Laporan Praktek Leb Uji Tarik Al
-
Upload
al-amin-mustaffa -
Category
Documents
-
view
73 -
download
13
description
Transcript of Laporan Praktek Leb Uji Tarik Al
BAB IPENDAHALUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kemajuan ilmu pengetahuan pada saat ini, kemampuan manusia dalam
pengetahuan pengujian bahan sudah berkembang dengan begitu pesatnya, baik
pengujian untuk mengetahui kekuatan, keuletan, dan besar beban yang dapat diderita
oleh suatu bahan maupun perhitungan-perhitungan besarnya gaya apa saja yang
diderita bahan tersebut saat digunakan. Percobaan tarik dilakukan untuk mengetahui
sifat-sifat mekanik (mechanical properties) dari suatu material dengan cepat akibat
adanya pengaruh gaya luar (External force), informasi tentang sifat-sifat mekanik
tersebut sangat dibutuhkan oleh para perancang konstruksi permesinan, untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan suatu material dalam menahan beban pada
kondisi operasionalnya. Salah satu parameter utama yang harus diketahui adalah
kekuatan tarik suatu bahan, di samping sifat-sifat lainnya seperti modulus elastisitas,
regangan dan poison ratio.
Percobaan tarik termasuk dalam pengujian static, artinya beban yang diberikan
secara perlahan pada laju yang konstan sampai material mengalami kegagalan (patah).
Dalam pengujian material, selain uji tarik masih ada uji lelah (fatigue) dan uji dengan
pukulan tiba-tiba (impact). Uji lelah biasa disebut Cyclic Loading karena beban yang
diberikan secara bersiklus. Laju pembebanan untuk uji tarik 0,005 mm/menit, sedangkan
untuk uji impact mencapai 3.000.000 mm/menit
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari Tensile Test ini adalah sebagai berikut :
1. mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu bahan/material secara pasti akibat
adanya pengaruh beban luar (External force).
2. mengetahui kekuatan tarik suatu bahan.
3. mengetahui batas mulur (Yield Point) suatu bahan.
4. mengetahui besarnya regangan (ε ) yang terjadi pada suatu bahan akibat beban
tarik yang diberikan.
5. mengetahui Modulus Elastisitas (E) suatu bahan.
mengetahui persentase perpanjangan suatu bahan dan pengurangan luas
penampang (kontraksi).
6. menganalisa kerusakan terhadap suatu bahan.
7. menggambarkan dan menganalisa grafik Regangan dan grafik Kontraksi per
devisi.
BAB II
TEORI DASAR
2.1 TEORI DASAR
A. Regangan ( ε )
Regangan adalah perbandingan antara perubahan panjang (AL=Lu-Lo) dengan
panjang batang mula-mula LO.
Regangan =( Panjang sesudah patah)−( panjang mula−mula )
( panjang mula−mula )
ε =
Lu−LoLo
ε =
ΔLLo
Dimana : Lu = Panjang sesudah patah
Lo = Panjang mula-mula
ε = Regangan
ΔL = Pertambahan panjang
Maka jika batang uji patah tidak ditengah-tengah antara kedua titik ukuran dan
jarak patahnya kurang dari sepertiga panjangnya terhadap salah satu titik maka
penentuan regangannya adalah sebagai berikut :
Sebelum batang diuji, panjang Lo dibagi menjadi sepuluh bagian yang sama, dan
kemudian kita sebut N = 10, jika n adalah jumlah bagian A – B, dimana A adalah titik
yang diambil dari bagian patah yang terpendek.
Perpanjangan sesudah patah ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1. Jika N – n adalah genap maka : ε =
AB+2 BC−LoLo
x 100 %
A B C
N
N−n2
n
2. Jika N - n adalah ganjil maka : ε = AB+BC '+BC - ital Lo } over { ital Lo} } x 100 %} {¿¿¿ N
A B C’ C ”
N
N −n−12
B. Modulus Elastisitas (E)
Dalam menentukan hubungan antara beban dan regangan, luas penampang
batang harus diketahui, dengan demikian tegangan untuk setiap titik dapat ditentukan.
