LAPORAN PENELITIAN KAJIAN FUNGSI DAN …repository.unwira.ac.id/254/1/KAJIAN JINENG.pdfbangunan...

21
i i LAPORAN PENELITIAN KAJIAN FUNGSI DAN EFISIENSI KONSTRUKSI BANGUNAN JINENG DALAM DINAMIKA KEHIDUPAN MODERN Oleh I Kadek Mardika UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG 2016

Transcript of LAPORAN PENELITIAN KAJIAN FUNGSI DAN …repository.unwira.ac.id/254/1/KAJIAN JINENG.pdfbangunan...

i

i

LAPORAN PENELITIAN

KAJIAN FUNGSI DAN EFISIENSI KONSTRUKSI

BANGUNAN JINENG DALAM DINAMIKA KEHIDUPAN

MODERN

Oleh I Kadek Mardika

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA

KUPANG

2016

ii

ii

KATA PENGANTAR

Rumah tradisional Bali lahir di tengah-tengah kehidupan masyarakatnya

yang berprofesi sebagai petani, sehingga arsitekturnya pun tumbuh untuk mewadahi

kehidupan masyarakat agraris. Tetapi, semakin berkembangnya jaman menyebabkan

terjadinya pergeseran pola aktivitas masyarakat. Hal ini juga menyebabkan

terjadinya pergeseran fungsi bangunan tradisional serta usaha-usaha mengadopsi

konsepnya ke dalam bangunan modern untuk mewadahi fungsi yang baru.

Untuk menggambarkan kondisi tersebut, maka pada kesempatan ini penulis

panjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena bisa menyelesaikan

satu tulisan dengan judul “ Fungsi dan Efisiensi Konstruksi Bangunan Jineng dalam

Dinamika Kehidupan Modern”. Dalam tulisan ini dibahas bagaimana dinamika

fungsi jineng yang semula merupakan lumbung padi bisa menampung

perkembangan aktivitas modern. Dan, bagaimana keunikan konsep dan bentuk

konstruksi jineng dalam mewadahi fungsinya.

Penulis juga haturkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang sudah

mendukung sehingga tulisan ini bisa diselesaikan, terutama buat teman- teman

dosen di Program Studi Teknik Arsitektur dan staf Perpustakaan Universitas Katolik

Widya Mandira. Besar harapannya semoga tulisan ini bisa memberi pengetahuan

baru bagi seluruh pembaca, baik masyarakat umum maupun para civitas akademika

di lingkungan kampus Universitas Widya Mandira, Kupang.

Sebagai ungkapan penutup, penulis menyadari masih banyak kekurangan

dalam tulisan ini, sehingga sangat diharapkan masukan dan saran dari segenap

pembaca untuk melengkapi tulisan ini, dan untuk penyempurnaan tulisan di masa

mendatang.

Kupang, Desember 2016

Penulis,

I Kadek Mardika

iii

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

INTI SARI iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 2

BAB II TINJAUAN JINENG

2.1. Jineng dalam Rumah Tradisional Bali 3

2.2. Fungsi dan Aktivitas dalam Jineng 5

2.3. Konstruksi Jineng 6

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Kajian Fungsi dan Pergeseran Aktivitas 9

3.2. Kajian Struktur dan Konstruksi 12

3.3. Kajian Estetika 14

BAB IV PENUTUP 16

DAFTAR PUSTAKA 17

iv

iv

INTI SARI

Perkembangan jaman tidak bisa dihindari telah memperngaruhi juga polaaktivitas masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Hal ini jugaberpengaruh terhadap keberadaan bangunan-bangunan tradisonal, dimana akan terjadidinamika fungsi megikuti perkembangan aktivitas pemakainya.

Jineng, sebagai satu bangunan yang ada dalam rumah tradisonal Bali bisamenjadi satu kasus yang menarik dicermati, mengingat pada awalnya fungsi utamabangunan ini adalah sebagai lumbung padi, sedangkan di satu sisi banyak masyarakatyang sudah meninggalkan kehidupan sebagai petani. Hal lain yang menarik adalahbagaimana sistem strukstur dan konstruksi bangunan ini bisa mewadahi fumgsitersebut.

