Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus
-
Upload
dita-hanna-f -
Category
Documents
-
view
953 -
download
7
description
Transcript of Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DIABETES MELLITUS
Di Ruang Bougenville RSUD Banyumas Yogyakarta
Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Medikal Bedah
Disusun oleh :
Dita Hanna Febriani
09/286792/KU/13409
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
A. TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian Diabetes mellitus
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999).
Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu
sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya
sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis
dari insulin atau keduanya.
2. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and
Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
a. Klasifikasi Klinis
1) Diabetes Mellitus
a) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
b) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II
(1) DMTTI yang tidak mengalami obesitas
(2) DMTTI dengan obesitas
2) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
3) Diabetes Kehamilan (GDM)
b. Klasifikasi risiko statistik
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan
hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan
insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I
ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.
3. Etiologi
a. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe
I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
b. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut
juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. Patofisiologi
DM Tipe I DM Tipe II
Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetil, dll
Jmh sel β pancreas menurunsel β pancreas hancur
Glukosuria
Defisiensi insulin
Katabolisme protein meningkat Lipolisis meningkatHiperglikemia
Penurunan BB polipagi
Glukoneogenesis meningkat
Gliserol asam lemak bebas meningkat
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel
tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari
bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari
unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu
karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan
metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg%
sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut
glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine
yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga
pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Diuresis Osmotik Kehilangan elektrolit urine Ketogenesis
Kehilangan cairan hipotonik
HiperosmolaritasPolidipsi ketoasidosis ketonuria
coma
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat,
lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran
dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan
yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi
penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau
asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita
berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati
akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
4. Gejala Klinis
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes
Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita
Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun,
Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.
5. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
a) Akut
- Hipoglikemia dan hiperglikemia
b) Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
1) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung
koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
2) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
3) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner,
1990).
4) Proteinuria
5) Kelainan koroner
6) Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
(a) Grade 0 : tidak ada luka
(b) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
(c) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
(d) Grade III : terjadi abses
(e) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
(f) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
6. Evaluasi Diagnostik
Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang
meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang
besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada
satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM.
7. Penatalaksanaan Diabetes mellitus
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola
aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi,
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative
body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)BBR = X 100 % TB (cm) – 100
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM
yang bekerja biasa adalah:
1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1
½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam
cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
(1) kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
(2) kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
(3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
2) Insulin
a) Indikasi penggunaan insulin
(1) DM tipe I
(2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
(3) DM kehamilan
(4) DM dan gangguan faal hati yang berat
(5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
(6) DM dan TBC paru akut
(7) DM dan koma lain pada DM
(8) DM operasi
(9) DM patah tulang
(10) DM dan underweight
(11) DM dan penyakit Graves
b) Beberapa cara pemberian
insulin
(1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung
pada beberapa factor antara lain:
(a) lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut,
lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi)
janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan
absorpsi setiap hari.
(b) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam
waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan
otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah
suntikan.
(c) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(d) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.
(e) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai.
Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya
daripada subcutan.
(f) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak
terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan
dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
(2) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau
pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan.
Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi
koma diabetik.
e. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup
saudara kembar identik (Tjokroprawiro, 1992).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnese
Identitas penderita meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan
o Riwayat Kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
o Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
o Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
d. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
e. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara,
tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering
terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
No Diagnosa NOC NIC1 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Status nutrisi intake makanan dan cairan, dengan kriteria hasil pasien memiliki:- Intake makanan peroral yang adekuat- Intake cairan peroral adekuat- Intake cairan yang adekuat- Intake TPN adekuat
- Monitor intake makanan dan minuman yang dikonsumsi klien setiap hari
- Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan dengan berkolaborasi dengan ahli gizi
- Dorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan vitamin C
- Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan
2 Risiko infeksi Kontrol Resiko- Mendeskripsikan
model transmisi- Mendeskripsikan
faktor yang berkontribusi terhadap transmisi
- Mendeskripsikan praktek yang dapat menurunkan transmisi
- Mendeskripsikan tanda & gejala infeksi
- Mendeskripsikan prosedur skreening
- Mendeskripsikan monitoring prosedur
- Mendeskripsikan aktivitas yang meningkatkan resisten terhadap infeksi
- Mendeskripsikan treatment untuk diagnosa infeksi
- Mendeskripsikan follow up untuk diagnosa infeksi
Proteksi Infeksi Monitor tanda-tanda infeksi Monitor kerentanan terhadap
infeksi Pertahanan teknik asepsis Dukung intake nutrisi yang
adekuat Dukung intake cairan Dukung istirahat Ajarkan pada pasien dan
keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
3 Risiko kerusakan integritas kulit
Risk ControlDengan kriteria hasil : Pasien mengerti
tentang faktor risiko yang dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Memodifikasi lingkungan untuk mengurangi faktor risiko.
Foot care Menginspeksi kulit
terhadap adanya iritasi, kulit pecah-epcah, lesi, tebal, deformitas, dan edema
Memberikan lotion Membersihkan kuku Menginstruksikan pasien
dan keluarga pentingnya foot care
Memonitor edema kaki Menginstruksikan pasien
tentang pentingnya inspeksi terutama saat sensasi berkurang
4 Resiko Ketidakstabilan kadar glukosa darah
Kadar Gula DarahGlukosa darah dalam rentang normal
Manajemen Hiperglikemi Memonitor kadar gula darah Memonitor tanda dan gejala
hiperglikemi Memberikan insulin Meningkatkan intake cairan
Daftar Pustaka
1. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC: Jakarta.
2. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. Penebit Buku
Kedokteran EGC.
3. Hall & Guyton. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
4. Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4,
United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2013.
5. Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States
Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2013.
6. Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Jakarata:
EGC, 2009.