LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

29
LAPORAN PRAKTIKUM PESTISIDA PERTANIAN ACARA : PENGUJIAN HERBISIDA DISUSUN OLEH: NAMA : MOH ALI WAFA NIM : 131510501230 GOLONGAN :E NILAI : LABORATORIUM PENYAKIT TUMBUHAN

description

pengendalian gulma

Transcript of LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

Page 1: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

LAPORAN PRAKTIKUM

PESTISIDA PERTANIAN

ACARA : PENGUJIAN HERBISIDA

DISUSUN OLEH:

NAMA : MOH ALI WAFA

NIM : 131510501230

GOLONGAN : E

NILAI :

LABORATORIUM PENYAKIT TUMBUHANPROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi tanaman pertanian, baik yang diusahakan dalam bentuk pertanian

rakyat atau pun perkebunan besar ditentukan oleh beberapa faktor antara lain

hama, penyakit dan gulma. Kerugian akibat gulma terhadap tanaman

budidayabervariasi, tergantung dari jenis tanamannya, iklim, jenis gulmanya, dan

tentu sajapraktek pertanian di samping faktor lain. Di negara yang sedang

berkembang, kerugian karena gulma tidak saja tinggi, tetapi juga mempengaruhi

persediaan pangan dunia. Tanaman perkebunan juga mudah terpengaruh oleh

gulma, terutama sewaktu masih muda. Apabila pengendalian gulma diabaikan

sama sekali, makakemungkinan besar usaha tanaman perkebunan itu akan rugi

total.

Oleh karena itu diperlukan pengendalian gulma secara efektif dan

efisien.Pengendalian dapat berbentuk pencegahan dan pemberantasan. Mencegah

biasanya lebih murah tetapi tidak selalu lebih mudah. Di negara-negara yang

sedang membangun kegiatan pengendalian yang banyak dilakukan orang adalah

pemberantasan. Pengendalian gulma dapat dilakukandengan cara-cara Preventif

(pencegahan), Pengendalian gulma secara fisik, Pengendalian gulma dengan

sistem budidaya, Pengendalian gulma secara biologis, Pengendalian gulma secara

kimiawi, dan Pengendalian gulma secara terpadu.

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor

penghambat bagi keberhasilan usaha budidaya tanaman yang dilakukan.

Keberadaan dan aktivitas Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada lahan

budidaya tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan hasil dari produk

pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut menyebabkan

manusia menjadi perlu untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan

(OPT) tersebut sehingga produktivitas tanaman dapat terjaga. Salah satu cara yang

paling banyak digunakan adalah dengan menggunakan pestisida.

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata

caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai

Page 3: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

pembunuh hama. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan

peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan

kimia yang digunakan untuk mencegah, membasmi dan mengendalikan

hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang pengerat, termasuk serangga

penyebar penyakit, dengan tujuan kesejahteraan manusia.

Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur

tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang

digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6tahun 1995). USEPA

menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk

mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan,

tanaman, dan mikroorganisme penggangu tanaman.

Salah satu jenis pestisida yang umum digunakan adalah herbisida.

Herbisida merupakan pengendali gulma karena memiliki bahan aktif yang dapat

menjadi racun terhadap gulma tersebut. Pestisida ini memiliki bahan aktif yang

dapat menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan dan penggunanya

apabila proses pengaplikasiannya dilakukan dengan kurang tepat. Oleh karena itu

diperlukan kajian tentang teknik aplikasi herbisida sehingga herbisida yang

diaplikasikan dapat efektif mengendalikan populasi gulma sasaran serta tidak

menimbulkan efek negative terhadap lingkungan dan penggunanya.

1.2 Tujuan

1.  Mengetahui cara kerja dari masing-masing herbisida terhadap pertumbuhan

gulma.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengujian herbisida.

Page 4: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan pestisida secara intensif di Indonesia telah berlangsung sejak

lama. Pengendalian gulma selama ini terbatas pada penggunaan herbisida tunggal

dengan satu jenis bahan aktif dan spesifik. Jenis herbisida selektif hanya mampu

mengendalikan satu jenis gulma, dimana apabila salah satu gulma dikendalikan,

maka gulma jenis lain yang lebih tahan akan menjadi dominan pada lahan, dan

dapat menimbulkan masalah baru.(Guntoro. dan Trisnani. 2013).

