Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

15
Laporan Praktikum Hari, Tanggal : Selasa, 15 April 2014 Kimia Klinis Waktu : 08.00-12.00 WIB Kelas : KIM 2C P1 pagi Dosen : Dr.drh.Erni Sulistiawati SP1 drh.Saptiani Aryani Asisten : Nurul Syifa, S.Si Yudieta Puji Sanggari, Amd URINALISIS I Kelompok 4 Anggita Septi W J3L112028 1…………. Feni Ayudia J3L212192 2………… Kukuh Prasetyo J3L112045 3…………. Regina Oktoris J3L112098 4………… Yestrin Premita D J3L112005 5………….

description

Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

Transcript of Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

Page 1: Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

Laporan Praktikum Hari, Tanggal : Selasa, 15 April 2014 Kimia Klinis Waktu : 08.00-12.00 WIB

Kelas : KIM 2C P1 pagi Dosen : Dr.drh.Erni Sulistiawati SP1

drh.Saptiani Aryani Asisten : Nurul Syifa, S.Si

Yudieta Puji Sanggari, Amd

URINALISIS I

Kelompok 4

Anggita Septi W J3L112028 1………….Feni Ayudia J3L212192 2…………Kukuh Prasetyo J3L112045 3………….Regina Oktoris J3L112098 4…………Yestrin Premita D J3L112005 5………….

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIAPROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

2014

Page 2: Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

PendahuluanSistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra. Sistem

ini membantu mempertahankan homeostasis dengan menghasilkan urine yang merupakan hasil sisa metabolisme. Ginjal yang mempertahankan susunan kimia cairan tubuh melalui beberapa proses, yaitu Filtrasi Glomerular, yaitu filtrasi plasma darah oleh Glomerulus. Reabsorpsi tubular, melakukan reabsorpsi (absorpsi kembali) secara selektif zat –zat seperti garam, air, gula sederhana, asam amino dari tubulus ginjal ke kapiler peritubular. Sekresi peritubular, sekresi zat – zat dari kapiler darah ke dalam lumen tubulus, proses sekresi ini mengikutsertakan penahanan kalium, asam urat, amino organic dan ion hydrogen, yang berfungsi untuk memperbaiki komponen buffer darah dan mengeluarkan zat – zat yang mungkin merugikan (Soewolo 2003). Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urine pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum. Urine yang normal memiliki cirri-ciri antara lain: warnanya kuning atau kuing gading, transparan, pH berkisar dari 4,6-8,0 atau rata-rata 6, berat jenis 1.001-1.035, bila agak lama berbau seperti amoniak(Soewolo 2003).

Zat yang dapat dikeluarkan dalam keadaan normal yang tidak terdapat adalah glukosa, aseton, albumin, darah dan nanah (Wulangi 1990). Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang dipakai untuk mengetahui adanya kelainan di dalam saluran kemih yaitu dari ginjal dengan salurannya, kelainan yang terjadi di luar ginjal, untuk mendeteksi adanya metabolit obat seperti zat narkoba dan mendeteksi adanya kehamilan. Pemeriksaan urin terbagi menjadi dua jenis yaitu pemeriksaan kimiawi dan pemeriksaan sedimen. Sebagaimana namanya dalam pemeriksaan kimia yang diperiksa adalah pH urin / keasaman, berat jenis, nitrit, protein, glukosa, bilirubin, urobilinogen,dll. Jenis zat kimia yang diperiksa merupakan penanda keadaan dari organ2 tubuh yang hendak didiagnosa. Seperti penyakit “kuning” yang disebabkan oleh bilirubin darah yang tinggi biasanya menghasilkan urin yang mengandung kadar bilirubin diatas normal. Begitu pula zat kimia lainnya yang dihubungkan dengan keadaan organ tubuh yang berbeda (Djojodibroto, 2001).

