Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf
-
Upload
marko-simpson -
Category
Documents
-
view
1.534 -
download
3
description
Transcript of Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Chf
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN CHF
I. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti Wajan Juni, 2011:153 ).
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom
tersebut, yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi
yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam
keadaan normal. Namun beberapa definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung
bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu
sindrom klinis akibat kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan suatu bentuk
respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu,
gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung
menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan
tekanan pengisian (Muttaqin Arif, 2012).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Ruhyanudin
Faqih, 2007).
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Kardiovaskuler
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan
jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan
otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar
kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Bentuk jantung
menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan disebut
juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis.
Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior),
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma, dan
pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah
papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus
kordis. Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya
kira-kira 250-300 gram. Di antara dua lapisan jantung ini terdapat lender sebagai
pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara pericardium pleura tidak
menimbulkan gangguan terhadap jantung. (Syaifuddin, 2003).
Jantung terdiri dari jaringan yang memiliki fungsi kontraksi. Dan hampir separuh
dari seluruh berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia berkontraksi dan
berelaksasi, maka timbul perubahan-perubahan tekanan di dalam jantung dan
pembuluh darah, yang menyebabkan pengaliran darah di seluruh jaringan tubuh.
Otot jantung, merupakan jaringan sel-sel yang bersifat “Kontraktif” (pegas) dan
terdapat di dalam atrium maupun ventrikel, serta memiliki kemampuan
meneruskan rangsang listrik jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian
otot-otot jantung. Tiap sel otot jantung di pisahkan satu sama lain oleh
“intercalated discs” dan cabang-cabangnya membentuk suatu anyaman di dalam
jantung. “intercalated discs” inilah yang dapat mempercepat hantaran rangsang
listrik potensial di antara serabut-serabut sel otot-otot jantung. Proses demikian itu
terjadi karena “intercalated discs” memiliki tahanan aliran listrik potensial yang
lebih rendah dibandingkan bagian otot jantung lainnya. Dan keadaan inilah yang
mempermudah timbulnya mekanisme “Excitation” di semua bagian jantung. Otot
bergaris jantung tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk ruang-ruang
jantung dan menjadikan jantung sebagai “a globular muscular organ”. Jaringan
serabut elastisnya membentuk suatu lingkaran yang mengelilingi katup-katup
jantung. Otot-otot atrium umumnya tipis dan terdiri dari dua lapisan yang berasal
dari sudut sebelah kanan jantung, sedangkan otot ventrikelnya lebih tebal dan
terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan superficial, lapisan tengah dan laipsan dalam.
Ventrikel kiri memiliki dinding 2-3 kali lebih tebal daripada dinding ventrikel
kanan dan mendominasi bangunan dasar otot jnatung dalam membentuk ruang-
ruangnya. Ketiga lapisan otot jantung tersebut berkesinambungan satu dengan
lainnya, dengan lapisan superficial berlanjut menjadi lapisan tengah dan lapisan
dalam. Di dalam ventrikel, ketiga lapisan otot jantung tersebut mengandung
berkas-berkas serabut otot (Masud Ibnu, 2012).
2. Fisiologi Kardiovaskuler
Darah yang terdapat di dalam jantung selalu dipompa keluar secara terus-menerus
dan setelah melalui sistem vaskuler, darah kembali ke jantung.
Sistem vaskuler yang dilaluinya dapat berupa sistem sirkulasi paru dan sistem
sirkulasi umum. Pembuluh darah pada kedua sistem tersebut terdiri dari 1)
pembuluh darah nadi (arteri) yang mengalirkan darah dari jantung ke jaringan sel-
sel tubuh dan 2) pembuluh darah balik (vena) yang mengalirkan darah dari
jaringan sel-sel tubuh ke jantung.
Pada orang normal, darah yang masuk ke jantung melalui vena cava, kemudian
akan dipompa ke sistem sirkulasi paru. Dan setelah mengalami oksigenasi di
dalam jaringan sel-sel paru, kemudian darah kembali ke jantung melalui
pembuluh darah balik (vena pulmonalis).
Selanjutnya darah dipompa keluar dari jantung melalui bilik kiri ke sistem
sirkulasi umum menuju ke seluruh jaringan sel-sel tubuh.
Pada keadaan normal, jumlah darah yang dapat dipompa oleh jantung sesuai
dengan jumlah darah yang masuk kembali ke jantung, sebesar 5 liter per menitnya
dan dapat meningkat pada olahraga yang berat sampai dengan 25-35 liter per
menit.
Sistem kardiovaskuler mengalirkan darah ke seluruh bagian tubuh dan
menyalurkan kembali ke jantung. Dengan jantung berkontraksi dan berelaksasi,
maka ia mampu mengalirkan darah di dalam sistem tersebut. Perubahan-
perubahan hemodinamik di dalam sistem tersebut menyebabkan perubahan
tekanan dan mengakibatkan terjadinya peristiwa aliran darah di dalamnya.
Perpaduan antara perubahan tekanan dan keadaan sistem kardiovaskuler,
memungkinkan terjadinya hemodinamik di sepanjang sistem kardiovaskuler.
Dan darah dapat kembali ke jantung, karena adanya perbedaan tekanan antara
jantung kiri dengan antrium kanan, dengan tekanan atrium kanan mendekati nol,
sedangkan tekanan kapiler di jaringan tetap lebih tinggi, sehingga memungkinkan
darah dari jaringan sel tubuh melalui vena kembali ke jantung.
