LAPORAN PENELITIAN - Kemensos

98

Transcript of LAPORAN PENELITIAN - Kemensos

REHABILITASI SOSIAL DI BALAI/LOKA PADA ERA TATANAN BARU
PUSLITBANG KESOS KEMENSOS RI BADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia kesehatan dan curahan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Penelitian dengan judul “Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Memberikan Pelayanan Rehabilitasi Sosial di Balai/ Loka Pada Masa Era New Normal” sesuai dengan waktu yang diharapkan. Hasil penelitian ini merupakan implementasi tugas dan fungsi Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial dalam memberikan kontribusi pengetahuan dalam merumuskan kebijakan dan program berbasis riset pada unit tehnis Kementerian Sosial RI.
Masa Pandemi Covid yang terjadi sejak awal Maret 2020 di Indonesia, tidak memberhentikan kegiatan layanan rehabilitasi sosial yang ada di Balai/ Loka Kementerian Sosial. Hastag #Kemensos Hadir# yaitu Humanis, Adaptif, Dedikatif, Inklusif dan Responsif, memiliki pesan Kemensos selalu hadir apapun kondisinya. Penerapan kebijakan layanan rehabilitasi sosial tetap harus dilaksanakan dan dilakukan penyesuaian kondisi yang ada dan protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
Khusus pelayanan di dalam Balai/Loka, Kementerian Sosial perlu menyiapkan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kondisi pandemik. Sumber Daya Manusia pelaksana pelayanan juga perlu dipersiapkan. Terutama pekerja sosial yang merupakan garda terdepan pelayanan sosial kepada para penerima manfaat di dalam Balai/Loka. Kompetensi bagi pekerja sosial adalah modal penting
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baruii
untuk melaksanakan pelayanan di Balai/Loka. Kompetensi pekerja sosial menentukan keberhasilan pelayanan sosial di era tatanan baru, Pelayanan dan program yang bagus tanpa pekerja sosial yang memiliki kompetensi tidak akan mencapai tujuan maksimal.
Menyadari bahwa buku ini masih memiliki kekurangan, Kami berharap masukan yang konstruktif untuk agar lebih baik lagi. Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dan menyumbangkan pemikiran dalam pelaksanaan penelitian ini sehingga bisa dirumuskan suatu rekomendasi terkait peningkatan kompetensi pekerja sosial dalam melakukan pelayanan rehabilitasi sosial di Balai/Loka pada era tatanan baru.
Jakarta, Agustus 2020 Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial
Kepala,
DAFTAR ISI
Kata pengantar Daftar isi
BAB I : PENDAHULUAN a. Latar Belakang b. Rumusan masalah c. Tujuan penelitian d. Manfaat penelitian
BAB II: KERANGKA TEORI a. Pandemi Covid-19 b. Pelayanan Rehabilitasi Sosial c. Kompetensi Pekerja Sosial
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN a. Metode dan Desain Penelitian b. Teknik Sampel dan Lokasi Penelitian c. Teknik Pengumpulan Data d. Sebaran Jumlah Responden e. Teknik Analisis Data f. Tahapan Penelitian g. Jadwal Penelitian h. Organisasi Penelitian
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
7 7 12 17
35 35 35
2. Kondisi Pekerja Sosial dan Pelayanan Rehabilitasi Sosial di Balai/Loka
a. Kompetensi Pekerja Sosial b. Perubahan teknik pelayanan di Balai/Loka yang dilakukan pekerja sosial pada masa pandemic c. Dukungan yang diterima pekerja sosial dalam melaksanakan pelayanan sosial di Balai / Loka selama masa pandemic
3. Pendapat Fungsional Lain Terhadap Pekerja Sosial a. Karakteristik Fungsional Lainnya b. Pendapat Fungsional Lainnya Terhadap Pekerja Sosial
4. Bentuk Dukungan Kepala Balai / Loka dan Pejabat Structural Lain Terhadap Pekerja Sosial 5. Pendapat Penerima Manfaat Terhadap Peran Pekerja Sosial
B. Pembahasan
BAB V: PENUTUP a. Kesimpulan b. Rekomendasi c. Limitasi Kajian
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wabah penyakit corona virus (COVID-19) telah dinyatakan sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat. Virus tersebut sekarang telah menyebar ke banyak negara dan wilayah termasuk di Indonesia. Banyak yang masih belum diketahui tentang virus COVID-19 ini. Kita hanya tahu bahwa itu ditularkan melalui kontak langsung dengan tetesan (droplet) pernapasan dari orang yang terinfeksi (dihasilkan melalui batuk dan bersin). Individu juga dapat terinfeksi dari menyentuh permukaan yang terkontaminasi dengan virus yang menyentuh wajah mereka (misalnya, mata, hidung, mulut). Sementara COVID-19 terus menyebar, adalah penting bahwa masyarakat harus mengambil tindakan untuk mencegah penularan lebih lanjut, mengurangi dampak wabah dan mendukung langkah-langkah pengendalian.
Pandemi merupakan sebuah proses dan melalui beberapa tahapan. Begitu pula dengan pandemi Covid-19 terdiri dari beberapa tahap. Fahrudin (2020) misalnya menganalisis tahapan pandemic ke dalam fase yang dibagi atas empat tahap yaitu; (1) tahap Early Pandemic, (2) Peak Pandemic, (3) Post Peak Pandemic dan (4) Post Pandemic. Jika melihat kondisi yang ada pada saat penelitian ini dijalankan kita masih berada di tahap Peak Pandemic karena nyatanya angka penularan Covid-19 semakin
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru2
meningkat dari hari ke hari. Pembahasan tahap pandemic ini berkaitan dengan reaksi seseorang yang mengalami situasi pandemic. Goenawan (2020) mengatakan seseorang pada masa pandemic mengalami (1) tahap disrupsi, (2) tahap kebingunan dan ketidak pastian, (3) tahap penerimaan. Dan saat ini beberapa wilayah di Indonesia telah mendeklarasikan sebagai masuk pada era tatanan baru yang disebut masa transisi atau menuju New Normal, tetapi ada juga wilayah yang belum atau sedang bersiap dengan fase ini.
Pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mengurangi penyebaran Covid-19 beberapa waktu lalu juga berimbas pada sebagian besar Balai / Loka Rehabilitasi Sosial milik pemerintah khususnya milik Kementerian Sosial. Balai/Loka mengambil kebijakan mengembalikan penerima manfaat kepada keluarganya. Hanya penerima manfaat yang benar-benar terlantar dan tidak memiliki sanak saudara yang tetap tinggal didalam Balai/Loka. Manakala bagi pegawai Balai/Loka pula diberlakukan kebijakan secara berganti-ganti antara Work From Home (WFH) dan Work From Office (WFO). Kebijakan ini diberlakukan guna meminimalisir terpapar ataupun tertular virus Covid-19.
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah khususnya Kementerian Sosial ini adalah untuk melindungi penerima manfaat, dan juga untuk melindungi pegawai Balai/Loka dari terpapar virus Covid 19. Kesehatan fisik dan mental seseorang
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 3
pada masa pandemi Covid-19 perlu jadi perhatian. Apabila tidak, maka akan dapat berdampak pada memburuknya relasi dengan sesama, seperti hubungan pekerja sosial dengan penerima manfaat maupun dengan rekan kerja. Kesehatan fisik pekerja sosial harus didukung dengan pola hidup yang sehat, menjaga kesehatan mental agar pekerja sosial tidak mengalami depresi atau ketakutan saat akan melakukan pelayanan pada penerima manfaat.
Saat ini Pekerja Sosial di Balai/Loka Sosial harus kembali bertugas memberikan pelayanan kepada penerima manfaat. Kali ini situasinya sudah berbeda dengan sebelum adanya pandemic, ada situasi baru yang harus dipahami dan diikuti oleh para petugas. Memasuki era tatanan baru menjadi tantangan bagi Balai/Loka yang harus menyesuaikan dan mengadaptasi layanan rehabilitasi sosial secara optimal dengan tata kelola yang berbeda dan baru. Agar kebutuhan para penerima manfaat terlayani, proses rehabilitasi sosial berjalan baik, maka petugas harus memiliki kompetensi yang baik. Kompetensi pekerja sosial mencakup pengetahuan, keterampilan dan nilai. Persoalannya apakah keterampilan pekerja sosial selaras dengan kebutuhan pada masa pandemic. Selain itu kesiapan lembaga dalam memberikan pelayanan kepada penerima manfaat dan dukungan lembaga kepada pekerja sosial agar bisa meningkatkan kompetensinya.
Kompetensi bagi pekerja sosial adalah modal penting untuk melaksanakan pelayanan di Balai/Loka. Pelayanan dan program
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru4
yang bagus tanpa pekerja sosial yang memiliki kompetensi maka tidak akan mencapai tujuan maksimal. Kompetensi pekerja sosial adalah penting untuk menentukan keberhasilan pelayanan sosial di era tatanan baru.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbang Kesos) Kementerian Sosial memandang perlu untuk melaksanakan penelitian terkait kompetensi pekerja sosial dalam memberikan layanan rehabilitasi sosial di dalam Balai/Loka di era tatanan baru atau era new normal ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian yang sebagai berikut: 1. Bagaimana kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan nilai)
pekerja sosial dalam memberikan pelayanan 2. Bagaimana bentuk pelayanan rehabilitasi sosial di dalam Balai/
Loka pada era tatanan baru 3. Apakah faktor pendukung dan penghambat pelayanan
rehabilitasi sosial di dalam Balai/Loka.
C. Tujuan Penelitian
memberikan pelayanan rehabilitasi sosial pada era tatanan baru. a. Pengetahuan Pengetahuan yang berhubungan dengan peraturan, prosedur,
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 5
proses, teknik yang harus digunakan dalam memberikan pelayanan rehabilitasi sosial di era tatanan baru
b. Keterampilan Kemampuan menggunakan teknik-teknik yang tepat dalam
praktik pekerjaan sosial dan juga saat berkomunikasi dengan penerima manfaat, keluarga, lingkungan sosial, maupun stake holder.
c. Nilai Menghargai harkat dan martabat orang lain, menghargai
perbedaan, memahami etika pekerjaan sosial, memiliki semangat kerja yang tinggi, loyalitas dan mencintai profesi.