Untuk mengangkat permasalahan tersebut, penulis melakukan penggalian datadengan observasi, mengamati pola aktivitas yang terjadi, serta mempelajari konsepstruktur dan konstruksi jineng ini. Juga dengan membaca literatur yang terkait denganarsitektur tradisional Bali, khususnya menyangkut bangunan jineng ini,

Dari proses kajian ini, dapat diketahui bahwa ada pergeseran, perkembanganfungsi yang terjadi dalam pemanfaatan bangunan jineng, serta bagaimana efektifnyakonsep struktur dan konstruksi bangunan jineng ini sehingga dapat mewadahidinamika fungsi yang ada.

.

Kata kunci : jineng, dinamika fungsi, konstruksi

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Arsitektur tradisional Bali sudah cukup dikenal oleh masyarakat, baik di

lingkup nasional (di Indonesia) maupun di dunia internasional. Hal ini sangat terkait

dengan Bali sebagai satu tujuan wisata dunia yang banyak dikunjungi wisatawan,

baik wisatawan nusantara maupun manca negara. Walaupun arsitektur tradisional

Bali ini lahir dan tumbuh dalam kehidupan masyarakatnya yang agraris, tetapi masih

bisa bertahan sampai sekarang di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern.

Kekuatan arsitektur tradisional Bali ini tidak bisa dilepaskan dari nafas agama Hindu

yang menjiwainya, yang mengajarakan keharmonisa lingkungan buatan dengan alam

(Dwijendra, 2008).

Dalam proses perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin modern,

tentunya banyak terjadi perubahan pola aktivitas masyarakat. Hal ini secara tidak

langsung mempengaruhi juga terhadap ruang-ruang yang tersedia. Banyak ruang

dalam rumah tinggal tradisional yang awalnya berfungsi sebagai wadah kegiatan

masyarakat agraris bergeser ke fungsi lain sesuai pola aktivitas yang baru.

Terkait dengan hal tersebut di atas, ada hal menarik yang dapat diamati, dikaji

bagaimana bentuk pemanfaatan dan perkembangan fungsi ruang-ruang dalam

bangunan tradisonal dalam dinamika kehidupan modern. Salah satu bangunan yang

menarik untuk dilihat dan dikaji adalah transformasi fungsi bangunan jineng. Jineng

itu sendiri adalah sebuah bangunan yang ada dalam kompleks rumah tradisional Bali

yang fungsi utamanya adalah sebagai tempat penyimpanan hasil panen pertanian

(biasanya padi). Hal ini menjadi menarik karena pada jaman sekarang banyak

masyarakat yang tidak lagi berprofesi sebagai petani, dan memanfaatkan bangunan

jineng ini untuk fungsi dan aktivitas lain.

2

2

Disamping itu, hal yang menarik juga untuk dikaji adalah bagaimana kesiapan

sistem struktur dan konstruksi dari bangunan jineng ini dalam mewadahi fungsi dan

dinamika aktivitas yang terjadi.

1.2. Rumusan Permasalahan

Dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa

bangunan jineng yang ada dalam rumah tinggal tradisional Bali mengalami

pergeseran dan perkembangan fungsi sebagai dampak dinamika kehidupan modern.

Dari realitas ini bisa ditarik satu rumusan permasalahan yang kiranya dapat dijadikan

topik penulisan yaitu bagaimana bentuk perkembangan fungsinya, dan bagaimana

konsep struktur dan konstruksi bangunan jineng itu dalam mewadahi aktivitas yang

terjadi di dalamnya.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berkaitan dengan uraian latar belakang dan rumusan permasalahan di atas,

maka ada dua tujuan yang ingin dicapai yaitu:

Untuk melihat dan mengetahui berbagai pergeseran fungsi dan aktivitas yang

terjadi dalam bangunan jineng dalam rumah tinggal di Bali.

Untuk menggali berbagai konsep struktur dan konstruksi yang ada dalam

bangunban jineng yang kiranya bisa diadopsi ke dalam bangunan modern.

Sementara manfaat yang ingin dicapai dalam tulisan ini adalah secara umum

untuk menambah khasanah pengetahuan dalam arsitektur tradisional nusantara,

sedangkan secara khusus bagi para arsitek untuk bisa memberi inspirasi bagaimana

mengembangkan kekayaan arsitektur tradisional ke dalam desain bangunan modern.