Gulma merupakan masalah utama pada sistem tanam benih langsung.

Pengendalian gulma sejak awal sebelum tanam sangat diperlukan untuk

mengurangi resiko kerugian akibat gulma. Pengendalian gulma dapat dilakukan

dengan cara penyiangan yaitu dengan mekanik, pencabutan atau cara kimia.

Kendala yang dihadapi petani padi di lahan pasang surut adalah masih tingginya

biaya yang dikeluarkan petani untuk mengendalikan gulma Saat ini petani tidak

lepas dari penggunaan herbisida dalam pengendalian gulma. Berbagai jenis

herbisida dengan bahan aktif yang berbeda serta dosis yang sangat tinggi biasa

dilakukan oleh petani di lahan pasang surut. Pengendalian cara mekanis

memerlukan biaya pengendalian gulma lebih mahal namun cara kimia dapat

menyebabkan polusi lingkungan dan resistensi gulma terhadap herbisida Untuk

itu, penggabungan cara pengendalian gulma yang mampu bersinergi antara yang

satu dengan lainnya, baik fisik(jenis gulma dan tanaman budi daya maupun

ekonomi dan sosial, yang disebut pengendalian gulma secara terpadu.(Marpaung.

dkk. 2013)

Pada areal pertanaman sering ditemui kendala yang disebabkan oleh

keberadaan Organisme Pengganggu Tanaman, khususnya gulma. Gulma

merupakan salah satu Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang menghambat

partumbuhan, perkembangan dan produktivitas tanaman. Kehadiran gulma

disekitar tanaman budidaya tidak dapat dihindarkan, terutama jika lahan tersebut

ditelantarkan. Beberapa herbisida yang diformulasikan untuk pengendalian gulma

pada tanaman jagung, diantaranya herbisida berbahan aktif atrazina dan

mesotriona. Herbisida dapat diaplikasi secara pra tumbuh maupun pasca tumbuh

Page 5: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

dengan cara kerja menghambat transpor elektron pada fotosistem II, sedangkan

herbisida mesotriona adalah menghambat fungsi dari enzim yang esensial bagi

kehidupan tanaman yaitu enzim HPPD (p-hidroksi-fenil-piruvat dehidrogenase)

yang menyebabkan pigmen karotenoid tidak terbentuk, sehingga mengganggu

fotosin-tesis yang pada akhirnya akan menimbul-kan gejala bleaching kemudian

mati. (Hasanuddin. 2013).

Pengendalian gulma ialah proses membatasi investasi gulma sedemikian

rupa sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien.

Pengendalian gulma bertujuan untuk menekan populasi gulma sampai tingkat

populasi yang tidak merugikan secara ekonomis dan sama sekali tidak bertujuan

menekan populasi gulma sampai dengan nol. Untuk menjaga pertumbuhan

tanaman yang baik, perlu dilakukan pengendalian pertumbuhan gulma yang

tumbuh di sekitar tanaman karena bisa menjadi pesaing terutama dalam hal

penyerapan memperoleh hara atau makanan. Penggunaan media non tanah dapat

mengurangi tumbuhnya gulma pada tanaman yang ditanam dalam pot.

Pengendalian gulma juga secara tidak langsung mencegah gangguan hama dan

penyekit pada tanaman. Gulma atau rumput liar dapat menjadi tempat tumbuhnya

berbagai serangga yang berfungsi sebagai vektor. Pengendlian secara kimiawi

dapat dilakukan bila tanaman yang dimiliki berjumlah banyak, yakni dengan

memperhatikan gejala serangan gulma, kemudian menentukan jenis pestisida

yang dapat digunakan, tentunya dengan dosis dan cara aplikasi yang tepat

(Ratnasari, 2008).

Herbisida ini mengendalikan seperti hormon auksin yang kemudian

terakumulasi pada batang dan daun. dengan demikian akan menyebabkan

pertumbuahn tanaman yang tidak terkendali hingga akhirnya mati sehingga

jumlah gulma yang diambil untuk dihitung berat keringnya akan sedikit.

Pengendalian organisme pengganggu dengan pestisida banyak digunakan secara

luas oleh masyarakat, karena mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan

cara pengendalian yang lain. herbisida sistemik selektif digunakan untuk

mengendalikan gulma kayuan dan berdaun lebar. Triklopir berdampak sedikit atau

tidak sama sekali pada rerumputan. Triklopir mengendalikan gulma dengan

Page 6: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

meniru hormone auksin tanaman, menyebabkan tanaman tidak terkendali

pertumbuhannya (Hafiz. dkk. 2014).

