Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

96
BLOK KEDOKTERAN TROPIS DAN PENYAKIT INFEKSI LAPORAN PBL PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER 13, APRIL 2011 UNIVERSITAS PATTIMURA SKENARIO I : DEMAM DISUSUN OLEH : KELOMPOK III TUTOR: dr. Merlin. Maelissa PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

Transcript of Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Page 1: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

BLOK KEDOKTERAN TROPIS DAN PENYAKIT INFEKSI LAPORAN PBL

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER 13, APRIL 2011

UNIVERSITAS PATTIMURA

SKENARIO I :

DEMAM

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III

TUTOR: dr. Merlin. Maelissa

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2011

Page 2: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

KETUA KELOMPOK : Yohanes F. Simanjuntak (2009-83-039)

SEKRETARIS I : Claudia. Kakisina (2009-83-038)

SEKRETARIS II : Jurgen A. Pattiasina (2009-83-037)

ANGGOTA KELOMPOK:

Heron R. F. Titarsole (2009-83-033)

Theo Vito Buyang (2009-83-034)

Kevin J. F. Noya (2009-83-035)

Ditta Septia Wulandari (2009-83-040)

Delfy Adonia Akihary (2009-83-041)

Devi Herianto Udiata (2009-83-042)

Aisyah Amelia Z. R. Wattimena (2009-83-043)

Leberina Tunjanan (2009-83-044)

Maria Mediatrix Ohoiwirin (2009-83-045)

Heldyanti A.W. Solissa (2009-83-046)

Milka Margareta (2009-83-047)

Meis Malirmasele (2009-83-048)

Amsal Amson Kdise (2009-83-049)

Vidya Agatha Relmaesira (2009-83-050)

Page 3: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

SKENARIO 1: Demam

Seorang laki-laki berumur 17 tahun, datang dengan keluhan demam, dirasakan selama 7 hari.

Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai adanya limpa membesar, temperature 38OC, dari hasil

pemeriksaan laboratorium : Hb: 9 g/dl, leucosit: 11.000 mm3/dl, trombosit : 125.000 mm3/dl.

Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, pasien mendapat obat antipiretik.

STEP I

IDENTIFIKASI KATA SULIT DAN KATA KUNCI

KATA SULIT

ANTIPIRETIK : Menghilangkan atau menurunkan demam; agen yang bekerja seperti

itu.

Sumber: Kamus Saku Kedokteran DORLAND, edisi 25

KATA KUNCI

Seorang laki-laki berumur 17 tahun

Keluhan Utama: Demam (selama 7 hari)

Pemeriksaan Fisik: Limpa membesar, temperature 38oC

Pemeriksaan Laboratorium: Hb: 9 g/dl, leucosit: 11.000 mm3/dl, trombosit : 125.000

mm3/dl

Pasien diberikan Obat Antipiretik

STEP II

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana pengaruh obat antipiretik terhadap demam ?

2. Apa Hubungan Pemeriksaan Fisis dan Pemeriksaan Laboratorium dengan Keluhan

serta gejala-gejala pasien ?

Page 4: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

3. Apa yang menyebabkan hingga timbulnya gejala-gejala tersebut ?

4. Jelaskan Mekanisme Demam, dan Jenis-jenis demam, serta demam apa yang dialami

oleh pasien dalam skenario tersebut ?

5. Penyakit apa yang diderita pasien tersebut ?

6. Jelaskan Penyebaran atau penularan serta patogenesis penyakit yang diderita pasien

tersebut !

7. Jelaskan Penyebab, Penegakan Diagnosis, Pengobatan, serta Pencegahan penyakit

yang diderita pasien tersebut !

STEP III

BRAIN STORMING

1. Pengaruh obat Antipiretik terhadap demam yakni, menghambat pelepasan sitokin IL-1

sehingga pelepasan PG yang dapat menyebabkan demampun tidak dikeluarkan oleh pusat

suhu di Hipothalamus, maka otomatis gejala demam akan menurun karena tidak ada zat

pencetus.

2. Pemeriksaas Fisis serta Pemeriksaan Laboratorium dilakukan sebagai jalan untuk

penegakan diagnosis penyakit. Sesuai skenario, pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya

pembesaran limpa, dan peningkatan suhu tubuh, sedangkan pemeriksaan lab. Ditemukan

Hb: 9 g/dl, leucosit: 11.000 mm3/dl, trombosit : 125.000 mm3/dl. Melalui kedua

pemeriksaan ini, selain untuk mendiagnosis, dapat digunakan juga sebagai acuan untuk

pemberian terapi.

3. Gejala-gejala tersebut timbul akibat adanya infeksi. Infeksi yang dimaksud adalah

melalui vektor, yang dalam hal ini adalah nyamuk.

Dalam kasus ini keluhan utama pasien adalah DEMAM selama 7 hari. Gejala demam

dapat disebabkan akibat adanya pelepasan sitokin-sitokin dalam hal ini TNF dan IL-1 oleh

sel maka terjadilah perangsangan kepusat suhu tubuh di hipothalamus, sehingga

menyebabkan timbulnya gejala demam.

Page 5: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Menurunnya kadar Hb darah (Anemia) disebabkan oleh adanya gangguan atau masalah

pada sel darah merah. Hal ini disebabkan oleh parasit yang menyerang sel tersebut,

ataupun melalui penyebab lainnya.

Pada pemeriksaan Fisis ditemukan adanya pembesaran Limpa. Sesuai dengan fungsinya

sebagai Reticulo Endotelial System (RES), jika terjadi infeksi kuman, maka akan

meningkatkan kerja dari limpa itu sendiri, penigkatan kerja selain utnuk memproduksi

sistem imun, limpa juga bekerja keras untuk menhancurkan eritrosik-eritrosit yang sudah

tua, ataupun eritrosit yang terinfeksi. Hal ini mengakibatkan limpa beradaptasi dengan

mengalami Hipertofi sehingga terjadilah pembesaran limpa yang dapat ditemukan melalui

pemeriksaan fisik yang baik dan benar.

