laporan PKL balai tanah 2007
Transcript of laporan PKL balai tanah 2007
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Industri
Pembangunan merupakan suatu program yang terus berjalan di negara-negara
berkembang, begitu juga di Indonesia. Pembangunan bertujuan untuk mencapai
kemakmuran di berbagai bidang. Salah satu pembangunan yang semakin pesat
peningkatannya adalah bidang industri. Tentu saja hal ini harus didukung oleh tenaga
kerja yang terampil di bidangnya. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan di
sektor industri maka tidak dapat dielakan lagi sekolah-sekolah kejuruan, khususnya
Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAK Bogor) harus mampu menghadapi
tuntutan dan tantangan yang senantiasa muncul dalam kondisi seperti sekarang ini.
Mengingat tuntutan dan tantangan masyarakat industri di tahun-tahun yang akan
datang semakin meningkat dan bersifat padat pengetahuan dan keterampilan, maka
pengembangan pendidikan menengah kejuruan khususnya rumpun kimia analisis
harus difokuskan kepada kualitas lulusan. Pola pengembangan yang digunakan dalam
pembinaan sistem pendidikan sangat penting.
Pengetahuan dan keterampilan yang menjurus pada satu bidang pekerjaan
yang diperoleh melalui pendidikan kejuruan, secara khusus memerlukan media yang
bersifat melatih penerapannya dan memperjelas fungsi yang sebenarnya.
2
Pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin) dilakukan pada semester
terakhir sebagai syarat kelulusan. Lokasi tempat Prakerin yang menjadi sasaran
adalah lembaga-lembaga penelitian, perusahaan industri yang mempunyai
laboratorium kimia analisis maupun laboratorium mikrobiologi.
Dengan melaksanakan Prakerin siswa dapat melihat, mempelajari, dan
mempraktikkan prosedur atau peralatan modern yang tidak mungkin melakukannya
di sekolah. Pelaksanaan Prakerin tidak dibatasi pada praktik laboratorium saja tetapi
juga praktik pengenalan lingkungan kerja yang sesungguhnya, termasuk penerapan
disiplin kerja dalam membangun kerjasama antar individu. Pada kesempatan ini siswa
pun dapat belajar menyesuaikan dengan lingkungan kerja sehingga bila lulus nanti
akan menjadi seorang analis kimia yang terampil, kreatif, dan berakhlak mulia.
B. Tempat Praktik Kerja Industri
Salah satu lembaga yang dapat dijadikan tempat Prakerin bagi siswa
SMAKBo adalah Balai Penelitian Tanah yang memiliki alamat di Jalan Ir. H. Juanda
No. 98 Bogor. Lembaga ini merupakan bagian dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Departemen Pertanian. Mempunyai
tugas mengkoordinasi, membina, dan melaksanakan penelitian pemanfaatan lahan
pertanian berdasarkan kebijakan Kepala Bidang Litbang dan Pertanian.
3
C. Tujuan Praktik Kerja Industri
Tujuan Praktik Kerja Industri ialah :
1. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa sebagai bekal kerja
yang sesuai dengan program studi kimia analisis.
2. Mengembangkan dan memantapkan sikap professional siswa dalam
rangka memasuki lapangan kerja.
3. Meningkatkan wawasan siswa pada aspek-aspek yang potensial dalam
dunia kerja, antara lain : struktur organisasi, disiplin, lingkungan, dan sistem
kerja.
4. Meningkatkan pengetahuan siswa dalam hal penggunaan instrument
kimia analisis yang lebih modern, dibandingkan dengan fasilitas yang tersedia
di sekolah.
5. Memperoleh masukan dan umpan balik guna memperbaiki dan
mengembangkan pendidikan di Sekolah Menengah Analis Kimia.
6. Memperkenalkan fungsi dan tugas seorang analis kimia (sebutan bagi
lulusan Sekolah Analis Kimia) kepada lembaga-lembaga penelitian dan
perusahaan industri di tempat pelaksanaan Prakerin (sebagai konsumen tenaga
analis kimia).
Setelah pelaksanaan Prakerin siswa wajib membuat laporan yang merupakan
syarat untuk mengikuti ujian akhir pada semester VIII. Tujuan penulisan laporan
4
adalah memantapkan pengembangan dan penerapan pelajaran sekolah di tempat
prakerin, maupun mencari alternatif lain dalam pemecahan masalah analis kimia
secara lebih rinci dan mendalam, menambah perbendaharaan perpustakaan sekolah
maupun institusi Prakerin sehingga dapat meningkatkan pengetahuan bagi diri sendiri
maupun bagi pembaca, serta siswa dapat membuat laporan kerja dan
mempertanggungjawabkannya.
D. Sistematika Laporan
Penulisan laporan terdiri dari beberapa bagian Diantaranya:
1. Bagian pengantar.
a. Lembar judul.
b. Lembar persetujuan dan pengesahan.
c. Kata pengantar.
d. Daftar isi.
e. Daftar gambar atau tabel.
f. Daftar lampiran.
2. Pendahuluan.
a. Uraian maksud dan tujuan Prakerin.
b. Sistematika laporan.
3. Institusi tempat Prakerin.
a. Sejarah.
5
b. Struktur organisasi.
c. Tugas dan fungsi.
d. Sarana penelitian.
e. Instalansi laboratorium kimia.
f. Pengawasan hasil analisis.
4. Kegiatan laboratorium.
a. Uraian tentang tanah.
b. Uraian tentang analisis tanah.
c. Metode analisis.
5. Hasil dan Pembahasan.
a. Uraian tentang komoditas yang di analisis.
b. Uraian hasil analisis.
6. Simpulan dan Saran.
7. Daftar Pustaka.
8. Lampiran.
6
E. Visi dan Misi
1. Visi
Menjadikan Sekolah Menengah Kejuruan Nasional bertaraf Internasional
yang mandiri dan unggul dalam program keahlian Analis Kimia dan terapannya pada
tahun 2010.
2. Misi
A. Meningkatkan kualitas pendidikan berdasarkan standar nasional dan internasional
untuk menghasilkan lulusan yang kompeten, profesional dan berkualitas pada
program keahlian Analis Kimia, berdaya saing tinggi dan berjiwa kewirausahaan.
B. Mengoptimalkan sumber daya sekolah sebagai salah satu komponen untuk
menunjang kearah kemandirian sekolah.
7
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Sejarah dan Perkembangan Balittanah
Balai Penelitian Tanah merupakan lembaga penelitian yang awalnya didirikan
oleh pemerintah Belanda, namun dalam perkembangannya sudah sering berganti
nama dan berubah struktur organisasi.
Sejarahnya dimulai pada tahun 1905 ketika Hindia Belanda mendirikan
sebuah laboratorium yang bernama laboratorium voor Agrogeologie en Grond
Onderzoek yang merupakan bagian dari Plantentuin ( sekarang Kebun Raya Bogor ).
Pada tahun 1930 menjadi Bodemkundig Instituut. Tahun 1942, pada masa penjajahan
Jepang, berubah nama menjadi Dozyoobu dan ketika Negara Republik Indonesia baru
saja diproklamirkan, nama Bodemkundig Instituut kembali digunakan. Pada tahun
1950 bernama Balai Penyelidik Tanah, dan tahun 1961 menjadi Lembaga
Penyelidikan Tanah. Setahun kemudian (1962) bernama Penyelidikan Tanah dan
Pemupukan, selanjutnya menjadi Lembaga Penelitian Tanah pada tahun 1976, dan
menjadi Pusat Penelitian Tanah pada tahun 1981. Pada tahun 1990 mandat penelitian
meluas kebidang agroklimatologi dan namanya berubah menjadi Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat (Puslittanak). Pada tahun 2001 mendapat mandat untuk
8
pengembangan, sehingga menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat (Puslitbangtanak). Pada tahun 2006 mendapat mandat untuk
meningkatkan kinerja sehingga menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumber Daya Lahan Pertanian.
Berdasarkan SK. Menteri Pertanian: 08/ pemerintahan/ OT.140/ 3/ 2006. Pada
tanggal 1 maret 2006, dibentuk tiga balai dan satu lokasi penelitian, yang merupakan
unit pelaksana teknis dari Balai Besar Litbang SDLP. Balai-balai tersebut adalah
Balai Penelitian Tanah (Balittanah) di Bogor, Balai Penelitian Agroklimat dan
Hidrologi (Balitklimat) di Bogor, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balitra) di
Banjarbaru, dan Lokasi Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian (Lolingtan). Di
Jakenan, Jawa Tengah.
B. Tugas dan Fungsi Balittanah
Sebagai balai penelitian tingkat nasional, Balittanah mempunyai tugas
melaksanakan penelitian dalam bidang inventarisasi dan pengelolaan sumber daya
tanah untuk mendukung pembangunan pertanian dan menjaga kelestariannya.
Balittanah menyelenggarakan fungsi :
1. Inventarisasi dan evaluasi potensi sumber daya tanah.
2. Penelitian konservasi tanah.
3. Penelitian kesuburan tanah dan pemupukan.
4. Penelitian biologi tanah.
5. Penelitian aplikasi teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografi.
9
6. Pemberian pelayanan teknis penelitian tanah serta penyebarluasan informasi
dan hasil penelitian tanah.
C. Struktur Organisasi Balittanah
Pelaksanaan kegiatan penelitian, Balittanah didukung oleh tenaga peneliti,
teknisi, dan tenaga administrasi dengan jumlah karyawan keseluruhan 322 orang.
Balai penelitian tanah dipimpin oleh seorang Kepala Balai (eselon III), yang struktur
organisasinya terdiri dari :
1. Dua unit struktural, yaitu :
a. Bidang Tata Operasional.
b. Bidang Pelayanan Penelitian.
2. Unit Fungsional, unit ini terdiri dari lima kelompok penelitian yang bertugas
meneliti tanah dan agroklimat, yaitu :
a. Kelompok Peneliti Pedologi.
b. Kelompok Peneliti Kesuburan Tanah.
c. Kelompok Peneliti Biologi Tanah.
d. Kelompok Peneliti Konservasi Tanah dan Pengelolaan Air.
e. Kelompok Peneliti Penginderaan Jauh.
10
Balai Penelitian Tanah dalam melaksanakan tugasnya dipimpin oleh seorang
kepala balai yang dibantu oleh subbag tata usaha, dan seksi-seksi, serta kelompok
peneliti, seperti terlihat dalam gambar 1.
STRUKTUR ORGANISASI BALITTANAH
Gambar 1. Struktur Organisasi Balittanah
SIE. JASA PELAYANAN PENELITIAN
KEL. PELAYANANPEDOLOGI
SIE. PELAYANAN TEKNIK
KEPALA BALAI
SUBBAG TATA USAHA
KEL. PELAYANAN KONSERVASI TANAH
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
KEL. PELAYANAN KESUBURAN TANAH
KEL. PELAYANAN BIOLOGI TANAH
KEL. PELAYANAN PENGINDERAAN JAUH
INSTALASI LABORATORIUM KIMIA
11
D. Instalansi Laboratorium Kimia Balai tanah
Laboratorium Kimia dalam stuktur organisasi dimasukkan dalam suatu bagian
yang disebut instalasi. laboratorium mendapat pengawasan dari atasan langsung yang
bertanggung jawab kepada kepala balai. Selain analisis rutin, laboratorium tanah juga
membantu proyek penelitian serta membantu pihak luar yang memerlukan data
analisis kimia tanah, tanaman, pupuk, dan air irigasi.
Tugas instalasi laboratorium Kimia meliputi, memberikan data analisis tanah,
tanaman, pupuk dan menganalisis air irigasi guna penelitian klasifikasi, evaluasi
tanah, penelitian kesuburan tanah untuk menyusun rekomendasi pemupukan serta
kebutuhan data analisis dari pihak swasta.
Laboratorium Kimia terdiri atas ruang utama yang cukup luas, dilengkapi
dengan meja laboratorium dan ruang khusus, seperti: ruang timbang, ruang asam,
ruang pengukuran (instrument), dan ruang administrasi. Selain itu terdapat pula ruang
persiapan contoh.
Peralatan laboratorium terdiri atas :
1. Alat gelas, seperti: piala gelas, labu ukur, gelas ukur, labu Kjeldahl, erlenmeyer,
tabung reaksi, dan sebagainya dalam jumlah yang banyak tergantung dari jenis
analisis dan kepastian kerja laboratorium.
12
2. Alat penunjang, seperti: neraca, mesin kocok, oven, alat destruksi, pemanas lisrik,
penggiling, alat pemusing, dan sebagainya.
3. Alat pengukur, seperti: pH-meter, konduktometer, flametometer,
spektrofotometer UV-VIS, Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), dan
Autoanalizer.
E. Pengawasan Hasil Analisis
Penyelesaian hasil analisis lebih dari 10.000 contoh tiap tahun merupakan
proses produksi tersendiri, yang diperlukan pengawasan khusus. Untuk memudahkan
pengawasan perlu untuk mengetahui sumber-sumber yang mungkin dapat
menimbulkan kesalahan.
Ada dua jenis pengawasan, yaitu :
1. Pengawasan Luar.
Menyangkut semua yang berhubungan dengan keadaan sebelum pengambilan dan
pengiriman contoh.
2. Pengawasan Dalam.
Kualitas hasil analisis yang akurat dihasilkan dari kerja uji silang (Cross Cheking
Working Group), yang diikoordinasikan oleh Balai Besar Litbang Sumber Daya
Lahan Pertanian (BBSDLP), dengan anggota kelompoknya terdiri dari 57
laboratorium di Indonesia. Balai Besar Litbang SDLP juga ikut dalam kelompok
13
uji silang internasional yaitu IPE (International Plant Exchange) dalam hal uji
silang tanaman, dan ISE (International Soil Exchange) untuk uji silang tanah yang
berpusat di Belanda.
F. Visi dan Misi Balittanah
Visi Balittanah adalah menjadi balai penelitian yang mampu menghasilkan
dan memperbaiki teknologi pengelolaan sumber daya tanah untuk memenuhi
kebutuhan pengguna.
Misi Balittanah adalah melaksanakan penelitian dasar dan terapan untuk
menghasilkan data dan teknologi pengelolaan sumber daya tanah, proaktif dan
dinamis dalam menentukan dan mencari solusi tentang teknologi pengelolaan tanah,
data dan informasi sumber daya tanah. Menghasilkan teknologi pengelolaan tanah
serta data dan informasi tentang sumber daya tanah yang mudah diadopsi dan
memenuhi kebutuhan atau permintaan stakeholders.