Aplikasi herbisida dengan dosis dan konsentrasi yang lebih tinggi

memberikan pengaruh lebih baik dalam menekan pertumbuhan gulma Konsentrasi

dan dosis herbisida yang terlalu rendah menyebabkan rendahnya efektivitas

herbisida dalam membunuh gulma Hal ini juga bahwa herbisida lebih efektif

dalam mengendalikan gulma bila dibandingkan dengan glifosat. (Utomo.

dkk.2014).

Pemberantasan OPT dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida yang

meliputi insektisida, fungisida, herbisida, dan bakterisida. Herbisida adalah semua

zat kimia dan bahan lain serta jasad renik, serta virus yang dipergunakan untuk

memberantas atau mencegah tanaman liar atau gulma yang dapat menyebabkan

kerugian pada manusia. Peranan Pestisida dalam upaya penyelamatan produksi

pertanian dari gangguan hama dan penyakit tanaman masih sangat besar, terutama

apabila telah melebihi ambang batas pengendalian atau ambang batas ekonomi.

Namun demikian, mengingat pestisida juga mempunyai resiko terhadap

keselamatan manusia dan lingkungan maka Pemerintah berkewajiban dalam

mengatur pengadaan, peredaran dan penggunaan Pestisida agar dapat

dimanfaatkan secara bijaksana (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011).

Beberapa herbisida pra tumbuh efektif digunakan untuk mengendalikan

gulma, terutama untuk gulma rumput semusim. Herbisida dapat menimbulkan

efek pada hama khususnya tanaman pengganggu, namun herbisida dapat

mempengaruhi mekanisme yang penting bagi bentuk kehidupan yang lebih tinggi

seperti manusia dan hewan. Dalam dosis kecil, herbisida tidak berbahaya bagi

manusia dan hewan karena ukurannya yang jauh lebih besar dari hama tanaman

pengganggu, namun apabila dosis kecil tersebut terakumulasi dalam jumlah

tertentu akan membahayakan manusia dan hewan. Kontak dengan herbisida akan

mengakibatkan efek bakar yang langsung dan dapat terlihat pada penggunaan

kadar tinggi karena kandungan asam sulfat 70 %, besi sulfat 30 %, tembaga sulfat

40 %, dan paraquat (Riadi. Dkk. 2011)

Page 7: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Pestisida Pertanian yaitu acara Pengujian Herbisida

dilaksanakan pada hari Senin tanggal 27 Oktober 2014 pukul 11.00 WIB sampai

selesai bertempat di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi

Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

1. Timba plastik

2. Mangkok plastik

3. Alat semprot/hand sprayer

4. Gelas ukur

3.2.2 Bahan

1. Benih kacang tanah, kedelai, jagung, bibit padi

2. Herbisida Saber 720 EC/Weedrol 720 EC, Ally 20 WDG, Ronstar 250 EC

3. Tanah tegalan

4. Tanah sawah

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Perlakuan Benih Kacang Tanah, Kedelai, Jagung

Page 8: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

1. Menyiapkan media tanam untuk kedelai, kacang tanah, dan jagung pada

mangkuk plastik dengan menggunakan tanah tegal yang diperkirakan terdapat

biji-biji gulma.

2. Membasahi media tanam sampai kapasitas lapang, selanjutnya menanam

benih kedelai, jagung, kacang tanah ditanam pada mangkuk masing-masing

10 benih.

3. Membuat perlakuan herbisida sebagai berikut:

Saber 720 EC konsentrasi 1 cc/l air, 2 cc/l air, dan 3 cc/l air.

Ally 20 WDG konsentrasi 1g/l, 2 g/l, dan 3 g/l.

Ronstar 250 EC dosis 2 cc/l, 4 cc/l, dan 6 cc/l.

Kontrol tanpa perlakuan herbisida

4. Menyemprotkan herbisida tersebut pada benih yang sudah ditanam.

Menyiram tiap-tiap perlakuan setiap hari untuk menjaga kelembaban.

5. Melakukan pengamatan 14 hari setelah perlakuan, yaitu persentase kecambah

benih, kecamabah yang mengalami keracunan, dan pertumbuhan kecambah

gulma.