TujuanPraktikum bertujuan mengetahui sifat fisik urin yang meliputi warna,

bau, kejernihan, ph, berat jenis dan total padatan urin dengan metode urinometer dan refraktometer, total solid yang meliputi carik celup urin, dan penentuan protein urin yang meliputi uji koagulasi, uji bang, uji heller, serta penentuan sedimentasi urin.

Alat dan BahanAlat yang digunakan pada praktikum yaitu gelas piala 250 ml,

thermometer, urinometer dan tabung urinometer, reffaktometer, tissue, tabung reaksi, timer, dipstick combur tes, pipet tetes, pipet mohr 5ml dan 1 ml, bulp merah dan hitam, tabung sentrifusa, kaca preparat dan penutup, dan mikroskop.

Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu sampel urin, aquades, asam aseta, Larutan buffer asetat ph 4.7, asam nitrat pekat.

Page 3: Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

Prosedur kerjaSifat fisik urin. Dilakukan evaluasi warna, bau, kejernihan,dan ph. Uji

warna sampel urin diamati di tempat yang terang, uji bau dilakukan dengan cara dikibaskan 5 jari tangan, uji kejernihan diamati apakah sampel urin keruh atau jernih, dan uji pH dilakukan dengan kertas lakmus yang diteteskan sampel urin.

Berat jenis urin dengan metode urinometer. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan serta sampel urin. Diperhatikan suhu tera yang tercantum pada urinometer. Kemudian sampel urin dituangkan kedalam urinometer sampai ¾ tabung. Setelah itu urinometer dicelupkan ke dalam tabung urinoeter yang telah berisi urin sehingga terapung dan tidak menempel pada dinding tabung. Kemudian BJ dibaca pada skala, angka yang terdapat batas antara bagian urinometer yang tenggelam dan yang muncul dari permukaan urin. Suhu urin diukur dengan thermometer. Jika suhu urin tidak sama dengan suhu tera urinometer, maka angka yang diperoleh dikoreksi dengan menambah atau mengurangi 0.001 untuk setiap derajat diatas atau dibawah suhu tera. Dicatat hasil pengamatan. Dilakukan juga pada sampel kasus dengan cara yang sama tetapi dengan resep ½ dosis.

Berat jenis urin dengan metode refraktometer. Disiapkan alat refraktometer. Temperature disamping alat diperhatikan, temperature diatas alat diatur untuk menyamakan nilai temperature. Alat difokuskan sampai garis indeks terlihat jelas. Kemudian aquades diteteskan keatas kaca prisma refraktometer sebanyak 1 tetes, BJ air diamati (mendekati 1). Aquades dibersihkan sampai benar-benar bersih dan kering. Kemudian light plate dibuka dan sampel urin diteteskan 1-2 tetes tutup perlahan. Diamati BJ urin yang terukur ( BJ urin normal 1.008-1.020). Dilakukan juga pada sampel kasus dengan cara yang sama tetapi dengan resep ½ dosis.

Carik celup urin (COMBUR TEST). Sampel urin dicampur merata dengan sedimen yang terbentuk pada dasar tabung. Kemudian dicelupkan carik kertas sekejap dalam urin. Amati perubahan warna kertas strip. Hasil pengamatan dicatat tidak lebih dari 30 detik. Gunakan label indicator nilai carik celup yang melekat pada tabung kertas carik, dan dicocokkan perubahan warna yang terjadi dengan indicator control carik celup. Hasil pengamatan dicatat.

Uji koagulasi protein. Sampel urin disaring terlebih dahulu. Kemudian sampel urin dipipet sebanyak 5 mL dan dipanaskan sampai mendidih. Dilakukan pengamatan kekeruhan yang terjadi. Kemudian diteteskan asam asetat 6% 1-3 tetes. Bila cairan menjadi jernih kembali, maka kekeruhan disebabkan adanya fosfat. Bila kekeruhan cairan semakin jelas disebabkan adanya protein. Dilakukan juga pada sampel kasus dengan cara yang sama tetapi dengan resep ½ dosis.

