Preskes Speech Delayed

download Preskes Speech Delayed

of 24

Transcript of Preskes Speech Delayed

Laporan Kasus

SPEECH DELAYED

Oleh : Dhany Hanurdoyo Andhika Trisna Putra G 0004006 G 0006002

Pembimbing : dr. Annang Giri Mulyo, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2011

0

PE

L

L T

BEL

Bicara dan bahasa merupakan sarana yang penting manusia untuk berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya. Anak sebagai mahluk sosial sudah bisa melakukan komunikasi sejak lahir. Tujuan utama komunikasi adalah menyampaikan informasi secara tepat dan cepat melalui wicara, tulisan dan gerakan isyarat. Seorang anak yang mempunyai kelainan berkomunikasi akan mengalami kesulitan untuk mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Komunikasi dengan orang lain tersebut melalui bicara, dimana isi pikiran, perasaan dan emosi dikemukakan dengan simbul verbal atau akustik2. Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 10% pada anak sekolah2. Penyebab keterlambatan bicara sangat luas dan banyak. Gangguan tersebut ada yang ringan sampai berat, mulai dari yang bisa membaik hingga yang sulit untuk membaik. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya ringan dan hanya merupakan ketidakmatangan fungsi bicara pada anak. Pada usia tertentu terutama setelah usia 2 tahun akan membaik. Bila keterlambatan bicara tersebut bukan karena proses fungsional maka gangguan tersebut harus lebih diwaspadai karena bukan sesuatu yang ringan. Semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut Bila keterlambatan bicara tersebut nonfungsional maka harus cepat dilakukan stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut. Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak ini. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga, dokter kandungan

1

yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut. Sehingga dalam deteksi dini tersebut harus bisa mengenali apakah keterlambatan bicara anak kita merupakan sesuatu yang fungsional atau yang nonfungsional7.

B PROSES FISIOLOGIS BICARA Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung1. Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara1. Di dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat5. Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahsa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi5.

2

Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat1 penting .

C. PE

EBAB KETERLAMBATAN BICARA

Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya3. Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian 2 bahasa. Bila pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh

3

penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat3. Terdapat 3 penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional3.

D. KETERLAMBATAN BICARA FUNGSIONAL Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam berkomunikasi yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang berbeda beda6. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini sering dialami oleh laki-laki dan sering tedapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita keterlambatan ini kemampuan bicara saat masuk usia sekolah normal seperti anak lainnya. Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya

4

mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya. Keterlambatan bicara fungsional pada anak sering dialami penderita yang mengalami gangguan alergi seperti gangguan kulit dan saluran cerna. Gejala gangguan saluran cerna tersebut adalah perut kembung, sering cegukan, sering buang angin, sering muntah atau mual. Muntah bila menangis, berteriak, tertawa, berlari atau bila marah. Sering nyeri perut sesaat, bersifat hilang timbul. Sulit buang air besar (bila buang air besar ngeden, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang air besar sering. Kotoran tinja berwarna hitam atau hijau, berbentuk keras, bulat (seperti kotoran kambing) atau cair disertai bentuk seperti biji lombok, pernah ada riwayat berak darah. Lidah tampak kotor, berwarna putih serta air liur bertambah banyak atau mulut berbau. Gangguan kulit adalah timbul bintik-bintik kemerahan seperti digigit nyamuk atau serangga, biang keringat, kulit berwarna putih (seperti panu) di wajah atau di bagian badan lainnya. Saat bayi sering timbul gangguan kulit di pipi, sekitar mulut, sekitar daerah popok dan sebagainya6.

E. CARA MEMBEDAKAN BERBAGAI KETERLAMBATAN BICARA Dengan memperhatikan fungsi reseptif, ekspresif, kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan pola keterlambatan perkembangan, dapat diperkirakan penyebab kesulitan berbicara.

