Laporan Roku 3

28
Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengetahuan mengenai bahan baku dalam proses pembuatan produk pangan adalah suatu kebutuhan mendasar yang harus dikuasai. Hal ini menjadi penting karena merupakan suatu pengetahuan awal sebelum melangkah dalam proses pengolahan produk pangan. Pada praktikum ini dilakukan pengujian terhadap bahan-bahan baku yang meliputi bahan dasar dari kembang gula, cokelat, roti dan kue. 5.1 Uji Daya Serap Terigu Tepung terigu akan membentuk jaringan dan kerangka dari roti sebagai akibat dari pembentukan gluten oleh adanya penambahan air. Air akan mengikat protein yang terkandung pada tepung terigu. Perbedaan kandungan protein dalam tepung terigu mengakibatkan perbedaan terhadap daya serapnya dan juga akan menentukan jenis produk pemanggangan yang ingin dibuat, seperti tepung terigu dengan kadar protein tinggi cocok untuk pembuatan roti karena mempunyai kandungan gluten yang tinggi, sedangkan tepung berprotein rendah cocok untuk pembuatan kue dan pastry. Kemampuan tepung terigu dalam menyerap air disebut dengan “Water Absorption”. Kemampuan daya serap air pada tepung terigu berkurang bila kadar air dalam tepung

Transcript of Laporan Roku 3

Page 1: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Pengetahuan mengenai bahan baku dalam proses pembuatan produk pangan

adalah suatu kebutuhan mendasar yang harus dikuasai. Hal ini menjadi penting

karena merupakan suatu pengetahuan awal sebelum melangkah dalam proses

pengolahan produk pangan. Pada praktikum ini dilakukan pengujian terhadap bahan-

bahan baku yang meliputi bahan dasar dari kembang gula, cokelat, roti dan kue.

5.1 Uji Daya Serap Terigu

Tepung terigu akan membentuk jaringan dan kerangka dari roti sebagai akibat

dari pembentukan gluten oleh adanya penambahan air. Air akan mengikat protein

yang terkandung pada tepung terigu. Perbedaan kandungan protein dalam tepung

terigu mengakibatkan perbedaan terhadap daya serapnya dan juga akan menentukan

jenis produk pemanggangan yang ingin dibuat, seperti tepung terigu dengan kadar

protein tinggi cocok untuk pembuatan roti karena mempunyai kandungan gluten yang

tinggi, sedangkan tepung berprotein rendah cocok untuk pembuatan kue dan pastry.

Kemampuan tepung terigu dalam menyerap air disebut dengan “Water

Absorption”. Kemampuan daya serap air pada tepung terigu berkurang bila kadar air

dalam tepung terlalu tinggi atau tempat penyimpanan yang lembab. Water absorption

sangat bergantung dari produk yang akan dihasilkannya. Dalam pembuatan roti

umumnya diperlukan water absorption yang lebih tinggi dari pada pembuatan mie

dan biskuit (Sutomo, 2010).

Tiga jenis tepung yang dikenal diantaranya : tepung terigu Cakra Kembar

berprotein tinggi memiliki kemampuan daya serap air yang sangat tinggi, tepung

terigu Kunci Biru berprotein rendah memiliki daya serap air yang rendah sedangkan

Segitiga Biru adalah terigu berprotein sedang, jadi daya serap airnya juga sedang.

Pada praktikum dilakukan pengujian terhadap ketiga jenis tepung tersebut

untuk melihat perbandingan antara teori yang ada dengan prakteknya. Pengujian

dilakukan dengan menambahkan air sedikit-sedikit lalu dilihat banyak air yang

dibutuhkan hingga adonan elastis. Jumlah air yang terhitung dibagi dengan berat

tepung dan dikalikan 100 %, maka akan diperoleh nilai daya serapnya. Bila tepung

Page 2: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

pertama kali dibasahi dengan air, protein yang ada berada dalam keadaan tersebar

acak, selanjutnya ketika terjadi pencampuran maka rantai protein berorientasi pada

posisi sejajar yang menyebabkan adonan berubah dan memperlihatkan kehalusan sifat

adonan.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakteristik Terigu Pada Uji Daya Serap Air