Darah dipompa dari jantung kanan menuju jaringan paru untuk mengambil
oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida, kemudian kembali ke jnatung melalui
atrium kiri. Darah yang telah mengalami oksigenasi tersebut, selanjutnya dipompa
jantung ke sistem sirkulasi umum melalui aorta. Kemudian aorta membagi aliran
darah menuju ke cabang-cabang arteri dan subarteri yang terdapat di dalam
jaringan sel dan organ, yang arteriolanya kemudian bercabang membentuk
anyaman kapiler. Di bagian inilah terjadi pertukaran gas O2 dan CO2, serta
berdifusinya makanan, vitamin dan mineral serta di lain pihak darah akan
mengangkut kembali produk akhir metabolik dari jaringan-jaringan sel ke tempat
pembuangan. Dari kapiler, darah menuju ke venula dan selanjutnya darah
mengalir didalam sistem vena menuju ke jantung. Aliran darah balik ini akan
dipercepat kembali ke jantung oleh adanya aktivitas pengisap jnatung dan pompa
otot (Masud Ibnu, 2012).
C. Etiologi
Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung menurut (Ruhyanudin
Faqih, 2007) mencakup keadaan-keadaan yang :
1. Meningkatkan preload : regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel.
2. Meningkatkan afterload : stenosis aorta, hipertensi sistemik.
3. Menurunkan kontraktilitas ventrikel : IMA, kardiomiopati.
4. Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katup atrioventrikuler, perikarditif
konstriktif, tamponade jantung.
5. Gangguan sirkulasi : aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang
memulai respon mekanis.
6. Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan
memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme
yang meningkat.
7. Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi
terhadap ejeksi ventrikel kanan.
D. Klasifikasi
Ada empat kategori utama yang diklasifikasikan menurut (Udjianti Wajan Juni,
2011), yaitu sebagai berikut :
1. Backward versus forward failure
a. Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa
volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan meningkatkan
tekanan dalam ventrikel, atrium dan sistem vena balik untuk jantung sisi
kanan maupun jantung sisi kiri.
Tabel 2.1 : Manifestasi Klinis Pada Backward Failure
Kegagalan Ventrikel Kiri Kegagalan Ventrikel Kanan
1. Peningkatan volume dan tekanan dalam ventrikel kiri dan atrium kiri (preload)
2. Edema paru
1. Peningkatan volume dalam vena sirkulasi
2. Peningkatan tekanan atrium kanan (preload)
3. Hepatomegali dan splenomegali
4. Edema perifer dependen
b. Forward failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan
curah jantung, yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung
merupakan sistem tertutup, maka backward failure dan forward failure selalu
berhubungan satu sama lain.
Tabel 2.2 : Manifestasi Klinis Pada Forward FailureKegagalan Ventrikel Kiri Kegagalan Ventrikel Kanan
1. Penurunan curah jantung2. Penurunan perfusi jaringan3. Peningkatan sekresi hormone
renin, aldosteron dan ADH4. Peningkatan retensi garam
dan air5. Peningkatan volume cairan
ekstraseluler
1. Peningkatan volume darah2. Penurunan volume darah ke
paru
2. Low-output versus high-output syndrome
Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang
mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi perifer. Bila curah
jantung tetap normal atau di atas normal namun kebutuhan metabolic tubuh tidak
mencukupi, maka high-output syndrome terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan metabolik, seperti tampak pada hipertiroidisme, demam
dan kehamilan atau mungkin dipicu oleh kondisi hiperkinetik seperti fistula
arteriovenous, beri-beri atau penyakit paget’s.
3. Kegagalan akut versus kronik
Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung pada
seberapa cepat sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari
kegagalan ventrikel kiri mungkin karena infark miokard, disfungsi katup, atau
krisis hipertensi. Kejadiannya berlangsung demikian cepat di mana mekanisme
kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi edema paru dan
kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).
Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relative cukup lama dan
biasanya merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan
mekanisme kompensasi yang efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat
disebabkan oleh hipertensi, penyakit katup, atau penyakit paru obstruksi kronis/
menahun.
4. Kegagalan ventrikel kanan versus ventrikel kiri
Kegagalan ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua contoh
kegagalan jantung dimana hanya satu sisi jantung yang dipengaruhi. Secara tipikal
disebabkan oleh penyakit hipertensi. Coronary Artery Disease (CAD), dan
penyakit katup jantung sisi kiri (mitral dan aorta). Kongesti pulmoner dan edema
paru biasanya merupakan gejala segera (onset) dari gagal jantung kiri.
Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup
trikuspidalis atau pulmonal. Hipertensi pulmoner juga mendukung
berkembangnya kegagalan jantung kanan, peningkatan kongesti atau bendungan
vena sistemik dan edema perifer.
Tabel 2.3 : Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kiri dan KananGagal Jantung Kiri Gagal Jantung Kanan
1. Volume dan tekanan ventrikel kiri serta atrium kiri meningkat
2. Volume pulmonal meningkat3. Edema paru4. Curah jantung menurun sehingga
perfusi jaringan menurun5. Darah ke ginjal dan kelenjar
menurun
1. Letagri dan diaphoresis2. Dispnea / orthopnea / PND3. Palpitasi (berdebar-debar)4. Pernafasan Cheyne-Stokes5. Batuk (hemoptoe)6. Ronkhi basah bagian basal paru7. Terdengar BJ3 dan BJ4 / irama
Gallop’s8. Oliguria atau anuria9. Pulsus Alternans
1. Volume vena sistemik meningkat2. Volume dalam organ / sel
meningkat3. Hati membesar4. Limpa membesar5. Dependen edema6. Hormon retensi air dan
Na+meningkat sehingga reabsorbsi meningkat
7. Volume cairan ekstrasel meningkat
8. Volume darah total meningkat
1. Edema tungkai / tumit2. Central Venous Pressure (CVP)
meningkat3. Pulsasi vena jugularis4. Bendungan vena jugularis / JVP
meningkat5. Distensi abdomen, mual dan tidak
nafsu makan6. Asites
7. Berat badan meningkat8. Hepatomegali (lunak dan nyeri
tekan)9. Splenomegali10. Insomnia
Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya seperti
klasifikasi gagal jantung kongestif menurut New York Heart Association (NYHA).
Tabel 2.4 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut NYHAKELAS DEFINISI ISTILAH
I Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa pembatasan aktivitas fisik.
Disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik.
II Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan sedikit pembatasan aktivitas fisik.
Gagal jantung ringan.
III Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan banyak pembatasan ativita fisik.
Gagal jantung sedang.
IV Klien dengan gagal jantung yang segala bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan keluhan.
Gagal jantung berat.
Menurut Stephen G. Ball, dkk., 1996 (Muttaqin Arif, 2009)
E. Tanda Dan Gejala
1. Gagal jantung kiri : dispnoe, fatigue, ortopnea, dispnoe noktural
paroksismal, batuk, pembesaran jantung, gallop ritme, bunyi jantung
tambahan S3/S4, pernafasan chines stoke, takikardi, ronchi, congesti vena
pulmonal.
2. Gagal jantung kanan : Fatigue, edema, liver angorgement, anoreksia,
kembung, pembesaran jantung kanan, gallop ritme pada atrium kanan,
murmur, peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hydrothorax,
peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan pitting oedema (Ruhyanudin
Faqih, 2007).
F. Patofisiologi
Bila reservesi jantung normal untuk berespons terhadap stress tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga,
pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mnegakibatkan
gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan
kegagalan, respons fisiologis tertentu pada penurunan cucrah jantung adalah
penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan
perfusi organ vital tetap normal.
Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi :
1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons
simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis merangsang
pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.
Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan
curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokontriksi untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke
orgab-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini
bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokontriksi
akan meningkatkan aliran darah balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hokum starling.
Pada keadaan gagal jantung, baroresptor diaktivasi sehingga menyebabkan
peningkatan aktivitas simpatis pada jantung, ginjal dan pembuluh darah perifer.
Angiotensin II dapat meningkatkan aktivitas simpatis tersebut.
Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar
noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokontriksi,
takikardia, serta retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga
dapat menyebabkan nekrosis sel otot jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan
dengan observasi yang menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada
miokardium mnejadi berkurang pada gagal jantung kronis.
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon
Aktivasi sistem rennin - angiotensin - aldosteron (RAA) menyebabkan retensi
natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.
Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai
dengan hokum starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkna aktivasi sistem
RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat serta mempertahankan tekanan
darah.
Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak
berbatasan dengan arteriol renal eferen dan bersebalahan dengan macula densa
pada tubulus distal. Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen
(sebagian besar berasal dari hati) angiotensin I.
Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada membrane plasma sel
endotel akan memecah dua asam amino dan angiotensin I untuk membentuk
angiotensin II. Angiotensin II memiliki beberapa fungsi penting untuk memelihara
homeostasis sirkulasi, yaitu merangsang konstriksi arteriol pada ginjal dan
sirkulasi sistemis, serta mereabsorbsi natrium pada bagian proksimal nefron.
Angiotensin II juga menstimulasi korteks adrenal untuk menskresi akdosteron,
yang akan merangsang reabsorbsi natrium (dalam pertukaran dengan kalium) pada
bagina distal dari nefron, serta di usus besar, kelenjar saliva dan kelenjar keringat.
Renin diskresikan pada keadaan menurunnya tekanan darah, kekurangan natrium
dan peningkatan aktivitas simpatis ginjal.
Angiotensin I sebagina besar kemudian diubah di paru-paru menjadi angiotensin
II, suatu zat presor yang poten, oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE
juga dapat memecah bradikinin dan bekerja pada sejumlah peptide lain.
Angiotensin II dipecah secara cepat oleh enzim non-spesifik yang disebut
angiotensinase. Angiotenisn II memegang peran utama dalam sistem RAA karena
meningkatkan tekanan darah dengan beberapa cara seperti vasokontriksi, retensi
garam dan cairan dan takikardia.
Peptida natriretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk ke dalam
sirkulasi. Sekresinya terutama dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada dinding
atrium atau ventrikel, biasanya akibat peningkatan tekanan pengisian atrium atau
ventrikel. PNA menyebabkan dilatasi dari arteri yang mengalami konstriksi akibat
neurohormon lain serta meningkatkan ekskresi garam dan air.
3. Hipertrofi ventrikel
Respon terhadap kagagaln jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau
bertembahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium, bergantung pada jenis bebasn hemodinamika
yang mengakibatkna gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara parallel
atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya
stenosis aorta, akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan
ukuran runag di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume seperti
pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan
dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bartambahnya jumlah
sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai
hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.
4. Volume cairan berlebih
Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang
besar. Karena setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang
terbatas, maka peningkatan volume sekuncup dicapai dengan peningkatan kumlah
sarkomer seri, yang akan menyebabkan peningkatan volume ventrikel. Pelebaran
ini membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat menimbulkan
tekanan intraventrikel yang sama sehingga membutuhkan peningkatan jumlah
myofibril parallel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan dinding
ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebih menyebabkan pelebaran runag
hipertrofi eksentrik.
Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada
keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah
jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal
jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif (Muttaqin Arif,
2012).
G. Komplikasi
Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai
berikut :
1. Efusi pleura
Di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari
kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus
bawah darah.
2. Aritmia
Pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia,
biasanya disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan
kematian mendadak.
3. Trombus ventrikuler kiri
Pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri dan
penurunan kardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus
pada ventrikel kiri. Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas
dari ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi.
Pembentukan emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat disebabkan dari
Cerebrivaskular accident (CVA).
4. Hepatomegali
Karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan
perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.
H. Penatalaksanaan Medis
Pada tahap simtomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti
cepat capek atau fatigue, sesak nafas (dyspnea in effort, orthopnea), kardiomegali,
peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali dan oedema sudah jelas,
maka dengan diagnosis gagal jantung mudah di buat. Tetapi bila syndrome
tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri/LV
disfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan keluhan di atas yang
hilang timbul tidak khas, sehingga harus di topang oleh pemeriksaan foto rontgen,
echocardigrafi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombal pengobatan gagal
jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau
Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik
sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai
setelah diuretic dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikuler (fibrilasi atrium atau SVT
lainnya) atau ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan.
