Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

20
PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI A. PRINSIP Proses pengawetan makanan dengan menggunakan panas untuk mengurangi aktivitas biologi (kimia dan mikroorganisme) agar bahan pangan aman dikonsumsi dan lebih awet B. TUJUAN Mahasiswa diharapkan mampu : 1. Mendeskripsikan langkah-langkah kerja pada proses pengalengan berbagai jenis bahan pangan nabati. 2. Menentukan batas-batas penggunaan suhu dan waktu proses sterilisasi dalam pengalengan berbagai bahan pangan nabati. 3. Menganalisa kualitas hasil pengalengan bahan pangan nabati. 4. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bahan nabati dalam proses pengalengan. C. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian steril absolut menunjukkan suatu kondisi yang suci hama, yaitu kondisi yang bebas dari mikroorganisme. Pada proses sterilisasi produk pangan, kondisi steril absolut sulit dicapai, karena itulah digunakan istilah sterilisasi komersial atau sterilisasi praktikal. Sterilisasi komersial yaitu suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dalam

Transcript of Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

Page 1: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI

A. PRINSIP

Proses pengawetan makanan dengan menggunakan panas untuk mengurangi aktivitas

biologi (kimia dan mikroorganisme) agar bahan pangan aman dikonsumsi dan lebih awet

B. TUJUAN

Mahasiswa diharapkan mampu :

1. Mendeskripsikan langkah-langkah kerja pada proses pengalengan berbagai jenis

bahan pangan nabati.

2. Menentukan batas-batas penggunaan suhu dan waktu proses sterilisasi dalam

pengalengan berbagai bahan pangan nabati.

3. Menganalisa kualitas hasil pengalengan bahan pangan nabati.

4. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bahan nabati dalam proses

pengalengan.

C. TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian steril absolut menunjukkan suatu kondisi yang suci hama, yaitu kondisi yang

bebas dari mikroorganisme. Pada proses sterilisasi produk pangan, kondisi steril absolut

sulit dicapai, karena itulah digunakan istilah sterilisasi komersial atau sterilisasi praktikal.

Sterilisasi komersial yaitu suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan

menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak ada lagi

terdapat mikroorganisme hidup.

Pengertian sterilisasi komersial ini menunjukkan bahwa bahan pangan yang telah

mengalami proses sterilisasi mungkin masih mengandung spora bakteri (terutama bakteri

non-patogen), namun setelah proses pemanasan tersebut spora bakteri non-patogen

tersebut bersifat dorman (tidak dalam kondisi aktif bereproduksi), sehingga

keberadaannya tidak membahayakan kalau produk tersebut disimpan pada kondisi

normal. Dengan demikian, produk pangan yang telah mengalami sterilisasi komersial

akan mempunyai daya awet yang tinggi, yaitu beberapa bulan sampai beberapa tahun.

Sterilitas komersial (menurut FDA) atau stabilitas penyimpanan (menurut USDA) adalah

Page 2: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

kondisi bebas dari mikroba yang dapat berkembang biak dalam makanan pada kondisi

penyimpanan atau distribusi yang normal tanpa bantuan pendingin.

Pada produk steril komersial yang berasam rendah, terdapat resiko keamanan pangan

yang cukup tinggi. Pada kondisi penyimpanan normal tanpa pendinginan, pangan

berasam rendah yang belum mencapai kecukupan proses steril komersial akan beresiko

ditumbuhi mikroba. Selain itu spora yang tertinggal didalam makanan tersebut dapat

bergerminasi kembali dan menyebabkan kebusukan atau kerusakan makanan. Di lain

pihak penggunaan suhu yang tinggi pada proses sterilisasi produk pangan secara

berlebihan, memungkinkan terjadinya kerusakan nilai gizi maupun organoleptik produk

pangan tersebut, sehingga proses sterilisasi komersial perlu dikontrol dengan baik.

Produksi pangan steril komersial mencakup dua operasi yang esensial

1. Bahan pangan harus dipanaskan secara cukup (pada suhu yang cukup tinggi dan

waktu yang cukup lama) untuk memastikan bahwa kondisi steril komersial telah

tercapai.