5

Di

i

B

reseptif

B

ekspresif

Keterlambatan fungsional Keterlambatan fungsional Redartasi mental Gangguan komunikasi sentral Kesulitan belajar Autis

Normal

Kurang normal

Kurang normal

Kurang normal

Kurang normal

Kurang normal

Kurang normal

Kurang normal

Normal, Kurang normal Kurang normal

Normal

normal, kurang normal

Mutisme elektif

Normal

Normal

1 Tabel 1. Diagnosis banding beberapa penyebab keterlambatan berbahasa dan bicara

Dalam membedakan keterlambatan bicara merupakan fungsional atau nonfungsional harus memahami manifestasi klnis beberapa penyebab keterlambatan bicara. Untuk memastikan status keterlambatan fungsional harus dengan cermat menyingkirkan gejala keterlambatan nonfungsional. Gejala umum keterlambatan bicara nonfungsional adalah adanya gangguan bahasa reseptif, gangguan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan keterlambatan perkembangan. Dicurigai keterlambatan bicara nonfungsional bila disertai kelainan neurologis bawaan atau didapat seperti wajah dismorfik, perawakan pendek, mikrosefali, makrosefali, tumor otak, kelumpuhan umum,

sa

Kemampuan pemecahan masalah visuomotor Normal

Pola perkembangan

Hanya ekspresif yang terganggu

normal

Disosiasi

Kurang normal

Keterlambatan global

Normal

Disosiasi, deviansi

normal, kurang normal Tampaknya normal, normal, selalu lebih baik dari bahasa normal, kurang normal

Disosiasi

Deviansi, disosiasi

6

infeksi otak, gangguan anatomis telinga, gangguan mata, cerebral palsi dan gangguan neurologis lainnya6. Ciri lain keterlambatan bicara nonfungsional biasanya termasuk keterlambatan yang berat. Keterlambatan dikatakan berat bila bayi tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu atau tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan. Tanda lainnya tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan, tidak bicara sampai usia 15 bulan atau tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bulan6.

7

4 6 BULAN 8 10 BULAN

12 15 BULAN

18 24 BULAN

30 36 BULAN

3 4 TAHUN

y Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya; y Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh y Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian; y Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya; y 9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis y 12 bulan, belum menunjukkan mimik; y 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara; y 12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu; y 15 bulan, belum mampu memahami arti "tidak boleh" atau "daag"; y 15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda; y 15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata; y 18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata; tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian; y 18-20 bulan, tidak dapat menatap mata orang lain dengan baik y 21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana; y 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat; y 24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan telepon; y 24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain; y 24 bulan, tidak mampu meunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya y 30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga; y 36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga; y 3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya; y 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti "ayah" diucapkan "aya"; y 4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap.

Tabel 2. Tampilan klinis keterlambatan bicara yang sering dikaitkan dengan keterlambatan bicara nonfungsional 1

8

F. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan keterlambatan bicara fungsional biasanya tidak memerlukan penanganan secara khusus. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya akan membaik setelah usia 2 tahun. Meskipun penyebabnya bukan karena kurang stimulasi, tetapi keadaan ini memerlukan stimulasi yang lebih dibandingkan anak yang normal. Stimulasi yang lebih ini tidak harus melalui terapi bicara oleh seorang terapis yang memerlukan dana dan waktu yang tidak sedikit. Meskipun terapi bicara juga tidak merugikan bagi anak. Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu dilakukan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir. Bahkan bisa juga dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan. Dengan stimulasi lebih dini diharapkan kemampuan bicara dan bahsa pada anak lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas komunikasinya8. Pada keterlambatan bicara nonfungsional harus dilakukan stimulasi dan intervensi sejak dini secara khusus oleh tenaga profesional sesuai penyebabnya. Semakin dini upaya tersebut dilakukan akan meningkatkan keberhasilan penanganan keterlambatan bicara tersebut. Gangguan keterlambatan nonfungsional perlu dilakukan pendekatan secara multi disiplin ilmu. Penanganan keterlambatan bicara dilakukan pendekatan medis sesuai dengan penyebab kelainan tersebut. Multi disiplin ilmu yang terlibat adalah dokter anak dengan minat tumbuh kembang anak, neurologi anak, gastroenterologi anak, alergi anak, psikolog anak, psikiater anak, rehabilitasi medik, serta klinisi atau praktisi lainnya yang berkaitan10.

G. PENUTUP Keterlambatan bicara karena gangguan fungsional atau karena imaturitas fungsi bicara pada anak sering dijumpai. Kelainan ini baisanya tidak berbahaya dan akan membaik pada usia tertentu. Orang tua harus dapat membedakan dengan keterlambatan bicara nonfungsional, karena bila dilakukan intervensi dini dapat memperbaiki prognosis.