Uji Bang. Sampel urin yang telah disaring dipipet 5 ml. kemudian ditambahkan 2 ml pereaksi Bang. Campuran diatas didihkan,bila ada protein maka cairan akan menjadi keruh. Dilakukan juga pada sampel kasus dengan cara yang sama tetapi dengan resep ½ dosis.

Uji heller. Dipipet urin jernih sebanyak 5 ml. Kemudian ditambahkan asam nitrat pekat sebanyak 5 ml. Diamati hasilnya, hasil positif ditandai dengan terbentuknya cincin putih diatas lapisan HNO3 pekat. Dilakukan juga pada sampel kasus dengan cara yang sama tetapi dengan resep ½ dosis.

Page 4: Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

Uji sedimentasi urin. Sampel urin dipipet sebanyak 5ml. Kemudian disentrifuse 5-10 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Supernatan hasil sentrifuse dibuang dan suspense sedimen diambil dengan pipet. Sedimen diletakkan diatas kaca preparat dan ditutup dengan kaca penutup. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop. Gambar Kristal yang terbentuk. Dilakukan juga pada sampel kasus dengan cara yang sama tetapi dengan resep ½ dosis.

Hasil dan PembahasanSampel urin yang digunakan ada dua yaitu sampel urin yang berasal dari

mahasiswa dan sampel urin yang berasal dari kasus. Sampel urin pertama kali diamati sifat fisiknya yaitu volume, warna, konsistensi, kejernikan, bau, dan pH. Ciri-ciri urin normal memiliki volume rata-rata dalam 1 hari 1-2 liter, tapi sesuai dengan jumlah cairan yang masuk, warna bening orange pucat tanpa endapan, baunya tajam, reaksi sedikit asam terhadap lakmus, dengan pH rata-rata 6. (Syaifuddin 1997). Menurut Soewolo (2003) urine yang normal memiliki cirri-ciri antara lain: warnanya kuning atau kuing gading, transparan, pH berkisar dari 4,6-8,0 atau rata-rata 6, berat jenis 1.001-1.035 g/mL, bila agak lama berbau seperti amoniak. Sampel yang berasal dari mahasiswa tergolong normal karena memiliki warna yang kuning transparan dengan pH asam (dengan menggunakan carik celup pH ialah 6) dan berat jenis 1,008 g/mL. Sedangkan sampel yang berasal dari kasus memiliki pH basa, karena hanya menggunakan lakmus merah sehingga tidak dapat diketahui berapa nilai sebenarnya dan ini dapat saja normal karena pH urin normal dapat mencapai 8.0, warnanya kuning kecoklatan, ini juga masih tergolong warna urin normal. Warna yang lebih pekat dapat dikarenakan dehidrasi, sehingga kurang pengenceran pada urin. Bau amoniak pada sampel kasus lebih terasa dan menyengat ini dapat disebabkan urin telah terlalu lama.

Penentuan berat jenis urin dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu urinometer, refraktometer dan carik celup (Girindra 1999). Urinometer merupakan hidrometer untuk penentuan berat jenis dari urin. Prinsip pemeriksaan berat jenis urin yang diukur dengan urinometer yaitu urinometer yang memliki skala 1.0000-1.0060 dengan suhu urinometer yang digunakan yaitu 20°C dimana berat jenis urin harus diperhatikan kondisinya terhadap hasil yang didapatkan. Bila temperatur yang akan diukur bukan 20°C, maka harus diadakan koreksi. Berdasarkan percobaan suhu urin yang didapatkan yaitu 35°C sehingga diperlukan koreksi dengan menambahkan angka satu pada angka ketiga yang berada dibelakang koma untuk setiap 3°C jika diatas temperatur mengurangi 1 angka pada angka ketiga dibelakang koma untuk setiap 3°C dibawah temperatur peneraan. Prinsip refraktometer yaitu berdasarkan pembiasan dimana penyinaran akan menembus dua macam media dengan kerapatan yang berbeda dikarenakan kerapatan tersebut yang menyebabkan terjadinya perubahan arah sinar (Day&Underwood 2002). Berdasarkan urinometer berat jenis pada sampel urin seorang mahasiswa analisis kimia sebesar 1,005 g/mL dan berdasarkan refraktometer dilakukan pengujian terhadap dua sampel urin, urin yang pertama yaitu urin seorang mahasiswa analisis kimia dengan berat jenis yang dihasilkan sebesar 1,008 g/mL dan sampel urin yang kedua berasal dari kasus dengan berat jenis urin yang dihasilkan sebesar 1,044 g/mL, dimana berat jenis yang normal yaitu sebesar