Intoksikasi sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin
meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang dari 3,5 meq/L).
Aldosteron antagonis di pakai untuk memperkuat efek diuretic atau pada pasien
hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas
dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretic-vasodilatasi seperti Brain N Atriuretic
Peptide (Nesiritide) masih dalam penellitian. Pemakaian alat bantu seperti Cardiac
Resychronization Therapy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra
Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati mendadak pada gagal jantung
akibat iskemia maupun non-iskemia. Dapat memperbaiki status fungsional dan
kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi degenerasi miokard,
masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat
ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan
penelitian lanjut (Sudoyo Ary W., 2007)
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Electrocardiography (ECG)
Didapatkan gambaran perpanjangan interval QRS karena perubahan massa otot
ventrikel yang akan meningkatkan lama aktivitas ventrikel. Meningginya
gelombang R karena peningkatan massa otot jantung yang dilalui potensial listrik.
Adanya massa otot yang semakin menebal maka kesempatan repolarisasi akan
diberikan pada endocardium terlebih dahulu. Keadaan ini akan mengakibatkan
gambaran RS – T mengalami depresi dan gelombang T terbalik pada sadapan 5
dan 6. Pada sadapan 1 dan 2 tampak adanya gambaran gelombang S yang sangat
dalam dan didapatkan R yang meninggi melebihi 20 mm.
2. Sonogram (echocardiogram)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran ventrikel, perubahan dalam fungsi/
struktur katup atau area penurunan kontraktilitan ventrikuler.
3. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
kanan maupun kiri dan stenosis katup maupun insufisiensi. Juga mengkaji patensi
arteri koroner. Zat kontras yang disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan
ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/ perubahan kontraktilitas.
4. X-ray Thoraks
Ditemukan adanya pembesaran jantung yang disertai adanya pembendungan
cairan di paru karena hipertensi pulmonal. Tempat adanya infiltrate precordial
kedua paru dan efusi pleura.
5. Laboratorium
Secara umum dapat ditemukan penurunan Hb dan hematokrit karena adanya
hemodilusi. Jumlah leukosit meningkat, bila sangat meninggi mungkin
disebabkan oleh adanya infeksi endokarditis yang akan memperberat jantung.
Keadaan asam basa tergantung pada keadaan metabolism, masukan kalori,
keadaan paru dan fungsi ginjal. Kadar natrium darah sedikit menurun walaupun
kadar natrium total bertambah. Berat jenis urine meningkat. Enzim hepar mungkin
meningkat dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratorik ringan atau hipoksia dengan peningkatan pCO2. BUN dan kreatinin
menunjukkan penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin serum mungkin
menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis
protein dalam hepar yang mengalami kongesti. Kecepatan sedimentasi
menunjukkan adanya inflamasi akut.
6. Ultrasonography (USG)
Didapatkan gambaran cairan bebas dalam rongga abdomen dan gambaran
pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan lien kadang sulit diperiksa
secara manual saat disertai asites (Doenges Marilyn E., dkk., 2000).
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Menurut American Nursing Association (ANA) proses keperawatan
adalah suatu metode yang sistematis yang diberikan kepada individu, keluarga dan
masyarakat dengan berfokus pada respon unik dari individu, keluarga, dan
masyarakat terhadap masalah kesehatan yang potensial maupun aktual. ( Marilynn
E. Doengoes, dkk .2000 : 6 ).
Di dalam memberikan asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau
langkah-langkah proses keperawatan yaitu ; pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan
pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberi arah
kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung
pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian (Lismidar, dkk., 2005).
1. Identitas
a. Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Identitas Penanggungjawab terdiri dari : nama, hubungan dengan klien,
pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas, nyeri dan kelemahan
saat beraktivitas.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu :
1) P : Provoking incident, kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat, sesuai dengan gangguan pada jantung.
2) Q : Quality of pain, seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan
aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap
beraktivitas klien merasakan sesak nafas.
3) R : Region, apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi
keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disetai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan.
4) S : Severity (scale) of pain, Kaji rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam
beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
5) T : Time, sifat mula timbulnya, keluhan kelemahan beraktivitas biasanya
timbul perlahan. Lama timbulnya kelemahan saat beraktivitas biasanya
setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya
klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes
mellitus, dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang
lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat
diuretic, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping
yang terjadi di masa lalu. Alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali
klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,
anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab
kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia
muda merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual, meliputi :
a. Aktivitas/ istirahat
Klien biasanya mengeluh mengalami keletihan/kelelahan terus-menerus sepanjang
hari, insomnia, nyeri dada pada saat beraktivitas dan dispnea pada saat istirahat.
b. Sirkulasi
Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, infark miokard baru/ akut, episode
GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok
septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
c. Integritas ego
Klien menyatakan ansietas, khawatir dan takut. Stress yang berhubungan dengan
penyakit/keprihatinan financial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
d. Eliminasi
Klien menyatakan penurunan dalam berkemih, urine klien berwarna gelap, suka
berkemih pada malam hari (nokturia), diare/kontipasi.
e. Makanan/cairan
Klien manyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual/muntah,
bertambahnya berat badan secara signifikan.
f. Hygiene
Klien menyatakan merasa letih/lemah, kelelahan yang dirasakan klien yaitu
selama aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensori
Klien menyatakan tubuhnya lemah, suka merasakan pusing, dan terkadang
mengalami pingsan.
h. Nyeri/kenyamanan
Klien mengeluh nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
i. Pernapasan
Klien menyatakan dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit
kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
j. Keamanan
Klien menyatakan mengalami perubahan dalam fungsi mental, kehilangan
kekuatan, tonus otot, kulit lecet.
k. Interaksi sosial
Klien menyatakan sudah jarang mengikuti kegiatan sosial yang biasa dilakukan.
l. Pembelajaran/pengajaran
Klein menyatakan menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misal :
penyekat saluran kalsium
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik
atau composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf
pusat.
b. Tanda-Tanda Vital : TD :
Nadi :
Respirasi :
Suhu :
c. Pengkajian persistem
1) B1 (breathing)
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dipsnea, ortopnea, dispnea
nocturnal pasroksismal, batuk dan edema pulmonal akut, takipnea. Adanya
sputum mungkin bersemu darah.