Tegangan (σ) =
Beban ( F )Luas penampang ( A )
Dimana : F = Beban (N)
σ = Tegangan (N/mm2)
A = Luas penampang (mm2)
Perbandingan antara tegangan dan regangan disebut Modulus elastisitas, dan
dapat kita ketahui dari bunyi hukum Hooke, yaitu :
“Bila pada suatu material uji (Spesimen) diberi beban tarik, maka pertambahan
panjang material berbanding lurus dengan beban yang diberikan dan panjang awal serta
berbanding terbalik dengan luas penampang dan modulus elastisitas”.
Dan dapat dinyatakan dalam bentuk : ΔL =
F . LA . E
1
Sehingga
didapat : Modullus elastisitas (E) =
Tegangan daerah elastis (σ E)Regangan daerah elastis ( εE)
Dimana : E = Modullus Elastisitas (N/mm2)
σ E = Tegangan daerah elastis (N/mm2)
ε E = Regangan daerah elastis
Modulus elastisitas suatu bahan penting sekali bagi ahli teknik jika akan merencanakan
konstruksi.
ε
Grafik 3.1 Diagram hubungan tegangan dan regangan baja lunak
Keterangan grafik diatas :
1. P = Batas proposional (Proportional limit), dimana pada daerah ini masíh berlaku
hukum Hooke (Daerah arsiran) yaitu tegangan sebanding dengan regangan yang
ditunjukkan oleh garis miring dalam arsiran.
2. E = Batas elastis, dimana pada daerah ini apabila beban dilepaskan bahan akan
kembali ke keadaan semula. Bila diberikan beban diatasnya bahan tetap pada
deformasinya yang disebut permanent set.
3. Y = Yield point (titik mulur), dimana bahan memanjang mulur dengan sendirinya
tanpa pertambahan beban. Atau pada titik ini lebih dominan terjadi pertambahan
panjang dari pada pertambahan beban. Titik ini merupakan daerah kiritis pada
bahan percobaan.
4. U = Ultimate Strength ( Batas kekuatan tarik maksimum pada bahan), Artinya bila
beban ditambah tegangan tidak akan naik lagi dan batang akan terus memanjang,
tegangan terus menurun sehingga akhirnya batang patah pada titik F.
5. F = Batas patahnya bahan (Fracture). Tetapi sebelum bahan patah atau putus
ditandai dengan adanya pengecilan penampang yang dominan dan disebut necking.
6. Daerah yang diarsir dikatakan daerah berlakunya hukum Hooke dan daerah E
sampai U dikatakan sebagai daerah Plastis, serta daerah U sampai F dikatakan
daerah patahnya bahan.
C. Batas Proporsionalitas & Batas Elastis
Sampai pada suatu titik yang disebut batas proporsionalitas, tegangan
sebanding dengan regangan maka grafiknya menunjukkan garis lurus dan daerah ini
berlaku hukum Hooke. Batas elastis adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan
oleh bahan tanpa terjadi regangan setelah dihilangkan, dengan kata lain apabila beban
dilepaskan bahan akan kembali ke keadaan semula.
D. Yield Point (Batas Mulur)
Jika beban yang bekerja pada batang uji diteruskan sampai diluar batas elastis
akan terjadi secara perpanjangan secara tiba-tiba dari suatu batang uji. Ini disebut “Yield
Point (batas mulur)”, dimana regangan meningkat sekalipun tiada peningkatan tegangan
(hanya terjadi pada baja lunak). Besarnya tegangan pada daerah ini adalah :
σ Y =
FY
A
Dimana : σ Y = Tegangan pada daerah mulur
FY = Beban pada daerah mulur
A = Luas penampang
E. Yield Strength/Prof Stress
Untuk beberapa logam paduan non ferro dan baja-baja keras yield point
sukar dideteksi begitu pula batas limitnya. Oleh karena itu dinyatakan
perpanjangan non proporsionalitas adalah misalnya 0,2%
F. Ultimate Tensile Strength (Tegangan Tarik maksimum)
Tegangan nominal maksimum yang ditahan oleh batang uji sebelum patah
disebut tegangan Tarik maksimum yaitu merupakan perbandingan antara beban
maksimum yang dicapai selama percobaan Tarik dan penampang mula-mula.
