LAPORAN PENELITIAN STIMULUS PENGARUH DELAYED …
Transcript of LAPORAN PENELITIAN STIMULUS PENGARUH DELAYED …
i
LAPORAN
PENELITIAN STIMULUS
PENGARUH DELAYED CORD CLAMPING TERHADAP KADAR
HAEMOGLOBIN PADA BAYI DI BPM BUDI CAWANG JAKARTA
TAHUN 2020
PENGUSUL
Ketua : Triana Indrayani, S.ST, M.Kes
Rizsa Choirunnisa S.ST. MKM
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2020
ii
ALAMAN PENGESAHAN
iii
ABSTRAK
PENGARUH DELAYED CORD CLAMPING TERHADAP KADAR
HAEMOGLOBIN PADA BAYI DI BPM BUDI CAWANG JAKARTA
TAHUN 2020
Latar Belakang: Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita
di Indonesia sekitar 40-45%. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2010 menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan
anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.
Tujuan :. Untuk mengetahui pengaruh delayed cord clamping dengan kadar
haemoglobin pada bayi baru lahir di BPM Bidan Budi Tahun 2020.
Metode : Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu Quasy Eksperiment
dengan menggunakan desain Posttest Only Control Group Design. Metode
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental
sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel semuanya yaitu sebanyak 30
bayi baru lahir 15 sebagai kelompok intervensi dan 15 sebagai kelompok kontrol.
Hasil Penelitian : Hasil yang didapatkan yaitu rata-rata kadar hemoglobin bayi
baru lahir pada kelompok intervensi sesudah dilakukan delayed cord clamping
pada bayi baru lahir di BPM Bidan Budi adalah 22,253 g/dl. Dan untuk rata-rata
kadar hemoglobin bayi baru lahir pada kelompok kontrol tanpa delayed cord
clamping bayi baru lahir di BPM Bidan Budi adalah 18,600 g/dl.Uji pengaruh
kadar hemoglobin pada pemberian sari kacang hijau secara uji stastistik
independent T Test didapatkan P value sebesar 0,000 < 0,05.
Simpulan dan Saran : Adanya pengaruh delayed cord clamping dengan kadar
hemoglobin pada bayi baru lahir karena haemoglobin bayi baru lahir yang
dilakukan delayed cord clamping lebih tinggi dibandingkan kelompok penjepitan
tali pusat segera dan dapat memberikan dampak yang bermakna tentang
peningkatan kadar haemoglobin pada bayi baru lahir, sehingga mencegah
terjadinya anemia pada bayi baru lahir.
Kata kunci : Kadar Haemoglobin, Delayed Cord Clamping, Bayi Baru Lahir
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ ii
ABSTRAK ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
1.4.1 Bagi BPM Bidan Budi ............................................................... 4
1.4.2 Bagi Peneliti Selanjutnya........................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Persalinan ................................................................ 6
2.1.2 Tali Pusat .................................................................................. 9
2.1.3 Delayed Cord Clamping ............................................................ 11
2.1.4 Hemoglobin .............................................................................. 12
2.1.5 Anemia ..................................................................................... 14
2.2 Kerangka Teori .................................................................................. 16
2.3 Kerangka Konsep ............................................................................... 17
2.4 Hipotesis ............................................................................................ 17
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ............................................................................... 19
3.2 Populasi dan Sampel .......................................................................... 19
3.2.1 Populasi .................................................................................... 19
3.2.2 Sampel ...................................................................................... 20
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 20
3.3.1 Tempat ...................................................................................... 20
3.3.2 Waktu Penelitian ....................................................................... 20
3.4 Variabel Penelitian ............................................................................. 20
3.4.1 Variabel Independent ................................................................ 20
3.4.2 Variabel Dependent ................................................................... 20
3.5 Instrumen Penelitian .......................................................................... 20
3.6 Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 20
3.7 Rencana Analisis Data ....................................................................... 21
3.7.1 Pengelolah Data ........................................................................ 21
v
3.7.2 Uji Normalitas ........................................................................... 22
3.7.3 Analisis Univariat...................................................................... 22
3.7.4 Analisis Bivariat ........................................................................ 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................. 23
4.1.1 Analisis Univariat ........................................................................ 23
4.1.2 Uji Normalitas.............................................................................. 24
4.1.3 Analisis Bivariat ........................................................................... 24
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan............................................................................................ 27
5.2 Saran.................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 28
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut World Health Organitation (WHO) 2014 banyak faktor yang
mempengaruhi tingkat Angka Kematian Bayi (AKB) dari seluruh kematian
neonatal, sekitar 60% merupakan kematian bayi umur <7 hari yang disebabkan
oleh gangguan perinatal yang salah satunya asfiksia dan infeksi. WHO mencatat
sekitar 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia dan infeksi,
hampir 1 juta bayi yang meninggal.
Kementrian Kesehatan RI 2015, salah satu indicator Sustainable
Development Goals (SDGs) adalah Angka Kematian Neonatal (AKN) yang
merupakan indicator dari tujuan SDGs yang ketiga yaitu menurunkan AKN
menjadi 12 per 1000 kelahiran ditahun 2030.
Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di
Indonesia sekitar 40-45%. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2010
menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak
balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%. (IDAI, 2013)
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah defisiensi nutrien
tersering pada anak di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang
termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh
penderita dan dapat mengakibatkan gangguan perkembangan otak, gangguan
mental bahkan sampai kematian. Secara epidemiologi, prevalensi tertinggi
ditemukan pada masa bayi dan awal masa kanak-kanak (IDAI, 2012).
Masalah anemia defisiensi besi pada bayi merupakan masalah kesehatan
yang serius karena akan mengganggu perkembangan mental dan kognitif untuk
perkembangan selanjutnya setelah dewasa. Waktu penjepitan dan pemotongan tali
pusat memegang peranan penting dalam menentukan kecukupan zat besi pada
bayi baru lahir. Beberapa penelitian membuktikan berbagai manfaat menunda
pemotongan tali pusat pada bayi baru lahir baik dari segi mencegah anemia
2
maupun pengaruh jangka panjang untuk perkembangan selanjutnya dari bayi baru
lahir (Dianty, 2015).
The American Academy of Pediatrics (AAP) dan WHO
merekomendasikan skrining anemia pada umur satu tahun (Wang et al., 2016).
AAP merekomendasikan skrining anemia pada bayi dengan faktor risiko seperti
gangguan pada makan, gangguan pertumbuhan dan kurangnya asupan zat besi.
