Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

27
PERAN MIKROORGANISME: STUDI KASUS PERBANDINGAN FERMENTASI ANTIBIOTIK OLEH. STREPTOMYCES SP. S-34 DAN DUA REKOMBINASINYA PADA BEBERAPA MEDIUM DOSEN PEMBIMBING : NOPI STIYATI P., S.Si, M.T OLEH : M. SADIQUL IMAN H1E108059 PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2010

Transcript of Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Page 1: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

PERAN MIKROORGANISME: STUDI KASUS PERBANDINGAN

FERMENTASI ANTIBIOTIK OLEH. STREPTOMYCES SP. S-34 DAN

DUA REKOMBINASINYA PADA BEBERAPA MEDIUM

DOSEN PEMBIMBING :

NOPI STIYATI P., S.Si, M.T

OLEH :

M. SADIQUL IMAN H1E108059

PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2010

Page 2: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan petunjuk yang dicurahkan-Nya saya dapat menyelesaikan

penulisan ini.

Penulisan Peran Mikroorganisme: Studi Kasus Perbandingan Fermentasi

Antibiotik oleh. Streptomyces SP. S-34 dan Dua Rekombinasinya pada Beberapa

Medium ini merupakan tugas yang diberikan oleh ibu Nopi Stiyati P., S.Si, M.T,

yang mana tujuan yang saya ambil dari kegiatan penulisan ini adalah untuk

memberikan gambaran tentang peran mikroorganisme dalam kehidupan sehari-

hari serta mengembangkan daya kreativitas remaja khususnya mahasiswa dalam

mengembangkan daya cipta untuk melakukan suatu perubahan dalam upaya

sumbangan pikiran untuk pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi

masyarakat.

Penulisan laporan ini dapat diselesaikan karena berkat bimbingan secara

terpadu oleh ibu Nopi Stiyati P., S.Si, M.T,dan dukungan dari semua pihak. Untuk

itu dalam kesempatan kali ini saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-

dalamnya. Dan akhirnya diharapkan agar penulisan laporan ini dapat berguna bagi

kita semua serta kemajuan ilmu pengetahuan. Penulisan ini tentunya tidak lepas

dari kritik dan saran yang besifat membangun.

Banjarbaru, Maret 2010

Penulis

Page 3: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang................................................................................. 1

1.2 Tujuan dan Manfaat......................................................................... 1

1.3 Metode Penulisan............................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2

2.1 Metode Sterilisasi dan Desinfeksi............................................. 3

2.2 Sterilisasi................................................................................... 6

2.3 Desinfeksi................................................................................. 9

2.4 Mikroorganisme Penghasil Antibiotik..................................... 9

BAB III PEMBAHASAN............................................................................ 13

BAB IV PENUTUP..................................................................................... 16

4.1 Kesimpulan................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17

LAMPIRAN................................................................................................. 18

Page 4: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba

atau setiap proses yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk

membunuh semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Dalam bidang

mikrobiologi baik dalam pengerjaan penelitian atau praktikum, keadaan steril

merupakan syarat utama berhasil atau tidaknya pekerjaan kita dilaboratorium.

Pengetahuan tentang prinsip dasar sterilisasi dan desinfeksi sangat

diperlukan untuk melakukan pekerjaan di bidang medis yang bertanggung jawab.

Cara sterilisasi dan desinfeksi yang baru banyak diperkenalkan, namun masih

tetap digunakan cara-cara dan beberapa bahan seperti digunakan berabad lalu.

Penggunaan bahan desinfektan maupun antiseptik dalam bidang

mikrobiologi lingkungan menjadi suatu kebutuhan, dimana penggunaan bahan-

bahan kimia sebagai zat desinfektan memudahkan kita dalam menyingkirkan atau

membunuh mikroorganisme yang dianggap pathogen. Selain penggunaan bahan

kimia pada bahan desinfektan, peran mikroorganisme juga patut dipertimbangkan

dalam hal persediaan antibiotik. Yang mana antibiotik sendiri merupakan zat-zat

yang dihasilkan oleh mikroorganisme, dan zat-zat itu dalam jumlah yang sedikit

pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme yang lain, sama

halnya dengan kerja bahan-bahan kimia desifnektan seperti golongan aldehid,

alcohol, pengoksida, halogen, fenol, garam (amonium kuarterner) dan biguanida.

1.2 Tujuan

Dalam penulisan karya ilmiah ini, tujuan yang hendak dicapai adalah

dapat mengetahui proses sterilisasi dan desinfeksi. Dimana dalam proses

desinfeksi penggunaan desinfektan maupun antiseptik berguna dalam

menyingkirkan dan membunuh mikroorganisme yang dianggap pathogen atau

merugikan. Serta peran mikroorganisme penghasil antibiotik sebagai salah satu

bahan desinfektan maupun antiseptik.

Page 5: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

1.3 Batasan Masalah

Pembatasan masalah dari pembuatan karya ilmiah ini adalah apakah

kandungan medium nitrogen dan berbagai kadar glukosa berpengaruh dalam

mempercepat pembentukan dan jumlah antibiotik yang dihasilkan oleh

Streptomyces SP. S-34 melalui proses fermentasi?. Serta pebandingan fermentasi

antibiotik Streptomyces SP. S-34 dengan dua rekombinannya yang disebut HFSP-

1 dan HFSP-2.

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah studi literatur dari buku-buku

maupun jurnal-jurnal yang berkaitan dengan peran mikroorganisme dalam

menghasilkan zat antibiotik sebagai salah satu bahan desinfektan maupun

antiseptik yang informasinya didapat dari internet.

Page 6: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 METODE STERILISASI DAN DESINFEKSI

Kajian mikrobiologi membutuhkan metode yang tepat untuk pengamatan

mikrobia. Metode mikroskopik dan kemampuan mengkultur mikrobia merupakan

metodologi dasar yang dilakukan para ahli mikrobiologi untuk mempelajari

struktur, sifat-sifat fisiologisnya (metabolisme dan pertumbuhan) serta

mengungkapkan keragaman mikrobia. Penggunaan dan pengembangan alat-alat

mikroskopik, kultur murni, metode molekuler dan immunologis memungkinkan

peneliti melakukan pengujian yang pada akhirnya berhasil membuat temuan-

temuan baru dibidang tersebut. Kemajuan dalam bidang metodologi ini telah

mengungkap pemahaman sifat-sifat dasar mikrobia serta aspek-aspek yang

berkenaan dengan teknik dan metodologi penelitian mikroba.