Tegangan Tarik maksimum =Beban maksimum
Penampang mula-mula atau dapat ditulis
σ mak =
Fmak
Ao
G. Pengecilan Penampang (Kontraksi)
Akibat proses penarikan pada pengujian ini, maka penampang batang
akan mengalami perubahan yang dinamakan kontraksi.
Kontraksi =Penampang awal-penampang setelah putus
Penampang awal x 100%
Z = Ao−Au
Aox100 %
Dimana : Z = Kontraksi
Ao = Penampang awal = π /4 (do)2
Au = Penampang setelah putus =π /4 (du)2
H. Poison Ratio
Pada percobaan Tarik, pertambahan panjang material selalu di ikuti oleh
pengecilan diameter batang. Perbandingan antara pengecilan diameter dan
pertambahan panjang batang disebut dengan harga poison ratio
Poison ratio =Pengecilan diameter
Pertambahan panjang' atau v =
ΔdΔl
Dimana : Δd = Pengecilan diameter = do-du
Δl = Pertambahan panjang = lu-lo
I. Analisa perpatahan
Perpatahan terjadi dalam berbagai cara, tergantung pada temperatur, keadaan
tegangan dan laju pembebanan. Secara umum jenis perpatahan dibagi dalam dua
katagori, yakni :
a. Patah liat : ditandai oleh deformasi plastik yang cukup besar, sebelum dan
selama proses penjalaran retak. Terjadi pada material yang memiliki hardness
number rendah dan elongation tinggi. Pada percobaan, sebelum patah terjadi
pengecilan penampang yang dominan (necking) dan permukaan patah berserat.
b. Patah getas : ditandai adanya kecepatan penjalaran retak yang tinggi tanpa
terjadi deformasi dan ada kaitan dengan pembelahan pada kristal ionik. Terjadi
pada material yang memiliki hardness number tinggi dan elongation rendah. Pada
percobaan patah getas ditandai oleh adanya pemisahan tegak lurus terhadap
tegangan tariknya
J. Spesimen
Spesimen uji tarik dapat berbentuk berbagai model tergantung stándar yang digunakan. Umumnya penampang berbentuk bulat dan segi empat. Untuk bahan yang lunak, bagian yang dijepit perlu dibuat lebih tebal dan untuk bahan yang keras bagian yang dijepit dibuat lebih panjang.
Gambar 3.1 Spesimen standar
Tabel 3.1 Dimensi spesimen standar (mm)
D D h m n R Batang uji dp 5 Batang uji dp 10Lo Lo+2m Lt min Lo Lo+2m Lt min
6 8 25 3 2,5 3 30 35 91 60 66 1218 10 30 4 3 4 40 48 114 80 80 15410
12 35 5 3 5 50 60 136 100 110 186
12
15 165 6 4 6 60 72 160 120 132 470
14
17 45 7 4,5 7 70 84 183 140 154 253
16
20 50 8 5,5 8 80 96 207 160 176 287
18
22 55 9 6 9 90 108 230 180 198 320
2 24 60 10 6 10 100 120 252 200 220 352
025
30 70 12,5 7,5 12,5 125 150 305 250 275 430
3.1 Peralatan dan bahan yang digunakan
6
7
8
2
1
5
3
4
Gambar 3.2 Universal testing machine
Keterangan gambar :
