LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

41
LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA PENGUNJUNG DI POLIKLINIK UMUM PUSKESMAS BATURITI I TAHUN 2019 Oleh: Made Dwi Satya Nugraha (1902611037) Ida Ayu Trisna Dewi (1902611035) Hendry Raymen Satria (1902611033) DEPARTEMEN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEDOKTERAN PENCEGAHAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2019

Transcript of LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

Page 1: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

LAPORAN PENELITIAN

GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR RISIKO

HIPERTENSI PADA PENGUNJUNG DI POLIKLINIK UMUM

PUSKESMAS BATURITI I TAHUN 2019

Oleh:

Made Dwi Satya Nugraha (1902611037)

Ida Ayu Trisna Dewi (1902611035)

Hendry Raymen Satria (1902611033)

DEPARTEMEN KESEHATAN MASYARAKAT DAN

KEDOKTERAN PENCEGAHAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019

Page 2: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

i

LAPORAN PENELITIAN

GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR RISIKO

HIPERTENSI PADA PENGUNJUNG DI POLIKLINIK UMUM

PUSKESMAS BATURITI I TAHUN 2019

Oleh:

Made Dwi Satya Nugraha (1902611037)

Ida Ayu Trisna Dewi (1902611035)

Hendry Raymen Satria (1902611033)

Pembimbing:

dr. I Made Dwi Ariawan, S. Ked

DEPARTEMEN KESEHATAN MASYARAKAT DAN

KEDOKTERAN PENCEGAHAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019

Page 3: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN

GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA

PENGUNJUNG DI POLIKLINIK UMUM PUSKESMAS BATURITI I TAHUN 2019

Menyetujui,

Pembimbing

dr. I Made Dwi Ariawan, S. Ked

Page 4: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan sebuah penelitian berjudul

“Gambaran Pola Tidur Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Pada Pengunjung di Poliklinik

Umum Puskesmas Baturiti I Tahun 2019”.

Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada dr. I Made Dwi Ariawan, S. Ked. Selaku pembimbing yang telah

menyempatkan waktu dan memberikan bimbingan serta saran mulai dari

pembuatan proposal penelitian hingga penyelesaian laporan penelitian ini. Terima

kasih sebesar-besarnya juga peneliti sampaikan kepada dr. A.A. Sagung Sawitri,

MPH selaku kepala departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran

Pencegahan (KMKP), dr. Komang Ayu Kartika Sari selaku ketua divisi Kedokteran

Pencegahan dan Kedokteran Keluarga, dr. Putu Aryani, MIH selaku pengelola

Pendidikan KKM di departemen KMKP, yang telah memberikan kesempatan

kepada peneliti untuk memperoleh ilmu dan melakukan penelitian hingga akhirnya

peneliti dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.

Tak lupa peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak UPTD Puskesmas

Baturiti I, antara lain dr. Ni Made Kencanawati selaku kepala puskesmas dan

pembimbing di puskesmas, beserta dokter, perawat dan staf puskesmas lainnya

yang ikut mendukung dalam penyelesaian laporan penelitian ini.

Besar harapan peneliti agar laporan penelitian yang berjudul “Hubungan

Kualitas Tidur dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Baturiti, Bali” ini dapat

bermanfaat kedepannya. Segala kritik yang membangun sangat peneliti harapkan

guna penyempurnaan.

Denpasar, 9 Oktober 2019

Peneliti

Page 5: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

iv

ABSTRAK

GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA

PENGUNJUNG DI POLIKLINIK UMUM PUSKESMAS BATURITI I TAHUN 2019

Latar Belakang: Penyakit tidak menular memiliki tren meningkat setiap tahunnya. Salah

satunya hipertensi diketahui memberikan dampak buruk sosial ekonomi sehingga penting

mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan angka prevalensi hipertensi

yang cukup tinggi, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di kecamatan Baturiti, Bali. Salah

satu faktor adalah kualitas tidur yang kurang diperhatikan serta memiliki tren berkurangnya

tidur di populasi.

Tujuan: Untuk mengetahui gambaran pola tidur sebagai faktor risiko hipertensi pada pasien

di poliklinik umum Puskesmas Baturiti I.

Metode: Penelitian memiliki desain deskriptif potong lintang. Sampel berjumlah 81 orang

dipilih secara consecutive sampling. Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).

Hasil: Gambaran demografi terdiri dari 53,1% laki-laki, 49,4% kelompok dewasa

menengah, 34,6% bekerja sebagai petani, 61,7% dengan kualitas tidur baik dan 56,8%

penderita hipertensi.

Simpulan: Penderita hipertensi cenderung berjenis kelamin perempuan (65,8%),

merupakan lansia (80,0%), tidak bekerja (70,0%), dan memiliki kualitas tidur yang buruk

(74,2%). Proporsi penderita hipertensi memiliki pola tidur awal (<20.00) sebesar 64,7%,

serta memiliki pola tidur dengan durasi yang kurang (<7 jam) sebesar 61,5%.

Kata kunci: Hipertensi, Pola Tidur, Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

Page 6: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

v

ABSTRACT

DESCRIPTION OF SLEEP PATTERNS AS RISK FACTOR OF

HYPERTENSION IN VISITOR AT GENERAL POLYCLINIC

BATURITI I HEALTH CENTER

Background: Non-communicable diseases have an increasing trend every year. One of

them is hypertension which gives negative impact on social-economy. It is important to

learn factors affecting the increasing prevalent of hypertension. Hypertension is also one

of the most common disease in Baturiti District in Bali. Sleep quality is one of the factors,

which is considered trivial by people. There is an increasing trend of reduced sleep in

population.

Objective: The purpose of the study is to determine the sleep patterns as risk factor of

hypertensive at general polyclinic Baturiti I health center.

Method: The research is a cross sectional descriptive study which has 81 total in sample

by consecutive sampling. Datas are collected by assessing the Pittsburgh Sleep Quality

Index (PSQI) questionaire given to the sample.

Results: The majority of demographic characteristics consist of 53.1% male, 49.4% middle

aged, 34.6% work as farmer , 61.7% with good sleep quality, and 56.8% hypertension case.

Conclusion: Hypertension case tends to be female (65.8%), elderly (80.0%),

no occupation (70.0%), and poor in sleep quality (74.2%). Hypertension case proportion

has early sleep pattern (<20.00) 64.7%, and 61.5% with short sleep duration (<7 hours).

Keywords: Hypertension, Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Sleep Patterns

Page 7: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

vi

DAFTAR ISI

Halaman

Sampul Dalam .................................................................................................... i

Lembar Persetujuan ........................................................................................... ii

Kata Pengantar ................................................................................................. iii

Abstrak ............................................................................................................. iv

Abstract ............................................................................................................. v

Daftar Isi ........................................................................................................... vi

Daftar Tabel .................................................................................................... viii

Bab I Pendahuluan ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 3

Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................... 4

2.1 Hipertensi .......................................................................................... 4

2.2 Konsep Tidur ..................................................................................... 7

2.3 Hubungan Kualitas Tidur dengan Kejadian Hipertensi .................. 10

2.4 Faktor-Faktor Mempengaruhi Kualitas Tidur ................................. 12

Bab III Kerangka Berpikir ............................................................................... 15

3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................... 15

Bab IV Metode Penelitian ............................................................................... 17

4.1 Desain Penelitian ................................................................................ 17

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 17

4.3 Populasi dan Sampel ........................................................................... 17

Page 8: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

vii

4.4 Kriteria Pemilihan ............................................................................... 18

4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian ......................................................... 18

4.6 Prosedur Kerja .................................................................................... 19

4.7 Identifikasi Variabel ............................................................................ 20

4.8 Definisi Operasional ........................................................................... 20

4.9 Pengolahan Data ................................................................................. 21

Bab V Hasil dan Pembahasan ......................................................................... 22

5.1 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 22

5.2 Karakteristik Sampel Penelitian dan Kejadian Hipertensi .................. 22

5.3 Gambaran Pola Tidur Pasien Dengan Kejadian Hipertensi ................ 26

5.4 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 27

Bab VI Simpulan dan Saran ............................................................................ 29

6.1 Simpulan ............................................................................................. 29

6.2 Saran ................................................................................................... 29

Daftar Pustaka ................................................................................................. 31

Lampiran ......................................................................................................... 33

Page 9: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1 Karakteristik sampel penelitian 22

Tabel 5.2 Kejadian hipertensi berdasarkan karakteristik sampel 23

Tabel 5.3 Pola jam tidur malam dengan kejadian hipertensi 26

Tabel 5.4 Pola durasi tidur dengan kejadian hipertensi 27

Page 10: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian penyakit tidak menular memiliki peningkatan tren setiap tahunnya.