Salah satu bagian yang penting dalam mikrobiologi adalah pengetahuan

tentang cara-cara mematikan, menyingkirkan, dan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme. Cara yang digunakan untuk menghancurkan, menghambat

pertumbuhan dan menyingkirkan mikroorganisme berbeda-beda tergantung pada

spesies yang dihadapi. Selain itu lingkungan dan tempat mikroba ini pun berbeda-

beda misalnya dalam darah, makanan, air, sampah, riol, dan tanah. Hal tersebut

juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan cara untuk

menghancurkan mikroorganisme yang digunakan tergantung pada pengetahuan,

keterampilan, dan tujuan dari yang melaksanakannya, sebab tiap situasi yang

dihadapi merupakan kenyataan dasar yang dapat menuntun pada cara atau

prosedur yang harus dilakukan.

Tujuan utama mematikan, menyingkirkan, atau menghambat pertumbuhan

mikroorganisme adalah sebagai berikut:

1. Untuk mencegah infeksi pada manusia, hewan piaraan, dan tumbuhan.

2. Untuk mencegah makanan dan lain-lain komoditi menjadi rusak.

3. Untuk mencegah gangguan kontaminasi terhadap mikroorganisme yang

digunakan dalam industri, hasilnya tergantung pada kemurnian penggunaan

biakan murni.

Page 7: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

4. Untuk mencegah kontaminasi bahan-bahan yang dipakai dalam pengerjaan

biakan murni di laboratorium (diagnosis, penelitian, industri), sehingga

pengamatan tentang pertumbuhan satu organisme pada medium pembiakan

khusus atau pada hewan percobaan membingungkan karena adanya organisme

lain yang tumbuh.

Beberapa istilah serta pengertian yang digunakan dalam pembicaraan

masalah mematikan, menghambat pertumbuhan, dan menyingkirkan

mikroorganisme adalah sebagai berikut:

1. Sterilisasi

Sterilisasi dalam mikrobiologi berarti membebaskan tiap benda atau substansi

dari semua kehidupan dalam bentuk apapun. Untuk tujuan mikrobiologi dalam

usaha mendapatkan keadaan steril, mikroorganisme dapat dimatikan setempat

(in situ) oleh panas (kalor), gas-gas seperti formaldehide, etilenoksida atau

betapriolakton oleh bermacam-macam larutan kimia; oleh sinar lembayung

ultra atau sinar gamma. Mikroorganisme juga dapat disingkirkan secara

mekanik oleh sentrifugasi kecepatan tinggi atau oleh filtrasi.

2. Disinfeksi

Disinfeksi berarti mematikan atau menyingkirkan organisme yang dapat

menyebabkan infeksi. Meskipun dengan melakukan disinfeksi dapat tercapai

keadaan steril, namun tidak seharusnya terkandung anti sterilisasi. Disinfeksi

biasanya dilaksanakan dengan menggunakan zat-zat kimia seperti fenol,

formaldehide, klor, iodium atau sublimat. Pada susu, disinfeksi (bukan

sterilisasi) dilakukan dengan pasteurisasi. Pada umumnya disinfeksi

dimaksudkan untuk mematikan sel-sel vegetatif yang lebih sensitif tetapi

bukan spora-spora yang tahan panas.

3. Desinfektan

Disinfektan adalah bahan yang digunakan untuk melaksanakan disinfeksi.

Seringkali sebagai sinonim digunakan istilah antiseptik, tetapi pengertian

disinfeksi dan disifektan biasanya ditujukan terhadap benda-benda mati,

seperti lantai, piring, pakaian.

4. Antiseptika

Antiseptika pada umumnya dimaksudkan bahan-bahan yang mematikan atau

Page 8: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

menghambat mikroorganisme, khususnya yang berkontak dengan tubuh tanpa

mengakibatkan kerusakan besar pada jaringan. Untuk digunakan sebagai

antiseptika, kebanyakan disinfektan terlalu dekstruktif terhadap jaringan.

(Burdon, 1969 dalam Yusuf, 2009).

2.2 STERILISASI

Sterilisasi merupkan proses menghancurkan semua jenis kehidupan

sehingga menjadi steril. Sterilisasi seringkali dilakukan dengan pengaplikasian

udara panas. Ada dua metode yang sering digunakan, yaitu :

1. Panas lembab dengan uap jenuh bertekanan. Sangat efektif untuk sterilisasi

karena menyediakan suhu jauh di atas titik didih, proses cepat, daya tembus

kuat dan kelembaban sangat tinggi sehingga mempermudah koagulasi protein

sel-sel mikroba yang menyebabkan sel hancur. Suhu efektifnya adalah 121oC

pada tekanan 5 kg/cm2 dengan waktu standar 15 menit. Alat yang digunakan :

pressure cooker, autoklaf (autoclave) dan retort.

2. Panas kering, biasanya digunakan untuk mensterilisasi alat-alat laboratorium.

Suhu efektifnya adalah 160oC selama 2 jam. Alat yang digunakan pada

umumnya adalah oven (Febrialdi, 2008).

Menurut Irwanto dalam Yusuf (2009), sterilisasi dilakukan dalam 4 tahap,

yaitu:

1. Pembersihan sebelum sterilisasi

2. Pembungkusan

3. Proses sterilisasi

4. Penyimpanan yang aseptik.

Menurut Tim Dosen (Yusus, 2009), sterilisasi dapat dilakukan dengan

cara:

1. Sterilisasi secara fisik

Selama senyawa kimia yang disterilkan tidak berubah atau terurai akibat

suhu tinggi dan atau tekanan tinggi, selama itu sterilisasi secara fisik dapat

dilakukan. Misalnya dengan pemanasan udara panas, uap air, bertekanan,

Page 9: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

pemijaran, penggunaan sinar-sinar bergelombang pendek seperti sinar X, sinar

gamma, UV dan sebagainya.

Pada pemanasan dengan oven dibutuhkan panas setinggi 150-170 C

dengan waktu yang lebih lama dari autoklaf. Sebagai gambaran untuk

mematikan spora dibutuhkan waktu dua jam dengan suhu 180 C.