9

The image cannot be display ed. Your computer may not hav e enough memory to open the image, or the image may hav e been corrupted. Restart y our computer, and then open the file again. If the red x still appears, y ou may hav e to delete the image and then insert it again.

10

DAFTAR PUSTAKA 1. Judarwanto, W. 2006. Autis dan Terlambat Bicara http://autism.blogsome.com/2006/09/10/autis-dan-terlambat-bicara/ 2. Prijadi. 2009. Gangguan Komunikasi Pada Anak. http://dannyprijadi.wordpress.com/2009/01/19/gangguan-komunikasipada-anak/ 3. Suhadianto. 2009. Diagnosis gangguan perkembangan pervasif. http://suhadianto.blogspot.com/2009/02/diagnosis-gangguanperkembangan.html/ 4. Sotjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Bagian Kesehatan Anak FK Unud. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 5. Blum NJ, Baron MA. Speech and language disorders. In: Schwartz MW, ed. Pediatric primary care: a problem oriented approach. St. Louis: Mosby, 1997:845-9. 6. Ansel BM, Landa RM, Stark-Selz RE. Development and disorders of speech and language. In: Oski FA, DeAngelis CD, eds. Principles and practice of pediatrics. Philadelphia: Lippincott, 1994:686-700. 7. Shonkoff JP. Language delay: late talking to communication disorder. In: Rudolph AM, Hoffman JI, Rudolph CD, eds. Rudolphs pediatrics. London: Prentice-Hall, 1996:124-8. 8. Vessey JA. The child with cognitive, sensory, or communication impairment. In: Wong DL, Wilson D, eds. Whaley & Wongs nursing care of infants and children. St. Louis: Mosby, 1995:1006-47.

11

9. Leung AK, Robson WL, Fagan J, Chopra S, Lim SH. Mental retardation. J R Soc Health 1995;115:31-9. 10. Bishop DV. Developmental disorders of speech and language. In: Rutter M, Taylor E, Hersov L, eds. Child and adolescent psychiatry. Oxford: Blackwell Science, 1994:546-68.

12

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat No. CM : An. P : 1 tahun 11 bulan ( 23 bulan ) : 10 April 2009 : Laki-laki : Kristen : Kebak RT 01/RW 04 Kebakkramat Karanganyar : 01 01 05 89

Tanggal Pemeriksaan : 7 Maret 2011 pukul 10.00 WIB

II. ANAMNESIS Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap orang tua pasien. A. Keluhan Utama Belum bisa bicara B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Polikinik Anak RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan utama belum bisa bicara. Selama ini pasien hanya bisa mengucapkan ooh atau aah. Pasien mampu mengucakan kata mama tapi belum begitu jelas dan spesifik , diganti kata papa pun tidak bisa hanya bisa mama. Apabila meminta sesuatu pasien biasanya hanya memberi kode dan bersuara ooh atau ahh, misalnya menunjuk makanan dengan tangan lapar atau melepas celananya bila ingin kencing atau berak. Orang tua pasien juga mengeluhkan pasien tidak menoleh ketika dipanggil namanya dan tidak bereaksi dengan suara-suara di sekitarnya, tapi bereaksi pada mainan baru dan pasien mau memintanya kalau sudah bermain dengan benda yang disukainya. Pasien cenderung acuh terhadap lingkungan sekitar. Bila mengajak komunikasi, orang tua harus berbicara di depan muka pasien.

13

Penderita adalah anak kedua dari dua bersaudara. Menurut orang tua, pasien bisa bermain dengan kakak atau teman-temannya seperti anak anak lainnya. Pasien suka sekali jika ada banyak anak yang bermain dengan dirinya. Ayah bekerja dari pagi sampai sore, baru berinteraksi dengan penderita pada sore dan malam hari. Ibu penderita tidak bekerja, sehari-hari barada di rumah sebagai ibu rumah tangga dan selalu berinteraksi dengan pasien. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam keluarga adalah campuran antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.