Keadaan ini merupakan tantangan utama masalah kesehatan di masa depan. Salah

satu penyakit tidak menular dengan angka prevalensi yang tinggi dan dapat

menimbulkan komplikasi serius ialah hipertensi. Menurut WHO tahun 2013,

hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih tinggi sama dengan 140

mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih tinggi sama dengan 90 mmHg.

Komplikasi serius dari penyakit hipertensi, antara lain stroke, penyakit jantung

koroner, gagal jantung, hingga penyakit ginjal kronis. Sebesar 45% kematian akibat

penyakit jantung dan 51% kematian akibat stroke disebabkan oleh hipertensi,

dimana secara keseluruhan kematian akibat komplikasi hipertensi terhitung sebesar

9,4 juta kematian di dunia setiap tahunnya (WHO, 2013). Menurut Riskesdas tahun

2018, angka prevalensi hipertensi yang terukur pun cukup tinggi, yaitu sebesar

34,11% atau sepertiga jumlah penduduk di Indonesia. Di provinsi Bali angka

prevalensi hipertensi tidak banyak berbeda, yaitu 29,97%. Angka Riskesdas juga

menyebutkan angka prevalensi hipertensi sebesar 33,72% pada penduduk pedesaan

(Kemenkes, 2019). Hipertensi telah diketahui dapat memberikan dampak secara

sosial ekonomi, maka dari itu penting untuk dapat mempelajari faktor-faktor yang

mempengaruhi peningkatan angka prevalensi dari hipertensi.

Seperti yang telah diketahui, tidur merupakan proses fisiologis yang sangat

penting dan berperan dalam menjaga kesehatan tubuh. Diperkirakan sepertiga

waktu dalam kehidupan manusia digunakan untuk tidur. Pola tidur masing-masing

individu tentu berbeda ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya sosial-

ekonomi. Masyarakat di pedesaan memiliki latar belakang sosial ekonomi yang

berbeda dengan masyarakat perkotaan. Pada kecamatan Baturiti, Bali yang

merupakan kecamatan dengan topografi daerah pegunungan, sebagian

masyarakatnya berprofesi sebagai petani yang mulai beraktivitas sebelum matahari

terbit. Hal ini tentu akan mempengaruhi pola tidur masyarakat tersebut.

Page 11: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

2

Wang dkk. tahun 2015 menyebutkan adanya peningkatan tren berkurangnya

tidur di populasi. Studi-studi sebelumnya juga menunjukkan adanya hubungan

antara durasi tidur dengan meningkatnya risiko hipertensi. Tidur dapat mengubah

fungsi sistem saraf otonomik dan kegiatan fisiologi lainnya yang dapat

mempengaruhi tekanan darah (Calhoun dan Harding, 2010). Tidur yang tidak

cukup dilaporkan memiliki keterkaitan terhadap meningkatnya prevalensi

hipertensi dan aktivitas sistem saraf simpatis (Tochikubo dkk, 1996). Namun, tidur

yang berlebih juga dapat memberikan dampak risiko meningkatnya tekanan darah

(Wang dkk., 2015). Penelitian oleh Martini dkk. (2018) bahkan menyebutkan

bahwa pola tidur memiliki pengaruh yang lebih tinggi dalam menyebabkan

hipertensi daripada faktor lainnya seperti jenis kelamin dan usia. Pola tidur yang

buruk disebutkan memiliki risiko menderita hipertensi 9,022 kali lebih besar jika

dibandingkan orang dengan pola tidur yang baik (Martini dkk., 2018). Waktu

inisiasi tidur merupakan karakteristik spesifik lainnya dari pola tidur yang dapat

terkait dengan kesehatan metabolik. Sebuah studi multicenter menemukan bahwa

adanya hubungan antar waktu inisiasi tidur dengan tekanan darah dan prevalensi

dari penyakit hipertensi (Abbott dkk., 2019). Penelitian lebih lanjut

mengungkapkan durasi tidur yang berlebih dan inisiasi waktu tidur yang terlambat

meningkatkan prevalensi hipertensi pada pria namun bukan pada wanita. Selain itu,

terdapat efek sinergis antara durasi tidur dengan inisiasi waktu tidur yang terlambat

dalam meningkatkan prevalensi hipertensi (Zhang dkk., 2019).

Dapat dikatakan studi-studi pada umumnya fokus terhadap hubungan antara

kuantitas atau kualitas tidur dengan kejadian hipertensi. Sedangkan masih

sedikitnya ditemukan studi mengenai hubungan antara inisiasi waktu tidur, dan

durasi lama tidur dengan kejadian hipertensi. Selain itu, penelitian mengenai pola

tidur sebelumnya belum pernah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Baturiti I,

Bali. Mengetahui pentingnya karakteristik pola tidur tertentu dalam meningkatkan

risiko terjadinya hipertensi, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut

mengenai hubungan pola tidur dengan kejadian hipertensi pada populasi desa di

wilayah kerja Puskesmas Baturiti I, Kecamatan Baturiti, Bali, Indonesia.

Page 12: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola tidur sebagai faktor risiko hipertensi pada

pasien di Poliklinik Puskesmas Baturiti I ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, penelitian ini memiliki tujuan umum dan

tujuan khusus, antara lain:

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola tidur pada

pasien di Poliklinik Puskesmas Baturiti I.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola tidur sebagai

faktor risiko hipertensi dan karakteristik kualitas tidur penderita hipertensi secara

spesifik dilihat dari inisiasi waktu, durasi lama tidur dan mengukur tingkat kualitas

tidur penderita hipertensi di Kecamatan Baturiti, Bali.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat, antara lain dalam hal akademis dan praktis.

1.4.1 Manfaat Bagi Akademis

Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai

gambaran pola tidur sebagai faktor risiko hipertensi pada pasien di Poliklinik

Puskesmas Baturiti I. Penelitian ini merupakan penelitian dasar yang kedepannya

dapat mendukung penelitian-penelitian serupa mengenai gambaran pola tidur pada

penderita hipertensi.

1.4.2 Manfaat Bagi Praktis

Hasil penelitian dapat menjadi bahan evaluasi dalam hal pola tidur sehari-hari, juga

acuan pengadaan program kesehatan masyarakat terkait hasil penelitian yang

didapatkan bagi UPTD Puskesmas Baturiti I maupun masyarakat umum.

Page 13: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi

Hipertensi atau yang dikenal dengan istilah dengan penyakit darah tinggi

merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang

batas normal. Menurut WHO (World Health Organization), batas tekanan darah

yang dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah

sistolik ≥140 mmHg dan atau diastolik ≥90 mmHg dinyatakan hipertensi (WHO,

2013).

Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu hipertensi primer atau esensial

dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan hipertensi yang

penyebabnya tidak diketahui sedangkan hipertensi sekunder merupakan hipertensi

yang disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakin ginjal, endokrin dan jantung.

2.1.2 Epidemiologi

Menurut AHA (American Heart Association), penduduk Amerika yang berusia

diatas 20 tahun penderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa,

namun sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Menurut Riskesdas

tahun 2018, angka prevalensi yang terukur cukup tinggi yaitu sebesar 34,11% atau

sepertiga jumlah penduduk di Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas 2018, angka

prevalensi hipertensi di Provinsi Bali menempati urutan 9 tertinggi. Angka

Riskesdas juga menyebutkan angka prevalensi hipertensi pada penduduk pedesaan

yaitu sebesar 33,72% (Kemenkes, 2019).

Puskesmas Baturiti I yang berlokasi di Desa Baturiti, Kecamatan Baturiti,

Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, memiliki angka kejadian hipertensi yang cukup

tinggi dan masuk dalam 3 besar penyakit tersering di wilayahnya. Angka kejadian

hipertensi di puskesmas Baturiti 1 tahun 2018 adalah sebesar 588 kasus.

2.1.3 Etiologi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.

Pada sebagian besar penderita hipertensi, penyebabnya tidak diketahui (hipertensi

Page 14: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

5

primer atau esensial). Hipertensi primer merupakan hipertensi yang penyebabnya

tidak diketahui (idiopatik), serta dikaitkan dengan faktor gaya hidup dan pola

makan. Hipertensi primer terjadi pada 90% penderita hipertensi. Hipertensi

sekunder merupakan hipertensi yang diketahui penyebabnya, seperti penyakit

ginjal, endokrin, jantung dan juga hormonal (Depkes, 2006).

