Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

63
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CHF I. KONSEP MEDIS A. Pengertian Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti Wajan Juni, 2011:153 ). Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom tersebut, yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal. Namun beberapa definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan suatu bentuk respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu, gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin Arif, 2012).

description

askep

Transcript of Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

Page 1: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN CHF

I. KONSEP MEDIS

A. Pengertian

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami

kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan

nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti Wajan Juni, 2011:153 ).

Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom

tersebut, yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi

yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam

keadaan normal. Namun beberapa definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung

bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu

sindrom klinis akibat kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan suatu bentuk

respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu,

gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung

menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan

tekanan pengisian (Muttaqin Arif, 2012).

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak

mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Ruhyanudin

Faqih, 2007).

Page 2: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

B. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Kardiovaskuler

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan

jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan

otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar

kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Bentuk jantung

menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut

juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis.

Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior),

sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma, dan

pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah

papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus

kordis. Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya

kira-kira 250-300 gram. Di antara dua lapisan jantung ini terdapat lender sebagai

pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara pericardium pleura tidak

menimbulkan gangguan terhadap jantung. (Syaifuddin, 2003).

Jantung terdiri dari jaringan yang memiliki fungsi kontraksi. Dan hampir separuh

dari seluruh berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia berkontraksi dan

berelaksasi, maka timbul perubahan-perubahan tekanan di dalam jantung dan

pembuluh darah, yang menyebabkan pengaliran darah di seluruh jaringan tubuh.

Otot jantung, merupakan jaringan sel-sel yang bersifat “Kontraktif” (pegas) dan

terdapat di dalam atrium maupun ventrikel, serta memiliki kemampuan

meneruskan rangsang listrik jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian

otot-otot jantung. Tiap sel otot jantung di pisahkan satu sama lain oleh

“intercalated discs” dan cabang-cabangnya membentuk suatu anyaman di dalam

jantung. “intercalated discs” inilah yang dapat mempercepat hantaran rangsang

listrik potensial di antara serabut-serabut sel otot-otot jantung. Proses demikian itu

terjadi karena “intercalated discs” memiliki tahanan aliran listrik potensial yang

lebih rendah dibandingkan bagian otot jantung lainnya. Dan keadaan inilah yang

Page 3: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

mempermudah timbulnya mekanisme “Excitation” di semua bagian jantung. Otot

bergaris jantung tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk ruang-ruang

jantung dan menjadikan jantung sebagai “a globular muscular organ”. Jaringan

serabut elastisnya membentuk suatu lingkaran yang mengelilingi katup-katup

jantung. Otot-otot atrium umumnya tipis dan terdiri dari dua lapisan yang berasal

dari sudut sebelah kanan jantung, sedangkan otot ventrikelnya lebih tebal dan

terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan superficial, lapisan tengah dan laipsan dalam.

Ventrikel kiri memiliki dinding 2-3 kali lebih tebal daripada dinding ventrikel

kanan dan mendominasi bangunan dasar otot jnatung dalam membentuk ruang-

ruangnya. Ketiga lapisan otot jantung tersebut berkesinambungan satu dengan

lainnya, dengan lapisan superficial berlanjut menjadi lapisan tengah dan lapisan

dalam. Di dalam ventrikel, ketiga lapisan otot jantung tersebut mengandung

berkas-berkas serabut otot (Masud Ibnu, 2012).

Page 4: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

2. Fisiologi Kardiovaskuler

Darah yang terdapat di dalam jantung selalu dipompa keluar secara terus-menerus

dan setelah melalui sistem vaskuler, darah kembali ke jantung.

Sistem vaskuler yang dilaluinya dapat berupa sistem sirkulasi paru dan sistem

sirkulasi umum. Pembuluh darah pada kedua sistem tersebut terdiri dari 1)

pembuluh darah nadi (arteri) yang mengalirkan darah dari jantung ke jaringan sel-

sel tubuh dan 2) pembuluh darah balik (vena) yang mengalirkan darah dari

jaringan sel-sel tubuh ke jantung.

Pada orang normal, darah yang masuk ke jantung melalui vena cava, kemudian

akan dipompa ke sistem sirkulasi paru. Dan setelah mengalami oksigenasi di

dalam jaringan sel-sel paru, kemudian darah kembali ke jantung melalui

pembuluh darah balik (vena pulmonalis).

Selanjutnya darah dipompa keluar dari jantung melalui bilik kiri ke sistem

sirkulasi umum menuju ke seluruh jaringan sel-sel tubuh.

Pada keadaan normal, jumlah darah yang dapat dipompa oleh jantung sesuai

dengan jumlah darah yang masuk kembali ke jantung, sebesar 5 liter per menitnya

dan dapat meningkat pada olahraga yang berat sampai dengan 25-35 liter per

menit.

Sistem kardiovaskuler mengalirkan darah ke seluruh bagian tubuh dan

menyalurkan kembali ke jantung. Dengan jantung berkontraksi dan berelaksasi,

maka ia mampu mengalirkan darah di dalam sistem tersebut. Perubahan-

perubahan hemodinamik di dalam sistem tersebut menyebabkan perubahan

tekanan dan mengakibatkan terjadinya peristiwa aliran darah di dalamnya.

Perpaduan antara perubahan tekanan dan keadaan sistem kardiovaskuler,

memungkinkan terjadinya hemodinamik di sepanjang sistem kardiovaskuler.

Page 5: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

Dan darah dapat kembali ke jantung, karena adanya perbedaan tekanan antara

jantung kiri dengan antrium kanan, dengan tekanan atrium kanan mendekati nol,

sedangkan tekanan kapiler di jaringan tetap lebih tinggi, sehingga memungkinkan

darah dari jaringan sel tubuh melalui vena kembali ke jantung.

Darah dipompa dari jantung kanan menuju jaringan paru untuk mengambil

oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida, kemudian kembali ke jnatung melalui

atrium kiri. Darah yang telah mengalami oksigenasi tersebut, selanjutnya dipompa

jantung ke sistem sirkulasi umum melalui aorta. Kemudian aorta membagi aliran

darah menuju ke cabang-cabang arteri dan subarteri yang terdapat di dalam

jaringan sel dan organ, yang arteriolanya kemudian bercabang membentuk

anyaman kapiler. Di bagian inilah terjadi pertukaran gas O2 dan CO2, serta

berdifusinya makanan, vitamin dan mineral serta di lain pihak darah akan

mengangkut kembali produk akhir metabolik dari jaringan-jaringan sel ke tempat

pembuangan. Dari kapiler, darah menuju ke venula dan selanjutnya darah

mengalir didalam sistem vena menuju ke jantung. Aliran darah balik ini akan

dipercepat kembali ke jantung oleh adanya aktivitas pengisap jnatung dan pompa

otot (Masud Ibnu, 2012).