1. Rahang penjepit atas
2. Monitor kontrol elektronik
3. Tiang penyangga
4 Tombol pengatur laju pembebanan ( pace rate )
5. Tutup pengisian oli
6. Rahang penjepit bawah
7. Batas rahang penjepit naik turun
8. Tuas pemindah Tensile dan compress
Gambar 3.3 Vernier caliper
Gambar 3.4 Meteran
Gambar 3.5 Benda uji
Gambar 3.6 Mistar baja
Gambar 3.7 Spidol permanent
3.2 Langkah-langkah pengujian
1. Persiapkan peralatan yang akan dipergunakan.
2. Ukur batang uji dan Lo dibagi menjadi 10 bagian yang sama.
3. Masukkan arus listrik dengan memutar switch pada posisi 1 dan aktifkan sistem
hidrolik dibelakang mesin Cyber Tronic.
4. Lihat di layar dan masukkan password 1644 dengan cara memutar dan menekan
tombol adjust, putar ke posisi OK dan dapatkan menunya
5. Naikkan posisi rahang penjepit bawah pada batas level maks dengan cara :
- Pindahkan handel di sebelah kanan mesin ke posisi compress
- Tutup katup hidrolik dengan memutar tombol searah jarum jam
- Hidupkan motor hidrolik dengan menekan F5 pada cyber tronik
- Putar tombol pace rate sampai jarum menunjukkan pada posisi 7 dan
tahan sampai mencapai batas maks
- Matikan kembali motor hidrolik dengan menekan F5 pada cyber tronik
6. Pasang spesimen dari atas, dan ketatkan melalui handel atas bawah,
setelahnya kembalikan handel sebelah kanan mesin ke posisi tensile.
7. Isi data bahan uji dengan menekan F1 pada cyber tronik, sebagai berikut :
- Untuk mengeset data ke posisi awal (nol), tekan F3
- Isi panjang spesimen dengan memutar tombol pada posisi d4
- Isi diameter spesimen pada posisi d5
- Isi pace rate pada data paling bawah dengan harga 0,6 kN/s
8. Tekan F1 untuk mendapatkan menu ”start”, dan jarum pace rate tetap pada
posisi 7.
9. Start pengujian dengan menekan F1 pada cyber tronik
10. Tunggu sampai spesimen patah
11. Setelah spesimen patah, tekan F3 untuk mencetak hasil pada print out dan
tekan forward (>>) pada alat cetak untuk mengeluarkan kertas.
12. Tekan F5 untuk kembali ke menu awal dan matikan kembali sistem
hidrolik dan arus listrik ke posisi 0 dibelakang mesin cyber tronik.
13. Lepaskan spesimen pada rahang penjepitnya dan ukur untuk mendapatkan
data sesuai yang diperlukan.
BAB III
ANALISA DATA
Materi Praktikum : Tensile Test
Pembimbing praktikum : Ir. Zuhaimi, MT
Kelas/Jurusan : B2 / Teknik Mesin
Semester : IV (empat)
Nama Kelompok : AL AMIN MUSTOFA
: AMIR RIZAL
: DEDY SUEHENDRA
: DEVI RIANTO
: MAULANA ANSARI
: SANDI
A. Data percobaan
Setelah melakukan percobaan tarik (Tensile Test) terhadap benda uji ST-60
dengan :
diameter mula-mula (do) = 12 mm
panjang batang mula-mula (lo) = 120 mm
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil pengukuran benda uji
Devisi Lo (mm) Lu (mm) do (mm) du (mm)1 10 12,5 10 9,3
2 10 12,3 10 9,2
3 10 15,2 10 7,2
4 10 11,9 10 9,2
5 10 11 10 9,35
6 10 11 10 9,4
7 10 11 10 9,5
8 10 11 10 9,5
9 10 11 10 9,5
10 10 11 10 9,5
Gambar 4.1 Kondisi benda uji sebelum ditarik
Gambar 4.2 Kondisi benda uji pada saat Necking
Gambar 4.3 Kondisi benda uji setelah putus
Data yang diperoleh dari pengujian :
Group : 3
Code : 24
26/04/11 02 : 24
T : 200 C
Days : 0
Sample ref. : ?