2.1.4 Faktor Risiko

Faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu faktor yang tidak dapat di

modifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat

dimodifikasi:

a. Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga juga akan menyebabkan keluarga tersebut

memiliki risiko untuk menderita hipertensi. Individu dengan orang tua dengan

hipertensi memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada

orang yang tidak mempunyai orang tua dengan hipertensi (Rohaendi, 2008).

b. Usia

Penambahan usia menyebabkan adanya perubahan fisiologis dalam tubuh seperti

penebalan dinding pembuluh darah akibat adanya penumpukan zat kolagen pada

lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan mengalami penyempitan dan menjadi

kaku, hal tersebut dimulai saat usia 45 tahun (Arif, 2013).

c. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita hampir sama. Namun wanita

terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum

mengalami menopause dilindungi oleh hormone esterogen yang berperan dalam

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Menurut penelitian dari

Sapitri 2016, menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan

kejadian hipertensi. Jenis kelamin terbanyak pada laki-laki yaitu 56,4% (Sapitri,

2016).

d. Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit

putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada

orang dengan kulit hitam memiliki kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas

terhadap vasopressin lebih besar (Armilawaty, 2007).

Page 15: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

6

Sedangkan faktor-faktor yang dapat dimodifikasi, antara lain:

a. Stres

Hampir setiap orang mengalami stress yang berhubungan dengan pekerjaannya.

stres diyakini memiliki hubungan dengan hipertensi, melalui aktivitas saraf

simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Jika stress

berlangsung cukup lama, maka tubuh akan melakukan penyesuaian sehingga timbul

perubahan patologis (Sugiyono, 2007).

b. Obesitas

Meningkatnya berat badan pada usia anak-anak atau usia pertengahan memiliki

risiko hipertensi yang meningkat. Obesitas memiliki korelasi dengan kejadian

hipertensi. Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami

hipertensi (Mannan, 2012).

c. Konsumsi Natrium

Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Hipertensi

hampir tidak pernah ditemukan pada kelompok dengan asupan garam rendah.

Pengaruh asupan garam terhadap kejadian hipertensi melalui peningkatan volume

plasma, curah jantung dan tekanan darah. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak

lebih dari 6 gr/hr (Armilawaty, 2007).

d. Aktivitas fisik

Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olahraga

yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah.

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis hipertensi didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat asimptomatik.

Beberapa pasien mengalami keluhan berupa sakit kepala, sensasi berputar atau

penglihatan kabur. Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien

diambil dua kali pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan

darah ≥140/90 mmHg pada dua kali pengukuran maka hipertensi dapat ditegakkan.

Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan

posisi manset yang tepat serta teknik yang benar. (Yogiantoro, 2009).

Page 16: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

7

Hal yang dapat mengarahkan hipertensi pada hipertensi sekunder adalah

penggunaan obat-obatan seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, NSAID,

adanya takikardi dan riwayat penyakit ginjal sebelumnya.

2.1.6 Tatalaksana

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan nonfarmakologis.

Terapi farmakologis bertujuan untuk mengontrol tekanan darah hingga mencapai

tujuan terapi pengobatan. Apabila terapi antihipertensi sudah dimulai, pasien harus

rutin kontrol dan dapat pengaturan dosis setiap bulan hingga target tekanan darah

tercapai. Adapun jenis-jenis obat antihipertensi yang dapat digunakan antara lain,

diuretik, ACE-Inhibitor, Calsium channel blocker, ARB dan Beta Blocker.

Pengobatan nonfarmakologis harus dilakukan oleh semua pasien hipertensi

dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan juga mengendalikan faktor risiko.

Modifikasi gaya hidup berupa penurunan berat badan, kontrol diet seperti konsumsi

buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk susu rendah lemak, penurunan asupan

garam (disarankan < 6 g/hari), melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit/hari

dilakukan minimal 3 hari dalam seminggu (Yogiantoro, 2009).

2.1.7 Komplikasi

Hipertensi yang lama dapat merusak endotel arteri dan mempercepat

arterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti

jantung, mata, ginjal, otak dan pembuluh darah besar. Hipertensi juga merupakan

faktor risiko terjadinya stroke, transient ischemic attack, penyakit jantung koroner,

gagal ginjal, dementia dan artrial fibrilasi. Apabila penderita memiliki faktor risiko

kardiovaskular yang lain maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas

(Depkes, 2006).

2.2 Konsep Tidur

2.2.1 Definisi

Tidur adalah keadaan terjadinya perubahan kesadaran atau ketidaksadaran parsial

individu yang dapat dibangunkan. Tidur dapat diartikan sebagai periode istirahat

untuk tubuh dan pikiran, yang selama masa ini, kemauan dan kesadaran

ditangguhkan sebagian atau seluruhnya dimana fungsi-fungsi tubuh sebagian

Page 17: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

8

dihentikan. Tidur telah dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai

dengan posisi tak bergerak yang khas dan sensitivitas reversibel yang menurun, tapi

siaga terhadap rangsangan dari luar (Dorland, 2002). Selain itu, mereka dapat

dibangunkan oleh rangsangan eksternal, misalnya bunyi alarm. Belakangan

disebutkan bahwa tidur adalah suatu proses aktif dan bukannya soal pengurangan

impuls aspesifik saja. Proses aktif tersebut merupakan aktivitas sinkronisasi bagian

ventral dari substansia retikularis medula oblongata (Mardjono, 2008 dalam

Deshinta, 2010).

2.2.2 Fisiologi

Tidur merupakan suatu proses fisiologis bersiklus yang bergantian dengan periode

yang lebih lama dari waktu terjaga dan terjadi secara berulang-ulang selama periode

tertentu serta mempengaruhi respon perilaku dan fungsi fisiologis (Potter&Perry,

2006). Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular

activating system (RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang terletak

pada batang otak (Potter and Perry, 2005 dalam Agustin, 2012). RAS merupakan

sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk

kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian atas pons.

Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan

juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan

proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan

katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan

adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang

otak tengah, yaitu BSR (Potter and Perry, 2005 dalam Agustin, 2012).

2.2.3 Mekanisme Tidur

Tidur terdiri dua tahapan yaitu Rapid Eye Movement (REM), yaitu active sleep dan

Non-Rapid Eye Movement (NREM), yaitu quiet sleep. Tidur NREM disebabkan

menurunnya aktivitas neuron monoaminergik (noradrenergik dan serotonergik)

yang aktif pada waktu bangun dan menekan aktivitas neuron kolinergik. Tidur

REM disebabkan inaktivitas neuron monoaminergik sehingga memicu aktivitas

neuron kolinergik (neuron retikuler pons) (Rachman, 2007).

Page 18: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

9

a. Non Rapid Eye Movement (NREM)

1) Seorang yang baru tertidur memasuki stadium 1 yang ditandai oleh aktivitas

elektroensefalogram (EEG) frekuensi tinggi amplitudo rendah dengan keadaan

seseorang baru saja terlena. Seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutupi

mata, dan kedua bola mata bergerak bolak-balik ke kedua sisi. EEG tahap tidur

pertama ini, memperlihatkan penurunan voltase dengan gelombang-gelombang alfa

yang makin menurun frekuensinya.

2) Stadium dua ditandai oleh munculnya kumparan tidur (sleep spindel). Terjadi

letupan-letupan gelombang mirip alfa (10-14 Hz, 50 μV) yang berfrekuensi 14-18

siklus per detik. Dalam tahap kedua ini kedua bola mata berhenti bergerak, tetapi

tonus otot masih terpelihara.

3) Stadium 3 ditandai dengan pola yang timbul berupa gelombang dengan frekuensi

yang lebih rendah dibandingkan dengan pada stadium dua dan amplitudo

meningkat. EEG memperlihatkan gelombang dasar yang lambat (1-2 siklus per

detik) dengan sekali-kali timbulnya sleep spindles. Keadaan fisik pada tahap ketiga

ini adalah lemah lunglai, karena tonus otot sangat rendah.

4) Stadium empat ditandai dengan perlambatan maksimum dengan gelombang-

gelombang besar. Pada tahap tidur keempat hanya gelombang lambat saja tanpa

sleep spindles. Keadaan fisik pada tahap keempat ini adalah lemah lunglai, karena

tonus otot sangat rendah.

b. Rapid Eye Movement (REM)

REM ditandai dengan gerakan mata yang cepat dan tiba-tiba, peningkatan aktivitas

saraf otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas dari tekanan darah,

denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai dengan penurunan tonus otot

dan peningkatan aktivitas otot involunter. REM disebut juga aktivitas otak yang

tinggi dalam tubuh yang lumpuh atau tidur paradoks (Rachman, 2007 dalam

Angkat, 2010). REM tidak berdiri sendiri, selalu disuperimposisikan pada tidur

gelombang lambat. Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20

menit, rata-rata timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit

setelah seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai

tidur NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai mimpi aktif, tonus otot

sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (ciri dalam keadaan mimpi),

Page 19: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

10

terjadi gerakan otot yang tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan

bola mata yang cepat atau 'rapid eye movement'), dan lebih sulit dibangunkan

daripada tidur gelombang lambat.