C. Etiologi

Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung menurut (Ruhyanudin

Faqih, 2007) mencakup keadaan-keadaan yang :

1. Meningkatkan preload : regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel.

2. Meningkatkan afterload : stenosis aorta, hipertensi sistemik.

3. Menurunkan kontraktilitas ventrikel : IMA, kardiomiopati.

4. Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katup atrioventrikuler, perikarditif

konstriktif, tamponade jantung.

5. Gangguan sirkulasi : aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang

memulai respon mekanis.

Page 6: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

6. Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan

memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme

yang meningkat.

7. Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi

terhadap ejeksi ventrikel kanan.

D. Klasifikasi

Ada empat kategori utama yang diklasifikasikan menurut (Udjianti Wajan Juni,

2011), yaitu sebagai berikut :

1. Backward versus forward failure

a. Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa

volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan meningkatkan

tekanan dalam ventrikel, atrium dan sistem vena balik untuk jantung sisi

kanan maupun jantung sisi kiri.

Tabel 2.1 : Manifestasi Klinis Pada Backward Failure

Kegagalan Ventrikel Kiri Kegagalan Ventrikel Kanan

1.      Peningkatan volume dan tekanan dalam ventrikel kiri dan atrium kiri (preload)

2.      Edema paru

1.      Peningkatan volume dalam vena sirkulasi

2.      Peningkatan tekanan atrium kanan (preload)

3.      Hepatomegali dan splenomegali

4.      Edema perifer dependen

b. Forward failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan

curah jantung, yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung

merupakan sistem tertutup, maka backward failure dan forward failure selalu

berhubungan satu sama lain.

Page 7: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

Tabel 2.2 : Manifestasi Klinis Pada Forward FailureKegagalan Ventrikel Kiri Kegagalan Ventrikel Kanan

1.      Penurunan curah jantung2.      Penurunan perfusi jaringan3.      Peningkatan sekresi hormone

renin, aldosteron dan ADH4.      Peningkatan retensi garam

dan air5.      Peningkatan volume cairan

ekstraseluler

1.      Peningkatan volume darah2.      Penurunan volume darah ke

paru

2. Low-output versus high-output syndrome

Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang

mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi perifer. Bila curah

jantung tetap normal atau di atas normal namun kebutuhan metabolic tubuh tidak

mencukupi, maka high-output syndrome terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh

peningkatan kebutuhan metabolik, seperti tampak pada hipertiroidisme, demam

dan kehamilan atau mungkin dipicu oleh kondisi hiperkinetik seperti fistula

arteriovenous, beri-beri atau penyakit paget’s.

3. Kegagalan akut versus kronik

Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung pada

seberapa cepat sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari

kegagalan ventrikel kiri mungkin karena infark miokard, disfungsi katup, atau

krisis hipertensi. Kejadiannya berlangsung demikian cepat di mana mekanisme

kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi edema paru dan

kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).

Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relative cukup lama dan

biasanya merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan

mekanisme kompensasi yang efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat

disebabkan oleh hipertensi, penyakit katup, atau penyakit paru obstruksi kronis/

menahun.

Page 8: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

4. Kegagalan ventrikel kanan versus ventrikel kiri

Kegagalan ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua contoh

kegagalan jantung dimana hanya satu sisi jantung yang dipengaruhi. Secara tipikal

disebabkan oleh penyakit hipertensi. Coronary Artery Disease (CAD), dan

penyakit katup jantung sisi kiri (mitral dan aorta). Kongesti pulmoner dan edema

paru biasanya merupakan gejala segera (onset) dari gagal jantung kiri.

Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup

trikuspidalis atau pulmonal. Hipertensi pulmoner juga mendukung

berkembangnya kegagalan jantung kanan, peningkatan kongesti atau bendungan

vena sistemik dan edema perifer.

Tabel 2.3 : Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kiri dan KananGagal Jantung Kiri Gagal Jantung Kanan

1.      Volume dan tekanan ventrikel kiri serta atrium kiri meningkat

2.      Volume pulmonal meningkat3.      Edema paru4.      Curah jantung menurun sehingga

perfusi jaringan menurun5.      Darah ke ginjal dan kelenjar

menurun

1.      Letagri dan diaphoresis2.      Dispnea / orthopnea / PND3.      Palpitasi (berdebar-debar)4.      Pernafasan Cheyne-Stokes5.      Batuk (hemoptoe)6.      Ronkhi basah bagian basal paru7.      Terdengar BJ3 dan BJ4 / irama

Gallop’s8.      Oliguria atau anuria9.      Pulsus Alternans

1.      Volume vena sistemik meningkat2.      Volume dalam organ / sel

meningkat3.      Hati membesar4.      Limpa membesar5.      Dependen edema6.      Hormon retensi air dan

Na+meningkat sehingga reabsorbsi meningkat

7.      Volume cairan ekstrasel meningkat

8.      Volume darah total meningkat

1.      Edema tungkai / tumit2.      Central Venous Pressure (CVP)

meningkat3.      Pulsasi vena jugularis4.      Bendungan vena jugularis / JVP

meningkat5.      Distensi abdomen, mual dan tidak

nafsu makan6.      Asites

Page 9: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

7.      Berat badan meningkat8.      Hepatomegali (lunak dan nyeri

tekan)9.      Splenomegali10.  Insomnia

Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya seperti

klasifikasi gagal jantung kongestif menurut New York Heart Association (NYHA).

          Tabel 2.4 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut NYHAKELAS DEFINISI ISTILAH

I Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa pembatasan aktivitas fisik.

Disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik.

II Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan sedikit pembatasan aktivitas fisik.

Gagal jantung ringan.

III Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan banyak pembatasan ativita fisik.

Gagal jantung sedang.

IV Klien dengan gagal jantung yang segala bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan keluhan.

Gagal jantung berat.