Page 5: Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

1,008 g/mL – 1,020 g/mL, sehingga sampel urin mahasiswa analisis kimia yang diujikan berada dibawah batas normal maka mahasiswa tersebut termasuk hyposthenuria sedangkan sampel kasus berada diatas normal maka termasuk hypersthenuria. Perbedaan berat jenis pada setiap urin dikarenakan adanya perbedaan komposisi suatu zat terlarut yang ada pada cairan tersebut hal ini dikarenakan adanya massa zat terlarut yang akan mempengaruhi bobot jenisnya. Faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan bobot jenis urin yaitu setiap orang akan memiliki aktivitas yang berbeda sehingga jenis makanan yang dikonsumsi akan berbeda dan dengan usia yang berbeda, suhu, jenis kelamin dan kondisi kesehatan sehingga aktivitas dari metabolisme dalam tubuh akan berbeda pada setiap orang. Urin encer maka akan berwarna pucat dengan menandakan bahwa berat jenis urin tersebut rendah dan jika urin pekat maka berwarna lebih pekat yang menunjukkan bahwa berat jenis urin tersebut tinggi. Jika seseorang banyak mengkonsumsi air, maka berat jenis urin akan semakin kecil dikarenakan urin bersifat encer. Analisi berat jenis sampel urin mahasiswa dengan urinometer :Suhu urinometer : 20°CSuhu urin : 35°CBerat jenis terukur : 1,000 g/mL

Konversi dengan suhu = + 1,000 g/mL

= 0,005 + 1,000 g/mL = 1,005 g/mLPerhitungan total solid :Berat jenis urin mahasiswa diukur dengan refraktometer, sebesar 1,008 g/mLTotal solid urin mahasiswa : 8 x 2,6 = 20,8 g/mLBerat jenis urin kasus yang diukur dengan refraktometer sebesar 1,044 g/mLTotal solid urin sampel kasus : 44 x 2,6 = 114,4 g/mL

Pemeriksaan kimia urine berdasarkan reaksi biokimia yang juga disebut cara kimia kering atau tes carik celup banyak digunakan di laboratorium klinik. Strip tes urine atau combur test atau carik celup adalah metode diagnostik, yang memudahkan penggunaan menghasilkan informasi yang cepat dan dapat digunakan untuk mengdiagnosa patologis perubahan dalam urin. Combur test atau carik celup merupakan strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis param`eter yang akan diperiksa. Combur test ini analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit. Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase. Cara carik celup ini selain praktis karena reagen telah tersedia dalam bentuk pita siap pakai, reagen relative stabil, murah, volume urine yang dibutuhkan sedikit, bersifat sekali pakai, serta tidak memerlukan persiapan reagen. Prosedurnya sederhan dan mudah, tidak memerlukan suatu keahlian dalam mengerjakan tes serta hasilnya cepat.