Pensterilan dengan uap dalam tekanan dilakukan dalam autoklaf. Dalam

otoklaf ini uap berada dalam keadaan jenuh, dan peningkatan tekanan

mengakibatkan suhu yang tercapai menjadi lebih tinggi, yaitu di bawah

tekanan 15ib (2 atmosfer). Suhu dapat meningkat sampai 121°C. Bila uap itu

dicampur dengan udara yang sama banyak, pada tekanan yang sama, maka

suhu yang tercapai hanya110°Citu sebabnya udara dalam autoklaf harus

dikeluarkan sampai habis untuk memperoleh suhu yang diinginkan (121°C).

dalam suhu tersebut semua mikroorganisme, baik vegetatif maupun spora

dapat dimusnahkan dalam waktu yang tidak lama, yaitu sekitar 15-20 menit.

2. Sterilisasi secara kimia

Senyawa kimia yang paling banyak digunakan sebagai disinfektan

(senyawa yang dapat menghancurkan sel antara lain CuSO4, AgNO¬3, HgCl2,

ZnO, alkohol dan campurannya.

3. Sterilisasi secara mekanik

Beberapa media atau bahan akan mengalami perubahan karena tidak tahan

terhadap pemanasan tinggi ataupun tekanan tinggi. Dengan demikian maka

sterilisasi yang efektif yaitu secara mekanik misalnya, penyaringan

menggunakan filter khusus.

Sistem kerja filter, seperti pada saringan lain adalah melakukan seleksi

terhadap partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini adalah mikroba)

(Suriawiria, 2005 dalam Yusuf, 2009).

2.3 DESINFEKSI

Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan

bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi

infeksi dengan jalan membunuh mikroorganisme patogen (Irwanto, 2009).

Page 10: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Sedangkan desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh

fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad

renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah

mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan

sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad

renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan

dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan

pakaian.

Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai

antiseptik dan desinfektan. Tapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan

antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik

tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat

keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu

cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada

kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan

dalam proses sterilisasi.

Walaupun kita sering menggunakan produk desinfektan, sebagian besar

konsumen tentunya belum mengenal jenis bahan kimia apa yang ada dalam

produk tersebut. Padahal bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses

desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target

mikroorganime yang akan dimatikan.

Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik

(pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya

difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan

serta aplikasinya (Rismana, 2008).

2.3.1 SIFAT-SIFAT PENTING DESINFEKTAN DAN ANTISEPTIKA

Beberapa sifat-sifat penting antiseptika dan desinfektan, antara lain :

Harus memiliki sifat antibakterial yang luas.

Tidak mengiritasi jaringan hewan atau manusia.

Memiliki sifat racun yang rendah, tidak berbahaya bagi manusia maupun

ternak.

Page 11: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Memiliki daya tembus yang tinggi.

Tetap aktif meskipun terdapat cairan tubuh, darah, nanah dan jaringan yang

mati.

Tidak mengganggu proses kesembuhan.

Tidak merusak alat-alat operasi, lantai kandang dan dinding.

Tidak menimbulkan warna yang mengganggu pada jaringan yang dioperasi.

Harga murah, karena biasanya diperlukan dalam jumlah yang besar.

Desinfektan, selain memiliki sifat-sifat tersebut di atas, maka harus

memiliki juga sifat-sifat berikut :

Mampu menembus rongga-rongga, liang-liang, maupun lapisan jaringan

organik, sehingga memiliki efek mematikan mikroorganisme yang lebih

tinggi.

Harus bisa dicampur dengan air, karena air merupakan pelarut yang universal

dan dengan senyawa-senyawa lain yang digunakan untuk desinfeksi.

Harus memiliki stabilitas dalam jangka waktu yang panjang.

Efektif pada berbagai temperatur. Walaupun desinfektan daya kerjanya akan

lebih baik pada temperatur tinggi, namun desinfektan yang bagus adalah

desinfektan yang daya kerjanya tidak menurun jika temperaturnya menurun.

Pada umumnya desinfektan bekerja baik pada temperatur di atas 650F. Klorin

dan Iodifor sebagai desinfektan bekerja baik tidak lebih dari 1100F (Imbang,

2010).

2.3.2 BAHAN-BAHAN KIMIA SEBAGAI DESINFEKTAN

Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi

umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi,

yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu

senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa

terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung

gugus -X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium

kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida. Beberapa jenis

bahan yang berfungsi sebagai desinfektan dijelaskan di bawah ini :

Page 12: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

1. Golongan Aldehid

Bahan kimia golongan aldehid yang umum digunakan antara lain

formaldehid, glutaraldehid dan glioksal. Golongan aldehid ini bekerja dengan

cara denaturasi dan umum digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi

0,5%. Daya aksi berada dalam kisaran jam, tetapi untuk kasus formaldehid

daya aksi akan semakin jelas dan kuat bila pelarut air diganti dengan alkohol.

Formaldehid pada konsentrasi di bawah 1,5% tidak dapat membunuh ragi dan

jamur, dan memiliki ambang batas konsentrasi kerja pada 0,5 mL/m3 atau 0,5

mg/L serta bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Larutan

formaldehid dengan konsentrasi 37% umum disebut formalin dan biasa

digunakan utuk pengawetan mayat.

Glutaraldehid memiliki daya aksi yang lebih efektif dibanding

formaldehid, sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi dan tidak

berpotensi karsinogenik. Ambang batas konsentrasi kerja glutaraldehid adalah

0,1 mL/m3 atau 0,1 mg/L.

Pada prinsipnya golongan aldehid ini dapat digunakan dengan spektrum

aplikasi yang luas, misalkan formaldehid untuk membunuh mikroorganisme

dalam ruangan, peralatan dan lantai, sedangkan glutaraldehid untuk

membunuh virus. Keunggulan golongan aldehid adalah sifatnya yang stabil,

persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa material

peralatan. Sedangkan beberapa kerugiannya antara lain dapat mengakibatkan

resistensi dari mikroorganisme, untuk formaldehid diduga berpotensi bersifat

karsinogen, berbahaya bagi kesehatan, mengakibatkan iritasi pada sistem

mukosa, aktivitas menurun dengan adanya protein serta berisiko menimbulkan

api dan ledakan.

2. Golongan Alkohol

Golongan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain

golongan aldehid. Beberapa bahan di antaranya adalah etanol, propanol dan

isopropanol. Golongan alkohol bekerja dengan mekanisme denaturasi serta

berdaya aksi dalam rentang detik hingga menit dan untuk virus diperlukan

waktu di atas 30 menit. Umum dibuat dalam campuran air pada konsentrasi

70-90 %.