2) B2 (Blood)
a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan
fisik dan adanya edema ektremitas. Ujung jari kebiruan, bibir pucat abu-
abu.
b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
c) Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya
ditemukan apabila gagal jantung adalah kelainan katup. Irama jantung
disritmia. Bunyi jantung S3 (Gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi.
S1 dan S2 mungkin melemah.
d) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali).
3) B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya composmentis. Sering ditemukan sianosis perifer
apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi
wajah meringis, menangis, merintihm meregang dan menggeliat.
4) B4 ( Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan.
Perawat perlu memonitor adanya oliguruia karena merupakan tanda awal dari
syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan
yang parah. Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari
(nokturia).
5) B5 ( Bowel)
a) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam
pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen,
suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen
ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami
distress pernapasan.
b) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan
stasis vena didalam rongga abdomen.
6) B6 ( Bone)
a) Ektremitas
Pada ujung jari terjadi kebiruan dan pucat. Warna kulit pucat dan sianosis.
b) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya
dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini
sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi
ventrikel.
c) Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah
jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai
oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energy yang digunakan untuk bernapas dan insomnia
yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan
keletihan. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit atau anoreksia.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal jantung kongestif, yakni :
a. Ekokardiografi,
b. Rontgen Toraks, dan
c. Elektrokardiografi
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis
keperawatan (Deswani, 2009).
1. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data
tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan
dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Deswani, 2009).
Tabel 2.4 Analisa DataNo Symptom Etiologi Problem1
2
DS: Klien mengeluh “mudah
lelah, nyeri dada kiri dan uluhati, sesak nafas, sering terbangun pada malam hari saat tidur.”DO:
Tekanan darah bisa meningkat (hipertensi/ hipotensi), nadi lemah, terdengar suara gallop ventrikel dan gallop atrium (S3 clan S4), keringat dingin, ronchi +/+, sianosis nyeri dada, edema tungkai+/+, EKG: ST depresi V2 dan V4, rasio R/S V1, V6 urine sedikit ±300 – 500 cc perhari, nafas cepat.
DS: Klien mengeluh “nafasnya
sesak dan sering terbangun pada malam hari karena sesak nafas dan batuk-batuk”DO:
Iskemik miokard
Kerusakan otot-otot miokard
Kemampuan/ kontrak tilitas miokard menurun
Menurunnya kemampuan pompa ventrikel
Isi sekuncup
Curah jantung menurun/ cardiac output menurun
Gagal jantung kiri → Hambatan aliran
pulmonal→ Bendungan vena
pulmonal → Edema paru → tekanan hidrostatik
Resiko Penurunan curah jantung
Resiko gangguan pertukaran gas
Ujung jari dan kuku tampak kebiruan, ronchi (+/+), nafas cepat tampak tarikan dinding dada
Ht: 34,6 Albumin: 2,6
menurun dan tekanan osmotic menurun
Tertimbunnya cairan kedalam intestinal atau
alveoli
Gangguan ventilasi dan difusi O2 dan Co2
Gangguan pertukaran gas
3
4
DS: Klien menyatakan “bila
berjalan terasa berat, sesak nafas, lebih enak tidur dengan posisi setengah duduk, kencing sedikit”DO:
Tungkai tampak bengkak/ edema, jumlah kencing sedikit 300-500 cc/ hari, tempak bendungan vena jugularis, ronchi (+) respirasi nafas cepat, terdengar bunyi jantung S3 dan nadi lemah
Ht: 34,6 Albumin: 2,6
DS: Klien mengeluh “tangan
dan kaki lemas, sulit untuk menelan, nyeri perut”DO:
Curah jantung menurun
Aliran darah tidak efektif
Sekresi renin dan ADH
Reabsorbsi ditubuli dista dan reabsorbsi Na+ditubuli
distal
Retensi Na+ dan air
Kelebihan volume plasma
Transudasi cairan
Resiko tinggi Kelebihan volume cairan
Resiko gangguan perfusi jaringan
5
Klien tampak berbaring di tempat tidur, oliguri, tampak edema, perubahan suhu kulit,
DS: Klien mengeluh “nyeri dada
kiri pada saat beraktivitas”.DO: Klien tampak meringis kesakitan, wajah tampak tegang dan gelisah, tangan mengepal.
Edema
Curah jantung menurun
Hipertrofi ventrikel
Pemendekan miokard
Aliran darah ke jantung dan otak menurun
Curah jantung menurun
Penurunan suplai O2 ke miokardium
Nekrosis Sel
Nyeri
Nyeri
6 DS: Klien mengeluh “tenaganya
lemah, cepat lelah, sesak nafas, nafsu makan menurun”DO:
Klien tampak berbaring di tempat tidur, tampak kebiruan/ sianosis pada ujung jari dan kuku, tungkai tampak edema, keringat dingin, lemah
Curah jantung menurun
Aliran darah menurun
Suplai nutrisi dan oksigen menurun
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
7 DS: Klien menyatakan “klien
takut dengan keadaanya, klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan, khawatir, stress
Kondisi dan prognosis penyakit
Cemas
8
berhubungan dengan keprihatinan financial”DO:
Klien tampak cemas
DS: Klien menyatakan “klien
bingung dengan keadaan penyakitnya, klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan”DO:-
Kurangnya informasi/ kesalahan persepsi tentang
penyakit gagal jantung
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan program pengobatan
2. Rumusan Diagnosa
a. Resiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal yang
ditandai dengan klien mengeluh “mudah lelah, nyeri dada kiri dan uluhati, sesak
nafas, sering terbangun pada malam hari saat tidur”, tekanan darah bisa meningkat
(hipertensi/ hipotensi), nadi lemah, terdengar suara gallop ventrikel dan gallop
atrium (S3 clan S4), keringat dingin, ronchi +/+, sianosis nyeri dada, edema
tungkai +/+, EKG: ST depresi V2 dan V4, rasio R/S V1, V6 urine sedikit ±300 –
500 cc perhari, nafas cepat.