Dalam Pemeriksaan pH urine dengan carik celup berdasarkan adanya indicator ganda (methyl red dan bromthymol blue), dimana akan terjadi perubahan warna sesuai pH yang berkisar dari jingga hingga kuning kehijauan dan hijau kebiruan. Rentang pemeriksaan pH meliputi pH 5,0 sampai 8,5. Pemeriksaan berat jenis dengan carik celup dalam urine berdasarkan pada perubahan pKa (konstanta disosiasi) dari polielektrolit (methylvinyl ether/maleic anhydride). Pada urine dengan berat jenis yang rendah, ion H+ yang dihasilkan

Page 6: Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

sedikit sehingga pH lebih ke arah alkalis. Perubahan pH ini akan terdeteksi oleh indikator bromthymol blue. Bromthymol blue akan berwarna biru tua hingga hijau pada urine dengan berat jenis rendah dan berwarna hijau kekuningan jika berat jenis urine tinggi.

Pemeriksaan glukosa dalam urine berdasarkan pada glukosa oksidase yang akan menguraikan glukosa menjadi asam glukonat dan hydrogen peroksida. Kemudian hydrogen peroksida ini dengan adanya peroksidase akan mengkatalisa reaksi antara potassium iodide dengan hydrogen peroksida menghasilkan H2O dan On (O nascens). O nascens akan mengoksidasi zat warna potassium iodide dalam waktu 10 detik membentuk warna biru muda, hijau sampai coklat. Pada cara ini, kadar glukosa urine dilaporkan sebagai negative, trace (100 mg/dl), +1 (250 mg/dl), +2 (500 mg/dl), +3 (1000 mg/dl), +4 (>2000 mg/dl). Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 100 mg/dl, dan pemeriksaan ini spesifik untuk glukosa.

Bilirubin secara normal tidak terdapat dalam urine, namun dalam jumlah yang sangat sedikit dapat berada dalam urine, tanpa terdeteksi melalui pemeriksaan rutin. Bilirubinuria mengindikasikan kerusakan hati atau obstruksi empedu dan kadarnya yang besar ditandai dengan warna kuning. Pemeriksaan bilirubin urine berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam kuat yang menimbulkan kompleks yang berwarna coklat muda hingga merah coklat dalam waktu 30 detik. Pemeriksaan urobilinogen dalam urine berdasarkan reaksi antara urobilinogen dengan reagen Ehrlich (paradimethylaminobenzaldehyde, serta buffer asam). Intensitas warna yang terjadi dari jingga hingga merah tua, dibaca dalam waktu 60 detik, warna yang timbul sesuai dengan peningkatan kadar urobilinogen dalam urine. Urine yang terlalu alkalis menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih tinggi, sedangkan urine yang terlalu asam menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih rendah dari seharusnya. Kadar nitrit yang tinggi juga menyebabkan hasil negative palsu.

Pemeriksaan keton dengan combur test dalam urine berdasarkan reaksi antar asam asetoasetat dengan senyawa nitroprusida. Warna yang dihasilkan adalah coklat muda bila tidak terjadi reaksi, dan ungu untuk hasil yang positif. Hasilnya dilaporkan sebagai negative, trace (5 mg/dl), +1 (15 mg/dl), +2 (40 mg/dl), +3 (80 mg/dl) atau +4 (160 mg/dl). Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan glomerulus dan atau gangguan reabsorpsi tubulus ginjal. Pemeriksaan protein dalam urine berdasarkan pada prinsip kesalahan penetapan pH oleh adanya protein. Sebagai indikator digunakan tertrabromphenol blue yang dalam suatu system buffer akan menyebabkan pH tetap konstan. Akibat kesalahan penetapan pH oleh adanya protein, urine yang mengandung albumin akan bereaksi dengan indikator menyebabkan perubahan warna hijau muda sampai hijau. Indikator tersebut sangat spesifik dan sensitive terhadap albumin.

