Laporan Akhir Tarik

20
LAPORAN PENDAHULUAN ILMU BAHAN PENGUJIAN TARIK AYNDRI WIDI PRABOWO 1406642965 KELOMPOK 8 LABORATORIUM METALURGI FISIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2014

description

Tarik, material, laporan Praktikum

Transcript of Laporan Akhir Tarik

Page 1: Laporan Akhir Tarik

LAPORAN PENDAHULUAN

ILMU BAHAN

PENGUJIAN TARIK

AYNDRI WIDI PRABOWO

1406642965

KELOMPOK 8

LABORATORIUM METALURGI FISIK

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

2014

Page 2: Laporan Akhir Tarik

MODUL I

PENGUJIAN TARIK

I. TUJUAN

1. Untuk membandingkan kekuatan maksimum beberapa jenis logam (besi

tuang, baja, tembaga, dan alumunium).

2. Untuk mengetahui respon mekanik bahan terhadap pembebanan tarik satu

arah (uniaksial).

3. Untuk membandingkan titik luluh, fenomena necking, dan modulus

elastisitas dari logam – logam tersebut.

4. Untuk membandingkan tingkat keuletan logam – logam tersebut, melalui

penghitungan % elongasi dan % pengurangan luas. Serta membandingkan

tampilan perpatahan (fraktografi) logam – logam tersebut dan

menganalisanya berdasarkan sifat – sifat mekanis.

5. Untuk membuat, membandingkan serta menganalisis kurva – kurva

tegangan - regangan, baik kurva rekayasa maupun sesungguhnya dari

beberapa jenis logam.

II. DASAR TEORI

Secara umum untuk mengetahui mechanical properties dari suatu material

dilakukan pengujian tarik menggunakan specimen berbentuk tulang dengan

ukuran sesuai standar yang da (ASTM, JIS, BS, etc.). Pada prinsipnya pengujian

tarik ini adalah dengan memasang specimen pada mesin uji tarik kemudian

diberikan beban (load) ataupun (force) yang nilainya bertambah mengikuti

perubahan fungsi waktunya hingga specimen mengalami fracture (patah). Selama

peregangan load cell merekam pertambahan load yang diberikan sementara

extensometer mengukur perpanjangan (elongation) yang terjadi pada sampel.

Kemudian data-data tersebut dikonversikan dalam bentuk grafik tengan-regangan.

Dari grafik tersebut kita dapat menganalisis:

1.) Mechanical properties suatu material

2.) Karakteristik patahan pada material.

Page 3: Laporan Akhir Tarik

Berdasarkan kurva di bawah dapat diketahui bahwa tegangan di suatu titik

pada kurva dapat ditentukan melalui perbandingan beban maksimum yang terjadi

pada titik tersebut dengn luas penanampang awal.

Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung

pada komposisi, perlakuan panas, deformasi plastik yang pernah dialami, laju

regangan, suhu, dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian.

Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan-

reganga logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh, atau titik luluh, persen

perpanjangan, dan pengurangan luas.

1. Sifat Mekanik Material

Sifat mekanik suatu material mencerminkan hubungan antara beban atau gaya

yang diberikan terhadap respons atau deformasinya. Berikut adalah bentuk beban:

Statis: beban yang berubah secara lambat terhadap waktu dan diberikan

secara seragam di seluruh penampang. Contoh: tension, compress, shear,

torque,bending.

Impak: beban yang diberikan secara mendadak.

Dinamis: beban yang berfluktuasi terhadap fungsi waktu.

Page 4: Laporan Akhir Tarik

a.) Batas Proporsionalitas (Proportionality Limit)

Daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan

proporsionalitas satu dengan lainnya. Tiap penambahan tegangan akan diikuti

dengan penambahan regangan dalam hubungan linear yang mengikuti Hukum

Hooke σ = E ε dengan E adalah konstanta proporsionalitas yang disebut modulus

elasticity (merupakan gradient kemiringan dari grafik tegangan-regangan). Pada

grafik tegangan-regangan (Gambar 2.1) melalui persamaan tersebut menghasilkan

plot sumbu ordinate dan abscissa yang linear.

b.) Batas Elastis (Elastic Limit)

Merupakan daerah dimana material mengalami deformasi elastis. Deformasi

elastis terjadi di awal pembebanan ketika load yang diberikan masih sangat

rendah sehingga tegangan dan regangan berbanding lurus. Dengan kata lain

deformasi elastis adalah dimana material akan kembali ke bentuk atau panjang

semula bila load dihilangkan. Namun jika material terus diberikan tegangan dan

mengalami deformasi maka batas elastis tersebut akan terlampaui hingga

memasuki region plastis. Batas elastis dapat didefinisikan sebagai titik dimana

tegangan yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi plastis untuk

pertama kalinya. Kebanyakan material memiliki batas elastis yang berimpitan

dengan batas proporsionalitasnya.

