formaldehid membunuh jasad renik dalam ruangan, peralatan, dan

lantai. Sedangkan glutaraldehid digunakan untuk membunuh virus. Keunggulan

turunan aldehid adalah sifatnya stabil, persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok

dengan beberapa material peralatan. Namun senyawa tersebut dapat

mengakibatkan resistensi jasad renik, berpotensi sebagai karsinogen dan

mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa. (Kahrs, 1995; Larson, 2013).

2. Turunan Alkohol

Turunan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan

selain turunan aldehid, misalnya etanol (C2H5OH), isopropanol

(C3H7OH). Alkohol bekerja dengan mendenaturasi protein dari sel

bakteri dan umumnya dibuat dalam campuran air pada

konsentrasi 70% - 90%. Etanol bersifat bakterisid yang cepat,

digunakan sebagai antiseptik kulit dan sebagai pengawet.

Aktivitas bakterisidnya optimal pada kadar 70%. Isopropanol

mempunyai aktivitas bakterisid lebih kuat dibandingkan etanol

Page 5: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

karena lebih efektif dalam menurunkan tegangan permukaan sel

bakteri dan denaturasi bakteri (Elisabeth, 2012).

3. Senyawa Pengoksidasi

Senyawa pengoksidasi yang umum digunakan sebagai

desinfektan adalah hidrogen peroksida, benzoil peroksida,

karbanid peroksida, kalium permanganat, dan natrium perborat

(Siswandono, 1995; Aboh, et al., 2013).

Hidrogen peroksida adalah senyawa pengoksidasi yang

sering digunakan sebagai antimikroba. Senyawa ini diurai oleh

enzim katalase menghasilkan oksigen yang aktif sebagai

antiseptik. Hidrogen peroksida digunakan untuk mencuci luka

dan penghilang bau badan dengan kadar 1-3% (Siswandono,

1995; Ghanem, et al., 2012).

Benzoil peroksida dalam air melepaskan hidrogen

peroksida dan asam benzoat. Benzoil peroksida pada konsentrasi

5-10% digunakan sebagai antiseptik dan keratolitik untuk

pengobatan jerawat (Stampi, et al., 2002; Aboh, et al., 2013).

Karbanid peroksida disebut juga urea peroksida,

mengandung hidrogen peroksida (34%) dan oksigen (16%).

Larutan karbamid peroksida dalam air secara perlahan-lahan

melepaskan hidrogen peroksida, dan digunakan untuk antiseptik

pada telinga dan pada luka (Siswandono, 1995; Elisabeth, 2012).

Kalium permanganat dan natrium perborat digunakan

sebagaidesinfektan dan antiseptik karena bersifat oksidatif. Pada

umumnya, keduasenyawa tersebut digunakan untuk pemakaian

lokal dalam bentuk larutan dalam air (Siswandono, 1995; Larson,

2013).

4. Turunan Fenol

Fenol sendiri mempunyai efek antiseptik dan desinfektan.

Golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang

bersifat bakterisid namun tidak bersifat sporisid. Senyawa

turunan fenol yang dikenal sebagai senyawa fenolik

Page 6: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

mengandung molekul fenol yang secara kimiawi dapat diubah.

Perubahan struktur kimia tersebut bertujuan untuk mengurangi

efek iritasi kulit dan meningkatkan aktivitas antibakteri (Brewer,

2010).

Senyawa fenolik seringkali digunakan dalam campuran

sabun dan deterjen. Aktivitas antimikroba senyawa fenolik

disebabkan kemampuannya merusak lipid pada membran

plasma mikroorganisme sehingga menyebabkan isi sel keluar.

Peningkatan sifat lipofil turunan fenol akan meningkatkan

aktivitas desinfektannya. Salah satu senyawa fenolik yang paling

sering digunakan adalah kresol (Siswandono, 1995; Kahrs, 1995).

Fenol digunakan sebagai senyawa baku dalam pengujian

desinfektan karena memiliki mekanisme kerja yang luas. Fenol

dapat merusak dinding sel dan membran sel, mengkoagulasi

protein, merusak ATPase, merusak sulfohidril dari protein, dan

merusak DNA sehingga efektif membunuh bakteri (Siswandono,

1995; Fazlara and Ekhtelat, 2012).

Pemasukan gugus halogen, seperti klorin dan bromin ke

inti fenol akan meningkatkan aktivitas antiseptik. Aktivitas ini

lebih meningkat bila jumlah halogen yang dimasukkan

bertambah. Polihalogenisasi fenol akan membentuk senyawa

yang mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil. Ikatannya

dengan reseptor inti fenol lemah, sehingga aktivitasnya rendah.

Pemasukan gugus nitro dapat meningkatkan aktivitas

antimikroba. Sedangkan pemasukan gugus asam karboksilat dan

asam sulfonat menurunkan aktivitas antimikroba karena

menurunkan kelarutan dalam lemak sehingga penembusan ke

membran sel bakteri menurun (Pratiwi, 2008; Ghanem, et al.,

2012).

Fenol, fenol terhalogenisasi, dan alkilfenol meskipun efek

antibakterinya besar tetapi tidak dapat digunakan secara

sistemik karena toksisitasnya tinggi. Senyawa-senyawa tersebut

Page 7: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

hanya digunakan untuk antiseptik kulit, mulut, dan desinfektan.

Contoh: timol, kresol, klorokresol, klorosilenol, dan betanaftol

(Pratiwi, 2008).

4.1. Definisi Fenol

Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal

tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah

C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang

berikatan dengan cincin fenil. Fenol (fenil alkohol) merupakan zat

padat yang tidak berwarna yang mudah meleleh dan terlarut

baik didalam air. Dalam mencoba keasaman reaksi dalam zat-zat

kimia seperti asam asetat, dan lain-lain banyak digunakan

indikator, indikator seperti kertas lakmus. Fenol yang diketahui

fungsinya sebagai zat desinfektan yang umum dipakai orang.