Pemeriksaan darah samar dalam urine berdasarkan hemoglobin dan mioglobin akan mengkatalisa oksidasi dari indikator 3,3’5,5’ – tetramethylbenzidine, menghasilkan warna berkisar dari kuning kehijau-hijauan hingga hijau kebitu-biruan dan biru tua. Test nitrit urine adalah test yang dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya bakteriuri. Test ini berdasarkan kenyataan bahwa sebagian besar bakteri penyebab infeksi saluran kemih dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Penyebab utama infeksi saluran kemih yaitu

Page 7: Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

E.coli, Pseudomonas, Staphylococcus dapat merubah nitrat menjadi nitrit. Berdasarkan hasil percobaan combur test pada sampel urine mahasiswa diperoleh hasil, pH urin memiliki pH yang normal dimana kisaran pH yang diperoleh berada rentang pH urin normal yaitu 5-8,5. Hasil glukosa +1 menunjukan bahwa kadar glukosa urine yaitu 250 mg/dl.

Salah satu parameter adanya kelainan atau gangguan pada ginjal yaitu adanya protein di dalam urin. Dalam keadaan normal, protein yang ada di dalam darah akan disaring oleh glomerulus ginjal sehingga tidak akan mungkin didapat di dalam urine. Protein darah merupakan molekul yang memiliki ukuran molekul yang sangat besar sehingga pada orang yang normal, tidak akan bisa menembus saringan ginjal pada bagian glomerulus. Jika ditemukan protein di dalam urine, itu artinya saringan yang ada di glomerulus tersebut telah rusak. Pemeriksaan keberadaan urin di dalam urin dapat dilakukan dengan beberapa uji yaitu uji koagulasi, uji Bang, dan uji Heller.

Uji yang pertama adalah uji koagulasi pada urin. Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid dari protein karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi (Poedjiadi 1994). Koagulasi dapat ditimbulkan dengan pemanasan, penambahan asam dan perlakuan alkali. Dalam uji koagulasi untuk pengujian keberadaan protein digunakan panas dan asam asetat. Panas yang digunakan pada percobaan ini untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar . Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Sedangkan penambahan asam asetat bertujuan agar larutan albumin mencapai pH isoelektriknya sehingga bisa terkoagulasi (Bintang 2010). Sesuai dengan percobaan larutan urin tetap jernih ketika dipanaskan dan ditambahkan asam asetat sehingga dapat dipastikan bahwa tidak ada protein di dalam urin tersebut,

Uji kedua yang dilakukan adalah uji Bang dimana pereaksi Bang adalah alrutan buffer asetat dengan ph 4.7 . Kelarutan protein di dalam suatu cairan, sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pH, suhu, kekuatan ionik dan konstanta dielektrik pelarutnya. Protein seperti asam amino bebas memiliki titik isoelektrik yang berbeda-beda. Titik Isoelektrik (TI) adalah daerah pH tertentu dimana protein tidak mempunyai selisih muatan atau jumlah muatan positif dan negatifnya sama, sehingga tidak bergerak ketika diletakkan dalam medan listrik (Hawab 2007). Pada pH isoelektrik (pI), suatu protein sangat mudah diendapkan karena pada saat itu muatan listriknya nol. Albumin mempunyai titik isolistrk pada pH 4.7 daripada itu maka ketika ditambahkan buffer pH 4.7 membentuk larutan yang sangat keruh. Pada percobaan didapatkan hasil bahwa larutan tetap jernih ketika ditambahkan dengan larutan buffer asetat 4.7 sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel urin tidak mengandung protein.

Uji yang ketiga adalah dengan uji Heller dengan menggunakan asam nitrat pekat. Prinsip reaksi ini adalah menyebabkan nitrasi dari inti benzena oleh asam nitrat pekat sehingga menghasilkan turunan nitro benzena yang

Page 8: Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

membentuk cincin putih dibagian tengah larutan. Tirosin, fenilalanin dan triptofan memberi hasil positif terhadap reaksi ini, karena memiliki cincin aromatik yang bereaksi dengan asam nitrat pekat membentuk cincin putih (Bintang 2010). Berdasarkan percobaan untuk uji Heller terhadap sampel urin mahasiswa tidak terbentuk cincin putih dan larutan tetap bening menandakan pada sampel tidak mempunyai protein.