Menurut Stephen G. Ball, dkk., 1996 (Muttaqin Arif, 2009)

Page 10: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

E. Tanda Dan Gejala

1. Gagal jantung kiri : dispnoe, fatigue, ortopnea, dispnoe noktural

paroksismal, batuk, pembesaran jantung, gallop ritme, bunyi jantung

tambahan S3/S4, pernafasan chines stoke, takikardi, ronchi, congesti vena

pulmonal.

2. Gagal jantung kanan : Fatigue, edema, liver angorgement, anoreksia,

kembung, pembesaran jantung kanan, gallop ritme pada atrium kanan,

murmur, peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hydrothorax,

peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan pitting oedema (Ruhyanudin

Faqih, 2007).

F. Patofisiologi

Bila reservesi jantung normal untuk berespons terhadap stress tidak adekuat untuk

memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan

tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga,

pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mnegakibatkan

gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan

kegagalan, respons fisiologis tertentu pada penurunan cucrah jantung adalah

penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan

perfusi organ vital tetap normal.

Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi :

1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons

simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis merangsang

pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.

Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan

curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokontriksi untuk menstabilkan

tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke

Page 11: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

orgab-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini

bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokontriksi

akan meningkatkan aliran darah balik vena ke sisi kanan jantung, untuk

selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hokum starling.

Pada keadaan gagal jantung, baroresptor diaktivasi sehingga menyebabkan

peningkatan aktivitas simpatis pada jantung, ginjal dan pembuluh darah perifer.

Angiotensin II dapat meningkatkan aktivitas simpatis tersebut.

Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar

noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokontriksi,

takikardia, serta retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga

dapat menyebabkan nekrosis sel otot jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan

dengan observasi yang menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada

miokardium mnejadi berkurang pada gagal jantung kronis.

2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon

Aktivasi sistem rennin - angiotensin - aldosteron (RAA) menyebabkan retensi

natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.

Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai

dengan hokum starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkna aktivasi sistem

RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga

keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat serta mempertahankan tekanan

darah.

Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak

berbatasan dengan arteriol renal eferen dan bersebalahan dengan macula densa

pada tubulus distal. Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen

(sebagian besar berasal dari hati) angiotensin I.

Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada membrane plasma sel

endotel akan memecah dua asam amino dan angiotensin I untuk membentuk

angiotensin II. Angiotensin II memiliki beberapa fungsi penting untuk memelihara

homeostasis sirkulasi, yaitu merangsang konstriksi arteriol pada ginjal dan

sirkulasi sistemis, serta mereabsorbsi natrium pada bagian proksimal nefron.

Page 12: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

Angiotensin II juga menstimulasi korteks adrenal untuk menskresi akdosteron,

yang akan merangsang reabsorbsi natrium (dalam pertukaran dengan kalium) pada

bagina distal dari nefron, serta di usus besar, kelenjar saliva dan kelenjar keringat.

Renin diskresikan pada keadaan menurunnya tekanan darah, kekurangan natrium

dan peningkatan aktivitas simpatis ginjal.

Angiotensin I sebagina besar kemudian diubah di paru-paru menjadi angiotensin

II, suatu zat presor yang poten, oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE

juga dapat memecah bradikinin dan bekerja pada sejumlah peptide lain.

Angiotensin II dipecah secara cepat oleh enzim non-spesifik yang disebut

angiotensinase. Angiotenisn II memegang peran utama dalam sistem RAA karena

meningkatkan tekanan darah dengan beberapa cara seperti vasokontriksi, retensi

garam dan cairan dan takikardia.

Peptida natriretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk ke dalam

sirkulasi. Sekresinya terutama dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada dinding

atrium atau ventrikel, biasanya akibat peningkatan tekanan pengisian atrium atau

ventrikel. PNA menyebabkan dilatasi dari arteri yang mengalami konstriksi akibat

neurohormon lain serta meningkatkan ekskresi garam dan air.

3. Hipertrofi ventrikel

Respon terhadap kagagaln jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau

bertembahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah

sarkomer dalam sel-sel miokardium, bergantung pada jenis bebasn hemodinamika

yang mengakibatkna gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara parallel

atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya

stenosis aorta, akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan

ukuran runag di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume seperti

pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan

dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bartambahnya jumlah

sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai

hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.

4. Volume cairan berlebih

Page 13: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang

besar. Karena setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang

terbatas, maka peningkatan volume sekuncup dicapai dengan peningkatan kumlah

sarkomer seri, yang akan menyebabkan peningkatan volume ventrikel. Pelebaran

ini membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat menimbulkan

tekanan intraventrikel yang sama sehingga membutuhkan peningkatan jumlah

myofibril parallel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan dinding

ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebih menyebabkan pelebaran runag

hipertrofi eksentrik.

Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung.

Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah

jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada

keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah

jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal

jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif (Muttaqin Arif,

2012).

Page 14: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf
Page 15: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

G. Komplikasi

Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai

berikut :

1. Efusi pleura

Di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari

kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus

bawah darah.

2. Aritmia

Pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia,

biasanya disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan

kematian mendadak.

3. Trombus ventrikuler kiri

Pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri dan

penurunan kardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus

pada ventrikel kiri. Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas

dari ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi.

Pembentukan emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat disebabkan dari

Cerebrivaskular accident (CVA).

4. Hepatomegali

Karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan

perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.

Page 16: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

H. Penatalaksanaan Medis

Pada tahap simtomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti

cepat capek atau fatigue, sesak nafas (dyspnea in effort, orthopnea), kardiomegali,

peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali dan oedema sudah jelas,

maka dengan diagnosis gagal jantung mudah di buat. Tetapi bila syndrome

tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri/LV

disfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan keluhan di atas yang

hilang timbul tidak khas, sehingga harus di topang oleh pemeriksaan foto rontgen,

echocardigrafi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.

Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombal pengobatan gagal

jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik

sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai

setelah diuretic dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.

Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikuler (fibrilasi atrium atau SVT

lainnya) atau ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan.

Intoksikasi sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin

meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang dari 3,5 meq/L).

Aldosteron antagonis di pakai untuk memperkuat efek diuretic atau pada pasien

hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas

dengan pemberian jenis obat ini.