Page 13: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang

efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk

permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan

alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak material, dapat

dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun

aktivasinya bila berinteraksi dengan protein . Sedangkan beberapa

kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat

menguap.

3. Golongan Pengoksidasi

Bahan kimia yang termasuk golongan pengoksidasi kuat dibagi ke dalam

dua golongan yakni peroksida dan peroksigen di antaranya adalah hidrogen

peroksida, asam perasetik, kalium peroksomono sulfat, natrium perborat,

benzoil peroksida, kalium permanganat. Golongan ini membunuh

mikroorganisme dengan cara mengoksidasi dan umum dibuat dalam larutan

air berkonsentrasi 0,02 %. Daya aksi berada dalam rentang detik hingga menit,

tetapi perlu 0,5 – 2 jam untuk membunuh virus.

Pada prinsipnya golongan pengoksidasi dapat digunakan pada spektrum

yang luas, misalkan untuk proses desinfeksi permukaan dan sebagai sediaan

cair. Kekurangan golongan ini terutama oleh sifatnya yang tidak stabil,

korosif, berisiko tinggi menimbulkan ledakan pada konsentrasi di atas 15 %,

serta perlu penanganan khusus dalam hal pengemasan dan sistem

distribusi/transpor.

4. Golongan Halogen

Golongan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti

larutan iodium, iodofor, povidon iodium, sedangkan senyawa terhalogenasi

adalah senyawa anorganik dan organik yang mengandung gugus halogen

terutama gugus klor, misalnya natrium hipoklorit, klor dioksida, natrium

klorit dan kloramin. Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi dalam

rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air

dengan konsentrasi 1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk

mereduksi virus, tetapi tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri

gram positif dan ragi.

Page 14: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Umum digunakan sebagai desinfektan pada pakaian, kolam renang,

lumpur air selokan. Adapun kekurangan dari golongan halogen dan senyawa

terhalogenasi adalah sifatnya yang tidak stabil, sulit terbiodegradasi, dan

mengiritasi mukosa.

5. Golongan Fenol

Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak

dipakai antara lain fenol (asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan para

kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam

rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air

dengan konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk virus,

spora tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh beberapa jenis bakteri

gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai dalam proses desinfeksi di

bak mandi, permukaan dan lantai, serta dinding atau peralatan yang terbuat

dari papan/kayu.

Adapun keunggulan dari golongan golongan fenol dan fenol terhalogenasi

adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis

material, sedangkan kerugiannya antara lain susah terbiodegradasi, bersifat

racun, dan korosif.

6. Golongan Garam (amonium kuarterner)

Beberapa bahan kimia yang terkenal dari golongan ini antara lain

benzalkonium klorida, bensatonium klorida, dan setilpiridinium klorida.

Golongan ini berdaya aksi dengan cara aktif-permukaan dalam rentang waktu

sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi

0,1%-5%. Aplikasi untuk proses desinfeksi hanya untuk bakteri vegetatif, dan

lipovirus. terutama untuk desinfeksi peralatannya.

Keunggulan dari golongan garam amonium kuarterner adalah ramah

terhadap material, tidak merusak kulit, tidak beracun, tidak berbau dan bersifat

sebagai pengemulsi, tetapi ada kekurangannya yakni hanya dapat

terbiodegradasi sebagian. Kekurangan yang lain yang menonjol adalah

menjadi kurang efektif bila digunakan pada pakaian, spon, dan kain pel karena

akan terabsorpsi bahan tersebut serta menjadi tidak aktif bila bercampur

dengan sabun, protein, asam lemak dan senyawa fosfat.

Page 15: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Salah satu produk yang sudah dipasarkan dari golongan ini diklaim efektif

untuk membunuh parvovirus, di mana virus ini merupakan jenis virus

hidrofilik yang sangat susah untuk dimatikan dibandingkan virus lipofilik.

7. Golongan Biguanida

Bahan kimia yang sudah digunakan dari golongan ini antara lain

klorheksidin. Klorheksidin terkenal karena sangat ampuh untuk antimikroba

terutama jenis bakteri gram positif dan beberapa jenis bakteri gram negatif.

Klorheksidin sangat efektif dalam proses desinfeksi Staphylococcus aureaus,

Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa, tetapi kurang baik untuk

membunuh beberapa organisme gram negatif, spora, jamur terlebih virus serta

sama sekali tidak bisa membunuh Mycoplasma pulmonis.

Dari semua bahan desinfektan tersebut di atas tidak semua dapat efektif

dalam semua kondisi dan aplikasi. Perbedaan jenis mikroorganisme serta kondisi

lingkungan akan menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam sensitivitas

atau resistensinya.

Supaya fungsi desinfektan menjadi efektif, maka ada beberapa faktor yang

harus diperhatikan dalam pemilihan produk desinfektan, yakni harus dapat

digunakan dalam spektrum dan aktivitas penggunaan yang luas, menunjukkan

daya reduksi/bunuh terhadap mikroorganisme hidup pada saat berkontak, dapat

bekerja pada rentang pH dan suhu yang luas, dapat bekerja dengan adanya

senyawa organik, waktu paparan/kerja yang cukup singkat, batas konsentrasi yang

kecil, dan stabilitas senyawa.

Selain itu, untuk aplikasi di lapangan terdapat kecenderungan konsumen

untuk memilih desinfektan yang aman bagi lingkungan, mudah untuk digunakan,

daya aksi yang cepat serta murah. Tetapi faktor harga terkadang menjadi batasan

tersendiri. Sebagai contoh banyak konsumen menggunakan desinfektan gas klor

(klorin) untuk proses desinfeksi air. Bahan tersebut bekerja dengan baik untuk

membunuh bakteri, fungi dan virus, tetapi bahan ini mempunyai efek

merusak/korosif pada kulit dan peralatan. Selain itu gas klorin juga berpotensi

merusak sistem pernapasan bagi manusia dan binatang.

Page 16: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Dengan mengetahui dan mengenal jenis bahan kimia yang digunakan

dalam produk desinfektan diharapkan konsumen dapat memilih produk yang tepat

sasaran, yakni kesesuaian antara bahan kimia yang dikandungnya dengan jenis

dan target mikroorganismenya. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan menjadi

tepat sasaran, berhasil guna dan berdaya guna. Manfaat lain adalah dengan

mengetahui risiko dan efek negatif yang mungkin ditimbulkan oleh bahan kimia

dalam desinfektan, seperti risiko keracunan pada anak, polusi terhadap

lingkungan, risiko terhadap kesehatan serta efek karsinogen, maka diharapkan

konsumen lebih berhati-hati dalam penggunaan dan penanganan produk-produk

tersebut (Rismana, 2008).