4. 1. Mekanisme Demam:

Zat Toksin (Pirogen Eksogen)

TUBUH

↑ produksi panas, ↓pengurangan rasa panas

Merangsang sel-sel endotel Hipothalamus

Pirogen Endogen (IL-2)NEUTOFIL

Enzim Siklooksigenase

Pengaruhi kerja dari Termostat Hipothalamus

Prostaglandin (PGE2)

Hipothalamus akan ↑ titik patokan suhu tubuh diatas

suhu normal

DEMAM

Respon menggigil /dingin

Page 6: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

4. 2. Jenis-jenis Demam:a. Demam Septik : pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang

tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi

hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi

tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hetktik. Contoh

penyakit dengan gejala demam septik yaitu demam tifoid.

b. Demam Remiten : pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari

tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin

tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat

pada demam septik

c. Demam Intermiten : pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang

normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua

hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi terjadi dua hari bebas demam di antara dua

serangan demam disebut kuartana. Contoh penyakit dengan gejala demam intermiten

adalah malaria

d. Demam Kontinyu : pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak

berbeda lebih dari 1 derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali

disebut Hiperpireksia. Contoh penyakit dengan gejala demam kontinyu yaitu

Leptospirosis

e. Demam Siklik : pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selam beberapa

hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu pemula. Contoh penyakit dengan

gejala demam siklik yaitu DBD

5. Penyakit yang diderita ialah:

DBD (Demam Berdarah Dengue)

Malaria

Demam Typhoid

Leptospirosisa

HIV/AIDS

Page 7: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

6. Penyebaran dan Penularan penyakit yang diderita

Penyakit infeksi ini dapat ditularkan atau dapat menyebar jika terjadi kontaminasi

dengan agen penyebab penyakit. Ketika seseorang terinfeksi kuman, maka kuman

tersebut akan berkembang dalam tubuh manusia, dalam tubuh manusia kuman-kuman

tersebut melakukan replikasi. Ketika ada vektor yang menggigit atau menghisap darah

pasien yang telah terkontaminasi ataupun jika orang normal melakukan kontak dengan

pasien, maka kuman tersebut dapat ditularkan.

Patogenesis.

a. Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh adanya infeksi oleh protozoa dalam hal ini adalah

plasmodium. Plasmodium ini ditularkan oleh nyamuk anophelles betina sebagai

vektor. Terjadi dua siklus dalam perkembangan parasit ini, yakni siklus seksual dan

aseksual. Siklus seksual terjadi dalam tubuh nyamuk, sedangkan siklus aseksual

terjadi dalam tubuh Hospes yakni manusia.

Siklus Seksual

Siklus ini melibatkan pembuahan antara gamet jantan dan gamet betina. Hasil akhir

dari proses tersebut adalah terbentuknya sporozoit yang disimpan dala kelenjar ludah

nyamuk anophelles. Sporozoit inilah yang nantinya akan dikeluarkan oleh nyamuk

dan akan menginfeksi tubuh hospes.

Siklus Aseksual

Jika seseorang digigit oleh nyamuk anophelles, maka nyamuk ini selain menghisap

darah orang itu, ia juga melepaskan air liurnya ke dalam sirkulasi darah. Liur nyamuk

yang mengandung sprozoit tersebut beredar dalam sistem sirkulasi, dan akhirnya

masuk dalam Hepar, dan menginfeksi parenkim Hepar. Terjadi pembentukan skizon

di dalam Hepar. Ketika skizon itu penuh makan dia akan pecah dan melepaskan

merozoit ke dalam sistem sirkulasi. Ada sebagian skizon yang tidak pecah, sebagian

skizon tersebut mengalami dormant, yang akan diaktifkan jika ada rangsangan.

Merozoit yang berada dalam sistim sirkulasi inilah yang menginfeksi sel darah

merah. Merozoit akan menginvasi sel darah merah dan membentuk kompleks

Eritrosit-Parasit. Setelah itu terjadi tahapan-tahapan perkembangan parasit didalam

sel darah. Dimulai dari pembentukan cincin, sampai pembentukan gamet. Gamet

yang terbentuk dari siklus inilah yang akan dihisap oleh nyamuk, kemudian

melanjutkan siklus seksual dan akan menularkan kepada orang lain. Sedangkan

Page 8: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

merozoit akan menyebabkan pecahnya eritrosit yang mengakibatkan terjadinya

penurun Hb (Anemia), serta pembesaran limpa akibat adanya penghancurasn eritrosit

yang meningkaat.

7. Penyebab, Pengobatan, Penegakan Diagnosa serta Pencegahan Penyakit

Penyebab

a. Malaria : Anophelles Betina (Plamodium)

- Plasmodium Falciparum ( Malaria Tertiana Maligna/Tropika)

- Plasmodium Vivax (Malaria Tertiana Benigna)

- Plasmodium Malariae (Malaria kuartana)

- Plasmodium Ovale (Malaria Ovale)

b. DBD : Aides Aegypti

c. Demam Typhoid : Salmonella Typhi

d. Leptospirosis : Leptospira

e. HIV/AIDS : HIV

Pengobatan (LO)

a. Malaria : Kloroquin, Primaquin, Kina (Quinin dan Quinolon), Artemicin

b. D. Typhoid : Kloramfenikol, Kotrimoksasol, Ampicilin, Amoxycillin

Penegakan Diagnosa

Pada umumnyadiagnosa suatu penyakit dapat ditegakan melalui 3 hal penting:

Anamnesis, Pemeriksaan Fisis, serta Pemeriksaan Laboratorium.

Pada penyakit malaria kita dapat mendeteksi plasmodium melalui Apusan Darah

Tepi, sedangkan pada penyakit demam typhoid dapat dilakukan uji widal

Pada penyakit DBD, Leptospirosis, derta HIV/AIDS dapat dilekukan

imunochromatogtraphi tes untuk mendiagnosa penyakit tersebut

Pencegahan

Hindari kontaminasi dengan agen penyebab infeksi, baik dari vektor atau reservoir,

maupun hospes yang dapat menjadi sumber penularan.

Page 9: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

STEP IV

MIND MAPPING

STEP V

LEARNING OBJEKTIVE (LO)

1. Penyakit yang diderita seta Patogenesisnya

2. Pengobatan terhadap penyakit yang diderita

3. Menjelaskan Seluruh Ruang Lingkup (definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis,

diagnosis, manifestasi klinis, terapi, komplikasi, dan prognosis)mengenai

kemungkinan penyakit yang diderita (DBD, malaria, Demam Typhoid, Leptospirosis,

dan HIV/AIDS)

STEP VI

BELAJAR MANDIRI

PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN

DENGAN DEMAM

MALARIA DEMAM TIFOID DEMAM BERDARAH

DENGUE

LEPTOSPIROSIS HIV-AIDS

definisi etiologi epidemiologi patogenesis Diagnosis banding

Manifestasiklinik

komplikasi Pengobatan dan pencegahan

prognosis

Page 10: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

STEP VII

1. MALARIA

DEFENISI

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebakan oleh plasmodium yang menyerang

eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.