3

3

BAB II

TINJAUAN JINENG

2.1. Jineng dalam Rumah Tingal Tradisonal Bali

Rumah tradisional Bali, sebagaimana diketahui adalah berupa sekumpulan

beberapa unit bangunan dengan fungsinya masing-masing, yang di ditata sedemikian

rupa membentuk sebuah komposisi massa. Komposisi masa bangunan ini diikat oleh

adanya sebuah ruang terbuka (natah) yang berada di tengah-tengah sebagai pusat

orientasi dari unit-unit bangunan yang ada. Dari beberapa unit bangunan yang ada

tersebut, salah satunya biasa disebut jineng. Jineng ini adalah sebuah bangunan yang

fungsi utamanya adalah sebagai lumbung, tempat penyimpanan hasil panen pertanian

(biasanya padi). Bila dilihat dari posisinya dalam rumah tradisional Bali, jineng ini

biasanya terletak dekat dengan dapur (Dwijendra, 2008).

Gbr. 1. Contoh Lay Out Rumah Tradisional Bali

Sumber : Rijasa, 2012

4

4

Secara umum letak jineng ini cenderung berada di bagian dalam (belakang)

dari sebuah rumah tinggal, tetapi di beberapa tempat di Bali, posisi jineng ini

diletakkan di dekat pintu masuk rumah sebelum posisi dapur.

Jineng merupakan salah satu bentuk dari beberapa varian bentuk bangunan

lumbung yang ada di dalam sebuah rumah tradisional Bali. Bentuk lainnya ada

disebut kelumpu dan gelebeg. Bila ditinjau dari jumlah tiangnya, jineng

dikelompokkan ke dalam bangunan yang bertiang empat membentuk segi empat,

yang jika dilihat dari konstruksinya termasuk bangunan bertingkat, dimana lantai

pertama yang berupa bale-bale, sedangkan lantai di atasnya yang terbuat dari

konstruksi kayu digunakan sebagai tempat penyimpanan padi.

Jineng ini biasanya dimiliki oleh masyarakat petani penggarap ataupun para

pemilik tanah. Pada jaman dulu, keberadaan jineng dalam sebuah rumah tinggal di

Bali bisa dikatakan sebagai simbol dari status sosial pemiliknya, dimana semakin

besar ukuran lumbung padi ini sebagai tanda makin tinggi status sosial ekonomi

pemilik rumah atau dianggap semakin kaya. Keberadaan sebuah lumbung padi di

dalam sebuah rumah menunjukkan kepemilikan sawah sang pemilik rumah. Pada saat

musim panen tiba, kesibukan di dalam jineng ini benar-benar terlihat baik dari proses

menaikkan padi ke atas, atau menurunkannya pada saat akan dijemur untuk

seterusnya diolah menjadi beras.

2.2. Fungsi dan Aktivitas dalam Jineng

Bila dilihat dari fungsinya, keberadaan jineng pada awalnya mempunyai

fungsi utama sebagaimana fungsi sebuah lumbung yaitu sebagai tempat penyimpanan

hasil panen pertanian terutama padi. Pada awalnya padi yang disimpan di dalam

jineng biasanya padi yang diikat masih ada tangkainya dan tentunya sudah dalam

keadaan kering, tetapi pada saat sekarang banyak padi yang disimpan sudah

dimasukkan ke dalam karung. Padi ini diletakkan di bagian lantai atas yang dibuat

dari kayu, sedangkan lantai bawah yang berupa bale-bale banyak digunakan sebagai

5

5

tempat berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan pertanian seperti tempat

menyimpan peralatan bertani.

Selain itu, jineng juga juga banyak dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan

pekerjaan dapur, sehingga jineng ini bisa dikatakan berfungsi sebagai perluasan dari

dapur. Hal ini sangat memungkinkan dilakukan mengingat dalam tata letak masa

bangunan rumah tradisional Bali, posisi jineng dan dapur ini selalu berdekatan.

(Dwijendra, 2008).