3.3.1 Perlakuan pada Bibit Padi

1. Menyiapkan media tanam padi sawah dengan menggunakan timba

plastik/polybag.

2. Menanam bibit padi umur 25 – 30 hari.

3. Melakukan penyemprotan setelah tanaman tumbuh dengan baik dengan

menggunakan:

Ally 20 WDG dengan 3 level dosis

Saber 720 EC dengan 3 level dosis

4. Melakukan pengamatan terhadap keracunan tanaman padi dan pertumbuhan

gulma

Page 9: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Tabel Pengamatan Pengujian Herbisida

No PerlakuanGulma rumput-

rumputanGulma Teki

Gulma berdaun lebar

1

Tanah sawah 30 0 0

Tanah tegalan 1 0 0

2

Tanah sawah 20 0 0

Tanah tegalan 3 0 0

3

Tanah sawah 5 0 0

Tanah tegalan 0 0 0

4

Tanah sawah 1 0 0

Tanah tegalan 0 0 0

5

Tanah sawah 0 0 0

Tanah tegalan 0 0 0

6

Tanah sawah 0 1 0

Tanah tegalan 0 0 0

7

Tanah sawah 3 2 1

Tanah tegalan 0 1 2

8

Tanah Sawah7 0 0

Tanah Tegal0 0 4

Page 10: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

4.2 Pembahasan

Hasil praktikum pengujian herbisida di jelaskan dalam tabel di atas untuk

melakukan pengujian pada 2 jenis tanah tegalan dan tanah sawah, pada dengan

perlakuan yaitu, tanah sawah dan tanah tegalan. Berdasarkan dari hasil

pengamatan terhadap masing-masing perlakuan selama 14 hari maka dapat

diperoleh data seperti pada tabel hasil diatas. Hasil tabel di atas menunjukkan,

diketahui bahwa tanah dengan perlakuan kontrol memiliki jumlah pertumbuhan

gulma yang paling banyak di karenakan tanpa ada perlakuan penyemprotan

herbisida pada kontrol. Gulma yang paling banyak tumbuh adalah gulma dari

golongan rumput-rumputan pada kelompok 1 yang berjumlah 30 pada tanah

sawah. Pada tanah yang mendapat perlakuan pemberian herbisida, pertumbuhan

gulmanya lebih sedikit pada kelompok 2 berjumlah 20 gulma rumput-rumputan

pada kelompok 3 berjumlah 5 gulma, kelompok 7 berjumlah 3 gulma dan

kelompok 8 berjumlah 7 gulma dari hasil penyemprotan herbisida menunjukkan

jumlah gulma pada tanah sawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada

praktikum yang dilakukan penyemprotan herbisida pada tanah sawah dan tegalan

efektif dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan gulma. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa penggunaan herbisida pada lahan pertanian baik lahan sawah

maupun tegalan sangat diperlukan dalam menghambat perkembangan gulma

supaya tidak mengganggu pertumbuhan tanman budidaya.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama 14 hari, di jelaskan pada

tabel di atas, data yang telah diperoleh juga dapat terlihat bahwa tanah sawah

merupakan tanah yang paling rawan terhadap gangguan gulma. Pertumbuhan

gulma pada tanah sawah sangat jelas terlihat dibandingkan dengan pertumbuhan

gulma pada tanah tegalan. Tanah sawah lebih subur dan banyak kandungan bahan

organik pada tanah sawah sehingga menyebabkan tumbuhnya gulma sangat cepat.

Gulma pada tanah sawah lebih tahan terhadap racun pada herbisida yang

digunakan. Tingginya jumlah pertumbuhan gulma pada tanah sawah tersebut

dapat terjadi karena penggunaan tanah sawah yang kurang memperhatikan aspek

berkelanjutan dengan tidak dilakukannya pengelolaan lahan secara maksimal dan

pengontrolan atau menggunakan sistem PHT, penggunaan senyawa kimia yang

Page 11: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

berlebihan dan terkadang tidak memakai bahan kimia untuk memusnahkan

gulma . Selain itu, pengambilan sample tanah sawah juga sangat rentan terhadap

masuknya benih gulma yang pada saat kemudian dapat sumber terhadap

pertumbuhan gulma. Kondisi tanah sawah yang senantiasa lembab dan banyak

kandungan bahan organik dan lebih subur dari tanah tegalan menyebabkan gulma

dapat berkembang dengan baik pada tanah ini.