c.) Titik Luluh (Yield Point) dan Kekuatan Luluh (Yield Strength)

Pada titik ini material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya

penambahan beban tegangan. Kekuatan luluh (yield strength) merupakan

gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam

penggunaan strukturalyang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik,

tekanan bending atau puntiran, atau tegangan yang dibutuhkan untuk

menghasilkan sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan. Dapat

disimpulkan bahwa titik luluh suatu tingkat tegangan merupakan titik yang tidak

boleh dilewati dalam penggunaan struktural dan harus dilewati dalam proses

manufaktur produk logam.

Page 5: Laporan Akhir Tarik

d.) Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)

Merupakan tegangan maksimum yang mampu ditanggung sebuah material

sebelum terjadi patahan (fracture). Dalam penggunaan structural maupun

manufaktur produk, kekuatan maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali

tidak boleh dilewati.

e.) Kekuatan Putus (Breaking Strength)

Kekuatan putus dapat ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji

putus (Ffracture)dengan luas penampang awal (Ao). Untuk patahan yang bersifat

ductile pada saat beban maksimum terlampaui dan material terus mengalami

deformasi maka terjadi mekanisme necking sebagai akibat deformasi yang

terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan

maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah sama dengan

kekuatan maksimumnya.

f.) Keuletan (Ductility)

Merupakan sifat dimana logam mampu menahan deformasi hinga terjadinya

perpatahan. Tujuan dalam mengetahui sifat ini salah satunya adalah sebagai

petunjuk umum bagi suatu material (logam) untuk mengalami deformasi secara

plastis sebelum terjadi fracture. Pengujian tarik memberikan dua metode

pengukuran keuletan bahan, yaitu:

Persentase perpanjangan (elongation):

Dengan mengukur penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang

awalnya.

( ) |( )

|

Dimana : Lf = Panjangan akhir

Lo= panjang awal specimen.

Page 6: Laporan Akhir Tarik

Persentase pengurangan penampang (Area Reduction):

Dengan pengurangan luas penampang setelah perpatahan terhadap luas

penampang awalnya

( ) |( )

|

Dimana : Af= Luas penampang akhir

Ao= luas penampang awal.

g.) Modulus Elastisitas

Merupakan ukuran kekuatan suatu material. Semakin besar nilai modulus ini

maka semakin kecil regangan elastis yang terjadi, atau dapat dikatakan material

tersebut semakin stiff (kaku). Modulus elastisitas dapat dihitung berdasarkan

kemiringan slope garis elastis linear pada grafi tegangan-regangan berdasarkan

persamaan:

Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh enegi ikat antar atom-atom,

sehinggabesarnya nilai modulus ini tidak dapat diubah oleh suatu proses tanpa

merubah struktur bahan.

h.) Modulus Kelentingan (Resilience)

Merupakan kemampuan suatu material untuk menyerap energi tanpa terjadinya

kerusakan (failure). Nilai modulus ini dapat diperoleh melalui luas segitiga yang

dibentuk oleh region elastis pada grafik tegangan-regangan.

i.) Modulus Ketangguhan (Toughness)

Merupakan kemampuan material untuk menyerap energy hingga terjadinya

fracture. Dalam pertimbangan desain hal ini penting untuk komponen yang

mungkin mengalami pembebanan berlebih (overload) secara tidak sengaja.

Meskipun material dengan nilai modulus ketangguhan yang tinggi akan

mengalami distorsi yang besar karena overload, hal ini lebih baik disbanding

material dengan modulus rendah dimana fracture terjadi tanpa ada peringatan

terlebih dahulu.

Page 7: Laporan Akhir Tarik

j.) Kurva tegangan rekayasa dan sesungguhnya (Engineering stress &True

stress)

Kurva untuk engineering stress-strain didasarkan pada dimensi awal (Ao dan Lo)

benda uji; sementara pada kurva true stress-strain didapatkan dengan mengetahui

luas area (A) dan panjang (L) actual pada tiap pembebanan yang terukur.

Perbedaan kedua kurva untuk regangan yang relative kecil tidak terlalu besar,

namun menjadi signifikan ketika yield point terlampaui.