2. Pangan yang telah disterilisasi komersial harus dikemas dan ditutup dengan

menggunakan wadah yang hermetik atau kedap udara (seperti kaleng, gelas,

alumnium foil, retort pouch, dll), sehingga mampu mencegah timbulnya

rekontaminasi setelah produk tersebut disterilkan.

Spora bakteri umumnya mempunyai ketahanan panas yang lebih tinggi daripada sel

vegetatifnya. Karena itulah, proses pemanasan pada sterilisasi komersial bertujuan untuk

menginaktifkan spora bakteri, terutama spora bakteri patogen yang tahan panas. Kondisi

proses sterilisasi komersial tersebut sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain

kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dll),

jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan, karakteristik

pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng), medium pemanas, dan kondisi

penyimpanan setelah sterilisasi.

Proses sterilisasi komersial dilakukan melalui pemanasan pada suhu tinggi. Karena tujuan

sterilisasi adalah untuk membunuh semua sel vegetatif dan semua spora bakteri, maka

bahan pangan berasam rendah yang disteriisasil komersial membutuhkan suhu proses

yang tinggi. Untuk itu perlu dikendalikan dengan baik karena bila tidak terkontrol dengan

Page 3: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

baik, pemanasan yang berlebihan dapat merusak mutu organoleptik dan gizi produk

pangan tersebut.

Produk pangan yang telah mengalami sterilisasi seharusnya dikemas dengan kemasan

yang kedap udara untuk mencegah terjadinya rekontaminasi. Kondisi pengemasan kedap

udara ini menyebabkan terbatasnya jumlah udara (oksigen) yang rendah, sehingga

mikroorganisme yang bersifat obligat aerob tidak akan mampu tumbuh pada produk

pangan tersebut. Namun yang perlu diperhatikan adalah mikroorganisme (terutama spora)

yang bersifat fakultatif atau obligat anaerob yang jika tidak diperhatikan dengan seksama

akan mampu menyebabkan terjadinya kebusukan. Dengan demikian, suatu produk

pangan dikatakan sudah steril komersial apabila:

1. produk telah mengalami proses pemanasan lebih dari 100oC

2. bebas dari mikroba patogen dan pembentuk racun

3. bebas mikroba yang dalam kondisi penyimpanan dan penanganan normal dapat

menyebabkan kebusukan

4. awet (dapat disimpan pada kondisi normal tanpa refrigerasi).

Umumnya, proses pengemasan untuk bahan pangan yang telah diproses dengan sterilisasi

komersial akan menyebabkan kondisi anaerobik. Kondisi ini memberikan beberapa

keuntungan, antara lain :

1. spora bakteri pembusuk umumnya tidak tahan panas sehingga lebih mudah

dimusnahkan pada proses pemanasan

2. dapat mengurangi reaksi oksidasi yang mungkin terjadi baik selama pemanasan

maupun selama penyimpanan setelah diproses.

Untuk mempertahankan kondisi anaerobik ini, bahan pangan perlu dikemas dalam

kemasan kedap udara (hermetis) seperti kaleng, gelas, kantong plastik atau alumunium

foil Berdasarkan prosesnya, sterilisasi dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1. Proses pengalengan konvensional, dimana produk dimasukkan dalam kaleng, lalu

ditutup secara hermetis, dan setelah itu produk dalam kaleng

dipanaskan/disterilisasikan dengan menggunakan retort. Setelah kecukupan panas

yang diperlukan tercapai, produk dalam kaleng tersebut didinginkan.

Page 4: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

2. Proses aseptis, yaitu suatu proses dimana produk dan kemasan disterilisasi secara

terpisah, kemudian produk steril tersebut diisikan ke dalam wadah steril pada suatu

ruangan yang steril.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka produk pangan steril komersial dapat didefinisikan

sebagai produk pangan berasam rendah (Low Acid Foods) yang telah mengalami proses

pemanasan, sehingga bisa dipastikan bahwa produk tersebut telah bebas dari mikroba

yang dapat berkembang biak dalam makanan pada kondisi penyimpanan atau distribusi

yang normal tanpa bantuan pendingin. Istilah pangan steril komersial selama ini sering

pula dikenal sebagai makanan dalam kaleng.

D. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan Koktail Buah Cincau Sop Sayuran Pisau Stainless Steel Baskom/panci Sendok Timbangan pH meter Thermometer Can Flanger Autoclave/Retort Water bath Kompor Brix Refraktometer Gelas ukur

Kaleng no 2 Gula pasir Asam sitrat Kapur Pepaya Nanas Apel Nata de coco Melon

Gula pasir Cincau

hitam

Bumbu Wortel Kentang Buncis Bunga kol

E. PROSEDUR

a. Persiapan Bahan

1. Bagian bahan yang tidak dimakan (mata, kulit ari, dan sebagainya) dikupas dan

dibuang, kemudian dicuci sampai bersih

2. Bahan yang berukuran besar dipotong-potong dengan ukuran yang seragam dan

bentuk yang diinginkan

Page 5: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

3. Bahan-bahan dengan tekstur lunak dilakukan perendaman dengan menggunakan

air kapur dengan konsentrasi 3-5% selama 1-2 jam, kemudian dicuci untuk

mengurangi kadar kandungan kapurnya

4. Untuk mencegah perubahan warna (pencoklatan), bahan di-blanching dengan

suhu 80oC selama 5 menit

b. Persiapan medium

1. Medium koktail buah : Gula dilarutkan dalam air sehingga mencapai 35oC,

kemudian asam sitrat ditambahkan sebanyak 500 ppm

2. Medium sop sayuran : bumbu dihaluskan dan masukan kedalam air mendidih

3. Medium cingcau :

c. Proses setelah pengisian

1. Kaleng dan tutupnya dibersihkan dengan air panas sampai bersih

2. Potongan buah-buahan dimasukan kedalam kaleng (sisakan untuk medium &

head space)

3. Medium larutan gula dimasukan kedalam kaleng yang sudah berisi potongan

buah-buahan sampai 0,25-0,50 inch (sebagai head space) dari permukaan

4. Lakukan exhausting pada kaleng dalam keadaan terbuka pada Water Bath

mendidih (sampai bagian tengah kaleng mencapai suhu 85oC) atau dengan uap

panas selama 5-10 menit

5. Proses penutupan kaleng dilakukan secara hermitis dengan Double Seamer.

6. Processing dalam retort atau autoclave pada suhu 100oC selama 10-15 menit

7. Setelah processing, kaleng didinginkan dalam air mengalir

8. Kaleng dibersihkan dari sisa-sisa air dan simpan hasil pengalengan pada suhu

kamar dan suhu 40-50oC selama 1 minggu

F. DATA PENGAMATAN

Tabel 2. Jumlah Kaleng yang Dihasilkan

No.

Produk Kaleng baik Kaleng reject Keterangan

1. Koktail buah 20 02. Cincau 7 2 menggelembung3. Sop sayur 23 0

Page 6: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

Tabel 3. Hasil Pengamatan Organoleptik Produk

No. ProdukPengamatan pada 0 hari

Pengamatan setelah 1 minggu

Keterangan

1. Koktail buah

Medium: rasa sangat manis dan mempunyai rasa asam yang segar, warna bening, baunya segar seperti buah.

Buah: tekstur agak keras, warna cerah (sesuai jenis buah), rasa manis asam segar, aroma khas buah

Medium: rasa sangat manis dan mempunyai rasa asam yang segar, warna bening, baunya segar seperti buah.

Buah: tekstur agak keras, warna cerah (sesuai jenis buah), rasa manis asam segar, aroma khas buah

Tidak ada perubahan mutu

2. Cincau Medium: rasa sangat manis dan mempunyai rasa asam yang segar, warnanya agak kehitam-hitaman, baunya khas cincau

Cincau: rasa manis keasam-asaman, warna hitam cerah, bau khas cincau, tekstur kokoh

Medium: rasa sangat manis dan mempunyai rasa asam yang segar, warnanya agak kehitam-hitaman, baunya khas cincau

Cincau: rasa manis keasam-asaman, warna hitam cerah, bau khas cincau, tekstur kokoh

Tidak ada perubahan mutu

3. Sop sayur Medium: rasanya gurih asin dan enak, warnanya bening keruh, baunya khas sop

Sayur: tekstur lunak, warna agak gelap (terlalu matang), rasa gurih.