b. Resiko gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan,
kongesti paru akibat sekunderdari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi
cairan interstitial yang ditandai dengan klien mengeluh “nafasnya sesak dan sering
terbangun pada malam hari karena sesak nafas dan batuk-batuk serta dispnea saat
beraktivitas”, ujung jari dan kuku tampak kebiruan, ronchi(+/+), nafas cepat
tampak tarikan dinding dada, Ht: 34,6, Albumin: 2,6.
c. Resiko terhadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan
cairan sistemis, perembesan cairan interstial di sistemis akibat sekunder dari
penurunan curah jantung, gagal jantung kanan yang ditandai dengan klien
menyatakan “bila berjalan terasa berat, sesak nafas, lebih enak tidur dengan posisi
setengah duduk, kencing sedikit”, tungkai tampak bengkak/ edema, jumlah
kencing sedikit 300-500 cc/ hari, tempak bendungan vena jugularis, ronchi (+)
respirasi nafas cepat, terdengar bunyi jantung S3 dan nadi lemah, Ht: 34,6,
Albumin: 2,6.
d. Resiko gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan menurunnya curah
jantung yang ditandai dengan klien mengeluh “tangan dan kaki lemas, sulit untuk
menelan, nyeri perut”, klien tampak berbaring di tempat tidur, oliguri, tampak
edema, perubahan suhu kulit.
e. Nyeri yang berhubungan dengan nekrosis sel yang ditandai dengan klien
mnegeluh “nyeri dada kiri pada saat beraktivitas”, klien tampak meringis
kesakitan, wajah tampak tegang dan gelisah, tangan mengepal.
f. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan dengan akibat sekunder dari penurunan
curah jantung yang ditandai dengan klien mengeluh “tenaganya lemah, cepat
lelah, sesak nafas, nafsu makan menurun”, klien tampak berbaring di tempat tidur,
tampak kebiruan/ sianosis pada ujung jari dan kuku, tungkai tampak edema,
keringat dingin, lemah.
g. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status
kesehatan, situasi kritis, ancaman, atau perubahan kesehatan yang ditandai
dengan klien menyatakan “klien takut dengan keadaannya, klien bertanya tentang
kondisi dan pengobatan”, klien tampak cemas.
h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan yang berhubungan
dengan kurangnya pemahaman, kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung, penyakit, kegagalan yang ditandai dengan adanya pertanyaan, pernyataan
masalah, kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah yang
ditandai dengan klien mengatakan “klien bingung dengan keadaan penyakitnya,
klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan”.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Paduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan/atau tindakan
yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu klien
mencapai hasil yang diharapkan (Deswani, 2009).
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Rencana Keperawatan
Rasional
Risiko Tinggi Penurunan Curah Jantung
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan penurunan curah jantung dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1. Tekanan darah dalam batas normal (systole : 110-140 mmHg dan Diastole: 80-90 mmHg)
2. CRT kurang dari 3 detik
3. Produksi urine › 30 ml/ jam
4. Nadi 70-90 kali/ menit
5. Tidak terjadi aritmia
6. Bebas gejala gagal jantung
1. Kaji dan laporkan tanda penurunan curah jantung.
2. Periksa keadaan klien dengan mengauskultasi nadi apikal: kaji frekuensi, irama jantung (dokumnetasi disritmia, bila tersedia telemetri).
3. Catat bunyi jantung.
4. Palpasi nadi perifer.
1. Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan MI yang lebih dari 24 jam
2. Biasanya terjadi takikardia meskipun pada saat istirahat untuk mengompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel, KAP, PAT, MT, PVC, dan AF disritmia umum berkenaan dengan GJK meskipun lainnya juga terjadi.
3. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi murmur dapat menunjukkan inkompetensi/ stenosis mitral.
4. Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya nadi, radial, popiteal, dorsalis pedis, dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi.
5. Pantau adanya keluaran urine, catat keluaran dan kepekatan urine.
5. Ginjal berespons untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium.
6. Untuk menurunkan beban kerja
6. Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal.
7. Atur posisi tirah baring yang idel. Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20-30 cm.
8. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan yang tenang.
9. Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul/ masker sesuai dengan indikasi.
10. Hindari manuver dinamik seperti berjongkok sewaktu melakukan BAB dan mengepal-ngepalkan tangan.
jantung, tirah baring membantu dalam menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume intravaskular melalui induksi diuresis berbaring.
7. Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung dan paru berkurang, kongesti paru berkurang, serta penekanan hepar ke diafragma menjadi minimal.
8. Stress emosi menghasilkan vasokontriksi yang terkait, meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi/ kerja jantung.
9. Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium guna melawan efek hipoksia/ iskemia.
10. Berjongkok dapat meningkatkan aliran balik vena dan retensi arteri sistemik secara simultan menyebabkan kenaikan volume sekuncup dan tekanan arteri. Dan latihan isometrik dapat meningkatkan
11. Kolaborasi untuk pemberian diet jantung.
12. Pemberian cairan IV,
resistensi arteril sistemik, tekanan darah dan ukuran jantung, latihan ini dapat meningkatkan beban kerja jantung.
11. Dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot jantung minimal dan status nutrisi terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan klien.
12. Oleh karena adanya peningkatan
pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi, hindari cairan garam.
13. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
14. Kolaborasi untuk pemberian obat.
tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat menoleransi peningkatan volume cairan. Pasien juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.
13. Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto dada menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
14. Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
Risiko Tinggi Gangguan Pertukaran Gas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan oksigenasi adekuat pada jaringan dapat tercapai dengan kriteria hasil :
1. Tidak ada keluhan sesak
2. Tidak tampak tarikan dinding dada
3. Klien bisa istirahat pada malam hari
4. TTV dalam batas normal (RR 20-24 kali/ menit)
5. Analisis gas darah dalam
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya mengi.
2. Anjurkan klien untuk batuk efektif dan nafas dalam.
3. Dorong untuk perubahan posisi sering.
4. Koreksi keseimbangan asam basa.
5. Berikan tambahan O2 6 liter/ menit.
6. Kolaborasi :a. RL 500 cc/ 24
jamb. Digoxin 1-0-0
7. Berikan furosemid 2-1-0
1. Menyatakan adanya kongestif paru/ pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lebih lanjut.
2. Membersihkan jalan nafas dan memudahkan oksigen.
3. Membantu untuk mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernapasan.
5. Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.
6. Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat mengurangi timbulnya edema dan dapat mencegah gangguan pertukaran gas.
7. Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH.
batas normal
Risiko Tinggi Terhadap Kelebihan Volume Cairan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik dengan kriteria hasil :
1. Klien tidak sesak napas
2. Intake dan output seimbang
3. Pitting edema tidak ada
4. Produksi urine › 600 ml/ hari
1. Kaji adanya edema ekstremitas.
2. Kaji tekanan darah.
3. Kaji distensi vena jugularis.
4. Ukur intake dan output
5. Timbang berat badan.
6. Beri posisi yang membantu drainase ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif.
7. Kolaborasi :a. Berikan diet
tanpa garam
1. Curiga gagal kongestif/ kelebihan volume cairan.
2. Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui denganm meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
3. Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.
4. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/ air, dan penurunan keluaran urine.
5. Perubahan tiba-tiba berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.
6. Meningkatkan venous return dan mendorong berkurangnya edema perifer.
7. Sebagai terapi.a. Natrium meningkatkan retensi
cairan dan meningkatkan volume plasma
b. Berikan diuretik, contoh : furosemid
c. Pantau data laboratorium
yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung.
b. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c. Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.
Risiko Tinggi Gangguan Perfusi Jaringan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan perfusi jaringan dengan kriteria hasil:
1. Klien tidak mengeluh pusing
2. TTV dalam batas normal :TD : 110-140/80-
90 mmHg
elektrolit dan kalium
1. Auskultasi TD, bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri bila memungkinkan.
2. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.
3. Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang sonde.
1. Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel, hipertensi juga fenomena umum yang berhubungan dengan nyeri cemas karena pengeluaran katekolamin.
2. Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tekanan perifer.
3. Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran cerna, serta dampak penurunan elektrolit.
Nadi : 70-90 kali/menit
3. CRT ‹ 3 detik4. Urine › 600
ml/ hari
4. Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas.
5. Pantau urine output.
6. Catat adanya murmur.
7. Pantau frekuensi jantung dan irama.
8. Berikan makanan kecil/ mudah dikunyah, batasi asupan kafein.
9. Kolaborasi :
4. Sebagai dampak gagal jantung kanan, jika berat akan ditemukan adanya tanda kongesti.
5. Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya produksi urine, pemantauanyang ketat pada produksi urine ‹ 600 ml/ hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok kardiogenik.
6. Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung.
7. Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.
8. Makanan besar dapat meningkatkan kerja miokardium. Kafein dapat merangsang langsung ke jantung sehingga meningkatkan frekuensi jantung..
9. Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat.
Pertahankan cara masuk heparin (IV) sesuai indikasi.
Nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri terkontrol dengan kriteria hasil:
1. Skala nyeri 0 (0-5)
2. Wajah tampak rileks
3. Tidak terjadi penurunan perfusi perifer
4. TTV dalam batas normal
1. Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama dan penyebabnya.
2. Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
3. Lakukan manajemen nyeri keperawatan:
a. Atur posisi fisiologis.
b. Istirahatkan klien.
c. Berikan oksigen tambahan dengan nasa kanul atau masker sesuai dengan indikasi.
1. Variasi penampilan dan perilaku klien karena terjadi sebagai temuan pengkajian.
2. Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak.
3. Memberi rasa rileks kepada klien.
a. Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami iskemia.
b. Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer, sehingga kebutuhan miokardium mneurun dan akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium yang membutuhkan O2 untuk menurunkan iskemia.
c. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sampai dengan iskemia.
d. Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan
d. Manajemen lingkungan, lingkungan tenang dan batasi
pengunjung.e. Ajarkan teknik
relaksasi pernapasan dalam.
f. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
g. Lakukan manajemen sentuhan.
4. Kolaborasi dalam pemberian terapi:
a. Antiangina (nitrogliserin).
b. Analgesik, morfin 2-5 mg intravena.
c. Penyekat beta. Contoh: atenolol, tonormin, pridolol.
d. Penyekat saluran kalsium. Contoh: diltiazem (prokardia).
membantu meningkatkan kondisi O2.
e. Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan otak.
f. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu mneurunkan nyeri.
g. Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
4. Membantu proses pengontrolan nyeri.
a. Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek vasodilatasi koroner.
b. Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi kerja.
c. Penghambat (adrenergik) beta menghambat reseptor beta 1 untuk pengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis, dengan demikian denyut jantung akan berkurang.
d. Kalsium mengaktivasi kontraksi miokardium serta menambah beban kerja.
Intoleransi Aktivitas
Selama dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas khususnya bila klien
1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek oabt (vasodilator), perpindahan cairan (diuretik atau pengaruh fungsi jantung).
kebutuhan beraktivitas dan kebutuhan perawatan diri sendiri terpenuhi dengan kriteria :
1. Tidak terjadi kelemahan dan kelelahan
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
1. TD: 110-140/80-90 mmHg
2. Nadi: 70-90 kali/menitRR: 20 kali/menit
menggunakan vasodilator, diuretik, penyakit dada.