2. Mengetahui dan menganalisis bentuk pelayanan rehabilitasi sosial di dalam Balai/Loka pada era tatanan baru
3. Mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan pelayanan rehabilitasi sosial kepada Penerima Manfaat
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan bagi pembuatan kebijakan baik ditataran Pusat (Kementerian Sosial cq Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial) maupun Daerah (Balai/Loka), terkait kompetensi pekerja sosial dalam memberikan pelayanan rehabilitasi sosial pada era tatanan baru (New Normal).
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru6
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 7
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pandemi Covid-19 Pada Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyatakan bahwa wabah penyakit virus corona baru yang terjadi di Provinsi Hubei, Cina sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang merupakan Keprihatinan Internasional. Dua bulan kemudian, pada 11 Maret 2020, WHO menyatakan wabah virus Corona COVID-19 sebagai pandemi. Penyakit virus corona (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona yang baru ditemukan dan dikenal sebagai sindrom pernapasan akut parah virus corona 2 (SARS-CoV-2). Kasus manusia pertama COVID-19 diidentifikasi di Kota Wuhan, Cina pada Desember 2019 (WHO, 2020d). Setiap epidemi bersifat unik dalam berbagai hal. Patogen (penyakit) infeksi bervariasi secara signifikan dalam tingkat keparahan, kematian, modalitas penularan, diagnostik, perawatan dan manajemen. Mengenai distribusi geografis, epidemi dapat terkonsentrasi atau tersebar luas di tingkat lokal, nasional atau antar-benua. Epidemi dapat memengaruhi beberapa kelompok rentan atau beberapa komunitas, atau dapat juga memengaruhi populasi secara keseluruhan menjadi suatu pandemic.
Secara umum, risiko di tempat kerja adalah kombinasi dari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa berbahaya dan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru8
tingkat keparahan cedera atau kerusakan pada kesehatan orang yang disebabkan oleh peristiwa tersebut (ILO, 2001). Oleh karena itu penilaian risiko penularan di tempat kerja harus mempertimbangkan: Probabilitas terkena penularan, dengan mempertimbangkan karakteristik penyakit menular (yaitu, pola penularan) dan kemungkinan bahwa pekerja dapat bertemu dengan orang yang menulari atau mungkin terpapar dengan lingkungan atau bahan yang terkontaminasi (misalnya, sampel laboratorium, limbah) selama mereka bertugas. Keparahan dampak kesehatan yang dihasilkan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi individu (termasuk usia, penyakit yang sudah diderita dan kondisi kesehatan), serta langkahlangkah yang tersedia untuk mengendalikan dampak infeksi.
Dimasa pandemi ini tiap orang akan mengalami fase-fase perubahan perilaku yang cukup berarti seperti pada tahap-tahap sebagai berikut: 1. Tahap disrupsi
Pada tahap ini, seseorang akan mengalami perubahan pola hidup, perubahan rutinitas sehari-hari, hilangnya kebebasan karena harus hidup dalam karantina atau di rumah saja dan tidak bepergian. Berbagai informasi yang beredar membuat hidup semakin mencekam. Tidak sedikit yang mengalami kecemasan tinggi karena khawatir tertular, sulit konsentrasi, yang kemudian diikuti oleh perubahan pola makan dan pola tidur. Penyakit kronis yang sudah lama dialami mulai
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 9
kembali dirasakan, termasuk gangguan-gangguan psikis yang sebelumnya pernah dialami.
2. Tahap kebingungan dan ketidakpastian Pada tahap ini seseorang akan merasa kelelahan secara mental karena merasa tidak adanya kepastian, kehilangan kendali, dan terhentinya sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kualitas hidup dengan sendirinya menurun, berbagai hal yang biasa dengan mudah terpenuhi, saat ini menjadi mustahil. Di samping daya beli yang menurun drastis, ketersediaan barang juga menjadi langka. Semua rencana yang sebelumnya terasa sangat mudah dan bisa digapai dalam waktu yang terukur, kini hanya menjadi angan- angan belaka. Kehidupan berjalan lambat, penuh kejenuhan, dan kekhawatiran. Situasi kecemasan ini dapat meningkatkan konsumsi rokok, alkohol, dan penyalahgunaan obat yang mungkin pada awalnya dimaksudkan untuk meringankan beban pikiran. Atau tidak mustahil menjadi pencetus ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
3. Tahap penerimaan (dengan situasi normal yang baru) Pada saat seseorang telah berhasil melampaui tahap sebelumnya, maka timbul sikap penerimaan tanpa syarat terhadap kondisi yang ada, dengan diikuti oleh berbagai perubahan dalam pola hidup dan kebiasaan. Kemampuan adaptasi seseorang membuatnya mampu untuk mengembangkan kebiasaan- kebiasaan baru dan menjadikan kehidupan dengan cara yang
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru10
lebih realistis terhadap situasi yang sebelumnya dianggap sebagai disrupsi pada semua aspek kehidupannya. “Setelah melewati tahap penerimaan dalam menghadapi pandemi, maka Seseorang mulai terbiasa dengan kondisi the new normal. Pada tahap ini diharapkan Seseorang sepenuhnya tidak lagi merasa terganggu, bahkan sudah mulai nyaman dengan semua perubahan yang berhubungan dengan adanya pandemi. Menurut WHO pandemi Covid mempunyai tahapan yaitu ke dalam tiga periode yaitu inter pandemic period, pandemic alert period dan pandemic period. Inter pandemic period Fase 1: tidak ada subtipe virus influenza baru yang terdetesi pada manusia. Fase 2: tidak ada subtipe virus influenza baru yang terdeteksi pada manusia, tetapi ada penyakit hewan yang mengancam manusia. Pandemic alert period Fase 3: infeksi manusia dengan subtipe baru tetapi tidak menyebar dari manusia ke manusia. Fase 4: kelompok kecil dengan transmisi manusia ke manusia yang terbatas. Fase 5: klaster yang lebih besar tetapi penyebaran antar manusia masih terlokalisir. Pandemic period Fase 6 Pandemi: penularan meningkat dan berkelanjutan pada populasi umum (Arum, 2020). Sedangkan menurut Fahrudin (2020), fase pandemic dibagi menjadi empat fase, yaitu early pandemic, peak pandemic, post peak pandemic dan post pandemic. Antara fase satu ke fase berikutnya ada masa transisi yang masing-masing
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 11
memiliki karakteristik. Saat ini Indonesia memasuki fase transisi dari early pandemic ke fase peak pandemic. Pada fase transisi inilah yang disebut dengan beberapa istilah seperti New Normal, PSBB Transisi, masa adaptasi, tatanan baru beradaptasi, dan lain-lain. Fase ini dinyatakan transisi karena pandemic tidak ketahui kapan akan berakhir. Diawal pandemic (early pandemic) pemerintah terpaksa mengeluarkan kebijakan untuk masyarakat melakukan kegiatan dari rumah (stay at home). Sekolah dari rumah, bekerja dari rumah, bahkan kegiatan perekonomian menjadi lumpuh karena pasar dan pusat-pusat perdagangan ditutup, banyak sector swasta yang kolaps dan banyak pekerjanya yang di PHK. Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan untuk kembali melakukaan membuka kegiatan perekonomian dengan menerapkan pola kebiasaan baru atau dikenal dengan istilah new normal. Untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini, dalam penelitian ini kami menggunakan istilah era tatanan baru. Era tatanan baru (New normal) adalah masa dimana diperlukan adanya perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Prinsip utama dari new normal itu sendiri adalah dapat menyesuaikan dengan pola hidup. Secara sosial kita pasti akan mengalami sesuatu bentuk new normal atau kita harus beradaptasi dengan beraktivitas, dan bekerja, dan tentunya
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru12
harus mengurangi kontak fisik dengan orang lain, dan menghindari kerumunan, serta bekerja, bersekolah dari rumah. Transformasi ini adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai tertemukannya vaksin untuk Covid-19 (Dandi BB, 2020)
B. Pelayanan Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi berasal dari dua kata, yaitu re yang berarti kembali
dan habilitasi yang berarti kemampuan. Menurut arti katanya, rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan. Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditujukan pada penderita cacat agar mereka cakap berbuat untuk memiliki seoptimal mungkin kegunaan jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi. Rehabilitasi didefinisikan sebagai satu program holistik dan terpadu atas intervensi-intervensi medis, fisik, psikososial, dan vokasional yang memberdayakan seorang (individu penyandang cacat) untuk meraih pencapaian pribadi, kebermaknaan sosial, dan interaksi efektif yang fungsional dengan dunia” (Banja,1990). Sedangkan menurut pasal 1 ayat 5 undang-undang No 14 Tahun 2019, Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Rehabilitasi merupakan pemulihan kesehatan jiwa & raga yang ditunjukan kepada para pecandu narkoba yang telah menjalani program kuratif. Adapun tujuannya yakni supaya
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 13
pecandu tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit seperti kerusakan fisik (syaraf, otak, paru-paru, ginjal, hati dan lain- lain), rusaknya mental, perubahan karakter dari positif kearah yang negatif, anti sosial, penyakit-penyakit ikutan seperti HIV/ AIDS, Hepatitis, sifilis, dan yang lainnya yang karenakan bekas pemakaian narkoba (Subagyo, 2006)
Rehabilitasi dapat didefinisikan sebagai proses membantu individu yang memiliki gangguan fisik atau mental untuk berpartisipasi dalam masyarakat sejauh kemampuannya sepenuhnya. Hal ini sering digambarkan sebagai fase keempat dari praktik medis, yang lain adalah pencegahan, diagnosis, dan perawatan. Pada umumnya rehabilitasi medis menunjuk “fase perawatan di mana pasien dibantu menuju peran independen dalam masyarakat yang kompetitif. Rehabilitasi mengikuti program medis kuratif dan restoratif dan periode pemulihan. Rehabilitasi berusaha untuk mengatasi dan mengimbangi cacat fisik yang ada dan untuk hambatan emosional yang mencegah pasien melakukan yang terbaik. Penekanan utama adalah pada kemandirian pekerjaan (Braceland, 1966).
Rehabilitasi merupakan upaya yang ditujukan untuk mengitegrasikan kembali seseorang ke dalam kehidupan masyarakat dengan cara membantu menyesuaikan diri dengan keluarga, masyarakat dan pekerjaan. Seseorang dapat berintegrasi dengan masyarakat apabila memiliki kemampuan fisik, mental dan sosial serta diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Misalnya seseorang mengalami permasalahan sosial seperti gelandangan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru14
atau pengemis, maka mereka akan dicoba untuk dikembalikan kedalam keadaan sosial yang normal seperti orang pada umumnya. Mereka diberi pelatihan atau keterampilan sehingga mereka tidak kembali lagi menjadi gelandangan atau pengemis dan bisa mencari nafkah dari keterampilan yang dimiliki.