Berbeda dengan alkohol alifatik, fenol sebagai alkohol aromatik

mempunyai sifat yang berbeda. Dalam air fenol sedikit

terionisasi menghasilkan ion H+ dengan Ka = 10-10.

4.2. Karakteristik Fenol

Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3

gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya

fenol dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya.

Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O−

yang dapat dilarutkan dalam air.

Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat

lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan

NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang

sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu.

Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-

satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik yang

mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan

menstabilkan anionnya.

4.3. Sifat Fenol

Page 8: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

1. Mempunyai gugus hidroksi tetapi bukan termasuk

golongan alkohol dan bukan pula termasuk basa

2. Termasuk asam karbolat yang bersifat asam lemah

3. Tidak berwarna dengan wujud padat tetapi mudah

mencair dengan titik lebur 42°C

4. Jika terkena fenol, kulit akan melepuh dan rusak

5. Dalam kehidupan sehari-hari fenol dikenal dengan

karbol (lisol) yang digunakan sebagai disinfektan

dengan pengawet kayu karena bakteri akan mati

disebabkan mengalami kerusakan pada protein

6. Fenol bersifat meng-koagulasikan protein

7. Fenol digunakan sebagai bahan baku dalam sintesis zat

warna, obat-obatan, pembuatan plastik.

4.4. Kegunaan Fenol

Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang

digunakan Sir Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan

antiseptik. Fenol merupakan komponen utama pada anstiseptik

dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol).

Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anestitika

oral, misalnya semprotan kloraseptik. Fenol berfungsi dalam

pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin, pembasmi

rumput liar, dan lainnya. Selain itu fenol juga berfungsi dalam

sintesis senyawa aromatis yang terdapat dalam batu bara.

Turunan senyawa fenol (fenolat) banyak terjadi secara alami

sebagai flavonoid alkaloid dan senyawa fenolat yang lain. Contoh

dari senyawa fenol adalah eugenol yang merupakan minyak

pada cengkeh.

Fenol pertama kali ditemukan oleh Runger pada tahun

1834 dan tar  batubara yang kemudian disebut asam karbolat.

Pada tahun 1860 temuan tersebut itu baru digunakan sebagai

desinfektan. Pada tahun 1867 fenol untuk  pertama kali

digunakan sebagai antiseptik pada pelaksanaan operasi oleh

Page 9: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

Lister sebagai germicide untuk mencegah timbulnya infeksi

pasca bedah (Brander et al., 1982; Chatim dan Suhato, 1994;

Katzung, 1998).Golongan fenol merupakan desinfektan yang baik

digunakan sebagai desinfektan (Brander et al.,1982). Hal itu

disebabkan karena fenol lebih bersifat stabil terhadap bahan

organik jika dibandingkan dengan bahan lainnya namun fenol

juga memiliki beberapa kerugian yaitu sifatnya yangsangat

beracun terhadap manusia maupun hewan, mengiritasi dan

merusak  jaringan tubuh, serta harganya yang relatif mahal

(Pelczar dan Chan, 1998; Roostita, 2002).

Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, maka fenol

jarang digunakan sebagai antiseptika maupun sebagai

desinfektan. Sebagai gantinya digunakan turunan fenol yaitu

kresol (Joklik et al., 1984; Katzung, 1998). Kresol sering dipakai

sebagai desinfektan karena dianggap lebih efektif (Brander et al.,

1982). Katzung (1998) mengatakan bahwa kresol merupakan

salah satu fenol yang mempunyai daya antimikroba beberapa

kali lebih kuat daripada fenol, mempunyai sifat racun dan iritasi

jaringan yang lebih kecil, serta harganya yang relatif lebih

murah. Menurut pendapat Pelczar dan Chan (1998) dan Katzung

(1998), kresol beberapa kali germisidal dibandingkan fenol, akan

tetapi tidak berpengaruh terhadap spora (Brander et al.,1982).

Bahan kimia ini berbentuk cair, hampir tidak berwarna sampai

kuning kecoklatan pucat atau dapat menjadi lebih tua akibat

pengaruh waktu dan udara. Baunya seperti fenol, kelarutannya

dalam air relatif kecil namun dapat ditingkatkan dengan cara

mencampur kresol dengan air sabun (Harvey, 1990).

Bentuk campuran ini sudah dibakukan dan disebut larutan kresol

tersabun, atau dikenal dengan nama lisol (Rawlins, 1980). Lisol

merupakan campuran larutan kresol dalam pelarut minyak

yang berasal dari lemak nabati dengan kalium hidroksida atau

natrium hidroksida dengan air. Larutan lisol berwarna kuning

Page 10: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

sampai coklat kekuningan, berbau kresol dan larutan sempurna

di dalam air dengan segala perbandingan (Martindale, 1993).

Lisol memiliki spektrum yang luas sebagai bakterisid dan

konsentrasi yang biasa digunakan adalah 2-5 %, sehingga

pemakaian lisol jauh lebih ekonomis bila dibandingkan dengan

fenol mengingat lisol lebih mudah didapat dan konsentrasi yang

dibutuhkan lebih kecil daripada fenol (Rosilawati, 1994).

Mekanisme kerja lisol dalam membunuh mikroorganisme adalah

dengan merusak dinding dan membran sitoplasma sel serta

menyebabkandenaturasi protein sel (Joklik et al.,1984; Volk and

Wheeler, 1992).

4.5. Definisi Kresol

Kresol adalah salah satu contoh benzena tersubtitusi. Benzena yang

disubtitusi adalah benzena yang dua atom hidroksilnya diganti dengan gugus

fungsional yang lain. Nama lain kresol adalah metil fenol. Gugus fenol dan

hidroksil dapat berkedudukan orto-, meta-, atau para-.