C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat mondok Riwayat alergi obat / makanan Riwayat kejang Riwayat trauma Riwayat sakit telinga : (+) tahun 2009 karena demam berdarah : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat gangguan tumbuh kembang Riwayat alergi obat / makanan Riwayat kejang pada keluarga : disangkal : disangkal : disangkal

E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita Faringitis Bronkitis Morbili Pertusis Difteri Varicella Malaria (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

14

Polio Cacingan Gegar otak Fraktur Kolera TB paru DBD

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (+)

Thypus abdominalis (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah anak kedua dari dua bersaudara. Anggota keluarganya terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak. Ayah penderita bekerja sebagai wiraswasta (pedagang) yang rata-rata penghasilan perbulannya adalah Rp. 1.000.000. Ibu sebagai ibu rumah tangga.

G. Riwayat Makan Minum Anak Usia 0-6 bulan : ASI saja, frekuensi minum ASI tiap kali bayi menangis atau minta minum, sehari biasanya lebih dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari satu potong 2 x 2 cm2 siang hari. Usia 8-12 bulan : nasi tim 2-3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur hijau/wortel, lauk ikan asin/tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong. Usia 1-2 tahun : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur bervariasi dan lauk ikan asin/tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari. ASI masih tapi hanya kadang-kadang. Buah pepaya/pisang/jeruk jumlah menyesuaikan.

15

H. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal Pemeriksaan kehamilan dilakukan ibu penderita di bidan setempat. Frekuensi pemeriksaan pada trimester I dan II 1 kali tiap bulan, dan pada trimester III 2 kali tiap bulan. Penyakit kehamilan (-). Pada saat hamil umur 6 bulan ibu penderita pernah mondok di rumah sakit karena diare. Riwayat minum jamu selama hamil (-), obat-obatan yang diminum adalah vitamin dan tablet penambah darah dari bidan.

I. Riwayat Kelahiran Penderita lahir di rumah sakit, kelahiran secara sectio caesar, ditolong oleh dokter spesialis kandungan, pada usia kehamilan 9 bulan, menangis kuat segera setelah lahir. Berat waktu lahir 3300 gram, panjang badan saat lahir 50 cm.

J. Riwayat Pemeriksaan Post Natal Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan di posyandu setiap bulan.

K. Riwayat Imunisasi Jenis 1. BCG 2. DPT 3. Polio 4. Campak 5. Hepatitis B I 2 bulan 2 bulan 4 bulan 0 bulan 2 bulan 9 bulan Lahir 1 bulan II 6 bulan 4 bulan 3 bulan III 6 bulan IV

16

L. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan - Mulai senyum - Mulai miring - Mulai tengkurap - Mulai merangkak - Mulai berdiri - Mulai berjalan : 2 bulan : 4 bulan : 5 bulan : 9 bulan : 11 bulan : 13 bulan

L. Riwayat Keluarga Berencana Ibu pasien mengikuti program KB suntik.

M. Pohon Keluarga

An. P

, 23 bulan

Penderita adalah anak kedua dari dua bersaudara. Anggota keluarganya terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak. Kakak penderita sekarang berusia 9 tahun . Ayah dan ibu menikah satu kali. Ayah umur 37 tahun. Ibu umur 32 tahun.

17

III. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Derajat Kesadaran Status gizi 2. Tanda vital HR RR S BB TB : 106 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup. : 28 x/menit, tipe abdominal, reguler, kedalaman cukup : 36,4oC per axillar : 9,7 kg : 86 cm P15 < BB/U < P50 P15 < TB/U < P50 P15 < BB/TB < P50 : baik : compos mentis : gizi kesan baik

Status gizi : BB/U : 9,7/10,5 x 100 % = 92,4 % TB/U : 86/90 x 100 % = 95,55 % BB/TB : 9,7/10 x 100 % = 97 % -1 < Z < 0 Kesimpulan status gizi : gizi baik secara antropometri menurut WHO 3. Kulit warna sawo matang, kelembaban baik 4. Kepala bentuk mesocephal, sutura sudah menutup, UUB sudah menutup, rambut hitam tidak mudah rontok dan sukar dicabut. 5. Muka sembab (-), wajah orang tua (-). 6. Mata cowong (-), bulu mata hitam lurus tidak rontok, konjungtiva anemis (-/-), strabismus (-), xeroftalmia (-), bercak bitots (-), oedem palpebra (-/-). 7. Hidung bentuk normal, napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-), darah (-/-), deformitas(-). 8. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), MB(+), susunan gigi normal.