2.3.3 KEAMPUHAN DESINFEKTAN DAN ANTISEPTIK

Antiseptika dan desinfektansia sebagai bahan antimikrobial memiliki

kekuatan keampuhan membunuh bakteri tertentu. Guna mengetahui keampuhan

bahan antimikrobial seringkali digunakan istilah koefisien fenol, yaitu keampuhan

antimikrobial tertentu yang dibandingkan dengan keampuhan yang dimiliki fenol.

Koefisien fenol kurang dari satu, berarti antimikrobial tersebut kurang efektif

dibandingkan fenol. Sebaliknya koefisien lebih besar dari satu, menunjukkan

bahwa antimikrobial tersebut lebih ampuh daripada fenol (Imbang, 2010).

Dijelaskan diatas bahwa bahan anti mikrobial meupakan salah satu zat

antiseptik maupun desinfektan. Untuk itu penggunaan antimikrobial menjadi

kebutuhan penting dalam memenuhi kebutuhan akan zat antiseptik maupun

desinfektan. Antimikrobial sendiri dapat kita temukan dalam berbagai macam

jenis kehidupan di dunia ini, salah satunya peran mikroorganisme itu sendiri.

Tentunya tidak semua mikroorganisme dapat dijadikan sebagai bahan

antimikroba.

Selain penggunaan bahan-bahan kimia sebagai antiseptik dan desinfektan,

penggunaan antibiotik juga merupakan salah satu zat yang dapat membunuh atau

menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Menurut Waksman dalam

Dwidjoseputro (1990), antibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan oleh

mikroorganisme, dan zat-zat itu dalam jumlah yang sedikit pun mempunyai daya

penghambat kegiatan mikroorganisme yang lain.

Page 17: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Antibiotik atau antimicrobial adalah senyawa kimia yang dapat membunuh

atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Bila dimaksudkan untuk

kelompok organisme yang khusus maka sering digunakan istilah-istilah seperti

antibakteri, antifungi, dan sebagainya (Frazier dan Westhoff, 1988 dalam

Setyaningsih, 2004). Metting and Pyne (1986) dalam Setyaningsih (2004),

menyatakan bahwa antibiotik adalah komponen antimikroba yang dihasilkan

secara alami oleh organisme dan bersifat toksik bagi mikroalga, bakteri, fungi,

virus atau protozoa.

Istilah antibiotik berasal dari kata antibios yang berarti substansi yang

dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang dalam jumlah kecil dapat

menghambat pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme lain. Penemuan

antibiotik diawali oleh Alexander Fleming pada tahun 1928.

Antimikroba dapat berupa senyawa kimia sintetik atau produk alami.

Antimikroba sintetik dapat dihasilkan dengan membuat suatu senyawa yang

sifatnya mirip dengan aslinya yang dibuat secara besar-besaran, sedangkan yang

alami didapatkan langsung dari organisme yang menghasilkan senyawa tersebut

dengan melakukan proses pengekstrakan. Bahan kimia yang dapat membunuh

organisme disebut cidal, seperti bactericidal, fungicidal, algicidal. Sedangkan

bahan kimia yang menghambat organisme disebut static, seperti bahan

bacteristatic, fungstatic dan algastatic

Senyawa antibakteri sebagai salah satu bahan antimikrova memiliki 3

macam bentuk kerja, yaitu bakteriostatik, bakterisidal dan bakterilitik. Mekanisme

kerja bakteriostatik adalah menghambat sintesis protein dengan mengikat

ribosom, sedangkan bakterisidal mencegah pertumbuhan dan menyebabkan

kematian, namun tidak menyebabkan sel bakteri menjadi lisis. Berbeda dengan

bakterisidal, bakterilitik bekerja dengan cara membuat lisis sel-sel bakteri. Proses

lisisnya sel bakteri terlihat dari penurunan jumlah sel ataupun kekeruhan setelah

bahan tersebut ditambahkan (Brock and Madigan, 1994 dalam Setyaningsih,

2004).

Kerja senyawa antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

konsentrasi senyawa antibakteri yang digunakan, jumlah dan spesies bakteri,

suhu, keberadaan bahan organik lain, dan pH (Pelczar and Chan, 1988 dalam

Page 18: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Setyaningsih, 2004). Beberapa contoh senyawa yang mempunyai aktivitas sebagai

antibakteri adalah penicillin, cephalosporin, glycopeptide, tetracycline,

chloramphenicol, aminoglycoside, sulfonamide, sedangkan senyawa yang

mempunyai aktivitas sebagai antifungal adalah amphotericin, flucytocin,

griseofulin, imidazole dan nystatin (Greenwood et al., 1992 dalam Setyaningsih,

2004). Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan antimicrobial spectrum,

mekanisme aktifitasnya, pembentukan strain, sifat biosintesanya dan struktur

kimianya. Klasifikasi antibiotic berdasarkan struktur kimia (Crueger, 1984 dalam

Setyaningsih, 2004) adalah sebagai berikut :

1. Antibiotik dengan gugus karbohidrat

2. Antibiotik dengan gugus makrosiklik laktons

3. Antibiotik dengan gugus quinon

4. Antibiotik dengan gugus asam amino dan peptide

5. Antibiotik heterosiklik dengan kandungan nitrogen

6. Antibiotik heterosiklik yang mengandung oksigen

7. Derivat A siklik

8. Antibiotik aromatic

9. Antibiotik alifatik

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dibagi menjadi beberapa

kelompok (Effionora, 1990 dalam Setyaningsih, 2004), yaitu :