Sampel Warna Tekstur Berat Tepung (gram)

Jumlah Air (mL)

Daya Serap Air

Tepung Terigu Segitiga

Kuning muda

Kenyal 25 13 52%

Tepung Terigu Kunci

Putih krem Kalis 25 15 60%

Tepung Terigu Cakra Kembar

Putih kekuningan

Halus, kenyal

25 16 64%

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014)

Pengujian daya serap terigu dilakukan dengan menimbang 25 gram tepung

terigu kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit hingga adonan tidak lengket.

Jika dilihat dari karakteristiknya semua sampel terigu memiliki warna yang sama

yaitu putih kekuningan, bertekstur berpasir, dan memiliki aroma khas tepung yang

menyengat. Setelah ditambahkan dengan air, aroma dari tepung tersebut menjadi

agak berkurang dan teksturnya menjadi lengket tetapi pada warna hanya tepung cakra

kembar saja yang berubah menjadi semakin putih kekuningan.

Selanjutnya pada pengujian daya serap air, berat tepung yang digunakan tidak

sesuai dengan seharusnya sehingga dalam perhitungan daya serap air tidak dapat

Page 3: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

dibandingkan secara langsung berdasarkan data yang ada. Namun terdapat rumus

untuk menghitung daya serap air, yaitu :

Hard Wheat (Terigu Protein Tinggi)

Dipasaran lebih dikenal dengan terigu Cakra Kembar. Tepung ini diperoleh

dari gandum keras (hard wheat). Kandungan proteinnya 11-13%. Tingginya protein

terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan, daya serap airnya

tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard

wheat sangat cocok untuk bahan baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan

mudah difermentasikan (Sutomo, 2010).

Medium Wheat (Terigu Protein Sedang).

Jenis terigu medium wheat mengandung 10%-11% protein. Sebagian orang

mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serba guna, di pasaran

lebih dikenal dengan sebutan tepung Segitiga Biru. Dibuat dari campuran tepung

terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya diantara kedua jenis

tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan fermentasi dengan tingkat

pengembangan sedang, seperti donat, bakpau, bapel, panada atau aneka cake dan

muffin (Sutomo, 2010).

Soft Wheat (Terigu Protein Rendah).

Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%-

9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan

adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah.

Cocok untuk membuat kue kering, biskuit, pastel dan kue-kue yang tidak

memerlukan proses fermentasi. Di pasaran tepung ini lebih dikenal dengan nama

terigu Cap Kunci biru (Sutomo, 2010).

Protein yang tinggi akan membentuk gluten yang tinggi pula sehingga untuk

mengaduk adonannya diperlukan energi yang besar. Semakin rendah protein terigu

semakin kecil energi yang perlu diberikan. Jika jumlah energi yang diberikan saat

Daya serap air = jumlah air yang digunakan / berat terigu

Page 4: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

pengadukan tidak berimbang dengan jumlah protein maka hasil roti dapat dipastikan

tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Sebagai contoh : jika protein tinggi

diberikan energi kecil maka hasil roti kecil, keras, kasar, warna daging rotinya tidak

putih, tidak tahan lama, dan aroma roti asam. Sebaliknya, Jika protein rendah

diberikan energi besar maka hasil roti akan melebar dan tipis, mudah keras, serat roti

kasar, warna daging roti tidak putih, roti akan mengecil dan permukaan roti keriput.

Dalam mengaduk adonan roti tidak hanya sekedar mengaduk saja. Kita harus lebih

memperhatikan kadar protein yang terkandung di dalam tepung terigu dan pemberian

energi saat pengadukan juga harus disesuaikan.

Berdasarkan hasil pengamatan, didapat bahwa terigu cakra kembar memiliki

daya serap air yang paling tinggi dibandingkan kedua terigu lainnya, yang diikuti oleh

terigu kunci biru dan terigu segitiga biru. Hal ini sesuai dengan teori, dimana semakin

tinggi kandungan protein semakin tinggi pula daya serap airnya. Menurut Bennion

(1980), dua pertiga bagian dari kelembaban gluten merupakan akibat absorpsi air.