Pemakaian obat dengan efek diuretic-vasodilatasi seperti Brain N Atriuretic

Peptide (Nesiritide) masih dalam penellitian. Pemakaian alat bantu seperti Cardiac

Resychronization Therapy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra

Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati mendadak pada gagal jantung

akibat iskemia maupun non-iskemia. Dapat memperbaiki status fungsional dan

kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi degenerasi miokard,

masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat

ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan

penelitian lanjut (Sudoyo Ary W., 2007)

Page 17: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Electrocardiography (ECG)

Didapatkan gambaran perpanjangan interval QRS karena perubahan massa otot

ventrikel yang akan meningkatkan lama aktivitas ventrikel. Meningginya

gelombang R karena peningkatan massa otot jantung yang dilalui potensial listrik.

Adanya massa otot yang semakin menebal maka kesempatan repolarisasi akan

diberikan pada endocardium terlebih dahulu. Keadaan ini akan mengakibatkan

gambaran RS – T mengalami depresi dan gelombang T terbalik pada sadapan 5

dan 6. Pada sadapan 1 dan 2 tampak adanya gambaran gelombang S yang sangat

dalam dan didapatkan R yang meninggi melebihi 20 mm.

2. Sonogram (echocardiogram)

Dapat menunjukkan dimensi pembesaran ventrikel, perubahan dalam fungsi/

struktur katup atau area penurunan kontraktilitan ventrikuler.

3. Kateterisasi jantung

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung

kanan maupun kiri dan stenosis katup maupun insufisiensi. Juga mengkaji patensi

arteri koroner. Zat kontras yang disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan

ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/ perubahan kontraktilitas.

4. X-ray Thoraks

Ditemukan adanya pembesaran jantung yang disertai adanya pembendungan

cairan di paru karena hipertensi pulmonal. Tempat adanya infiltrate precordial

kedua paru dan efusi pleura.

5. Laboratorium

Secara umum dapat ditemukan penurunan Hb dan hematokrit karena adanya

hemodilusi. Jumlah leukosit meningkat, bila sangat meninggi mungkin

disebabkan oleh adanya infeksi endokarditis yang akan memperberat jantung.

Page 18: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

Keadaan asam basa tergantung pada keadaan metabolism, masukan kalori,

keadaan paru dan fungsi ginjal. Kadar natrium darah sedikit menurun walaupun

kadar natrium total bertambah. Berat jenis urine meningkat. Enzim hepar mungkin

meningkat dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis

respiratorik ringan atau hipoksia dengan peningkatan pCO2. BUN dan kreatinin

menunjukkan penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin serum mungkin

menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis

protein dalam hepar yang mengalami kongesti. Kecepatan sedimentasi

menunjukkan adanya inflamasi akut.

6. Ultrasonography (USG)

Didapatkan gambaran cairan bebas dalam rongga abdomen dan gambaran

pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan lien kadang sulit diperiksa

secara manual saat disertai asites (Doenges Marilyn E., dkk., 2000).

Page 19: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Menurut American Nursing Association (ANA) proses keperawatan

adalah suatu metode yang sistematis yang diberikan kepada individu, keluarga dan

masyarakat dengan berfokus pada respon unik dari individu, keluarga, dan

masyarakat terhadap masalah kesehatan yang potensial maupun aktual. ( Marilynn

E. Doengoes, dkk .2000 : 6 ).

Di dalam memberikan asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau

langkah-langkah proses keperawatan yaitu ; pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan

pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberi arah

kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung

pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian (Lismidar, dkk., 2005).

1. Identitas

a. Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

b. Identitas Penanggungjawab terdiri dari : nama, hubungan dengan klien,

pendidikan, pekerjaan dan alamat.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan Utama

Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas, nyeri dan kelemahan

saat beraktivitas.

b. Riwayat penyakit saat ini

Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan

serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu :

Page 20: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

1) P : Provoking incident, kelemahan fisik terjadi setelah melakukan

aktivitas ringan sampai berat, sesuai dengan gangguan pada jantung.

2) Q : Quality of pain, seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan

aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap

beraktivitas klien merasakan sesak nafas.

3) R : Region, apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi

keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disetai ketidakmampuan dalam

melakukan pergerakan.

4) S : Severity (scale) of pain, Kaji rentang kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam

beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.

5) T : Time, sifat mula timbulnya, keluhan kelemahan beraktivitas biasanya

timbul perlahan. Lama timbulnya kelemahan saat beraktivitas biasanya

setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas.

c. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya

klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes

mellitus, dan hiperlipidemia.

Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang

lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat

diuretic, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping

yang terjadi di masa lalu. Alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali

klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.

d. Riwayat penyakit keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,

anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab

kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia

muda merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada

keturunannya.

Page 21: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual, meliputi :

a. Aktivitas/ istirahat

Klien biasanya mengeluh mengalami keletihan/kelelahan terus-menerus sepanjang

hari, insomnia, nyeri dada pada saat beraktivitas dan dispnea pada saat istirahat.

b. Sirkulasi

Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, infark miokard baru/ akut, episode

GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok

septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

c. Integritas ego

Klien menyatakan ansietas, khawatir dan takut. Stress yang berhubungan dengan

penyakit/keprihatinan financial (pekerjaan/biaya perawatan medis)

d. Eliminasi

Klien menyatakan penurunan dalam berkemih, urine klien berwarna gelap, suka

berkemih pada malam hari (nokturia), diare/kontipasi.

e. Makanan/cairan

Klien manyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual/muntah,

bertambahnya berat badan secara signifikan.

f. Hygiene

Klien menyatakan merasa letih/lemah, kelelahan yang dirasakan klien yaitu

selama aktivitas perawatan diri.

g. Neurosensori

Klien menyatakan tubuhnya lemah, suka merasakan pusing, dan terkadang

mengalami pingsan.

h. Nyeri/kenyamanan

Klien mengeluh nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas

dan sakit pada otot.

i. Pernapasan

Klien menyatakan dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan

beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit

kronis, penggunaan bantuan pernapasan.

Page 22: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

j. Keamanan

Klien menyatakan mengalami perubahan dalam fungsi mental, kehilangan

kekuatan, tonus otot, kulit lecet.

k. Interaksi sosial

Klien menyatakan sudah jarang mengikuti kegiatan sosial yang biasa dilakukan.

l. Pembelajaran/pengajaran

Klein menyatakan menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misal :

penyekat saluran kalsium

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum :

Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik

atau composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf

pusat.

b. Tanda-Tanda Vital : TD :

Nadi :

Respirasi :

Suhu :

c. Pengkajian persistem

1) B1 (breathing)

Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dipsnea, ortopnea, dispnea

nocturnal pasroksismal, batuk dan edema pulmonal akut, takipnea. Adanya

sputum mungkin bersemu darah.