1. Menghambat metabolisme sel mikroba.

Dengan mekanisme kerja seperti ini diperoleh efek bakteriostatik

2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba

Antibiotik akan menghambat proses sintesis dinding sel. Tekanan osmotik

dalam sel mikroba lebih tinggi daripada di luar sel, sehingga kerusakan

dinding sel mikroba akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar

dari efek bakterisidal terhadap mikroba yang peka

3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membrane sel mikroba

Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen dari

dalam sel mikroba

4. Antimikroba menghambat sintesis protein sel mikroba

5. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba

Page 19: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Antimikroba yang memiliki mekanisme kerja seperti ini pada umumnya

kurang mempunyai sifat toksisitas selektif karena bersifat sitotoksis terhadap

sel tubuh manusia

2.4 MIKROORGANISME PENGHASIL ANTIBIOTIK

Mikroorganisme penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri,

aktinomisetes, fungi, dan beberapa mikroba lainnya. Kira-kira 70% antibiotik

dihasilkan oleh aktinomisetes, 20% fungi dan 10% oleh bakteri. Streptomyces

merupakan penghasil antibiotik yang paling besar jumlahnya. Bakteri juga banyak

yang menghasilkan antibiotik terutama Bacillus. Namun kebanyakan antibiotik

yang dihasilkan bakteri adalah polipeptid yang terbukti kurang stabil, toksik dan

sukar dimurnikan. Antibiotik yang dihasilkan fungi pada umumnya juga toksik,

kecuali grup penisilin.

Pada siklus hidupnya yang normal, organisme akan tumbuh dalam

medium yang sesuai dan menghasilkan jumlah sel maksimum, setelah itu berhenti

pertumbuhannya, dan memasuki fase stasioner, akhirnya diikuti oleh kematian sel

vegetatip atau pembentukan spora. Pada stadium ini, setelah sel-sel berhenti

membelah, metabolit sekunder mulai diproduksi. Metabolit sekunder sering

diproduksi dalam jumlah besar dan kebanyakan disekresikan ke dalam medium

biakan. Kebanyakan antibotik merupakan metabolit sekunder, tetapi ada artibiotik

sebagai hasil metabolit primer, sehingga antibiotik terbentuk selama pertumbuhan

organisme, misalnya antibiotik polipeptid Nisin. Antibiotik terutama dihasilkan

oleh mikroba yang mempunyai kemampuan sporulasi. Pada Bacilli, produksi

antibiotik terjadi pada awal pembentukan spora.

Sumber mikroorganisme penghasil antibiotik antara lain berasal dari

tanah, air laut, lumpur, kompos, isi rumen, limbah domestik, bahan makanan

busuk dan lain-lain. Namun kebanyakan mikroba penghasil antibiotik diperoleh

dari mikroba tanah terutama streptomises dan jamur. Tanah merupakan tempat

interaksi biologis yang paling dinamis dan mempunyai lima komponen utama

yaitu mineral, air, udara, zat organik dan organisme hidup dalam tanah antara

lain : bakteri, aktinomisetes, fungi, algae, dan protozoa.

Page 20: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Untuk memperoleh antibiotik baru, banyak dilakukan pencarian strain

penghasil antibiotik terutama streptomyces dari habitat tanah. Selain sumber alam

juga banyak dilakukan variabilitas genetik intra-strain sebagai sumber penghasil

antibiotik baru (Setyaningsih, 2004).

2.4.1 Bakteri

Di lingkungan tanah yang mendapat aerasi cukup, bakteri dan fungi akan

dominan. Sedangkan lingkungan yang mengandung sedikit atau tanpa oksigen,

bakteri berperanan terhadap hampir semua perubahan biologis dan kimia

lingkungan tanah. Bakteri menonjol karena kemampuannya tumbuh dengan cepat

dan mendekomposisi berbagai substrat alam.

Ada berbagai macam pengelompokan bakteri, salah satu penggolongan

dilakukan oleh Winogradsky, membagi bakteri menjadi 2 kelompok .

1. Autochthonous atau indigenous.

Populasi bakteri ini tidak berfluktiiasi. Nutrien didapat dari zat-zat organik

tanah dan tidak memerlukan sumber nutrien eksternal.

2. Zymogenous atau organisme yang melakukan fermentasi;

Populasi golongan ini paling aktif melakukan transformasi kimia.

Populasinya biasanya jarang, tetapi akan tumbuh subur bila ditambah nutrien

organik. Organisme ini melakukan fermentasi dengan cepat dan persediaan

makanan cepat habis. Populasi organisme ini tetap besar bila persediaan

nutrien masih ada dan cepat turun bila sumber makanan berkurang. Kepadatan

dan komposisi bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, antar lain

kelembaban, aerasi, temperatur, zat organik, keasaman dan anorganik.

Kebanyakan bakteri bacilli dapat bertahan dalam kondisi yang tidak baik

dengan cara membentuk endospora. Endospora dapat bertahan karena

resistensinya terhadap desikasi yang lama dan temperatur tinggi

(Setyaningsih, 2004).

Bakteri yang aktif secara biokimia dapat diperiksa dan diisolasi dengan

metode selective culture. Bakteri penghasil antibiotik terutama dari spesies

Bacillus (basitrasin, polimiksin, sirkulin), selain itu juga dari spesies

Page 21: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Pseudornonas (Pyocyanine), chromobacterium (Iodinin) dan sebagainya. Isolasi

bakteri diarahkan pada jenis yang lebih potensiil misalnya Bacillus. Isolasi

Bacillus dapat dilakukan dengan pasteurisasi suspensi tanah 80°C selama 10 —

20 menit sehingga sel-sel vegetatif akan mati Sedangkan endospora akan

bertahan. Keinudian inkubasi aerob akan mengeliminasi jenis organisme

pembentuk spora lainnya (klostridia) (Setyaningsih, 2004).

2.4.2 Actinomicetes

Actinomicetes merupakan mikroorganisme uniseluler, menghasilkan

miselium bercabang dan biasanya mengalami fragmentasi atau pembelahan untuk

membentuk spora. Mikroorganisme ini tersebar luas tidak hanya di tanah tetapi

juga di kompos, lumpur, dasar danau dan sungai. Pada mulanya organisme ini

diabaikan karena pertumbuhannya pada plate agar sangat lambat. Sekarang

banyak diteliti dalam hubungannya dengan antibiotik. Jenis organisme ini

merupakan penghasil antibiotik yang paling besar di antara kelompok penghasil

antibiotik, terutama dari jenis streptomyces (Bleomisin, Eritromisin, Josamisin,

Kanamisin, Neomisin,Tetrasiklin dan masih banyak lagi). Di samping itu,

anibiotik juga dihasilkan dari aktinomisetes jenis Mikromonospora (Gentamisin,

Fortimisin, Sisomisin); Nocardia (Rifamisin, Mikomisin) dan lain-lain.