Besarnya daya serap air dipengaruhi oleh kadar gluten dari masing-masing jenis

tepung terigu. Gluten merupakan senyawa yang terdapat pada tepung terigu yang

bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat

mengembang dengan baik, yang dapat menentukan kekenyalan mie serta berperan

dalam pembuatan kulit martabak telur supaya tidak mudah robek.

5.2 Uji Aktivitas Ragi/Khamir

Protein tepung gandum adalah unik, bila tepung dicampur air dalam

perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan

koloidal yang platis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur

spons bila dipanggang. Diantara ketiga jenis terigu (tepung gandum) yang ada, terigu

Cakra Kembar memiliki sifat berkemampuan baik menahan gas, daya pengembangan

tinggi serta mudah difermentasikan. Jenis tepung ini banyak digunakan dalam

pembuatan roti, karena membutuhkan daya pengembangan yang tinggi. Dimana

pengembangan ini juga dipengaruhi oleh banyaknya gas yang terperangkap dalam

adonan.

Page 5: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

Gas yang dihasilkan oleh yeast (ragi) ini adalah gas karbondioksida (CO2).

Yeast berperan dalam pengembangan adonan, memudahkan pembentukan gluten dan

juga memberikan aroma pada roti. Pengembangan roti oleh yeast terjadi dalam masa

fermentasi. Dalam masa tersebut yeast akan bereaksi dengan gluten kompleks dari

adonan menghasilkan gas maksimum

Media tumbuh yang dipakai agar khamir ini dapat hidup dan bisa

dipergunakan dalam pembuatan roti adalah tepung Cakra Kembar, Segitiga Biru dan

Kunci Biru. Pengamatan dilakukan terhadap adonan yang telah jadi dan diletakkan

didalam gelas ukur, hal ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas sel khamir

(pengembangan adonan) secara tepat dengan pembacaan tinggi skala setiap 10 menit

selama 1 jam pengamatan. Pada praktikum ini dilakukan pengujian aktivitas ragi

yang telah dipenuhi persyaratan untuk tumbuhnya yaitu dengan adanya terigu dan air

yang hangat. Digunakan air yang hangat karena ragi aktif pada suhu sekitar 40oC.

Berdasarkan kriterianya, rata-rata ketiga jenis tepung ini memiliki warna putih

kekuningan dengan aroma khas ragi. Setelah didiamkan selama 1 jam aroma khas

ragi dari adonan tersebut semakin menyengat. Sedangkan berdasarkan teksturnya,

ketiga jenis tepung tersebut memiliki tingkat kelengketan yang sama, yaitu menempel

di tangan yang disebabkan oleh perbandingan tepung dan liquid, yaitu 1:1 sehingga

campuran tersebut disebut dengan pour batter.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Ragi

Tepung Terigu

Awal Akhir Volume (ml)Aroma Warna Tekstur Aroma Warna Tekstur

Segitiga Khas terigu, agak asam

Putih gading

Lengket Asam ++

Putih kekuningan

Berongga +

Lengket +

t0 = 110

t10 = 166

t20 = 210

t30 = 234

t40 = 250

Page 6: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

t50 = 255

t60 = 275

Kunci

Agak asam, khas ragi

Putih kekuningan

Kenyal, agak kental

AsamPutih kekuningan

Berongga

Lengket

t0 = 120

t10 = 176

t20 = 206

t30 = 212

t40 = 218

t50 = 190

t60 = 198

CakraPutih kekuningan

Asam +

Putih kekuningan

Berongga ++

Lengket

t0 = 138

t10 = 182

t20 = 224

t30 = 252

t40 = 274

t50 = 284

t60 = 292

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014)

Page 7: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

0 10 20 30 40 50 60 700

50

100

150

200

250

300

Kurva Aktivitas Ragi

Tepung SegitigaTepung CakraTepung Kunci

Waktu (menit)