Medium: rasanya gurih asin dan enak, warnanya bening keruh, baunya khas sop

Sayur: tekstur lunak, warna agak gelap (terlalu matang), rasa gurih.

Tidak ada perubahan mutu

Tabel 4. Hasil Pengamatan Organoleptik Produk Reject

No. Produk Hasil pengamatan

1. Cincau Timbulnya gas (mendesis waktu dibuka), medium berbuih, bau gak enak

G. PEMBAHASAN

Praktikum Pengalengan Bahan Pangan Nabati, dilakukan dengan membuat 3 produk yang

berbahan dasar nabati, yaitu koktail buah, cincau dan sop sayur. Tujuan pengalengan

adalah penggunaan panas pada bahan pangan, baik bahan itu saja atau dicampur dengan

Page 7: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

bahan pengawet yang lain, yang tujuannya untuk membunuh atau menginaktifkan semua

mikroba yang mencemari tanpa tergantung dengan asalnya, dan untuk mengemas produk

dengan cara penutupan yang hermetis sehingga produk tetap terjaga dari

kontaminasi/pencemaran ulang.

Ketika pencegahan pembusukan ini diterapkan pada semua proses pengalengan, proses

thermal tersebut juga memasak bahan. Proses ini dijaga agar tidak merusak karakteristik

cita rasa, warna, aroma, tekstur dan karakteristik khas dari produk tersebut.

Adapun prinsip dari pengalengan bahan pangan yaitu penggunaan panas untuk

mengurangi aktivitas biologis, kimiawi dan mikrobiologis agar bahan pangan aman

dikonsumsi dan lebih awet dalam wadah hermitis.

Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan

sebagai berikut; sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching, pengisian,

exhausting, penutupan, processing (sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.

1. Sortasi

Pada tahap ini, bahan yang akan dipakai diseleksi sehingga hanya bahan-bahan yang

memiliki keadaan fisik yang baik yang dipergunakan dalam proses pengalengan. Hal ini

dilakukan agar kualitas produk akhir yang dihasilkan baik dan memenuhi standar.

2. Pencucian

Setelah bahan disortasi, bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan

air bersih. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan

sehingga diharapkan akan menurunkan populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa

insektisida, mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan sejenis malam yang melapisi

kulit buah-buahan.

3. Pengupasan

Proses pengupasan dilakukan untuk membuang bagian bahan yang tidak dipergunakan

atau dimakan yaitu kulit. Pengupasan dilakukan secepat dan seefisien mungkin, hal ini

dilakukan untuk mencegah banyaknya kehilangan dari bagian daging yang terbawa atau

ikut terbuang saat proses pengupasan berlangsung.

4. Pemotongan

Page 8: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

Pemotongan atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk mempermudah pengisian

bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain

itu, pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika

pemotongan dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi,

yaitu timbulnya warna yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna.

5. Perendaman

Untuk bahan dengan tekstur lunak seperti nenas dan papaya, sebelum proses pengalengan

dilakukan, dilakukan perendaman terlebih dahulu dengan air kapur 3-5% selama 1 jam.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kekerasan pada bahan sehingga bahan tidak mudah

hancur.

6. Blanching

Blancing merupakan perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam proses

pengalengan makanan buah dan sayuran dengan tujuan untuk memperbaiki mutunya

sebelum dikenai proses lanjutan. Dengan demikian, proses blanching bukan ditujukan

untuk proses pengawetan.

Tujuan perlakuan blanching terutama adalah untuk :

a. menginaktifasi enzim

b. mengurangi jumlah mikroba awal (terutama mikroba pada permukaan bahan pangan,

buah dan sayuran)

c. melunakkan tekstur buah dan sayuran sehingga mempermudah proses pengisian

buah/sayuran dalam wadah

d. mengeluarkan udara yang terperangkap pada jaringan buah/sayuran yang akan

mengurangi kerusakan oksidasi dan membantu proses pengalengan dengan

terbentuknya head space yang baik.

Saat praktikum, proses blanching dilakukan dengan menggunakan uap panas selama 5-

10 menit.