Saat ini telah banyak Lembaga pelayanan sosial milik pemerintah daerah maupun milik masyarakat yang biasa disebut Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). Lembaga sosial yang ada sekarang banyak menampung berbagai orang yang mengalami gangguan sosial seperti lembaga rehabilitasi sosial anak jalanan, gelandangan dan pengemis, tuna susila, penyandang disabillitas, lanjut usia, anak terlantar atau anak yang memerlukan perlindungan khusus, dan lain-lain.
Rehabilitasi sosial mempunyai beberapa tujuan, diantaranya untuk memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya. Selain itu tujuan rehabilitasi sosial adalah untuk memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial mempunyai beberapa fungsi, diantaranya untuk: 1. Pelaksanaan kebijakan teknis penyelenggaraan rehabilitasi
sosial bagi balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 15
2. Penyusunan pedoman penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.
3. Pemberian bimbingan teknis penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.
4. Pelaksanaan koordinasi teknis penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.
5. Pengawasan penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.
Dalam rehabilitasi sosial terdapat tiga model pelayanan yang diberikan kepada klien, yaitu sebagai berikut:
1. Institutional Based Rehabilitation (IBR), suatu sistem pelayanan rehabilitasi sosial dengan menempatkan penyandang masalah dalam suatu institusi tertentu.
2. Extra-institusional Based Rehabilitation, suatu sistem pelayanan dengan menempatkan penyandang masalah pada keluarga dan masyarakat.
3. Community Based Rehabilitation (CBR), suatu model tindakan yang dilakukan pada tingkatan masyarakat dengan membangkitkan kesadaran masyarakat dengan menggunakan sumber daya dan potensi yang dimilikinya.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru16
Di masa pandemic layanan rehabilitasi sosial di dalam Balai/ Loka sebagian besar tidak dilaksanakan. Penerima manfaat dikembalikan pada keluarganya masing-masing. Hanya Penerima Manfaat yang tidak memiliki keluarga yang masih tetap bertahan didalam Balai/Loka. Sedangkan saat ini Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) baru saja dibuka, dan berganti menjadi tahapan PSBB Transisi atau memasuki era tatanan baru. Beberapa Balai/Loka sudah mulai menerima penerima manfaat dengan pola layanan yang sedikit berbeda.
Menghadapi era tatanan baru semua perangkat di dalam Balai/Loka harus dapat menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada. Kesiapan sumber daya manusia, sarana prasarana sangat penting. Sumber daya manusia termasuk pekerja sosial, psikolog, instruktur dan tenaga fungsional maupun pendukung lainnya harus siap dengan pola layanan baru. Petugas harus bisa meningkatkan kompetensi pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Kesiapan fisik maupun mental juga harus diperhatikan. Siap secara fisik artinya fisik harus sehat, daya tahan imun dalam kondisi baik. Siap secara mental artinya melakukan layanan tidak dalam kondisi cemas, ketakutan, galau. Pekerja sosial berhadapan dengan Penerima Manfaat harus siap pengetahuannya tentang Covid, sehingga pekerjaan yang dilakukannya lancar.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 17
C. Kompetensi Pekerja Sosial Dalam literature kontemporer pekerjaan sosial dan beberapa
bidang pekerjaan lain, perkataan competence dan competency selalu digunakan secara berganti ganti, dalam bentuk plural dan singular (Fahrudin, 2019). Perkataan ‘competency’ bukan sesuatu yang baru, istilah ini telah digunakan pada kurang lebih awal tahun 1594, tetapi dengan pengertian berbeda dari yang sekarang (Ford, 1996). Di British, dalam konteks pelatihan berbasis kompetensi oleh The National Vocational Qualification (NVC), kompetensi (competence) diartikan sebagai “the ability to perform activities within an occupation (Fletcher, 1991) yaitu kemampuan untuk melakukan aktivitas berkaitan dengan suatu pekerjaan. Dalam konteks pekerjaan sosial, pengertian yang lebih detail dikemukakan oleh Cooper (1992) sebagai: A competence comprises the specification of knowledge and skill, and the application of that knowledge and skill, within an occupation or industry to the standard of performance required in employment (hal. 9)
Zofia Butrym (1976) menggagas model pendidikan pekerjaan sosial berbasis kompetensi menjelaskan bahwa praktek pekerjaan sosial merupakan percampuran yang unik (a unique amalgam) dari pengetahuan, keterampilan-keterampilan dan nilai-nilai. Hal yang sama diungkapkan oleh Balgopal (1993) dengan menyebut kompetensi pekerja sosial abad 21 harus merangkumi tiga aspek yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Oleh sebab itu dalam pendidikan dan pelatihan profesional pekerjaan sosial, harusnya
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru18
kualifikasi dan kompetensi pekerja sosial yang dihasilkan tercermin dari kompetensi pekerja sosial dalam hal pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai. Berdasarkan hal tersebut formula kompetensi pekerjaan sosial adalah sebagai berikut:
Knowledge + Skill + Values = Competences
Oleh sebab itu pengertian kompetensi sebagaimana yang dikemukakan oleh Cooper (1992) yang menjelaskan dua elemen yaitu pengetahuan dan keterampilan kurang sesuai dalam konteks pekerjaan sosial. Hal ini karena dalam pekerjaan sosial terdapat satu komponen lagi yaitu nilai. Persoalannya tentu bagaimana mengukur kompetensi nilai dengan ukuran-ukuran yang jelas. Hal ini karena orang awam sering melihat ukuran sesuatu terletak pada apa yang orang dapat lakukan (outcome) daripada bagaimana mereka melakukan (process).
Dalam Undang Undang Nomor. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, menyatakan bahwa yang disebut Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial. Selain itu juga memiliki kepedulian sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan atau pengalaman praktik pekerjaan sosial. Singkatnya adalah untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. Ditegaskan juga dalam Undang Undang no 14 tahun 2019, bahwa
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 19
Praktik Pekerjaan Sosial adalah penyelenggaraan pertolongan profesional yang terencana, terpadu, berkesinambungan dan tersupervisi untuk mencegah disfungsi sosial, serta rnemulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Sedangkan Pekerja Sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan ‘sertifikat kompetensi.
Pekerja sosial professional dalam melaksanakan tugasnya dituntut memiliki kompetensi yang legal (Fahrudin,2017). Sebagai dasar pengakuan atas etika praktiknya. Dimasa sebelum pandemic Covid-19 pekerja sosial telah memiliki aturan baku dalam melakukan intervensi layanan kepada penerima manfaat. Dimasa pandemic apalagi dimasa transisisi atau di era tananan baru tentunya akan berbeda dengan model atau cara praktik pelayanan dengan penerima manfaat. Protokol kesehatan yang telah ditetapkan WHO dan pemerintah harus dipatuhi. Jaga jarak dan menggunakan pelindung diri wajib dipatuhi. Tentunya di awal akan mengalami kesulitan dapam beradapatasi di era tatanan baru ini. Apalagi menghadapi penerima manfaat yang tadinya diperlukan sesi konseling, sesi assessment yang tidak memikirkan jarak, sekarang harus menjaga jarak, bahkan tidak boleh melakukan sentuhan-sentuhan penyemangat. Lebih ketatnya lagi diperlukan media untuk melakukan intervensi dengan penerima manfaat.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru20
Kondisi era tatanan baru pandemic Covid-19 menuntut pekerja sosial memiliki pengetahuan yang lengkap tentang Covid-19 dan cara-cara melakukan intervensi sosial yang tepat. Tentunya disesuaikan dengan seting pelayanan. Disesuaikan dengan karakteristik penerima manfaat. Pekerja sosial memiliki tugas dan tanggung jawabnya sendiri dimasa pandemic. Melanjutkan memberikan pelayanan di dalam Balai/Loka meskipun harus dengan menerapkan protocol Kesehatan. Pekerja sosial harus dapat memanfaatkan sambungan internet / video / media sosial untuk mengurangi isolasi dan tetap terhubung. Menjaga akses ke layanan, terutama akses yang perlu pelayanan langsung. Selain itu melakukan rujukan, terutama layanan kesehatan bila ada penerima manfaat yang perlu penanganan kesehatan. Memberikan dukungan kepada mereka yang mengalami masalah emosional seperti rasa takut, cemas akan tertular wabah covid dan membantu penerima manfaat untuk mengidentifikasi bagaimana menjaga diri mereka tetap aman, terutama dalam masa pandemic Covid-19. Pekerja sosial harus juga menjaga kesehatan dan kesejahteraan mereka sendiri. Menerjemahkan kebijakan pemerintah kepada orang lain dalam bahasa yang mudah dimengerti. Mendukung para penerima manfaat untuk mengakses menu yang sehat dan kebutuhan lainnya. Jika diperlu membantu penerima manfaat mengakses fasilitas pengujian Covid-19. Selain itu dituntut memiliki sikap yang baik, penuh semangat dan menghormati orang lain.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 21
Dampak akibat wabah pandemik COVID-19 bersifat multi- dimensional, tidak hanya pada aspek kesehatan, melainkan pada aspek sosial. Pekerja sosial menurut UU Nomor 14 Tahun 2019 adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi. Pekerja sosial melalukan penyelenggaraan pertolongan professional terencana, terpadu, berkesimbangunan dan tersupervisi untuk mencegah disfungsi sosial, serta memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, khusus dalam konteks ini adalah masyarakat yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung wabah pandemik COVID-19.
Standar praktik pekerjaan sosial yang dapat dilakukan dalam situasi Pembatasan Sosial Berskala Besar di antaranya dengan mengurangi kunjungan langsung (Home Visit) dengan memaksimalkan teknologi. Fokus pelayanan sosial yang bisa diberikan para pekerja sosial, khususnya dalam area kesehatan jiwa dan advokasi pelayanan sosial (pekerja informal, keluarga miskin, anak, penyandang disabilitas, lanjut usia) adalah dengan mengedepankan asas perlindungan hak asasi manusia korban COVID-19 serta kelompok masyarakat yang terdampak melalui relationship-based practice. Perangkat teknologi digital dimaksimalkan dalam melakukan kontak, assesmen, serta review korban/masyarakat terjangkit COVID-19. Pekerja sosial harus mampu memahami metode intervensi pekerjaan sosial dalam jaringan (online); menggunakan system asistensi sosial secara
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru22
online, konseling/layanan dukungan psikososial online, video konseling, memahami kode etik praktik pekerjaan sosial, advokasi pelayanan sosial, relationship-based practice, serta memahami legislasi serta regulasi penanganan COVID-19 terkini.