Herbisida selektif, adalah herbisida yang  beracun untuk tumbuhan tertentu

dari pada tumbuhan lainnya. Secara ideal, herbisida selektif adalah herbisida yang

mempu mengendalikan gulma sasaran tanpa meracuni tanaman budidaya untuk di

basmi. Herbisida non-selektif, adalah herbisida yang beracun bagi semua spesies

tumbuhan yang ada.  Oleh karena itu, herbisida jenis ini diaplikasikan pada saat 

tidak ada tanaman utama yang sengaja dibudidayakan, sebelum tanaman utama di

sebar maka perlakuan herbisida non-selektif bisa diterapkan terlebih dahulu .

Pada perlakuan penyemprotan pada kelompok 5 memakai herbisida

Gramaxone 276 Sl dengan bahan aktif parakuat diklorida 276 Sl. Gramoxone 276

SL adalah herbisida kontak non selektif yang bekerja cepat untuk mengendalikan

berbagai jenis gulma pada tanaman perkebunan, pertanian dan sayuran.

Gramoxone bekerja sangat cepat menghentikan kompetisi gulma, tidak

terpengaruh oleh hujan dan dengan pengendalian gulma yang sangat luas.

Formulasi Gramoxone mengandung 3 bahan pengaman yaitu pembau , pemuntah

dan pewarna. Secara umum, herbisida dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu

berdasarkan waktu aplikasi, cara aplikasi, bentuk molekul, dan cara kerja.

Berdasarkan waktu aplikasinya atau berdasar pada ada tidaknya gulma pada lahan,

herbisida dapat dibagi menjadi dua yaitu herbisida pratumbuh dan herbisida pasca

tumbuh. Herbisida pratumbuh (pre-emergence herbicides) merupakan herbisida

yang diaplikasikan pada tanah sebelum gulma tumbuh. Semua herbisida pra-

tumbuh adalah soil acting herbicide atau herbisida tanah dan bersifat sistemik

(translocated herbicides). Sedangkan herbisida pascatumbuh (post-emergence

herbicides) merupakan herbisida yang diaplikasikan saat gulma sudah tumbuh.

Oleh karena itu, semua herbisida pasca-tumbuh adalah foliage applied herbicide.

Herbisida pasca-tumbuh ada yang bersifat sistemik dan ada pula yang non-

Page 12: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

sistemik. Dipandang dari ada atau tidaknya tanaman pokok waktu herbisida

diaplikasikan, dikenal adanya herbisida yang diaplikasikan sebelum tanaman

pokok ditanam (preplanting) dan herbisida yang diaplikasikan sesudah lahan

ditanami (postplanting). Herbisida preplanting bisa saja preemergence atau

postemergence, demikian pula herbisida postplanting bisa emergence atau

postemergence.

Klasifikasi herbisida berdasarkan pada perbedaan derajat respon

tumbuh - tumbuhan terhadap herbisida selektivitas. Herbisida selektif merupakan

herbisida yang bersifat lebih beracun untuk tumbuhan tertentu dari pada tumbuhan

lainnya. Contoh herbisida Selektif adalah 2,4 D, ametrin, diuron, oksifluorfen,

klomazon, dan karfentrazon. Sedangkan herbisida nonselektif merupakan

herbisida yang beracun bagi semua spesies tumbuhan yang ada. Herbisida selektif

sangat penting bagi sistem produksi tanaman. Jalur aplikasi herbisida yang lain

adalah melalui tanah baik dilakukan dengan cara penyemprotan pada permukaan

tanah, dicampur dengan tanah, maupun disuntikkan ke dalam tanah. Herbisida

yang diaplikasikan melalui tanah diarahkan untuk mengendalikan gulma sebelum

gulma tersebut tumbuh (pra-tumbuh). Herbisida yang termasuk kelompok ini

diantaranya adalah diuron, bromacil, 2,4-D, oksidiazon, oksifluorfen, ametrin,

butaklor, dan metil metsulfuron. Herbisida selektif sangat diperlukan dalam

sistem produksi tanaman. Dengan sifat yang dimilik herbisida selektif tersebut,

dapat dipilih herbisida yang dapat mengendalikan gulma dengan baik tanpa

meracuni tanaman utama. Sedangkan herbisida non-selektif, merupakan herbisida

yang dapat mematikan atau bersifat racun pada hampir semua gulma dan tanaman

lain yang terkena herbisida tersebut termasuk tanaman utama yang dibudidayakan,

contoh: Paraquat, Glifosat.

