Laporan Pendahuluan Atresia Ani

14
LAPORAN PENDAHULUAN ATRESIA ANI A. Pengertian Atresia Ani Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, 2002). Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto, 2001) Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 2003: 205). Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu

description

a

Transcript of Laporan Pendahuluan Atresia Ani

Page 1: Laporan Pendahuluan Atresia Ani

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI

A. Pengertian Atresia Ani

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi

anus, rectum atau keduanya (Betz, 2002).

Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang

memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak

sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus

namun tidak berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto, 2001)

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran

anus (Donna L. Wong, 2003: 205).

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau

makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau

tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura.

Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya

saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian

karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran

tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki

nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan

tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1.      Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus

2.      Membran anus yang menetap

3.      Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam macam jarak

dari peritoneum

4.      Lubang anus yang terpisah dengan ujung

B. Anatomi Fisiologi

Page 2: Laporan Pendahuluan Atresia Ani

C. Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa

lubang dubur

2.      Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3.      Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum

bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai

keenam usia kehamilan.

D. Patofisiologi

Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses

perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum. Dalam

perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan

berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal.

Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon

antara 12 minggu atau tiga bulan selama perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi

karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus

imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga

menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.

Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini

mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya

Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga

terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius

menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara

rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)

atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula

menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke

urethra (rektourethralis)

Page 3: Laporan Pendahuluan Atresia Ani

E. Manifestasi Klinis

1.Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2.Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

3.Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.

4.Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).

5.Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

6.Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

7.Perut kembung (Betz, 2002).

F. Komplikasi           

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

1.      Asidosis hiperkioremia.

Page 4: Laporan Pendahuluan Atresia Ani

2.      Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

3.      Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

4.      Komplikasi jangka panjang.

a.       Eversi mukosa anal

b.      Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

5.       Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

6.      Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

7.      Prolaps mukosa anorektal.

8.      Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)n (Ngastiyah,

1997 : 248)

G. Klasifikasi

Klasifikasi atresia ani :

1.      Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat

keluar.

2.      Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.

3.      Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.

4.      Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

(Wong, Whaley. 1985)

H. Penatalaksanaan Medis

1. Pembedahan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.

Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan

kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur

penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini

dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk

membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi

untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas

dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada

harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal

membran tersebut dilubangi dengan hemostr atau skapel.

2. Pengobatan

a.       Aksisi membran anal (membuat anus buatan)

Page 5: Laporan Pendahuluan Atresia Ani

b.      Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan

korksi sekaligus (pembuat anus permanen)

(Staf Pengajar FKUI, 2005).

I. Pemeriksaan Penunjang

1.      Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum

dilakukan pada gangguan ini.

2.      Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.

3.      Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan

adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah

udara sampai keujung kantong rectal.

4.      Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

5.      Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut

sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5

cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

6.      Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan      

a.       Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.

b.      Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan

gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi

dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.

c.       Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah

dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara

benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

J. Pemeriksaan Penunjang

1.       Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum

dilakukan pada gangguan ini.  Pemeriksaan fisik rectum kepatenan rectal dapat dilakukan

colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

2.      Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.

3.      Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan

adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah

udara sampai keujung kantong rectal.

4.      Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.  Ultrasound   

terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system

pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa

tumor.

Page 6: Laporan Pendahuluan Atresia Ani

5.      Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut

sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5

cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan

1. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut

2.  Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran

ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus

impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.

3. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan

kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda

radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

4. Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak

pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.

5. Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan

mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

6. CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

7. Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

8. Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

9. Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan

traktus urinarius.

K. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

1.      Asidosis hiperkioremia.

2.      Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

3.      Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

4.      Komplikasi jangka panjang.\

a.       Eversi mukosa anal

b.      Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

Page 7: Laporan Pendahuluan Atresia Ani

5.      Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

6.      Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

7.      Prolaps mukosa anorektal.

8.      Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi). (Ngustiyah, 1997 :

248)

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Dx Pre Operasi

a.        Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

b.      Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.

c.        Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan

prosedur perawatan.

Dx Post Operasi

a.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari

kolostomi.

b.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

M. INTERVENSI

Diagnosa Pre Operasi

Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion

Tujuan                   :

Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.

Kriteria Hasil         :

a.       Penurunan distensi abdomen.

b.      Meningkatnya kenyamanan.

Intervensi              :

1.      Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order

R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.

2.      Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam

R/ Meyakinkan berfungsinya usus

3.      Ukur lingkar abdomen

R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi

Page 8: Laporan Pendahuluan Atresia Ani

Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah

Tujuan                   :

Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

Kriteria Hasil         :

a.       Output urin 1-2 ml/kg/jam

b.      Capillary refill 3-5 detik

c.       Turgor kulit baik

d.      Membrane mukosa lembab

Intervensi              :

1.      Monitor intake – output cairan

R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien

2.      Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV

R/ Mencegah dehidrasi

3.      Pantau TTV

R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan

prosedur perawatan.

Tujuan                   : Kecemasan orang tua dapat berkurang

Kriteria Hasil         : Klien tidak lemas

Intervensi :

1.      Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi

saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar

R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien

2.      Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua

R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan

3.      Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi

R/ Membantu mengurangi kecemasan klien

Diagnosa Post Operasi

Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

Tujuan       :

Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.

Intervensi  :

Page 9: Laporan Pendahuluan Atresia Ani

1.      Gunakan kantong kolostomi yang baik

2.      Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong

3.      Lakukan perawatan luka sesuai order dokter

Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Tujuan       :

Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.

Intervensi  :

1.      Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi

protein.

2.      Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.

Jakarta : EGC.

Brunner  and  Suddarth. 1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda  Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.  Jakarta : EGC.

Doengoes  Merillynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.  Jakarta: EGC

Dorland. 1998.  Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25.

Jakarta: EGC

Long, Barbara. C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan. USA: CV Mosby

Prince A Sylvia. 1995.  Patofisiologi  Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah Jakarta:

EGC

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed),

Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.