14
BAB III
KEGIATAN DI LABORATORIUM
A. Uraian Tentang Tanah
1. Tanah
Menurut Joofe dan Marbut (dua ahli ilmu tanah dari Amerika Serikat )
mereka mengatakan bahwa “tanah adalah tubuh alam yang terbentuk dan berkembang
sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-bahan alam di permukaan
bumi. Tubuh alam ini dapat berdifferensisi membentuk horizon-horizon mineral
maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda sifatnya dengan bahan
induk yang terletak di bawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat
fisis maupun kehidupan biologisnya”.
Tanah didefinisikan sebagai kumpulan dari benda alam di permukaan bumi
yang terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air, dan udara yang
berfungsi sebagai media tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno, 1985).
15
Tanah menurut Saeni (1989) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menerangkan banyak zat yang ditemukan di atas permukaan bumi dan yang dapat
mendukung kehidupan tanaman.
Definisi umum mengatakan bahwa tanah adalah kumpulan benda alam yang
menempati perkumpulan bumi dan merupakan media tumbuh-tumbuhan yang
mempunyai sifat-sifat sebagai hasil pengaruh integrasi dari iklim dan jasad hidup
terhadap batuan induk, dipengaruhi oleh relief atau bentuk wilayah dan jangka waktu
lamanya pembentukan. Dalam pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai
media tumbuhnya tanaman darat (Hardjowigeno, 2003).
Umumnya tanah-tanah yang di jumpai mempunyai kadar anorganik lebih
dominan dari bahan penyusun lainnya. Pada lapisan atas permukaan tanah akan di
jumpai bahan organik dalam jumlah yang relatif kecil, biasanya berkisar antara1–6 %.
Karena bahan mineral lebih dominan maka tanah tersebut digolongkan kepada tanah
anorganik.
Di rawa-rawa atau tempat-tempat berair, penimbunan bahan organik akan
terjadi. Dengan demikian berlangsung pembentukan gambut atau bahan organik.
Kadar bahan organik lebih dari 20 % merupakan angka untuk tanah organik
(Hardjowigeno, 1985).
Bahan mineral dalam tanah berasal dari pelapukan batu-batuan. Oleh karena,
itu susunan mineral di dalam tanah berbeda-beda, sesuai dengan susunan mineral
16
batu-batuan yang melapuk. Pecahan batuan merupakan peninggalan batuan besar
yang telah mengalami hancuran iklim.
Batuan-batuan tersebut dapat dibedakan tiga jenis, yaitu : batuan vulkanis
(dari gunung berapi), batuan endapan dan batuan metamorfosa. Batuan vulkanis
umumnya terdiri dari mineral-mineral yang terendah kadar unsur haranya.
Mineral seperti kwarsa dan lainnya yang disebut mineral primer tahan
terhadap pengaruh hancuran dan susunannya hampir tidak berubah dan tidak berbeda
dari batuan semula. Mineral-mineral lain seperti liat silikat dan oksida besi dibentuk
dari mineral lain yang tidak tahan terhadap gaya-gaya hancuran selama
perkembangan regional dan pembentukan tanah disebut mineral sekunder.
Pada umumnya mineral primer di jumpai dalam ukuran besar, sedangkan
ukuran-ukuran halus terdiri dari mineral sekunder. Dengan demikian ukuran butiran
berkaitan dengan sifat-sifat tanah yang kita temukan di lapang. (Hardjowigeno,
1985).
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tumbuhan dan
binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.
Bahan demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad
mikro. Sebagai akibat itu berubah terus dan tidak mantap selalu harus diperbaharui
melalui penambahan sisa-sisa binatang atau tanaman.
17
Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan sumber utama nitrogen,
fosfor, dan belerang. Bahan organik cenderung meningkatkan jumlah air yang dapat
ditahan dan jumlah air yang tersedia bagi tanaman, akhirnya bahan organik
merupakan sumber energi bagi jasad mikro, tanpa bahan organik semua kegiatan
biokimia terhenti. Hasil yang tahan pelapukan yang dibentuk oleh jasad mikro dan
diubah dari bahan aslinya secara menyeluruh disebut humus. Bahan ini biasanya
berwarna hitam atau coklat dan bersifat koloidal, mampu menahan air dan ion hara
melebihi kemampuan liat. Dengan demikian, adanya humus dalam tanah membantu
peningkatan produktivitas tanah. (Hardjowigeno, 1985).
2. Bahan – bahan penyusun tanah
Tanah tersusun dari empat bahan utama, yaitu: bahan mineral, bahan organik,
air dan udara. Bahan penyusun tersebut jumlahnya masing-masing berbeda untuk
setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah.
a. Bahan mineral.
Bahan mineral merupakan zat yang terbentuk di alam dengan sifat-sifat kimia
dan fisika yang berbeda. Bahan mineral dalam tanah berasal dari pelapukan batu-
batuan. Oleh karena itu susunan mineral dalam tanah berbeda-beda sesuai dengan
susunan mineral batu-batuan yang lapuk.
Bahan mineral dalam tanah berasal dari pelapukan batu-batuan, sesuai dengan
kandungan mineral batuan yang mengalami pelapukan. Batuan vulkanik merupakan
18
salah satu jenis batuan yang banyak mengandung unsur hara tanaman, sedangkan
batuan endapan dan metamorfosa mengandung unsur hara yang rendah.
Mineral tanah dibedakan menjadi primer dan sekunder. Mineral primer
berasal langsung dari batuan yang lapuk, umumnya terdapat dalam bentuk pasir dan
debu. Mineral sekunder merupakan mineral bentukan baur yang terbentuk saat
pembentukan tanah berlangsung, yang terdapat dalam fraksi liat (Hardjowigeno,
1987).
b. Bahan organik.
Bahan organik terakumulasi di permukaan tanah yang berasal dari hancuran
bahan organik kasar dari senyawa baru yang terbentuk dari hancuran bahan organik
tersebut yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam tanah.
Kandungan bahan organik dalam tanah sangat sedikit (± 5%) tetapi
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sifat tanah dan kehidupan tanaman.
Bahan organik berperan sebagai pembentuk butir (granulator) dari bahan mineral
sehingga membuat tanah tersebut akan semakin gembur. Sumber unsur hara fosfor
(P), belerang (S), dan nitrogen (N) berguna meningkatkan daya tahan untuk menahan
tanah dan unsur hara, serta sumber energi utama bagi mikroorganisme (buckman dan
brady, 1987).
c. Air.
19
Air terdapat dalam tanah disebabkan karena adanya gaya adhesi, kohesi dan
gravitasi bumi. Berdasarkan gaya tersebut, maka air tanah dapat dibedakan menjadi :
1) Air hidroskopis, yaitu air yang diserap tanah sangat kuat sehingga tidak dapat
digunakan oleh tanaman.
2) Air kapiler, yaitu air dalam tanah yang dipengaruhi oleh gaya kohesi (tarik
menarik antara butir air) dan adhesi yang kuat daripada gaya gravitasi bumi
(Hardjowigeno, 1987).
d. Udara.
Susunan udara dalam atmosfir berbeda dengan susunan udara didalam tanah,
hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1) Kandungan uap air dalam tanah lebih tinggi daripada di atmosfir.
2) Kandungan gas CO2 dalam tanah lebih besar daripada di atmosfir.
3) Kandungan gas O2 dalam tanah lebih besar daripada di atmosfir akibat adanya
proses dekomposisi bahan organik atau pernapasan mikroorganisme dalam tanah
yang mengambil oksigen dan melepaskan gas karbondioksida (Hardjowigeno,
1987).
B. Uraian Tentang Analisis Tanah Rutin
1. Persiapan Contoh
20
Persiapan contoh untuk analisis di laboratorium merupakan standar untuk
mengerjakan analisis tanah, kesalahan kerja pada waktu persiapan contoh akan
menyebabkan semua hasil analisis salah.
Contoh tanah yang baru datang dari lapang, disertai surat permintaan analisis
diterima oleh administrasi laboratorium, dan di dokumentasikan. Kemudian contoh
dihancurkan di atas nampan, bobot minimum contoh untuk dianalisis adalah 500
gram kering. Contoh yang memenuhi syarat diberi nomor kemudian dikeringkan
dalam oven berkipas angin pada suhu 40 oC selama 24 jam atau 23-35 oC dan dengan
kelembaban anatara 20-40 % (biasanya dua hari untuk tanah berkadar humus rendah).
Tanah yang sudah kering kemudian ditumbuk dalam lumpang porselin atau dengan
mesin penggiling, selanjutnya disaring agar didapatkan tanah halus dengan ukuran
partikel 0,5 mm dan 2 mm.
2. Kemasaman Tanah (pH)
Kemasaman tanah (pH) menentukan ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
Metode penetapan aktivitas ion hidrogen dalam tanah dapat dibagi dalam dua
golongan, yaitu cara kolorimetri dan cara elektrometri (Peech dalam Black, 1965
dalam M. Sudjadi, 1971).
Cara kolorimetri menggunakan zat warna atau indikator asam-basa yang
perubahan warnanya berhubungan dengan aktivitas ion hidrogen. Cara ini berguna
untuk penetapan pH di lapang, sedangkan cara elektrometri menggunakan alat
21
pengukur pH yang menggunakan elektroda gelas dan elektroda kalomel. Terdapat
beberapa jenis kemasaman tanah yaitu:
a. Kemasaman Aktif, mengukur pH dari konsentrasi H+ dalam larutan tanah.
Ditetapkan dengan ekstrak air pada berbagai perbandingan tanah: air (1:1, 1:2,5
atau 1:5) lama pengocokan 30 menit. Kemudian diukur menggunakan pH meter
dengan elektroda gelas kombinasi disebut pH H2O.
b. Kemasaman cadangan/ potensial, mengukur pH dari H+ yang berasal dari larutan,
jerapan tanah, dan H+ dari hidrolisis Al3+ yang dikeluarkan dari jerapan. Biasanya
dalam bentuk ekstrak KCl 1 M dan disebut pH KCl.
Dalam tanah pH merupakan suatu nilai yang sangat berguna. Misalnya secara
umum dapat dikatakan jika suatu tanah memiliki pH dibawah 4,0, maka dapat diduga
tersebut memiliki asam- basa bebas, seringkali merupakan oksida sulfida. Suatu pH
dibawah 5,5 menunjukan kemungkinan Al dapat ditukar dalam jumlah yang perlu
dipertimbangkan. Tanah yang memiliki pH antara 7,8 – 8,2 menunjukan adanya
akumulasi CaCO3 dalam tanah. pH dapat digunakan untuk memperkirakan kejenuhan
basa dari suatu tanah (Mc. Lean, 1982 dalam Suharjo 1990).
Pada tanah pH menentukan mudah tidaknya unsur- unsur hara diserap
tanaman. Pada umumnya unsur mudah diserap pada pH netral, karena pada pH
tersebut unsur hara mudah larut dalam air. Pada pH asam unsur P tidak dapat diserap
tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al. Sedangkan pada pH basa unsur P tidak
22
dapat diserap karena difiksasi oleh Ca. Pada tanah pH dapat menunjukan adanya
unsur-unsur beracun. Pada tanah-tanah masam banyak ditemukan ion- ion Al selain
yang memfiksasi unsur P juga bersifat racun bagi tanaman. Tanah-tanah rawa yang
sangat masam terdapat kandungan sulfat yang tinggi juga bersifat meracuni tanaman
(Hardjowigeno, 1987).
3. Alumunium dapat ditukar
Alumunium merupakan kation yang mendominasi kompleks jerapan pada
tanah masam, alumunium tanah diikat kuat dan kelarutannya dalam larutan tanah
ditentukan oleh pH, kelarutan Al akan terjadi pada pH kurang dari 5,0. Hambatan
pertumbuhan tanaman sering dihubungkan dengan keracunan Al. Jumlah alumunium
yang dapat dipertukarkan dapat dijadikan dasar penentuan kebutuhan kapur.
Alumunium ditetapkan dengan metode titrimetri dengan pengekstrak KCl 1 M.
Alumunium dalam tanah merupakan sumber kemasaman karena Al3+ akan
menyumbangkan ion H+ ke dalam tanah melalui proses hidrolisis:
Al3+ + 3 H2O Al (OH)3 + 3 H+
Kemasaman tanah dapat dipertukarkan dengan metode titrasi dengan penambahan
pereaksi pengkompleks atau ion F-. Penetapan Al dapat ditukar (dd) menggunakan
pengekstrak KCl 1M atau BaCl2.
Bila kation – kation Al3+ yang terserap pada partikel liat diekstraksi dengan
larutan KCl 1 N maka akan terjadi pertukaran kation dan pembebasan ion Al3+ dan
23
ion H+. Selanjutnya ion H+ dan Al3+ dapat ditentukan dengan jalan titrasi larutan
jenuh dengan larutan baku NaOH sehingga terbentuk Al(OH)3 dan air. Penambahan
NaF pada larutan yang telah dititrasi akan mengubah senyawa Al(OH)3 manjadi
kompleks stabil dari fluoroaluminat dan akan mengeluarkan NaOH. Jumlah ion Al3+
yang dibebaskan setara dengan NaOH yang dikeluarkan. NaOH produk diketahui
dengan menitarnya memakai larutan HCl baku (Mc Lean, 1965 dalam mahfud 1990).
4. Fosfor dan Kalium
Untuk memenuhi kebutuhan tanaman empat sumber fosfor dan kalium utama
yaitu; 1. Pupuk buatan, 2. Pupuk kandang, 3. Sisa tanaman dan pupuk hijau, 4.
senyawa alamiah baik organik maupun anorganik dari kedua unsur tersebut yang ada
dalam tanah. Fosfor adalah bagian terpenting penyusun sel hidup, dalam tanah
berkisar antara 0,02-0,5 persen fosfor atau 0,12 persen P205. Fosfor terdapat
sebagai : 1. senyawa anorganik hasil kombinasi unsur–unsur kalsium, magnesium,
besi, alumunium dan mineral liat, 2. senyawa organik dalam bentuk sisa–sisa
tanaman atau binatang atau hasil–hasil kegiatan mikroba. Konsentrasi fosfor tersedia
dalam larutan tanah umumnya rendah bila dibandingkan dengan unsur-unsur hara
lainnya. Fosfor dalam tanah merupakan bentuk organik dan anorganik.