Di daerah pedesaan yang masih kental dengan kehidupan pertaniannya, bagian

jineng di bagian bawah bale-bale juga biasa dimanfaatkan untuk menyimpan

peralatan pertanian seperti cangkul, sabit, lainnya. Juga ada yang memanfaatkan

sebagai tempat menyimpan kayu bakar untuk kebutuhan dapur, atau bahkan untuk

memelihara ternak seperti anak ayam yang masih kecil, sampai cukup umur dan siap

dilepaskan mengikuti induknya.

Gbr. 2. Fungsi Jineng

Sumber : bali.tribunenews.com

Bagian atas di bawah atapberfungsi sebagai tempatmenyimpan hasil pertanian(umumnya padi)

Bagian tengah (bale-bale)yang multifungsi, biasanyasebagai aktivitas penunjangdapur

Lantai bisa digunakansebagai tempat menyimpanperalatan, kayu bakar, danternak

6

6

Sebagai tempat penyimpanan padi, jineng ini tentunya tidak bisa dilepaskan

dari simbol kemakmuran, sehingga dalam masyrakat Bali dipercaya di dalam jineng

ini sebagai tempat dewi kemakmuran atau Dewi Sri. dalam kaitan ini, maka pada

hari-hari tertentu pemilik rumah biasa melaksanakan upacara (ritual) sebagai wujud

penghormatan dan syukur atas kemakmuran yang telah dilimpahkan, serta memohon

agar panen melimpah.

2.3. Konstruksi Jineng

Bila dilihat dari bagian struktur dan konstruksinya, maka jineng bisa dilihat

dalam tiga bagian konstruksi, yaitu konstruksi dasar (sub struktur), konstruksi badan

(upper struktur), dan konstruksi atap (super struktur). Sistem konstruksi dalam jineng

ini semua menggunakan bahan utama berupa kayu dengan cara konstruksi yang

sebagian besar dengan sistem sambungan lubang-purus, pasak, dan juga ikat. Hanya

sedikit bagian teretentu yang menggunakan paku, itupun sebagai penguat tambahan,

bukan sebagai kekuatan utama.

Gbr. 3. Bagian-Bagian Konstruksi Jineng

Sumber :mawacarabali.blogspot.co.id

Bagian atap (super struktur)

Bagian badan (upper struktur)

Bagian kaki (substruktur)

7

7

A. Struktur Dasar

Bagian dasar dari bangunan jineng ini meliputi bagian pondasi, lantai

(bebaturan), dan alas tiang (umpak) atau di Bali biasa disebut sendi. Sistem pondasi

yang digunakan dalam bangunan jineng ini adalah pondasi titik yang berfungsi

meneruskan beban dari tiang ke dalam tanah. Pondasi ini biasanya dibuat dari

pasangan batu padas, tepat berada di bawah posisi tiang. Tepat di atas pondasi ini

nantinya ditempatkan alas untuk perletakan tiang (disebut umpak/ sendi). Umpak ini

juga dibuat dari batu padas, atau pasangan bata dan semen.

Berikutnya adalah bagian lantai (bebaturan). Bagian ini biasanya dibuat dari

batu padas yang cukup keras, atau pada saat sekarang biasa dibuat dengan pasangan

bata dan semen atau ada juga menggunakan keramik. Bentuk bebaturan jineng

biasanya dibuat dengan bentuk yang sederhana, tanpa profil dan ornamen

sebagaimana kebanyakan lantai bangunan tradisional Bali lainnya. Tinggi lantai

jineng ini dari permukaan tanah biasanya relatif lebih rendah dari tinggi lantai

bangunan lainnya, bisa berkisar 15-25cm.

B. Struktur Badan

Bagian badan jineng ini dibentuk dari empat tiang kokoh yang membentuk

persegi empat dengan ukuran tiang yang relatif besar, dan biasa dibuat dengan profil

yang sederhana tanpa ornamen. Hal ini mengingat fungsi jineng sebagai lumbung

padi, sehingga tiang ini harus kuat menahan beban padi yang disimpan di dalam

jineng. Disamping itu, tiang ini juga harus kuat menahan beban bagian lantai atas

tempat menyimpan padi dan beban atapnya. Keempat tiang ini tepat berdiri di atas

umpak (sendi) batu padas yang kemudian akan meneruskan semua beban ke dalam

pondasi batu yang berada di bawah lantai dan selanjutnya menyalurkan seluruh beban

ke tanah.