18

9. Tenggorokan uvula di tengah, tonsil T1 T1, faring hiperemis (-), pseudomembran (-) 10. Telinga bentuk aurikula dx et sn normal, kelainan MAE (-), serumen (+/+), membrana timpani sde, prosesus mastoideus tidak nyeri tekan, tragus pain (-), sekret (-). 11. Leher Bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak membesar. 12. Limfonodi kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis, suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak membesar. 13. Thorax bentuk normochest, retraksi (-), iga gambang (-), gerakan simetris ka = ki Cor : Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS, tidak kuat angkat : Batas jantung kesan tidak melebar Kiri atas Kiri bawah Kanan atas Auskultasi Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi : SIC II LPSS : SIC IV LMCS : SIC II LPSD

Kanan bawah: SIC IV LPSS : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-) : Pengembangan dada kanan = kiri : Fremitus raba kanan = kiri : Sonor / Sonor di semua lapang paru : SIC V kanan : SIC V kanan : SIC VI kanan (hepar) Batas paru-hepar Redup relatif di Redup absolut Auskultasi

Batas paru-lambung : SIC VI kiri

: SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)

19

14. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi 15. Ekstremitas : akral dingin CRT < 2 detik sianosis oedem : dinding dada sejajar dinding perut : peristaltik (+) normal : tympani : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba.

Arteri Dorsalis Pedis teraba kuat

IV. DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST Personal sosial setara dengan anak usia 20 bulan Adaptif-motorik halus setara dengan anak usia 22 bulan Bahasa setara dengan anak usia 6 bulan. Motorik kasar setara dengan anak usia 24 bulan.

V. RESUME Pasien datang dengan keluhan belum bisa bicara. Selama ini pasien hanya bisa mengucapkan ooh atau aah. Pasien mampu mengucapkan kata mama tapi belum begitu jelas dan spesifik, diganti kata papa pun tidak bisa hanya bisa mama. Apabila meminta sesuatu pasien biasanya hanya memberi kode dan bersuara ooh atau ahh, misalnya menunjuk makanan dengan tangan lapar atau melepas celananya bila ingin kencing atau berak. Orang tua pasien juga mengeluhkan pasien tidak menoleh ketika dipanggil namanya dan tidak bereaksi dengan suara-suara di sekitarnya. Tapi bereaksi pada mainan baru dan pasien mau memintanya kalau sudah bermain dengan benda yang disukainya pasien cenderung acuh terhadap lingkungan sekitar Penderita adalah anak kedua dari dua bersaudara. Menurut orang tua, pasien bisa bermain dengan kakak atau teman-temannya seperti anak anak lainnya. Ayah bekerja dari pagi sampai sore, baru berinteraksi

20

dengan penderita pada sore dan malam hari. Ibu penderita tidak bekerja, sehari-hari barada di rumah sebagai ibu rumah tangga dan selalu berinteraksi dengan pasien. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam keluarga adalah campuran antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos mentis dan gizi kesan baik, tanda vital frekuensi nadi: 106 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup, frekuensi nafas: 28 x/menit, suhu 36,40C. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan. Hasil tes perkembangan Denver yaitu, personal sosial setara dengan anak usia 12 bulan, adaptif-motorik halus setara dengan anak usia 12 bulan, dan bahasa setara dengan anak usia 6 bulan, serta motorik kasar setara dengan anak usia 19 bulan.

VI. DIAGNOSIS BANDING Speech delayed e/c DD: 1. Gangguan pendengaran 2. Autism 3. Social deprivation

VII. DIAGNOSIS KERJA Speech delayed fungsional

VIII. PLANNING 1. Konsul THT 2. Konsul RM BERA Speech therapy dan Occupational Therapy

IX. PENATALAKSANAAN 1. Speech therapy 2. Edukasi keluarga:

21

- Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakitnya - Stimulasi di rumah

X.

PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam : dubia : dubia

Ad fungsionam : dubia

22

The image cannot be display ed. Your computer may not hav e enough memory to open the image, or the image may hav e been corrupted. Restart y our computer, and then open the file again. If the red x still appears, y ou may hav e to delete the image and then insert it again.

23