Kandungan besi berbanding dengan berat badan bayi, sehingga bayi lahir
prematur memiliki kandungan besi yang sedikit (Paulí et al., 2014) oleh karena itu
diperlukan pemantauan kadar zat besi selama kehamilan dan penundaan
penjepitan pusat diperlukan untuk menambah kadar Hb pada bayi.
Penundaan pemotongan tali pusat ditemukan dapat mengatasi hal tersebut,
karena bayi mendapat tambahan zat besi sebesar 40-50 mg/kg saat lahir sehingga
dapat mencegah kekurangan zat besi bahkan hingga bayi tersebut mencapai usia
satu tahun (Committee on Obstetric Practice of The American Academy of
Pediatric, 2012). Departemen kesehatan Republik Indonesia sejak tahun 2007
sudah merekomendasikan untuk melakukan penundaan penjepitan tali pusat
hingga 2 menit untuk bayi normal (Endang, 2014).
Penundaan penjepitan tali pusat dapat menyediakan tambahan darah 80-
100 ml pada bayi baru lahir. Penundaan waktu 2 menit dapat memberikan
redistribusi darah diantara plasenta dan bayi, memberika bantuan placental
transfusion yang didapatkan oleh bayi sebanyak 35-40 ml/kg dan mengandung 75
mg zat besi sebagai hemoglobin yang mencukupi kebutuhan zat besi bayi pada 3
bulan pertama kehidupannya. Penundaan pemotongan tali pusat setelah bayi
menangis nyaring dan hingga tali pusat tidak berdenyut lagi pada bayi aterm dapat
meningkatkan jumlah darah sekitar 50 ml/kg dan mengandung 100 mg zat besi
sebagai hemoglobin yang mencukupi kebutuhan zat besi bayi pada 6 bulan
pertama kehidupanya. Sebaliknya penjepitan tali pusat secara dini (kurang lebih
10-15 detik setelah kelahiran) dapat menghalangi sebagian besar jumlah zat besi
yang masuk kedalam tubuh bayi. Penundaan penjepitan tali pusat juga dapat
meningkatkan penyimpanan zat besi saat lahir sehingga dapat mencegah
terjadinya anemia defisiensi besi pada bayi baru lahir (Dianty, 2012).
3
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Evayanti et al., (2017),
di BPS Rosbiatul, M.Kes susunan baru Kota Bandar Lampung provinsi Lampung.
Hasil penelitian didapatkan ada pengaruh penundaan pemotongan tali
pusat dengan peningkatan kadar hemoglobin dalam darah dengan p=0,000 dan
ada pengaruh penundaan pemotongan tali pusat dengan peningkatan kadar
hematokrit dalam darah dengan p=0,000.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rafika (2018) di BPM
Setia wilayah Puskesmas Kamonji Kota Palu. Hasil penelitian nilai rata-rata kadar
hemoglobin kelompok 2 menit sebesar 14,5 gr/dl dan kelompok 3 menit sebesar
15,9 gr/dl. berarti ada perbedaan kadar hb antara waktu 3 menit lebih tinggi
dibandingkan 2 menit. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Noviyani
(2018) di BPM wilayah Jagakarsa Jakarta Selatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penundaan penjepitan tali pusat (late cord clamping) dapat
meningkatkan eritrosit, Hb, dan Ht serta dapat mencegah anemia bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2019) di RS
Anutapura Kota Palu. Hasil penelitian menunjukkan rerata nilai kadar hemoglobin
bayi pada kelompok penundaan pemotongan tali pusat 2 menit sebesar 16.5 dan
kelompok 3 menit sebesar 18.1 berarti rerata kadar Hb penundaan waktu 3 menit
lebih tinggi dibandingkan 2 menit, namun keduanya memberikan kadar
hemoglobin yang normal waktu penundaan pemotongan tali pusat efektif terhadap
kadar hemoglobin bayi baru lahir.
Peneliti bertujuan untuk memberikan intervensi pada bayi baru lahir
dengan melakukan penundaan penjepitan tali pusat agar meningkatkan kadar
hemoglobin pada bayi baru lahir, peneliti mengambil intervensi penundaan
penjepitan tali pusat dikarenakan banyaknya manfaat yang didapat oleh bayi baru
lahir setelah dilakukan tindakan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh delayed cord clamping
dengan kadar haemoglobin pada bayi baru lahir di BPM Bidan Budi Cawang
Jakarta Timur Tahun 2020”
4
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah pengaruh delayed cord clamping dengan kadar
haemoglobin pada bayi baru lahir di BPM Bidan Budi Tahun 2020.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh delayed cord clamping dengan kadar
haemoglobin pada bayi baru lahir di BPM Bidan Budi Tahun 2020.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diketahui rata-rata kadar hemoglobin bayi baru lahir pada kelompok
intervensi sesudah dilakukan delayed cord clamping pada bayi baru
lahir di BPM Bidan Budi Tahun 2020.
b. Diketahui rata-rata kadar hemoglobin bayi baru lahir pada kelompok
kontrol tanpa delayed cord clamping bayi baru lahir di BPM Bidan
Budi Tahun 2020.
c. Diketahui perbedaan rata-rata kadar hemoglobin pada bayi baru lahir
antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di BPM Bidan
Budi Tahun 2020.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi BPM Bidan Budi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
acuan untuk menganalisis peranan petugas kesehatan untuk memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien berkaitan dengan delayed cord
clamping.
1.4.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan mampu menjadi
5
khazanah dan referensi keilmuan dalam bidang kesehatan dan dapat
dijadikan bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian selanjutnya mengenai pengaruh delayed cord clamping terhadap
kadar haemoglobin bayi baru lahir.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Pengertian Persalinan
Persalinan adalah rangkaian proses fisiologis yang berakhir dengan
pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses yang fisiologis pada umumnya
dimulai dengan adanya kontraksi yang ditandai dengan perubahan
progresif pada servik, dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Varney,
2012).
a. Sebab-Sebab Terjadinya Persalinan
Sebab-sebab terjadinya persalinan masih merupakan teori
yang komplek. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika
telah banyak mengungkapkan mulai dari berlangsungnya partus
antara lain penurunan kadar hormon progesteron dan estrogen.
Progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Menurunnya
kadar hormon ini terjadi 1-2 minggu sebelum persalinan. Kadar
prostaglandin meningkat menimbulkan kontraksi myometrium.