Di bagian badan jineng yang berupa empat tiang ini terdapat bale-bale yang

tumpuan utamanya berupa balok-balok kayu yang disebut balok pendek (sunduk

pendek) dan balok panjang (sunduk panjang). Sebagai penutup bale-bale ini biasa

8

8

dibuat dari bahan papan kayu yang di bagian tepinya biasa dibatasi dengan balok

kayu yang disebut waton sehinggga kelihatan kokoh.

Di bagian atas masing-masing tiang ini dipasang kepala tiang yang terbuat

dari kayu berbentuk persegi empat bujur sangkar dengan ukuran yang cukup lebar

yang disebut langki, dan diatas langki ini baru dipasang balok-balok kayu yang

dipasang dengan jarak yang cukup rapat sebagai penopang dari papan yang menjadi

lantai tempat penyimpanan padi di atasnya.

C. Struktur Atap

Dilihat dari bentuknya, atap jineng ini berbentuk pelana tetapi pelananya

dibentuk melengkung cembung, tidak lurus seperti kebanyakan bentuk dasar atap

bangunan yang lainnya. Untuk membentuk atap yang melengkung ini biasa dibuat

dengan menggunakan usuk dari bambu yang diambil hanya bagian ujung atasnya

sehingga sangat lentur untuk bisa dibentuk melengkung, atau bisa juga dibuat dari

kayu tipis sampai cukup lentur untuk dibentuk melengkung. Sementara tumpuan usuk

biasa berupa balok kayu yang ditumpu dengan kuda-kuda kayu juga. Sebagai lis

plank, bisa digunakan bahan bambu yang dibelah menjadi dua bagian sehingga

penampangnya berbentuk setengah lingkaran, atau bisa juga digunakan papan kayu

yang biasanya dibuat sederhana tanpa banyak ornamen.

Untuk bahan penutup atap biasanya menggunakan bahan alang-alang yang

dipasang dengan diikat menggunakan tali bambu, tetapi pada saat sekarang banyak

juga jineng yang menggunakan bahan penutup terbuat dari bahan genteng ataupun

seng yang disesuaikan dengan kondisi tempat dan lingkungan di mana jineng itu

dibuat.

9

9

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Kajian Fungsi dan Pergeseran Aktivitas

Berbicara tentang fungsi suatu bangunan adalah berbicara sejauh mana bangunan

itu bisa mewadahi aktivitas manusia di dalamnya. Jadi yang dilihat adalah kaitan antara

bentuk dan cara konstruksinya apakah sudah bisa memenuhi tuntutan aktivitas manusia

sebagai pemakai (penghuni).

Hal pertama yang bisa dilihat adalah terkait ketinggian lantai (bebaturan /

bataran) dari jineng itu, dimana lantai jineng mempunyai ketinggian yang relatif rendah

bila dibandingkan dengan bangunan lain yang ada di dalam sebuah kompleks rumah

tradisional Bali. Tinggi lantainya berkisar sekitar 15-25 cm, sehingga tidak memerlukan

anak tangga untuk naik. Kondisi ini memberikan kemungkinan untuk orang duduk

nyaman dengan kaki tetap berpijak di halaman jineng sehingga bisa melakukan beberapa

pekerjaan dengan nyaman sambil duduk di lantai jineng, terutama pekerjaan-pekerjaan

yang berkaitan dengan kegiatan di dapur misalnya mengupas kelapa, membersihkan

perabot ataupun pekerjaan rumah tangga lainnya. Hali ini berbeda dengan lantai

bangunan lainnya yang lantainya relatif tinggi yang memerlukan anak tangga untuk bisa

naik. Bangunan dengan lantai yang tinggi seperti itu hanya bisa sebagai tempat duduk

saja dengan posisi kaki menggantung, dan tidak diperuntukkan bagi orang untuk duduk

sambil melakukan pekerjaan seperti yang bisa dilakukan di dalam bangunan jineng.