P- tersedia sangat sedikit terdapat dalam tanah karena cendrung bereaksi
dengan komponen tanah menjadi senyawa tidak larut/tidak tersedia. Fosfor diserap
tanaman dalam bentuk H2PO4- (ortoposfat primer), HPO4
2- (ortoposfat sekunder) dan
24
sedikit sekali P-organik yang larut dalam air (Soepartini, M. 1987). Ada dua macam
penetapan untuk menilai kadar P2O5. Kadar cadangan ditetapkan dengan ekstrak HCl
25 %, serta kadar tersedia ditetapkan dengan cara Olsen pada pH netral-basa atau cara
Bray pada pH tanah masam (Suharjo, 1990).
Pada dasarnya sebagian besar dari penetapan fosfor terdiri dari dua tahap,
tahap pertama yaitu pengekstraksian fosfat dengan beberapa macam pereaksi dan
yang kedua penetapan fosfor secara kuantitatif dari ekstrak-ekstrak tersebut. Begitu
juga untuk pengukuran kalium yang pengukurannya dilakukan dengan fotometer
nyala.
Pemilihan metode ekstrak penetapan fosfor dalam tanah tergantung pada
konsentrasi fosfor dalam larutan dan konsentrasi senyawa yang dapat mengganggu
penetapan itu sendiri. Olsen, Cole, Watanabe dan Dean pada tahun 1954
menganjurkan untuk memakai larutan NaHCO3 0,5 M pH 8,5 untuk tanah bereaksi
basa, NaHCO3 akan mengurangi aktivitas Ca2+ yang berarti memperbesar kelarutan
fosfat. Untuk tanah masam dan netral diperbesar daya larut fosfor yang berada dalam
bentuk Ca-P, fosfat kompleks adsorpsi digantikan oleh HCO3-, CO3
2-,dan OH-. Cara
penetapan fosfor dengan biru molibden sangat peka, oleh karena itu cara ini sangat
banyak digunakan, baik untuk ekstrak yang kandungan fosfornya rendah maupun
sebagai fosfor potensial. Ion-ion ortofosfat dalam lingkungan asam fosfomolibdat,
dan reduksi yang selektif akan membentuk warna biru, intensitas warna yang
dibentuk akan sebanding dengan fosfat yang terdapat dalam asam heteropoli tersebut,
25
dan warna biru yang terbentuk akan bertahan lebih kurang 24 jam (Black et. al.,
1965).
Dalam analisis fosfat tersebut dipergunakan metode Bray I dan II dan metode
Olsen untuk fosfor tersedia, sedangkan untuk fosfor dan kalium sebagai unsur
cadangan menggunakan pengekstrak HCl 25 %.
Penyerapan kalium oleh tanaman dapat mendekati jumlah nitrogen bahkan
melebihi jumlah nitrogen tersebut, walaupun jumlah kalium dalam tanah terbatas.
Ketersediaan kalium diartikan sebagai kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat
diserap oleh tanaman. Sehubungan dengan itu, maka ketersediaan sangat tergantung
penambahan dari luar dan adanya kehilangan dalam tanah.
Bentuk-bentuk kalium dalam tanah dapat dibedakan dalam tiga kelompok :
K-tidak tersedia : K yang terikat pada bagian struktur mineral primer dan sekunder.
K-lambat tersedia : lambat laun dapat menjadi K-tersedia , 1-10 % dari K-total
K-langsung tersedia : bagian yang larut dan teradsorbsi pada permukaan koloid tanah
jumlahnya 1-2 % dari K-total.
Dalam tanah terjadi keseimbangan antara tiga bentuk tersebut. Bila tanaman
menyerap K-langsung tersedia dan K-tidak tersedia akan membentuk atau mengisi
kembali kekurangan K-tersedia.
[K-tidak tersedia] [K-lambat tersedia] [K-langsung tersedia]
26
Ada dua macam penetapan untuk penilaian kadar K2O. kadar K potensial
ditetapkan dengan ekstrak HCl 25 % serta penetapan K tersedia dengan ekstrak
NH4Asetat pH 7,0. Dalam penetapan potensi lahan, biasanya digunakan penetapan
K-tersedia (Suharjo, 1990). Pengekstrakskan dengan HCl 25% akan mengubah
bentuk kalium yang larut dalam larutan tanah karena adanya pertukaran oleh ion
H+.Terdapat dua macam penetapan untuk penilaian kadar K2O. Kadar cadangan
ditetapkan dengan ekstrak HCl 25 %, serta penetapan ekstrak ammonium asetat pH 7.
Untuk menetapkan potensi lahan, biasanya digunakan penetapan K-cadangan
(Suharjo, 1990).
5. Nilai Tukar Kation (NTK) dan Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Penetapan NTK meliputi penetapan kation-kation yang dapat dipertukarkan
dan KTK. Menurut Soepartini (1978) bahwa “ nilai tukar kation atau kapasitas
adsorbsi adalah kemampuan tanah untuk mengadsorbsi sejumlah kation dalam
me/100gram. NTK dari tanah tergantung pada jumlah, jenis liat dan humus…”.Satu
ekivalen adalah suatu jumlah yang secara kimia setara dengan 1 gram Hidrogen.
Jumlah atom setiap satu ekivalen adalah 6,02 x 1023. dengan demikian 1 miliekivalen
setara dengan 1 mg Hidrogen dan terdiri dari 6,02 x 1020 atom Hidrogen. Bila tanah
memiliki Kapasitas Tukar Kation 1me/100gram berarti setiap 100g tanah
mengandung 6,02 x 1020 muatan negatif. Dalam Taksonomi Tanah, semenjak tahun
27
1987, satuan me/100g diganti menjadi cmol (+)/ kg, dimana 1me/100g tanah = 1cmol
(+) / kg tanah.
Kapasitas adsorpsi dinyatakan sebagai jumlah maksimum miligram setara
(mgst) kation yang dapat diadsorpsi tiap 100 gram tanah kering mutlak (M. Sudjadi,
IM. Widjik, 1971).
Reaksi tukar kation dalam tanah terjadi terutama di dekat permukaan liat yang
berukuran seperti koloid dan partikel-partikel humus yang disebut misel. Setiap misel
memiliki beribu-ribu muatan negatif yang kemudian dinetralisir oleh kation yang
diadsorbsi (Foth, H.D 1988).
Metode yang paling banyak dipakai dalam penetapan NTK ialah penjenuhan
dengan CH3COONH4 yang dapat dilakukan secara perkolasi...(Sudjadi, 1971).
Pertukaran kation dalam tanah terjadi karena adanya muatan negatif dari
koloid tanah menyerap katio-kation dalam bentuk dapat dipertukarkan. Kation
tersebut terdiri dari kation pembentuk kebasaan (K+, Na+, Ca2+, Mg2+) serta kation
pembentuk kemasaman (Al3+, H+) (Soepartini, M. 1987).
Hampir semua kation yang dapat diserap oleh liat dan humus dapat
mempengaruhi sifat kimia dan fisika tanah. Kation-kation itu adalah Ca2+, Mg2+, K+,
Na+,Al3+,dan H+, karena kation-kation itu mudah dipertukarkan maka dinamakan juga
kation-kation yang dapat dipertukarkan. Kejadian ini disebut pertukaran kation dan
merupakan kejadian terpenting dalam tanah.
28
Pada dasarnya kapasitas adsorpsi dapat dibagi dalam dua tahap, pada tahap
pertama kompleks koloid tanah dijenuhkan dengan suatu kation indeks hingga
seluruh kation yang dapat dipertukarkan dapat dikeluarkan dari kompleks jerapan
tanah. Pada tahap kedua, kation indeks yang jenuhkan koloid tanah ditukarkan secara
kuantitatif dengan kation lainnya, pertukaran ini dinyatakan dalam milligram setara
tiap 100 gram tanah kering mutlak.
Besarnya Kapasitas Tukar Kation dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu
sendiri, yaitu:
a.pH tanah.
Pada pH rendah, hanya sedikit kation-kation yang dapat dipertukarkan
sebagai akibat dari kuatnya serapan H oleh kompleks adsorbsi. Dengan
meningkatnya pH maka H dan Al dapat digantikan membentuk Al(OH)3
Dengan demikian pertukaran itu meningkatkan Nilai Kapasitas Tukar
Kation.
b. Tekstur tanah
Harga KTK berbanding lurus dengan jumlah butir liat. Semakin banyak
jumlah liat makin tinggi harga KTK. Makin halus tekstur tanah makin besar
pula jumlah koloid organiknya, KTK juga semakin besar.
29
c. Jenis mineral
Jenis- jenis koloid memiliki muatan yang beragam oleh karena itu memiliki
KTK yang beragam pula.
d. Bahan Organik
Bahan Organik memiliki daya serap kation yang lebih besar daripada koloid
liat, sehingga semakin tinggi pula KTKnya.
e. Pengapuran dan pemupukan
Pemberian kapur akan menaikan pH tanah, sehingga harga KTKnya akan
naik sebanding dengan naiknya pH.
Kejenuhan basa adalah perbandingan jumlah kation-kation basa dengan
jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks
jerapan tanah, dapat dihitung dengan rumus (Hardjowigeno, 1987):
Kejenuhan basa = Jumlah kation basa x 100 %
KTK
Bila suatu tanah memiliki Kejenuhan Basa 40 % berarti 40 % dari KTK
ditempati oleh basa- basa tukar dan 60 % ditempati oleh H+ dan Al3+, sehingga pH
menjadi rendah. Kejenuhan Basa merupakan potensi ketersediaan hara dalam tanah.
Nilainya berkaitan dengan curah hujan, lokasi pada lahan, dan jenis mineral liat.
Daerah kering atau daerah lembab mempunyai Kejenuhan Basa lebih baik karena
terjadi akumulasi CaCO3 (Suharjo, 1990).
30
6. Karbon Organik
Penetapan bahan organik berdasarkan oksidasi karbon, dua cara oksidasi yang
sering digunakan untuk penetapan ini adalah oksidasi basah dan oksidasi kering.
Laboratorium tanah Balittanah menggunakan metode oksidasi basah dengan
menggunakan kalium dikhromat dan asam sulfat pekat, pengukuran kepekatan bahan
organik dilakukan secara kolorimetri, oksidasi tersebut dikenal dengan nama metode
Kurmies.
Sedangkan metode oksidasi kering menurut Dentendt hanya digunakan untuk
kalibrasi cara-cara basah (Walkley dan Black,1934 ; Allison LE 1935 dalam
M.Sudjadi, 1971).
Metode penetapan bahan organik tanah dapat dikelompokan sebagai berikut:
a. Metode berdasarkan kehilangan bobot karena pemanasan.
Bahan organik yang terkandung dalam sejumlah tanah dihilangkan seluruhnya
dengan pemanasan pada suhu tertentu. Dalam pelaksanaanya tidaklah demikian
sederhana, karena cara ini tidak mampu memisahkan antara kehilangan bobot organik
dan kehilangan CO2 dari senyawa karbon dan air, serta unsur-unsur hidroksil dari liat.
b. Metode bedasarkan unsur C
Unsur karbon dapat ditetapkan secara jumlah melalui pereaksi tertentu, kadar
C-organik ini dapat dinyatakan sebagai kadar baham organik yang dikalikan dengan
faktor Van Bemmelen, yaitu 1,724 atau 100/58. Penggunaan faktor ini didasarkan
31
pada anggapan bahwa bahan organik yang terkandung 58%. Studi terbaru Broadbent
menunjukan bahwa faktor konversi C-organik menjadi bahan organik pada
permukaan tanah ± 1,9 dan untuk subsoil 2,5.
c. Metode berdasarkan oksidasi basah.
Cara ini dikembangkan oleh Wakley dan Black (1934). Bahan organic
dioksidasi oleh Cr2O72- dalam suasana asam. Jumlah Cr2O7
2- yang tereduksi setara
dengan jumlah C-organik dalam tanah (Animous, Faperta IPB, 1980).
Dalam tanah terdapat hubungan antara kadar bahan organik dan nitrogen
tanah, yang dinyatakan dengan nilai (C/N) karena:
1. Terdapat kemungkinan nitrogen antara jasad renik dan tanaman.
2. Diperlukan dalam pengaturan bahan organik tanah, nitrogen tersedia dan
kecepatan pembusukan (Soepartini, M. 1987).
7. Nitrogen Total
Secara umum nitrogen terdapat dalam dua bentuk yaitu anorganik seperti
NO3, NO2, NO, dan gas N2 Sedangkan N-organik dalam tanah pada umumnya
terdapat dalam asam amino, dan protein.
Tumbuhnya tanaman dengan baik terbatas pada banyaknya jumlah nitrogen
tersedia, dan ketersediaan nitrogen tergantung pada banyaknya jumlah hara yang lain
(Soepartini, 1978). Bentuk nitrogen yang berarti bagi tanaman ialah bentuk NH4+,
32
NO3-. Pengaruh nitrogen paada tanaman sangat jelas dan cepat. Tumbuhan yang
diberi nitrogen menghasilkan daun-daun yang lebar dengan warna hijau tua. Hal ini
mengakibatkan orang cendrung menggunakan pupuk nitrogen secara berlebihan
dengan tidak menyadari kerugiannya. Sebagai contoh tanaman padi, maka jika terlalu
banyak pupuk nitrogen yang ditambahkan tanaman tersebut akan mudah roboh
(Soepartini, 1978).
Sebagian besar nitrogen dalam tanah didapatkan dalam bentuk organik, dan
hanya sedikit dari nitrogen tanah terdapat dalam bentuk ammonium dan nitrat yang
merupakan bentuk nitrogen tersedia bagi tanaman (Hardjowigeno, 1987).
Dua cara penetapan nitrogen total yang sering digunakan yaitu cara Kjeldahl
dan cara Dumas. Cara Kjeldahl yang digunakan biasanya cara makro, mikro, atau
ultra mikro. Pada dasarnya cara Kjeldahl adalah pengabuan basah dengan H2SO4
sehingga terbentuk N diubah ke bentuk NH4+ yana dapat diukur, sedangkan cara
Dumas pengabuan kering (Sudjadi, 1971).
8. Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukkan perbandingan relatif dari berbagai kelompok
besar butir primer, kelompok ukuran butir tersebut adalah pasir 2mm–50 μ,
debu 50 μ–2 μ, liat kurang dari 2 μ (Hardjowigeno, 2002)
Fraksi pasir dan debu mempunyai aktivitas permukaan yang rendah sehingga
secara fisik dan kimia dapat dikatakan tidak aktif. Fraksi liat menetukan kapasitas
33
menahan air dan Nilai Tukar Kation. Penetapan tekstur yang dilakukan di
laboratorium tanah Balittanah Bogor dengan metode pemipetan, sementara pasir,
debu, dan liat ditetapkan secara gravimetri. Dalam penetapan ini mula-mula bahan
organik dioksidasikan dan garam yang mudah larut dihilangkan dari tanah. Setelah itu
baru pasir dipisahkan dengan pengayakan basah, debu dan liat dipisahkan dengan
cara pemipetan yang berdasarkan perbedaan kecepatan mengenap menurut Hukum
Stoke (Akademi Kimia Analisis, 1980).