Berdasar kepada kerangka kerja professional, pekerja sosial menjalankan prinsip dasar praktik pekerjaan sosial online seperti prosedur praktik secara offline; mengedepankan confidentiality, informed consent sebelum melakukan intervensi atau memberitahukan penggunaan informasi personal dengan menghormati privasi. Kemudian pekerja sosial harus menanyakan dan mendiskusikan layanan sosial apa dalam jaringan dan perangkat digital yang telah atau memungkinkan digunakan oleh penerima manfaat untuk berpartisipasi. Kondisi ini juga harus mempertimbangkan bahwa ada risiko yang mungkin timbul dari penggunaan layanan sosial dalam jaringan, potensi ini harus mampu diidentifikasi. Sebagai contoh, beberapa orang dewasa mengalami kesulitan dalam beradaptasi, mengenali kemungkinan perkembangan hidup yang tidak diinginkan dan risiko eksploitasi fisik atau keuangan.
Pekerja sosial harus mempertimbangkan risiko dan kemungkinan ini dalam identifikasi faktor perlindungan sosial yang disusun untuk memberikan manfaat kepada mereka. Ketika risiko mampu diidentifikasi, pekerja sosial lalu memastikan rencana pelayanan yang disusun telah mencakup unsur perlindungan sosial. Contoh lainnya, seorang dewasa yang ingin keluar dari gangguan kesehatan mental/stress bisa menggunakan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 23
layanan konseling dalam jaringan yang lebih lama dibanding orang-orang yang lain, hal ini dikarenakan dia ingin memastikan seluruh permasalahan sosialnya mampu diindentifikasi dan diselesaikan. Rencana pelayanan yang sesuai dapat memastikan bahwa layanan sosial dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan masyarakat (proporsional), baik dalam ruang lingkup individu, keluarga, maupun komunitas (BASW, 2020).
Dalam layanan sosial online, pekerja sosial harus mengerti pula bagaimana cara menggunakan teknologi digital untuk melindungi masyarakat dari bahaya. Beberapa teknologi digital yang digunakan dalam memberikan layanan sosial kepada PPKS, seperti dalam kasus anggota keluarga yang hilang dari rumah yang mengharuskan pekerja sosial untuk bertukar informasi dengan profesional yang lain, atau merujuk pihak yang bersangkutan untuk langsung menghubungi pusat layanan layanan publik/ pusat kesejahteraan sosial (puskesos) yang mampu merespon masalah secara cepat seperti dalam respon kasus orang yang sedang mengalami ancaman kekerasan dalam rumah tangga (Wilkins and Boahen, 2013).
Legislasi dan regulasi yang mengatur peran dan tanggung jawab antara pekerja sosial dan masyarakat atau PPKS, diantaranya keamanan data dan penggunaan informasi, serta hak dari orang tersebut untuk mengakses data dirinya yang dimiliki oleh organisasi/institusi tertentu. Pekerja sosial bermain peran sentral dalam hal ini dikarenakan sebagai seorang pegawai/ pekerja, orang tersebut adalah bagian dari organisasi/institusi
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru24
yang mempekerjakan mereka. Dalam aktvitas profesional keseharian, pekerja sosial akan melakukan analisa data dari orang-orang yang memerlukan layanan sosial. Hal ini tentu memiliki konsekuensi dan tanggung jawab dari aspek legal. Pekerja sosial adalah profesi yang didasarkan pada nilai-nilai, pekerja sosial dapat melakukan advokasi dan mendukung orang- orang yang mengalami disfungsi sosial dalam menjalankan hak asasinya melalui teknologi digital. Implikasinya, pekerja sosial harus mengerti dan memahami hukum hak asasi manusia yang terkait dengan tekonologi digital (Smith, et al, 2019)
Menurut Hornby (1982) kompetensi adalah orang yang memiliki kesanggupan, kekuasaan, kewenangan, keterampilan, serta pengetahuan untuk melakukan apa yang diperlukan (competence is person having ability, power, authority, skill, knowledge to do what is needed). Sedangkan Sahertian (1990) melihat bahwa kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Dalam hal ini seseorang harus terlebih dahulu melewati proses pendidikan dan latihan untuk memiliki kompetensi tertentu. Artinya, ada pemenuhan kualifikasi akademik tertentu dan keikutsertaan dalam latihan-latihan memungkinkan seseorang memiliki kompetensi tertentu untuk menjalankan tugas tertentu atau kelayakan untuk menduduki suatu profesi.
Menurut Wibowo (2007) kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 25
didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai unggulan bidang tertentu, dengan indikatornya adalah (a). Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan yang berkaitan dengan pekerjaan meliputi mengetahui dan memahami pengetahuan dibidang masing-masing. Mengetahui pengetahuan yang berhubungan dengan peraturan, prosedur, teknik yang baru dalam pelayanan rehabilitasi sosial. (b). Keterampilan (Skill) meliputi kemampuan dalam berkomunikasi dengan baik secara tulisan dan kemampuan berkomunikasi dengan jelas secara lisan. (c) Sikap (Attitude) Sikap individu, meliputi memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dalam berkreativitas dalam bekerja dan adanya semangat kerja yang tinggi.
Sedangkan menurut Veithzal (2003) menyebutkan, kompetensi adalah kecakapan, keterampilan, dan kemampuan. Kompetensi mengacu kepada atribut/ karakteristik seseorang yang membuatnya berhasil dalam pekerjaannya. Menurut Djaman satori (2007) menyebutkan kompetensi berasal dari bahasa inggris competency yang berarti kecakapan, kemampuan dan wewenang. Jadi kompetensi adalah performan yang mengarah pada pencapaian tujuan secara tuntas menuju kondisi yang diinginkannya. Moh. Uzer Usman (2006) menyebutkan bahwa seseorang disebut kompeten apabila telah memiliki kecakapan bekerja pada bidang tertentu. Dari hal ini maka kompetensi juga
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru26
diartikan sebagai suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif.
Wibowo (2007) menjelaskan ada beberapa tipe kompetensi yang dapat dijelaskan sebagai berikut : (1). Planning competency, dikaitkan dengan tindakan tertentu seperti menetapkan tujuan, menilai resiko dan mengembangkan urutan tindakan untuk mencapai tujuan. (2). Influence competency, dikaitkan dengan tindakan seperti mempunyai dampak pada orang lain, memaksa melakukan tindakan tertentu atau membuat keputusan tertentu, dan memberi inspirasi untuk bekerja menuju tujuan organisasi. (3). Communication competency, dalam bentuk kemampuan berbicara, mendengarkan orang lain, komunikasi tertulis dan nonverbal. (4). Interpersonal competency, meliputi, empati, membangun konsensus, networking, persuasi, negosiasi, diplomasi, manajemen konflik, menghargai orang lain, dan jadi team player. (5). Thinking competency, berkenaan dengan, berpikir strategis, berpikir analitis, berkomitmen terhadap tindakan, memerlukan kemampuan kognitif, mengidentifikasi mata rantai dan membangkitkan gagasan kreatif. (6). Organizational competency, meliputi kemampuan merencanakan pekerjaan, mengorganisasi sumber daya mendapatkan pekerjaan dilakukan, mengukur kemampuan, dan mengambil resiko yang diperhitungkan. (7). Human resouces management competency, merupakan kemampuan dalam bidang, team building, mendorong partisipasi, mengembangkan bakat, mengusahakan umpan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 27
balik kinerja, dan menghargai keberagaman. (8). Leadership competency, merupakan kompetensi meliputi kecakapan memosisikan diri, pengembangan organisasional, mengelola transisi, orientasi strategis, membangun visi, merencanakan masa depan, menguasai perubahan dan melopori kesehatan tempat kerja. (9). Client service competency, merupakan kompetensi berupa : mengidentifikasi dan menganalisis pelanggan, orientasi pelayanan dan pengiriman, bekerja dengan pelanggan, tindak lanjut dengan pelanggan, membangun patnership dan berkomitmen terhadap kualitas. (10). Bussines competency, merupakan kompetensi yang meliputi: manajemen finansial, keterampilan pengambilan keputusan bisnis, bekerja dalam sistem, menggunakan ketajaman bisnis, membuat keputusan bisnis dan membangkitkan pendapatan. (11). Self management competency, kompetensi berkaitan dengan menjadi motivasi diri, bertindak dengan percaya diri, mengelola pembelajaran sendiri, mendemonstrasikan fleksibilitas, dan berinisiatif. (12). Technical/operational competency, kompetensi berkaitan dengan mengerjakan tugas kantor, bekerja dengan teknologi komputer, menggunakan peralatan lain, mendemonstrasikan keahlian tekhnis dan profesional dan membiasakan bekerja dengan data dan angka.
Spencer (dalam Wibowo, 2007) tingkatan kompetensi dapat dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu: (1). Behavior tools, yang terdiri dari (a) Knowledge merupakan informasi yang digunakan orang dalam bidang tertentu, misalnya membedakan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru28
antara pekerja sosial senior dan pekerja sosial pemula. (b). Skill merupakan kemampuan orang untuk melakukan sesuatu dengan baik. Misalnya, mewawancarai dengan efekttif. (2). Image attribute yang terdiri dari (a). Sosial role merupakan pola perilaku orang yang diperkuat oleh sekelompok sosial atau organisasi. Misalnya, menjadi pemimpin atau pengikut. (b). Self image merupakan pandangan orang terhadap dirinya sendiri, identitas, kepribadian, dan harga dirinya. Misalnya melihat dirinya sebagai pekerja sosial yang berbeda diatas “fast track”. (3). Personal characteristic yang terdiri dari (a). Traits merupakan aspek tipika berperilaku. Misalnya, menjadi pendengar yang baik. (b). Motive merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang dalam bidang tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan). Misalnya ingin mempengaruhi perilaku orang lain (penerima manfaat) untuk kebaikan PM dan keluarganya.