Keadaan uterus yang membesar dan menjadi tegang mengakibatkan
iskemia otot-otot uterus yang mengganggu sirkulasi uterus plasenta
sehingga plasenta berdegenerasi. Tekanan pada ganglion servikale
dari fleksus frankenhauser di belakang serviks menyebabkan uterus
berkontraksi (Mochtar, 2013).
b. Asuhan Persalinan Kala I, II, III, dan IV
1) Kala I (kala Pembukaan)
Pasien dikatakan dalam tahap persalinan kala I, jika
pembukaan 0 cm sampai dengan pembukaan 10 cm (lengkap).
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan
multigravida berlangsung sekitar 8 jam. Berdasarkan kurva
friedman pembukaan jalan lahir dapat diperhitungkan, untuk
7
primigravida 1 cm/jam, dan multigravida 2cm/ jam sehingga
sampai pembukaan lengkap dapat diperhitungkan (Trisnawati,
2012).
Permulaan persalinan ditandai dengan keluarnya lendir
bercampur darah karena serviks mulai mendatar dan membuka.
Kala pembuka dibagi menjadi du fase (Mochtar, 2013).
a) Fase laten: pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai
pembukaan 3 cm yang berlangsung dalam tujuh sampai delapan
jam.
b) Fase aktif kala I: berlangsung selama enam jam yang dibagi atas
tiga subvase, antara lain:
(1) Periode akselerasi, pembukaan menjadi 4 cm yang
berlangsung selam dua jam.
(2) Periode dilatasi maksimal, yaitu dalam waktu 2 jam
pembukaan menjadi 9 cm.
(3) Periode deselerasi, yaitu pembukaan berlangsung lambat
kembali dalam waktu dua jam pembukaan dari 9 cm
mencapai lengkap 10 cm. Lamanya kala I untuk
primigravida berlangsung selama 12 jam sedangkan
multigravida sekitar 8 jam. Bardasarkan kurva Friedman
diperhitungkan pembukaan primigravida adalah 1 cm tiap
jam dan untuk multigravida 2 cm tiap jam. Dengan
perhitungan tersebut, maka waktu pembuaan lengkap dapat
diperkirakan.
2) Kala II (kala Pengeluaran)
Mochtar (2013) menjelaskan bahwa pada kala pengeluaran
janin, his terkoordinir, kuat, interval 2-3 menit dengan durasi 50
sampai 100 detik. Pada akhir kala I ketuban akan pecah disertai
pengeluaran cairan mendadak, kepala janin turun masuk ruang
panggul, sehingga terjadi tekanan pada otot dasar panggul yang
akan menimbulkan keinginan untuk mengejan. Oleh karena
8
tertekannya fleksus Franken Hauser, ibu merasa seperti ingin
buang air besar karena adanya tekanan pada rektum. Tanda-tanda
kala II (Slamet, 2012) antara lain:
a) Pemeriksaan vaginal serviks sudah dilatasi penuh.
b) Selaput amnion biasanya sudah pecah.
c) His atau kontraksi uterus yang berlangsung panjang kuat, dan
tidak begitu sering bukan 2-3 menit lagi, melainkan sekitar 3-5
menit sekali.
d) Mungkin terdapat tetesan darah dari vagina.
e) Ibu mengalami desakan kuat untuk mengejan.
f) Sfingter ani terlihat berlilatasi.
g) Perineum tampak menonjol.
3) Kala III (Pelepasan Uri)
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai
10 menit. Lepasnya plasenta secara Schultze yang biasanya tidak
ada perdarahan sebelum plasenta lahir dan banyak mengeluarkan
darah setelah plasenta lahir. Sedangkan pengeluaran plasenta cara
Duncan yaitu plasenta lepas dari pinggir, biasanya darah mengalir
keluar antara selaput ketuban (Mochtar, 2013). Lepasnya plasenta
sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda:
a) Uterus menjadi bundar;
b) Fundus uterus mengalami kontraksi kuat;
c) Uterus terdorong ke atas karena plasenta lepas ke segmen bawah
rahim;
d) Tali pusat bertambah panjang;
e) Terjadi perdarah
4) Kala IV (Observasi)
Kala IV dimaksudkan untuk observasi pendarahan
postpartum. Paling sering terjadi pendarahan pada dua jam
pertama, yang perlu diobservasi adalah:
a) Tingkat kesadaran;
9
b) Tanda tanda vital;
c) Kontrasi uterus;
d) Terjadinya pendarahan pendarahan dikatakan normal jika
jumlahnya tidak lebih dari 500 ml.
2.1.2 Tali Pusat
a. Pengertian Tali Pusat
Tali pusat atau umbilical cord merupakan saluran kehidupan
bagi janin selama dalam kandungan, karena melalui tali pusat inilah
semua kebutuhan untuk hidup janin dipenuhi.Setelah bayi lahir saluran
ini tidak dibutuhkan lagi, sehingga harus dipotong dan diikat (dijepit)
dengan penjepit plastik. Sisa tali pusat yang masih menempel diperut
bayi atau disebut juga umbilical stump memerlukan perawatan yang
baik agar tidak terjadi infeksi. Tali pusat (funikulus umbilicalis) atau
disebut juga funis merentang dari umbilicus janin ke permukaan fetal
plasenta (Rahardjo, 2015).
b. Ciri Umum Tali Pusat
Pada tali pusat terdapar Funiculus umbilicus yang terbentang
dari permukaan fetal plasenta sampai daerah umbilicus fetus dan
berlanjut sebagai kulit fetus pada perbatasan tersebut. Funiculus
umbilicus secara normal berinsersi di bagaian tengah plasenta
funiculus umbilicus berbentuk seperti tali yang memanjang dari tengah
plasenta sampai ke umbilicus fetus dan mempunyai sekitar 40 puntiran
spiral. Pada saat aterm, funiculus umbilicus panjangnya 50-55 cm,
diameternya 1-2,5 cm dan berwarna putih kuning (Mitayani, 2017).
c. Struktur Tali Pusat
10
Gambar 2.1 Struktur Tali Pusat
Dalam strukturnya tali pusat terdapat bagian yang menutupi
funiculus umbilicus dan permukaan fetal plasenta yang dinamakan
amnion. Pada ujung fetal amnion melanjutkan diri dengan kulit yang
menutupi abdomen dan mendesak eksoselom yang akhirnya dinding
ruang amnion mendekati korion. Mesoblas antara ruang amnion dan
embrio menjadi padat body stalk yang merupakan hubungan antara
embrio dan dinding trofoblas. Body stalk ini akan menjadi tali pusat
(Sudarti, 2012).