2) B2 (Blood)

a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan

fisik dan adanya edema ektremitas. Ujung jari kebiruan, bibir pucat abu-

abu.

b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.

c) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume

sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya

Page 23: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

ditemukan apabila gagal jantung adalah kelainan katup. Irama jantung

disritmia. Bunyi jantung S3 (Gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi.

S1 dan S2 mungkin melemah.

d) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya

hipertrofi jantung (kardiomegali).

3) B3 (Brain)

Kesadaran klien biasanya composmentis. Sering ditemukan sianosis perifer

apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi

wajah meringis, menangis, merintihm meregang dan menggeliat.

4) B4 ( Bladder)

Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan.

Perawat perlu memonitor adanya oliguruia karena merupakan tanda awal dari

syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan

yang parah. Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari

(nokturia).

5) B5 ( Bowel)

a) Hepatomegali

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran atas abdomen terjadi akibat

pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam

pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen,

suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen

ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami

distress pernapasan.

b) Anoreksia

Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan

stasis vena didalam rongga abdomen.

Page 24: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

6) B6 ( Bone)

a) Ektremitas

Pada ujung jari terjadi kebiruan dan pucat. Warna kulit pucat dan sianosis.

b) Edema

Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya

dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini

sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi

ventrikel.

c) Mudah lelah

Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah

jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai

oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga

terjadi akibat meningkatnya energy yang digunakan untuk bernapas dan insomnia

yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.

Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan

keletihan. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit atau anoreksia.

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada gagal jantung kongestif, yakni :

a. Ekokardiografi,

b. Rontgen Toraks, dan

c. Elektrokardiografi

Page 25: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan

objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis

keperawatan (Deswani, 2009).

1.      Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data

tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan

dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Deswani, 2009).

Tabel 2.4  Analisa DataNo Symptom Etiologi Problem1

2

DS:         Klien mengeluh “mudah

lelah, nyeri dada kiri dan uluhati, sesak nafas, sering terbangun pada malam hari saat tidur.”DO:

         Tekanan darah bisa meningkat (hipertensi/ hipotensi), nadi lemah, terdengar suara gallop ventrikel dan gallop atrium (S3 clan S4), keringat dingin, ronchi +/+, sianosis nyeri dada, edema tungkai+/+, EKG: ST depresi V2 dan V4, rasio R/S V1, V6 urine sedikit ±300 – 500 cc perhari, nafas cepat.

DS:         Klien mengeluh “nafasnya

sesak dan sering terbangun pada malam hari karena sesak nafas dan batuk-batuk”DO:

Iskemik miokard

Kerusakan otot-otot miokard

Kemampuan/ kontrak tilitas miokard menurun

Menurunnya kemampuan pompa ventrikel

Isi sekuncup 

Curah jantung menurun/ cardiac output menurun

Gagal jantung kiri →         Hambatan aliran

pulmonal→ Bendungan vena

pulmonal → Edema paru → tekanan hidrostatik

Resiko Penurunan curah jantung

Resiko gangguan pertukaran gas

Page 26: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

         Ujung jari dan kuku tampak kebiruan, ronchi (+/+), nafas cepat tampak tarikan dinding dada

         Ht: 34,6         Albumin: 2,6

menurun dan tekanan osmotic menurun

Tertimbunnya cairan kedalam intestinal atau

alveoli 

Gangguan ventilasi dan difusi O2 dan Co2

Gangguan pertukaran gas

3

4

DS:         Klien menyatakan “bila

berjalan terasa berat, sesak nafas, lebih enak tidur dengan posisi setengah duduk, kencing sedikit”DO:

         Tungkai tampak bengkak/ edema, jumlah kencing sedikit 300-500 cc/ hari, tempak bendungan vena jugularis, ronchi (+) respirasi nafas cepat, terdengar bunyi jantung S3 dan nadi lemah

         Ht: 34,6         Albumin: 2,6

DS:         Klien mengeluh “tangan

dan kaki lemas, sulit untuk menelan, nyeri perut”DO:

Curah jantung menurun

Aliran darah tidak efektif

Sekresi renin dan ADH

Reabsorbsi ditubuli dista dan reabsorbsi Na+ditubuli

distal

Retensi Na+ dan air

Kelebihan volume plasma

Transudasi cairan

Resiko tinggi Kelebihan volume cairan

Resiko gangguan perfusi jaringan

Page 27: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

5

         Klien tampak berbaring di tempat tidur, oliguri, tampak edema, perubahan suhu kulit,

DS:         Klien mengeluh “nyeri dada

kiri pada saat beraktivitas”.DO:         Klien tampak meringis kesakitan, wajah tampak tegang dan gelisah, tangan mengepal.

 

Edema

Curah jantung menurun

Hipertrofi ventrikel

Pemendekan miokard

Aliran darah ke jantung dan otak menurun

Curah jantung menurun

Penurunan suplai O2 ke miokardium

Nekrosis Sel

Nyeri

Nyeri

6 DS:         Klien mengeluh “tenaganya

lemah, cepat lelah, sesak nafas, nafsu makan menurun”DO:

         Klien tampak berbaring di tempat tidur, tampak kebiruan/ sianosis pada ujung jari dan kuku, tungkai tampak edema, keringat dingin, lemah

Curah jantung menurun

Aliran darah menurun

Suplai nutrisi dan oksigen menurun

 

Kelemahan

Intoleransi aktivitas

7 DS:         Klien menyatakan “klien

takut dengan keadaanya, klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan, khawatir, stress

Kondisi dan prognosis penyakit

Cemas

Page 28: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

8

berhubungan dengan keprihatinan financial”DO:

         Klien tampak cemas

DS:         Klien menyatakan “klien

bingung dengan keadaan penyakitnya, klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan”DO:-

Kurangnya informasi/ kesalahan persepsi tentang

penyakit gagal jantung

Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan program pengobatan

2.      Rumusan Diagnosa

a.    Resiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan

kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal yang

ditandai dengan  klien mengeluh “mudah lelah, nyeri dada kiri dan uluhati, sesak

nafas, sering terbangun pada malam hari saat tidur”, tekanan darah bisa meningkat