4.6. Kegunaan Kresol

Kresol efektif sebagai bakterisida, dan kerjanya tidak banyak dirusak oleh

adanya bahan organic.Namun, agen ini menimbulkan iritasi (gangguan) pada

jaringan hidup dan oleh karena itu digunakan terutama sebagai disinfektan untuk

benda mati.Satu persen lisol (kresol dicampur dengan sabun) telah digunakan

pada kulit, tetapi konsentrasi yang lebih tinggi tidak dapat ditolerir.

8. Turunan Ammonium Kuartener

Turunan amonium kuartener seperti benzalkonium klorida,

benzetonium klorida, setrimid, dequalinium klorida, dan domifen

bromida. Turunan ini mempunyai efek bakterisid dan

bakteriostatik terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif,

jamur, dan protozoa. Tetapi, turunan ini tidak aktif terhadap

bakteri pembentuk spora, seperti Mycobacterim tuberculosis dan virus

(Loughlin, et al., 2002; Ghanem, et al., 2012). Keuntungan

penggunaan turunan amonium kuartener sebagai desinfektan

Page 11: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

antara lain adalah toksisitasnya rendah, kelarutan dalam air

besar, stabil dalam larutan air, tidak berwarna, dan tidak

menimbulkan korosi pada alat logam. Kerugiannya adalah

senyawa ini tidak efektif dengan adanya sabun dan surfaktan

anionik dan non ionik, ion Ca dan Mg, serum darah, makanan,

dan senyawa kompleks organik (Fazlara dan Ekhtelat, 2012).

9. Turunan Halogen Dan Halogenofor

Turunan halogen yang umum digunakan adalah berbasis

iodium seperti larutan iodium, iodofor, dan povidon iodium.

Kompleks klorin dengan senyawa organik disebut klorofor,

sedangkan kompleks iodin dengan senyawa organik disebut

iodofor. Halogen dan halogenofor digunakan sebagai antiseptik

dan desinfektan. Klorin dan klorofor terutama digunakan untuk

mendesinfeksi air, seperti air minum dan air kolam renang.

Contohnya, klorin dioksida, natrium hipoklorit, kalsium hipoklorit,

dan triklosan. Sedang iodin dan iodofor digunakan untuk

antiseptik kulit sebelum pembedahan dan antiseptik luka.

Turunan ini umumnya digunakan dalam larutan air dengan

konsentrasi 1 - 5% dan mampu mengoksidasi dalam rentang

waktu 10-30 menit. Contohnya, povidon iodium (Brewer, 2010).

I.3. Koefisien Fenol

Daya kekuatan desinfektan dapat diuji antara lain dengan

koefisien fenol. Koefisien fenol merupakan kemampuan suatu

desinfektan dalam membunuh bakteri dibandingkan dengan

fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas suatu

produk (desinfektan) dengan fenol baku dalam kondisi uji yang

sama. Fenol dijadikan standar dalam uji efektivitas desinfektan

karena kemampuannya dalam membunuh jasad renik sudah

teruji. Penentuan koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi

kekuatan anti mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan

efektivitasnya berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak

Page 12: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

terhadap mikroorganisme tertentu (Dwijoseputro, 1982; Somani,

et al., 2011). Nilai koefisien fenol kurang dari satu menunjukkan

bahwa desinfektan yang diuji kurang efektif atau kurang dayanya

bila dibandingkan dengan fenol. Sebaliknya bila nilai koefisien

fenol lebih dari satu, maka desinfektan tersebut lebih kuat

dayanya atau lebih efektif dalam membunuh mikroorganisme

dibandingkan dengan senyawa fenol. Koefisien fenol ditentukan

dengan cara membagi pengenceran tertinggi dari fenol yang

mematikan jasad renik dalam sepuluh menit tetapi tidak

membunuh dalam lima menit terhadap pengenceran tertinggi

bahan antimikroba yang membunuh jasad renik dalam sepuluh

menit tetapi tidak dalam lima menit (Purohit, et al., 2004).

Pada prinsipnya uji koefisien fenol merupakan

perbandingan aktivitas fenol dengan pengenceran baku terhadap

aktivitas sampel dengan pengenceran tertentu MIC (Minimum

Inhibitor Consentration) (konsentrasi terendah dimana pertumbuhan

bakteri terhambat ) suatu antiseptik terhadap bakteri tertentu.

Metode pegenceran bertingkat dengan mengurangi konsentrasi

zat sebanyak setengah dari konsentrasi awal dengan volume

yang sama. Metode turbidimetri, menentukan takaran dengan

melihat kekeruhan yang terjadi setelah percobaan dilakukan.

Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang semula

digunakan adalah sama dengan hasil kali konsentrasi senyawa

tersebut dalam volume setelah pengenceran.

I.4. Media

Pertumbuhan adalah pertambahan teratur semua komponen suatu

organisme. Dengan demikian, pertambahan ukuran yang diakibatkan oleh

bertambahnya air atau karena deposit lipid bukan merupakan pertumbuhan sejati.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan

menjadi faktor fisik dan faktor kimia termasuk nutrisi dalam media kultur. Faktor

fisik meliputi temperatur, pH, tekanan osmotik dan cahaya. Faktor kimia meliputi

Page 13: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

karbon, oksigen, mikroelemen atau unsur kelumit (trace element), dan faktor-

faktor pertumbuhan organik. Bahan nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan

mikroorganisme di laboraturium disebut media kultur (Sylvia, 2008).

Kelangsungan hidup dan pertumbuhan mikroorganisme tergantung pada

nutrisi yang tersedia dan lingkungan pertumbuhan yang menguntungkan. Di

dalam laboratorium, persiapan gizi yang digunakan untuk menumbuhkan

mikroorganisme disebut media (tunggal, sedang). Tiga bentuk fisik yang

digunakan: cair, atau kaldu, media; media setengah padat; dan media padat.

Perbedaan utama antara media-media ini adalah media padat dan setengah padat

berisi bahan pemadat (biasanya agar-agar), sedangkan media cair tidak (Prescott,

2002).