d. Fungsi Tali Pusat
Tali pusat sebagai sirkulasi darah janin dalam rahim berbeda
dengan sirkulasi darah pada bayi dan anak. Selama kehidupan dalam
rahim, paru- paru janin tidak berfungsi sebagai alat pernapasan,
pertukaran gas sepenuhnya dilakukkan oleh plasenta. Darah mengalir
dari plasenta ke janin melalui vena umbilikalis yang terdapat dalam
tali pusat.Jumlah darah yang mengalir melalui tali pusat adalah sekitar
125 ml/kg/BB per menit atau sekitar 500 ml per menit. Melalui vena
umbilikalis dan duktus venosus, darah mengalir ke dalam vena kava
inferior, bercampur dengan darah yang kembali dari bagian bawah
tubuh. Kemudian memasuki atrium kanan, tempat aliran darah dari
vena kava inferior melalui foramen oval eke atrium kiri, kemudian ke
ventrikel kiri melalui arkus aorta, darah dialirkan ke seluruh tubuh
(Sudarti, 2012).
e. Sirkulasi Tali Pusat
Fetus yang sedang membesar didalam uterus ibu mempunyai
dua keperluan yang sangat penting dan harus dipenuhi, yaitu bekalan
oksigen dan nutrien serta penyingkiran bahan sisa yang dihasilkan oleh
sel-selnya. Jika keperluan ini tidak dapat dipenuhi, fetus akan
menghadapi masalah dan mungkin mengakibatkan kematian. Struktur
11
yang bertanggung jawab untuk memenuhi keperluan fetus ialah
plasenta (Rangkuti, 2011).
Pada plasenta banyak terdapat unjuran atau villus tumbuh dari
membrane yang menyelimuti fetus menembusi dinding uterus yaitu
endrometrium. Endrometrium kaya dengan aliran darah ibu. Didalam
villus terdapat jaringan kapilari darah fetus. Darah yang kaya dengan
oksigen dan nutrien ini dibawa melalui vena umbilicus yang terdapat
didalam tali pusat ke fetus. Sebaliknya, darah yang sampai ke villus
dari fetus melalui arteri umbilicus dalam tali pusat yang mengandung
bahan sisa seperti karbondioksida dan urea. Bahan sisa ini akan
meresap melalui membrane dan memasuki darah ibu yang terdapat di
sekeliling villus. Pertukaran oksigen, nutrien, dan bahan sisa lazimnya
berlaku melalui proses peresapan. Dengan cara ini, keperluan bayi
dapat dipenuhi (Shofa, 2015).
2.1.3 Delayed Cord Clamping
a. Definisi
Delayed cord clamping adalah praktek penundaan
pengekleman dan pemotongan tali pusat dimana tali pusat tidak dijepit
atau dipootong sampai setelah denyutan berhenti, atau sampai setelah
plasenta lahir seluruhnya (Yessy, 2018)
b. Keuntungan Delayed Cord Clamping
Keuntungan dari Delayed Cord Clamping diantaranya yaitu
mencegah anemia, meningkatkan kadar hematokrit, mengurangi
kejadian perdarahan postpartum, mengoptimalkan trasfusi oksigen ke
bayi, meningkatkan kedekatan ibu dan bayi serta meningkatkan
pertumbuhan otak bayi (Dyah, 2018).
c. Pengaruh Waktu Penundaan Penjepitan Tali Pusat
Perbedaan waktu pemotongan tali pusat sebagai intervensi
yang dilakukan setelah bayi lahir memberikan dampak yang berbeda.
12
Berikut adalah status hematologi bayi baru lahir cukup bulan dilihat
berdasarkan perbedaan waktu pemotongan tali pusat:
Studi kolaborasi Cochrane (2013) mengemukakan bahwa
peningkatan hemoglobin yang signifikan terjadi pada bayi yang
dilakukan penundaan pemotongan tali pusat dalam rentang waktu 1-3
menit akibat dari transfusi plasenta dan penambahan volume darah
sebesar 30-50%.
Penundaan penjepitan tali pusat dapat menyediakan tambahan
darah 80-100 ml pada bayi baru lahir. Penundaan waktu 2 menit dapat
memberikan redistribusi darah diantara plasenta dan bayi, memberika
bantuan placental transfusion yang didapatkan oleh bayi sebanyak 35-
40 ml/kg dan mengandung 75 mg zat besi sebagai hemoglobin yang
mencukupi kebutuhan zat besi bayi pada 3 bulan pertama
kehidupannya.
Penundaan pemotongan tali pusat setelah bayi menangis
nyaring dan hingga tali pusat tidak berdenyut lagi pada bayi aterm
dapat meningkatkan jumlah darah sekitar 50 ml/kg dan mengandung
100 mg zat besi sebagai hemoglobin yang mencukupi kebutuhan zat
besi bayi pada 6 bulan pertama kehidupanya. Sebaliknya penjepitan
tali pusat secara dini (kurang lebih 10-15 detik setelah kelahiran) dapat
menghalangi sebagian besar jumlah zat besi yang masuk kedalam
tubuh bayi. Penundaan penjepitan tali pusat juga dapat meningkatkan
penyimpanan zat besi saat lahir sehingga dapat mencegah terjadinya
anemia defisiensi besi pada bayi baru lahir (Dianty dkk, 2012).
2.1.4 Hemoglobin
a. Definisi
Hemoglobin adalah suatu protein tetrameric eritrosit yang
mengikat molekul bukan protein, yaitu senyawa porfirin besi yang
disebut heme. Hemoglobin mempunyai dua fungsi pengangkut penting
dalam tubuh manusia diantaranya adalah pengangkutan oksigen dari
13
organ respirasi ke jaringan perifer (Yanis, 2014). Kadar hemoglobin
adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran-butiran darah merah.
Kadar hemoglobin normal akan berbeda pada setiap kelompok usia
(Achadi, 2010).
b. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Di antara metode yang paling sering digunakan di laboratorium
dan paling sederhana adalah metode Sahli, dan yang lebih canggih
adalah metode sianmethemoglobin.
1) Metode Sahli
Pada metode Sahli, hemoglobin dihidrolisis dengan HCl
menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di
udara dioksidasi menjadi ferriheme yang segera bereaksi dengan
ion CI membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin
atau hemin yang berwarna coklat. Warna yang terbentuk ini
dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata
telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar
dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk.
Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran
sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar.