(hipertensi/ hipotensi), nadi lemah, terdengar suara gallop ventrikel dan gallop

atrium (S3 clan S4), keringat dingin, ronchi +/+, sianosis nyeri dada, edema

tungkai +/+, EKG: ST depresi V2 dan V4, rasio R/S V1, V6 urine sedikit ±300 –

500 cc perhari, nafas cepat.

b.    Resiko gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan,

kongesti paru akibat sekunderdari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi

cairan interstitial yang ditandai dengan klien mengeluh “nafasnya sesak dan sering

terbangun pada malam hari karena sesak nafas dan batuk-batuk serta dispnea saat

beraktivitas”, ujung jari dan kuku tampak kebiruan, ronchi(+/+), nafas cepat

tampak tarikan dinding dada, Ht: 34,6, Albumin: 2,6.

c.    Resiko terhadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan

cairan sistemis, perembesan cairan interstial di sistemis akibat sekunder dari

penurunan curah jantung, gagal jantung kanan yang ditandai dengan klien

menyatakan “bila berjalan terasa berat, sesak nafas, lebih enak tidur dengan posisi

setengah duduk, kencing sedikit”, tungkai tampak bengkak/ edema, jumlah

Page 29: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

kencing sedikit 300-500 cc/ hari, tempak bendungan vena jugularis, ronchi (+)

respirasi nafas cepat, terdengar bunyi jantung S3 dan nadi lemah, Ht: 34,6,

Albumin: 2,6.

d.   Resiko gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan menurunnya curah

jantung yang ditandai dengan klien mengeluh “tangan dan kaki lemas, sulit untuk

menelan, nyeri perut”, klien tampak berbaring di tempat tidur, oliguri, tampak

edema, perubahan suhu kulit.

e.    Nyeri yang berhubungan dengan nekrosis sel yang ditandai dengan klien

mnegeluh “nyeri dada kiri pada saat beraktivitas”, klien tampak meringis

kesakitan, wajah tampak tegang dan gelisah, tangan mengepal.

f.     Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen ke jaringan dengan kebutuhan dengan akibat sekunder dari penurunan

curah jantung yang ditandai dengan klien mengeluh “tenaganya lemah, cepat

lelah, sesak nafas, nafsu makan menurun”, klien tampak berbaring di tempat tidur,

tampak kebiruan/ sianosis pada ujung jari dan kuku, tungkai tampak edema,

keringat dingin, lemah.

g.    Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status

kesehatan, situasi kritis, ancaman, atau  perubahan kesehatan yang ditandai

dengan klien menyatakan “klien takut dengan keadaannya, klien bertanya tentang

kondisi dan pengobatan”, klien tampak cemas.

h.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan yang berhubungan

dengan kurangnya pemahaman, kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi

jantung, penyakit, kegagalan yang ditandai dengan adanya pertanyaan, pernyataan

masalah, kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah yang

ditandai dengan klien mengatakan “klien bingung dengan keadaan penyakitnya,

klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan”.

2.2.3          Intervensi Keperawatan

Page 30: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

Paduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan/atau tindakan

yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu klien

mencapai hasil yang diharapkan (Deswani, 2009).

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Rencana Keperawatan

Rasional

Risiko Tinggi Penurunan Curah Jantung

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan penurunan curah jantung dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1.      Tekanan darah dalam batas normal (systole : 110-140 mmHg dan Diastole: 80-90 mmHg)

2.      CRT kurang dari 3 detik

3.      Produksi urine › 30 ml/ jam

4.      Nadi 70-90 kali/ menit

5.      Tidak terjadi aritmia

6.      Bebas gejala gagal jantung

1.      Kaji dan laporkan tanda penurunan curah jantung.

2.      Periksa keadaan klien dengan mengauskultasi nadi apikal: kaji frekuensi, irama jantung (dokumnetasi disritmia, bila tersedia telemetri).

3.      Catat bunyi jantung.

4.      Palpasi nadi perifer.

1.      Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan MI yang lebih dari 24 jam

2.      Biasanya terjadi takikardia meskipun pada saat istirahat untuk mengompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel, KAP, PAT, MT, PVC, dan AF disritmia umum berkenaan dengan GJK meskipun lainnya juga terjadi.

3.      S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi murmur dapat menunjukkan inkompetensi/ stenosis mitral.

4.      Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya nadi, radial, popiteal, dorsalis pedis, dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi.

5.      Pantau adanya keluaran urine, catat keluaran dan kepekatan urine.

5.      Ginjal berespons untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium.

6.      Untuk menurunkan beban kerja

Page 31: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

6.      Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal.

7.      Atur posisi tirah baring yang idel. Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20-30 cm.

8.      Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan yang tenang.

9.      Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul/ masker sesuai dengan indikasi.

10.  Hindari manuver dinamik seperti berjongkok sewaktu melakukan BAB dan mengepal-ngepalkan tangan.

jantung, tirah baring membantu dalam menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume intravaskular melalui induksi diuresis berbaring.

7.      Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung dan paru berkurang, kongesti paru berkurang, serta penekanan hepar ke diafragma menjadi minimal.

8.      Stress emosi menghasilkan vasokontriksi yang terkait, meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi/ kerja jantung.

9.      Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium guna melawan efek hipoksia/ iskemia.

10.  Berjongkok dapat meningkatkan aliran balik vena dan retensi arteri sistemik secara simultan menyebabkan kenaikan volume sekuncup dan tekanan arteri. Dan latihan isometrik dapat meningkatkan

11.  Kolaborasi untuk pemberian diet jantung.

12.  Pemberian cairan IV,

resistensi arteril sistemik, tekanan darah dan ukuran jantung, latihan ini dapat meningkatkan beban kerja jantung.

11.  Dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot jantung minimal dan status nutrisi terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan klien.

12.  Oleh karena adanya peningkatan

Page 32: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi, hindari cairan garam.

13.  Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.

14.  Kolaborasi untuk pemberian obat.

tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat menoleransi peningkatan volume cairan. Pasien juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.

13.  Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto dada menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.