Media untuk budidaya mikroorganisme mengandung zat-zat yang

diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dari mikroorganisme. Karena

keragaman mikroorganisme dan jalur metabolik mereka yang beragam, ada

berbagai media. Bahkan sedikit perbedaan komposisi medium bisa menghasilkan

perbedaan secara dramatis pertumbuhan karakteristik mikroorganisme. Ketika

metode untuk kultur mikroorganisme pertama kali dikembangkan pada abad ke-

19, sebagian besar oleh Robert Koch dan rekannya, jaringan hewan dan tumbuhan

yang terutama digunakan sebagai sumber nutrisi yang digunakan untuk

mendukung pertumbuhan mikroba. Salah satu penemuan utama Fanny Hesse di

laboratorium Koch adalah bahwa agar-agar dapat digunakan untuk membentuk

kultur media dimana mikroorganisme dapat tumbuh. Ekstrak tumbuhan dan

jaringan hewan disusun sebagai kaldu atau dicampur dengan agar-agar untuk

membentuk berbagai kultur media. Hampir semua tanaman, hewan, atau organ

hewani dipertimbangkan untuk digunakan dalam mempersiapkan media (Ronald,

2005).

Berdasarkan konsistensinya, media dikelompokkan menjadi dua macam,

yaitu media cair (liquid media) dan media padat (solid media). Apabila media cair

merupakan ekstrak kompleks maerial biologis, maka media tersebud dinamakan

rich medaia atau broth. Media padat menggunakan bahan pembeku (solidifying

agent), misalnya agar, suatu kompleks polisakarida yang diperoleh dari alga

merah (red algae). Agar memiliki komposisi kimia berupa D-galaktosa, 3,6-

Page 14: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

anhidro-L-galaktosa, D-glucuronic acid. Agar sebagai bahan pembeku akan

mencair saat didihkan, kemudian didnginkan pada suhu 40-42C sebelum

dibekukan. Medai agar ini tidak akan mencair lagi kecuali pada suhu 80-90C.

Agar merupakan agen pengeras yang bagus sekali karena tidak dapat didegradasi

oleh mikroorganisme (Sylvia, 2008).

I.4.1. Nutrien Broth (NB)

Nutrient broth merupakan media untuk mikroorganisme yang berbentuk

cair. Nutrien broth adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NB juga

digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif,

dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana

yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. NB merupakan salah satu media

yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air,

sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel

pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni.

III. ALAT DAN BAHAN

III.1. Alat

1. Bulb Pipet

2. Bunsen

3. Erlenmeyer

4. Pipet Ukur

5. Pipet Volume

6. Rak Tabung Reaksi

7. Stopwatch

8. Swab

9. Tabung Reaksi Steril

Page 15: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

III.2. Bahan

1. Aquades

2. Larutan Fenol 5%

3. Larutan Kresol 10%

4. Media NB (Nutrient Broth)

5. NaCl fisiologis

IV. PROSEDUR

IV.1. Pembuatan Suspensi Bakteri

1. Lantai dioles dengan menggunakan swab.

2. Swab dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi NaCl fisiologis 9 ml.

3. Diambil sebanyak 1 ml dari tabung reaksi tersebut.

4. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain yang berisikan 9 ml media NB

(Nutrient Broth).

IV.2. Pengujian Desinfektan

1. Tabung reaksi 6 buah disusun pada rak tabung.

Page 16: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

2. Dibuat seri pengenceran larutan kresol dalam tabung-tabung reaksi sebagai

berikut:

Kresol 10%(ml)

Akuades(ml)

Volume Total (ml)

Dikurang(ml)

Volume Akhir (ml)

Pengenceran

2 3 5 0 5 1 : 252 4 6 1 5 1 : 302 5 7 2 5 1 : 352 6 8 3 5 1 : 402 7 9 4 5 1 : 452 8 10 5 5 1 : 50

3. Dipipet 2 ml larutan kresol 10% dan dimasukkan ke dalam 6 tabung

reaksi.

4. Ditambahkan akuades steril dengan volume seperti tabel di atas, kocok

hingga homogen.

5. Dikurangi volume tiap-tiap tabung sehingga tertinggal 5 ml larutan dengan

berbagai tingkat pengenceran.

6. Dibuat seri pengenceran larutan fenol seperti pada larutan kresol.

7. Pada saat t0, masukkan 0,5 ml suspensi biakan murni ke masing-masing

tabung yang berisi larutan fenol dan kresol, mulai dari pengenceran

terendah sampai yang tertinggi, lalu inkubasikan pada suhu kamar.

8. Setelah waktu kontak 5 menit, ambil 1 ose dari tiap-tiap tabung

pengenceran, dan masing-masing diinokulasikan ke dalam tabung reaksi

lainnya yang berisi 10 ml medium NB. Lakukan hal tersebut sampai waktu

kontak 25 menit.

9. Diinkubasikan selama 2 hari pada suhu T=30oC.

10. Diamati adanya pertumbuhan dari kekeruhan medium. Jika ada

pertumbuhan ditandakan positif (+), jika sebaliknya maka diberi tanda (-).

Page 17: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

V. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Mikroorganisme pada Kresol 5% dan Fenol

Sampel PengenceranPertumbuhan Mikroorganisme Setelah

Waktu Kontak (menit)5 10 15 20 25

Fenol

1:25 - - - - -1:30 - + + + +1:35 + + - + -1:40 + - + - -1:45 - - - + -1:50 + + + - +

Kresol 5% 1:25 + + + + +1:30 + + + + +1:35 + + + + +1:40 + + + + +1:45 + + + + +

Page 18: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

1:50 + + + + +Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014)

Tabel 2. Uji Kresol 10% dengan waktu Pengujian 10 Menit

Sampel

Pengenceran

Pertumbuhan Mikroorganisme Setelah Waktu

Kontak(10 menit)