2.3 Hubungan Kualitas Tidur dengan Kejadian Hipertensi

Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan

tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang sesuai (Khasanah,

2012). Kualitas tidur merupakan suatu keadaan yang dijalani individu untuk

mendapatkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun dari tidurnya. Kualitas tidur

seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur

dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya (Hidayat, 2008). Penilaian ini

dibedakan dengan waktu yang dihabiskan di ranjang. Pada penilaian terhadap

gangguan tidur dinilai apakah seseorang terbangun tidur pada tengah malam atau

bangun pagi terlalu cepat, bangun untuk pergi ke kamar mandi, sulit bernafas secara

nyaman, batuk atau mendengkur keras, merasa kedinginan, merasa kepanasan,

mengalami mimpi buruk, merasa sakit, dan alasan lain yang mengganggu tidur

(Buysee 1989 dalam Angkat, 2012).

Pola tidur menjadi salah satu faktor risiko dari kejadian hipertensi. Kualitas

tidur yang buruk dapat mengakibatkan peningkatkan aktivitas simpatis dan

peningkatan rata-rata tekanan darah dan heart rate selama 24 jam. Dengan cara ini,

kebiasaan pembatasan tidur yang mengakibatkan gangguan tidur, dapat

menyebabkan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik yang berkepanjangan

(Gangwisch JE., et al, 2006 dalam Lu, 2015).

Pola tidur setiap orang berbeda-beda tergantung dari kelompok usianya. Bayi

yang berusia 1 sampai dengan 18 bulan, akan memiliki jam tidur antara 12-14

jam/hari. Bayi yang mengalami berat badan lahir rendah (BBLR) akan memiliki

jam tidur lebih lama dibandingkan dengan jam tidur pada bayi normal yaitu antara

14-18 jam/hari. Bayi yang berusia 1 tahun sampai dengan 3 tahun atau sekitar masa

anak-anak akan memiliki jam tidur antara 10-12 jam/hari dan biasanya 25% dari

siklus tidurnya merupakan tidur Rapid Eye Movement (REM). Anak-anak usia pra-

sekolah (usia 3 tahun sampai dengan 6 tahun) memiliki jumlah jam tidur kurang

lebih 11 jam/hari, sedangkan anak usia sekolah (usia 6 tahun sampai dengan 12

tahun), jumlah jam tidur semakin berkurang yaitu kurang lebih 10 jam/hari pada

Page 20: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

11

malam hari, sedangkan seseorang yang berada pada usia remaja yaitu usia 12 tahun

sampai dengan usia 18 tahun, jumlah jam tidur sekitar 7-8,5 jam/hari (Mubarak,

2008). Pola tidur normal pada dewasa muda (usia 18 tahun sampai dengan 40 tahun)

tidak jauh beda dengan jumlah jam tidur ketika usia remaja yaitu sekitar 7-8

jam/hari, 20-25% tidur REM. Usia dewasa menengah (usia 40 tahun sampai dengan

usia 60 tahun), jumlah jam tidur sama dengan ketika seseorang berada pada usia

dewasa muda yaitu sekitar 7-8 jam/hari, 20% tidur REM. Pola tidur orang dewasa

berbeda dengan dewasa muda. Seseorang yang berada pada usia dewasa menengah,

mungkin akan mengalami insomnia dan sulit untuk tidur. Usia dewasa tua (usia >

60 tahun) tidur sekitar 6 jam/hari, 20-25% tidur REM dan individu dapat mengalami

insomnia dan sering terjaga sewaktu tidur.

Seseorang dikatakan memiliki pola tidur yang baik apabila memiliki durasi

tidur yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan umurnya, bisa tidur dengan

nyenyak dan tidak terbangun karena adanya gangguan di sela-sela waktu tidur. Pola

tidur dikatakan buruk ketika orang mempunyai durasi tidur kurang dari kebutuhan

sesuai dengan umurnya, memulai tidur terlalu larut malam dan bangun tidur terlalu

cepat serta tidur tidak nyenyak karena sering terbangun yang diakibatkan karena

suatu hal (Hanus, Amboni, Rosa, Ceretta, & Tuon, 2015).

Kualitas tidur seseorang yang buruk atau memiliki kebiasaan durasi tidur yang

pendek memiliki hubungan terhadap terjadinya peningkatan tekanan darah

seseorang. Kualitas dan kuantitas tidur yang buruk tidak hanya menyebabkan

gangguan secara fisik saja, tetapi juga dapat mengakibatkan rusaknya memori serta

kemampuan kognitif seseorang. Kualitas dan kuantitas tidur yang buruk ini jika

dibiarkan dan terus-menerus terjadi selama bertahun-tahun, maka komplikasi yang

lebih berbahaya sangat mungkin untuk terjadi seperti serangan jantung, stroke,

sampai permasalahan pada psikologis seperti depresi atau gangguan perasaan yang

lainnya (Potter & Perry, 2012). Bruno et al (2013) juga menyatakan hal serupa,

bahwa kualitas tidur yang buruk memiliki hubungan yang signifikan dengan

kekebalan terhadap pengobatan pada perempuan dengan hipertensi, sedangkan

kekebalan terhadap pengobatan pada jenis kelamin laki-laki yang hipertensi

memiliki hubungan dengan umur, diabetes melitus, serta obesitas. Tidur yang

Page 21: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

12

kurang dapat merujuk kepada kondisi kualitas tidur yang buruk. Kurangnya waktu

tidur dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi pada seseorang.

Chen et al (2015) menemukan bahwa durasi tidur yang terlalu lama atau terlalu

singkat merupakan faktor risiko tekanan darah tinggi. Risiko ini diketahui lebih

mungkin terjadi pada wanita dibandingkan pria. Tidur memiliki peran yang penting

dalam menjaga sistem imunitas tubuh, sistem metabolisme, daya ingat,

pembelajaran, serta fungsi penting lainnya. Seseorang dengan waktu tidur cukup

serta memiliki kualitas yang optimal, akan mempengaruhi aktivitas orang tersebut.

Orang dengan waktu tidur yang kurang akan menjadi kurang fokus ketika

melakukan aktivitas, merasa mudah lelah, serta memiliki mood yang buruk. Kurang

tidur yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan berdampak pada

meningkatnya tekanan darah. Aktivitas saraf simpatik akan meningkat jika

seseorang memiliki durasi tidur yang pendek sehingga orang tersebut mudah stres

yang dapat berakibat pada naiknya tekanan darah.

Gangguan kualitas tidur memiliki berbagai dampak buruk yang dapat terjadi

dalam jangka waktu yang singkat maupun panjang. Lu, Chen, Wu, Chen, & Hu

(2015) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki gangguan kualitas tidur

cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi. Kualitas tidur yang buruk dalam

jangka panjang dapat meningkatkan indeks masa tubuh dan depresi pada orang

dewasa (Shittu et al., 2014).

2.4 Faktor-Faktor Mempengaruhi Kualitas Tidur

Mubarak (2008) mengemukakan kuantitas dan kualitas tidur di pengaruhi oleh

banyak faktor. Kualitas tidur dapat menunjukkan adanya kemampuan individu

untuk tidur dan beristirahat dengan durasi yang sesuai dengan kebutuhan. Faktor

yang mempengaruhi hal tersebut salah satunya yaitu keberadaan penyakit yang

dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Penyakit itu sendiri bisa membuat

kebutuhan tidur seseorang semakin besar, seperti seseorang yang memiliki penyakit

yang diakibatkan oleh adanya suatu infeksi (infeksi limpa), sehingga orang dengan

kondisi tersebut akan membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk tidur guna

mengatasi rasa letih yang dirasakan. Penyakit yang menimbulkan rasa nyeri, rasa

tidak nyaman pada fisik (seperti mengalami kesulitan untuk bernafas), ataupun

masalah suasana hati seperti rasa cemas yang berlebihan, depresi, stres dapat

Page 22: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

13

menimbulkan masalah pada tidur seseorang. Hipertensi merupakan salah satu

penyakit yang sering menimbulkan gangguan seperti rasa nyeri atau pusing,

sehingga seseorang dengan penyakit hipertensi cenderung akan terbangun pada

pagi hari akibat rasa ketidaknyamanan atau rasa pusing tersebut. Ketidaknyamanan

inilah yang kemudian menyebabkan kurangnya jumlah waktu tidur dan

menimbulkan kualitas tidur yang buruk dan dapat berakibat pada naiknya tekanan

darah, padahal untuk rata-rata jumlah jam tidur yang harus dipenuhi oleh seseorang

yang berada pada antara usia 40 tahun sampai 60 tahun adalah 7-8 jam/hari.