2. Karakteristik Patahan

Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan patahan

seperti di bawah ini:

Berdasarkan karakteristik patahan pada suatu material maka dapat dikategorikan

ke dalam dua bagian:

Perpatahan Ulet (ductile)

Terdapat beberapa tahapan terjadi perpatahan ulet pada sampel uji tarik:

1. Penyempitan awal

2. Pembentukan rongga-rongga kecil (cavity)

3. Penyatuan rongga cavity membentuk suatu retakan

4. Perambatan retakan

5. Perpatahan gesek akhir terjadi pada sudut 45⁰

Page 8: Laporan Akhir Tarik

Perpatahan Getas (Brittle)

Perpatahan getas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada

material.

2. Retah/patahan merambat sepanjang bidang kristalin dan membelah

atom-atom material (transgranular).

3. Pada material lunak berbutir kasar (coarse-grain) pola yang terbentuk

adalah fan-like pattern ke arah luar dari daerah failure.

4. Material keras berbutir halus (fine-grain) tidak memiliki pola-pola

yang mudah dibedakan.

5. Material amorphous (contoh: gelas) memiliki permukaan patahan yang

mengilap dan mulus.

Page 9: Laporan Akhir Tarik

III. METODOLOGI PENELITIAN

1. Alat dan Bahan

1. Universal testing machine kapasitas 30 ton.

2. Caliperdan/ataumicrometer

3. Spidol permanen atau cutter

4. Stereoscan macroscope

5. Sampel uji tarik.

2. Prosedur Pengujian

1. Mengujur dimensi (rata-rata) dari benda uji: panjang awal (Lo) dan

diameter awal (do) dengan micrometer.

2. Menandai panjang ukur (jarak antara dua titik pada benda uji) dengan

spidol atau cutter.

3. Memasang benda uji pada grip mesin uji dan memberikan beban yang

telah ditentukan.

4. Memulai penarikan. Mengamati tampilan grafik beban-perpanjangan

pada recorder hingga terjadinya beban maksimum dilanjutkan dengan

necking kemudian fracture.

5. Menandai grafik beban-perpanjangan titik-titik terjadinya beban

maksimum dan fracture.

6. Mengukur panjang akhir (Lf) dan diameter akhir (df)pada bagian benda

uji yang mengalami necking kemudian mencatat data hasil

pengukuran.

7. Mengamati karakteristik patahan dengan stereoscan macroscope

kemudian membuat sketsa tampak samping dan fraktografi benda uji.

8. Melakukan prosedur yang sama pada material uji yang lainnya.

9. Menghitung nilai: titik luluh, kekuatan tarik maksimum, presentase

elongasi, presentase pengurangan area, modulus elastisitas berdasarkan

grafik beban-perpanjangan tiap logam uji.

Page 10: Laporan Akhir Tarik

IV. PENGOLAHAN DATA

1. Data Percobaan

Tabel Hasil Percobaan

Benda Uji Aluminium (Al) Besi (Fe)

Diameter Benda Uji

• Awal, do (mm) 9.9 9.9

• Akhir, di (mm) 8.8 6.4

Luas Area

• Awal, Ao (mm2) 76.98 76.98

• Akhir, Ai (mm2) 60.82 32.17

Panjang Ukur

• Awal, Lo (mm) 50 50

• Akhir, Li (mm) 53.3 61.9

Foto Speciment

Page 11: Laporan Akhir Tarik

2. Contoh Perhitungan

Alumunium (Al)

Ao : 76.98 mm2

Af : 60.82 mm2

Lo : 50 mm

Lf : 53.3 mm

UTS : 2127/76.98*9.81 = 271.05 N/mm2

% elongasi (sampel) : ( Lf - Lo)/ Lo x 100%

: 6.6 %

% reduksi : (Ao – Af )/Ao x 100%

: 20.99 %

Modulus Elastisitas : Δ / Δ

: (271.05.106-0) / (0.07-0) = 3.8 GPa

Baja (Fe)

Ao : 76.98 mm2

Af : 32.17 mm2

Lo : 50 mm

Lf : 61.9 mm

UTS : 3682/70.88*9.81= 509.6 N/mm2

% elongasi (sampel) : ( Lf - Lo)/ Lo x 100%

: 23.8 %

% reduksi : (Ao – Af )/Ao x 100%

: 58.21 %

Modulus elastisitas : Δ / Δ

: (509.6.106-0) / (0.238-0) = 2.14 GPa

Page 12: Laporan Akhir Tarik

3. Grafik

Grafik Beban vs. Elongasi (P vs. dL)

Grafik Engineering Stress – Strain

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

σ

ε

Fe

Al

Page 13: Laporan Akhir Tarik

Grafik True Stres – Strain

0

200

400

600

800

1000

1200

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

σt

εt

Fe

Al

Page 14: Laporan Akhir Tarik

V. Pembahasan

1. Prinsip pengujian

Sampel uji tarik dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik mesin

pengujian tarik (GOTECH AI-7000 LA 10) dengan beban kontinu sambil

diukur pertambahan panjangnya. Data yang didapat berupa perubahan panjang

dan perubahan beban yang diberikan selanjutnya ditampilkan dalam bentuk

grafik tegangan-regangan.