Selain masalah ketinggian lantainya yang relatif rendah, tinjauan fungsi juga bisa

dilihat dari bentuk lantai (bebaturan / bataran) yang sangat sederhana, tanpa ornamen,

biasa dibuat dari batu alam yang kokoh, yang sangat berbeda dengan lantai bangunan lain

yang biasa dihiasi ornamen. Hal ini ternyata memberikan keuntungan bagi civitas dalam

kemudahan dan keleluasaan melakukan berbagai aktivitas (terutama aktivitas yang agak

keras/ kasar) karena tidak takut bisa merusak ornamen atau hiasan bebaturannya.

10

10

Gbr. 4. Kemudahan Aktivitas dalam JinengSumber : baliterkini.com

Keberadaan bale-bale di bawah tempat penyimpanan padi di bagian tengah

jineng ini sangat bermanfaat sebagai sebuah ruang serba guna yang sangat

nyaman untuk melakukan berbagai pekerjaan, baik untuk duduk di atasnya atau

difungsikan sebagai meja kerja. Konstruksi bale-bale ini sebenarnya adalah

bagian dari pembentuk kestabilan dan kekokohan jineng secara keseluruhan, bisa

sedemikian efektifnya bisa dimanfaatkan sebagai tempat berbagai aktivitas, dan

beberapa orang malah sekarang banyak yang sengaja memanfaatkan bale-bale

jineng ini sebagai salah satu tempat untuk santai, atau makan.

Adanya bale-bale sebagai ruang multi-fungsi dalam jineng juga

menciptakan ruang tambahan yang secara tidak langsung tercipta di bawah bale-

bale. Ruang ini walaupun hanya sebagai ruang tidak direncanakan, tetapi juga

sangat fungsional dan bisa dimanfaatkan untuk berbagai fungsi penunjang

aktivitas penghuni rumah. Sebagai bangunan dengan budaya agraris, ruang ini

banyak digunakan sebagai gudang tempat menyimpan peralatan pertanian, atau

juga menyimpan hasil kebun seperti kelapa, kayu bakar, atau juga bisa

dimanfaatkan sebagai tempat kandang ayam (terutama ayam yang masih anakan).

Ketinggian lantai(bebaturan ) yang relatifrendah dan tanpaornamen yang memberikemudahan dalamberaktivitas

Bahan lantai yangterbuat dari batu padaskeras juga mendukungaktivitas pemakai

11

11

Gbr. 5. Multi Aktivitas dalam JinengSumber : baliterkini.com

Seiring dengan perkembangan aktivitas masyarakat modern, pada saat

sekarang ada kecendrungan masyarakat tidak banyak lagi yang menyimpan padi

di dalam jineng karena merasa kerepotan harus menaikkan padi ke atas jineng,

dan banyak yang menyimpan padi yang dimasukkan ke dalam karung dan

diletakkan di bale-bale atau lantai di bawah bale-bale. Hal ini masih

memungkinkan dilakukan menginngat lantai jineng sekarang banyak yang sudah

menggunakan keramik atau bahan lain yang kering. Fenomena ini juga

disebabkan karena kalau padi disimpan di atas ada kemungkinan menyebabkan

gatal bila ada orang yang duduk di lantai bawah (bale-bale) atau beraktivitas di

sekitar jineng.

Bila dilihat dari posisinya dalam sebuah rumah tradisional Bali, secara

umum letak jineng ini cenderung berada di bagian dalam (belakang) dari sebuah

rumah tinggal, tetapi di beberapa tempat di Bali, posisi jineng ini diletakkan di

dekat pintu masuk rumah sebelum posisi dapur. Dengan posisi yang demikian,

maka memungkinkan fungsi jineng digunakan sebagai ruang untuk menerima

tamu. Hal ini bisa dikatakan cukup efektif dan fungsional, mengingat tamu yang

Ruang yang terbentuk

dalam jineng bisadimanfaatkan sebagairuang multifungsi.

Bale-bale bisa sebagaitempat duduk santai,ruang kerja, meja kerja

Lantai juga bisadimanfaatkan sebagaitempat kerja,menyimpan peralatan,kayu bakar.

12

12

datang ke pekarangan akan langsung dihadapkan dengan jineng ini, sehingga

tamu tidak perlu masuk jauh ke dalam pekarangan.