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas tidur seseorang adalah latihan dan

kelelahan. Keletihan yang diakibatkan karena melakukan suatu aktivitas yang

cukup tinggi akan membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak guna menjaga

keseimbangan energi yang telah dikeluarkan, ini dapat dilihat pada orang dengan

aktivitas seharian penuh dan mengalami rasa lelah. Hal ini mengakibatkan

seseorang akan cenderung lebih cepat untuk bisa tertidur karena tahap tidur pada

gelombang lambatnya akan diperpendek. Rasa lelah yang dihasilkan dari suatu

pekerjaan yang menyebabkan rasa letih yang berlebihan atau suatu pekerjaan

dengan tingkat stres yang tinggi akan membuat seseorang sulit tidur. Kejadian ini

biasanya cenderung terjadi dan dialami pada anak usia sekolah dan usia remaja.

Kondisi fisik yang lelah ditambah dengan tuntutan yang tinggi, dapat membuat

anak usia sekolah atau usia remaja menjadi tingkat stresnya bertambah yang bisa

mengganggu waktu tidurnya dan dapat berakibat pada buruknya kualitas tidur yang

dimiliki oleh anak usia sekolah atau usia remaja (Lumantow et al., 2016).

Jenis kelamin juga merupakan faktor yang memiliki peran dalam timbulnya

gangguan tidur. Kurniadi, Rivan, Jehosua, & Ngantung (2018) mengemukakan

bahwa wanita lebih banyak yang menderita gangguan tidur daripada pria.

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kualitas tidur adalah faktor obat-

obatan. Orang yang memiliki suatu penyakit akan cenderung untuk mengkonsumsi

obat-obatan tertentu sehingga membuat kaitan yang sangat erat. Obat-obatan

tertentu yang membuat tidur bertambah lama, ada juga jenis obat yang mengurangi

jumlah waktu tidur dari biasanya. Orang dengan konsumsi obat jenis diuretik pasti

akan mengalami gangguan selama tidurnya dan dapat menjadi sesuatu hal yang

dapat memicu terjadinya insomnia, karena obat golongan ini akan membuat

Page 23: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

14

seseorang yang mengonsumsinya menjadi sering untuk melakukan buang air kecil.

Obat golongan anti depresan juga dapat menekan kondisi tidur REM seseorang,

kafein akan membuat syaraf simpatis menjadi meningkat yang akan menimbulkan

orang mengalami kesulitan ketika akan tidur, golongan lain seperti beta bloker

memiliki dampak pada terjadinya insomnia, selain itu seseorang dengan konsumsi

golongan narkotik ini akan mudah sekali mengantuk karena obat-obatan ini dapat

menekan REM (Mubarak, 2008).

Page 24: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

15

BAB III

KERANGKA BERPIKIR

3.1 Kerangka Berpikir

Dalam kondisi normal dan pola tidur yang baik, sistem vagal teraktivasi dan terjadi

penurunan kinerja biosintesis katekolamin ketika tidur. Kekurangan tidur

merupakan suatu stresor bagi tubuh dan dapat mengaktivasi sistem simpatik.

Alhasil, sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAS) akan terstimulasi dan

terjadinya peningkatan sintesis katekolamin. Pembuluh darah akan konstriksi

sehingga tekanan darah meningkat hingga dapat terjadi hipertensi. Bila hal ini

berlangsung secara kronis, fungsi dilatasi pembuluh arteri dan konsentrasi

magnesium intrasel akan menurun. Magnesium merupakan kalsium antagonis yang

secara fisiologis dapat menurunkan tonus vaskuler. Menurunnya kadar magnesium

juga dapat menyebabkan konstriksi arteri. Maka dari itu, kondisi kekurangan tidur

yang berlangsung lama dapat berperan dalam menyebabkan hipertensi.

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir

Selain kekurangan tidur, tidur berlebih juga merupakan risiko terjadinya

hipertensi. Hal ini berkaitan erat dengan aktivitas fisik yang berkurang atau

inaktivitas. Periode tidur yang lama berhubungan dengan konsentrasi total

kolesterol yang meningkat dan rasio total kolesterol/HDL yang tinggi. Hal tersebut

akan meningkatkan curah jantung dan resistensi vaskuler periferal, sehingga

Page 25: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

16

menyebabkan peningkatan tekanan darah. Maka dari itu, periode tidur yang lama

memiliki keterkaitan dengan penyakit diabetes, obesitas, penyakit jantung kronik,

dimana seringkali disertai dengan kejadian hipertensi.

Faktor lainnya seperti jenis kelamin memiliki hubungan dengan durasi tidur

yang singkat dalam menyebabkan hipertensi. Pada laki-laki terdapat barorefleks

simpatis yang lebih aktif daripada perempuan sehingga respon tubuh sebagai fungsi

proteksi terhadap kondisi hipertensi akut pada perempuan tidak sebaik pada laki-

laki. Usia juga berkaitan dengan insiden terjadinya hipertensi, yaitu pada kelompok

usia pertengahan

Page 26: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

17

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini memiliki desain sebagai penelitian deskriptif dengan studi potong

lintang (cross sectional) untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan kejadian

hipertensi di Kecamatan Baturiti, Bali.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik Puskesmas Baturiti I di Kecamatan Baturiti, Bali.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari perancangan ide, penyusunan kerangka, pengumpulan

data, pengolahan dan analisis data, serta pembuatan laporan hasil penelitian.

Penelitian ini selesai dalam kurun waktu tiga minggu terhitung dari tanggal 16

September 2019 – 9 Oktober 2019.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi Target

Populasi target dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kecamatan Baturiti I.

4.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah masyarakat yang datang sebagai

pasien ke poliklinik Puskesmas Baturiti I.

4.3.3 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria

inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi. Teknik pengambilan sampel dilakukan

secara non-probability, yaitu dengan consecutive sampling dimana semua subjek

yang memenuhi kriteria inklusi diteliti hingga besar sampel terpenuhi. Adapun

estimasi besar sampel yang ditentukan dihitung berdasarkan rumus, antara lain:

𝑛 =𝑍𝛼2𝑃𝑄

𝑑2 ....................................................................................................... (1)

𝑛 = 1,962 (0,30) (0,70)

0,102= 81 ..............................................................................(2)

Page 27: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

18

n = estimasi besar sampel; P = proporsi penyakit hipertensi di Bali;

Z𝛼 = tingkat kemaknaan; Q = 1-P;

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki.

Berdasarkan rumus estimasi besar sampel pada penelitian deskriptif ini, jumlah

sampel adalah sebesar 81 subjek. Sampel merupakan subjek yang datang ke

poliklinik Puskesmas Baturiti I pada tanggal 23 September – 3 Oktober 2019.

4.4 Kriteria Pemilihan

4.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini antara lain:

1. Subjek berusia diatas 18 tahun;

2. Paham dengan pertanyaan yang diberikan dan mampu berkomunikasi

verbal dengan baik terhadap peneliti;

3. Merupakan pasien poliklinik umum yang datang pada tanggal 23 September

– 3 Oktober 2019.

4.4.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu:

1. Subjek yang menolak berpartisipasi dalam penelitian atau tidak kooperatif;

2. Memiliki gangguan memori atau kejiwaan;

3. Subjek dengan kehamilan.

4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer berupa kualitas

tidur subjek yang dinilai berdasarkan kuisioner Pittsburgh Sleep Quality Index

(PSQI) yang terdiri dari 9 pertanyaan utama. Kuisioner memiliki validitas dan

reliabilitas teruji dengan nilai Cronbach’s Alpha 0,83. Data primer lain, yaitu

pekerjaan didapatkan melalui kuesioner sedangkan tekanan darah didapatkan

melalui pengukuran oleh perawat di poliklinik. Data usia serta jenis kelamin subjek

penelitian merupakan data sekunder dari pencatatan rekam medik puskesmas.

Page 28: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

19

4.6 Prosedur Kerja

Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian

Penelitian diawali dengan pengajuan izin dilaksanakannya penelitian serta

berkoordinasi dengan bidang pelayanan poliklinik umum Puskesmas Baturiti I.

Peneliti mempersiapkan formulir kuesioner penelitian. Pengumpulan data

dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengumpulan data di tempat

diawali dengan penjelasan latar belakang dan tujuan penelitian kepada subjek

penelitian serta meminta kesediaan untuk ikut serta dalam penelitian dengan

menandatangani lembar informed consent. Apabila setuju, dilakukan pemeriksaan

tekanan darah pada subjek penelitian serta pemberian kuesioner mengenai kualitas

tidur. Hasil data kuesioner dilanjutkan dengan penghitungan jumlah skor kualitas

Page 29: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

20

tidur berdasarkan Pittsburgh Sleep Quality Index. Pencatatan hasil pengumpulan

data dilakukan secara tertulis. Data yang telah tercatat diolah secara elektronik

melalui program komputer software pengolah data.