Penetapan kelas tekstur secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu: penetapan
kasar di lapangan dapat ditentukan dengan memijat tanah diantara jari-jari sambil
dirasakan halus kasarnya, seperti adanya butir-butir pasir, debu, dan liat. Penetapan di
Laboratorium dapat dilakukan dengan lebih kuantitatif. Penetapan tekstur tanah
berdasarkan hukum Stoke yang menyangkut kecepatan alir dari butiran berbentuk
bola dalam suatu cairan. Penetapan tekstur tanah yang biasa dilakukan di
laboratorium ialah dengan cara pemipetan dan cara hidrometer (Suharjo, 1990 ).
9. Kadar Air
Kadar air dapat ditetapkan dengan cara yang paling umum digunakan yaitu
pengeringan pada suhu 105C, karena ini lebih murah dan mudah dilaksanakan
dengan tingkat ketelitian yang dapat dipetrtanggungjawabkan (Adhi, 1978)
Terdapat beberapa cara penetapan kadar air diantaranya yaitu cara
penguapan dengan infra merah, Aufhauser, Karl Fischer, Xylol (dengan pelarut yang
34
tidak campur), pengeringan vakum, dan pemanasan langsung. Di Laboratorium
Kimia Tanah (Balittanah) dilakukan metode pemanasan langsung.
Kadar air perlu ditetapkan dengan tujuan untuk menyeragamkan kelembaban
tanah. Tanah- tanah yang lembab tentunya banyak mengandung air sehingga jumlah
tanah yang dianalisis relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan tanah yang kurang
lembab, sehingga mempengaruhi kandungan unsur- unsur hara yang sebenarnya
(Adhi, 1978).
Tanah kering oven digunakan sebagai dasar untuk menunjukan kandungan air
dalam tanah. Tanah yang lembab banyak mengandung air, sehingga tanah yang
dianalisis relatif sedikit dibandingkan dengan tanah yang kering, sehingga
mempengaruhi kandungan unsur hara yang sebenarnya. Penetapan ini digunakan
untuk faktor koreksi bahan kering.
35
C. Alat Instrumen
1. pH meter
Gambar 2. Skema elektroda gelas kombinasi.
Pengukuran pH dengan alat pH meter merupakan metode analisis potensiometri.
Elektroda berfungsi untuk mengukur perbedaan tegangan antara referensi dengan
Elektroda referensi
Poros salt-bridge
Kabel penghubung ke pH meter
Lubang untuk mengisi elektrolit
Elektroda gelas
Membran gelas
36
larutan contoh. Elektroda tunggal hanya memiliki salah satu fungsi pengukuran
tersebut, sedangkan pada elektroda kombinasi kedua fungsi pengukuran ada dalam
satu elektroda. Biasanya untuk pengukuran pH digunakan elektroda kombinasi gelas
dengan Ag/AgCl2 sebagai referensi.
2. Spektrofotometri
Hukum dasar yang dipakai dalam analisis spektrofotometri adalah hokum
Lambert-Beer, bahwa jika suatu cahaya monokromator melalui suatu media yang
transparan maka bertambah kurangnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding
dengan bertambahnya tebal dan kepekatan dari media (Krisnandi I, 2004).
Metode Spektrofotometer merupakan penyempurnaan dari metode kolorimetri
yang menggantikan faktor ketajaman mata dengan sel fotolistrik yang secara
langsung mengukur intensitas dari cahaya yang dipancarkan dan secara tidak
langsung cahaya yang diadsorbsi. Jadi tergantung pada warna dari benda (larutan)
(Krisnandi I, 2004).
Teknis analisis spektrofotometri merupakan cara analisis yang paling penting
dan paling luas penggunaannya. Semua teknik spektrofotometri berdasarkan atas
emisi atau absorbsi radiasi yang merupakan sifat khas dari perubahan energi tertentu
dalam suatu molekul atau atom. Perubahan energi ini berupa tingkatan energi
terkuantisasi yang mencirikan jenis-jenis atom atau molekul. Teori kuantum
menganggap radiasi sebagai suatu arus dari paket-paket energi yang disebut foton
atau kuantum yang bergerak dalam ruang pada kecepatan tetap c (c =2,998 x 10 8 ms-1
37
dalam ruang hampa). Hubungan antara energi foton (E) dengan frekuensi (V) oleh
teori gelombang dinyatakan dengan :
Dimana :
H adalah tetapan planck ( 6,6 x 10-34 Js ) dan adalah panjang gelombang. Bila suatu
substansi diradiasi dengan radiasi elektromagnet, energi dari foton dapat dipindahkan
ke atom atau molekul sehingga mengubah tingkatnya dari ground state ke exited state
(tereksitasi). Proses ini dikenal sebagai absorbsi, disertai pelemahan radiasi pada
frekuensi tertentu dan hanya akan terjadi bila perbedaan energi (E) kedua tingkatan
itu sama tepat dengan energi dari foton (hv). Energi yang diserap dengan cepat
diradiasikan kembali (emisi) dan hilang ke sekelilingnya disebabkan tubrukan,
sehingga sistem kembali ground state . Kadang kala energi tidak hilang seperti ini,
tapi diemisikan kembali beberapa milidetik kemudian, proses ini dikenal sebagai
fluorosensi. Dengan memanaskan bahan hingga suhu tinggi pada nyala, sebagai
energi kinetik digunakan untuk mengeksitasi atom ke tingkat energi lebih tinggi.
Atom tereksitasi kembali ke tingkat energi lebih tinggi. Atom tereksitasi kembali ke
tingkat asal sambil memancarkan emisi spontan dengan frekuensi (v) yang sesuai
dengan perbedaan tingkat energinya.
E = h.v = h.c/
38
3. Spektrofotometer Visibel dan Ultraviolet
Besarnya radiasi elektromagnet monokromatik yang diabsorbsi oleh substansi
merupakan fungsi dari konsentrasi substansi dan ketebalan media. Radiasi yang
diteruskan (T: transmittance). Didefinisikan sebagai rasio dari intensitas radiasi yang
tidak diserap (I) dengan intensitas awal (Io), jadi T = I / Io. Absorbansi (A) atau
kerapatan optik (OD = optical density) merupakan logaritma dari kebalikan
tranmittansi, A = log 1/T = log Io/I = є Cl, yang dikenal sebagai Hukum Lambert-
Beer. Dimana є adalah tetapan yang disebut koefisien absorbsivitas molar (absobansi
larutan 1 M dalam 1 cm sel), C adalah konsentrasi zat yang diukur dan l adalah
ketebalan media. Jadi A berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang akan diukur.
Transmittansi adalah 100 T dan persen absobansi adalah !00 (1-T). Hukum ini
umumnya berlaku untuk konsentrasi rendah.
Presisi pengukuran absorbansi tergantung dari kualitas instrumen dan jenis
unsur/senyawa kimia yang diukur. Kesalahan acak dalam pengukuran absorpsi
dikarenakan noise dari sirkuit pengatur pada absorbansi rendah, sedangkan radiasi
yang sangat sedikit mencapai detektor pada absorpsi tinggi memerlukan penguatan
besar.
Komponen-komponen dasar dari spektrofotometer terdiri atas sumber radiasi,
monokromator, sel tempat larutan contoh, detektor, penguat tegangan, dan alat
pembaca.
39
Gambar 3. Komponen-komponen dasar spektrofotometer
Sumber radiasi harus memberikan energi radian yang cukup meliputi daerah
panjang gelombang yang diukur dan memberikan intensitas cahaya yang konstan
selama pengukuran berlangsung. Lampu hidrogen atau deuterium digunakan pada
daerah ultraviolet (di bawah 360 nm) dan lampu filament, biasanya Tungsten
halogen, untuk panjang gelombang diatas 350 nm hingga 2,5 μm. Monokromator
berfungsi untuk menyediakan radiasi monokromatik, yaitu memilih radiasi sehingga
frekuensi yang terpilih sesuai dengan transisi energi sampel yang sedang diperiksa.
Untuk keperluan ini dapat digunakan fotometri filter, optik prisma atau grating
difraksi yang dikombinasikan dengan slit, cermin , dan lensa. Grating adalah gelas
yang permukaannya dibuat celah-celah paralel dengan ketelitian tinggi dan dilapisi
oleh alumunium. Detektor harus membangkitkan sinyal yang sesuai dengan intensitas
radiasi yang datang.
Pada instrumen yang menggunakan prinsip double beam cahaya
monokromatik dari sumber dibagi dua dengan intensitas yang sama. Berkas yang satu
melewati contoh dan lainnya melalui referensi. Fasilitas ini memberikan koreksi dari
efek matriks, noise instrumen dan drif.
SumberRadiasi Monokromator
Larutan contoh Detektor
Penguat Tegangan
Display RekorderPrinter
40
4. Spektrofotometer Serapan Atom
Prinsip spektrofotometer serapan atom mirip dengan spektrofotometer UV-
Vis. Perbedaannya hanya terletak pada sampel dan sumber radiasi. Pada SSA sampel
berupa atom dan sumber radiasi menggunakan lampu katoda cekung yang
memberikan radiasi lebih spesifik.
Apabila radiasi yang karakteristik dari transisi elektronik pada orbit terluar
atom unsur tertentu melewati uap atom unsur tersebut, maka sebagian radiasi akan
diserap. Radiasi terserap akan mengeksitasi elektron dari ground state yang ada
dalam uap atom. Perubahan energi yang terlibat sesuai dengan radiasi UV dan visible
medan spektrum. Oleh karena hanya atom dalam kondisi ground state yang
memberikan respon dalam cara ini, kondisi penguapan dan dekomposisi contoh harus
menghindari ionisasi. Hal ini dicapai dengan nyala panas yang tidak melebihi
30000K.
Radiasi dari lampu katoda melewati nyala burner yang dibentuk dari
campuran gas dan contoh aerosol melalui nebulizer dan spray chamber, ditangkap
oleh detektor, sinyal dikuatkan oleh amplifer dan kemudian dibaca oleh meter,
recorder atau printer. Sumber radiasi lampu deuterium digunakan untuk back ground
correctrion. Monokromator mengisolasi garis emisi tertentu dari banyak emisi garis
yang dipancarkan lampu katoda. Pengukuran absorpsi dilakukan dengan
41
membandingkan intensitas radiasi lampu katoda yang mancapai detektor dengan dan
tanpa pemasukan larutan sampel ke dalam nyala.
Fotometer nyala berfungsi seperti SSA tanpa menggunakan lampu katoda.
Intensitas radiasi yang dilepas oleh atom yang tereksitasi oleh nyala dan kemudian
kembali ke ground state sebanding dengan konsentrasi analit.
Amplifier
HCl Monokromator Detektor
Spray Chamber
Fuel Nebulizer
Oxidant Meter Printer Komputer
Sampel
Gambar 4. Spektrofotometer Serapan Atom
5. Auto Analyzer
42
Auto Analyzer adalah Spektrofotometer yang ditambah fasilitas pemberian
pereaksi dan pengambilan contoh secara otomatis. Pengambilan larutan contoh
dilakukan dengan sampler. Pereaksi dihisap dengan pompa peristaltic kemudian
dicampur jadi satu, diaduk dalam manifold dan kemudian dialirkan ke dalam sel
spektrofotometer untuk pengukuran. Hasil pengukuran direkam oleh plotter, monitor
atau printer. Keunggulan autoanalizer adalah lebih cepat, hemat tenaga, dan hasil
pengukuran lebih konsisten. Waktu pencampuran pereaksi dengan setiap contoh dan
deret standar tepat sama. Hal ini penting terutama pada pembentukan warna dengan
senyawa yang kurang stabil.
pompakolorimeter pencuci
manifold udara Samplertartratcontoh
370Cairfenolhipoklorit Contoh 45 dt Pencuci 15 dt
Buangan cair
Buangan udara
Gambar 5. Bagan Auto Analyzer
6. Flamefotometer.
Recorder
1.00.81.2
0.160.80.42
0.23
1.0
43
Bila suatu atom terkena energi panas, elektron kulit luar akan mengalami
ketidakstabilan sehingga tereksitasi ke tingkat energi yang paling tinggi, karena
keadaan tersebut tidak mantap, elektron tersebut akan kembali kelintas semula
dengan membebaskan energi berbentuk cahaya yang masing-masing memiliki
panjang gelombang spesifik yang berbeda-beda. Intensitas cahaya tersebut dapat
diukur oleh flamefotometer.
Gambar 6. Bagan Flamefotometer
44
D. Persiapan dan Metode Analisis Tanah
1. Persiapan contoh
a. Pencatatan contoh
Contoh dari lapangan yang disertai dengan surat permintaan analisis yang
berisi daftar contoh dan jenis analisis yang diperlukan, diterima oleh administrasi
laboratorium. Dalam buku administrasi dicatat nomor permintaan analisis, jumlah dan
nomor contoh. Untuk setiap contoh dibuat nomor laboratorium yang ditulis pula pada
label karton. Administrasi laboratorium juga membuat laporan hasil analisis yang
telah selesai dikerjakan. Surat permintaan dan daftar hasil analisis didokumentasikan.
b. Pengeringan
1) Contoh disebarkan di atas wadah yang dialasi kertas sampul. Label
karton yang berisi nomor laboratorium contoh diselipkan di bawah
kertas.
2) Akar – akar atau sisa tanaman segar, kerikil dan kotoran lain dibuang.
3) Bongkahan besar dikecilkan dengan tangan.
4) Simpan pada rak di ruanagan khusus bebas kontaminan yang terlindung
dari sinar matahari atau dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 40 oC.
c. Penumbukan / pengayakan
45
Contoh kering udara dibawa ke rung tumbuk dan disusun di atas meja sesuai
dengan nomor seri, nomor urut dan nomor laboratorium ditulis pada kantong plastik,
sedangkan pada botol contoh hanya ditulis nomor seri dan nomor urut contoh. Contoh
– contoh yang sudah disiapkan dimasukkan ke dalam plastik. Tanah di dalam kantong
plastik dimasukkan ke dalam botol contoh dengan nomor yang sama. Hati – hati agar
nomor contoh tidak tertukar.