KANDANG

1

2

3

5 4

76

8

NAMA BANGUNAN TRADISIONALSANGGAH / MERAJAN1PENUNGGUN KARANG2BALE DAJA3

BALE DANGIN4BALE DAUH5PAON6JINENG7SEMER8

PINTU

TAKSU

KEMULAN

NATAH

MASUK

Gbr. 6. Posisi Jineng sebagai Ruang TamuSumber : Rijasa, 2012.

3. 2. Kajian Struktur dan Konstruksi

Sebagai sebuah bangunan dengan fungsi utama sebagai tempat menyimpan hasil

pertanian (padi), maka desain bentuk dan konstruksi jineng ini bisa dikatakan sangat

memperhatikan keamanan dari padi itu sendiri, baik dari serangan binatang terutama

tikus, dan juga pengaruh cuaca (kelembaban). Ada beberapa hal penting yang bisa dilihat

dalam konstruksi jineng ini yang bisa mendukung fungsinya sebagai tempat penyimpanan

padi, antara lain :

Dengan konstruksi bertingkat, maka jineng mempunyai ruang yang cukup

mendapatkan sinar matahari dan mempunyai aliran udara yang baik sehingga bisa

Varian jineng yang berada didepan dekat pintu masukmemungkinkan difungsikansebagai tempat menerima tamu

13

13

terhindar dari kelembaban tinggi yang bisa merusak kondisi padi yang disimpan di

dalamnya.

Tempat yang tinggi juga memberikan perlindungan dari gangguan binatang seperti

tikus, hewan ternak, serangga, atau hama lain yang bisa merusak atau memakan

padi yang disimpan di dalam jineng.

Konstruksi jineng menggunakan kayu sebagai bahan utama, sehingga cukup kokoh

untuk bisa menahan beban sebagai tempat penyimpanan hasil pertanian (padi).

Kekokohan struktur ini juga diperkuat oleh adanya bale-bale sebagai pengikat di

bagian tengah jineng. Hal ini sangat penting untuk kestabilan struktur jineng yang

harus kuat menampung beban padi yang disimpan di bagian atas. Sistem bale-bale

ini juga menguatkan bahwa konstruksi jineng sangat fungsional.

Bila dilihat dari bentuk ruang, sistem konstruksi jineng menghasilkan ruang yang

sangat efesien sehingga mempunyai kapasitas yang banyak untuk menampung padi.

Hal ini bisa dilihat dari sistem atap yang tidak menggunakan kuda-kuda, tetapi

langsung menggunakan usuk sebagai penopang atap. Walaupun dari segi modul

tiang kelihatannya sempit, tetapi dengan pemilihan konstruksi atap yang tepat bisa

mempunyai daya tampung (padi) yang cukup banyak.

Bentuk atap jineng dibuat melengkung dengan menggunakan bahan bambu atau

kayu yang tipis. Bentuk lengkung ini juga sangat efektif dalam menahan beban

atap, dimana sistem lengkungan seperti ini mengadopsi sistem balok pra-tekan

dalam sistem struktur modern. Dengan batang usuk yang relatif kecil dan tipis,

tetapi dengan bentuk melengkung ini akan kuat menahan beban atap di atasnya.

Bentuk ini timbul bukan semata-mata hanya untuk sebuah nilai estetika saja, tetapi

memiliki fungsi lain, karena dengan bentuk atap melengkung akan memudahkan air

hujan turun jatuh dari atap. Hal ini tentunya bisa mengurangi resiko air merembes

masuk ke dalam jineng yang bisa menyebabkan menjadi lembab dan merusak

kualitas padi yang disimpan di dalam jineng. Selain itu, bentuk atap lengkung ini

menyulitkan hama tikus masuk ke dalam jineng melalui atap.

14

14

Gbr. 7. Konstruksi Jineng yang FungsionalSumber : http://www.slideshare.net

3. 3. Kajian Estetika

Tinjauan sudut estetika ini tidak lepas dari penilain terhadap bentuk penampilan

bangunan secara keseluruhan, dan bisa juga terhadap bentuk bagian-bagiannya. Nilai

estetika yang bisa dilihat tidak bisa dilepaskan juga dari fungsinya, sehingga bisa

dikatakan sebagai seni yang fungsional.