Height : 120,00 mm
Diameter : 12,00 mm
Area : 113,10 mm2
Weight : 0,000 kg
Density : 0,000 kg/dm
Pace rate : 0,600 MPa / s
Maximum load : 79,281 kN
Stress : 700,978 MPa
Dimana : N = 10 bagian (devisi)
n = 3 bagian = AB
N – n = 10 – 3 = 7 bagian (ganjil)
Sehingga diperoleh :
BC’ =
N−n−12
=10−3−12
=3 bagian = 3 x 13 = 39 mm
N
A B C’ C’’
n (N-n-1)/2 1 Gambar 4.4 Daerah putusnya benda uji (berdasarkan gambar 4.3)
Harga A – B = 14,5 + 14,5 + 18,5 = 47,5 mm
Harga BC” = 3 + 1 = 4 Bagian
= 4 x 13
= 52 mm
B. Pengolahan Data
Sebagai contohnya adalah sebagai berikut :
Dik : F max = 79,281 kN = 79281 N
Ao = 113,10 mm2
Lo = 120 mm
1. Menentukan harga tegangan maximum ( max)
σ max =
F maxAo =
79281113,10 = 700,98 N/mm2
2. Menghitung regangan total (ε tot )
ε tot =AB+BC '+BC - ital Lo} over { ital Lo } } x100 %} {¿¿¿ =47,5+39+52−120120
x 100 % = 15,416 %
3. Menghitung persentase regangan hasil percobaan perdevisi
Dari hasil pengamatan maka didapat :
a. Persentase regangan devisi ketiga
ε =
Lu−LoLo
x 100 %
=
18 , 5−1212 x 100 % = 54,16 %
Dengan cara yang sama kita dapat menghitung persentase regangan hasil percobaan
perdevisi pada devisi lainnya (devisi satu hingga devisi sepuluh) dapat dilihat pada tabel
4.2.
4. Menghitung persentase kontraksi hasil percobaan perdevisi
Dari data hasil pengamatan maka didapat :
a. Persentase kontraksi pada devisi ketiga
Z =
Ao - AuAo x 100 %
=
π /4( do)2−π /4 (du )2
π / 4(do )2x 100 %
=
π /4(12 )2−π /4( 9,9)2
π / 4(12)2x 100 %
= 31,94 %
Dengan cara yang sama kita dapat menghitung persentase kontraksi hasil
percobaan perdevisi pada devisi lainnya (devisi satu hingga devisi sepuluh) dapat dilihat
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Persentase Regangan Perdevisi Dan Persentase Kontraksi Perdevisi
Devisi
Lo (mm)
Lu (mm)
∆L (mm)
do (mm)
du (mm)
∆d (mm
)
Regangan ε (%)
Kontraksi Z (%)
1 12 14,5 2,5 12 11 1 20,83 15,97
2 12 14,5 2,5 12 10,8 1,2 20,83 193 12 18,5 6,5 12 9,9 2,1 54,16 31,944 12 13 1 12 11 1 8,33 15,975 12 13 1 12 11,3 0,7 8,33 11,336 12 13 1 12 11,3 0,3 8,33 11,337 12 13 1 12 11,3 0,3 8,33 11,338 12 13 1 12 11,3 0,3 8,33 11,339 12 13 1 12 11,3 0,3 8,33 11,33
10 12 13 1 12 11,3 0,3 8,33 11,33
5. Untuk mengetahui Poison Ratio
v=∆ d∆ L
=2,16,5
=0,32
Dimana : v = Poison ratio
∆d = Pengecilan diameter = do- du
∆L = Pertambahan panjang = lu - lo
6.Analisa data terhadap kerusakan bahan.