Contoh – contoh tanah dengan ukuran partikel < 2 mm dan < 0,5 mm
disiapkan sebagai berikut :
1). Contoh ditumbuk pada lumpang porselen atau mesin giling untuk tanah
keras atau diayak menggunakan ayakan dengan ukuran lubang 2 mm.
2). Simpan dalam botol yang sudah diberi nomor contoh.
3). Contoh < 0,5 mm diambil dari contoh < 2 mm, digerus atau digiling dan
diayak dengan ayakan 0,5 mm.
d. Penyimpanan
Contoh yang akan dianalisis di simpan di ruang contoh yang dekat dengan
ruang timbang. Setelah selesai dianalisis disimpan dalam gudang penyimpanan
contoh untuk jangka waktu tertentu agar memudahkan bila diperlukan pengulangan
analisis.
2. Metode Analisis
46
a. Penetapan Kadar Air Mutlak
Dasar
Contoh tanah dipanaskan pada suhu 105 oC untuk menghilangkan air. Kadar air
contoh diketahui dari perbedaaan bobot contoh sebelum dan sesudah dikeringkan.
Faktor koreksi kelembaban dihitung dari kadar air.
Alat-alat yang digunakan :
1.Neraca analitik ketelitian tiga desimal.
2.Pinggan Alumunium.
3.Penjepit tahan karat.
4.Oven.
5.Eksikator.
Reaksi
Tanah . X H2O Tanah + H2O
Cara Kerja
1. Ditimbang 5 gram contoh tanah kering udara dalam pinggan aluminium yang
telah diketahui bobotnya.
2. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 3 jam.
3. Setelah itu pinggan diangkat dengan penjepit dan dimasukkan ke dalam
eksikator.
4. Setelah dingin, contoh ditimbang dan bobot yang hilang adalah bobot air.
47
Perhitungan
b. Penetapan pH Tanah Metode pH-meter
Dasar
Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah, yang dinyatakan
–log[H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensial larutan yang diukur
oleh alat dan konversi dalam skala pH. Elektroda gelas merupakan elektroda
selektif khusus H+ hingga memungkinkan untuk hanya mengukur potensial yang
disebabkan kenaikan konsentrasi H+. Potensial yang timbul diukur berdasarkan
potensial elektroda pembanding (kalomel atau AgCl). Biasanya digunakan satu
elektroda yang sudah terdiri dari elektroda pembanding dan elektroda gelas
(elektroda kombinasi). Konsentrasi H+ yang diekstrak dengan air menyatakan
kemasaman aktif, sedangkan pengekstrak KCl 1 N menyatakan kemasaman
cadangan.
Alat :
48
1. Neraca analitik ketelitian dua desimal.
2. Botol kocok 50 ml.
3. Dispenser 25 ml/ gelas ukur.
3. Mesin pengocok.
4. Labu semprot 500 ml.
5. pH-meter.
Bahan :
1. Larutan dapar pH 7,0 dan pH 4,0.
2. Larutan KCl 1 M.
Dilarutkan 74,5 gram KCl murni dengan air demin hingga 1 liter.
3. Air bebas ion.
Reaksi
H+ H2O H+ + Al
Al
H+ KCl H+ + Al3+ + Cl- + K
Al
Al3+ + H2O H+ + Al(OH)3
49
Cara Kerja
1. Ditimbang 2 kali 10,000 gram contoh tanah.
2. Masing-masing dimasukkan ke dalam botol kocok 50 ml.
3. Ditambahkan 50 ml air bebas ion ke botol yang satu untuk pH H2O dan 50 ml
KCl 1M ke dalam botol lainnya untuk pH KCl.
4. Dikocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.
5. Suspensi tanah diukur dengan pH-meter yang telah dikalibrasi menggunakan
larutan dapar pH 7,0 dan pH 4,0.
c. Penetapan Alumunium Dapat Tukar dengan Pengekstrak KCl 1 M
Dasar
Kemasaman dapat ditukar terdiri dari Al3+ dan H+ pada koloid tanah. Al3+ dan H+
ini dapat ditukar oleh K+ dari pengekstrak KCl 1 M. Al3+ dan H+ dalam larutan
dapat dititar dengan larutan NaOH baku, yang akan menghasilkan endapan
Al(OH)3 dan air. Untuk penetapan Aldd, Al(OH)3 bereaksi dengan NaF yang akan
menghasilkan OH- dan dapat dititar dengan larutan HCl baku.
50
Alat :
1. Neraca analitik ketelitian dua desimal.
2. Buret 50 ml.
3. Mesin kocok.
4. Botol kocok 100 ml.
5. Kertas saring berabu.
6. Dispenser 50 ml.
7. Pipet 50 ml.
8. Penampung 100 ml.
Bahan :
1. KCl 1 M.
Dilarutkan 74,5 gram KCl p.a dengan 1 liter air bebas ion, kemudian
diimpitkan, lalu dikocok.
2. Indikator PP.
Dilarutkan 100 mg PP dalam 100 ml etanol 96 %, lalu dikocok.
3. NaF 4 %.
Dilarutkan 40 gram NaF dengan air bebas ion dalam labu ukur 1 liter,
kemudian diimpitkan, lalu dikocok.
51
4. Larutan baku NaOH 0,020 N.
Dipipet 20 ml NaOH 1N, diencerkan dengan air bebas ion dalam labu ukur 1
liter, lalu dikocok.
5. Larutan baku HCl 0,020 N.
Dipipet 20 ml HCl 1 N, diencerkan dan diimpitkan dengan air bebas ion dalam
labu ukur 1 liter, lalu dikocok.
Reaksi
Al + KCl K+ + H+ + Cl- + Al3+
H
Kemasaman total (T1)
Al3+ + 3H20 3H+ + Al(OH)3
PP3H+ + 3NaOH 3Na+ + 3H2O
Al-Tukar (T2) PP
Al(OH)3 + 6 NaF Na3AlF6 + 3 NaOHPP
NaOH + HCl NaCl + H2O
Cara Kerja
1. Ditimbang 5 gram contoh ke dalam botol kocok 100 ml.
2. Ditambahkan 50 ml KCl 1 N.
52
3. Dikocok dengan mesin pengocok, selama 30 menit.
4. Disaring dengan kertas saring tak berabu.
5. Filtrat dipipet 10 ml ke dalam erlenmayer 50 ml.
6. Dibubuhi indikator PP 0,1 %.
7. Dititar dengan NaOH 0,020 N sampai warna merah muda seulas.
8. Dinetralkan dengan HCl 0,020 N sampai tak berwarna.
9. Ditambahkan 2 ml NaF 4 % (warna ekstrak akan merah kembali).
10.Dititar dengan HCl 0,020 (sampai warna merah hilang).
11.Dikerjakan blanko.
Perhitungan:
Al-dd dan H-dd ( cmol(+)/kg ) = ( T1-Tb1 ) x N NaOH x 50/10 x 100/5 x fk
( T1-Tb1 ) x N NaOH x 100 x fk
Al-dd ( cmol(+)/kg ) = ( T2-Tb2 ) x N HCl x 50/10 x 100/5x fk
( T2-Tb2 ) x N HCl x 100 x fk
H-dd ( cmol(+)/kg ) = kemasaman dd – Al-dd
Keterangan : Tb1 = blanko pada T1.
Tb2 = blanko pda T2.
fk=faktor koreksi kadar air=100 / (100 - % kadar air )
50/10=faktor pengenceran
100/5=konversi dari 5g ke kg/contoh
53
d. Penetapan Fosfor dan Kalium Potensial Ekstrak HCl 25 %
Dasar
Fosfor dalam bentuk cadangan ditetapkan dengan menggunakan pengekstrak HCl
25 %. Pengekstrak ini akan melarutkan bentuk–bentuk senyawa fosfat dan kalium
mendekati kadar P dan K–total. Ion fosfat dalam ekstrak akan bereaksi dengan
ammonium molibdat dalam suasana asam membentuk asam fosfomolibdat.
Selanjutnya akan bereaksi dengan asam askorbat menghasilkan larutan biru
molibdat. Intensitasnya warna larutan dapat diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 889 nm, sedangkan kalium diukur dengan flamefotometer.
Alat :
1. Neraca analitik ketelitian tiga desimal.
2. Botol kocok 100 ml.
3. Mesin kocok.
4. Alat pemusing.
5. Tabung reaksi.
6. Dispenser 10 ml.
7. Spektrofotometer
8. Flamefotometer.
54
Bahan :
1. HCl. 25%.
Encerkan 675,68 ml HCl pekat (37 %) dengan air bebas ion menjadi 1 liter.
2. Standar 0 ppm P dan K.
3. Pereaksi P pekat.
Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24 .4 H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu
ukur 1 liter. Tambahkan 0.277 g K(SbO)C4H4O6 0,5H2O dan secara perlahan
140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion.
4. Pereaksi pewarna P.
Campurkan 1,06 gram asam askorbat dengan 100 ml pereaksi P pekat
kemudian dijadikan 1 liter dengan air bebas ion.
5. Standar Induk PO4 200 ppm.
Pipet 50 ml standar induk PO4 1000 ppm Titrisol kedalam labu 250 ml.
Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis labu kocok.
6. Standar Induk K 200 ppm.
Pipet 50 ml dari standar induk 1000 ppm K ke dalam labu ukur 250 ml.
impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis kocok.
7. Deret standar PO4 ( 0, 4, 8, 16, 24, 32, dan 40 ppm ).
Pipet berturut-turut 0; 2; 4; 8; 12; 16 dan 20 ml standar 200 ppm PO4 kedalam
labu ukur 100 ml. masing-masing ditambah 5 ml HCl 25 % dan air bebas ion
hingga tanda garis lalu kocok.
55
8. Deret standar K ( 0, 2, 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm ).
Pipet berturut-turut 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml standar 200 ppm K ke dalam labu
ukur 100 ml. masing-masing ditambah HCl 25 % dan air bebas ion hingga
tanda garis labu kocok.
Reaksi
1) Fosfor
Ca-PAl-P + HCl PO4
3- + Al3+ + Ca2+ + Fe3+ + Cl-
Fe-P
PO43- + 12 MoO4
2- + 27 H+ H7(P(Mo2O7)6) + 10 H20
H7(P(Mo2O7)6 + vit. C biru molibdat
2) Kalium
k.a.- K + HCl k.a.-H + K+ + Cl-
K+Cl- KCl K K + K+ + e Ion molekul atom tereksitasi Ion
Cara Kerja
Ditimbang 2,00 gram contoh tanah ukuran 2 mm, dimasukkan ke dalam botol
kocok dan ditambahkan 10 ml HCl 25 %, lalu kocok dengan mesin kocok
selama 5 jam. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi dibiarkan semalam atau
dipusingkan.
56
1) Pengukuran P ( Fosfor potensial )
Dipipet 0,5 ml ekstrak jernih contoh, ditambahkan 9,5 ml air bebas ion
(pengenceran 20 kali) dan dikocok. Dipipet 0,5 ml larutan encer dan deret
standar masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 0,5 ml larutan pereaksi pewarna P dan 4,5 ml air bebas ion. Lalu
dikocok dan dibiarkan 30 menit, lalu ukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 889 nm.
2) Pengukuran K (Kalium potensial)
Untuk Kalium ekstrak encer contoh dan deret standar kalium diukur langsung
dengan alat flamefotometer.
Perhitungan:
Kadar P2O5 ( mg/100gram )= ml ekstrak/1000ml x100gx ppm kurva x142/190x fpxfk gr contoh
Kadar K2O ( mg/100gram ) = ml ekstrak/1000ml x100gx ppm kurva x 94/78 x fpx fk gr contoh
Keterangan : 142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
94/78 = faktor konversi bentuk K menjadi K2O
fk=faktor koreksi kadar air=100 / (100 - % kadar air )
57
e. Penetapan Fosfor Tersedia Metode Bray
Dasar
Fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe,Al-Fosfat yang sukar
larut. NH4F yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk senyawa
rangkai dengan Fe dan Al dan membebaskan ion PO43-. Pengekstrak ini biasanya
digunakan pada tanah dengan pH 5,5.
Alat :
1. Neraca analitik ketelitian tiga desimal.
2. Dispenser20 ml.
3. Tabung reaksi.
4. Pipet 1 ml.
5. Kertas saring.
6. Botol kocok 100 ml.
7. Mesin pengocok.
8. Spektrofotometer (U-2001).
58
Bahan :
1. HCl 5 N.
Sebanyak 416 ml HCl p.a. pekat (37 %) dimasukan ke dalam labu ukur 1000
ml yang telah berisi sekitar 400 ml air bebas ion, kocok dan biarkan menjadi
dingin. Tambahkan air bebas ion lagi hingga 100 ml.
2. Pereaksi P pekat.
Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24. 4 H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu
ukur 1 liter. Tambahkan 0.277 g K(SbO)C4H4O6 0,5H2O dan secara perlahan
140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion.
3. Pereaksi pewarna P.
Campurkan 1,06 g asam askorbat dengan 100 ml pereaksi P pekat kemudian
dijadikan 1 liter dengan air bebas ion.
4. Standar PO4 100 ppm.
Pipet 10 ml larutan standar induk 1000 ppm PO4 ke dalam labu 100 ml.
impitkan dengan pengekstrak bray sampai dengan tanda garis labu ukur.
5. Pengekstrak Bray dan Kurts I.
Timbang 1,11 g hablur NH4F, dilarutkan dengan lebih kurang 600 ml air bebas
ion, ditambahkan 5 ml HCl 5 N, kemudian diencerkan sampai 1 liter.
6. Deret standar PO4 ( 0-20 ppm ).
Pipet berturut-turut 0; 2; 4; 8; 12; 16dan 20 ml larutan standar 100 ppm PO4 ke
dalam ukur 100 ml, diencerkan dengan pengekstrak bray 1 hingga 100 ml.
59
Reaksi
Fe-P+ NH4F Fe3+ + Al3+ + NH4
+ + PO43-
Al-P
PO43- + 12 MoO4
2- + 27 H+ H7(P(Mo2O7)6) + 10 H20
H7(P(Mo2O7)6 + C6H8O6 (vit. C) biru molidbat
Cara Kerja
1. Ditimbang 2 gram contoh tanah.
2. Ditambahkan pengekstrak Bray dan Kurts I sebanyak 20 ml, dikocok selama
5 menit.