Vol

um

e (m

l)

Gambar 1. Kurva Aktivitas Ragi

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, aktivitas ragi tertinggi hingga

terendah secara berurutan adalah adonan tepung terigu protein tinggi - tepung terigu

protein sedang - tepung terigu protein rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang telah

diulas di atas, dimana seharusnya semakin tinggi kadar protein maka semakin tinggi

pula daya pengembangannya. Secara keseluruhan, hasil yang diperoleh menyatakan

bahwa ragi fermipan sangat aktif, dapat mengembangkankan volume adonan hingga

tiga kali lipat.

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa setiap 10 menit, terjadi

peningkatan volume adonan. Peningkatan volume adonan ini mengindikasikan bahwa

ragi roti bekerja secara efektif dalam mengembangkan adonan. Peningkatan adonan

yang terjadi cenderung konstan hingga akhir pengamatan. Hanya saja pada sampel

tepung kunci pada menit ke-50 terjadi penurunan.

5.3 Uji Gluten

Gluten adalah senyawa yang terdapat dalam tepung terigu yang memiliki sifat

elastis apabila dicampurkan dengan air. Desrosier (2008) menyatakan bahwa pada

Page 8: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

gandum, kandungan gluten tidak tersebar merata pada keseluhuran butiran endosperm

biji gandum, tetapi berpusat didalam bagian  badan protein yang mengandung

jaringan lemak.  Bagian ini bertindak sebagai pusat untuk sintesis gliadin dan

glutenin. Tepung gandum mengandung kurang lebih 0,5% hingga 0,8% pentosa yang

larut dalam air dan kurang lebih 0,8% lipida bebas serta 1,0% lipida yang terikat.

Gluten basah yaitu jenis adonan tepung terigu yang telah dicampuri dengan air

sehingga tidak terlalu encer atau tidak terlalu padat. Gluten basah bisa dihitung kadar

beratnya, yaitu dengan cara ditimbang dengan timbangan yang telah ditetapkan.

Gluten basah bertekstur kenyal dan mengandung amilopektin dan protein dari gliadin

dan banyak digunakan dalam pembuatan mie basah. Hal ini sesuai dengan literatur

Moehyl (1992), yang menyatakan bahwa pada peristiwa gelatinisasi tepung,

viskositas bahan akan meningkat karena air telah masuk kedalam butiran tepung dan

tidak bisa bergerak bebas lagi.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Gluten

Sampel W1 (g) W2 (g) Warna Kekenyalan

Tepung Terigu Segitiga

37 6 Putih kekuningan

Kenyal

Tepung Terigu Kunci

37 7 Adonan : kuning

Gluten : kuning keruh

Gluten : kenyal, elastis

Tepung Terigu Cakra Kembar

43 9 Adonan : kuning

Gluten : kuning keruh

Gluten : elastis (+)

Tepung Mocaf

20 0 Adonan : putih gading

Page 9: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

Tepung beras 83 0 Adonan : Putih keruh

Tepung Tapioka

62 0 Adonan : Putih

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014)

Pengujian gluten basah dilakukan dengan menimbang 50 gram tepung terigu

kemudian ditambahkan air hingga adonan menjadi kalis lalu dibentuk bola dan

didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, adonan dicuci dengan air mengalir

hingga air cucian menjadi jernih. Pengamatan terhadap pengujian gluten basah ini

dilakukan sebelum dan setelah pencucian yang meliputi warna, kekenyalan, berat

awal, dan berat akhir adonan.

Sebelum pencucian, tepung beras, tepung mocaf, dan tepung tapioka berwarna

putih sementara untuk jenis tepung kunci biru, segitiga biru, dan cakra kembar

berwarna putih kekuningan. Sedangkan untuk berat tepung, masing-masing beratnya

tidak sesuai dengan yang diperintahkan dan datanya dapat dilihat pada tabel 3.