ETIOLOGI

Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium.Plasmodium ini pada manusia menginfeksi

eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual dijaringan hati dan di eritrosit.

Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina.Indonesia adalah salah

satu negara yang mengalami masalah malariaMalaria membunuh seorang anak didunia setiap

30 detik Sekitar 40% penduduk dunia berisiko tertular malaria.Sebagian besar kematian

karena malaria terjadi di Afrika yang merupakan 90% dari jumlah total kematian.

EPIDEMIOLOGI

Pada negara yang beriklim dingin sudah tidak ditemukan lagi daerah endemik malaria.

Namun demikian, malaria masih merupakan persoalan kesehatan yang besar didaerah

tropis dan sub tropis seperti Brasil, Asia Tenggara dan seluruh sub-sahara Afrika.

DiIndonesia, malaria ditemukan hampir semua wilayah. Pada tahun 1996 ditemukan kasus

malaria dijawa-bali dengan jumlah penderita sebanyak 2.341.401 orang. Menurut laporan

diprovinsi jawa tengah 1999, sebagian besar disebabkan oleh plasmodium falciparum dan

plasmodium vivax. Plasmodium malariae banyak ditemukan di Indonesaia Timur sedangkan

plasmodium ovale di Papua dan NTT .

MANIFESTASI KLINIK

Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam, anemia, dan splenomegali. keluhan

prodromal dapat terjadi sebelum demam, berupa :

Kelesuan

Sakit kepala

Sakit belakang

Merasa dingin dipunggung

Nyeri sendi dan tulang

Page 11: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Demam ringan

Anorexia

Perut tidak enak enak

Diare ringan, dan

Kadang-kadang dingin.

Manifestasi Klinik berdasar plasmodium.

1. P. falciparum

Gejala gastrointestinal

Hemolisis

Anemia

Ikterus

Hemoglobinuria

Syok

Algid

Gejala serebral

Edema paru

Hipoglikemi

Gangguan kehamilan

Kelainan retina kematian

2. P. vivax

Anemia kronik

Splenomegali ruptur limpa

3. P. ovale

Sama dengan vivax

4. P. malariae

Splenomegali menetap

Limpa jarang ruptur

Sindroma nefrotik

MORFOLOGI DAN DAUR HIDUP

Page 12: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Daur hidup keempat spesies Plasmodium pada manusia umumnya sama. Proses tersebut

terdiri atas fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk anopheles dan fase

aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vertebrata.

Fase aseksual mempunyai 2 daur, yaitu:

1. Daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit)

2. Daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit) atau stadium jaringan

Pada infeksi P.falciparum dan P. malariae hanya terdapat satu generasi aseksual dalam hati

sebelum daur dalam darah dimulai; sesudah itu daur dalam hati tidak dilanjutkan lagi. Pada

infeksi P.vivax dan P.ovale daur eksoeritrosit berlangsung terus sampai bertahun-tahun

melengkapi perjalanan penyakit yang dapat berlangsung lama(bila tidak diobati) disertai

banyak relaps.

PATOGENESIS DAN PATOLOGI

Page 13: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Setelah melalui jaringan hati p.falcifarum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam

sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan mengalami

fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan

menginvasi eritrosit. Selanjutnya parasit dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawab dalam

patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenea malaria yang disebabkan oleh

P.falciparum.

Pathogenesis malaria falcifarum dipengaruhi oleh factor parasit adalah intensitas

transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam factor penjamu

adalah tingkat endermisitas daerah tempat tinggal, genetic, usia, status nutrisi dan status

immunologi. Parasit dalam eritrosit secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium

cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan eritrosit dalam stadium

cincin akan menampilkan antigen RESA (ring-erythrocyte surgace antigen) yang menghilang

setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan EP stadium matur akan mengalami

penonjolan dan membentuk knob dengan histidin Rich-protein-1 (HRP-1) sebagai komponen

utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria

berupa GPI yaitu glikosilfosfatilinositol yang merangsang pelepasan TNF-a dan interleukin-1

(IL-1).

Factor penting dalam patogenesa malaria

Sitoadherensi. Sitoadherensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada

permukaan endotel vaskuler. Perlekantan terjadi dengan cara molekul adhesive yang

terletak di permukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul adhesive yang

terletak dipermukaan endotel vaskuler.

Sekuestrasi. Sitoadheren menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam

sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang mengalami sekustrasi. Hanya p.falcifarum

yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi

pada pembuluh darah perifer.

Resetting. ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit

yang non-parasit.roseting menyebabkan obstruksi aliran darah lokaL/ dalam jaringan

sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.

Sitokin. Sitokinterbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat

stimulasi dari malaria toksin(LPS,GPI). Sitokin ini antara lain TNF-a, IL-1, IL-6, IL-

3, limphotoxin dan interferon gamma.

Page 14: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Nitrit Oksida. Akhir-akhir ini diteliti peran mediator nitrit okside baik dalam

menumbuhkan malaria berat terutama malaria sereberal, maupun sebaliknya NO

justru memberikan protektif karena membatasi perkembangan parasit dan mnurunkan

ekspresi molekuladesi.

Imunologi

Imunitas terhadap malria sangat kompleks, melibatkan hamper seluruh komponen

system imun baik spesifik maupun non spesifik, imunitas humoral maupun seluler, yang

timbul secara alami maupun didapat (aquried) akibat in feksi atau vaksinasi. Imunitas spesifik

timbulnya lambat. Imunitas hanya bersifat jangka pendek dan barangkali tidak ada imunitas

yang permanen dan sempurna.

Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas:

1. Imunitas alamiah non-imunologis berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang

dikaitkan dengan resistensi terhadap malaria. Misalnya golongan darah duffy negative

kebal terhadap infeksi P.vivax atau misalnya HLA bw 53 lebih rentan terhadap malaria

dan melindungi terhadap malaria berat.