Kekeruhan Endapan

Kresol 5%

1:25 + Keruh Terdpat endapan +

1:30 + Keruh +2 Terdapat endapan

+21:35 + Keruh +3 Terdapat

endapan +3

1:40 + Keruh + Terdapat endapan +

1:45 + Keruh +5 Terdaat endapan

+41:50 + Keruh +4 Terdapat

endapan +3

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2014)

VI. PEMBAHASAN

Pengawasan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit telah menjadi

pemikiran para ahli semenjak penyakit-penyakit mulai dikenal. Berbagai macam

substansi telah dicoba untuk memilih yang paling tepat guna menghilangkan

pencemaran oleh jasad renik terhadap benda-benda baik hidup ataupun

mati. Bahan antimikroba yang ditemukan memiliki keefektifan yang bermacam-

macam, dan pengunaannya pun ditujukan terhadap hal-hal yang berbeda-beda

pula. Salah satu jenis anti mikroba dikenal sebagai disinfektan, merupakan suatu

zat (biasanya kimia) yang dipakai untuk maksud disinfeksi pada bahan-bahan

tidak bernyawa.

Page 19: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia yang digunakan untuk

mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus,

juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman

penyakit lainnya. Desinfektan memiliki sifat mikrosidal, yaitu membunuh

mikroorganisme dan mikrostatik, yaitu menghambat pertumbuhan

mikroorganisme (Fardiaz, 1992). Desinfektan dapat mencegah infeksi dengan

jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik yang patogen. Berdasarkan struktur

kimia jenis bahan, desinfektan dapat terbagi kedalam beberapa golongan yaitu:

alkohol, aldehid, asam, halogen, dan persenyawaan yang mengandung halogen,

peroksidan, logam berat dan garam-garamnya, serta fenol dan persenyawaan yang

berhubungan dengannya. (Brander et al., 1982; Katzung, 1998).

Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi harus diuji

keefektifannya. Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat tersebut adalah dengan

melakukan tes koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas

suatu produk (desinfektan) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi tes yang sama.

Berbagai pengenceran fenol dan produk yang dicoba dicampur dengan suatu

volume tertentu biakan Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus. Salah

satu cara pengujian desinfektan yang umumnya dipakai di laboratorium dalah

metode pengeceran dimana kekuatan desinfektan dinyatakan dengan koefisien

fenol. Metode koefisien fenol merupakan uji yang telah dibukukan dengan baik.

Dalam metode ini, mikroorganisme uji dimasukkan dalam larutan fenol murni dan

larutan zat kimia yang akan di evaluasi pada berbagai taraf pengenceran (Schlegel

dan Schmidt,1994).

Praktikum kali ini akan melakukan uji sifat-sifat desinfektan. Sampel yang

digunakan yaitu fenol 5% dan kresol 10 %. Uji sanitasi yang dilakukan ini untuk

mengetahui apakah desinfektan efektif dalam membunuh suatu jenis biakan

bakteri serta untuk mengetahui koefisien fenol.

VI.1. Pengujian Sifat Desinfektan

Pengujian sifat desinfektan dilakukan dengan cara melihat daya kerja fenol

atau kresol dalam membunuh bakteri pada konsentrasi dan waktu kontak tertentu.

Pertama dibuat terlebih dahulu suspensi bakteri dengan cara menswab lantai lalu

Page 20: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

hasil swab tersebut dicelupkan ke dalam tabung rekasi yang berisi 9 ml NaCl

fisiologis kemudian sebanyak 1 ml dari tabung tersebut diambil dan dimasukkan

ke dalam tabung reaksi lainnya yang berisi 9 ml media NB (Nutrient Broth).

Kocok tabung reaksi hingga homogen kemudian didapatkan suspensi bakteri.

Pengujian desifektan dilakukan dengan cara menyusun sebanyak 6 tabung reaksi

steril pada rak tabung reaksi kemudian diisikan kresol 10% atau fenol 5%

masing-masing sebanyak 2 ml dan diberi nomor dari 1-6. Tabung reaksi kemudian

ditambahkan akuades sebanyak 3 ml, 4 ml 5 ml, 6 ml, 7 ml, dan 8 ml sesuai

urutan tabung. Hal ini dilakukan untuk membuat seri pengenceran. Setelah fenol

atau kresol tercampur dengan akuades, larutan tersebut kemudian diambil hingga

tersisa 5 ml pada setiap tabung. Pengenceran yang didapatkan yaitu 1:25, 1:30,

1:35, 1:40, 1:45, 1:50. Larutan yang tersisa tersebut kemudian ditambahkan 0,5 ml

suspensi biakan murni.

Setelah 5 menit, tabung pengenceran tersebut diinokulasikan dengan ose

steril ke dalam tabung reaksi yang telah berisi medium NB. Medium NB (Nutrient

Broth) adalah medium cair yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri.

Komposisi kimia medium NB sama dengan medium NA tetapi pada pembuatan

NB tidak ditambahkan agar sebagai pemadat. Hal yang sama dilakukan pada

waktu kontak setelah 10 menit, 15 menit, 20 menit, dan 25 menit. Tabung reaksi

yang telah diinokulasi diinkubasikan pada suhu 300C selama 2 hari. Pengamatan

lalu dilakukan dengan mengamati kekeruhan larutan, jika dalam tabung terdapat

kekeruhan, berarti menunjukan adanya aktifitas mikroorganisme yang tumbuh dan

ditandai dengan positif untuk yang keruh dan negatif yang tidak keruh.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa semua tabung pada

semua konsentrasi dan waktu kontak terdapat pertumbuhan mikroorganisme (+).

Pertumbuhan mikroorganisme dapat diidentifikasi dari adanya kekeruhan atau

endapan pada tabung reaksi. Dari hasil pengamatan tersebut tidak dapat diketahui

jenis desinfektan mana yang lebih efektif. hasil pengamatan menunjukkan bahwa

bakteri atau spora tidak ada yang mati, baik menggunakan fenol maupun kresol.