7. Pembuatan medium

Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium larutan

gula dengan kadar gula mencapai 35o Brix dengan pH 4,5 dipergunakan untuk

pengalengan buah dan cincau. Medium yang dipergunakan untuk untuk sop sayur adalah

kuah sop yang telah dimasak dengan rempah-rempah.

Page 9: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk

yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi

panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.

8. Penyiapan kaleng

Kaleng yang dipergunakan harus dalam keadaan sebersih mungkin dengan jumlah

mikroba seminimal mungkin. Agar hal itu tercapai, maka kaleng dicuci dengan air

mengalir dan direndam dalam air panas selama setengah jam sebelum dipergunakan.

9. Pengisian

Proses pengisian atau filling. Pengisian harus dilakukan secepat dan se-efisien mungkin

dalam kondisi bersih, tepat dan seragam. Proses pengisian bahan dalam kaleng tidak

dilakukan sampai penuh, hal ini dilakukan untuk menyisakan space atau ruang kosong

sebesar ¼ inchi yang digunakan sebagai head space. Head space adalah jarak antara tutup

kaleg atau botol dengan isi kaleng atau bahan. Jarak ini bervariasi tergantung pada bahan

dan pengemasannya.

Ukuran head space dalam pengalengan sangat penting, head space yang terlalu kecil

dapat menyebabkan tutup kaleng dapat meledak atau mencembung karena pengembangan

bahan atau isi kaleng, selain itu dapat menyebabkan kecepatan penetrasi panas rendah

karena kenaikan densitas isi kaleng. Bila head space terlalu besar maka relative jumlah

udara yang terakumulasi dalam kaleng besar sehingga kemungkinan terjadi oksidasi pada

bahan juga besar.

10. Exhausting

Exhausting dilakukan pada kaleng dalam keadaan terbuka pada water bath mendidih

sampai bagian tengah kaleng mencapai suhu 85oC selama 5-10 menit. Exhausting

bertujuan untuk menghilangkan semua udara atau gas yang terdapat dalam bahan dan

medium, hal ini dikarenakan jika ada udara (terutama oksigen) dalam kaleng yang sudah

tertutup maka oksigen dapat bereaksi dengan bahan dan bagian dalam kaleng sehingga

dapat mempengaruhi kualitas, nilai gizi dan umur simpan. Selain itu exhausting juga

bertujuan untuk menaikkan suhu bahan dalam kaleng yang merupakan suhu awal

processing.

Page 10: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

11. Penutupan

Penutupan kaleng yang dilakukan sedemikian rupa, diharapkan baik udara, air maupun

mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke dalam, sehingga keawetannya dapat

dipertahankan.

Penutupan kaleng dilakukan dengan double seaming atau penutupan ganda yaitu

penutupan dengan dua tahap gerakan. Gerakan pertama adalah penekukan tutup dan bibir

kaleng secara bersamaan, sedangkan gerakan kedua adalah menekan hasil penekukan

tersebut.

12. Processing (sterilisasi)

Processing atau sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk koktail buah dan cincau

digunakan suhu 100oC dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit sedangkan untuk sayuran

digunakan suhu 115-121oC dengan tekanan 1,05 bar selama 45-60 menit.

Sterilisasi merupakan proses untuk mematikan mikroba. Pada perinsipnya ada dua jenis

sterilisasi yaitu sterilisasi total dan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial yang

ditetapkan di industri pangan merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air

panas atau air digunakan sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk

kedalam sterilisasi basah.sterilisasi komersial harus disertai dengan kondisi tertentu yang

mungkin mikroba masih hidup dan dapat berkembang didalamnya.

Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh

mikroorganisme sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam

suatu wadah/bahan pangan. Pada sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka tidak akan

terdapat lagi mikroba-mikroba yang berbahaya terutama pada Clostidium botilinum

(Winarno, 1994).

Selain bertujuan untuk mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, processing ini

juga bertujuan untuk memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, flavor dan

kenampakan yang diinginkan.

Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu

tinggi, untuk itulah pada pengalengan koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang

dipergunakan adalah 100oC dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut,

mikroorganisme pembusuk dapat dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran yang

mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan dengan keasaman rendah (low acid food) yang

Page 11: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

dimana sterilisasi pada suhu 100oC tidak akan efektif mematikan semua mikroba. Oleh

karena itu digunakan suhu 121oC dengan tekanan 1,05 bar. Pada suhu dan tekanan

tersebut maka semua mikroorganisme pathogen dan pembusuk akan mati.

Kondisi proses sterlisasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :

a. kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal,

dll)

b. jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan

c. karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng)

d. medium pemanas

e. kondisi penyimpanan setelah sterilisasi

13. Pendinginan

Setelah di-processing, kaleng didinginkan dengan air mengalir pada bak air. Hal ini

dilakukan untuk :

a. mencegah over cooking yang dapat menghasilkan flavor dan tekstur yang tidak

disukai

b. mendapatkan hasil processing yang seragam dan mempertahankan kualitasnya

c. serta mencegah pertumbuhan bakteri termofilik.

Pendinginan dalam bak air dilakukan selama ± 24 jam, hal ini dilakukan untuk

memastikan bahwa proses pendinginan mencapai bagian dalam kaleng.

14. Penyimpanan

Setelah pendinginan dilakukan, kaleng dibersihkan dan dilap sampai kering untuk

mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Setelah itu disimpan dalam

suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas processing.

Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC. Jika

dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak

berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam

keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu. Hanya ada 2 buah kaleng cincau yang

mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya penggelembungan pada ujung kaleng.

Page 12: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa dikatakan aseptis, namun tidak menutup

kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena berlalunya masa simpan

(kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses pengalengan. Ada beberapa

factor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:

Penggelembungan karena adanya CO2

Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.

Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat

berlebihnya tekanan selama pemanasan.

Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan

yang kurang sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah

diolah sebagai hasil lipatan kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.

Fluktuasi tekanan atmosfer.

Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan

tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri

thermophilik (tahan panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada

oksigen). 

Berdasarkan hasil pengamatan pada sop sayur terjadi pelunakan diskolorisasi. Hal ini

dikarenakan terjadi proses Over Cooking. Over cooking dapat diakibat proses blanching,

exhausting, atau sterilisasi yang terlalu lama. Akan tetapi untuk pengalengan hasil

praktikum proses over cooking ini terjadi dikarenakan jeda waktu yang terlalu lama antara

satu tahap ke tahap lainnya.

Kerusakan pada makanan kaleng ada yang dapat dilihat dari penampakan kalengnya ada

juga yang tidak terlihat secara visual. Kerusakan produk kalengan dapat digolongkan

menjadi empat, yaitu :

1. flat sour (kedua ujung kaleng tetap datar, tetapi isinya sudah sangat asam)

2. flipper (kaleng tampak normal, tetapi bila salah satu ujungnya ditekan maka ujung

yang lainnya akan cembung)

3. springer (salah satu ujung kaleng tetap datar, tetapi ujung  yang lain cembung. Bila

ujung yang cembung ini ditekan, maka ujung lain yang datar akan menjadi cembung)

4. swell (kedua ujung kaleng terlihat cembung karena adanya bakteri pembentuk gas di

dalam kaleng).

Page 13: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Nabati

H. KESIMPULAN

Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC. Hanya

ada 2 buah kaleng cincau yang mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya

penggelembungan pada ujung kaleng. Ada beberapa factor yang dapat menyebabkan

kerusakan tersebut, yaitu antara lain : penggelembungan karena adanya CO2, operasi

autoclave yang salah terutama setelah pendinginan, exhausting yang kurang dan

pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya tekanan selama pemanasan,

pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang

kurang sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah

sebagai hasil lipatan kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang, dan terakhir adalah

fluktuasi tekanan atmosfer.

Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan pada sop sayur terjadi pelunakan diskolorisasi.

Hal ini dikarenakan terjadi proses Over Cooking. Over cooking dapat diakibat proses

blanching, exhausting, atau sterilisasi yang terlalu lama.

I. DAFTAR PUSTAKA

http://unitedonline.cleanprint.net

http://www.unhas.ac.id

http://web.ipb.ac.id

http://agaramedia.com