2. Imunitas didapat non-spesifik. Sporozoit yang msuk darah segera dihadapi oleh respon

imun non-spesifik yang terutama dilakukan oleh makrofag dan monosit, yang

menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL-1, IL-2, IL-4, IL-6, Il-8, IL- 10 secara

langsung menghambat pertumbuhan parasit, membunuh parasit

3. Imunitas diadapat yang tanggapan system imun lebih spesifik terhadap infeksi malaria.

Iunitas terhadap siklus hidup parasit, dibagi menjadi:

a. Imunitas pada stadium eksoeritrositer

Eksoerisiter eksrahepatal(stadium sporozoit). Respon imun pada stadium ini

1. Antibody yang menghambat masuknya sporozoit ke hepatosit.

2. Antibody yang membunuh sporozoit melalui opsonisasi Eksoeritrositer

intrahepatik. Respon imun pada stadium ini : limfosit T sitotoksik CD8+,

ntigen/antibody pada stadium hepatosit.

b. Imunitas pada system aksesual eritrosit berupa:

Antibody yang mengaglutinasi merozoit , antibody yang menghambat cytoadherance,

antibody yang menghambat pelepasan atau menetralkan toksin-toksin parasit.

c. Imunitas pada stasium seksual berupa:

Page 15: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Antibody yang membunuh gametosit, antibody yang menghambat fertilisasi, antibody

yang menghambat transformasi zigot menjadi ookinete, antigen/antibody pada

stadium seksual prefertilisasi

DIAGNOSIS

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal

penderita apakah dari daerah andemik malaria ,riwayat bepergian ke daerah malaria, riwayat

pengobatan kuratif dan preventif.

1. PEMERIKSAAN TETES DARAH UNTUK MALARIA

Pemeriksaan darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk

menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak

mengenyampingkan diagnose malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negative maka

diagnose malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga

laboratorium yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan saat

penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit.

Pemeriksaan dengan stimulasi adrenalin 1: 1000 tidak jelas manfaatnya dan sering

membahayakan terutama penderita dengan hipertensi. Pemeriksaan parasit malaria melalui

aspirasi sumsum tulang hanya untuk maksud akademis dan tidak sebagai cara diagnosis yang

praktis. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui :

Tetesan darah tebal . merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena

tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat

khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk

memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5

menit( diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan

negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali

tidak ditemukan parasit . hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung

jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 1000/ul maka hitung parasitnya adalah jumlah

parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.

Tetes darah tipis . digunakan untuk mengidentifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat

darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit( parasit

count), dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel

darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung

Page 16: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

parasit penting untuk menentuka prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga

dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa,

atau Leishman’s atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai

pada beebrapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah denga hasil yang cukup

baik.

2. TES ANTIGEN : P-F TEST

Yaitu mendeteksi antigen dari P.Falciparum( histidine rich protein II). Deteksi sangat cepat

hanya 3 sampai 5 menit , tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak

meemrlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan

metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH)

denga cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal

dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedaka apakah infeksi

P.Falciparum atau P. Vivaks. Sensitivitas sampai 95% dan hasil positif salah lebih rendah

dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (rapit test). Tes ini tersedia

dalam berbagai nama tergantung pabrik pembuatnya.

3. TES SEROLOGI

Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik indirect

fluorescent antibody test . Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibody spesifik

terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang

bermanfaat sebagai alat diagnostik, sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari

parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring

donor darah. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan tes > 1:20 dinyatakan positif.

Motode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immune-

precipitation techniques, ELISA test, radio- immunoassay.

4. PEMERIKSAAN PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA ,waktu yang

dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini

walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai

sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

PENGOBATAN MALARIA

Page 17: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Secara global WHO telahmenetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat

ACT(Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih

sebagai obat pertama karena efektif dalam mengatasi Plasmodium yang resisten dengan

pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua

stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, P.falciparum, P.vivax

maupun lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan hingga saat ini.

Golongan Artemisinin

Berasal dari golongan Artemisia annua. L yang disebut dalam bahasa china sebagai

Qinghaosu. Obat ini termasuk kelompok seskuiterpen lakton mempunyai beberapa formula

seperti : artemisinin, artemeter, arte-eter, artesunat, asam artelinik, dan dehidroartemisinin.

Obat inin bekerja sangat cepat dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja

sebagai obat sizontocidal darah. Karena beberapa penelitian bahwa pemakaian obat tunggal

menimbulkan terjadinya rekrudensi, maka direkomendasikan untuk dipakai dengan

kombinasi obat lain. Dengan demikian juga akan memperpendek pemakaian obat. Obat ini

cepat diubah dalam bentuk aktifnya dan penyediaan ada yang oral, parenteral/ injeksi dalam

suppositoria.

Pengobatan ACT( Artemisinin base Combination Therapy)

Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya

rekrudensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisinin dengan

mengkombinasikan dengan obat antimalaria yang lain. Hal ini disebut Artemisinin base

Combination Therapy (ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap( fixed

dose) atau kombinasi tidak tetap ( non-fixed dose) . kombinasi dosis tetap lebih memudahkan

pemberian pengobatan. Contoh ialah “ Co-Artem” yaitu kombinasi artemeter (20mg) +

lumefantrine ( 120 mg) . dosis Coartem 4 tablet 2 x1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap

yang lain ialah dehidroartemisinin (40 mg) + piperakuin (320mg) yaitu “artekin” . Dosis

artekin untuk dewasa : dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam,

masing-masing 2 tablet.

Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya :

Artesunat + Meflokuin.

Artesunat + Amodiakin.

Artesunat + Klorokuin.

Page 18: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Artesunat + Sulfadoksin-pirimetamin.

Artesunat + Pironaridin.

Artesunat + Chlorproguanil-dapson ( CDA/Lapdap plus).

Dihidroartemisinin + Piperaukin + Trimethoprim (Artekom).

Artekom + primakuin (CV8).

Dehidroartemisinin + naptokuin.

Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi Artesunat +

amodiakuin dengan nama dagang “ARTESDIAQUINE” atau Artesumoon. Dosis untuk orang

dewasa yaitu Artesunate (50 mg/tablet) 200mg pada hari I-III ( 4 tablet) untuk Amodiakuin

( 200mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 11/2 tablet hari III. Artesumoon ialah

kombinasi yang dikemas sebagai blister dengan aturan pakai tiap blister /hari (Artesunate +

amodiakuin) diminum selama 3 hari. Dosis amodiakuin adalah 25-30 mg/kg BB selama 3

hari.