Prinsip sedimentasi urin yaitu berat jenis unsur organik – anorganik > BJ urine , dengan sentrifuge zat-zat tsb akan mengendap. Pemeriksaan mikroskopis urine meliputi pemeriksaan sedimen urine. Tujuan dari pemeriksaan sedimen urine adalah untuk mengidentifikasi jenis sedimen yang dipakai untuk mendeteksi kelainan ginjal dan saluran kemih. Untuk pemeriksaan sedimen urine diperlukan urine segar yaitu urine yang ditampung 1 jam setelah berkemih. rinyang dipakai itu ialah urin segar atau urin yang dikumpulkan dengan pengawet .Yang paling baik untuk pemeriksaan urin adalah urin pekat,yaitu yang mempunyai berat jenis 1023 atau lebih tinggi ,urin yang pekat lebih muda didapat bila memakai urin pagi sebagai pemeriksaan.Macam-macam sedimen urin yang mungkin ada seperti Unsur organic : Sel epitel, Lekosit, Eritrosit, Silinder, Oval fat bodies, Benang lender, Silinder, Spermatozoa, Potongan jaringan, Parasit, Bakteri-bakteri, dan Unsur anorganik : Bahan amorf, Kristal normal, Kristal abnormal, Kristal obat,Bahan lemak. Hasil yang didapat berdasarkan percobaan tidak ditemukan Kristal pada sampel urin mahasiswa dan sampel kasus. Dapat dikatakan sampel urin mahasiswa dan sampel kasus sehat karena tidak terdapat sedimen urin.

LEMBAR KERJA MAHASISWANo Materi Percobaan Hasil Percobaan1 Sifat Fisik Urin Sampel dari Mahasiswa Sampel dari Kasus

Volume 210 mL -Warna Kuning pucat Kuning kecoklatan

Konsistensi Cair CairKejernihan Jernih Keruh

Bau Sedikit bau amoniak Sangat bau amoniakpH Asam Basa

2 Berat Jenis UrinUrinometer 1,005 g/mL Tidak dilakukan

Refraktometer 1,008 g/mL 1,044 g/mL3 Carik Celup

SG 1.010 g/mL Uji carik celup tidak

dilakukan pada sampel

dari kasus

pH 6Leukosit +1

Nitrit PositifProtein Negatif

Glukosa +1Keton NegatifUBG +1

Page 9: Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

Billirubin NegatifEritrosit Negatif

HB NegatifComparisson -

sebelum

setelah4 Penentuan Protein Urin

Uji Koagulasi Negatif Negatif

Uji Bang Negatif Negatif

Uji Haller Negatif Negatif

5 Sedimen Urin Gambarkan atau sebutkan jenis organisme atau kristal yang ditemukan?

Tidak ada kristal Tidak ada kristal

SimpulanSampel yang berasal dari mahasiswa memiliki fisik yang normal

berdasarkan uji fisik, mengandung glukosa berdasarkan uji combur test, tidak mengandung protein bersasarkan seluruh uji yang telah dilaksanakan (uji koagulasi, Bang, Heller, dan combur test, dan tidak mengandung keton dan bilirubin. Sampel dari kasus berdasarkan sifat fisiknya tidak normal, pH basa, keruh tetapi tidak memiliki kristal, dan tidak memiliki protein.

Daftar PustakaBintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta : Erlangga.Day RA dan Underwood A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi keenam.

Sopyan Iis, penerjemah. Terjemahan dari: Quantitative Analysis Sixth Edition. Jakarta: Erlangga

Djojodibroto, R.D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check Up): Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Jakarta :Pustaka Populer Obor.

Girindra A. 1999. Biokimia Patologi Hewan. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor Press.

Hawab, MS. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Diadit Media.Honhenberger dan kimling. 2004. Copendium Urinalysis with Test Strips.

German : Roche Diagnostic GMBHPoedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat Edisi 2. Jakarta: EGC

Page 10: Laporan Praktikum Kimklin 8 (Urinalisis I)

Wulangi Kartolo. 1990. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Bandung: ITB Press