4.7 Identifikasi Variabel

Variabel yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, pekerjaan, kualitas tidur, durasi

tidur, jam tidur malam, dan penderita hipertensi.

4.8 Definisi Operasional

1. Jenis Kelamin

Jenis kelamin sampel penelitian. Pengukuran menggunakan data rekam medik

puskesmas dengan hasil pengukuran dikategorikan menjadi 1 = Laki-laki; 2 =

Perempuan (skala pengukuran nominal).

2. Usia

Usia didefinisikan sebagai selisih dari tahun lahir sampel penelitian dengan tahun

pelaksanaan penelitian. Individu disebut dewasa muda setelah berusia lebih dari 18

tahun hingga 39 tahun dan disebut dewasa menengah apabila berusia 40 hingga 59

tahun, sedangkan disebut dewasa tua atau lanjut usia (lansia) apabila berusia lebih

dari 59 tahun. Pengukuran menggunakan data dari rekam medik puskesmas dengan

hasil ukur dikategorikan menjadi 1 = dewasa muda; 2 = dewasa menengah; 3 =

lansia/dewasa tua (skala pengukuran ordinal).

3. Pekerjaan

Mata pencaharian sehari-hari yang dilakukan. Pengukuran berdasarkan pengisian

kuesioner yang dilakukan sampel. Hasil ukur dikategorikan menjadi 0 = Tidak

bekerja; 1 = Petani; 2 = pedagang; 3 = lainnya (skala pengukuran ordinal).

4. Kualitas tidur

Suatu ukuran kepuasan terhadap tidur atau kemudahan dalam memulai dan

mempertahankan tidur. Pengukuran menggunakan kuesioner PSQI dan hasil

pengukuran diambil dari kuesioner, berupa jumlah skor kualitas tidur dari 7

komponen kuisioner yang dijumlahkan. Jumlah skor lebih besar atau sama dengan

“5” mengindikasikan kualitas tidur yang buruk, sedangkan skor dibawah “5”

mengindikasi kualitas tidur yang baik. Hasil ukur dikategorikan menjadi 1 = Baik;

2 = Buruk (skala pengukuran nominal).

Page 30: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

21

5. Durasi tidur

Durasi lamanya subjek penelitian tidur di malam hari. Durasi lama tidur terbagi

menjadi kurang tidur (<7 jam), cukup tidur (7-8 jam), tidur berlebih ( 9 jam).

Pengukuran menggunakan kuesioner PSQI dan hasil pengukuran diambil dari

kuesioner. Hasil ukur dikategorikan menjadi 1 = cukup tidur ; 2 = kurang tidur; 3 =

tidur berlebih (skala pengukuran ordinal).

6. Jam tidur malam

Satuan waktu individu memutuskan untuk berbaring di tempat tidur dengan tujuan

mendapatkan keadaan tidur. Pengukuran menggunakan kuesioner PSQI dan hasil

pengukuran diambil dari kuesioner. Hasil ukur dikategorikan menjadi 1 = 21.00 –

23.00; 1 = <20.00; 2 = >24.00 (skala pengukuran ordinal).

7. Penderita hipertensi

Kondisi meningkatnya tekanan darah sistol diatas sama dengan 140 mmHg atau

diastol diatas sama dengan 90 mmHg (JNC-8). Pada penelitian ini, seseorang yang

telah ditegakkan diagnosis hipertensi dan telah mengkonsumsi obat anti hipertensi

sebelumnya meskipun pada saat pemeriksaan menunjukkan tekanan darah yang

normal, pasien tersebut termasuk kedalam kategori penderita hipertensi.

Pengukuran menggunakan tensimeter dan diukur secara langsung saat penelitian.

Hasil ukur dikategorikan menjadi 1 = Tidak hipertensi; 2 = Hipertensi (skala

pengukuran nominal).

4.9 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan program

komputer software pengolah data. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam

bentuk deskriptif, yaitu dalam bentuk tabel distribusi frekuensi serta persentase

tunggal, tabulasi silang dan deskripsi secara narasi. Distribusi frekuensi

berdasarkan variabel penelitian yang diteliti.

Page 31: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

22

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dengan memberikan kuesioner kepada setiap

pasien yang datang berkunjung ke poliklinik umum Puskesmas Baturiti I di

Kecamatan Baturiti, Bali pada 23 September – 3 Oktober 2019, untuk menilai

kualitas tidur pasien selama satu bulan terakhir menggunakan Pittsburgh Sleep

Quality Index (PSQI). Jumlah sampel yang merupakan pasien poliklinik umum

berjumlah 81 pasien. Data yang diperoleh dari sampel, berupa identitas (nama, usia,

jenis kelamin, dan pekerjaan) serta jawaban sampel penelitian terhadap kuesioner

yang menggambarkan pola kualitas tidur (penilaian kualitas tidur, pola jam tidur

malam, durasi tidur, dan jam bangun dari tidur malam hari).

5.2 Karakteristik Sampel Penelitian dan Kejadian Hipertensi

Tabel 5.1 Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Sampel Jumlah (n = 81) Persentase

Jenis Kelamin Perempuan 38 46,9% Laki-Laki 43 53,1%

Usia Dewasa Menengah 40 49,4% Dewasa Muda 16 19,8%

Dewasa Tua 25 30,9%

Pekerjaan Tidak Bekerja 20 24,7% Petani 28 34,6% Pedagang 8 9,9% Lainnya 25 30,9%

Kualitas Tidur Baik 50 61,7% Buruk 31 38,3% Penderita Hipertensi Tidak 35 43,2%

Ya 46 56,8%

Berdasarkan hasil pengumpulan data, didapatkan distribusi karakterisktik sampel

penelitian dimana 43 orang berjenis kelamin laki-laki dan 38 perempuan. Proporsi

sampel berjenis kelamin laki-laki yang tidak menderita hipertensi lebih besar

daripada perempuan, yaitu 51,2% (22 orang) pada laki-laki dan 34,2% (13 orang)

pada perempuan. Sampel berjenis kelamin perempuan cenderung memiliki proporsi

penderita hipertensi lebih besar dari pada laki-laki, yaitu 65,8% (25 orang) pada

perempuan dan 48,8% (21 orang) pada laki-laki.

Page 32: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

23

Tabel 5.2 Kejadian hipertensi berdasarkan karakteristik sampel

Karakteristik Penderita Hipertensi

Total

Gambar 5.1 Jenis kelamin, durasi tidur dan kejadian hipertensi

Tidak Ya

Perempuan 13 25 38

Jenis 34,2% 65,8% 100,0%

Kelamin Laki-Laki 22 21 43 51,2% 48,8% 100,0%

Dewasa 13 3 16

Muda 81,3% 18,8% 100,0%

Kelompok Dewasa 17 23 40

Usia Menengah 42,5% 57,5% 100,0%

Dewasa 5 20 25

Tua 20,0% 80,0% 100,0%

Tidak 6 14 20

Bekerja 30,0% 70,0% 100,0%

Petani 9 19 28

Pekerjaan 32,1% 67,9% 100,0%

Pedagang 3 5 8

37,5% 62,5% 100,0%

Lainnya 17 8 25

68,0% 32,0% 100,0%

Baik 27 23 50

Kualitas 54,0% 46,0% 100,0%

Tidur Buruk 8 23 31

25,8% 74,2% 100,0%

Page 33: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

24

Hasil ini serupa dengan penelitian oleh Martini dkk. tahun 2018 yang

dilaksanakan di poliklinik Puskesmas Tanah Kalikebinding, Surabaya dimana

proporsi penderita hipertensi berjenis kelamin perempuan lebih besar daripada laki-

laki, yaitu 68,4% dan 31,6%. Wang dkk. (2015) pada studinya menyebutkan bahwa

adanya asosiasi antara kekurangan tidur dan hipertensi yang lebih terlihat pada

perempuan daripada laki-laki. Durasi tidur yang singkat sehingga menyebabkan

seseorang kekurangan tidur dapat meningkatkan tekanan darah pada laki-laki

maupun perempuan, namun pada laki-laki terdapat barorefleks simpatis yang lebih

aktif sehingga peningkatan tekanan darah segera terdeteksi oleh barorefleks dan

menyebabkan penurunan aktivitas saraf simpatis pada otot. Mekanisme tersebut

merupakan fungsi proteksi terhadap peningkatan tekanan darah akut. Pada

perempuan, terjadi peningkatan tekanan darah serupa dengan laki-laki, namun

respon terhadap hipertensi akut tidak disertai dengan penurunan aktivitas saraf

simpatis pada otot. Sebagai tambahan, kekurangan tidur juga disebutkan

mengurangi tingkat testosteron secara signifikan yang juga berhubungan dengan

menurunnya aktivitas saraf simpatis otot pada laki-laki (Carter dkk., 2012;

Baumgartner dkk., 1990; Gonzalez-Santos dkk., 1989).