Setelah melakukan percobaan di laboratorium Metrologi dan Fluida
pada mesin uji Tarik (tensile test), maka dapat dilihat bentuk patah pada
struktur benda uji yang telah patah,benda, keadaan benda tersebut mengalami
patahan campuran ulet dan getas, karna sebelum patah pada benda uji terjadi
pengecilan penampang yang dominan (necking) dan permukaan patahan yang
tidak rata. Benda uji patah pada devisi ketiga.
Gambar 4.5 Penampang patahan benda
7. Analisa grafik
a Grafik Persentase Regangan (ε ) Perdevisi
ε Regangan (%)
Grafik 4.1 Hubungan Persentase Regangan Perdevisi
b. Grafik Persentase Kontraksi (Z) Perdevisi
Z Kontraksi (%)
Grafik 4.2 Hubungan Persentase Kontraksi Perdevisi
0 2 4 6 8 10 1205
101520253035
Chart Title
0 2 4 6 8 10 120
10
20
30
40
50
60Chart Title
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah selesai melakukan percobaan dan menganalisa data yang diperoleh dari
hasil percobaan tarik terhadap benda uji jenis baja ST-60 maka didapatkan kesimpulan
beberapa hal,yaitu sebagai berikut :
Tegangan Maksimum (σ max) = 700,98 N/mm2
Regangan Total (ε tot) = 15,416%
Poison Rasio ( v
) dari
ΔdΔL =0,32
Jika dilihat dari permukaan patahannya benda uji mengalami patah campuran
ulet dan getas, karna sebelum patah pada benda uji terjadi pengecilan
penampang yang dominan (necking) dan permukaan patahan yang rata.
Dari hasil perhitungan yang diperoleh berdasarkan spesimen uji yang di uji yaitu
jenis baja ST-60, berdasarkan literatur yang ada memiliki tegangan tarik maksimum ±
588,6 N/mm2. Namun dari hasil pengujian yang diperoleh tegangan tarik maksimumnya
yaitu : 700,98 N/mm2.
Ada beberapa faktor terjadinya perbedaan antara kuat tarik asli material dengan
kuat tarik yang dihasilkan pada saat pengujian. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Pada saat proses permesinan menggunakan mesin bubut, terjadi kenaikan
suhu pada material yang kemudian didinginkan dengan cairan pendingin
(coolant) pada mesin bubut.
2. Benda uji yang digunakan tidak sesuai standar pengujian, dikarenakan
pada saat proses permesinannya tidak presisi.
3. Tidak akuratnya pengukuran pada saat pengukuran perdevisi sebelum dan
sesudah patah.
4. Kurang teliti dalam membaca alat ukur.
5. Para mahasiswa yang mengikuti jalannya pengujian belum memahami dan
menguasai sepenuhnya tentang teori dasar dan langkah-langkah percobaan
dengan baik.
B. Saran-saran
saran-saran yang dapat diberikan sebagai berikut :
1. Hendaknya mahasiswa yang ingin melakukan pengujian dapat memahami
teori dasar dan langkah-langkah praktikum.
2. Untuk mengurangi faktor kesalahan, alangkah baiknya universal Testing
Machine di pasang alat pertambahan panjang secara digital, sehingga
praktikan dapat langsung melihat langsung pertambahan panjang yang
terjadi.
3. Benda uji dibuat harus benar-benar presisi.
4. Agar mendapatkan hasil pengujian yang presisi hendaknya Universal
Testing Machine di kalibrasi terlebih dahulu.
5. Pada saat pengambilan data sebaiknya dilakukan dengan benar dan teliti.
DAFTAR PUSTAKA
Job Sheet Tensile Test, Semester IV : PEDC Bandung.
Tours note. Ilmu Bahan, Semester II : PEDC Bandung.
Tours note. Strenght of Material : PEDC Bandung.