Klasifikasi herbisida berdasarkan pada waktu aplikasinya Ada dua tipe

herbisida berdasarkan aplikasinya yaitu herbisida pratumbuh (preemergence

herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang pertama

disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar. Biasanya

herbisida jenis ini bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan

yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya.

Page 13: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan

pokoknya. Berdasarkan cara kerjanya atau efek yang ditimbulkan terhadap

mempengaruhi gulma, herbisida dapat dibedakan menjadi 5 diantaranya:

1. Herbisida yang mempengaruhi respirasi gulma, contohnya dinoseb (kelompok

dinitrofenol), bromoksinil, dan toksinil (kelompok hidroksibenzonitril).

2. herbisida yang mempengarhi proses fotosintesis gulma, contohnya sebagai

berikut: Intervensi aliran elektron, contohnya bromoksinil (hidroksibenzonitril),

propanil (anilide), asulam, fenmedifam (karbamat), ametrin, simazine, metribuzin,

sianazine (triazin), klorbromuron, diuron, dan linuron (urea), penghambat sisntesis

karotenoid, contohnya kelompok aminotriazol; dan menghambat akseptor elektron

dalam fotosintesis.

3. Herbisida penghambat perkecambahan dapat dibedakan lagi menjadi

penghambat mikrotubula, contohnya trifluralin (dinitroanilin), asulam, barban,

klorprofan (karbamat) serta penghambat perkecambahan yang mekanisme

kerjanya belum jelas. Beberapa contohnya adalah alaklor, butaklor, metolaklor,

propaklor (kloroasetanilida).

4. Herbisida yang memiliki efek terhadap sintesis asam amino, contohnya adalah

glifosat (organofosfat), klorsulforon, sulfumeturon (sulfonilurea), imazapir,

imazakuin (imadazolinon).

5. Herbisida yang mempengaruhi metabolisme lipida, contohnya dalapon (asam

alifalik), molinat, dan tiobenkarb (tiokarbamat).

Klasifikasi herbisida berdasarkan media atau jalur aplikasinya Herbisida

tertentu dapat diaplikasikan melalui daun. Herbisida yang termasuk dalam

kelompok ini adalah herbisida pasca tumbuh, yaitu herbisida yang diaplikasikan

pada saat gulma sudah tumbuh. Beberapa contoh herbisida pasca tumbuh adalah

glifosat, paraquat, glufosinat, propanil, dan 2,4-D. Jalur aplikasi herbisida yang

lain adalah melalui tanah, baik dilakukan dengan cara penyemprotan pada

permukaan tanah maupun dicampur/diaduk dengan tanah. Herbisida yang

diaplikasikan melalui tanah diarahkan untuk mengendalikan gulma sebelum

gulma tersebut tumbuh.

Page 14: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

Klasifikasi berdasarkan tipe translokasi herbisida dalam tumbuhan Secara

umum herbisida dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu herbisida kontak (tidak

ditranslokasikan) dan sistemik (ditranslokasikan).

a. Herbisida kontak dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan

bagian gulma yang terkena/kontak langsung dengan herbisida karena sifat

herbisida ini tidak ditranslokasikan atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma.

Semakin banyak organ gulma yang terkena herbisida akan semakin baik daya

kerja herbisida tersebut. Oleh sebab itu, herbisida kontak umumnya diaplikasikan

dengan volume semprot tinggi sehingga seluruh permukaan gulma dapat

terbasahi. Daya kerja herbisida tersebut kurang baik bila diaplikasikan pada gulma

yang memiliki organ perkembangbiakan dalam tanah.

b. Herbisida sistemik merupakan suatu herbisida yang dialirkan atau

ditranslokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama dengan herbisida ke

bagian lainnya, biasanya akan menuju titik tumbuh karena pada bagian tersebut

metabolisme tumbuhan paling aktif berlangsung. Herbisida ini dapat diaplikasikan

melalui daun /pasca tumbuh atupun melalui tanah/pratumbuh.

