Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

18
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI A. PENGERTIAN Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren (persepsi palsu) (Maramis, 2005). Pengertian lain dari halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005). Pengertian menurut ahli lain halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). Sedangkan dari ahli lain mendefinisikan halusinasi sebagai terganggunya proes sensori seseorang dimana tidak terdapat stimulus (Varcarolis, 2006). Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. B. KLASIFIKASI

description

laporan pendahuluan

Transcript of Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

Page 1: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. PENGERTIAN

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan

panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami

suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren (persepsi palsu)

(Maramis, 2005). Pengertian lain dari halusinasi adalah sensasi panca indera

tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada

rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju

pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005). Pengertian menurut ahli lain

halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart,

2007). Sedangkan dari ahli lain mendefinisikan halusinasi sebagai

terganggunya proes sensori seseorang dimana tidak terdapat stimulus

(Varcarolis, 2006).

Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca

indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. KLASIFIKASI

Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :

1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara

orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan

apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan

sesuatu.

2. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %

Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran

cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang

luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

3. Halusinasi penghidu (olfactory)

Page 2: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang

menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau

harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan

dementia.

4. Halusinasi peraba (tactile)

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa

stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari

tanah, benda mati atau orang lain.

5. Halusinasi pengecap (gustatory)

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan

menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

6. Halusinasi sinestetik

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah

mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan

urine.

7. Halusinasi Kinesthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. PENYEBAB

1. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :

a. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan

respon neurobiologisyang maladaptif baru mulai dipahami. Ini

ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut:

1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak

yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada

daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku

psikotik.

Page 3: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin, neurotransmitter yang

berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin

dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

3) Pembesaran fentrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan

terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia pada

anatomiotak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran

lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil

(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung

oleh otopsi (post-mortem).

b. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi

respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan

yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah

penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita

seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,

bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan

halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur

proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk

pintu otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif

menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress berinteraksi terhadap stressor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber Koping

Page 4: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi

stressor.

D. FASE – FASE HALUSINASI

Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):

1. Comforting

Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,

kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada

pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien

tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa

suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.

2. Condemning

Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan

menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk

mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini

terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas

seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan

tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan

kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

3. Controling

Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan

terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien

sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu

mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat

menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

4.  Consquering

Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika

klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan,

agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang

kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien

sangat membahayakan.

Page 5: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

E. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Budi Anna Keliat (2005) adalah sebagai berikut:

1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri

2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain

3. Tidak dapat membedakan keadaan yang nyata dan tidak nyata

4. Tidak dapat memusatkan perhatian

5. Curiga, bermusuhan dan merusak (merusak diri, orang lain dan

lingkungannya) dan takut

6. Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung

Berikut ini adalah gejala klinis berdasarkan tahap halusinasi:

1. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan

Gejala klinis :

a. Menyeringai / tertawa tidak sesuai

b. Menggerakkan bibir tanpa bicara

c. Gerakan mata yang cepat

d. Bicara lambat

e. Diam dan pikiran yang dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

2. Tahap II : halusinasi bersifat menjijikan

Gejala klinis :

a. Cemas

b. Konsentrasi menurun

c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata

3. Tahap III: halusinasi bersifat mengendalikan

Gejala klinis :

a. Cenderung mengkuti halusinasi

b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain

c. Perhatian atau konsentrasi yang cepat berubah atau menurun

d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar dan mampu mengikuti

petunjuk)

4. Tahap IV : halusinasi bersifat menaklukkan

Page 6: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

Gejala klinis :

a. Pasien mengikuti halusinasi

b. Tidak mampu mengendalikan diri

c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata

d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

F. AKIBAT

Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko

mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).

Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri

sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :

1. Data subjektif :

a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam

b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

2. Data objektif :

a.  Wajah tegang, merah

b. Mondar-mandir

c. Mata melotot rahang mengatup

d. Tangan mengepal

e. Keluar keringat banyak

f. Mata merah

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1.  Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan

pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di

lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau

bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara

fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati

pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya

Page 7: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di

lakukan.

Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat

merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan

realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan

permainan

2.  Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan

dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya

secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang

di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang

ada

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat

menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi

serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga

dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat

dengan pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien

Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,

misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini

dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk

hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan

dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang

data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses

keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila

sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila

ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat

menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam

Page 8: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di

beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan

pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

F. PENGKAJIAN

1. Alasan masuk RS

Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

2. Faktor prediposisi

a. Faktor perkembangan terlambat

1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa

aman.

2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.

3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan

b. Faktor komunikasi dalam keluarga

1) Komunikasi peran ganda

2) Tidak ada komunikasi

3) Tidak ada kehangatan

4) Komunikasi dengan emosi berlebihan

5) Komunikasi tertutup

6) Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang

otoritas dan konflik dalam keluarga

c. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.

d. Faktor psikologis

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

e. Faktor biologis

Page 9: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.

f. Faktor genetic

Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.

3. Faktor presipitasi

Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima

dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.

b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme

penerimaan abnormal).

c. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak

berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif

adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.

1) Kesehatan

Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.

2) Lingkungan

Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja, dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.

3) Sikap

Page 10: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.

4) Perilaku

Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :a. Isi halusinasi

Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.b. Waktu dan frekuensi

Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.c. Situasi pencetus halusinasi

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pertanyaan klien.

d. Respon klien

Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.

4. Pemeriksaan fisik

Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.a. Status mental

1) Penampilan : tidak rapi, tidak serasi

2) Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit

3) Aktivitas motorik : meningkat/menurun

4) Afek : sesuai/maladaprif

5) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada

sesuai dengan nformasi

Page 11: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

6) Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi

dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir

7) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis

8) Tingkat kesadaran

9) Kemampuan konsentrasi dan berhitung

b. Mekanisme koping

1) Regresi : malas beraktifitas sehari-hari

2) Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk

mengalihkan tanggungjawab kepada oranglain.

3) Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus

internal

c. Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan

ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

G. MASALAH DAN DATA YANG HARUS DIKAJI

NoMasalah

keperawatanData Subjektif Data Objektif

1. Masalah Utama : gangguan persepsi sensori halusinasi

Klien mengatakan mendengar sesuatu, klien tidak mampu mengenal tempat, waktu orang

Tampak bicara dan tertawa sendiri, mulut seperti bicara tetapi tidask keluar suara, berhenti berbicara seolah melihat atau mendengarkan sesuatu, gerakan mata yang cepat, klien sering menyendiri

H. POHON MASALAH

Risiko mencederai diri sendiri, (akibat)orang lain dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi (masalah utama)

Isolasi sosial : menarik diri (sebab)

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Page 12: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

diagnosa keperawatan tunggal : perubahan persepsi sensori halusinasi

J. FOKUS INTERVENSI

Page 13: Laporan Pendahuluan Presus Jiwa

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9

Surabaya: Airlangga University Press.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan

Jiwa (Terjemahan).Jakarta: EGC.

.Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St.

Louis: Mosby Year Book.