Disamping faktor mata, faktor lain misalnya ketajaman, penyinaran
dan sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan. (Supariasa,
2012)
Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang
belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di
lapangan, metode Sahli ini masih memadai dan bila pemeriksanya
telah terlatih hasilnya dapat diandalkan.(Supariasa, 2012)
2) Metode Sianmethemoglobin
Metode yang lebih canggih adalah metode
sianmethemoglobin. Pada metode ini hemoglobin dioksidasi oleh
kalium ferrosianida menjadi methemoglobin yang kemudian
bereaksi dengan ion sianida (CN2-) membentuk
14
sianmethemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca
dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang
membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif.
Namun fotometer saat ini masih cukup mahal, sehingga masih
belum semua laboratorium memilikinya (Supariasa, 2012)
3) Alat Hemoglobinometer digital
Hemoglobinometer digital merupakan metode kuantitatif
yang terpercaya dalam mengukur konsentrasi hemoglobin di
lapangan penelitian dengan menggunakan prinsip tindak balas
darah dengan bahan kimia pada strip yang digunakan. Bahan kimia
yang terdapat pada strip adalah ferrosianida. Reaksi tindak balas
akan menghasilkan arus elektrik dan jumlah elektrik yang
dihasilkan adalah bertindak balas langsung dengan konsentrasi
haemoglobin.
2.1.5 Anemia
a. Definisi
Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb)
yang rendah dalam darah. (WHO,2015). Anemia merupakan suatu
keadaan ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut
oksigen dalam darah Hemoglobin (Hb) tidak mencukupi untuk
kebutuhan fisiologis tubuh (Kemenkes RI, 2013).
Kejadian anemia dan kadar zat besi yang lebih rendah
ditemukan pada bayi dengan pemotongan tali pusat segera, karena bayi
tersebut tidak mendapatkan penambahan volume darah sebesar 40%
dari transfusi plasenta (Hutchon, 2012).
b. Klasifikasi Anemia
Menurut WHO (2014) klasifikasi anemia berdasarkan derajat
keparahan adalah sebagai berikut:
1) Anemia ringan : Kadar Hb 10-10,9 gr/dl
2) Anemia sedang : Kadar Hb 7-9,9 gr/dl
15
3) Anemia berat : Kadar Hb <7,0 gr/dl
c. Dampak Anemia
Anemia memiliki dampak buruk pada kesehatan bagi
penderitanya, terutama pada golongan rawan gizi yaitu, anak balita,
anak sekolah, remaja, ibu hamil dan menyusui dan juga pekerja.
Menurut (Fikawati, Syafiq, & Veretamala, 2017) dampak
anemia sebagai berikut:
Menurunkan daya tahan terhadap infeksi, defisiensi zat besi
menyebabkan menurunnya daya tahan terhadap penyakit infeksi dan
meningkatnya kerentanan mengalami keracunan. Pada populasi yang
mengalami kekurangan zat besi, kematian akibat penyakit infeksi
meningkat karena kurangnya zat besi berdampak pada system imun.
Berdampak saat kehamilan. Anemia yang terjadi pada massa
hamil berhubungan dengan kejadian BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
dan peningkatan risiko kematian ibu dan bayi perinatal. Selama
kehamilan, anemia diasosiasikan dengan peningkatan kesakitan dan
kematian. Anemia tingkat berat diketahui merupakan faktor risiko
kematian ibu. Untuk janinnya sendiri, anemia selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko BBLR, kelahiran prematur, dan defisiensi zat besi
serta anemia pada bayi nantinya.
d. Penyebab Anemia
Beberapa jenis anemia dapat diakibatkan oleh defisiensi zat
besi, infeksi atau gangguan genetik. Yang paling sering terjadi adalah
anemia yang disebabkan oleh kekurangan asupan zat besi. (Briawan,
2014).
Selain zat besi, masih ada dua jenis lagi anemia yang sering
timbul pada anak-anak dan remaja. Aplastic anemia terjadi bila sel
yang memproduksi butiran darah merah tidak dapat menjalankan
tugasnya. Hal ini dapat terjadi karena infeksi virus, radiasi, kemoterapi
atau obat tertentu. Adapun jenis berikutnya adalah haemolityc anemia,
yang terjadi karena sel darah merah hancur secara dini, lebih cepat dari
16
kemampuan tubuh untuk memperbaharuinya. Penyebab anemia jenis
ini bermacam-macam, bisa bawaan seperti talasemia atau sickle cell
anemia (Adriani & Wirjatmadi, 2014).
e. Tahapan Pada Anemia
Perjalanan keadaan kurang gizi besi mulai dari terjadinya anemia
sampai dengan timbulnya gejala-gejala yang klasik, melalui beberapa
tahap :
Tahap I : Terdapat kekurangan zat besi di tempat-tempat
cadangan besi (depot ion), tanpa disertai dengan anemia (anemia
latent) ataupun perubahan konsentrasi besi dalam serum (SI). Pada
pemeriksaan didapat kadar ferritin berkurang.
Tahap II : Selanjutnya kemampuan ikat besi total (TIBC) akan
meningkat yang diikuti dengan penurunan besi dalam serum (SII) dan
jenuh (saturasi) transferrin. Pada tahap ini mungkin anemia sudah
timbul, tetapi masih ringan sekali dan bersifat normokrom normositik.
Dalam tahap ini terjadi eritropoesis yang kekurangan zat besi (iron
deficient erythropoiesis).
Tahap III : Jika balans besi tetap negatif maka akan timbul anemia
yang tambah nyata dengan gambaran tepi yang bersifat hipokrom
mikrositik.
Tahap IV : Hemoglobin (Hb) rendah sekali. Sumsum tulang
tidak mengandung lagi cadangan besi, kadar besi plasma (SI)
berkurang. Jenuh transferrin turun dan eritrosit jelas bentuknya
hipokrom mikrositik. Pada stadium ini kekurangan besi telah mencapai
jaringan-jaringan. Gejala klinisnya sudah nyata (Yuni, 2015).
2.2 Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini dapat divisualisasikan sebagaimana
yang terlihat pada berikut:
17
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Sumber : Hamill (2010), Briawan (2014), Veretamala (2017), Dyah (2018),
Noviyani (2018).
2.3 Kerangka Konsep
Dilakukan Tindakan Delayed
Cord Clamping Selama 3
Menit
Pemeriksaan Kadar
Haemoglobin Dengan Alat
Hemoglobinometer Digital
Pencegahan Anemia Pada Bayi Baru Lahir
Bayi Baru Lahir
Variabel Dependen Variabel Independen
Kadar Hb Bayi Baru Lahir Delayed Cord Clamping
Penyebab Anemia
1. Defisiensi Zat Besi
2. Infeksi 3. Gangguan Genetik
4. Kekurangan Asupan Zat Besi
.