Michael Zwell (dalam Wibowo, 2007) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecakapan kompetensi seseorang, yaitu sebagai berikut: (1). Keyakinan dan nilai-nilai. Keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap orang lain akan sangat mempengaruhi perilaku. (2). Keterampilan. Keterampilan memainkan peran di kebanyakan kompetensi. Berbicara didepan umum merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktikkan, dan diperbaiki. (3). Pengalaman. Pengalaman mengorganisasi orang, berkomunikasi dengan kllien secara perorangan maupun kelompok, menyelesaikan masalah, dan sebagainya. (4). Karakteristik kepribadian. Kepribadian dapat
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 29
mempengaruhi keahlian pekerja dalam sejumlah kompetensi, termasuk dalam penyelesaian konflik, menunjukkan kepedulian interpersonal, kemampuan bekerja dalam tim, memberikan pengaruh dan membangun hubungan. (5). Motivasi. Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah. Dengan memberikan dorongan, apresiasi terhadap pekerja bawahan, memberikan pengakuan, dan perhatian individual dari atasan dapat mempunyai pengaruh terhadap motivasi seseorang bawahan. (6). Isu emosional. Hambatan emosional dapat membatasi penguasaan kompetensi. Takut membuat kesalahan, menjadi malu, merasa tidak disukai, atau tidak menjadi bagian, semuanya cenderung membatasi motivasi dan inisiatif. (7). Kemampuan intelektual. Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif sepeti pemikiran konseptual dan pemikiran analitis. Tidak mungkin memperbaiki melalui setiap intervensi yang diwujudkan suatu organisasi. (8). Budaya organisasi. Budaya organisasi mempengaruhi kompetensi sumber daya manusia dalam kegiatan seperti rekrutmen dan seleksi penerima manfaat serta praktik pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian diatas, pengertian kompetensi dalam penelitian ini adalah kemampuan pekerja sosial baik dilihat dari pengetahuan, keterampilan, nilai yang dimiliki maupun sikap yang ditampilkan, yang mendukung pelaksanaan tugasnya dalam memberikan pelayanan rehabilitasi sosial kepada Penerima Manfaat di dalam Balai/Loka pada era tatanan baru (new normal) pandemic Covid 19.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru30
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian Metode dan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey dengan menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kuantitatif
B. Teknik sampel dan lokasi penelitian Adapun penentuan sampel dan lokasi adalah sebagai berikut: 1. Responden ditentukan berdasarkan populasi yang ada (sensus) 2. Responden dalam penelitian ini adalah pekerja sosial di Balai
/Loka Kementerian Sosial. Selain itu ditambah pimpinan dan pejabat structural, fungsional lainnya, serta penerima manfaat sebagai informasi tambahan guna memperkuat data yang didapat dari responden utama.
3. Lokasi penelitian dilaksanakan di Balai / Loka milik Kementerian Sosial seluruh wilayah Indonesia dengan perincian sebagai berikut:
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode dan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey
dengan menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kuantitatif
B. Teknik sampel dan lokasi penelitian
Adapun penentuan sampel dan lokasi adalah sebagai berikut:
1. Responden ditentukan berdasarkan populasi yang ada (sensus)
2. Responden dalam penelitian ini adalah pekerja sosial di Balai /Loka Kementerian Sosial.
Selain itu ditambah pimpinan dan pejabat structural, fungsional lainnya, serta penerima
manfaat sebagai informasi tambahan guna memperkuat data yang didapat dari responden
utama.
3. Lokasi penelitian dilaksanakan di Balai / Loka milik Kementerian Sosial seluruh wilayah
Indonesia dengan perincian sebagai berikut:
No. KLUSTER JUMLAH
2. Balai / loka Lanjut usia 3
3. Balai / loka Anak 8
4. Balai / loka Tuna sosial 2
5. Balai / loka Korban penyalahgunaan napza dan HIV Aids
7
Pengumpulan data menggunakan e-kuesioner dengan pertimbangan kondisi pandemic yang
menyebabkan tim peneliti tidak bisa langsung ke lokasi penelitian. Akan tetapi pelaksanaan
pengumpulan data diwakilkan oleh enumerator dari masing-masing lokasi penelitian yang
sudah mendapatkan couching terlebih dahulu. E-kuesioner disusun sendiri oleh tim peneliti
dengan merujuk kepada teori kompetensi pekerjaan sosial dan dikaitkan dengan kondisi
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru32
C. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data menggunakan e-kuesioner dengan pertimbangan kondisi pandemic yang menyebabkan tim peneliti tidak bisa langsung ke lokasi penelitian. Akan tetapi pelaksanaan pengumpulan data diwakilkan oleh enumerator dari masing- masing lokasi penelitian yang sudah mendapatkan couching terlebih dahulu. E-kuesioner disusun sendiri oleh tim peneliti dengan merujuk kepada teori kompetensi pekerjaan sosial dan dikaitkan dengan kondisi pada era tatanan baru pandemic Covid-19. Untuk memudahkan pengumpulan data e-kuesioner maka digunakan aplikasi Survey Monkey.
D. Sebaran jumlah responden :
pada era tatanan baru pandemic Covid-19. Untuk memudahkan pengumpulan data e-
kuesioner maka digunakan aplikasi Survey Monkey.
D. Sebaran jumlah responden :
Manajerial Fungsional lainnya
Penerima Manfaat
1. BRSPDM Margo Laras, Pati 13 2 2 2 2. BRSPDM Phala Martha, Sukabumi 12 2 5 3 3. BRSPDN Wyata Guna, Bandung 19 2 4 3 4. BBRSPDF Prof DR Soeharso,
Surakarta 31 2 3 6
5. BBRSPDI Kartini, Temanggung 22 2 3 4 6. BRSPDF Budi Perkasa, Palembang 7 2 5 1 7. BRSPDF Wirajaya, Makassar 8 2 2 4 8. BRSPDSN Mahatmiya, Tabanan 9 2 3 5 9. BRSPDN Tumou Tou, Manado 5 2 2 5 10 BRSPDN Tan Miyat, Bekasi 15 2 3 5 11. BRSPDM Budi Luhur, Banjarbaru 12 2 6 2 12. BRSPDI Ciung Wanara, Bogor 12 3 5 0 13. BRSPDI Nipotowe, Palu 6 2 2 0 14. BRSPDM Dharma Guna, Bengkulu 8 2 6 0 15. BRSPDSRW Melati, Jakarta 10 2 2 5 16. BRSPDRW Efata, Kupang 11 2 2 2 17. BBRVPD Cibinong 17 2 2 7 18. LRSPDSRW Meohai, Kendari 10 2 10 2 19. BRSLU Budhi Darma Bekasi 20 2 2 5 20. BRSLU Gau Mabaji Gowa 5 2 9 4 21. LRSLU Minaula Kendari 7 2 2 1 22. BRSAMPK Rumbai, Pekanbaru 8 2 4 3 23. BRSAMPK Handayani, Jakarta 9 2 6 3 24. BRSAMPK Antasena, Magelang 11 2 2 4 25. BRSAMPK Alyatama, Jambi 9 2 2 3 26. BRSAMPK Naibonat, Kupang 10 2 2 3 27. BRSAMPK Paramita, Mataram 7 2 3 5 28. BRSAMPK Toddopuli, Makassar 7 2 3 3 29. LRSAMPK Darussa’adah, aceh 8 2 4 3 30. BRSEGP Pangudi Luhur, Bekasi 14 2 2 5 31. BRSWATUNAS Mulya Jaya, Jakarta 13 2 5 4 32. LRSOHIV Kahuripan, Sukabumi. 8 2 6 3 33. BRSKPN Satria, Baturaden 16 2 5 6 34. BRSOHIV Bahagia, Medan 10 2 1 2 35. BRSOHIV Wasana Bahagia, Ternate 5 2 3 2 36. BRSKPN Bambu Apus, Jakarta 15 2 2 5 37. BRSKPN Insyaf, Medan 7 2 5 5 38. BRSKPN Galih Pakuan, Bogor 14 2 2 4 JUMLAH 430 76 136 126
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 33
E. Teknik Analisa Data Data yang dikumpulkan melalui survey ini dianalisis menggunakan software SPSS versi 21 dengan mencari mean, distribusi frequency, cross tabulation, dan sebagainya.
F. Tahapan Penelitian 1. Persiapan (dilaksanakan dengan video conference)
- Pertemuan tim dengan Unit Teknis, perwakilan Loka/balai - Pertemuan tim dengan Konsultan - Penyusunan Rancangan dan instrumen Penelitian - Pembahasan Rancangan dan instrumen Penelitian
2. Pelaksanaan (dilaksanakan dengan video conference) - Bimbingan Teknis Pengumpul Data (enumerator) - Pengumpulan data
3. Pengolahan Data dan Penyusunan Laporan - Editing & Cleaning Data - Pengolahan Data - Analisis Data - Konsultasi Pengolahan dan Analisis Data
pada era tatanan baru pandemic Covid-19. Untuk memudahkan pengumpulan data e-
kuesioner maka digunakan aplikasi Survey Monkey.
D. Sebaran jumlah responden :
Manajerial Fungsional lainnya
Penerima Manfaat
1. BRSPDM Margo Laras, Pati 13 2 2 2 2. BRSPDM Phala Martha, Sukabumi 12 2 5 3 3. BRSPDN Wyata Guna, Bandung 19 2 4 3 4. BBRSPDF Prof DR Soeharso,
Surakarta 31 2 3 6
5. BBRSPDI Kartini, Temanggung 22 2 3 4 6. BRSPDF Budi Perkasa, Palembang 7 2 5 1 7. BRSPDF Wirajaya, Makassar 8 2 2 4 8. BRSPDSN Mahatmiya, Tabanan 9 2 3 5 9. BRSPDN Tumou Tou, Manado 5 2 2 5 10 BRSPDN Tan Miyat, Bekasi 15 2 3 5 11. BRSPDM Budi Luhur, Banjarbaru 12 2 6 2 12. BRSPDI Ciung Wanara, Bogor 12 3 5 0 13. BRSPDI Nipotowe, Palu 6 2 2 0 14. BRSPDM Dharma Guna, Bengkulu 8 2 6 0 15. BRSPDSRW Melati, Jakarta 10 2 2 5 16. BRSPDRW Efata, Kupang 11 2 2 2 17. BBRVPD Cibinong 17 2 2 7 18. LRSPDSRW Meohai, Kendari 10 2 10 2 19. BRSLU Budhi Darma Bekasi 20 2 2 5 20. BRSLU Gau Mabaji Gowa 5 2 9 4 21. LRSLU Minaula Kendari 7 2 2 1 22. BRSAMPK Rumbai, Pekanbaru 8 2 4 3 23. BRSAMPK Handayani, Jakarta 9 2 6 3 24. BRSAMPK Antasena, Magelang 11 2 2 4 25. BRSAMPK Alyatama, Jambi 9 2 2 3 26. BRSAMPK Naibonat, Kupang 10 2 2 3 27. BRSAMPK Paramita, Mataram 7 2 3 5 28. BRSAMPK Toddopuli, Makassar 7 2 3 3 29. LRSAMPK Darussa’adah, aceh 8 2 4 3 30. BRSEGP Pangudi Luhur, Bekasi 14 2 2 5 31. BRSWATUNAS Mulya Jaya, Jakarta 13 2 5 4 32. LRSOHIV Kahuripan, Sukabumi. 8 2 6 3 33. BRSKPN Satria, Baturaden 16 2 5 6 34. BRSOHIV Bahagia, Medan 10 2 1 2 35. BRSOHIV Wasana Bahagia, Ternate 5 2 3 2 36. BRSKPN Bambu Apus, Jakarta 15 2 2 5 37. BRSKPN Insyaf, Medan 7 2 5 5 38. BRSKPN Galih Pakuan, Bogor 14 2 2 4 JUMLAH 430 76 136 126