Pengemb angan terhadap pengobatan masa depan ialah dengan tersedianya formula

kombinasi yang mudah bagi penderita baik dewasa maupun anak (dosis tetap) dan kombinasi

yang paling poten dan efektif dengan toksisitas yang rendah. Sekarang sedang

dikembangkan obat semi sinthetik artemisinin seperti artemison ataupun trioksalon sintetik.

CATATAN : untuk pemakaian obat golongan artemisinin HARUS disertai/dibuktikan

dengan pemeriksaan parasit yang positif, setidak-tidaknya dengan dengan tes cepat antigen

yang positif, setidak-tidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila malaria klinis / tidak

ada hasil pemeriksaan parasitologik TETAP menggunakan obat non-ACT.

Pengobatan malaria dengan obat-obat non-ACT

Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah dilaporkan dari

seluruh provinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif baik terhadap klorokuin

maupun sulfadoksin pirimetamin ( kegagalan masih kurang 25% ) . Dibeberapa daerah

pengobatan menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin- pirimetamin masih

dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan.

OBAT non-ACT ialah :

Page 19: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

1. Klorokuin difosfat/ sulfat, 250 mg garam ( 150 mg basa ), dosis 25 mg basa/ kg BB

untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kg BB hari I dan II, 5 mg/kg BB pada hari III. Pada orang

dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I & II dan 2 tablet hari III. Dipakai untuk

P.falciparum maupun vivax.

2. Sulfadoksin – Pirimetamin(SP), (500 mg sulfadoksin + 25 mg pirimetamin), dosis

orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 kali). Atau dosis anak memakai takaran

pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Obat ini hanya dipakai untuk P.falciparum dan tidak

efektif untuk P.vivax. bila terjadi kegagalan dengan pemakaian klorokuin, dapat

menggunakan SP.

3. Kina sulfat : ( 1 tablet 220mg), dosis yang dianjurkan ialah 3 x 10 mg/ kg BB selama

7 hari, dapat dipakai untuk P. falciparum maupun P.vivax. kina dipakai sebagai obat

cadangan untuk mengatasi resistensi terhadap klorokuin dan SP. Pemakaian obat ini

untuk waktu yang lama (7 hari) menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai

selesai.

4. Primakuin ( 1 tablet 15 mg), dipakai sebagai obat pelengkap/ pengobatan radikal

terhadap P.Falciparum maupun P. Vivax. Pada P. falciparum dosisnya 45mg ( 3

tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet; sedangkan untuk P.vivax dosisnya 15

mg/ hari selamaa 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit( anti- relaps).

KOMPLIKASI

malaria serebral

Edema paru

Malaria algida/kolaps

Black water fever

Anemia hemolitik

Gagal ginjal akut

Ruptur lien

Gejala-gejala gastrointestinal

Dehidrasi

Page 20: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Gangguan hati

PROGNOSIS

Plasmodium vivax dapat menjadi kronis.

Plasmodium falciparum dapat menjadi malaria berat sampai fatal.

2. DEMAM TIFOID

DEFENISI

Penyakit infeksi menular, berkembang biak di usus, dan menyebabkan demam selama 1

minggu atau lebih. Penyakit ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat

menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.

EPIDEMOLOGI

Surveilansi DEPKES RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990

sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 100.000

penduduk. Insidensi demam tifoid bervariasi tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi

lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per100.000 penduduk, sedangkan di

daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidensi di perkotaan

berhubungan dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan

dengan pembuangan samapah yang belum memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Case

Fatality Rate demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia.

Namun demikian, berdasarkan hasil survey kesehatan rumah tangga DEPKES tahun 1995

demam tifoid yidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.

ETIOLOGI

Masuknya kuman S. Typhi ked lam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang

terkontaminasi kuman. Kuman itu masuk ke dalam tubuh dan sebagian akan dimusnahkan

oleh asam lambung. Namun ada sebagian yang lolos dan masuk ke usus, selanjutnya

berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka

kuman akan menginfeksi sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria.

GEJALA KLINIS

Page 21: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Pada minggu pertama gejala klinis

penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu,

demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.

Pada pemeriksaan fisis hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah

meningkat pada malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa

demam bradikardi relative ( peningkatan suhu 1 C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8

kali per menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi serta ujung lidah), hepatomegali,

splenomegali, meteroismus, gangguan mental somnolen, stupor, koma, delirium, atau

psikosis.

PATOFISIOLOGI

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F

yaitu Food (makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui

Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada

orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan

hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut

kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang

tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian

kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung

dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam

jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-

sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam

sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan

kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan

oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa

endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia

berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus.

Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan

pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari)

bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap

dalam keadaan asimtomatis.

Page 22: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Different diagnose

• Malaria

• Dengue

• Leptospira

• HIV/AIDS

KOMPLIKASI

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalamn :

1. Komplikasi intestinal

a. Perdarahan usus

b. Perforasi usus

c. Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstraintestinal

a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis), miokarditis,

trombosis dan tromboflebitis

b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopeni dan atau koagulasi intravaskuler

diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis.

d. Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolelitiasis.

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.

g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,

sindrom Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.

Pada anak-anak dengan paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih

sreing terjadi pada keadaaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan

pasien kurang sempurna

PEMERIKSAAN DAN GAMBARAN LABORATORIK

Page 23: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

1. leukosit

Akan terjadi peningkatan jumlah leukosit dalam tubuh (leukositosis)

2. SGOT dan SGPT

akan mengalami peningkatan

3. Biakan darah

(+) memastikan Demam tifoid, orang yang hasil + makan orang tersebut sudah

terjangkit Demam tifoid, (-) tidak menyingkirkan Demam tifoid artinya jika hasil

negatif maka belum tentu orang tersebut tidak mengalami Demam tifoid

4. Uji widal

- Reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody

- Aglutinin positif terhadap S. Thypii terdapat dalam serum penderita Demam tifoid

dan carrier.

- Reaksi widal (+) : titer < 1/160 atau 1/200. biasanya baru positif pada minggu

kedua.