18
Gambar 2.3. Kerangka Konsep
2.4 Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan tinjauan teori dan kerangka konsep yang telah
diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha : Ada Pengaruh Delayed Cord Clamping terhadap Kadar HB pada bayi
baru lahir di BPM Bidan Budi tahun 2020.
19
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu Quasy Eksperiment dengan
menggunakan desain Posttest Only Control Group Design. Dalam desain ini
terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian dalam desain ini
baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dibagikan dibandingkan
kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan penundaan penkleman dan
pemotongan tali pusat (Delayed Cord Clamping) selama 3 menit sedangkan bayi
dalam kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan hal ini untuk mengetahui
kadar hemoglobin (HB) Bayi. Bentuk rancangan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah 30 bayi baru lahir di BPM
Bidan Budi.
3.1.1 Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
accidental sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel semuanya
yaitu sebanyak 30 bayi baru lahir 15 sebagai kelompok intervensi dan 15
sebagai kelompok kontrol.
20
a. Kriteria Inklusi
1) Bayi lahir normal
2) Bayi cukup bulan
3) Bayi yang tidak ada kelainan plasenta
4) Ibu bersedia bayinya dilakukan penundaan penjepitan tali pusat
b. Kriteria Eksklusi
1) Bayi baru lahir kurang bulan / prematur
2) Bayi yang ada kelainan / cacat bawaan saat lahir
3) Terdapat kelainan pada tali pusat
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BPM Bidan Budi Cawang Jakarta
Timur
3.3.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan Juni - Juli tahun 2020
3.4 Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Penelitian ini terdiri
dari 2 variabel yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).
3.4.1 Variabel Independen
Sebagai variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah
Penundaan pemotongan tali pusat
3.4.2 Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014). Sebagai
variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah Kadar hb bayi baru
lahir.
21
3.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian sebagai alat pengumpulan data yang digunakan yaitu
dengan menggunakan lembar observasi dan alat yg digunakan berupa alat easy
touch telah dilakukan penundaan penjepitan tali pusat pada bayi baru lahir.
3.6 Prosedur Pengumpulan Data Pelaksanaan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini data
yang dikumpulkan adalah data primer. Tahapan dalam pengumpulan data yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Peneliti meminta izin kepada pemilik BPM untuk melakukan penelitian;
b. Setelah mendapat izin penelitian dari pihak BPM, peneliti menentukan subjek
untuk menjadi responden yang akan sesuai dengan kriteria penelitian;
c. Peneliti meminta kesediaan subjek tersebut untuk menjadi responden serta
meminta kesediaan menandatangani informed consent;
d. Peneliti meminta responden untuk menandatangani surat ijin persetujuan
menjadi responden;
e. Dengan kriteria sebagai berikut :
1) Ruangan menggunakan AC
2) Luas minimal : 6 m2 per orang. Berarti 1 pasien dengan 1 penunggu dan
2 penolong persalinan, diperlukan 4 x 4 m2 = 16 m2.
3) Paling kecil ruangan berukuran 12 m2 (6 m2 untuk masing-masing
pasien)
4) Ruangan harus punya privasi agar ibu dapat merasa rileks dan nyaman
tidak ada tempat untuk lalu lalang orang.
5) Jumlah tempat tidur perruangan maksimal 2 orang
f. Peneliti memberikan intervensi berupa penundaan penjepitan tali pusat saat
bayi lahir
g. Peneliti melakukan pengambilan data dengan melakukan pemeriksaan kadar
hb pada bayi baru lahir
22
h. Peneliti melakukan analisis data.
3.7 Rencana Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data
ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau
rumus-rumus tertentu (Notoatmodjo, 2012). Adapun pengolahan data
dalam penelitian ini dilakukan melalui enam tahapan yang meliputi:
a. Editing;
b. Coding;
c. Scoring;
d. Tabulating;
e. Entry data;
f. Cleaning
3.7.2 Uji Normalitas
Dasar pengambilan keputusan adalah data terdistribusi normal jika
alpha > 0,05 dan data tidak terdistribusi normal jika alpha < 0,05.
Penelitian ini menguji nilai normalitas data Posttest Only Control Group
Design pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Memberikan skor, kode, mengubah jenis data sesuai dengan
analisis yang dilakukan dengan menggunakan system operasi computer
atau secara manual, yang sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini . merupakan uji yang dilakukan
sebagai prasyarat untuk melakukan analisis data.
3.7.3 Analisis Univariat
Variabel yang berbentuk kategorik (karakteristik responden)
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Variabel yang berbentuk
numerik (kadar hemoglobin kelompok kontrol dan eksperimen tidak
ditunda dan ditunda perlakuan) disajikan dalam bentuk mean, standar
deviasi, dan nilai minimum-maksimum.
23
3.7.4 Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk melihat kadar hemoglobin pada bayi baru
yang dilakukan delayed cord clamping pada kelompok ekperimen dan
dengan yang tidak dilakukan delayed cord clamping pada kelompok
kontrol dengan menggunakan program SPSS, kemudian dilakukan uji
statistic (uji t-test) yang mempunyai persyaratan data yang digunakan
harus berdistribusi normal. Uji normalitas bisa dilakukan dengan melihat
nilai z-score kurtosis atau skewness, kolmogorov smirnov. Dan dengan
kesimpulan jika nilai p<0,05 maka Ho ditolak artinya ada pengaruh
delayed cord clamping terhadap kadar hemoglobin pada bayi baru lahir.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Bab ini membahas hasil dari penelitian tentang pengaruh delayed cord
clamping dengan kadar haemoglobin pada bayi baru lahir. Penelitian ini dilakukan
di BPM Bidan Budi, Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu. Hasil yang
dibahas yaitu: Kadar Haemoglobin bayi baru lahir. Hasil penelitian disajikan
dalam bentuk tabel yang diberikan interpretasi pada masing-masing variabel yang
diteliti.