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru34
- Penyusunan laporan - Seminar laporan - Penyempurnaan & Finalisasi Laporan
G. Jadwal Penelitian G. Jadwal Penelitian No.
Tahapan
Bulan Juni 2020 Juli 2020 Agustus 2020 Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 A Pelaksaaan Penelitian
1 Identifikasi Kebutuhan Penelitian
4 Coaching dan Pengumpulan data lapangan)
5 Pengolahan dan Analisis Data
6 Finalisasi analisis data B Penyusunan Laporan 1. Penyususunan laporan 2. Penyusunan Policy
Brief dan Hasil Penelitian
3. Penyusunan Executive Summary
Pengarah Kepala Badan Pendidikan, Penelitian dan Penyuluhan Sosial Penanggung Jawab Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan
Sosial Konsultan Prof. Adi Fahrudin, Ph.D Ketua Tim : Husmiati Anggota Tim 1. Setyo Sumarno
2. Alit Kurniasari 3. Ruaida Murni 4. Delfirman
H. Organisasi Penelitian
H. Organisasi Penelitian
Kepala Badan Pendidikan, Penelitian, Penyuluhan Sosial Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Prof. Adi Fahrudin, Ph.D Husmiati 1. Setyo Sumarno 2. Alit Kurniasari 3. Ruaida Murni 4. Delfirman
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden
Karakteristik demografi pekerja sosial dalam penelitian ini dapat dilihat dari beberapa gambar maupun grafik dibawah ini.
Gambar 1 diatas menjelaskan Balai / Loka yang menjadi lokasi penelitian berikut jumlah pekerja sosial yang menjadi responden. Ada 430 orang responden Pekerja Sosial yang mewakili 38 Balai / Loka Rehabilitasi Sosial Milik Kementerian Sosial. Balai / Loka ini terdiri dari seting Lanjut Usia, Anak, Disabilitas, Korban Penyalahguna Napza dan Tuna Sosial.
BAB IV
Karakteristik demografi pekerja sosial dalam penelitian ini dapat dilihat dari beberapa
gambar maupun grafik dibawah ini.
Gambar 1 diatas menjelaskan Balai / Loka yang menjadi lokasi penelitian berikut jumlah
pekerja sosial yang menjadi responden. Ada 430 orang responden Pekerja Sosial yang
mewakili 38 Balai / Loka Rehabilitasi Sosial Milik Kementerian Sosial. Balai / Loka ini
terdiri dari seting Lanjut Usia, Anak, Disabilitas, Korban Penyalahguna Napza dan Tuna
Sosial.
22
17
31
19
15
5
Gambar 1. Jumlah Responden Di Balai / Loka Rehabilitasi Sosial
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru36
Berdasarkan gambar 2 diatas, persentase responden perempuan sebesar 60,9 persen (262 orang) dan responden laki-laki sebesar 39,1 persen (168 orang). Adapun pada gambar 3 menjelaskan umur responden terbanyak di rentang usia 51 – 60 tahun sebesar 40,3 persen, diikuti rentang usia 41-50 tahun (23%) dan rentang usia 20-30 tahun sebesar 22,8 persen. Paling sedikit persentasenya ada direntang usia 31-4- tahun sebesar 13,3 persen.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 37
Gambar 4 diatas, menggambarkan jenjang pendidikan responden. Mayoritas responden berlatar belakang pendidikan sarjana (S1) sebesar 47,7 persen, diikuti jenjang pendidikan SMPS/SMA/sederajat sebesar 26,7 persen. Responden yang berlatar belakang pendidikan diploma sebesar 15,3 persen dan master (S2) sebesar 10,9 persen, selain itu responden dengan pendidikan doctoral sebesar 0,2 persen.
Sedangkan gambar 5 menggambarkan jenjang jabatan pekerja sosial. Mayoritas adalah pekerja sosial jenjang pertama sebesar 37,7 persen, diikuti pekerja sosial muda (15,3%), pekerja sosial madya (14,7%), pekerja sosial pemula (12,1%), pekerja sosial pelaksana (6%) dan pekerja sosial pelaksana lanjuta sebesar 1,6 persen. Selain itu ada juga calon pekerja sosial sebesar 2,3 persen.
Berdasarkan gambar 6 masa kerja sebagai pekerja sosial mayoritas lima tahun atau
kurang dari lima tahun sebesar 31,6 persen, kemudian masa kerja 6 – 10 tahun sebesar 28,6
persen. Diikuti masa kerja sebagai pekerja sosial selama 21-25 tahun sebesar 14 persen, 11-
25 tahun sebesar 11,6 persen, lebih dari 26 tahun sebesar 7,2 persen dan 16-2- tahun sebesar
6.7 persen.
persen menyatakan belum, dalam arti sedang proses mendapatkan sertifikasi, dan 10 persen
menyatakan tidak mengikuti dan memiliki sertifikasi sebagai pekerja sosial.
2. Kondisi pekerja sosial dan pelayanan rehabilitasi sosial didalam Balai/Loka
a. Kompetensi pekerja sosial
keterampilan dan nilai yang dimiliki oleh seorang pekerja sosial dalam melaksanakan
tugasnya. Hasil penelitian terkait kompetensi pekerja sosial dapat dilihat dari diagram 1, 2
dan3 dibawah ini.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru38
Berdasarkan gambar 6 masa kerja sebagai pekerja sosial mayoritas lima tahun atau kurang dari lima tahun sebesar 31,6 persen, kemudian masa kerja 6 – 10 tahun sebesar 28,6 persen. Diikuti masa kerja sebagai pekerja sosial selama 21-25 tahun sebesar 14 persen, 11-25 tahun sebesar 11,6 persen, lebih dari 26 tahun sebesar 7,2 persen dan 16-2- tahun sebesar 6.7 persen.
Gambar 7 menggambarkan sertifikasi pekerja sosial. Dari hasil penelitian didapati 65 persen menyatakan telah mengikuti dan memiliki sertifikasi sebagai pekerja sosial, 25 persen menyatakan belum, dalam arti sedang proses mendapatkan sertifikasi, dan 10 persen menyatakan tidak mengikuti dan memiliki sertifikasi sebagai pekerja sosial.
2. Kondisi Pekerja Sosial dan Pelayanan Rehabilitasi Sosial didalam Balai/Loka
a. Kompetensi Pekerja Sosial
Kompetensi Pekerja Sosial dalam penelitian ini dengan melihat tingkat pengetahuan, keterampilan dan nilai yang dimiliki oleh seorang pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya. Hasil penelitian terkait kompetensi pekerja sosial dapat dilihat dari diagram 1, 2 dan3 dibawah ini.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 39
Diagram 1 diatas menggambarkan kompetensi pekerja sosial dilihat dari tingkat pengetahuannya.
Dari gambar diatas, pengetahuan pekerja sosial tinggi dengan nilai mean = 3.
Berdasarkan diagram 2 diatas, komptensi pekerja sosial diliat dari tingkat keterampilan yang
dimilikinya dalam melaksanakan tugas ada tinggi dengan nilai rata-rata (mean = 2,98).
Diagram 1 diatas menggambarkan kompetensi pekerja sosial dilihat dari tingkat pengetahuannya. Dari gambar diatas, pengetahuan pekerja sosial tinggi dengan nilai mean = 3,
Diagram 2, Kompetensi Keterampilan Pekerja Sosial
Diagram 1 diatas menggambarkan kompetensi pekerja sosial dilihat dari tingkat pengetahuannya.
Dari gambar diatas, pengetahuan pekerja sosial tinggi dengan nilai mean = 3.
Berdasarkan diagram 2 diatas, komptensi pekerja sosial diliat dari tingkat keterampilan yang
dimilikinya dalam melaksanakan tugas ada tinggi dengan nilai rata-rata (mean = 2,98).
Diagram 1, Kompetensi Keterampilan Pekerja Sosial
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru40
Berdasarkan diagram 2 diatas, komptensi pekerja sosial diliat dari tingkat keterampilan yang dimilikinya dalam melaksanakan tugas ada tinggi dengan nilai rata-rata (mean = 2,98).
Diagram 3, Kompetensi nilai Pekerja Sosial
Sedangkan pada digram 3 diatas, kompetensi pekerja sosial diukur dari tingkat kompetensi nilai
adalah sedang cenderung rendah, dengan nilai rata-rata (mean = 1,50)
b. Perubahan teknik pelayanan di Balai/Loka yang dilakukan pekerja sosial pada masa
pandemic
Gambar 8 dibawah menggambarkan 74,9 persen menyatakan setuju, 19,3 persen menyatakan
sangat setuju dengan adanya perubahan cara melakukan asesmen oleh pekerja sosial pada era
tatanan baru.
,2 5,6
kurang setuju setuju sangat setuju
Gambar 8. Ada perubahan cara melakukan asesmen di era tatanan baru
Sedangkan pada digram 3 diatas, kompetensi pekerja sosial diukur dari tingkat kompetensi nilai adalah sedang cenderung rendah, dengan nilai rata-rata (mean = 1,50)
b. Perubahan teknik pelayanan di Balai/Loka yang dilakukanpekerja sosial pada masa pandemic
Gambar 8 dibawah menggambarkan 74,9 persen menyatakan setuju, 19,3 persen menyatakan sangat setuju dengan adanya perubahan cara melakukan asesmen oleh pekerja sosial pada era tatanan baru.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 41
Sedangkan pada digram 3 diatas, kompetensi pekerja sosial diukur dari tingkat kompetensi nilai
adalah sedang cenderung rendah, dengan nilai rata-rata (mean = 1,50)
b. Perubahan teknik pelayanan di Balai/Loka yang dilakukan pekerja sosial pada masa
pandemic
Gambar 8 dibawah menggambarkan 74,9 persen menyatakan setuju, 19,3 persen menyatakan
sangat setuju dengan adanya perubahan cara melakukan asesmen oleh pekerja sosial pada era
tatanan baru.