Dari cara kerjanya herbisida ada 2 macam, herbisida kontak dan herbisida

sistemik. Herbisida kontak adalah herbisida yang berguna untuk menyiang gulma

dengan cara langsung mengganggu tanaman untuk berfotositensis, gulma yang

secara langsung terkena herbisida kontak akan mati. Di dalam jarinngan

tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan.

Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Karena hanya

mematikan bagian gulma yang terkena, pertumbuhan gulma dapat terjadi sangat

cepat. Dengan demikian, rotasi pengendalian menjadi singkat. Herbisida kontak

memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya merata ke

seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang lebih

baik. Keistimewaannya, dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah

disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat

jika waktu penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan

tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini

Page 15: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma.

Contoh herbisaida kontak : Herbisida Kontak : NOXONE 297SL

. Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya dengan

mengganggu enzim yang berperan dalam membentuk asam amino yang

dibutuhakan tanaman, dan mudah menyerap ke seluruh jaringan tanaman, gulma

akan mati sampai akar-akarnya. contoh Herbisida Sistemik : Rambo Gold 480SL.

Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan ke

seluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran

atau sebaliknya. Cara kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk

membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak

langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara

menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan

tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh,

tunas sampai ke perakarannya. Keistimewaannya, dapat mematikan tunas – tunas

yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Efek

terjadinya hampir sama merata ke seluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun

sampai perakaran. Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi

sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama (panjang).

Penggunaan herbisida sistemik ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu,

tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua

jenis alat semprot, termasuk sistem ULV (Micron Herbi), karena penyebaran

bahan aktif ke seluruh gulma memrlukan sedikit pelarut.

Sedangkan herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan

jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida, terutama

bagian gulma yang berwrna hijau, serta gulma yang memilikki perakaran tidak

meluas. Herbisida ini akan membunuh gulma bila cairan herbisida yang

disemprotkan langsung mengenai gulma tersebut. Di dalam jaringan tumbuhan,

bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan. Jika ada,

bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Karena hanya mematikan bagian

gulma yang terkena, pertumbuhan gulma dapat terjadi sangat cepat. Dengan

demikian, rotasi pengendalian menjadi lebih singkat. Cuntoh herbisida kontak

Page 16: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

diantaranya: Gramoxone (bahan aktif paraquat), Paracol (bahan aktif paraquat dan

diuron) dan Agroxone (bahan aktif MCPA).

Herbisida yang selektif terhadap suatu tanaman belum tentu selektif

terhadap tanaman lainnya. Contohnya herbisida berbahan aktif atrazin dan ametrin

sangat selektif bagi tanaman jagung, tebu, dan nanas, tapi tidak selektif terhadap

padi. Di sisi lain, propanil, triasulforan, dan metsulfuron metil sangat selektif

terhadap padi, tetapi belum tentu selektif terhadap tanaman lainnya.

Selektivitas herbisida dipengaruhi oleh dua hal, yaitu :

a. Faktor tanaman yang berhubungan dengan herbisida, terdiri dari selektivitas

fisiologis dan selektivitas fisik.

Selektivitas fisiologis dapat dikatakan selektivitas bawaan bahan aktif

herbisida tersebut dalam “memilih” tumbuhan sasarannya yang akan “dibunuh”.

Suatu tanaman dapat mengubah bahan aktif herbisida dalam takaran tertentu

menjadi bahan yang tidak meracuni tanaman tersebut. Contoh kasusnya adalah

atrazin pada tanaman jagung, dimana tanaman ini mampu mendetoksifikasi

atrazin sehingga tidak beracun bagi jagung.

Selektivitas fisik terjadi karena adanya zat penghalang atau lapisan tertentu pada

tanaman yang mampu menahan herbisida sehingga tidak bisa mencapai bagian

tanaman yang peka. Contoh kasusnya adalah lapisan kayu pada pohon dewasa,

sehingga herbisida yang non-selektif sekali pun dapat digunakan untuk

mengendalikan gulma pada tanaman perkebunan yang sudah berkayu.

b. Faktor teknik penggunaan, terdiri dari selektivitas posisional dan selektivitas

teknik penyemprotan.

Selektivitas posisional memanfaatkan perbedaan posisi dari bagian-bagian

tanaman dan gulma yang peka terhadap herbisida. Contoh kasusnya adalah

herbisida pra-tumbuh yang aktif di dalam tanah (soil acting) sesudah diaplikasikan

pada tanah, akan segera membentuk semacam lapisan herbisida dengan

kedalaman tertentu di lapisan tanah bagian atas. Biji-biji gulma yang kebanyakan

berada di lapisan ini akan terpapar oleh herbisida dan tidak akan berkecambah.