14.  Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

Risiko Tinggi Gangguan Pertukaran Gas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan oksigenasi adekuat pada jaringan dapat tercapai dengan kriteria hasil :

1.      Tidak ada keluhan sesak

2.      Tidak tampak tarikan dinding dada

3.      Klien bisa istirahat pada malam hari

4.      TTV dalam batas normal (RR 20-24 kali/ menit)

5.      Analisis gas darah dalam

1.      Auskultasi bunyi nafas, catat adanya mengi.

2.      Anjurkan klien untuk batuk efektif dan nafas dalam.

3.      Dorong untuk perubahan posisi sering.

4.      Koreksi keseimbangan asam basa.

5.      Berikan tambahan O2 6 liter/ menit.

6.      Kolaborasi :a.    RL 500 cc/ 24

jamb.    Digoxin 1-0-0

7.      Berikan furosemid 2-1-0

1.      Menyatakan adanya kongestif paru/ pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lebih lanjut.

2.      Membersihkan jalan nafas dan memudahkan oksigen.

3.      Membantu untuk mencegah atelektasis dan pneumonia.

4.      Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernapasan.

5.      Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.

6.      Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat mengurangi timbulnya edema dan dapat mencegah gangguan pertukaran gas.

7.      Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH.

Page 33: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

batas normal

Risiko Tinggi Terhadap Kelebihan Volume Cairan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik dengan kriteria hasil :

1.      Klien tidak sesak napas

2.      Intake dan output seimbang

3.      Pitting edema tidak ada

4.      Produksi urine › 600 ml/ hari

1.      Kaji adanya edema ekstremitas.

2.      Kaji tekanan darah.

3.      Kaji distensi vena jugularis.

4.      Ukur intake dan output

5.      Timbang berat badan.

6.      Beri posisi yang membantu drainase ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif.

7.      Kolaborasi :a.    Berikan diet

tanpa garam

1.      Curiga gagal kongestif/ kelebihan volume cairan.

2.      Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui denganm meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.

3.      Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.

4.      Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/ air, dan penurunan keluaran urine.

5.      Perubahan tiba-tiba berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.

6.      Meningkatkan venous return dan mendorong berkurangnya edema perifer.

7.      Sebagai terapi.a.    Natrium meningkatkan retensi

cairan dan meningkatkan volume plasma

b.    Berikan diuretik, contoh : furosemid

c.    Pantau data laboratorium

yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung.

b.    Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.

c.    Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.

Page 34: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

Risiko Tinggi Gangguan Perfusi Jaringan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan perfusi jaringan dengan kriteria hasil:

1.      Klien tidak mengeluh pusing

2.      TTV dalam batas normal :TD : 110-140/80-

90 mmHg

elektrolit dan kalium

1.      Auskultasi TD, bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri bila memungkinkan.

2.      Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.

3.      Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang sonde.

1.      Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel, hipertensi juga fenomena umum yang berhubungan dengan nyeri cemas karena pengeluaran katekolamin.

2.      Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tekanan perifer.

3.      Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran cerna, serta dampak penurunan elektrolit.

Nadi : 70-90 kali/menit

3.      CRT ‹ 3 detik4.      Urine › 600

ml/ hari

4.      Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas.

5.      Pantau urine output.

6.      Catat adanya murmur.

7.      Pantau frekuensi jantung dan irama.

8.      Berikan makanan kecil/ mudah dikunyah, batasi asupan kafein.

9.      Kolaborasi :

4.      Sebagai dampak gagal jantung kanan, jika berat akan ditemukan adanya tanda kongesti.

5.      Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya produksi urine, pemantauanyang ketat pada produksi urine ‹ 600 ml/ hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok kardiogenik.

6.      Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung.

7.      Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.

8.      Makanan besar dapat meningkatkan kerja miokardium. Kafein dapat merangsang langsung ke jantung sehingga meningkatkan frekuensi jantung..

9.      Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat.

Page 35: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

Pertahankan cara masuk heparin (IV) sesuai indikasi.

Nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri terkontrol dengan kriteria hasil:

1.      Skala nyeri 0 (0-5)

2.      Wajah tampak rileks

3.      Tidak terjadi penurunan perfusi perifer

4.      TTV dalam batas normal

1.      Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama dan penyebabnya.

2.      Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.

3.      Lakukan manajemen nyeri keperawatan:

a.    Atur posisi fisiologis.

b.    Istirahatkan klien.

c.    Berikan oksigen tambahan dengan nasa kanul atau masker sesuai dengan indikasi.

1.      Variasi penampilan dan perilaku klien karena terjadi sebagai temuan pengkajian.

2.      Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak.

3.      Memberi rasa rileks kepada klien.

a.    Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami iskemia.

b.    Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer, sehingga kebutuhan miokardium mneurun dan akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium yang membutuhkan O2 untuk menurunkan iskemia.

c.    Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sampai dengan iskemia.

d.   Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan

Page 36: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

d.   Manajemen lingkungan, lingkungan tenang dan batasi

pengunjung.e.    Ajarkan teknik

relaksasi pernapasan dalam.

f.     Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

g.    Lakukan manajemen sentuhan.

4.      Kolaborasi dalam pemberian terapi:

a.    Antiangina (nitrogliserin).

b.    Analgesik, morfin 2-5 mg intravena.

c.    Penyekat beta. Contoh: atenolol, tonormin, pridolol.

d.   Penyekat saluran kalsium. Contoh: diltiazem (prokardia).

membantu meningkatkan kondisi O2.

e.    Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan otak.

f.     Distraksi (pengalihan perhatian) dapat berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu mneurunkan nyeri.

g.    Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.

4.      Membantu proses pengontrolan nyeri.

a.    Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek vasodilatasi koroner.

b.    Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi kerja.

c.    Penghambat (adrenergik) beta menghambat reseptor beta 1 untuk pengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis, dengan demikian denyut jantung akan berkurang.

d.   Kalsium mengaktivasi kontraksi miokardium serta menambah beban kerja.

Intoleransi Aktivitas

Selama dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

1.      Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas khususnya bila klien

1.      Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek oabt (vasodilator), perpindahan cairan (diuretik atau pengaruh fungsi jantung).

Page 37: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

kebutuhan beraktivitas dan kebutuhan perawatan diri sendiri terpenuhi dengan kriteria :

1.      Tidak terjadi kelemahan dan kelelahan

2.      Tanda-tanda vital dalam batas normal

1.    TD: 110-140/80-90 mmHg

2.    Nadi: 70-90 kali/menitRR: 20 kali/menit

menggunakan vasodilator, diuretik, penyakit dada.