Beberapa sifat mekanik yang diharapkan dari pengujian tarik ini adalah:

a. Batas Proporsionalitas (Proportionality Limit)

Merupakan daerah batas dimana tegangan (stress) dan regangan (strain)

mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap

penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara

proporsional dalam hubungan linier. Bandingkan dengan hubungan y = mx;

dimana y mewakili regangan dan m mewakili slope kemiringan dari modulus

kekakuan). Dalam pengujian didapatkan :

σ = 2800 kgf ; untuk baja

σ = 1900 kgf ; untuk alumunium

b. Batas Elastis (Elastic Limit)

Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada panjang

semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan

bagian dari batas elastik ini. Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan

(deformasi dari luar) maka batas elastis akan terlampaui pada akhirnya,

sehingga bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain

dapat didefinisikan bahwa batas elastis merupakan suatu titik dimana tegangan

yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis)

pertama kalinya. Kebanyakan material teknik memiliki batas elastis yang

hampir berhimpitan dengan batas proporsionalitasnya.

Page 15: Laporan Akhir Tarik

c. Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength)

Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami

deformasi tanpa adanya penambahan beban tegangan (stress) yang

mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan

luluh (yield stress).

Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan

struktur kristal BCC dan FCC yang membentuk intertitial solid solution dari

atom-atom karbon, boron, hidrogen dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan

atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukkan

titik luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).

Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya tidak

memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh

material seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai

metode offset. Dalam pengujian didapatkan titik luluh untuk tiap-tiap bahan

yang diuji :

Fe = 2771 kgf

Al = 2127 kgf

Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan

bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan

struktural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan, bending

atau puntiran. Disisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila

bahan (logam) dipakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti

proses rolling, stretching dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa titik luluh

adalah suatu tingkat tegangan yang:

Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service).

Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process).

Page 16: Laporan Akhir Tarik

d. Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)

Merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material

sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum

ditentukan dari beban maksimum Fmaks dibagi luas penampang awal A0.

Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M dan

selanjutnya bahan akan terus terdeformasi hingga titik B. Bahan bersifat yang

bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum

sekaligus tegangan perpatahan. Dalam kaitannya dengan penggunaan

struktural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan maksimum adalah

batas tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati. Dalam pengujian

didapatkan bahwa :

UTS untuk tiap-tiap bahan yang diuji :

Fe = 509.6 N/mm2

Al = 271.05 N/mm2

Dari data diperoleh nilai UTS Baja > Alumunium, sehingga dapat

ditarik kesimpulan bahwa nilai kekerasan Baja > Alumunium.

e. Kekuatan Putus (Breaking Strength)

Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji

putus (Fbreaks) dengan luas penampang awal A0. Untuk bahan yang bersifat ulet

pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga

titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat

adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus

adalah lebih kecil daripada kekuatan maksimum sementara pada bahan getas

kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.

Page 17: Laporan Akhir Tarik

Keuletan (Ductility)

Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam

menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini, dalam beberapa

tingkatan, harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui

proses rolling, bending, stretching, drawing, hammering, cutting dan

sebagainya. Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran keuletan

bahan yaitu :

o Persentase perpanjangan (elongation)

Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap

panjang awalnya, L0.

Dimana Lf adalah panjang akhir.

Elongasi sampel untuk masing-masing bahan :

Elongasi grafik untuk masing-masing bahan :

f. Modulus Elastisitas ( E )

Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran kekakuan

suatu material. Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan

elastis yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu atau dapat

dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-

regangan modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan

garis elastis linier, diberikan oleh :

dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-

regangan. Modulus elastis suatu material ditentukan oleh energi ikat antar

atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu

proses tanpa merubah struktur bahan. Dalam pengujian ini didapatkan:

Modulus Elastisitas untuk masing-masing bahan :

Al = 3.8 GPa Fe = 2.14 GPa

E = atau E = tan

│(Lf – L0)/ L0│*100%

Page 18: Laporan Akhir Tarik

Modulus Elastisitas

Modulus Elastisitas merupakan ukuran kekakuan suatu material.