4.1.1 Analisis Univariat
a. Rata - rata kadar hemoglobin antara kelompok intervensi dan kontrol
Tabel 4.2 Rata-Rata Kadar Haemoglobin Bayi Baru Lahir Pada
Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Kadar
Hemoglobin N Mean St Error Std.deviasi Min Max
Kelompok
Intervensi
15 22,253 0,3138 1,2153 19,5 24,1
Kelompok 15 18,600 0,7865 1,7865 16,2 22,5
24
Kontrol
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 15 responden jumlah kadar
haemoglobin rata-rata sesudah diberikan perlakuan adalah 22,253
gram/dl dengan Std.Deviation 1,2153 gram/dl. Dan dari 15 responden
jumlah kadar haemoglobin rata-rata tanpa diberikan perlakuan adalah
18,600 gram/dl dengan Std.Deviation 1,7865 gram/dl.
4.1.2 Uji Normalitas
a. Uji Normalitas Data
Tabel 4.3 Perbedaan Kadar Haemoglobin Bayi Baru Lahir
Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Variabel Post-test
Intervensi Kontrol
Kadar Haemoglobin 0,20 0,25
Pada Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data berdistribusi
normal post-test pada kelompok intervensi dan kontrol. Setelah dilakukan
uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov Z didapat hasil
sebesar 0,000. Hasil uji tersebut menunjukan nilai >0.05 yang artinya data
berdistribusi normal.
4.1.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak
pengaruh delayed cord clamping dengan kadar haemoglobin pada bayi
baru lahir dengan menggunakan analisis Uji Independent T-Test.
Tabel 4.4 Pengaruh Kadar Hemoglobin antara kelompok intervensi
25
dan kontrol
Post-test N Mean St
Error St.deviasi P Value
Kelompok Intervensi 15 22,253 0,3138 1,2153 0,000
Kelompok Kontrol 15 18,600 0,7865 1,7865
Tabel 4.4 menunjukan bahwa dari jumlah sampel 30 responden
pada post- test kelompok eksperimen nilai rata-rata kadar haemoglobin
yaitu 22,253 gram/dl dengan standar deviensi 1,2153 sedangkan untuk
kelompok kontrol post-test nilai rata- rata kadar haemoglobin bayi yaitu
18,600 gram/dl dengan standar deviensi 1,7865. Hasil uji statistik
independent sampel test didapatkan nilai p=0,000 < 0,05 % yang artinya
Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga terdapat perbedaan yang signifikan
rata-rata kenaikan berat badan bayi pada kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol yang artinya ada pengaruh delayed cord clamping
dengan kadar haemoglobin pada bayi baru lahir.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh delayed cord clamping dengan kadar hemoglobin pada bayi
baru lahir
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di BPM Budi
menunjukkan bahwa dari 15 responden jumlah kadar haemoglobin rata-
rata sesudah diberikan perlakuan adalah 22,253 gram/dl dengan
Std.Deviation 1,2153 gram/dl. Dan dari 15 responden jumlah kadar
haemoglobin rata-rata tanpa diberikan perlakuan adalah 18,600 gram/dl
dengan Std.Deviation 1,7865 gram/dl. Hasil uji statistic menunjukan
bahwa nilai p=0,000 < 0,05 % yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima,
sehingga terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kenaikan berat
badan bayi pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol yang
artinya ada pengaruh delayed cord clamping dengan kadar haemoglobin
pada bayi baru lahir
Kadar hemoglobin ialah ukuran pigmenrespiratorik dalam butiran-
butiran darah merah (Costill, 2014). Jumlah hemoglobin dalam darah
26
normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini
biasanya disebut “100 persen” (Evelyn, 2016). Anemia menurut Tarwoto
& Wasnidar (2013) adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah
(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak
mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh
jaringan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Podungge (2019)
“Pengaruh Penundaan Penjepitan Tali Pusat Terhadap Kadar Hemoglobin
Bayi Baru Lahir. Hasil penelitian ini menunjukan rata-rata kadar Hb bayi
baru lahir yang dilakukan penundaan penjepitan tali pusat (21,80 gr/dL)
lebih tinggi dibandingkan kelompok penjepitan tali pusat segera (17,48
gr/dL). Hasil analisis data didapatkan nilai p value = 0,000, Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carolin et al.,
(2020) ”Pengaruh Delayed Cord Clamping Terhadap Kadar Hemoglobin
(Hb) Dan Hematokrit (Ht) Pada Bayi” Hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh penundaan penjepitan dan pemotongan tali pusat
(delayed cord clamping) 24 jam di Klinik Utama Anny Rahardjo tahun
2019 serta kadar hemoglobin dan hematokrit bayi dengan penjepitan dan
pemotongan tali pusat segera setelah lahir memiliki rata - rata 15,033 gr/dl
dan 46,25gr/dl sedangkan kadar hemoglobin dan hematokrit bayi dengan
penundaan penjepitan dan pemotongan tali pusat 24 memiliki rata - rata
19,600 gr/dl dan 59,11 gr/dl.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rafika (2018) “Waktu Penundaan Pengkleman Tali Pusat
Berpengaruh Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Bayi Baru Lahir”. Hasil
penelitian nilai rata-rata kadar hemoglobin kelompok 2 menit sebesar 14,5
gr/dl dan kelompok 3 menit sebesar 15,9 gr/dl. berarti ada perbedaan kadar
hb antara waktu 3 menit lebih tinggi dibandingkan 2 menit. dari hasil uji t-
test independent diperoleh nilai p=0,000, maka nilai p= 0,000< α = 0,05.
Berdasarkan asumsi peneliti adanya pengaruh delayed cord
clamping dengan kadar hemoglobin pada bayi baru lahir karena
27
haemoglobin bayi baru lahir yang dilakukan delayed cord clamping lebih
tinggi dibandingkan kelompok penjepitan tali pusat segera dan dapat
memberikan dampak yang bermakna tentang peningkatan kadar
haemoglobin pada bayi baru lahir, sehingga mencegah terjadinya anemia
pada bayi baru lahir.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ada pengaruh delayed cord clamping dengan
kadar hemoglobin pada bayi baru lahir karena haemoglobin bayi baru lahir yang
dilakukan delayed cord clamping lebih tinggi dibandingkan kelompok penjepitan
tali pusat segera dan dapat memberikan dampak yang bermakna tentang
peningkatan kadar haemoglobin pada bayi baru lahir, sehingga mencegah
terjadinya anemia pada bayi baru lahir.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Bidan Praktek Mandiri Budi
Diharapkan Ibu bersalin berminat dengan dilakukan tindakan
delayed cord clamping dapat membantu meningkatkan kadar hemoglobin
pada bayi. Bidan dapat melakukan memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien berkaitan dengan tindakan delayed cord clamping pada bayi
28
baru lahir yang memenuhi syarat untuk dilakukan tindakan tsb yang dapat
meningkatkan kadar hemoglobin bayi, mencegah defisiensi pada bayi dan
anak.