Hasil praktikum menunjukkan perbedaan dengan literatur, seharusnya dengan

desinfektan yang diberikan bakteri dapat mati pada suhu tertentu

karena menurut Dwidjoseputro (1994) desinfektan adalah bahan kimia yang

Page 21: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme. Kenaikan suhu yang semakin

tinggi juga seharusnya memengaruhi tingkat kematian bakteri atau spora. Hal ini

mungkin disebabkan karena pada saat melakukan percobaan terjadi kontaminasi

dari lingkungan sekitar. Mungkin juga disebabkan oleh alat-alat yang digunakan

sudah terkena kontaminasi silang. Bahan yang digunakan, yaitu fenol dan kresol

sudah tidak aseptis lagi (lama penyimpanan memengaruhi daya kerjanya sebagai

desinfektan).

Gambar 1. Tabung Uji Petumbuhan MikroorganismeSumber : Dokumentasi Pribadi (2014)

Desinfektan jenis senyawa fenol (fenol, cresol, hexachorophene,

recorcinol, dan thymol) dapat membunuh mikroba dengan cara mendenaturasi

protein dan memiliki konsentrasi kerja 2-5 %. Berdasarkan literatur tersebut, fenol

dan kresol seharusnya sudah dapat mematikan mikroba dalam konsentrasi 2-5%.

Sedangkan hasil praktikum yang menggunakan fenol dan kresol 5 % tidak dapat

mematikan ataupun menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini dapat

disebabkan karena beberapa faktor :

Tabung yang berisi larutan kresol atau fenol telah terkontaminasi

mikroorganisme lain saat inokulasi

Tabung dan peralatan lainnya tidak tersterilisasi dengan baik, fenol dan

kresol yang digunakan sudah rusak sehingga daya efektivitasnya sudah

menurun

Jenis mikroorganisme yang diinokulasikan tidak dapat dihambat

pertumbuhannya oleh desinfektan jenis fenol maupun kresol

Page 22: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

Konsentrasi desinfektan yang rendah

Pada pengujian ini juga dilakukan pengenceran dan dilakukan inokulasi

pada menit yang berbeda-beda. Hal tersebut dilakukan untuk melihat pengaruh

konsentrasi dan waktu kontak terhadap daya efektivitas desinfektan. Pada

pengenceran, semakin tinggi pengenceran maka semakin rendah konsentrasi

desinfektan tersebut, sehingga kemampuannya untuk menghambat atau

mematikan mikroorganisme juga semakin berkurang. Sedangkan menit inokulasi

berpengaruh terhadap waktu kontak antara mikroorganisme dengan desinfektan.

Semakin lama waktu kontak maka semakin efektif daya kerja desinfektan

tersebut.

Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur

semua komponen dalam sel hidup. Pertumbuhan pada organisme uniseluler

termasuk bakteri dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah sel yang diikuti

pertumbuhan jumlah sel mikroorganisme (Fardiaz, 1992). Pertumbuhan sel pada

bakteri berlangsung secara eksponensial. Berdasarkan hasil pengamatan dapat

disimpulkan bahwa pada semua tabung terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang

ditandai dengan adanya kekeruhan. Pada beberapa tabung selain terjadi kekeruhan

juga terdapat endapan.

Prinsip dasar dari kekeruhan sebagai tanda pertumbuhan bakteri adalah

jika cahaya mengenai sel, maka sebagian cahaya diserap dan sebagian cahaya

diteruskan. Jumlah cahaya yang diserap proposional (berbanding lurus) dengan

jumlah sel bakteri atau jumlah cahaya yang diteruskan berbanding terbalik dengan

jumlah sel bakteri (Pelczar, 1986). Semakin banyak jumlah sel, semakin sedikit

cahaya yang diteruskan dan medium semakin keruh. Menurut Surya (2009) efek

keruh ditimbulkan akibat interaksi antara cahaya dengan materi yang dilewatinya

bisa 3 macam yaitu diserap, dipantulkan dan diteruskan, semakin banyak cahaya

yang diserap oleh bakteri yang berbanding lurus dengan jumlahnya maka semakin

sedikit cahaya yang diteruskan dan yang akan ditangkap mata kita sehingga

menimbulkan efek keruh.

Pertumbuhan bakteri yang terjadi tidak sesuai dengan pendugaan awal

karena komponen yang ada pada fenol maupun kresol seharusnya mampu

membunuh bakteri. Koefisien fenol dilakukan pada kresol. Koefisen fenol

Page 23: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

merupakan kemampuan suatu desinfektan dalam membunuh bakteri jika

dibandingkan dengan fenol. Cara pengujiannya dengan mengencerkan suatu

kultur cair bakteri sebanyak 1:10 dengan larutan desinfektan yang diuji pada

konsentrasi berbeda. Titik akhir adalah konsentrasi terendah yang menghasilkan

kultur steril setelah diinkubasi. Jika suatu desinfektan mempunyai koefisien fenol

40 maka daya membunuhnya berarti 40 kali dibandungkan fenol (Fardiaz, 1992).

Berdasarkan definisi dan penetapan koefisen fenol maka hasil praktikum yang

dilakukan tidak akurat karena tidak ada tabung yang steril (tidak ditumbuhi

mikroorganisme). Pertumbuhan bakteri yang terjadi tidak sesuai dengan

pendugaan awal karena komponen yang ada pada fenol maupun kresol seharusnya

mampu membunuh bakteri.

Fenol dan kresol merupakan bahan kimia yang bersifat desinfektan atau

antisptik. Menurut Fardiaz (1992) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

memilih bahan kimia sebagai desinfektan yaitu

1. Sifat mikrosidal (membunuh jasad renik)

Komponen kimia yang bersifat membunuh jasad renik disebut

mempunyai sifat bakterisidal maupun fungisidal. Beberapa komponen

kimia efektif membunuh mikroorganisme jenis tertentu contohnya

virus yang dibunuh dengan halogen, oksadin, formalin serta

Mycobacteria yang dibunuh dengan fenol maupun alkohol.