3. Disaring dengan kertas saring berabu.
4. Dipipet 1 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi.
5. Contoh dan deret standar ditambahkan 10ml pereaksi pewarna P.
6. Dikocok dan dibiarkan 30 menit.
7. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
889 nm, menggunakan deret standar PO4 sebagai pembanding.
60
Perhitungan
Kadar P2O5 tersedia ( ppm ) = ml ekstrak x ppm kurva x 142/190 x fp x fk gr contoh
Keterangan : fp = Faktor pengenceran
fk= Faktor koreksi kadar air = 100 / (100 - % air)
142/190 = Faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
f. Penetapan Fosfor Tersedia Metode Olsen
Dasar
Fosfat dalam suasana netral / alkalin, dalam tanah akan terikat sebagai Ca, Mg,
PO4. Pengekstrak NaHCO3 akan mengendapkan Ca, Mg-CO3 sehingga PO43-
dibebaskan kedalam larutan. Pengekstrak ini juga dapat digunakan untuk tanah
masam. Fosfat pada tanah masam terikat sebagai Fe, Al-Fosfat. Penambahan
pengekstrak NaHCO3 pH 8,5 menyebabkan terbentuknya Fe, Al-Hidroksida,
sehingga fosfat dibebaskan. Pengekstrak ini biasanya untuk tanah ber-pH 5,5.
Alat :
1. Neraca analitik ketelitian tiga desimal.
2. Dispenser 20 ml
3. Tabung reaksi
4. Pipet 1 ml
61
5. Kertas saring berabu
6. Botol kocok 100 ml
7. Mesin kocok
8. Spektrofotometer
Bahan :
1. Pengekstrak Olsen.
Larutkan 42,0 g NaHCO3 dengan air bebas ion menjadi 1 liter, pH larutan
ditetapkan menjadi 8,5 dengan penambahan NaOH,1 M
2. Pereaksi P pekat.
Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24. 4 H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu
ukur 1 liter. Tambahkan 0.277 g K(SbO)C4H4O6 0,5H2O dan secara perlahan
140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion.
3. Pereaksi pewarna P.
Campurkan 1,06 g asam askorbat dengan 100 ml pereaksi P pekat
Tambahkan 25 ml H2SO4 4 N, dijadikan 1 liter dengan air bebas ion.
4. Standar 100 ppm PO4.
Pipet 10 ml larutan standar induk 1000 ppm PO4 ke dalam labu 100 ml.
impitkan dengan pengekstrak olsen sampai dengan tanda garis labu ukur.
5. Deret standar PO4 (0-20 ppm).
Pipet berturut-turut 0; 2; 4; 8; 12; 16 dan 20 ml larutan standar 100 ppm PO4
ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan pengekstrak olsenhingga 100
ml
62
Reaksi:
Ca-P+ NaHCO3 PO4
3- + H2O + CO2 + Na+ + Ca2+ + Mg2+
Mg-P
PO43- + 12 MoO4
2- + 27 H+ H7(P(Mo2O7)6) + 10 H20
H7(P(Mo2O7)6 + C6H8O6 (vit. C) biru molibdat
Cara Kerja
1. Ditimbang 1 gram contoh tanah.
2. Ditambahkan pengekstrak Olsen sebanyak 20 ml di dalam botol kocok.
3. Dikocok selama 30 menit, kemudian disaring.
4. Deret standar dan ekstrak contoh dipipet 1 ml ke tabung reaksi.
5. Ditambahkan 5 ml pereaksi pewarna P, dikocok hingga homogen dan
dibiarkan 30 menit.
6. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotmeter pada 889 nm,
menggunakan deret standar sebagai pembanding.
Perhitungan
Kadar P2O5 tersedia (ppm) = ml ekstrak x ppm kurva x fp x 142/190 x fk gr contoh
Keterangan : fp = Faktor pengenceran
fk= Faktor koreksi kadar air = 100 / (100 - % air)
142/190 = Faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
g. Penetapan Nilai Tukar Kation
63
Dasar
Koloid tanah (mineral liat dan humus) bermuatan negatif sehingga dapat
menyerap kation-kation. Kation-kation dapat ditukar (dd) (Ca2+, Mg2+, K+, dan
Na+) dalam jerapan ditukarkan dengan kation NH4+ dari pengekstrak
CH3COONH4 1M, pH 7,0 sehingga dapat diukur (Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+ ) dan
ditetapkan dengan Flamefotometer dan SSA. Untuk penetapan Kapasitas Tukar
Kation (KTK) tanah, kelebihan kation penukar dicuci dengan alkohol 96%. NH4+
yang terjerap diganti dengan kation Na+ dari larutan NaCl, sehingga dapat diukur
NH4+ ( KTK ) dan ditetapkan secara kolorimetri dengan metode biru indofenol.
Alat :
1. Neraca analitik ketelitian tiga desimal.
2. Tabung reaksi.
3. Labu ukur 50 dan 100 ml.
4. Labu semprot 500 ml.
5. Auto Analyzer.
6. Flamefotometer.
7. SSA.
Bahan :
64
1. Amonium asetat 1 M pH 7,0.
Timbang 77,08 g serbuk NH4-asetat p.a. masukan ke dalam labu ukur 1 liter.
Kemudian tambahkan air bebasion hingga serbuk melarut dan tepatkan 1 liter.
2. NaCl 10 %.
Timbang 100 g NaCl, kemudian larutkan dengan air bebas ion. Tambahkan
HCl 4 N dan diimpitkan tepat 1 liter.
3. Larutan Lantan 25.000 ppm.
Ditimbang 66,8377 gram LaCl3, ditambahkan 5 ml HCl 25 % dilarutkan
dengan air bebas ion, kemudian diimpitkan tepat 1 liter, dikocok.
4. Larutan Lantan encer 1250 ppm.
Dipipet 50 ml larutan Lanthan 25.000 ppm ke dalam labu ukur 1 l,
ditambahkan air bebas ion, kemudian diimpitkan tepat 1 l, dikocok.
5. Larutan fenolat.
Ditimbang 56,3 gram serbuk NaOH p.a dan dilarutkan dengan kira-kira 500 ml
air bebas ion secara perlahan sambil diaduk. Setelah dingin ditambahkan 137
gram serbuk Fenol, kemudian diencerkan dengan air bebas ion dan diipitkan
sampai tanda garis 1 liter.
6. Larutan dapar Tartrat.
Ditimbang 50 gram serbuk NaOH p.a, dilarutkan dengan sekitar 500 ml air
bebas ion. Setelah dingin ditambahkan 14 gram NaH2PO4, 50 gram KNa-tartrat
dan 2 ml larutan Brij kemudian diaduk hingga larut. Diimpitkan dengan air
bebas ion sampai tepat 1 liter.
7. Natrium Hipoklorit (NaOCl) 5 %.
65
Dipipet 50 ml larutan NaOCl 10 % dimasukan ke dalam labu ukur 100ml.
8. Etanol 96 %.
9. Standar 0 (blanko).
Dipipet 25 ml CH3COONH4 4N pH 7,0 dalam labu ukur 100 ml ditambah air
bebas ion, diimpitkan.
10. Standar induk 1000 ppm K.
11. Standar induk 1000 ppm Na.
12. Standar induk 1000 ppm Ca.
13. Standar induk 1000 ppm Mg.
14. Standar campur (200 ppm K,100 ppm Na,50 ppm Mg,250 ppm Ca)
Dipipet masing-masing :
20 ml standar induk 1000 ppm K
10 ml standar induk 1000 ppm Na
5 ml standar induk 1000 ppm Mg
25 ml standar induk 1000 ppm Ca
Dicampurkan dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan 25 ml ammonium asetat
4N, pH 7,0, diimpitkan.
15. Deret standar campur ( K (0-200 ppm), Na (0-100 ppm), Ca (0-250 ppm), dan
Mg (0-50 ppm)).
Dipipet standar campuran sebanyak 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml, masing-masing
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 10 ml dengan larutan
ammonium asetat 1M pH 7,0 (standar 0).
66
16. Standar induk 2500 m.e.NH4+/l.
Ditimbang 16,5 g serbuk (NH4)2SO4 p.a ke dalam labu ukur 100 ml. larutkan
dengan air bebas ion dan impitkan tepat 100 ml.
17. Standar NH4+ 0 dan 25 m.e.NH4
+/l.
Dipipet standar 2500 m.e NH4+ /l sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 ml. Tambahkan 10 ml etanol 96 % dan diimpitkan dengan larutan
NaCl 10 %. Dengan cara yang sama, tapi tanpa pemipetan larutan standar
dibuat standar 0.
18. Derat standar 0 – 25 m.e. NH4+/l.
Dipipet ke dalam tabung reaksi masing-masing 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml
standar 25 m.e.NH4+/l. Tambahkan standar 0 hingga setiap tabung berisi 10
ml.
19. Pasir Kuarsa bersih.
20. Filter pulp.
Reaksi
CaMg
67
k.a. + CH3COONH4 k.a. NH4 + Ca2+ + Mg2+ + K+ Na+ K + CH3COO-
Na
k.a. NH4 + NaCl k.a. Na + Cl- + NH4+
Cara Kerja
1. Ditimbang 2,5 gram contoh tanah dicampur dengan 10 gram pasir kuarsa.
2. Dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang telah dilapisi berturut-turut
dengan filter pulp dan pasir kuarsa 2,5 gram terlebih dahulu dan lapisan atas
setelah contoh tanah dimasukkan kedalam tabung perkolasi ditambahkan
pasir kuarsa kembali sebanyak 2,5 gram.
3. Disiapkan pula blanko dengan pengerjaan seperti contoh, tapi tanpa contoh
tanah.
4. Kemudian diperkolasi dengan ammonium asetat pH 7,0 sebanyak 2x25 ml,
dengan selang waktu setelah yang pertama habis.
5. Filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml, diimpitkan dengan amonium
asetat pH 7,0 untuk pengukuran Kation (dd) : Ca, Mg, K,dan Na.
6. Tabung perkolasi yang masih berisi contoh diperkolasi dengan 100 ml
etanol 96 % untuk menghilangkan kelebihan amonium.
7. Perkolat dibuang. NTK dapat ditetapkan dengan cara kolorimetri
menggunakan seluruh isi tabung perkolasi dan tahapan selanjutnya tidak
diperlukan.
68
8. Sisa etanol dalam tabung perkolasi dibuang dengan pompa hisap dari bawah
tabung perkolasi atau pompa tekan dari atas tabung perkolasi.
9. Selanjutnya diperkolasi dengan NaCl 10 % sebanyak 100 ml, filtrat
ditampung dalam labu ukur 50 ml dan dihimpitkan dengan larutan NaCl 10
%. Filtrat ini digunakan untuk pengukuran KTK dengan cara destilasi atau
kolorimetri.
Pengukuran kation (dd) (Ca, Mg, K, dan Na).
Perkolat amonium asetat dan deret standar K, Na, Ca, dan Mg masing-masing
dipipet 0,5 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 4,5 ml larutan
Lanthan encer 1250 ppm. Diukur dengan SSA (untuk Ca dan Mg) dan
flamefotometer (untuk pengukuran K dan Na) menggunakan deret standar sebagai
pembanding.
Perhitungan
NTK (cmol(+)/kg) = ml ekstrak x ppm kurva x 0,1 x fp1 x fk gr contoh bst kation
Keterangan :
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar
deret standar dengan pembacaanya setelah dikoreksi blanko.
69
0,1 = faktor konversi dari mmol ke cmol
Bst kation = bobot setara Ca (20), Mg (12), Na (23), K (39)
fp1 = faktor pengenceran =10
fk = faktor koreksi kadar air=100 / (100 - % kadar air )
Pengukuran KTK (Kapasitas Tukar Kation).
Pengukuran NH4+ (KTK) dengan Auto Analisis Bran+Luebbe 3. Dituangkan
deret standar dan contoh ke dalam tempat khusus untuk pengukuran setelah Auto
Analyzer dinyalakan.
Perhitungan
KTK (cmol(+)/kg) = ml ekstrak x me kurva x 0,1 x fp2 x fk gr contoh
Keterangan : 0,1 = faktor konversi dari mmol ke cmol
Fp2 = faktor pengenceran = 20
Fk = faktor koreksi kadar air=100 / (100 - % kadar air )
Kejenuhan Basa = jumlah kation-dd x 100 % KTK
h. Penetapan Karbon Organik cara Walkey dan Black.
Dasar
Karbon sebagai senyawa organik dalam tanah dioksidasikan menjadi CO2 oleh
K2Cr2O7 berlebihan dalam suasana asam. Reaksi oksidasi akan berlangsung cepat
70
dengan adanya kalor yang ditimbulkan ketika H2SO4 pekat ditambahkan kedalam
K2Cr2O7+contoh. K2Cr2O7 akan mengalami reaksi reduksi membentuk senyawa
kromat (Cr3+) yang berwarna hijau. Warna hijau dari senyawa kromat setara
dengan kadar C yang teroksidasi dan diukur extenctionnya (E) dengan
Spektrofotometer pada 561 nm.
Alat :
1. Neraca analitik ketelitian tiga desimal.
2. Pipet Volume 5 ml
3. Labu ukur 100 ml.
4. Penangas air (pendingin).
5. Spektrofotometer
Bahan :
1. Asam sulfat pekat.
2. Kalium dikromat 1 N.
Dilarutkan 98,1 gram K2Cr2O7 sedikit demi sedikit dengan 600 ml air bebas
ion, ditambahkan 100 ml H2SO4, dipanaskan hingga larut setelah dingin
diencerkan sampai 1 liter, lalu dikocok.
3. Glukosa p.a.
4. Larutan standar 5000 ppm C.
71
Dilarutkan 12, 510 gram glukosa dalam air bebas ion dalam labu ukur 1 l dan
diimpitkan, dikocok.
Reaksi
3C-oganik + 2 K2Cr2O7 + 8 H2SO4 2Cr2(SO4)3 + 2K2SO4 + 8H2O + 3CO2
Cara kerja.
1. Ditimbang 0,5000 gram contoh tanah,dimasukkan ke dalam labu ukur 100
ml yang telah dikeringkan terlebih dahulu.
2. Didestruksi dengan 5 ml K2Cr2O7, kemudian dikocok.
3. Ditambahkan 10 ml asam sulfat pekat, dikocok, kemudian didiamkan
selama 30 menit.
4. Diencerkan dengan air bebas ion, didinginkan, dan dihimpitkan. Keesokkan
harinya diukur extenctionnya dengan kolorimeter 561 nm.
Perhitungan
C-organik(%) = ml ekstrak x ppm kurva x fk g contoh
10000
Keterangan : fk = Faktor koreksi kadar air = 100 / (100 - % air).