Setelah dicuci, tepung cakra kembar, segitiga biru, dan kunci biru memiliki tekstur

yang kenyal atau lebih elastis dibandingkan dengan tepung beras, tapioka, dan mocaf.

Hal ini menunjukkan adanya kandungan gluten pada tepung kunci biru, segitiga biru,

dan cakra kembar karena menurut Parker pada tahun 2003, glutein yang telah

diekstrak dari adonan melalui pencucian akan menyebabkan adonan memiliki sifat

yang elastis dan kohesi.

Pada pengujian gluten ini tepung yang diujikan tidak hanya tepung terigu,

melainkan ada pula tepung mocaf, tepung beras dan tepung tapioka. Dari hasil

percobaan uji gluten pada berbagai jenis tepung diperoleh hasil yaitu hanya pada

tepung terigu saja yang memiliki kandungan gluten. Hal tersebut terjadi karena gluten

adalah campuran amorf (bentuk tak beraturan) dari protein yang terkandung bersama

pati dalam endosperma (dan juga tepung yang dibuat darinya) beberapa serelia

terutama gandum, gandum hitam dan jelai. Dari ketiganya gandumlah yang paling

tinggi kandungan glutennya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total

Page 10: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

protein dalam tepung dan terdiri dari glutenin dan gliadin. Gluten membuat adonan

kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Sedangkan baik tepung

mocaf, tepung beras maupun tepung tapioka tidak memiliki glutenin dan gliadin

sehingga tidak dapat membentuk gluten.

5.4 Pengujian Gula

Selain pengujian terhadap bahan dasar pembuatan roti dan kue, pada

praktikum ini juga dilakukan pengujian terhadap bahan dasar pembuatan kembang

gula dan cokelat yaitu gula.

Hampir semua pembuatan kembang gula dimulai dengan

memasak/memanaskan gula sampai terbentuk sirup gula. Suhu pemanasan sirup gula

sangat berpengaruh terhadap kualitas kembang gula yang terbentuk; terutama

terhadap tekstur, kekerasan dan warnanya. Langkah pertama dalam pengujian ini

adalah pembuatan larutan gula yang dilakukan dengan cara dipanaskan. Pada

beberapa titik pemanasan yaitu pada suhu 1050C, 1150C, 1270C, 1380C, 1540C

dilakukan pengamatan karakteristik gula yang terbentuk.

Karamel dihasilkan jika gula dipanaskan pada suhu 160-2000C pada pH 4,0

dan mula-mula akan terbentuk gula invert lalu selanjutnya terbentuk karamel.

Karamel merupakan pigmen berwarna cokelat sampai hitam, pembentukannya

dipengaruhi juga oleh pH.

Tabel 4. Pengamatan Pengujian Sirup Gula

T (oC) Warna Tekstur Aroma Rasa

105 Coklat Rapuh + Khas gula Manis +

115 Coklat + Rapuh Khas gulaliManis agak gosong

122 Coklat ++ AgakkerasKhas gulali gosong +

Pahit +

138 Coklat kehitaman Keras Khas gulali gosong Pahit ++

Page 11: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

++

154 Coklat kehitaman ++ Keras + Gosong Pahit +++

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014)

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat dilihat bahwa semakin

lama waktu pemanasan atau semakin tinggi suhu, maka gula yang dihasilkan akan

memiliki karakteristik yang kurang baik. Warna pada sirup gula semakin lama

menjadi semakin coklat karena dimulainya proses karamelisasi dan aroma serta

rasanya pun semakin lama menjadi semakin menjadi manis. Berdasarkan percobaan,

proses karamelisasi mulai terjadi pada suhu 115o C. Namun bila dibandingkan dengan

literatur dari Tjahjadi (2008), karamel dihasilkan jika gula dipanaskan pada suhu 160-

200o C pada pH 4. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh jenis gula dan pH

dari gula yang digunakan.

Untuk tekstur pun, semakin lama menjadi semakin keras. Hal tersebut

dikarenakan sirup gula memiliki fase-fase tertentu berdasarkan suhu pemasakannya,

yang akan semakin mengeras seiring dengan meningkatnya suhu pemasakan.