5.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai khazanah
dan referensi keilmuan dalam bidang kesehatan dan dapat dijadikan bahan
referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian selanjutnya
mengenai pengaruh delayed cord clamping terhadap kadar haemoglobin
bayi baru lahir.
DAFTAR PUSTAKA
Adilia, L., Tari, N. R., Primantara, D. 2011, Perbandingan Klem Tali Pusat Dini
Dan Lambat Pada Bayi. Bandung, Sari Pustaka
Adriani, M., & Wijatmadi, B. 2012, Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta,
Kencana
APN. 2012, Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. ISBN. Surabaya,
Budiarti
Batlajery, J. B., Fratidhina, Y. F., & Hamidah, H. H. (2014). Pengaruh Waktu
Penjepitan Tali Pusat Terhadap Kadar Hemoglobin Neonatus. Jurnal Ilmu
Dan Teknologi Kesehatan, 2(1), 45-52.
Briawan, D. 2014, Anemia: Masalah Gizi Pada Remaja Wanita. Jakarta, EGC
Carolin, B. T., & Damayanti, A. (2020). Pengaruh Delayed Cord Clamping
terhadap Kadar Hemoglobin (HB) dan Hematokrit (HT) pada Bayi. Jurnal
Sehat Mandiri, 15(1), 112-121.
29
Chaparro, Camila M. 2011 Timing Of Umbilical Cord Clamping: Effect On Iron
Endowment Of The Newborn And Later Iron Status. Nutritions Reviews, 69
Suppl 1, pp S30-S36.
Dainty M., Achmad F., Gusmilyani (2015). Perbedaan Lama Penjepitan Tali
Pusat Terhadap Kadar Haemoglobin (Hb) Bayi Baru Lahir Di Rumah
Sakit Daerah Mayjend. Hm. Ryacudu Kotabumi Lampung Utara Tahun
2015 Jurnal Kebidanan Vol 1, No 3, Oktober 2015: 148-154
Dyah P, Hastin I & Eka, N. 2018, Penundaan Penjepitan Tali Pusat Terhadap
Kadar Bilirubin Bayi Baru Lahir. Journal of Health Sciences, Vol. 11 No. 2,
August, 177-182
Fikawati, S., Syafiq, A., & Veretamala, A. 2017, Gizi Anak Dan Remaja. Depok,
Raja Grafindo Persada
Hutchon, D. J. R. 2012, Immediate Or Early Cord Clamping Vs Delayed
Clamping. Journal of Obstetric and Gynaecology, 32, pp 724-729. Jakarta
IDAI, (2013). Anemia Defisiensi Besi Pada Bayi dan Anak,
http://www.idai.org, di akses pada tanggal 8 Agustus 2020.
Johariyah, dkk. 2017, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru
Lahir. Jakarta, Trans Info Media.
Kementrian Kesehatan R.I. 2013, Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan 2016.Surat Edaran Nomor
HK.03.03/V/0595/2016 tentang Pemberian Tablet Tambah Darah Pada
Remaja Putri dan Wanita Usia Subur.
Kohn, Amitai 2013, Time to Delay: A Literature Review of Delayed Cord
Clamping. J Neonatal Biol, 2 (119) pp 1-5.
Mc Donald SJ. P, Middleton. T, Dowswell. & PS, Morris 2013, Effect Of Timing
Of Umbilical Cord Clamping Of Term Infants On Maternal And Neonatal
Outcomes (Review). The Cochrane Collaboration, Issue 7 pp 1-92.
Mitayani. 2017, Mengenal Bayi Baru Lahir dan Penatalaksanaan. Padang,
Baduose Media
Nanny, Lia Dewi. 2011, Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta, Salemba
Medika.
Nita, Niriya. 2017, Penggunaan Kassa Terbuka dan Kassa Tertutup Terhadap
Lama Lepas Tali Pusat Di Desa Dolok Jaya. E-jurnal yang diakses pada
tanggal 17 Maret 2018.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
30
Noviyani, E. P. (2018). Komparasi Tiga Metode Waktu Penjepitan Tali Pusat
terhadap Hematologi Sel Darah Merah Bayi Baru Lahir. Jurnal Ilmiah
Kebidanan Indonesia, 8(03), 111-123.
Podungge, Y. (2019). The Effect Of Delay Of Clamping Umbilical Cord On
Hemoglobin Level Of Newborn Baby In The Working Area Of
Puskesmas Sipatana Gorontalo City Yusni Podungge Politeknik
Kesehatan kemenkes Gorontalo Jurusan Kebidanan Email:
yusnipodungge@ poltekkesgorontalo. ac. id. Jurnal Nasional Ilmu
Kesehatan, 1(3), 36-44
Prawirohardjo, Sarwono 2010, Ilmu Kebidanan. Jakarta, PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Rafika. (2018). Time influence of umbilical cord clashing on hemoglobin level
in newborn baby. Window of Health: Jurnal Kesehatan, 102-108.
Rahardjo, Kukuh. 2015, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah
Yogyakarta, Pustaka Belajar.
Rangkuti, Saddiyah. 2011, Pengaruh Perawatan Tali Pusat Dengan Memakai
Kasa Alkohol 70% Dan Kasa Kering Terhadap Waktu Putusnya Tali Pusat.
E-jurnal yang diakses pada tanggal 10 Maret 2018
Shofa, Widia. 2015, Buku Ajar Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta, Nuha
Medika
Siska, Yati. 2017, Perbedaan Perawatan Tali Pusat Dengan Memakai Kasa Kasa
Kering dan ASI Terhadap Waktu Putusnya Tali Pusat. E-jurnal yang diakses
pada tanggal 12 Maret 2018
Sudarti. 2012, Buku Ajar Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Yogyakarta, Nuha Medika
Tanmoun MD, Nuanpun 2013, The Hematological Status between Early and
Delayed Cord Clamping after Normal Delivery in Term Infants at Damnoen
Saduak Hospital. Thai Journal of Obtetric and Gynaecology, 21 (2) pp 63-
70
Tarwoto Dan Wasnidar. (2013). Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil. Jakarta:
Trans Info Media.
Waloyo, Joko, dkk. 2014, Buku Ajar Neonatologi. Jakarta, Badan Penerbit IDAI.
World Health Organization 2011, Haemoglobin Concentrations For the
Diagnosis of Anemia and Assessment of Severity
Yuni, N. E. 2015, Kelainan Darah. Yogyakarta, Nuha Medika
31