PENATALAKSANAAN

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :

Istirahat dan perawatan → mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan

Diet dan terapi penunjang → mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien

secara optimal

Pemberian antimikroba → menghentikan dan mencegah penyebaran kuman

1. Istirahat & Perawatan

Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.

Penderita yang dirawat harus tirah baring *(bed rest)* dengan sempurna untuk mencegah

komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila gejala klinis berat, penderita harus

istirahat total.

Perawatan baik makan, minum, BAK dan BAB sehingga dapatt mempercepat masa

penyembuhan.

Menjaga Kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai penderita.

Page 24: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

2. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)

Dengan tujuan untuk mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.

Makanan yg kurang dapat menurunkan keadaan umum sehingga gizi yang diperlukan tidak

mencukupi menyebabkan proses penyembuhan yang lama.

Diet diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.

Tujuan pemberian bubur saring untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau

perforasi usus.

Terapi simptomatik

Dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum penderita, yakni

vitamin, antipiretik (penurun panas) untuk kenyamanan penderita terutama anak, dan

antiemetik bila penderita muntah hebat.

3. Pemberian antimikroba

Sefalosporin Generasi Ketiga

ex: Seftriakson

Dosis : 3-4 gram dlm dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari,

selama 3-5 hari.

Golongan Fluorokuinolon

Beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya :

- Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

- Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

- Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

- Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

- Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Kloramfenikol

Page 25: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Dosis : 4 x 500 mg/hari (oral atau IV)

Demam rata-rata turun setelah hari ke-5.

Tiamfenikol

Hampir = Kloramfenikol, tetapi komplikasi hemtologi masih lebih rendah.

Dosis : 4 x 500 mg

Demam rata-rata turun pada hari ke 5-6.

Kortimoksazol

Efektifitas obat ini dilaporkan hampir = kloramfenikol.

Dosis : 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg

trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan amoksisilin

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dgn

kloramfenikol.

Dosis : 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

Azitromisin

Dosis 2 x 500 mg

Antibiotika ini terkonsentrasi dalam sel, sehingga ideal untuk digunakan dalam

pengobatan infeksi oleh S.typhi yg merupakan kuman intraseluler.

Tersedia dalam bentuk oral maupun suntikan IV.

Antimikroba lini pertama untuk demam tifoid adalah:

Kloramfenikol, Ampisillin atau Amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang

hamil),Trimetroprim-Sulfametoksazol (Kotrimoksazol).

Jika pemberian salah satu anti mikroba lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti

dengan anti mikroba yang lain atau dipilih anti mikroba lini kedua. 

Page 26: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Antimikroba lini kedua untuk demam tifoid adalah:

Seftriakson (diberikan untuk dewasa dan anak) Cefixim (efektif untuk anak)

Quinolone (tidak dianjurkan untuk anak di bawah usia 18 tahun karena dinilai

mengganggu pertumbuhan tulang). 

Efek samping obat Kloramfenikol

1. Gangguan pada sumsum Tulang

Kloramfenikol sering menyebabkan supresi reversibel produksi sel darah merah pada

dosis yang melebihi 50 mg/kg/hari setelah 1-2 minggu.

Anemia apalastik merupakan suatu efek yang jarang terjadi (1 dalam 24.000 hingga

40.000 rangkaian terapi) akibat pemberian kloramfenikol melalui jalur apapun, adalah

reaksi idiosinkratik yang tidak bergantung pada dosis, meskipun terjadi lebih sering

pada penggunaan obat yang lama. Kejadian ini cenderung ireversibel dan dapat

berakibat fatal.

2. Gangguan pada saluran cerna

Orang dewasa sesekali merasakan mual, muntah, dan diare. Kejadian ini jarang

dialami anak. Kandidiasis oral dan vaginal dapat terjadi akibat perubahan flora

mikroba normal.

3. Toksisitas pada neonatus

Neonatus tidak memiliki mekanisme konjugasi asam glukoronat yang efektif untuk

degradasi dan detoksifikasi kloramfenikol. Akibatnya jika bayi diberi kloramfenikol

dengan dosis di atas 50 mg/kg/hari, obat tersebut dapat terakumulasi dan

menimbulkan sindrom bayi kelabu (gray baby sindrom).

Gejalanya muntah, flaksid, hipotermia, warna kelabu, syok dan kolaps.

4. Interaksi dengan obat lain

Kloramfenikol menghambat enzim mikrosomal hati yang memetabolisme beberapa

obat. Waktu-paruhnya memanjang, dan kadar fenitoin, tolbutamid, klorpropamid, dan

warfarin dalam serum meningkat.

Seperti penghambat sintesis protein mikroba lain yang bersifat bakteriostatis,

kloramfnikol dapat mengantagonis obat-obat bakterisidal, seperti pensilin atau

aminoglikosida.

Page 27: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Kombinasi Obat Antimikroba

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu jika ditemukan 2

macam organisme dalam kultur darah selain kuman salmonella,

ex : toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik

Kortikosteroid

Hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik.

Dosis : 3 x 5 mg

Pencegahan Demam Tifoid

Preventif dan Kontrol Penularan

Mencakup agen (S.typhi) dan faktor penjamu serta lingkungan.

Tiga strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu :

Identifikasi dan eradikasi S.typhi

Pencegahan transmisi langsung dr pasien terinfeksi

Proteksi pd org yg berisiko terinfeksi

1. Identifikasi dan eradikasi S.typhi

Cara pelaksanaanya dpt scr aktif yaitu mendatangi sasaran, maupun pasif menunggu

bila ada penerimaan pegawai di suatu instansi.

Sasaran aktif : pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha RT, restoran,

hotel sampai pabrik beserta distributornya.

2. Pencegahan transmisi langsung dr pasien terinfeksi

Kegiatan ini dilakukan di RS, klinik maupun di rumah dan lingkungan sekitar org yg

tlh diketahui pengidap kuman S.typhi.

3. Proteksi pd org yg berisiko terinfeksi

Page 28: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu :

Daerah non-endemik

- Sanitasi air dan kebrsihan lingkungan

- Penyaringan pengelola pembuatan/distributor/penjualan makanan-minuman

- Pencarian dan pengobatan kasus tifoid

Bila ada kejadian epidemi tifoid

- Pencarian dan eliminasi sumber penularan

- Pemeriksaan air minum dan MCK

- Penyuluhan higiene dan sanitasi pd populasi umum daerah tersebut

Daerah endemik

- Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang memenuhi

standar prosedur kesehatan (perebusan > 570C, iodisasi dan kloriniasi)

- Pengunjung ke daerah ini harus minum air yg telah melalui pendidihan.