Menurut Tjahjadi (2008) gumpalan sirup gula dalam air es semakin keras mulai dari

suhu 118o C.

Berdasarkan bentuk gumpalannya, pada suhu 105o C permukaan gumpalan

masih berserat. Semakin tinggi suhu pemanasannya maka semakin baik bulatan yang

terbentuk dari gula tersebut dan semakin padat. Pada suhu 154o C, dihasilkan karamel

yang gosong. Hal ini tidak sesuai dengan literatur. Seharusnya, pada suhu 154o C

belum mengalami gosong. Hal ini dapat disebabkan oleh suhu api yang terlalu besar

sehingga gula cepat mengalami gosong.

5.5 Uji Kelarutan Gula

Tabel 5. Pengamatan Pengujian Kelarutan Gula

Sampel Gula Kemudahan Kelarutan dalam Air

Batu +

Page 12: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

Pasir +++

Halus ++++

Kubus ++

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014)

Berdasarkan hasil pengamatan, gula kubus dan gula batu merupakan yang

paling sulit dilarutkan karena kedua gula ini memiliki ukuran kristal paling besar

diantara yang lainnya. Selain itu biasanya kedua gula ini harus melalui proses

perebusan atau dengan menggunakan air mendidih untuk melarutkannya. Sementara

gula pasir masih sedikit mudah larut jika dibandingkan dengan gula batu dan gula

kubus. Dari keempat jenis yang diamati, gula halus merupakan gula yang paling cepat

larut hal ini dikarenakan ukuran partikel dari gula halus ini yang sangat kecil

sehingga mudah terlarut dalam air. Keempat jenis gula tersebut memiliki komponen

penyusun yang sama yaitu sukrosa. Namun yang membedakannnya adalah bentuk

kristal dan berat jenis dari gula tersebut. Pada gula tepung memiliki bentuk kristal

yang paling kecil, bahkan sangat halus, sehingga mudah larut dalam air. Selain itu,

berat jenis dari gula tepung sangat kecil. Sedangkan pada gula pasir memiliki ukuran

kristal yang medium sehingga kelarutannya pun lebih mudah dibanding gula batu dan

gula kubus. Gula kubus dan gula batu yang memiliki komposisi yang sama, gula

kubus memiliki kristal yang lebih kecil namun padat dibanding gula batu yang

memiliki kristal yang besar, sehingga kelarutannya pun kecil. Berdasarkan literatur

(Tjahjadi, 2008), daya larut gula dipengaruhi oleh :

1. Suhu semakin tinggi, maka daya larut gula semakin tinggi

2. Padatan terlarut dalam system akan menyebabkan kenaikan kelarutan.

Namun pada praktikum ini digunakan suhu, dan hanya melarutkan dalam suhu

ruang. Sirup merupakan suatu larutan yang sangat kental berupa gula dalam air.

Kandungan gula berkisar 50-80%. Pada praktikum ini akan dipelajari mengenai sirup

glukosa, fruktosa dan sirup sukrosa. Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang

diperoleh dari proses hidrolisis pati dengan bantuan katalis, kemudian dilakukan

Page 13: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

netralisasi dan pemekatan sampai tingkat tertentu. Sirup glukosa saat ini secara

komersial diproduksi dari pati singkong dan jagung, untuk memenuhi peningkatan

kebutuhan akan sirup glukosa maka diperlukan sumber- sumber pati lain yang

memiliki potensi yang melimpah di Indonesia. Sirup glukosa merupakan sirup kental,

tidak berwarna atau bening, tidak dapat mengkristal, oleh karena itu, bentuknya beku

seperti agar. Kadar gulanya 410 - 460B. Rasanya pun kurang manis bila dibandingkan

sirup fruktosa dan sukrosa. Sirop gula ini sering digunakan dalam pembuatan hard

candy. Pasar gula diserang oleh harga sirup, sehingga dengan adanya sirup glukosa

dan dikombinasikan dengan pemanis buatan akan dapat dibuat barang – barang

dengan harga murah. Sirup fruktosa memiliki warna putih gading, sedangkan sirup

sukrosa memiliki warna putih kecoklatan. Sirup sukrosa lebih manis dibandingkan

sirup fruktosa.