72
10000 = faktor konversi ppm ke %
i. Penetapan Nitrogen Total cara Auto Analyzer
Dasar
Nitrogen dalam tanah diubah menjadi bentuk (NH4)2SO4 dengan cara destruksi
basah menggunakan H2SO4 pekat sebagai pendekstruksi dan selen sebagai katalis,
kemudian NH4 dalam bentuk ekstrak diukur secara kolorimetri dengan pereaksi
pewarna biru indofenol menggunakan alat auto analyzer.
Alat :
1. Neraca analitik ketelitian tiga desimal.
2. Tabung kimia.
3. Labu semprot.
4. Pemanas digest block.
5. Tabung digest isi 50 ml.
6. Pengocok tabung.
7. Alat Auto Analyzer.
Bahan :
1. Standar 0
73
0,5 gram campuran selen + 2,5 ml H2SO4 pekat diekstrak (perlakuan sama
seperti contoh), diencerkan blanko dengan air bebas ion menjadi 50 ml
dalam tabung digesttion.
2. Larutan dapar Tartrat
Ditimbang 50 gram serbuk NaOH p.a, dilarutkan dengan sekitar 500 ml air
bebas ion. Setelah dingin ditambahkan 14 gram NaH2PO4, 50 gram KNa-
tartrat dan 2 ml larutan Brij kemudian diaduk hingga larut. Diimpitkan
dengan air bebas ion sampai tepat 1 liter.
3. Larutan fenolat.
Ditimbang 56,3 gram serbuk NaOH p.a dan dilarutkan dengan kira-kira 500
ml air bebas ion secara perlahan sambil diaduk. Setelah dingin ditambahkan
137 gram serbuk Fenol, kemudian diencerkan dengan air bebas ion dan
diipitkan sampai tanda garis 1 liter.
4. Larutan Natrium Hipokhlorit 5 %.
Dipipet 50 ml larutan NaOCl 10 % dimasukan ke dalam labu ukur 100ml.
5. Larutan standar induk 1000 ppm N.
Ditimbang 4,7193 gram (NH4)2SO4 kering ke dalam labu ukur 1 liter,
dilarutkan dengan air sampai separuh labu, diimpitkan dengan air dan
dikocok.
6. Standar 100 ppm N
74
Dipipet 10 ml standar induk 1000 ppm N ke dalam labu ukur 100 ml dan
encerkan dengan standar 0 hingga tepat 100ml.
7. Deret standar N (0-100 ppm).
Dipipet 0; 1; 2; 4; 6; 8; 10 ml standar 100 masing-masing ke dalam tabung
reaksi. Ditambahkan standar 0 hingga csemuanya menjadi 10 ml. Deret
standar ini memiliki kepekatan 0; 10; 20; 40; 60; 80; 100ppm
8. Campuran selen p.a.
Campurkan 1,55 g selen, 1,55 CuSO4 anhidrat, 96,9 g Na2SO4 anhidrat
kemudian dihaluskan.
Reaksi
N… + H2SO4 (NH4)2SO4 + H2O + SO2
(NH4)2SO4 2NH4+ + SO4
2-
NH4+
+ 3 NaClO + NaOH + C6H5OH
2 NaCl + Na+ + 4 H2O + (O=C6H4=N-C6H4OH) Indofenol biru
Cara kerja
1. Ditimbang 0,5 gram contoh tanah, dimasukkan ke dalam tabung digest.
2. Ditambahkan 0,5 gram campuran selen dan 2,5 ml H2SO4 pekat.
3. Didestruksi hingga temperatur 350 C (3-4 jam).
75
4. Destruksi selesai jika keluar asap putih/ekstrak jernih, didinginkan,
diencerkan dengan 50 ml air bebas ion, dan dikocok hingga homogen,
biarkan hingga larutan menjadi jernih.
5. Ukur kadar N didalam ekstrak jernih menggunakan alat Auto Analyzer
dengan deret standar N sebagai pembanding.
6. Hasil pengukuran di print.
Perhitungan
Kadar N (%) = ppm kurva x ml ekstrak x fp x fk gram contoh
10000
Keterangan :
fp = Faktor pengenceran.
fk = Faktor koreksi kadar air = 100 / (100 - % air).
10000 = faktor konversi ppm ke %
j. Penetapan Tekstur.
Dasar
76
Bahan organik dioksidasi dengan H2O2 dan garam-garam yang mudah larut
dihilangkan dari tanah dengan HCl sambil dipanaskan. Bahan yang tersisa adalah
mineral yang terdiri dari pasir, debu, dan liat. Pasir dapat dipisahkan dengan cara
pengayakan basah, sedangkan debu dan liat dipisahkan dengan cara pengendapan
yang didasarkan pada hukum Stoke.
Alat :
1. Neraca analitik ketelitian dua desimal.
2. Penyaring Berkefield.
3. Ayakan 50 mikron.
4. Silinder gelas 500 ml.
5. Pipet 20 ml.
6. Pinggan alumunium.
7. Dispenser 30 ml.
8. Gelas ukur 200 ml.
9. Oven berkipas.
10. Pemanas listrik.
11. Piala gelas 800 ml.
Bahan :
1. H2O2 30 %
2. H2O2 10 %.
H2O2 30 %, diencerkan 3x dengan air bebas ion.
77
3. HCl 2 N.
Diencerkan 170 mL HCl 37 % teknis dengan air bebas ion dan diimpitkan
hingga satu liter.
4. Larutan Na4P2O7 4 %.
Dilarutkan 40 gram Na2P2O7 10 H2O dengan air bebas ion dan diimpitkan
hingga satu liter.
Reaksi :
Bahan organik + H2O2 H2O + CO2
CaCO3 + 2 HCl CaCl2 + H2O + CO2
Cara Kerja
1. Ditimbang 10 gram contoh, contoh dimasukkan ke dalam piala gelas 800 ml.
2. Ditambah 100 ml H2O2 10 %, dibiarkan semalam.
3. Keesokkan harinya dipanaskan hingga tak berbusa.
4. Ditambahkan 180 ml air bebas ion dan 20 ml HCl 2 N, didihkan dipenangas
selama 10 menit.
5. Angkat, setelah dingin diencerkan dengan bebas ion menjadi 700 ml.
6. Dicuci dengan air bebas ion menggunakan penyaring Berkefield,
dienaptuangkan sampai bebas asam, kemudian ditambah 10 ml larutan
peptisator Na4P2O7 4 %.
1) Pemisahan Pasir
78
Suspensi tanah yang telah diberi peptisator diayak dengan ayakan 50 mikron
sambil dicuci sengan air bebas ion. Filtrat ditampung dalam tabung silinder 500
ml untuk pemisahan debu dan liat. Butiran yang tertahan ayakan dipindahkan ke
dalam pinggan alumunium yang telah diketahui bobotnya dengan air bebas ion
menggunakan labu semprot. Dikeringkan (oven 105 C), dinginkan di eksikator,
kemudian ditimbang (bobot pasir = A gram).
2) Pemisahan Debu dan Liat
Filtrat dalam tabung silinder diencerkan menjadi 500 ml, diaduk selama 1 menit
dan segera dipipet sebanyak 20 ml pada kedalaman 10 cm ke dalam pinggan
alumunium. Filtrat dikeringkan pada suhu 105 C (biasanya 1 malam),
didinginkan dalam eksikator dam ditimbang (berat debu+liat+peptisator = B
gram).
Untuk pemisahan liat diaduk lagi selama 1 menit lalu dibiarkan selama 3,5 jam
pada suhu kamar. Suspensi liat dipipet sebanyak 20 ml pada kedalaman 5,2 cm
dari permukaan cairan dan dimasukkan ke dalam pinggan alumunium. Suspensi
liat dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C, didinginkan dalam eksikator
dan ditimbang (berat liat+peptisator = C gram).
Perhitungan
Fraksi Pasir = A gram
Fraksi Debu = 25 (B-C) gram
79
Fraksi Liat = 25 (C-0,0095) gram
Jumlah Fraksi = A + 25 (B-0,0095) gram
% pasir, debu, dan liat :
% Pasir = A x 100%A + 25 (B-0,0095)
% Debu = 25 (B-C) x 100%A + 25 (B-0,0095)
% Liat = 25 (C-0,0095) x 100%A + 25 (B-0,0095)
Keterangan :
A = berat pasir
B = berat debu + liat + peptisator
C = berat liat + peptisator
25 = faktor konversi dari 20 ml ke 500 ml
0,0095 = berat peptisator pada perlakuan sama dengan contoh
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Hasil Analisis
80
Hasil analisis tanah sebanyak tiga contoh yang berasal dari Alor, Bali dan
Bengkulu dapat dilihat pada daftar sebagai berikut :
No Jenis penetapan SatuanContoh
A B C
1. pH :
a. H2O
b. KCl
-
-
5,7
4,9
7,2
6,3
5,1
4,2
2. Kemasaman dapat
ditukar (KCl 1N) :
a. Al3+
b. H+
cmol(+)/kg
cmol(+)/kg
0,00
0,13
0,00
0,06
1,29
0,20
3. P dan K (potensial)
ekstrak HCl 25% :
a. P2O5
b. K2O
mg/100g
mg/100g
53
25
129
231
33
4
4. P tersedia :
a. Olsen P2O5
b. Bray P2O5
ppm
ppm
22
-
98
-
32
18
5. Nilai Tukar Kation
(NH4-Ac 1M pH 7) :
a. Ca
b. Mg
c. K
d. Na
Jumlah
Kapasitas Tukar Kation
Kejenuhan basa
cmol(+)/kg
cmol(+)/kg
cmol(+)/kg
cmol(+)/kg
cmol(+)/kg
cmol(+)/kg
%
18,83
8,2
0,98
0,08
27, 26
38,12
72
22,20
6,49
3,46
0,11
32,26
26,30
>100
2,44
0,48
0,08
0,04
3,04
6,79
45
6. Bahan Organik :
a. C-Organik
(Walkley & Black)
b. N-Organik (kjeldahl)
%
%
5,65
0,50
1,74
0,18
1,57
0,11
81
C/N - 11 10 14
7. Tekstur :
a. Pasir
b. Debu
c. Liat
%
%
%
8
16
76
61
12
27
28
42
30
*>100 Terdapat kation-kation bebas disamping kation dapat ditukar
Tabel 1. Data hasil analisis
Daftar Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah dapat dilihat pada lampiran 1.
B. Pembahasan
Pada daftar hasil analisis pH H2O dan pH KCl contoh A,B dan C berturut-
turut (5,7; 4,9),(7,2; 6,2), (5,1; 4,2) didapatkan pH cadangan (KCl) selalu lebih
rendah dibandingkan pH aktif (H2O). Hal ini disebabkan oleh adanya ion Al3+ yang
terikat pada koloid tanah bereaksi dengan KCl dan melepaskan ion Al3+ dan dengan
adanya air akan terhidrolisis membentuk Al(OH)3 sambil melepas ion H+, sehingga
ion H+ yang ada bertambah jumlahnya.
Hasil analisis kemasaman tanah berdasarkan penilaian angka-angka hasil
analisis tanah (lampiran 1) sebagai berikut, contoh A dengan pH 5,7 termasuk dalam
kategori agak masam, contoh C dengan pH 5,1, termasuk tanah masam, sedangkan
contoh B dengan pH 7,2 termasuk tanah netral. Nilai pH ini sangat erat hubungannya
dengan Al-dd, Kejenuhan Basa (KB) dan Bahan organik. Jika pH rendah pada
umumnya nilai Al-dd tinggi, begitupun sebaliknya. Hal ini disebabkan karena ion H+
82
terjerap dalam ion Al3+ pada tanah. Nilai ion Al3+ yang terikat pada koloid tanah
bereaksi dengan KCl sehingga melepaskan ion Al3+ dan dengan adanya air akan
terhidrolisis membentuk Al(OH)3 sambil melepaskan ion H+. Kemasaman ada
hubunganya dengan Kejenuhan Basa, semakin tinggi Kejenuhan Basa biasanya
semakin tinggi pula pH begitupun sebaliknya. Kemasaman (pH) dipengaruhi juga
oleh bahan organik, semakin tinggi kadar bahan organik pada umumnya pH semakin
rendah, begitupun sebaliknya. Hal ini terlihat pada contoh A bila dibandingkan
dengan contoh C, seharusnya pH contoh A bersifat basa karena memiliki Al-dd yang
rendah yaitu 0,00 cmol()/kg serta KB yang cukup tinggi yaitu 72 % akan tetapi sifat
tanah dari contoh A bersifat agak masam berdasarkan tabel penilaian angka-angka
hasil analisa tanah (lampiran 1). Hal ini disebabkan kadar dari bahan organiknya lebih
tinggi dari contoh C, yaitu Pada contoh A kadar C-organik sebesar 5, 65 % dan N-
organik sebesar 0,50% sedangkan pada contoh C untuk kadar C-organik sebesar 1,57
% dan kadar N-organik sebesar 0,11%. Sehingga pada contoh C dengan Al-dd yang
lebih tinggi yaitu 1,29 cmol()/kg, KB sebesar 45 %, bahan organik C, N-organik
yang lebih rendah yaitu 1,57 %, 0,18% di dapat pH 5,1 sedangkan contoh A pH
bernilai 5,7. Lain halnya pada contoh B, pH yang didapat netral yaitu 7,2. Hal ini
terjadi karena pada contoh tersebut memiliki kadar bahan organik yang rendah
dibanding contoh A , yaitu 1,74 % untuk kadar C-organik dan 0,18 untuk kadar N-
organik. Contoh B ini memiliki nilai Al-dd yang rendah yaitu 0,00 cmol()/kg, akan
tetapi dengan KB yang tinggi yaitu >100 %. Jika dilihat dari nilai Al-dd yang rendah
akan didapatkan nilai pH yang tinggi (Basa). Akan tetapi hal ini dapat diimbangi
83
dengan nilai KB yang tinggi dan kadar bahan organik yang rendah sehingga dari
contoh B ini bersifat netral.