2.      Catat respon cardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.

3.      Kaji presipilator/ penyebab kelemahan.

4.      Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

5.      Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.

6.      Kolaborasi:Implementasikan program rehabilitasi jantung.

2.      Penurunan/ ketidakmampuan miocardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat meningkatkan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga meningkatkan kelemahan dan kelelahan.

3.      Kelemahan adalah efek samping dari beberapa obat.

4.      Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.

5.      Pemenuhan kebutuhan perawatan diri tanpa mempengaruhi atress miocard. Kebutuhan oksigen berlebihan.

6.      Peningkatan terhadap aktivitas menghindari kerja jantung/ konsumsi oksigen berlebihan.

Cemas Selama dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kecemasan klien berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :

1.      Klien

1.      Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan dan takut.

2.      Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan,

1.      Cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya.

2.      Reaksi verbal/ nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dab gelisah.

Page 38: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

menyatakan kecemasan berkurang

2.      Kooperatif terhadap tindakan

3.      Wajah rileks4.      Klien

mengenal perasaannya dengan mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya.

dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.

3.      Hindari konfrontasi.

4.      Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana pebuh istirahat.

5.      Tingkatkan kontrol sensasi klien.

3.      Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerjasama dan mungkin memperlambat pemyembuhan.

4.      Mengurangi ransangan eksternal yang tidak perlu.

5.      Kontrol sensasi klien dengan cara memberikan informasi mengenai keadaan klien.

Kurang Pengetahuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien mengerti mengenai kondisi, program pengobatan sehingga episode kekambuhan kearah yang lebih beratdapat dicegah dengan kriteria :1. Klien dapat menerima

6.      Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.

7.      Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.

8.      Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.

9.      Kolaborasi:Berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya diazepam.

6.      Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

7.      Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

8.      Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.

9.      Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

1. Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan

Page 39: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

keadaannya2. Klien dapat mengidentifikasi stress pribadi, faktor resiko dan beberapa tekhnik untuk mengatasi3. Klien mau melakukan perubahan pola hidup/ perilaku yang perlu

1. Diskusikan fungsi jantung normal, meliputi informasi sehubungan dengan perbedaan klien dari fungsi normal, jelaskan perbedaan antara serangan jantung dengan GJK.

2.Kuatkan rasional pengobatan.

3. Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan dan istirahat diantara aktivitas.4. Diskusikan pentingnya pembatasan natrium.5. Diskusikan obat, tujuan dan efek samping, berikan instruksi secara verbal dan tertulis. Anjurkan dan lakukan demonstrasi ulang kemampuan mengambil dan

ketaatan pada program pengobatan.

2. Klien percaya bahwa perubahan program pengobatan pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala. Pemahaman program, obat dan pembatasan dapat meningkatkan kerjasama untuk mengontrol gejala.

3. 3. Aktivitas berlebih dapat berlanjut menjadi kelemahan jantung, eksaserbasi kegagalan.

4.5.6. 4. Pemasukan diet natrium

diatas 3 gram/ hari akan menghasilkan efek diuretik.

7. 5. Pemahaman kebutuhan terapiutik dan pentingnya upaya pelaporan efek samping yang dapat mencegah komplikasi obat, cemas dapat menghambat pemasukan keseluruhan dan klien/ orang dekat dirujuk kemateri tulisan pada kertas untuk menyegarkan ingatan.

8. Meningkatkan pemantauan sendiri pada kondisi/ efek obat. Deteksi dini perubahan memungkinkan intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi seperti toksisitas digitalis.

9.10. 7. Menambahkan pada

kerangka pengetahuan dan memungkinkan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi sehubungan dengan kontrol kondisi dan mencegah berulang/ komplikasi, merokok potensial untuk vasokontriksi, pemasukan natrium meningkatkan pembentukan

Page 40: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

mencatat nadi harian dan kapan memberi tahu perawat.7. Jelaskan dan diskusikan peran klien dalam mengontrol faktor resiko dan faktor pencetus.

8. Bahas ulang tanda/ gejala yang memerlukan perhatian medik cepat, edema, nafas pendek, peningkatan kelelahan, batuk, hemaptisis, demam.9. Beri kesempatan klien/ orang terdekat untuk menanyakan, mendiskusikan masalah.

retensi/ edema air.11. 8. Pemantauan sendiri

meningkatkan tanggungjawab klien dalam pemeliharaan kesehatan dan alat mencegah komplikasi.

12.13.14. 9. Kondisi kronis dan

berulang/ menguatnya kondisi GJK sering melemahkan kemampuan koping.

2.2.4          Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi yang sudah di

tentukan sebelumnya. Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap

selanjutnya adalah mencatat intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respon

klien (Deswani, 2009).

Page 41: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan secara umum pada klien

dengan gagal jantung kongestif :

1.    Pemberian oksigen.

2.    Pembatasan aktivitas dan istirahat yang adekuat.

3.    Penurunan volume cairan tubuh.

4.    Pembatasan garam dan natrium.

5.    Pemberian digitalis, vasodilator dan diuretik.

6.    Pencegahan komplikasi.

7.    Pemberian informasi.

2.2.5          Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dalam proses

keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan

melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Lismidar, dkk.,

2005).

Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung.

1.    Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.

2.    Menunjukkan peningkatan curah jantung,

a.    Tanda-tanda vital kembali normal.

b.    Terhindar dari resiko penurunan perfusi jaringan.

c.    Tidak terjadi kelebihan volume cairan.

d.   Tidak sesak.

e.    Edema ekstremitas tidak terjadi.

3.    Menunjukkan penurunan kecemasan.

4.    Memahami penyakit dan tujuan perawatannya,

a.    Mematuhi semua aturan medis.

b.    Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan tanda-tanda dari

komplikasi.

c.    Menjelaskan proses terjadinya gagal jantung.

Page 42: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

d.   Menjelaskan alasan terjadinya pencegahan komplikasi.

e.    Mematuhi program perawatan diri.

f.     Menunjukkan pemahaman mengenai terapi farmakologi.

g.    Kebiasaan sehari-hari mencerminkan penyesuaian gaya hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996

Page 43: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf

NANDA,2012-2014. Panduan Diagnosa keperawatan NANDA 2012-2014 Definisi dan Klasifikasi. Philadhelpia.

Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982

Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (Eds). (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) (4th ed.). St. Louis: Mosby/Elsevier