Pada penelitian ini sampel terbagi menjadi tiga kelompok usia, yakni kelompok

usia dewasa muda (18-40 tahun) sebanyak 16 orang (19,8%), dewasa menengah

(40-59 tahun) sebanyak 40 orang (49,8%) dan lansia/dewasa tua (>59 tahun)

sebanyak 25 orang (30,9%). Proporsi penderita hipertensi pada kelompok usia

lansia lebih besar daripada kelompok usia lainnya, yaitu 80% (20 orang) dan 57,5%

(23 orang) pada kelompok usia dewasa menengah, 18,8% (3 orang) pada kelompok

usia dewasa muda. Sedangkan kelompok lansia yang tidak menderita hipertensi

hanya sebesar 20% atau lima orang, lebih kecil daripada 81,3% atau 13 orang

dengan kelompok usia dewasa muda dan 42,5% atau 17 orang dengan kelompok

usia dewasa menengah yang tidak menderita hipertensi.

Studi Calhoun dan Harding (2010) mengenai tidur dan hipertensi menyatakan

bahwa terdapat hubungan durasi tidur yang singkat (<5 jam) dengan risiko angka

insiden terjadinya hipertensi sebesar 60% pada orang dengan usia pertengahan (32-

59 tahun). Sedangkan tidak ada hubungan antara durasi tidur dengan hipertensi

pada populasi berusia lanjut (Calhoun dan Harding, 2010). Hal ini mungkin

Page 34: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

25

disebabkan karena kelompok lansia rata-rata merupakan pensiunan dan tidak

bekerja sehingga memiliki banyak waktu luang pada siang hari untuk tidur.

Berdasarkan pekerjaan, sampel penelitian mayoritas berlatar belakang sebagai

petani, yaitu sebanyak orang (34,6%). Sampel dengan kategori tidak bekerja

sebanyak 20 orang (24,7%) merupakan ibu rumah tangga, pensiunan, dan tidak

memiliki pekerjaan tetap. Pedagang sebanyak 8 orang (9,9%). Sedangkan kategori

lainnya sebanyak 25 orang (30,9%) terdiri dari sampel yang bekerja sebagai

anggota DPRD, buruh, kuli bangunan, pegawai restoran, pelajar, satpam, supir,

wiraswasta. Pada penelitian ini proporsi penderita hipertensi pada sampel yang

tidak bekerja lebih besar, yaitu 70% daripada sampel dengan pekejaan sebagai

petani (67,9%), pedagang (62,5%), lainnya (32,0%). Hal ini mungkin dikarenakan

sampel dengan kategori tidak bekerja rata-rata merupakan kelompok lansia yang

juga menunjukkan angka proporsi hipertensi yang tinggi pada penelitian ini.

Pasien poliklinik umum Puskesmas Baturiti I yang menjadi sampel penelitian

ini terdiri dari 50 orang dengan kualitas tidur baik (61,7%) dan 31 orang dengan

kualitas tidur buruk (38,3%). Berdasarkan jawaban terhadap kuesioner PSQI yang

diberikan, rata-rata sampel sering kali terbangun pada malam hari untuk buang air

kecil. Hal ini mungkin dikarenakan oleh faktor cuaca di kecamatan Baturiti I.

Terkait dengan tujuan utama penelitian ini, hasil penelitian menghasilkan proporsi

penderita hipertensi dengan kualitas tidur yang buruk lebih besar daripada proporsi

pada sampel dengan kualitas tidur yang baik, yaitu 74,2% atau 23 orang dengan

kualitas tidur buruk menderita hipertensi dan 46,0% atau 23 orang dengan kualitas

tidur baik menderita hipertensi. Proporsi yang tidak menderita hipertensi dan

memiliki kualitas tidur baik sebesar 54,0% atau 27 orang, dan 25,8% atau delapan

orang yang tidak menderita hipertensi pada kategori memiliki kualitas tidur buruk.

Hal ini serupa dengan penelitian Martini dkk. (2015) dimana proporsi penderita

hipertensi dengan kualitas tidur buruk lebih besar daripada yang dengan kualitas

tidur baik, yaitu 76,3% dan 23,7%. Lo dkk. (2018) menyebutkan adanya hubungan

antara kualitas tidur dengan kecenderungan hipertensi yang berkaitan dengan durasi

tidur yang singkat. Secara fisiologis, tekanan darah dapat terpengaruh melalui ritme

circadian yang terganggu akibat kualitas tidur yang buruk (Lo dkk., 2018).

Page 35: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

26

5.3 Gambaran Pola Tidur dengan Kejadian Hipertensi

Berdasarkan Tabel 5.3, didapatkan kejadian hipertensi tertinggi pada responden

dengan pola tidur awal (<20.00) yaitu sebesar 64.7%. Sedangkan kejadian

hipertensi terendah pada responden dengan pola tidur terlambat (>24.00) yaitu

sebesar 50.0%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola tidur awal berhubungan dengan

kejadian hipertensi. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Zhang di China dimana sebagian besar koresponden hipertensi ditemukan pada

pola tidur terlambat (>24.00). Tetapi Zhang (2019) juga mengatakan bahwa peserta

yang tidur selama >8 jam per malam, dengan pola tidur awal atau larut dapat

meningkatkan kemungkinan hipertensi.

Tabel 5.3 Pola jam tidur malam dengan kejadian hipertensi

Pola Jam Tidur Malam Penderita Hipertensi

Total Tidak Ya

Total

Total

Berdasarkan Tabel 5.4, didapatkan kejadian hipertensi tertinggi pada responden

dengan pola durasi tidur yang kurang (< 7 jam) yaitu sebesar 61,5%. Sedangkan

kejadian hipertensi terendah pada responden dengan pola durasi tidur yang cukup

(7-8 jam) yaitu sebesar 54,1%.

Baik 2 5 7

Kualitas 28,6% 71,4% 100,0%

Awal Tidur Buruk 4 6 10

(<20.00) 40,0% 60,0% 100,0%

Total 6 11 17 35,3% 64,7% 100,0% Baik 22 17 39

Kualitas 56,4% 43,6% 100,0%

21.00 - Tidur Buruk 4 15 19

23.00 21,1% 78,9% 100,0%

26 32 58 44,8% 55,2% 100,0%

Baik 3 1 4 Kualitas 75,0% 25,0% 100,0%

Terlambat Tidur Buruk 0 2 2

(>24.00) 0,0% 100,0% 100,0%

3 3 6 50,0% 50,0% 100,0%

Page 36: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

27

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola tidur yang kurang dapat

meningkatkan kejadian hipertensi. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Wahid tahun 2018, dimana sebagian besar responden memiliki

kualitas tidur kurang dan responden tersebut didominasi oleh responden yang

menderita hipertensi (Alfi & Yuliwar, 2018). Penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Santi tahun 2018, dimana hasil penelitiannya

menunjukkan sebanyak 88,9% responden dengan hipertensi memiliki pola tidur

yang kurang <7 jam (Martini dkk, 2018). Tahun 2015 Chen juga menemukan

bahwa durasi tidur yang terlalu lama atau terlalu singkat merupakan faktor risiko

kejadian tekanan darah tinggi.

Tabel 5.4 Pola durasi tidur dengan kejadian hipertensi

Durasi Tidur Penderita Hipertensi

Total Tidak Ya

Baik 15 10 25

Cukup

Tidur (7-8 jam)

Kualitas

Tidur

60,0% 40,0% 100,0%

Buruk 2 10 12

16,7% 83,3% 100,0%

Total 17 20 37

45,9% 54,1% 100,0%

Baik 3 1 4

Kurang

Tidur (<7 jam)

Kualitas

Tidur

75,0% 25,0% 100,0%

Buruk 2 7 9

22,2% 77,8% 100,0%

Total 5 8 13

38,5% 61,5% 100,0% Baik 9 12 21

Tidur Berlebih (>9 jam)

Kualitas Tidur

42,9% 57,1% 100,0%

Buruk 4 6 10

40,0% 60,0% 100,0%

Total 13 18 31

41,9% 58,1% 100,0%

5.4 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain dari segi teknik

pengambilan sampel secara non-probability, yaitu consecutive sampling sehingga

menyebabkan tidak semua populasi mendapatkan kesempatan yang sama menjadi

sampel penelitian. Maka dari itu, sampel tidak dapat sepenuhnya mewakilkan

populasi masyarakat di Kecamatan Baturiti I, Bali.