Di alam, aktinomisetes dapat ditemui sebagai konidia atau bentuk

vegetatif. Populasi di alam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan

organik, pH, kelembaban, temperatur, musim, kedalaman dan sebagainya. Di

daerah iklim panas populasinya lebih besar dari pada daerah dingin.

Mikroorganisme ini tidak toleran terhadap pH rendah. Kebanyakan streptomises

gagal berproliferasi dan aktivitasnya sangat rendah pada pH 5,0. Pada lingkungan

pH tinggi, aktinomisetes mendominasi pertumbuhan mikroorganisme. Di daerah

yang diolah dan masih belum dibuka, 70 — 90% populasi aktinomisetes adalah

streptomises dan 3/4 isolat streptomises merupakan penghasil antibiotik. Sebagai

organisme heterotrop, aktinomisetes memerlukan substrat organik. Beterapa

strain mampu mendegradasi pati, inulin dan chitin. Hidrolisis chitin merupakan

karakter aktinomisetes. Bahkan Nocardia Sp mampu memetabolisir molekul

organik yang tak lazim seperti parafin, fenol, steroid & pirimidin. Strain

Page 22: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

Mikromonospora mampu mendekomposisi chitin, selulosa, glukosida, pentosan

dan mungkin lignin (Setyaningsih, 2004).

2.4.3 Fungi

Kebanyakan spesies fungi dapat tumbuh dalam rentang pH yang lebih

lebar, dari sangat asam sampai sangat alkali. Populasi fungi biasanya

mendominasi daerah asam, karena mikroba lain seperti bakteri dan aktinomisetes

tidak lazim dalam habitat asam. Dalam biakan, bahkan fungi dapat tumbuh pada

pH 2 — 3 dan beberapa strain masih aktif pada pH 9 atau lebih. Sebagai salah

satu organisme penghasil antibiotik yang terkenaf yaitu : Penicilium (penisilin,

griseofulvin), Cephalosporium (sefalosporin) serta beberapa fungi lain seperti

Aspergillus (fumigasin); Chaetomium (chetomin); Fusarium (javanisin),

Trichoderma (gliotoxin) dan lain-lain. Isolasi fungi sering menggunakan plate

count. Pada prinsipnya, suspensi contoh tanah dalam air steril, diinokulasikan

pada medium agar spesifik.

Untuk menekan pertumbuhan bakteri dan aktinomisetes yaitu dapat

dengan mengasamkan media sampai pH 4,0. Ini bukan berarti fungi mempunyai

pertumbuhan optimum pada kondisi asam, tetapi untuk mengurangi kompetitor.

Selain itu juga dapat menggunakan bakteriostatik seperti penisilin, novobiosin dan

sebagainya. Sedangkan pada isolasi yeast, untuk menekan pertumbuhan bakteri

dan jamur dapat digunakan sodium propionat. Populasi fungi dipengaruhi banyak

faktor antara lain oleh zat organik, anorganik, pH, kelembaban, aerasi, temperatur,

musim dan komposisi vegetasi. Komposisi vegetasi sangat mempengaruhi

populasi misalnya di daerah yang ditanami gandum (oat) fungi yang menonjol

adalah aspergillus, sedangkan penisilium paling banyak di daerah yang ditanami

jagung (corn)(Setyaningsih, 2004)

2.4.4 Mikroorganisme lain

Mikroorganisme penghasil antibiotik yang utama ialah aktinomisetes,

fungi dan bakteri. Berdy (1974) dalam Setyaningsih (2004), melaporkan bahwa di

antara ketiganya, aktinomisetes merupakan produser yang paling banyak, yaitu

2100 antibiotik; 400 antibiotik dihasilkan oleh bakteri, serta 800 antibiotik oleh

Page 23: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

fungi. Organisme ini lebih mudah ditangani di laboratorium, sehingga lebih

mudah untuk memproduksi antibiotik yang berguna dalam skala besar.

Selain aktinomisetes, bakteri dan fungi, juga ada beberapa

mikroorganisme yang dapat menghasilkan antibiotik antara lain : protozoa, algae

dan lichenes. Berdy (1974) dalam Setyaningsih (2004), melaporkan ada 23

antibiotik yang dihasilkan oleh algae; 56 oleh lichenes dan 8 oleh protozoa.

Lichenes mempunyai laju pertumbuhan lambat dan tidak mudah ditanam dalam

medium. Antibiotik yang dihasilkan lichenes hanya dapat diekstrak dari biakan

yang tumbuh di alam. Algae juga diketahui menghasilkan antibiotik. Mereka

dapat dibiakkan dalam laboratorium namun sangat lambat (Setyaningsih, 2004).

Page 24: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

BAB III

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini dilakukan fermentasi antibiotik pada 4 jenis medium

dengan kandungan unsur pokok yang berbeda. Keempat jenis tersebut adalah ; (1)

kentang glukosa, suatu medium kompleks yang penuh dengan karbohidrat; (2)

medium Mc Daniels yang merupakan medium kompleks yang sangat baik untuk

fermentasi streptomisin oleh Streptomyces griseus. Medium ini padat dengan

kandungan protein nabati; (3) Medium Lumb yaitu suatu medium sintetik untuk

fermentasi streptomisin; dan (4) Nutrient Vroth, suatu medium kompleks dengan

kandungan protein hewani yang besar, tetapi tanpa kandungan gula. Medium ini

baik untuk pertumbuhan Pseodeomonas Fluorescens, induk yang lain dari hasil

fusi protoplas.

Dari data pengamatan terhadap petensi antibiotik selama proses fermentasi

10 hari, seperti tercantum pada Tabel 1, ternyata antibiotik hanya terbentuk pada

medium yang mengandung gula saja dan potensi yang terbesar diperoleh dari

fermentasi pada medium dengan kandungan karbohidrat yang tinggi, yakni

kentang glukosa. Hal ini wajar terjadi, karena hampir seluruh antibiotik yang

dihasilkan oleh genus streptomyces bahkan oleh kelas Actinomycetes disintesis

dari senyawa gula.

Terlihat pula bahwa kandungan nitrogen akan mempengaruhi

terbentuknya antibiotik. Dari sini dapat diketahui bahwa mikrooeganisme hasil

fusi tidak dapat memproduksi antibiotik pada medium yang banyak mengandung

nitrogen. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh pada saat

regenerasi protoplas, sehingga menjadi sel yang utuh kembali untuk HFSP-1 dan

HFSP-2 ini digunakan medium PDA. Oleh karena itu kemungkinan faktor-faktor

genetik yang tidak sesuai dengan kondisi pada saat regenerasi tidak dapat terus

tumbuh dan berkembang.