Bila dilihat dari bagian strukturnya, bentuk jineng ini sangat selaras dengan

konsep arsitektur tradisional Bali yang dikenal dengan konsep Tri Angga. Konsep ini

menggambarkan keselarasan bangunan dengan alam yang menganalogikan bangunan

seperti manusia, dimana ada pembagian unsur bangunan menjadi bagian kaki, badan, dan

kepala. Dalam bangunan jineng juga mempunyai bagian - bagian yang menggambarkan

unsur tersebut, dimana bagian kaki diwujudkan dengan adanya bagian dasar / lantai

(bebaturan), bagian badan berupa tiang, dan bagian kepala diwujudkan dalam bentuk

atap. Dengan penampilan bentuk yang mengadopsi proporsi tubuh manusia ini

mencerminkan proporsi bangunan yang sangat proporsional, wajar, seimbang.

Konstruksi berbahan kayu yangkuat sebagai penopang beban padiyang disimpan di bagian atap

Kepala tiang yang besar untukmenghalangi naiknya tikus

Konstruksi atap yang tanpa kuda-kuda sangat menguntungkanmembentuk volume ruang yanglapang

15

15

Gbr.8. Proporsi Jineng yang ProporsionalSumber :

Bentuk atap yang melengkung cembung. Bila dilihat dari bentuk luarnya bisa

memberikan cita rasa yang unik mengingat bangunan lainnya semuanya berbentuk limas,

sehingga bentuk atap jineng ini bisa menjadi sebuah ciri identitas khas yang membedakan

jineng ini dari bangunan yang lain. Hal ini juga bisa menunjukkan bahwa fungsi jineng

ini memang sangat berbeda dari bangunan lainnya.

Dalam detail tiang jineng, adanya kepala tiang yang berupa kayu persegi empat

yang cukup lebar (disebut langki) yang dipasang di ujung atas tiang jineng selain

memberi nilai keindahan bagi penampilan tiangnya, tetapi lebih dari itu, dengan

dipasangnya langki ini akan menghalangi tikus memanjat tiang dan naik menuju tempat

penyimpanan padi yang ada di lantai kayu di bagian atas. Jadi nilai estetika yang

ditampilkan dengan pemasangan ornamen kepala tiang (langki) ini tidak semata-mata

untuk tujuan keindahan, tetapi juga fungsional.

Bagian kepala

Bagian badan

Bagian kaki

16

16

BAB IV

KESIMPULAN

Dari uraian dan pembahasan bangunan jineng dari sisi fungsi dan kostruksinya di

atas, maka bisa ditarik beberapa kesimpulan terkait keberadaan jineng dalam rumah

tradisional Bali, yaitu:

- Bahwa jineng merupakan sebuah bangunan yang ada dalam sebuah kompleks rumah

tradisional Bali, berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi, memiliki keunikan

tersendiri baik dari segi fungsi, konstruksi, dan estetikanya.

- Dilihat dari segi fungsi, keberadaan sebuah jineng dalam rumah tinggal di Bali

sangat erat kaitannya dengan kegiatan pertanian, aktivitas di dapur, tetapi bisa juga

meluas dan berkembang sebagai tempat aktivitas lain seperti tempat istirahat atau

menerima tamu.

- Dari bentuk konstruksinya, jineng ini menampilkan satu ide konstruksi yang sangat

menarik dan cemerlang, yang memenuhi tuntutan kokoh menahan beban padi, sangat

fungsional bisa menampung berbagai aktivitas manusia secara optimal, dan yang

tidak kalah pentingnya adalah mampu menampilkan sebuah nilai estetika yang sangat

unik dan menarik yang justru keluar dari konsep fungsi yang ditampungnya.

17

17

DAFTAR PUSTAKA

Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin, 2008, Arsitektur Tradisional Bali Berdasarkan Asta

Kosala-Kosali, Udayana University Press, Denpasar.

Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin, 2009, Arsitektur dan Kebudayaan Bali Kuno, Udayana

University Press, Denpasar.

Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin, 2009, Arsitektur Tradisional Bali dalam Ranah Publik,

CV. Bali Media Adikarsa, Denpasar.

Rijasa, Made Mariada, 2012, Nilai Green dalam Tata Letak Rumah Tradisional Bali,

Jurnal Tekstur Teknik Arsitektur II-1