5.6 Uji Pelelehan Cokelat

Tabel 6. Pengamatan Pengujian Pelelehan Cokelat

Sampel

Karakteristik

Milk Chocolate Dark Chocolate White Chocolate

Warna Coklat + Coklat + Putih

Rasa Manis Pahit Manis susu

Aroma Cokelat pahit Cokelat pahit Susu

Tekstur Keras Keras Keras

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014)

Tabel 7.Uji Pelelehan Cokelat Setelah DilelehkanSampel Milk Chocolate Dark Chocolate White Chocolate

Page 14: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

Karakteristik

Warna Coklat Coklat Putih

Rasa Manis Pahit Manissusu

Aroma Cokelat menyengat Cokelat pahit + Susu +

Waktu 7’57’’ 2’25’’ 10’33’’

Tekstur KentalKental, lebihencerdariMilk Chocolate

Kental ++

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014)

Dalam proses melting atau pelelehan cokelat, baik di mulut maupun di panci

dengan menggunakan kompor, Nampak bahwa cokelat dapat meleleh dengan cepat

dalam mulut. Hal ini disebabkan titik leleh lemak terletak pada di bawah suhu normal

tubuh manusia, sehingga cokelat tersebut sangat mudah melting. Lumernya lemak

kokoa yang terkandung dalam cokelat menimbulkan sensasi yang lembut dan khas

dalam mulut. Bahkan dalam mulut pun dapat terasa bahwa titik leleh setiap cokelat

berbeda, tergantung dari jenis masing – masing cokelat tersebut.

Proses melting dengan menggunakan kompor ternyata memberikan hasil yang

berbeda. Padahal ketika melakukan melting cokelat benar – benar dijaga agar tidak

hangus dan terkena uap air, karena cokelat sangat sensitif terhadap air dan uap air.

Jika terkena setetes air pun, cokelat bisa mengalami chocolate seize, yaitu

penggumpalan cokelat dan pengerasan cokelat. Cokelat dipotong sekecil mungkin

agar lebih cepat leleh dan panasnya merata. Bahkan suhu dari air yang digunakan pun

dijaga agar tidak mencapai 540C, karena jika lebih dari suhu tersebut maka cokelat

akan gosong dan menggumpal. Sehingga dapat dilihat dari literatur (Tjahjadi, 2008)

bahwa melting cokelat sangat dipengaruhi oleh jenis cokelat tersebut yaitu:

Titik leleh dark chocolate: 45-50 C; titik beku: 28-29 C

Titik leleh milk chocolate: 40-45 C; titik beku: 27-28 C

Titik leleh white chocolate: 40 C; titik beku: 24-25 C

Page 15: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

Titik leleh white dan milk cokelat lebih rendah karena kandungan milk solids

cukup tinggi (milk solids lebih cepat leleh dan hangus dibanding cocoa solids).

Dalam peleburan cokelat, panci tidak boleh langsung terkena api karena panas yang

dihasilkan jika panci langsung terkena api akan sangat tinggi suhunya, sehingga besar

kemungkinan dapat merusak komponen cokelat, seperti protein pada cokelat.

Tingginya suhu juga akan menghasilkan peleburan cokelat menjadi cairan yang

terlalu encer.

Tetapi pada praktikum kali ini, white chocolate mengalami waktu pelelehan

yang paling besar diikuti dengan milk chocolate dan dark chocolate. Hal ini dapat

disebabkan oleh kandungan gula pada sampel. Kandungan gula pada white chocolate

lebih tinggi, sehingga waktu pelelehan semakin lama.

Page 16: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

VI. KESIMPULAN

Perbedaan kandungan protein dalam tepung terigu mengakibatkan perbedaan

terhadap daya serapnya.

Terigu Kunci Biru berprotein rendah memiliki daya serap air yang rendah,

sedangkan Terigu Cakra Kembar berprotein tinggi memiliki daya serap air

yang tinggi pula.