2. Sifat mikrostatik (menghambat pertumbuhan jasad renik)

Komponen ini ada yang bersifat bakteristatik maupun fungistatik.

Biasanya komponen ini terdapat dalam jumlah yang kecil misalnya

pada rempah-rempah. Komponen kimia yang bersifat membunuh lebih

baik dibandingka dengan yang bersifat menghambat.

3. Kecepatan penghambatan

Komponen kimia memiliki kecepatan pembunuh yang berbeda ada

yang cepat maupun lambat. Sel yang sedang tumbuh atau berkembang

biak lebih sensitif dan mudah dibunuh dibandingkan sel yang dalam

keadaan istirahat/statis. Bakteri menjadi lebih tahan pada fase statis

akibat sudah masuk fase pertumbuhan lambat dan sudah lewat fase

adpatasi.

Page 24: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

4. Sifat lain

Sifat ini sebagai sifat pendukung seperti harganya yang tidak mahal,

aktivitasnya dalam waktu lama, larut dalam air, stabil dalam larutan,

sifat racun, sifat iritasi kulit dan warna yang tidak dapat dihilangkan.

Fenol merupakan salah satu jenis bahan kimia yang ada pada bahan

pembersih, fenol digunakan karena memiliki mekanisme dalam membuh bakteri.

Fenol memiliki mekanisme bakterisidal atau membunuh bakteri. Mekanisme kerja

fenol yaitu dengan denaturasi protein sel bakteri sehingga sifat khasnya hilang.

Pada konsentrasi rendah fenol bekerja dengan merusak membaran sitoplasma

yang menyababkan bocornya isi sel dan pada konsentrasi tinggi fenol dapat

berkoagulasi dengan protein seluler. Aktivitasnya sangat efektif ketika bakteri

dalam tahapan pembelahan dimana lapisan fospolipid di sekeliling sel sedang

dalam kondisi yang sangat tpis sehingga fenol dapat berpenetrasi dengan mudah

dan merusak isi sel (Kusdarwati dkk,, 2010).

Kresol adalah salah satu senyawa fenolik yang digunakan sebagai

desinfektan dan antiseptik. Senyawa fenolik adalah senyawa fenol yang telah

mengalami modifikasi secara kimiawi. Cara kerja kresol dalam membunuh bakteri

adalah dengan koagulasi protein dan menyebabkan kebocoran membran sel,

konsentrasi yang biasa digunakan adalah 2%. Keuntungan dari penggunaan

senyawa grup fenol ini adalah aktivitasnya tidak hilang dengan adanya zat

organik, sabun atau air sadah dan tidak meninggalkan efek residu jika mengering.

Kelemahannya adalah kresol harus digunakan pada air lunak (Fardiaz, 1992). Air

lunak adalah air yang mengandung kadar mineral yang rendah. Penentuan air ini

dilihat dari jumlah busa sabun yang dihasilkan, artinya air sadah tidak dapat

digunakan.

Perlakuan pengenceran pada desinfektan baik kresol atau fenol murni dan

waktu inokulasi bakteri ke desinfektan dijadikan sebagai salah satu prosedur pada

pengujian koefisien fenol. Semakin pekat pembersih maka semakin efektif

desinfektan tersebut dalam membunuh bakteri namun beberapa jenis mempunyai

konsentrasi maksimum seperti kresol pada 2% dan fenol pada 1%. Semakin lama

waktu inokulasi bakteri pada desinfektan maka jumlah bakteri yang dibunuh

Page 25: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

semakin banyak akibat kerja desinfektan yang maksimum, namun ini juga

berpengaruh dari kecepatan penghambatan komponen kimia pada desinfektan.

Pada pengujian koefisien fenol pada kresol maka didapatkan tabung berisi

pengenceran kresol dengan fenol dengan berbagai konsentrasi dan dengan

beberapa waktu inokulasi bakteri menghasilkan hasil yang positif padahal untuk

menentukan koefisen fenol diperlukan tabung yang steril. Menurut studi yang

dilakukan dari berbagai sumber maka kesalahan ini bisa disebabkan

1. Bakteri yang diinokulasikan pada pembersih berada pada fase

pertumbuhan statis sehingga susah dibunuh. Pada fase pertumbuhan

statis sel-sel menjadi lebih tahan terhadap keadaan ekstrim sepeti

panas, dingin, radiasi dan bahan kimia (Fardiaz, 1992).

2. Jumlah bakteri yang dinokulasikan sangat banyak sehingga saat diberi

fenol/kresol tidak semua terbunuh dan membuat bakteri yang masih

ada/resisten bisa melakukan pertumbuhan saat sudah dipindahkan ke

media NB.

3. Terdapatnya spora bakteri yang resisten terhadap komponen fenol.

Spora bakteri dalam fase vegetatif lebih susah dibunuh dan hanya

beberapa komponen kimia yang efektif terhadap spora seperti halogen,

merkuriklorida, formalin dan etilen oksida (Fardiaz, 1992).

4. Terjadinya kontaminasi saat menginokulasikan bakteri yang sudah

diberi fenol/kresol ke media NB. Bakteri yang sudah diinokulasi ke

larutan fenol/kresol kemudian diinokulasi ke media untuk melihat

keefektifan suatu jenis desinfektan untuk membunuh/mengurangi

jumlah mikroorganisme. Kontaminasi dapat terjadi saat inokulasi ke

medium tumbuh akibat proses yang tidak steril (alat, lingkungan dan

praktikan) sehingga menyebabkan adanya koloni yang tumbuh pada

medium yang berasal dari luar dan bukan bagian bakteri hasil

pemberian kreol/fenol.

5. Proses sterilisasi yang tidak maksimal dan kontaminasi dari luar pada

alat yang digunakan dan medium NB.

6. Keefektifan dari kresol dan fenol yang digunakan sudah menurun

sehingga kurang efektif membunuh bakteri.