2. Catat respon cardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
3. Kaji presipilator/ penyebab kelemahan.
4. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.
6. Kolaborasi:Implementasikan program rehabilitasi jantung.
2. Penurunan/ ketidakmampuan miocardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat meningkatkan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga meningkatkan kelemahan dan kelelahan.
3. Kelemahan adalah efek samping dari beberapa obat.
4. Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
5. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri tanpa mempengaruhi atress miocard. Kebutuhan oksigen berlebihan.
6. Peningkatan terhadap aktivitas menghindari kerja jantung/ konsumsi oksigen berlebihan.
Cemas Selama dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kecemasan klien berkurang atau hilang dengan kriteria hasil :
1. Klien
1. Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan dan takut.
2. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan,
1. Cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya.
2. Reaksi verbal/ nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dab gelisah.
menyatakan kecemasan berkurang
2. Kooperatif terhadap tindakan
3. Wajah rileks4. Klien
mengenal perasaannya dengan mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya.
dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.
3. Hindari konfrontasi.
4. Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana pebuh istirahat.
5. Tingkatkan kontrol sensasi klien.
3. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerjasama dan mungkin memperlambat pemyembuhan.
4. Mengurangi ransangan eksternal yang tidak perlu.
5. Kontrol sensasi klien dengan cara memberikan informasi mengenai keadaan klien.
Kurang Pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien mengerti mengenai kondisi, program pengobatan sehingga episode kekambuhan kearah yang lebih beratdapat dicegah dengan kriteria :1. Klien dapat menerima
6. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
7. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.
8. Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.
9. Kolaborasi:Berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya diazepam.
6. Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
7. Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
8. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.
9. Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
1. Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan
keadaannya2. Klien dapat mengidentifikasi stress pribadi, faktor resiko dan beberapa tekhnik untuk mengatasi3. Klien mau melakukan perubahan pola hidup/ perilaku yang perlu
1. Diskusikan fungsi jantung normal, meliputi informasi sehubungan dengan perbedaan klien dari fungsi normal, jelaskan perbedaan antara serangan jantung dengan GJK.
2.Kuatkan rasional pengobatan.
3. Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan dan istirahat diantara aktivitas.4. Diskusikan pentingnya pembatasan natrium.5. Diskusikan obat, tujuan dan efek samping, berikan instruksi secara verbal dan tertulis. Anjurkan dan lakukan demonstrasi ulang kemampuan mengambil dan
ketaatan pada program pengobatan.
2. Klien percaya bahwa perubahan program pengobatan pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala. Pemahaman program, obat dan pembatasan dapat meningkatkan kerjasama untuk mengontrol gejala.
3. 3. Aktivitas berlebih dapat berlanjut menjadi kelemahan jantung, eksaserbasi kegagalan.
4.5.6. 4. Pemasukan diet natrium
diatas 3 gram/ hari akan menghasilkan efek diuretik.
7. 5. Pemahaman kebutuhan terapiutik dan pentingnya upaya pelaporan efek samping yang dapat mencegah komplikasi obat, cemas dapat menghambat pemasukan keseluruhan dan klien/ orang dekat dirujuk kemateri tulisan pada kertas untuk menyegarkan ingatan.
8. Meningkatkan pemantauan sendiri pada kondisi/ efek obat. Deteksi dini perubahan memungkinkan intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi seperti toksisitas digitalis.
9.10. 7. Menambahkan pada
kerangka pengetahuan dan memungkinkan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi sehubungan dengan kontrol kondisi dan mencegah berulang/ komplikasi, merokok potensial untuk vasokontriksi, pemasukan natrium meningkatkan pembentukan
mencatat nadi harian dan kapan memberi tahu perawat.7. Jelaskan dan diskusikan peran klien dalam mengontrol faktor resiko dan faktor pencetus.
8. Bahas ulang tanda/ gejala yang memerlukan perhatian medik cepat, edema, nafas pendek, peningkatan kelelahan, batuk, hemaptisis, demam.9. Beri kesempatan klien/ orang terdekat untuk menanyakan, mendiskusikan masalah.
retensi/ edema air.11. 8. Pemantauan sendiri
meningkatkan tanggungjawab klien dalam pemeliharaan kesehatan dan alat mencegah komplikasi.
12.13.14. 9. Kondisi kronis dan
berulang/ menguatnya kondisi GJK sering melemahkan kemampuan koping.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi yang sudah di
tentukan sebelumnya. Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap
selanjutnya adalah mencatat intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respon
klien (Deswani, 2009).
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan secara umum pada klien
dengan gagal jantung kongestif :
1. Pemberian oksigen.
2. Pembatasan aktivitas dan istirahat yang adekuat.
3. Penurunan volume cairan tubuh.
4. Pembatasan garam dan natrium.
5. Pemberian digitalis, vasodilator dan diuretik.
6. Pencegahan komplikasi.
7. Pemberian informasi.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Lismidar, dkk.,
2005).
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung.
1. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.
2. Menunjukkan peningkatan curah jantung,
a. Tanda-tanda vital kembali normal.
b. Terhindar dari resiko penurunan perfusi jaringan.
c. Tidak terjadi kelebihan volume cairan.
d. Tidak sesak.
e. Edema ekstremitas tidak terjadi.
3. Menunjukkan penurunan kecemasan.
4. Memahami penyakit dan tujuan perawatannya,
a. Mematuhi semua aturan medis.
b. Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan tanda-tanda dari
komplikasi.
c. Menjelaskan proses terjadinya gagal jantung.
d. Menjelaskan alasan terjadinya pencegahan komplikasi.
e. Mematuhi program perawatan diri.
f. Menunjukkan pemahaman mengenai terapi farmakologi.
g. Kebiasaan sehari-hari mencerminkan penyesuaian gaya hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996
NANDA,2012-2014. Panduan Diagnosa keperawatan NANDA 2012-2014 Definisi dan Klasifikasi. Philadhelpia.
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (Eds). (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) (4th ed.). St. Louis: Mosby/Elsevier