Yeast berperan dalam pengembangan adonan, memudahkan pembentukan

gluten dan juga memberikan aroma pada roti.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, aktivitas ragi tertinggi hingga

terendah secara berurutan adalah adonan tepung terigu protein tinggi – tepung

terigu protein sedang – tepung terigu protein rendah.

Jika adonan terlalu lama diuleni maka gas CO2 yang telah terbentuk akan

keluar, hal inilah yang mengakibatkan terigu kurang mengembang.

Semakin lama waktu pemanasan atau semakin tinggi suhu, maka gula yang

dihasilkan akan memiliki karakteristik yang kurang baik.

Timbul warna kecokelatan pada saat pemanasan gula, hal ini terjadi karena

adanya proses karamelisasi pada gula.

Kelarutan gula tergantung dari suhu pelarut dan ukuran gula.

Waktu pelelehan pada white chocolate paling lama diikuti dengan milk

chocolate dan dark chocolate.

Page 17: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Seputar Tepung Terigu. Available at : http://www.bogasari.com. (Diakses pada 22 Maret 2014).

Bennion, Marion. 1980. The Science of Food. John Wiley and Sons : New York

Tjahjadi, C., S. Rahimah, dan H. Marta. 2008. Teknologi Pengolahan Cokelat dan Kembang Gula. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Desrosier, N.W., 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi Ketiga. Penerjemah, M. Miljohardjo. UI-Press, Jakarta.

Moehyl, S., 1992. Penyelenggara Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bathara, Jakarta.

Parker, R., 2003. Introduction to Food Science. Delmar Thompson Learning, United States.

Sutomo, B. 2010. Mengenal Jenis & Kegunaan Tepung Terigu. Available at: http://myhobbyblogs.com/food/20 10 /08/03/mengenal-jenis-kegunaan-tepung- terigu/. (Diakses pada 23 Maret 2014).

Page 18: Laporan Roku 3

Alvita Rassya Tritikaningtyas240210110059

Kelompok 8

LATIHAN SOAL

1. Apa nama protein yang terdapat dalam tepung terigu?

Jawab : Gliadin dan glutenin

2. Mengapa pada proses pengujian aktivitas ragi digunakan tiga jenis terigu ?

apakah yang mempengaruhi perbedaan tekstur adonan yang dihasilkan pada

setiap jenis terigu pada uji aktivitas ragi?

Jawab : Pada proses pengujian aktivitas ragi, digunakan tiga jenis tepung terigu

karena setiap jenis terigu berbeda aktivitas ragi terhadap adonan. Kandungan

protein adalah hal yang mempengaruhi perbedaan tekstur adonan yang

dihasilkan. Tekstur adonan yang dihasilkan berbeda-beda karena kemampuan

masing-masing adonan untuk menahan gas CO2 bervariasi berdasarkan

kandungan glutennya. Tepung Cakra Kembar dengan kadar protein tinggi akan

lebih berpori dan mengembang dibanding terigu jenis lain.

3. Pada teori cara pengujian gula, setiap tahapan, suhu pemanasan gula dapat

dibedakan dari tekstur gula yang terbentuk. Beri komentar mengenai hal tersebut

berdasarkan hasil pengamatan saudara!

Jawab : Menurut pengamatan saya, suhu pemanasan berpengaruh pada tekstur

gula yang akan terbentuk karena gula memiliki titik leleh yang berbeda-beda dan

waktu pengkristalisasiannya yang berbeda pula. Berdasarkan pengamatan tampak

bahwa semakin tinggi suhu pemasakan sirup gula, maka tekstur gula akan

semakin menggumpal. Hal ini sesuai dengan teori yang membedakan tekstur gula

berdasarkan suhu menjadi sebagai berikut: pada suhu 105oC long thread stage,

soft ball stage pada suhu 115oC, hard ball stage pada suhu 122oC, small crack

stage pada suhu 138oC, dan hard crack stage pada suhu 154oC.