Page 26: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

Konsentrasi dan waktu kontak merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi efektivitas desinfektan. Selain konsentrasi dan waktu kontak,

efektivitas desinfektan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Efisiensi dan

efektivitas disinfektan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

- Konsentrasi

Konsentrasi desinfektan tergantung pada bahan yang akan

didesinfektan dan pada organisme yang akan dihancurkan. Konsentrasi

yang tinggi dapat membunuh mikroorganisme tetapi jika kosentrasi rendah

maka hanya sebatas menghambat pertumbuhannya saja tidak mampu

mematikan.

- Waktu kontak

Waktu yang diperlukan mungkin dipengaruhi oleh banyak variabel,

tetapi waktu yang cukup bagi desinfeksi untuk bekerja sangat membantu

dalam menghambat atau membunuh mikroba.

- Suhu desinfektan

Semakin tinggi suhunya maka kerja desinfektan semakin cepat dan

meningkat. Desinfektan terbuat dari bahan-bahan kimia sehingga suhu

yang tinggi akan mempercepat reaksi kimia pada komponen desinfektan.

- Jenis mikroba

Setiap jenis mikroba memiliki sifat resistensi yang berbeda-beda.

- Kondisi lingkungan (pH dan tempat mikroba hidup)

VII. KESIMPULAN

1. Semua tabung pada semua konsentrasi dan waktu kontak menunjukan

hasil yang positif (+) artinya terdapat pertumbuhan mikroorganisme.

2. Dari hasil pengamatan tersebut tidak dapat menentukan keofisien

fenol.

3. Pada semua tabung terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang

ditandai dengan adanya kekeruhan. Pada beberapa tabung selain

terjadi kekeruhan juga terdapat endapan.

Page 27: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

4. Ketidakakuratan data hasil pengamatan disebabkan karena bakteri

yang diinokulasikan pada pembersih berada pada fase pertumbuhan

statis sehingga susah dibunuh, jumlah bakteri yang dinokulasikan

sangat banyak, terdapatnya spora bakteri yang resisten terhadap

komponen fenol, terjadinya kontaminasi saat menginokulasikan

bakteri yang sudah diberi fenol/kresol ke media NB, proses sterilisasi

yang tidak maksimal dan kontaminasi dari luar pada alat yang

digunakan dan medium NB.

5. Keefektifan dari kresol dan fenol yang digunakan sudah menurun

sehingga kurang efektif membunuh bakteri.

6. Efisiensi dan efektivitas desinfektan dipengaruhi oleh konsentrasi,

waktu kontak, suhu, jenis mikroba, dan kondisi lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Aboh, M., Oladosu, P., dan Ibrahim, K. (2013). Antimicrobial Activities of Some Brands of Households Disinfectants Marketed in Abuja Municipal Area Council, Federal Capital Territory, Nigeria. American Journal of Research Communication. 1(8): 172-183.

Brander, G. C., Pugh D. M. and Bywater R. J. 1982. Veteriary Applied Pharmacology and Theraupetics. 4th Ed. The English Languange Book Science Society and Bailliere Tindall. London: 405-410.

Page 28: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

Brewer, C. (2010). Variations in Phenol Coefficient Determinations of Certain Disinfectants. American Journal of Public Health. 33(1): 261.

Butcher, W and Ulaeto, D. (2010). Contact Inactivation of Orthopoxviruses by

Household Disinfectants. Philadelphia: Department of Biomedical Sciences, Dstl Porton Down. Hal. 279-283.

Dwidjoseputro. (1994). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan. Jakarta. Hal. 102, 118-134.

Elisabeth, R., Apriliana, E., dan Rukmono, P. (2012). Uji Efektivitas Pada Antiseptik di Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University. 14(1): 125-126.

Fardiaz. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Fazlara, A and Ekhtelat, M. (2012). The Disinfectant Effects of Benzalkonium Chloride on Some Important Foodborne Pathogens. American-Eurasian Journal of Agricultural & Environment Scientifique. 12(1): 23-29.

Ghanem, K.M., Fassi, F.A., and Hazmi, N.M. (2012). Optimization of Chloroxylenol Degradation by Aspergillus niger Using Plackett- Burman Design and Response Surface Methodology. African Journal of Biotechnology. 11(84): 144-156.

Kahrs, R.F. (1995). Disinfectants, Antiseptics, Sanitizers, and Sterilizing Agents. Revue Scientifique et Technique de L’ Office International Des Epizooties. 14(1): 105-122.

Katzung, B. G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. 630-633.

Kusdarwati, dkk. 2010. Daya Antibakteri Ekstrak Buah Adas terhadap Bakteri Micrococcus luteus secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol 2 No. 1 Hal: 31-35

Martindale. 1993. The Extra Pharmacopeia. 30th Ed. The Pharmaceutical Press. London. 570-572.

Larson, E. (2013). Monitoring Hand Hygiene. American Journal of Infection Control. 41(2): 43-45.

Pelczar, M. J., dan E. C. S. Chan. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiology. UI Press. Jakarta. 466-507.

Page 29: Laporan Sanitasi Desinfektan Fix

Pratiwi, S. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hal. 17-18.

Risman, E. 2000. Sanitasi dan Desinfektan, Langkah Awal yang Efektif Mencegah Penyakit. Infomedia. No: Tl/078. Edisi no. 169 April 2000: 1-4.

Schlegel, H.G., dan K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Shaffer, J.G. 1965. The Role of Laboratory in Infection Control in the Hospital. Arbor: University of Michigan, School of Pulbic health. Hal. 354, 357.

Siswandono. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press. Surabaya.

Hal. 249-250.

Somani, S.B., Ingole, W.N., and Kulkarni, S.N. (2011). Disinfection of Water

by Using Sodiun Chloride (NaCl) and Sodium Hypochlorite (NaOCl). Shegaon: Shri Sant Gajanan Maharaj College of Engineering. Hal. 40-43.

Surya, Yohannes. 2009. Optika. Penerbit Kandel, Tangerang.