Page 37: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

28

Teknik pengambilan data pada penelitian ini sendiri adalah melalui kuesioner.

Oleh sebab itu, jawaban responden terbatas pada jawaban-jawaban tertentu dan

responden terkadang tidak menjawab apa adanya melainkan apa yang sebaiknya

dijawab. Penafsiran berbeda antara responden dan peneliti dapat terjadi meskipun

sebelumnya responden telah diberikan penjelasan terkait kuesioner penelitian.

Ketika pemeriksaan tekanan dilaksanakan, sampel penelitian juga tidak

dikondisikan pada suatu keadaan yang sama. Pengukuran tekanan darah tidak dapat

semata-mata dijadikan acuan oleh sebab ada kalanya hasil pengukuran dipengaruhi

oleh faktor lainnya seperti konsumsi kopi atau keadaan usai melakukan suatu

pekerjaan yang memicu peningkatan tekanan darah sebelum mengunjungi

poliklinik umum.

Page 38: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

29

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Gambaran demografi pada penelitian yang dilaksanakan di poliklinik umum

Puskesmas Baturiti I ini terdiri dari 53,1% berjenis kelamin laki-laki, 49,4%

kelompok usia dewasa menengah (40-59 tahun), 34,6% bekerja sebagai petani,

61,7% memiliki kualitas tidur yang baik dan 56,8% merupakan penderita

hipertensi.

Penderita hipertensi pada penelitian ini cenderung memiliki karakteristik

berjenis kelamin perempuan (65,8%), merupakan kelompok lansia (80,0%),

merupakan kategori tidak bekerja (70,0%), dan merupakan kelompok yang

memiliki kualitas tidur yang buruk (74,2%). Berdasarkan gambaran karakteristik

pola tidur, proporsi penderita hipertensi memiliki pola tidur awal (<20.00) sebesar

64,7%, serta pada responden yang memiliki pola tidur dengan durasi yang kurang

(<7 jam), yaitu sebesar 61,5%.

6.2 Saran

1. Bagi Puskesmas Baturiti I

Pihak Puskesmas untuk lebih memperhatikan mengenai kualitas tidur masyarakat

setempat melalui upaya promotif, preventif atau rehabilitatif terhadap masyarakat

yang memiliki masalah dalam kualitas tidur yang berpotensi menjadi faktor risiko

masalah kesehatan penyakit hipertensi yang merupakan salah satu dari 5 besar

penyakit paling umum dijumpai di wilayah kerja Kecamatan Baturiti I. Diharapkan

Puskesmas Baturiti I dapat memberikan informasi dalam meningkatkan sleep

hygiene.

2. Bagi Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Baturiti I

Masyarakat Kecamatan Baturiti agar lebih memperhatikan dan tidak menganggap

sepele hubungan kualitas tidur terhadap kesehatan. Mengingat faktor lingkungan

dan sosial ekonomi yang berperan dalam menentukan kualitas tidur di kecamatan

Baturiti, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan sleep hygiene.

Page 39: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

30

3. Bagi Peneliti

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan dengan jumlah sampel yang

lebih besar dan dengan metode random sampling. Penelitian serupa juga dapat

dilaksanakan dengan desain studi yang berbeda. Selain itu, dapat dilakukan

penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur

masyarakat kecamatan Baturiti 1

Page 40: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

31

DAFTAR PUSTAKA

Abbott SM, Weng J, Reid KJ. 2019. Sleep timing, stability, and BP in the Sueno ancillary

study of the Hispanic community health study/study of Latinos. Chest, 155:60–8.

Adnyani, P., & Sudhana, I. (2015). Prevalensi dan faktor risiko terjadinya hipertensi pada

masyarakat di Desa Sidemen, Kecamatan Sidemen, Karangasem periode Juni-Juli

2014. E-Jurnal Medika Udayana, 4(3), 1–16.

Alfi WN, Yuliwar R. 2018. Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Pasien

Hipertensi. Jurnal Berkala Epidemiologi. Volume 6 Nomor 1. Tersedia di:

http://journal.unair.ac.id/index.php/JBE/

Arif D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Pusling Desa Klumpit UPT Puskesmas Gribig Kabupaten Kudus. 2013. Tersediad

di: http://e-journal.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/karakter/article/view/102

Armilawaty HA, dan Ridwan A. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian

Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS. 2007. Tersedia di:

http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/08/hipertensi-dan-faktor-

risikonya-dalam-kajian-epidemiologi/

Baumgartner A, Graf KJ, Kurten I, Meinhold H, Scholz P. 1990. Neuroendocrinological

investigations during sleep deprivation in depression. I. Early morning levels of

thyrotropin, TH, cortisol, prolactin, LH, FSH, estradiol, and testosterone. Biol

Psychiatry, 28:556–68.

Calhoun, D. dan Harding, S. 2010. Sleep and Hypertension. Chest, 138(2), pp.434-43.

Carter JR, Durocher JJ, Larson RA, DellaValla JP, Yang H. 2012. Sympathetic neural

responses to 24-hour sleep deprivation in humans: sex differences. Am J Physiol

Heart Circ Physiol , 302:H1991–7.

Depkes. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi

Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen

Kesehatan. Jakarta. 2006.

Gonzalez-Santos MR, Gaja-Rodriguez OV, Alonso-Uriarte R, Sojo-Aranda I, Cortes-

Gallegos V. 1989. Sleep deprivation and adaptive hormonal responses of healthy

men. Arch Androl, 22:203–7.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. 2019. Laporan Nasional RISKESDAS 2018.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Lo K., Woo B., Wong M., Tam W. 2018. Subjective Sleep Quality, Blood Pressure and

Hypertension: a meta-analysis. J Clin Hypertens, 20:592-605.

Lu, K., Chen, J., Wu, S., Chen, J., & Hu, D. 2015. Interaction of sleep duration and sleep

quality on hypertension prevalence in adult Chinese males. Journal of

Epidemiology, 25(1), 415-422.

Lumantow, I., Rompas, S., & Onibala, F. (2016). Hubungan kualitas tidur dengan tekanan

darah pada remaja di Desa Tombasian Atas Kecamatan Kawangkoan Barat. E-

Journal Keperawatan, 4(1), 1–6.

Magfirah I. Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah Pada Mahasiswi Porgram

Studi S1 Fisioterapi Angkatan 2013 dan 2014 Di Universitas Hasanuddin. 2016.

Tersedia di: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/

Page 41: LAPORAN PENELITIAN GAMBARAN POLA TIDUR SEBAGAI FAKTOR ...

32

Mannan H. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto. 2012. Tersedia di: http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/5745

Martini, S., Roshifanni, S. and Marzela, F. 2018. Pola Tidur yang Buruk Meningkatkan

Risiko Hipertensi.Jurnal MKMI, 14(3), p. 297-303.

Mohammad Yogiantoro. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi Esensial.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009.

Mubarak, W. I. (2008). Buku ajar kebutuhan dasar manusia: teori dan aplikasi. Jakarta:

EGC.

Rohaendi. Treatment Of High Blood Pressure. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008.

Roshifanni, S. (2017). Risiko hipertensi pada orang dengan pola tidur buruk: studi di

Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(3), 408–

419. https://doi.org/10.20473/jbe.v4i3

Sapitri N. Analisis Faktor Risiko Kejadian Hipertensi pada Masyarakat di Pesisir Sungai

Siak Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru. Jim FK Volume 3 No 1. 2016.

Sugiyono A. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: PT.

Intisari Mediatama. 2007.

Tochikubo O, Ikeda A. 1996. Miyajima E, Ishii M. Effects of insufficient sleep on blood pressure monitored by a new multibiomedical recorder. Hypertension 27:1318– 24.

Wahyuni, & Eksanoto, D. (2013). Hubungan tingkat pendidikan dan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi di Kelurahan Jagalan di wilayah kerja Puskesmas Pucang Sawit Surakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia, 1(1), 79–85.

Wang, Y., Mei, H., Jiang, Y., Sun, W., Song, Y., Liu, S. and Jiang, F. 2015. Relationship between Duration of Sleep and Hypertension in Adults: A Meta-Analysis. Journal of Clinical Sleep Medicine, 11(9), p. 1047-56.

WHO. 2013. A Global Brief on Hypertension: Silent killer, global public health crisis.

World Health Organization. Geneva.

Zhang, H., Zhao, X., Li, Y., Mao, Z., Huo, W., Jiang, J., Wang, Y., Liu, X., Abdulai, T.,

Tian, Z., Tu, R., Qian, X., Liu, X., Li, R., Zhang, X., Bie, R. and Wang, C. 2019.

Night sleep duration and sleep initiation time with hypertension in Chinese rural

population: the Henan Rural Cohort. European Journal of Public Health, 0(0), p.1-

7.