Tidak hanya itu, kandungan nitrogen ternyata juga berpengaruh terhadap

kecepatan tumbuh dan pada pH medium. Kecepatan tumbuh berhubungan dengan

kecepatan terbentuknya antibiotik, karena seperti kita ketahui bahwa antibiotik

biasanya terbentuk pada masa indiofasa (fasa produksi) yaitu pada saat

Page 25: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

pertumbuhan menjadi relatif lebih lambat. Jadi semakin cepat mencapai idiofasa,

maka semakin cepat pula antibiotik terbentuk.

Tabel 1. Potensi Antibiotik Hasil Fermentasi pada berbagai Jenis Medium

Kentang

Glukosa

Mc

DanielsLumb

Nutrient

BrothS-34

HFSP-1

HFSP-2

+

+

+

r(3)

-

-

-

r(4.5)

r(4.8)

-

-

-Keterangan : + = ada antibiotik

- = tidak ada antibiotik

r(x,y)= antibiotik renik pada hati x sampai hari ke-y

(Purwakusumah)

Kadar glukosa dalam medium jelas berpengaruh untuk pembentukan

antibiotik terutama untuk mikroorganisme yang peka terhadap kekurangan dan

kelebihan kandungan glukosa. Untuk Streptomyces sp. S-34 yang relatif lebih

mampu menghidrolisis polisakarida, kadar glukosa yang kecil sampai optimum

hanya berpengaruh pada jumlah atau potensi antibiotik yang dihasilkan.

Sedangkan pada HFSP-1, amtibiotik tidak terbentuk pada medium tanpa glukosa

dan hanya sedikit terbentuk pada medium dengan glukosa yang minimum. Hal ini

besar kemungkinan karena HFSP-1 kurang mampu menghidolisis polisakarida

yang ada dalam medium, sehingga medium kekurangan senyawa antara atau

prekursor untuk biosistesis antibiotik. Demikian pula halnya yang terjadi pada

HFSP-2 pada medium tanpa glukosa dan kadara glukosa minimum.

Pada medium dengan kadar glukosa tinggi, Streptomyces sp. S-34 dan

HFSP-1 sama sekali tidak menghasilkan antibiotik, namun HSP-2 menghasilkan

antibiotik walaupun sedikit (Purwakusumah).

Page 26: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari penjelasan yang ada didapat kesimpulan bahwa :

1. Sterilisasi dalam mikrobiologi berarti membebaskan tiap benda atau substansi

dari semua kehidupan dalam bentuk apapun. Untuk tujuan mikrobiologi dalam

usaha mendapatkan keadaan steril, mikroorganisme dapat dimatikan setempat

(in situ) oleh panas (kalor), gas-gas seperti formaldehide, etilenoksida atau

betapriolakton oleh bermacam-macam larutan kimia; oleh sinar lembayung

ultra atau sinar gamma.

2. Disinfeksi berarti mematikan atau menyingkirkan organisme yang dapat

menyebabkan infeksi. Meskipun dengan melakukan disinfeksi dapat tercapai

keadaan steril, namun tidak seharusnya terkandung anti sterilisasi.

3. Desinfektan maupun antiseptik dapat berupa bahan-bahan dari kimia seperti

golongan aldehid, alcohol, pengoksida, halogen, fenol, garam (amonium

kuarterner) dan biguanida.

4. Selain bahan kimia, zat antibiotik juga merupakan bahan desinfektan maupun

antiseptik. Dimana zat-zat antibiotik dapat ditemukan pada mikroorganisme,

salah satunya Streptomyces sp. S-34 dari kelas Actinomycetes.

5. Pada studi kasus perbandingan fermentasi antibiotik oleh streptomycetes sp. S-

34 dan dua rekombinasinya pada beberapa medium didapat bahwa kadar gula

berpengaruh terhadap jumlah antibiotik yang dihasilkan selain itu kandungan

karbohidrat yang besar juga memiliki pengaruh yang besar pada jumlah

antibiotik yang dihasilkan.

6. Streptomycetes sp. S-34 mampu menghasilkan antibiotik dengan potensi yang

lebih besar dari kedua rekombinasinya.

Page 27: Sterilisasi Dan Desinfektan,m.sadiqul Iman (h1e108059)

DAFTAR PUSTAKA

Dwisjoseputro, D. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Febrialdi. 2008. Pengendalian Mikroorganisme.

http://febrialdi.wordpress.com/2008/07/13/pengendalian-mikroorganisme/

Diakses tanggal 27 Maret 2010

Imbang. 2010. Tindakan-Tindakan Pencegahan Penyakit.

http://antersengkang.blogspot.com/2010_02_01_archive.html

Diakses tanggal 28 Maret 2010

Irwanto. 2009. Sterilisasi dan Desinfeksi.

http://irwanto-fk04usk.blogspot.com/2009/08/sterilisasi-dan-

desinfeksi.html

Diakses tanggal 27 Maret 2010

Purwakusumah, Edy Djauhari. Perbandingan Fermentasi Antibiotik oleh.

Streptomyces SP. S-34 dan Dua Rekombinasinya pada Beberapa Medium.

http://www.nesmd.com/down.asp?

q=aHR0cDovL3d3dy51bnNqb3VybmFscy5jb20vRC9EMDcwMi9EMDc

wMjA0LnBkZg==

Diakses tanggal 27 Maret 2010

Rismana, Eriawan. 2008. Mengenal Bahan Kimia Desinfeksi.

http://smk3ae.wordpress.com/2008/07/05/mengenal-bahan-kimia-

desinfeksi/

Diakses tanggal 28 Maret 2010

Setyaningsih, Iriani. 2004. Resistensi Bakteri dan Antibiotik Alami dari Laut.

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/iriani_setyaningsih.pdf

Diakses tanggal 29 Maret 2010

Suwandi, Usman. 1989. Mikroorganisme Penghasil Antibiotik

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_058_tanaman_obat_(i).pdf

Diakses tanggal 29 Maret 2010

Yusuf, Andi Rezki Ferawati. 2009. Laporan Praktikum Sterilisasi.

http://fheeyraredzqiiy.wordpress.com/

Diakses tanggal 28 Maret 2010