Hasil analisis fosfor dengan ekstrak HCl 25 % pada contoh A, B, C adalah
53 mg/100g, 129 mg/100g, dan 33 mg/100g. Hasil tersebut dipengaruhi oleh
kemasaman tanah yang menunjukkan bahwa semakin masam tanah maka semakin
kecil kandungan fosfor karena pada tanah masam unsur P akan diikat oleh unsur Al
dan Fe, sehingga hanya sebagian kecil fosfor dalam bentuk fosfat yang dapat diserap
untuk tumbuhan. Begitu juga pada tanah basa unsur P akan diikat oleh unsur Ca dan
Mg, sehingga unsur P yang dapat diserap oleh tanaman semakin sedikit. Oleh karena
itu untuk mengetahui kadar fosfor yang tersedia bagi tanaman dalam tanah terbagi
dalam dua cara yaitu cara Bray untuk tanah yang ber-pH<5,5 dan cara Olsen untuk
tanah pH >5,5. Perbedaan dari cara Bray dan Olsen adalah dari pengekstraknya. Jika
Bray menggunakan pengekstrak dalam suasana asam yaitu NH4F, sedangkan Olsen
menggunakan pengekstrak dalam suasana basa. Hal ini dilakukan karena Al dan Fe
larut pada suasana asam sehingga unsur fosfor dibebaskan. Pada suasana basa unsur
Ca dan Mg pun larut sehingga fosfor dalam tanah dibebaskan dan kadarnya dapat
diukur menggunakan alat spektrofotometer.
Pada umumnya nilai fosfor dengan ekstrak HCl 25 % (P-cadangan) lebih
besar daripada fospor tersedia dengan ekstrak cara Bray maupun Olsen. Dari data
analisis menunjukan bahwa contoh A, B dan C memiliki nilai Fosfor cadangan dan
fosfor tersedia berturut-turut sebagai berikut (contoh A: 530 ppm:22 ppm, 1290
84
ppm:98 ppm, 330 ppm:32 ppm (Olsen) dan 18 ppm (Bray)). Begitupun pada hasil
analisis kalium, Pada umumnya hasil analisis kalium dengan ekstrak HCl 25 % (K-
cadangan) akan selalu lebih besar dari K-dd (NTK), data menunjukkan nilai K-
cadangan pada contoh A, B dan C adalah 25 cmol(+), 231 cmol(+) dan 4 cmol(+)
lebih besar dari nilai K-dd pada contoh A, B dan C yaitu 0,48 cmol/kg, 3,46 cmol/kg
dan 0,08 cmol/kg. Baik pada unsur fosfor maupun kalium hal ini disebabkan karena
ikatan fosfor atau kalium dalam tanah mudah diputus dengan HCl sebagai
pengekstrak yang lebih kuat untuk memutuskan ikatan fosfor dan kalium, sehingga
pada pengekstrak Bray, olsen ataupun K-dd, ikatan fosfor dan kalium yang
dibebaskan sifat ikatannya cukup lemah, karena termasuk fosfor dan kalium yang
tersedia bagi tanaman.
Hasil analisis jumlah NTK pada contoh A, B dan C, yaitu 27,26 cmol(+)/kg;
32,26 cmol(+)/kg; 3,04 cmol(+)/kg. Data ini menunjukkan hubungan yang erat
dengan tingkat kemasaman, karena pada umumnya semakin rendah pH tanah maka
semakin rendah pula nilai NTK-nya. Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia
tanah yang berhubungan dengan kesuburan tanah. Tanah yang memiliki nilai KTK
tinggi berarti menyediakan unsur hara lebih banyak daripada yang memiliki nilai
KTK rendah.
Pada penetapan NTK digunakan pasir kuarsa yang dicampur dengan contoh,
fungsinya yaitu untuk memperluas bidang permukaan contoh tanah dan memberikan
jarak antara partikel tanah sehingga ekstraksi berjalan sempurna. Penambahan pasir di
85
atas contoh sebagai penahan contoh agar tidak menempel di dinding (creeping).
Sedangkan pada penambahan pasir di bagian bawah menahan contoh agar tidak turun
dengan bantuan filter flock. Dalam penetapan ini penggunaan alkohol 96 % adalah
untuk menghilangkan kelebihan NH4+ yang tidak terjerap oleh partikel tanah dan
dapat diganti dengan golongan alkohol lainya, tetapi tidak dapat diganti dengan
alcohol yang konsentrasinya rendah karena air yang terkandung akan melarutkan
NH4+ yang sudah terjerap sehingga menjadi kurang. Fungsi K, Na-tartrat adalah
sebagai pengkompleks ion-ion seperti Fe agar tidak mengendap karena larutan dalam
suasana basa. Sedangkan fenol dan NaClO sebagai pereaksi pembentuk senyawa biru
indofenol. Saat perkolasi pencucian dengan alkohol haruslah benar benar bersih, jika
tidak, akan menjadi kontaminan dan menyebabkan kesalahan positif bagi KTK.
Kelebihan menggunakan penjenuhan CH3COONH4 pH 7 adalah memiliki daya jerap
yang tinggi dan tidak dipengaruhi pH.
Nilai Kejenuhan Basa (KB) pada contoh A, B, C berturut-turut adalah 72 %;
>100 %; 45 %. KB ada hubungannya dengan pH semakin tinggi KB semakin tinggi
pH. Hal ini terlihat jelas pada contoh B yang memiliki pH 7,2, jika dibandingkan
dengan contoh C yang hanya memiliki pH 5,1.
Hasil analisis KTK pada contoh A, B dan C berturut-turut adalah 38,12
cmol(+)/kg, 26,30 cmol(+)/kg dan 6,79 cmol(+)/kg dapat dipengaruhi oleh fraksi liat,
yaitu contoh A (76 %), contoh B (27%) dan contoh C (30 %). Nilai ini terlihat
dimana kandungan KTK berbanding lurus dengan jumlah butir liat, semakin banyak
86
jumlah butir liat maka semakin tinggi nilai KTK. Nilai KTK juga di pengaruhi oleh
bahan organik semakin banyak bahan organik semakin tinggi KTK Hasil analisis C-
organik pada contoh A, B dan C berturut-turut adalah 5,65 %; 1,74 % dan 1,57 %
sedangkan N-organiknya 0,50 %; 0,18 %; 0,11 %. Maka dapat dilihat bahwa makin
tinggi persentase liat makin banyak bahan organik yang terkandung. Hal ini
disebabkan tanah yang mengandung liat kurang baik dalam mengoksidasi bahan
organik, jadi bahan organik tidak cepat habis. Kadar C & N-organik dipengaruhi oleh
faktor kedalaman tanah karena semakin dalam lapisan tanah maka kandungan C-
organik dan N-organik semakin berkurang karena pelapukan bahan organik seperti
tanaman, dedaunan terjadi di lapisan atas tanah/ top soil.
Pada penetapan C-organik penambahan H2SO4 pekat sebelum k2Cr2O7, akan
menyebabkan kesalahan negatif, karena H2SO4 pekat akan memperarang bahan
organik yang sebelumnya di oksidasikan oleh K2Cr2O7. Untuk contoh berkadar tinggi
(gambut), maka penimbangan harus diperkecil karena khawatir ada C yang belum
teroksidasi. Jika warna contoh lebih hijau dari standar C 250 ppm maka pekerjaan
harus diulang dengan cara penimbangan contoh diperkecil tetapi tidak dengan
pemipetan sebagai faktor pengenceran, karena ada kemungkinan ada C-organik yang
belum teroksidasi K2Cr2O7 yang ditambahkan.
Berdasarkan hasil analisis tekstur pada contoh A didapatkan kandungan pasir,
debu, liat secara berturut-turut sebagai berikut 8 %, 16 %, 76 %. Jika dilihat dari
segitiga tekstur menurut USDA (United States Departement of Agriculture, 2005),
87
contoh A termasuk dalam kategori tanah berliat. Pada contoh B kandungan pasir,
debu, liat adalah sebagai berikut 61 %, 12 %, 27 %. Menurut pembagian segitiga
tekstur tanah ini termasuk tanah lempung liat berpasir. Sedangkan pada contoh C
memiliki kandungan tekstur tanah diantaranya pasir 26 %, debu 42 %, liat 30 %. Jika
melihat pada pembagian kelas tanah pada segitiga tekstur maka contoh C termasuk
jenis tanah lempung berliat. Nilai tekstur erat hubunganya dengan kadar liat, semakin
banyak jumlah butir liat semakin banyak pula Kapasitas Tukar Kation (KTK). Hal ini
dapat ditunjukan pada contoh A yang memilkiki KTK yang lebih besar dari contoh
yang lain yaitu sebesar 38,12 cmol (+)/kg dibandingkan contoh B yang memiliki
KTK sebesar 26,30 cmol(+)/kg, dan contoh C sebesar 6,79 cmol(+)/kg. Hal ini
disebabkan karena pada tanah yang miliki partikel yang lebih kecil maka semakin
luaslah permukaanya, sehingga daya jerap kation semakin luas dan KTK semakin
tinggi.
Pada penetapan tekstur setelah penambahan H2O2 contoh di malamkan agar
reaksi berjalan sempurna. Bila setelah penambahan H2O2 langsung dipanaskan, maka
H2O2 akan teruapkan sebelum mengoksidasikan zat organik Penambahan HCl dan
pemanasan harus sempurna agar mineral karbonat yang ada terlarutkan. Penambahan
larutan pendispersi harus pada suasana netral, karena jika tidak maka contoh tidak
terdispersi dan hal ini akan menyebabkan kesalahan kadar liat dan debu yang
sebenarnya saat pemipetan.
88
Pada analisis tanah penetapan kadar air sangat dibutuhkan untuk mengetahui
faktor koreksi dari suatu tanah. Pada tanah yang lembab tentunya banyak mengan
dung air sehingga jumlah tanah yang dianalisis relatif lebih sedikit jika dibandingkan
tanah yang kurang lembab. Untuk mendapatkan faktor koreksi terhadap kadar air,
maka dilakukan pemanasan contoh pada suhu 105C. Air pada suhu tersebut akan
menguap. Jika suhu dinaikan lagi di khawatirkan komponen-komponen tanah lain
selain air akan ikut menguap atau terurai.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
89
Hasil analisis contoh yang berasal Alor, Bali Bengkulu berdasarkan tabel
Penilaian Angka-angka Hasil Analisis Tanah dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kemasaman tanah (pH) menunujukkan pada contoh A, B, dan C berturut-turut
sebagai berikut 5,7, 7,2, 5,1 tanah ini termasuk dalam kategori agak masam,
masam, dan netral.
2. Kemasaman dapat ditukar dengan KCl 1 N pada daftar penilaian angka-angka
hasil analisis tanah (lihat lampiran 1) tidak diklasifikasikan, karena penetapan
ini dilakukan dengan alasan untuk mengetahui seberapa besar kemasaman
yang ada dalam tanah sehingga dapat membantu dalam proses pengapuran.
3. Nilai tukar kation Ca2+ pada contoh A, B, dan C dengan nilai 18,83
cmol(+)/kg; 22,20 cmol(+)/kg; 2,44 cmol(+)/kg, berturut-turut termasuk
dalam kategori tinggi, sangat tinggi, dan rendah. Nilai tukar kation Mg2+ pada
contoh A, B, dan C dengan nilai 8,2 cmol(+)/kg; 6,49 cmol(+)/kg; 0,48
cmol(+)/kg, berturut-turut termasuk dalam kategori sangat tinggi tinggi,
tinggi, dan rendah. Nilai tukar kation K+ pada contoh A, B, dan C dengan nilai
0,98 cmol(+)/kg; 3,46 cmol(+)/kg; 0,08 cmol(+)/kg berturut-turut termasuk
dalam kategori tinggi, sangat tinggi, dan sangat rendah. Nilai tukar kation Na+
pada contoh A, B, dan C dengan nilai 0,08 cmol(+)/kg; 0,11 cmol(+)/kg; 0,04
cmol(+)/kg berturut-turut termasuk dalam kategori sangat rendah, rendah, dan
sangat rendah.
90
4. Kapasitas Tukar Kation, pada contoh A, B, dan C dengan nilai 38,12
cmol(+)/kg; 26,30 cmol(+)/kg; 6,79 cmol(+)/kg, berturut-turut termasuk
dalam kategori tanah yang mempunyai KTK tinggi, tinggi, dan rendah.
5. Kejenuhan Basa pada contoh A, B, dan C dengan nilai 72 %, >100 %; 45 %,
berturut-turut termasuk dalam kategori tinggi, sangat tinggi, dan sedang.
6. Kandungan karbon organik dan nitrogen total pada contoh A, B, dan C
dengan nilai 5,65 %; 1,74 %; 1,57 % berturut-turut termasuk dalam kategori
sangat tinggi, rendah, dan rendah kemudian untuk nitrogen total dengan nilai
0,50 %; 0,18%; 0,11% berturut-turut dalam ketegori sedang, rendah, dan
sangat rendah.
7. Rasio C/N pada contoh A, B, dan C dengan nilai 11; 10; 14 termasuk dalam
kategori sedang, rendah, dan sedang.
8. Fosfor yang ditetapkan dengan pengekstrak Bray dan Kurts I (P-tersedia) pada
contoh C dengan nilai 18 ppm termasuk dalam kategori tanah sangat tinggi.
Sedangkan pada contoh A dan B yang memiliki nilai 22 ppm, 98 ppm dengan
pengekstrak Olsen termasuk dalam kategori tanah yang memiliki kadar P
sangat tinggi. Pada pengekstrak HCl 25 % (P-potensial) pada contoh A, B,
dan C dengan nilai 53 mg/100g, 129 mg/100g, 32 mg/100g berturut-turut
termasuk dalam kategori tanah dengan kadar P tinggi, sangat tinggi, dan
sedang. Nilai kadar P-potensial akan selalu lebih besar dari kadar P-tersedia.
91
9. Kandungan K potensial pada contoh A, B, dan C dengan nilai 25 mg/100g,
231 mg/100g, 4 mg/100g berturut-turut dalam kategori sedang, sangat tinggi,
dan sangat rendah.
Berdasarkan segitiga pembagian kelas-kelas tekstur menurut USDA, maka
contoh A termasuk tanah berliat berat (Heavy clay), contoh B termasuk tanah
lempung liat berpasir (Sandy clay loam), dan contoh C termasuk jenis tanah
lempung berliat (Clay loam).
B. Saran
1. Dalam setiap pemakaian alat, analis harus mengetahui cara perawatan dan
cara mengoperasikan alat tersebut agar terhindar dari kerusakan.
2. Perlu ditingkatkan keefektifan penggunaan peralatan APD (Alat Pelindung
Diri) pada saat praktikum agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Untuk penetapan yang menggunakan metode Gravimetri yaitu penetapan
kadar air, sebaiknya dilakukan pemanasan sebanyak tiga kali sehingga
ketepatan bobot setelah pemanasan lebih meyakinkan.