Jika berkecambah pun, kecambah akan segera mati. Sementara benih tanaman

utama yang ditanam lebih dalam tidak terpapar herbisida dan akan tetap tumbuh.

Page 17: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

Selektivitas teknik penyemprotan, berdasarkan pada tata cara aplikasi yang tepat,

sehingga herbisida yang non-selektif pun bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan

gulma pada beberapa jenis tanaman. Contoh kasusnya adalah penggunaan

herbisida non-selektif yang bukan sistemik bisa digunakan untuk mengendalikan

gulma diantara barisan beberapa jenis tanaman dengan teknik directed spray

menggunakan sungkup atau corong. Faktor-faktor selektifitas yang terpenting

adalah :

1. Perbedaan struktur atau morfologi

2. Penyerapan,

3. Translokasi dan

4. Perbedaan fisiologi

5. Formulasi herbisida

Page 18: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum dan pengamatan acara “Pengujian Herbisida” yang

telah dilakukan selama 14 hari, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Herbisida merupakan jenis pestisida atau senyawa kimia buatan yang dapat

digunakan sebagai pengendali bagi gulma pada lahan pertanian.

2. Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh diketahui bahwa penggunaan

herbisida efektif dalam menghambat pertumbuhan tanaman pada tanah sawah

dan tanah tegalan.

3. Tanah sawah lebih rentan terhadap gangguan gulma karena memiliki keadaan

yang optimal bagi pertumbuhan gulma.

4. Herbisida dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu berdasarkan waktu aplikasi,

cara aplikasi, bentuk molekul, dan cara kerja.

5. Herbisida selektif yaitu herbisida yang dapat mematikan atau menghambat

jenis-jenis gulma tertentu sedangkan herbisida non selektif bersifat racun pada

hampir setiap jenis tanaman diluar gulma itu sendiri.

6. Cara kerja herbisida dapat secara sistemik dan secara kontak.

5.2 Saran

Kegiatan praktikum untuk kesediaan air harus dibantu karena pada saat

praktikum dan pengamatan melakukan penyiraman sulit air

Page 19: LAPORAN PENGUJIAN HERBISIDA

DAFTAR PUSTAKA

Abdi Hafiz, A. Edison, P, B. Sengli J. Damanik. 2014. Efikasi Beberapa Herbisida Secara Tunggal dan Campuran Terhadap Clidemia hirta (L.) D. Don. Di Perkebunan Kelapa Sawit, Jurnal Online Agroekoteknologi, 4 (2) 1578 – 1583.

Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. Jakarta: Direktorat Pupuk dan Pestisida.

Dwi Wahyu Sulistyo Utomo, D, W, S. Agung, N.dan Husni Thamrin, S. 2014. Pengaruh Aplikasi Herbisida Pra Tanam Cuka (C2h4o2), Glifosat Dan Paraquat Pada Gulma Tanaman Kedelai (Glycine Max L), Jurnal Produksi Tanaman, 3 (2) :213-220.

Guntoro, D. dan Trisnani, Y, F. 2013. Aktivitas Herbisida Campuran Bahan Aktif Cyhalofop-Butyl dan Penoxsulam terhadap Beberapa Jenis Gulma Padi Sawah, Bul. Agrohorti, 1 (1) :140 – 148.

Hasanuddin. 2013. Aplikasi Beberapa Dosis Herbisida Campuran Atrazina Dan Mesotriona Pada Tanaman Jagung: I. Karakteristik Gulma, J Agrista, 17 (1) :36-41.

Imelda S. Marpaung, I, S. Yakup, P.dan Erizal, S. 2013. Evaluasi Kerapatan Tanam dan Metode Pengendalian Gulma pada Budidaya Padi Tanam Benih Langsung di Lahan Sawah Pasang Surut, Jurnal Lahan Suboptimal, 1 (2)1:93-99.

Muh. Riadi, M. Rinaldi, S. Elkawakib, S. 2011. Herbisida Dan Aplikasinya, Makassar :Program Studi Agroteknologi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.

Ratnasari, Juwita. 2008. Galeri Tanaman Hias Daun. Depok: Penebar Swadaya.