Makin besar modulus, makin kecil regangan yang dihasilkan yang dihasilkan

akibat pemberian tegangan sehingga duktilitasnya pun semakin berkurang. Hal

ini dapat dilihat dari kurva stress- strain untuk material Brittle Vs material

ductile dibawah ini :

Dari grafik terlihat bahwa daerah regangan material ductile lebih besar

daripada daerah regangan material brittle. Dari data yang kami peroleh dari

percobaan diperoleh bahwa Modulus Elastisitas Baja > Aluminium,

sehingga dari analisis diatas, kami mengambil kesimpulan bahwa Keuletan

baja < Alumunium.

2. Analisa Grafik

Ketiga grafik, P vs dl, σ vs , σT vs T, menunjukkan grafik yang

nyaris sama. Hanya saja grafik masing-masing bahan yang diuji berbeda.

Kurva dari baja lebih tinggi dari kurva alumunium. Dari kemiringan (Slope)

masing-masing grafik yang menunjukkan daerah proporsional atau daerah

elastik dapat dilihat bahwa baja lebih curam dan alumunium. Dari kemiringan

ini, dapat diketahui masing-masing modulus youngnya. Telah diketahui dari

percobaan bahwa Ebaja > Ealumunium hal ini menunjukkan bahwa baja

mempunyai ductilitas yang lebih baik daripada aluminium. Keuletan suatu

bahan juga dapat dilihat dari Elongasinya dan reduksi luas permukaan bahan

Point-point yang ada pada garfik, yaitu Yield point, UTS, dan

Breaking point menunjukkan ketangguhan masing-masing bahan. Dari garfik

dapat dilihat bahwa baja lebih tangguh dari alumunium. Untuk bahan yang

mempunyai duktilitas tinggi biasanya sulit untuk menentukan yield point-nya.

Sehingga diambil kesepakatan yield point berada pada daerah 0,2 %

pertambahan panjang.

Page 19: Laporan Akhir Tarik

3. Analisa Hasil Perpatahan

Ada dua jenis perpatahan: perpatahan ulet (ductile fracture) dan perpatahan

rapuh (brittle fracture). Perbedaan utamanya adalah perpatahan ulet terjadi

diiringi dengan deformasi plastis, sedangkan perpatahan rapuh tidak. Berikut

gambar yang memperlihatkan mekanisme perpatahan ulet :

a. Necking, yaitu suatu proses penurunan secara local diameter bahan yang

dinamakan penyempitan. Hal ini terjadi karena kenaikan kekuatan yang

disebabkan oleh pengerasan regangan yang akan berkurang, untuk

mengimbanginya penurunan permukaan penampang melintang.

Pembentukan penyempitan menimbulkan keadaan tegangan triaksial

pada daerah yang bersangkutan.

b. Cavity formation, yaitu terbentuknya rongga-rongga kecil pada daerah

necking akibat komponen hidrostatik terjadi disekitar sumbu benda uji

pada pusat daerah necking.

c. Cavity coalascene to form a crack, yaitu terbentuknya retakan pusat

akibat peregangaan yang berlangsung terus.

d. Crack propagation, yaitu berkembang retakan pada arah tegak lurus

sumbu benda uji, hingga mencapai permukaan benda uji tersebut.

Kemudian merambat disekitar bidang geser-geser local, kira-kira berarah

45° terhadap sumbu “ kerucut “ patahan yang terbentuk.

e. Fracture, yaitu terjadi perpatahan campuran akibat peregangan terus

menerus.

Pada pengujian dengan specimen material Fe dan Al, Semua benda yang diuji

cenderung mengalami perpatahanan ulet (ductile). Mekanisme necking hingga

fracture pun dapat dilihat di kedua specimen, namun nilai keuletan dari

material Fe lebih tinggi disbanding Al. Perbedaannya dapat dilihat dari fisik

specimen setelah diuji, pada material Fe penambahan panjang terjadi lebih

banyak dibanding Al, fenomena necking atau penyempitan area pada material

Fe terjadi lebih banyak dibanding Al, dilihat dari grafik pun material Fe lebih

ulet disbanding Al.

Page 20: Laporan Akhir Tarik

VI. Kesimpulan

Dari kedua material yang telah diuji, yaitu Baja dan alumunium.

Diperoleh nilai kekuatan tarik terbesar adalah Baja kemudian alumunium.

Dari grafik P vs dl didapatkan bahwa material Baja dan Alumunium adalah

material yang cenderung ductil, hal ini dilihat dari cepatnya Baja patah ketika

sudah mencapai Ultimate Strength yang memang sangat besar tetapi memiliki

daerah kurva yang panjang sebelum mendapatkan beban maksimum (UTS),

namun apabila diurutkan dari yang nilai keuletannya lebih tinggi ke rendah,

baja (Fe) lebih tinggi dibanding Alumunium (Al).