,2 5,6
kurang setuju setuju sangat setuju
Gambar 8. Ada perubahan cara melakukan asesmen di era tatanan baru
Berdasarkan gambar 9, sebanyak 59,5 persen menyatakan setuju, dan 39,1 persen menyatakan sangat setuju bila bimbingan fisik telah mengalami perubahan di era tatanan baru dengan menerapkan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 10, sebanyak 62,3 persen menyatakan setuju, dan 36.3 persen menyatakan sangat setuju bila bimbingan keterampilan telah mengalami perubahan di era tatanan baru dengan menerapkan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 9, sebanyak 59,5 persen menyatakan setuju, dan 39,1 persen menyatakan
sangat setuju bila bimbingan fisik telah mengalami perubahan di era tatanan baru dengan
menerapkan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 10, sebanyak 62,3 persen menyatakan setuju, dan 36.3 persen menyatakan
sangat setuju bila bimbingan keterampilan telah mengalami perubahan di era tatanan baru
dengan menerapkan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 11, sebanyak total 39,8 persen menyatakan kurang setuju setuju dan tidak
setuju apabila dalam bimbingan keterampilan menggunakan cara virtual ataupun dengan video.
Dan sebanyak 59,3 persen menyatakan setuju dan sangat setuju bila bimbingan keterampilan
disampaikan secara virtual.
,5 ,2 ,7
,2 1,2
62,3 36,3
Gambar 10. Bimbingan keterampilan mengalami perubahan dengan menggunakan protokol
kesehatan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru42
Berdasarkan gambar 9, sebanyak 59,5 persen menyatakan setuju, dan 39,1 persen menyatakan
sangat setuju bila bimbingan fisik telah mengalami perubahan di era tatanan baru dengan
menerapkan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 10, sebanyak 62,3 persen menyatakan setuju, dan 36.3 persen menyatakan
sangat setuju bila bimbingan keterampilan telah mengalami perubahan di era tatanan baru
dengan menerapkan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 11, sebanyak total 39,8 persen menyatakan kurang setuju setuju dan tidak
setuju apabila dalam bimbingan keterampilan menggunakan cara virtual ataupun dengan video.
Dan sebanyak 59,3 persen menyatakan setuju dan sangat setuju bila bimbingan keterampilan
disampaikan secara virtual.
,5 ,2 ,7
,2 1,2
62,3 36,3
Gambar 10. Bimbingan keterampilan mengalami perubahan dengan menggunakan protokol
kesehatan
Berdasarkan gambar 11, sebanyak total 39,8 persen menyatakan kurang setuju setuju dan tidak setuju apabila dalam bimbingan keterampilan menggunakan cara virtual ataupun dengan video. Dan sebanyak 59,3 persen menyatakan setuju dan sangat setuju bila bimbingan keterampilan disampaikan secara virtual.
Berdasarkan gambar 12, sebanyak 46,3 persen menyatakan kurang setuju, 19,1 persn tidak setuju
dan 2,6 persen menyatakan sangat tidak setuju bila bimbingan fisik secara langsung ditiadakan.
Sebaliknya sebanyak 25,3 persen menyatakan setuju dan 6,7 persen menyatakan sangat setuju
bila bimbingan fisik secara langsung ditiadakan.
Berdasarkan gambar 13, sebanyak 35,3 persen menyatakan kurang setuju, 7,9 persen tidak setuju
dan 2,1 persen menyatakan sangat tidak setuju bila bimbingan fisik ditayangkan secara virtual
atau menggunakan video. Sebaliknya sebanyak 47,4 persen menyatakan setuju dan 7,2 persen
menyatakan sangat setuju bila bimbingan fisik ditayangkan secara virtual.
,9 6,3
Gambar 11. Peragaan dalam bimbingan keterampilan diganti dengan cara virtual atau
melalui video
tidak setuju kurang setuju setuju sangat setuju
Gambar 12. Bimbingan fisik secara langsung ditiadakan
Berdasarkan gambar 12, sebanyak 46,3 persen menyatakan kurang setuju, 19,1 persn tidak setuju dan 2,6 persen menyatakan sangat tidak setuju bila bimbingan fisik secara
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 43
langsung ditiadakan. Sebaliknya sebanyak 25,3 persen menyatakan setuju dan 6,7 persen menyatakan sangat setuju bila bimbingan fisik secara langsung ditiadakan.
Berdasarkan gambar 13, sebanyak 35,3 persen menyatakan kurang setuju, 7,9 persen tidak setuju dan 2,1 persen menyatakan sangat tidak setuju bila bimbingan fisik ditayangkan secara virtual atau menggunakan video. Sebaliknya sebanyak 47,4 persen menyatakan setuju dan 7,2 persen menyatakan sangat setuju bila bimbingan fisik ditayangkan secara virtual.
Berdasarkan gambar 14, sebanyak 66,3 persen menyatakan setuju, dan 29,3 persen sangat setuju
bila intervensi pada penerima manfaat tetap dilakukan didalam Balai / Loka dengan tetap
menggunakan protocol kesehatan. Dan hanya 4 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya
0,5 persen menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan gambar 15, sebanyak 72,3 persen menyatakan setuju, dan 19,8 persen sangat setuju
bila bimbingan mental lebih intensif diberikan pada penerima manfaat di era tatanan baru ini. .
Dan hanya 46,5 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya 1,4 persen menyatakan tidak
setuju.
setuju sangat setuju
Gambar 13. Bimbingan fisik dilakukan dengan tayangan video atau secara virtual
,5 4,0
Gambar 14. Intervensi penerima manfaat tetap didalam balai/loka menggunakan protokol
kesehatan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru44
Berdasarkan gambar 14, sebanyak 66,3 persen menyatakan setuju, dan 29,3 persen sangat setuju bila intervensi pada penerima manfaat tetap dilakukan didalam Balai / Loka dengan tetap menggunakan protocol kesehatan. Dan hanya 4 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya 0,5 persen menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan gambar 14, sebanyak 66,3 persen menyatakan setuju, dan 29,3 persen sangat setuju
bila intervensi pada penerima manfaat tetap dilakukan didalam Balai / Loka dengan tetap
menggunakan protocol kesehatan. Dan hanya 4 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya
0,5 persen menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan gambar 15, sebanyak 72,3 persen menyatakan setuju, dan 19,8 persen sangat setuju
bila bimbingan mental lebih intensif diberikan pada penerima manfaat di era tatanan baru ini. .
Dan hanya 46,5 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya 1,4 persen menyatakan tidak
setuju.
setuju sangat setuju
Gambar 13. Bimbingan fisik dilakukan dengan tayangan video atau secara virtual
,5 4,0
Gambar 14. Intervensi penerima manfaat tetap didalam balai/loka menggunakan protokol
kesehatan
Berdasarkan gambar 15, sebanyak 72,3 persen menyatakan setuju, dan 19,8 persen sangat setuju bila bimbingan mental lebih intensif diberikan pada penerima manfaat di era tatanan baru ini. . Dan hanya 46,5 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya 1,4 persen menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan gambar 16, sebanyak 67,9 persen menyatakan setuju, dan 30,9 persen sangat setuju
bila konseling masih dilakukan pada penerima manfaat dengan tetap menggunakan protocol
kesehatan. Dan hanya 0,7 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya 0,5 persen menyatakan
tidak setuju.
Berdasarkan gambar 17, sebanyak 70,9 persen menyatakan setuju, dan 20 persen sangat setuju
bila home visit tetap dilakukan pada kasus-kasus tertentu yang tidak dapat dilakukan dengan
video conference dengan tetap menggunakan protocol kesehatan. Dan hanya 7,2 persen yang
menyatakan kurang setuju, 1,4 persen tidak setuju dan sisanya 0,5 persen menyatakan sangat
tidak setuju.
1,4 6,5
Gambar 15. Bimbingan mental lebih intensif di era tatanan baru
,5 ,7
Gambar 16. Konseling masih dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 45
Berdasarkan gambar 16, sebanyak 67,9 persen menyatakan setuju, dan 30,9 persen sangat setuju
bila konseling masih dilakukan pada penerima manfaat dengan tetap menggunakan protocol
kesehatan. Dan hanya 0,7 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya 0,5 persen menyatakan
tidak setuju.
Berdasarkan gambar 17, sebanyak 70,9 persen menyatakan setuju, dan 20 persen sangat setuju
bila home visit tetap dilakukan pada kasus-kasus tertentu yang tidak dapat dilakukan dengan
video conference dengan tetap menggunakan protocol kesehatan. Dan hanya 7,2 persen yang
menyatakan kurang setuju, 1,4 persen tidak setuju dan sisanya 0,5 persen menyatakan sangat
tidak setuju.
1,4 6,5
Gambar 15. Bimbingan mental lebih intensif di era tatanan baru
,5 ,7
Gambar 16. Konseling masih dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan
Berdasarkan gambar 16, sebanyak 67,9 persen menyatakan setuju, dan 30,9 persen sangat setuju bila konseling masih dilakukan pada penerima manfaat dengan tetap menggunakan protocol kesehatan. Dan hanya 0,7 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya 0,5 persen menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan gambar 17, sebanyak 70,9 persen menyatakan setuju, dan 20 persen sangat setuju bila home visit tetap dilakukan pada kasus-kasus tertentu yang tidak dapat dilakukan dengan video conference dengan tetap menggunakan protocol kesehatan. Dan hanya 7,2 persen yang menyatakan kurang setuju, 1,4 persen tidak setuju dan sisanya 0,5 persen menyatakan sangat tidak setuju
Berdasarkan gambar 18, sebanyak 45,1 persen menyatakan setuju, dan 7,4 persen sangat setuju
bila video call atau video conference digunakan untuk menggantikan home visit. Sebaliknya
sebanyak 39,1 persen menyatakan kurang setuju, 6,7 persen tidak setuju dan sisanya 1,6 persen
menyatakan sangat tidak setuju.
Berdasarkan gambar 19, sebanyak 48,6 persen menyatakan setuju, dan 5,6 persen sangat setuju
bila sesi konseling dilakukan dengan video conference. Dan sebaliknya ada 39,5 persen yang
menyatakan kurang setuju, 4,9 persen tidak setuju dan sisanya 1,4 persen menyatakan sangat
tidak setuju.
setuju sangat setuju
Gambar 17. Home visit dilakukan pada kasus- kasus tertentu (bila tidak dapat dilakukan dg
vicon)
tidak setuju kurang setuju setuju sangat setuju
Gambar 18. Video conference atau video call digunakan utk menggantikan home visit
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru46
Berdasarkan gambar 18, sebanyak 45,1 persen menyatakan setuju, dan 7,4 persen sangat setuju bila video call atau video conference digunakan untuk menggantikan home visit. Sebaliknya sebanyak 39,1 persen menyatakan kurang setuju, 6,7 persen tidak setuju dan sisanya 1,6 persen menyatakan sangat tidak setuju.
Berdasarkan gambar 18, sebanyak 45,1 persen menyatakan setuju, dan 7,4 persen sangat setuju
bila video call atau video conference digunakan untuk menggantikan home visit. Sebaliknya
sebanyak 39,1 persen menyatakan kurang setuju, 6,7 persen tidak setuju dan sisanya 1,6 persen
menyatakan sangat tidak setuju.
Berdasarkan gambar 19, sebanyak 48,6 persen menyatakan setuju, dan 5,6 persen sangat setuju
bila sesi konseling dilakukan dengan video conference. Dan sebaliknya ada 39,5 persen yang
menyatakan kurang setuju, 4,9 persen tidak setuju dan sisanya 1,4 persen menyatakan sangat
tidak setuju.
setuju sangat setuju
Gambar 17. Home visit dilakukan pada kasus- kasus tertentu (bila tidak dapat dilakukan dg
vicon)
tidak setuju kurang setuju setuju sangat setuju
Gambar 18. Video conference atau video call digunakan utk menggantikan home visit
Berdasarkan gambar 19, sebanyak 48,6 persen menyatakan setuju, dan 5,6 persen sangat setuju bila sesi konseling dilakukan dengan video conference. Dan sebaliknya ada 39,5 persen yang menyatakan kurang setuju, 4,9 persen tidak setuju dan sisanya 1,4 persen menyatakan sangat tidak setuju.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 47
Berdasarkan gambar 20, sebanyak 62,1 persen menyatakan setuju, dan 8,8 persen sangat setuju
bila sesi cae conference dilakukan dengan metode daring. Dan sebaliknya ada 25,6 persen yang
menyatakan kurang setuju, 3 persen tidak setuju dan sisanya 0,5 persen menyatakan sangat tidak
setuju.
c. Dukungan yang diterima pekerja sosial dalam melaksanakan pelayanan sosial di Balai
/ Loka selama masa pandemic
Berdasarkan gambar 21, sebanyak 44,2 persen menyatakan setuju, dan 54,4 persen sangat setuju
bahwa pimpinan menginstruksikan seluruh pegawai wajib memprioritaskan protocol kesehatan.
1,4 4,9
39,5 48,6
Gambar 19. Konseling menggunakan video conference
,5 3,0 25,6
Gambar 20. Case conference dilakukan dengan metode daring (online)
Berdasarkan gambar 20, sebanyak 62,1 persen menyatakan setuju, dan 8,8 persen sangat setuju
bila sesi cae conference dilakukan dengan metode daring. Dan sebaliknya ada 25,6 persen yang
menyatakan kurang setuju, 3 persen tidak setuju dan sisanya 0,5 persen menyatakan sangat tidak
setuju.
c. Dukungan yang diterima pekerja sosial dalam melaksanakan pelayanan sosial di Balai
/ Loka selama masa pandemic
Berdasarkan gambar 21, sebanyak 44,2 persen menyatakan setuju, dan 54,4 persen sangat setuju
bahwa pimpinan menginstruksikan seluruh pegawai wajib memprioritaskan protocol kesehatan.
1,4 4,9
39,5 48,6
Gambar 19. Konseling menggunakan video conference
,5 3,0 25,6
Gambar 20. Case conference dilakukan dengan metode daring (online)
Berdasarkan gambar 20, sebanyak 62,1 persen menyatakan setuju, dan 8,8 persen sangat setuju bila sesi cae conference dilakukan dengan metode daring. Dan sebaliknya ada 25,6 persen yang menyatakan kurang setuju, 3 persen tidak setuju dan sisanya 0,5 persen menyatakan sangat tidak setuju.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru48
c. Dukungan yang diterima pekerja sosial dalam melaksanakan pelayanan sosial di Balai / Loka selama masa pandemic.
Berdasarkan gambar 21, sebanyak 44,2 persen menyatakan setuju, dan 54,4 persen sangat setuju bahwa pimpinan menginstruksikan seluruh pegawai wajib memprioritaskan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 22 dibawah, sebanyak 48,1 persen menyatakan setuju, dan 49,5 persen
sangat setuju bahwa pimpinan mengharuskan sarana dan prasarana di dalam Balai / Loka sesuai
dengan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 23 dibawah, sebanyak 59,8 persen menyatakan setuju, dan 40,5 persen
sangat setuju bahwa pimpinan rutin menginformasikan hal-hal yang penting untuk dilakkukan
pada penerima manfaat terkait aturan di era tatanan baru.
,7 ,7
44,2 54,4
Gambar 21. Pimpinan menginstruksikan seluruh pegawai untuk memprioritaskan protokol
kesehatan.
Gambar 22. Pimpinan mengharuskan sarana prasarana didalam Balai/loka sesuai dengan
protokol kesehatan.
Berdasarkan gambar 22 dibawah, sebanyak 48,1 persen menyatakan setuju, dan 49,5 persen sangat setuju bahwa pimpinan mengharuskan sarana dan prasarana di dalam Balai / Loka sesuai dengan protocol kesehatan.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 49
Berdasarkan gambar 22 dibawah, sebanyak 48,1 persen menyatakan setuju, dan 49,5 persen
sangat setuju bahwa pimpinan mengharuskan sarana dan prasarana di dalam Balai / Loka sesuai
dengan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 23 dibawah, sebanyak 59,8 persen menyatakan setuju, dan 40,5 persen
sangat setuju bahwa pimpinan rutin menginformasikan hal-hal yang penting untuk dilakkukan
pada penerima manfaat terkait aturan di era tatanan baru.
,7 ,7
44,2 54,4
Gambar 21. Pimpinan menginstruksikan seluruh pegawai untuk memprioritaskan protokol
kesehatan.
Gambar 22. Pimpinan mengharuskan sarana prasarana didalam Balai/loka sesuai dengan
protokol kesehatan.
Berdasarkan gambar 23 dibawah, sebanyak 59,8 persen menyatakan setuju, dan 40,5 persen sangat setuju bahwa pimpinan rutin menginformasikan hal-hal yang penting untuk dilakkukan pada penerima manfaat terkait aturan di era tatanan baru.
Berdasarkan gambar 24, sebanyak 61,9 persen menyatakan setuju, dan 31,6 persen sangat setuju
bahwa pimpinan mau mendengar ide-ide pekerja sosial terkait pelayanan kepada penerima
manfaat didalam Balai / Loka di era tatanan baru..
Berdasarkan gambar 25, sebanyak 67 persen menyatakan setuju, dan 24,9 persen sangat setuju
bahwa pimpinan mendukung keputusan yang diambil pekerja sosial terkait pelayanan kepada
penerima manfaat didalam Balai / Loka di era tatanan baru..
,7 ,7 2,3
Gambar 23. Pimpinan rutin menginformasikan hal-hal yang penting untuk dilakukan pada
penerima manfaat
Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju
Gambar 24. Pimpinan mau mendengar ide-ide pekerja sosial terkait pelayanan di era tatanan
baru
Berdasarkan gambar 24, sebanyak 61,9 persen menyatakan setuju, dan 31,6 persen sangat setuju bahwa pimpinan mau mendengar ide-ide pekerja sosial terkait pelayanan kepada penerima manfaat didalam Balai / Loka di era tatanan baru.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru50
Berdasarkan gambar 24, sebanyak 61,9 persen menyatakan setuju, dan 31,6 persen sangat setuju
bahwa pimpinan mau mendengar ide-ide pekerja sosial terkait pelayanan kepada penerima
manfaat didalam Balai / Loka di era tatanan baru..
Berdasarkan gambar 25, sebanyak 67 persen menyatakan setuju, dan 24,9 persen sangat setuju
bahwa pimpinan mendukung keputusan yang diambil pekerja sosial terkait pelayanan kepada
penerima manfaat didalam Balai / Loka di era tatanan baru..
,7 ,7 2,3
Gambar 23. Pimpinan rutin menginformasikan hal-hal yang penting untuk dilakukan pada
penerima manfaat
Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju
Gambar 24. Pimpinan mau mendengar ide-ide pekerja sosial terkait pelayanan di era tatanan
baru
Berdasarkan gambar 25, sebanyak 67 persen menyatakan setuju, dan 24,9 persen sangat setuju bahwa pimpinan mendukung keputusan yang diambil pekerja sosial terkait pelayanan kepada penerima manfaat didalam Balai / Loka di era tatanan baru.
Berdasarkan gambar 26, sebanyak 60,2 persen menyatakan setuju, dan 36,3 persen sangat setuju
bahwa Balai / Loka memiliki SOP pelayanan rehabilitasi sosial yang telah disesuaikan dengan
protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 27, sebanyak 59,3 persen menyatakan setuju, dan 34,9 persen sangat setuju
bahwa pimpinan rutin memonitor kondisi kesehatan seluruh pegawai dan penerima manfaat.
,7 1,2 6,3
Gambar 25. Pimpinan mendukung keputusan yang diambil Pekerja sosial terkait pelayanan
pada PM di era tatanan baru
,2 ,9 2,3
Gambar 26. Balai memiliki SOP pelayanan rehabilitasi sosial yang telah disesuaikan dengan
protokol kesehatan.
Berdasarkan gambar 26, sebanyak 60,2 persen menyatakan setuju, dan 36,3 persen sangat setuju bahwa Balai / Loka memiliki SOP pelayanan rehabilitasi sosial yang telah disesuaikan dengan protocol kesehatan.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan Rehabilitasi