- Vaksinasi secara menyeluruh pd masyarakat setempat maupun pengunjung.

Vaksinasi

Di Indonesia tersedia 2 jenis vaksin yaitu vaksin suntikan (polisakarida) dan oral

(bakteri hidup yang dilemahkan)

Vaksin capsular Vi polysaccharide

Diberikan pada umur lebih dari 2 tahun, ulangan dilakukan setiap 3 tahun. Kemasan dalam

prefilled syringe 0,5 ml, pemberian secara intramuskular

Page 29: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Typhoid oral Ty 21 a

Diberikan pada umur lebih dari 6 tahun

Dikemas dalam kapsul, diberikan 3 dosis dengan interval selang sehari (hari 1,3 dan 5)

Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun. Vaksin oral pada umumnya diperlukan untuk

turis yang akan berkunjung ke daerah endemis.

Vaksin ini tidak menjamin orang bisa bebas dari penyakit tipes. Semua sangat tergantung

pada kebersihan pribadi masing-masing. Kalau orang selalu menjaga kebersihan diri pastinya

akan terhindar dari penyakit tipes.

PROGNOSIS

Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asal penderita cepat berobat,

mortalitas pada penderita yang dirawat ialah 6%.

- Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang sangat

berat, seperti :

- Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinyu.

- Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, komas atau delirium

- Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis,

bronkopneumonia dan lain-lain.

- Keadaan gizi penderita yang buruk (malnutrisi energi protein).

3. DEMAM BERDARAH DENGUE

DEFENISI

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh

virus Dengue , menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan

darah sehingga mengakibatkan pendarahan dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri-

ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan

shock dan kematian.

Page 30: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti

ETIOLOGI

Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Virus ini termasuk kelompok Arthropoda. Borne

Viruses (Arbovirosis). Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype virus yaitu ;

1. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.

2. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

3. Dengue 3 diisolasi oleh Sather

4. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.

Keempat type virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia dan yang

terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue type 3

merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat.

EPIDEMIOLOGI

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh

David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue

menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts)

kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena

demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot,

dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan

penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian.

Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi

klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke

negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit

DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.

Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan

jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%). Selanjutnya sejak saat itu

penyakit Demam Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan

mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insidens rate mencapai 13,45 % per 100.000

penduduk.

MANIFESTASI KLINIS

Page 31: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Demam

Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus berlangsung 2 - 7

hari, kemudian turun secara cepat. Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak

spesifik seperti: anorexia lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.

Manifestasi Pendarahan.

Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah demam. Sebab

perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan dapat berupa :

- Ptechiae

- Purpura

- Echymosis

- Perdarahan cunjunctiva

- Perdarahan dari hidung (mimisan atau epestaxis)

- Perdarahan gusi

- Muntah darah (Hematenesis)

- Buang air besar berdarah (melena)

- Kencing berdarah (Hematuri)

Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu diperlukan toreniquet

test dan biasanya positif pada sebagian besar penderita Demam Berdarah Dengue.

Pembesaran hati (Hepotomegali).

Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran hati tidak sejajar

dengan berapa penyakit Pembesan hati mungkin berkaitan dengan strain serotype virus

dengue.

Renjatan (ShocK).

Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai sakit. Renjatan

terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapilar

yang rusak. Adapun tanda-tanda perdarahan:

Page 32: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

- Kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki.

- Penderita menjadi gelisah.

- Nadi cepat, lemah, kecil sampai tas teraba.

- Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmhg atau kurang)

- Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmhg atau kurang). Renjatan

yang terjadi pada saat demam, biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih buruk.

Gejala Klinis Lain.

GejaJa lainnya yang dapat menyertai ialah : anoreksia, mual, muntah, lemah, sakit perut,

diare atau konstipasi dan kejang.

DIAGNOSA

Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:

a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7

b. Manitestasi Perdarahan

c. Tombositoperiia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3, biasanya Ditemukan

antara hari ke 3-7 sakit.

d. Mokonsentrasi yaitu meningkatnya hematokrit, merupakan indikator yang peka Terhadap

jadinya renjatan sehingga perlu dilaksanakan penekanan berulang secara periodik.

Kenaikan Ht 20% menunjang diagnosa klinis Demam Berdarah Dengue.

Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka diagnosa secara klinis dapat

dibagi atas (WHO 75).

1. Derajat I (ringan).

Demam mendadak 2 – 7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi

perdarahan dengan uji truniquet positif

2. Derajat II (sedang).

Penderita dengan gejala sama, sedikit lebih berat karena ditemukan perdarahan

spontan kulit dan perdarahan lain.

3. Derajat III (berat).

Page 33: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Penderita dengan gejala shoch/kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menyempit (< 20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan penderita menjadi

gelisah.

4. Derajat IV (berat).

Penderita shocK berat dengan tensi yang tak dapat diukur dan nadi yang tak

dapat diraba.

PATOGENESIS

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka

demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)

terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung

pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul

antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan

bahkan dapat menimbulkan kematian.

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang

kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi

sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.

Hipotesis ini menyatakansecara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang

kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang

lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodinheterolog yang telah ada sebelumnya akan

mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen

antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama

makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh

sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai

antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan

replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi

tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan

hipovolemia dan syok.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous

infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai

akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons

antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi

Page 34: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.

Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi

dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan

terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya

akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3

dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya

plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat,

volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam.

Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan

kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).

Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan

anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna

mencegah kematian. Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus

binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan

replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari

perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan

viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu

beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua

hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

Page 35: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi

sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor

tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat

dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan

pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini

akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga

terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet

faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular

deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga

terjadi penurunan faktor pembekuan.

Page 36: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya

syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor

pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler.

Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan :

demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan.

Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah

sering ditemukan.

Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan

pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek.

Page 37: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.

Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif,

kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas

pengambilan darah.

Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila,

wajah, dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam.

Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna

ringan dapat ditemukan pada fase demam.

Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah

arcus costae kanan.

Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit

namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi

penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang

bervariasi dalam berat-ringannya.

Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan

sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.

Laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan

pada DBD.

Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-

8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.

Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan

nilai hematokrit.

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan -nilai

hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu

turun atau sebelum syok terjadi.

Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau

oleh perdarahan.

Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif

dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.

Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan.

Page 38: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen,

protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada

sepertiga sampai setengah kasus DBD.

Fungsi trombosit juga terganggu.

Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.

Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan.

Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada

pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.

Sindrom Syok Dengue (SSD)

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai

hari sakit ke-7.

Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang

ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah,

tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi.

Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir.

Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan

segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat

menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik,

perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis.

Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang

ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda

prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.

Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan

terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim

seperti ensefalopati dan gagal hati.

Definisi kasus DD/DBD

A. Secara Laboratoris

Page 39: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

1. Presumtif Positif (Kemungkinan Demam Dengue)

Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut; nyeri

kepala, nyeri belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji

HI >_ 1.280 dan atau IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat

yang sama ditemukan kasus confirmed dengue infection.

2. Corfirmed DBD

(Pasti DBD)

Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut deteksi antigen dengue, peningkatan

titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens, dan atau isolasi

virus.

B. Secara Minis

1. Kasus DBD

1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.

2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa

• uji tourniquet positif

• petekia, ekimosis, atau purpura

• Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan

• Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia < 100.00/pl

4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan

• Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 % dari nilai baku sesuai umur dan

jenis kelamin.

• Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang

adekuat Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian

cairan.

• Efusi pleura, asites, hipoproteinemi

2. SSD

Definisi kasus DBD ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan :

• Nadi cepat, lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, perfusi perifer menurun

• Hipotensi, kulit dingin-lembab, dan anak tampak gelisah.

Page 40: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan terdiri dari :

a. Pencegahan

Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk flavivirus demam berdarah.

Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor

nyamuk demam berdarah.

Cara pencegahan DBD :

Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena

nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi

yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya.

Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode

pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi

tempat. perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan

perbaikan desain rumah.

2. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam,

dan bakteri (Bt.H-14).

3. Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion).

4. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air

seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

5. Bersihakan tempat penyimpanan air ( bak mandi, WC ).

6. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air.

7. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng bekas, botol

bekas ).

8. Tutuplah lubang-lubang, pagar pada pagar bambu dengan tanah.

9. Lipatlah pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak

hinggap di situ.

10. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin untuk membunuh jintik-jintik

nyamuk ( ulangi hal ini setiap 2 sampai 3 bulan sekali).

Page 41: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

b. Pengobatan

Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan, mencegah

atau mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak

minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu).

Penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkin diperlukan untuk mencegah

dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah

platelet menurun drastis. Selanjutnya adalah pemberian obat-obatan terhadap keluhan yang

timbul, misalnya :

- Paracetamol membantu menurunkan demam

- Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare

- Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder

Lakukan kompress dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan

beberapa tim medis menyarankan kompres dapat dilakukan dengan alkohol. Pengobatan

alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun

khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat

mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.

Pengobatan penderita demam berdarah adalah dengan cara :

1. Pengantian cairan tubuh

2. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam 24 jam.

3. Gastroenteritis oral solution atau kristal diare yaitu garam elektrolid ( oralit

kalau perlu 1 sendok makan setiap 3 sampai 5 menit )

4. Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit diperlukan untuk mencegah

terjadinya syok yang dapat terjadi secara tepat.

5. Pemasangan infus NaCl atau Ringer melihat keperluanya dapat ditambahkan,

Plasma atau Plasma expander atau preparat hemasel.

6. Antibiotik diberikan bila ada dugaan infeksi sekunder.

PROGNOSIS

Page 42: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF tidak

ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak

teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh

sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian

terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf,

kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain.

4. LEPTOSPIROSIS

DEFENISI

Suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikro organisme Leptospirosis interogans

tanpa memandang bentuk spesifik serotipnya.

ETIOLOGI

• Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu

mikroorganisme spirochaeta.

• Ciri khas organisme ini yaitu berbelit, tipis, fleksibel,

EPIDEMOLOGI

Leptrospirosis tersebar luas diseluruh dunia. Namun terbanyak terdapat di daerah tropis.

Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda,kucing,

marmut atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti tupai, musang, kelelawar dll.

Didalam tubuh binatang-binatang tersebut leptospira hidup (Ginjal/air kemihnya) Tikus

merupakan vektor utama dari L.icterohamorrhagica penyebab utama leptospirosis pada

manusia International leptospirosis society menyatakan Indonesia sebagai negara dengan

insidens leptrospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia mortalitas. Leptospira ditemukan

di DKI Jakarta, Jawa barat, Jawa tangah, Lampung, Sumatera selatan, Bengkulu, Riau,

Sumatera Barat,Sumatera utara,Bali,NTB, Sulawesi selatan, Sulawasi utara, Kalimantan

timur dan kalimantan barat.

MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.

Page 43: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Leptospira mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun.

Gambaran klinis pada leptospirosis.

Sering : Demam,menggigi,sakit kepala, meningismus,anoreksia,mialgia, conjuctival

suffusion,mual,muntah,nyeri abdomen,ikterus,hepatomegali,ruam kulit,fotopobi.

Jarang : Penumonitis,hemaptoe,delirium,perdarahan, diare, edema, spleennomegali, artralgia,

gagal ginjal, peroferal neuritis, pankreatitis, parotitis, parotis, epididimytis, hematemesis,

asites, miokarditis

• Fase Leptospiraemia

Fase ini ditandai dengan adanya leptospira dalam darah dan cairan serebrospinal,

berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di bagian frontal,

rasa sakit pada yang hebat terutama pada paha, betis, dan pinggan disertai nyeri tekan.

Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam menggigil,juga didapati mual

dengan atau tanpa muntah disertai mencret bahkan pada sekitat 25% kasus disertai

penurunan kesadaran.

Pada pemeriksaan sakit berat,bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat

dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan fotofobia.

Pada kulit dijumpai adanya rash yang berbentuk makular, makulopapular atau utrikaria.

• Fase Imun

Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang mencapai

40% C disertai menggigil dan kelemahan umum.

Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher,perut,dan otot-otot kaki terutama otot

betis

Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati , uremia ,

ikterik, purpura , ptechiae , epistaksis , perdarahan gusi merupakan menifestasi yang paling

sering.

Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini

PATOGENESIS

Page 44: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lender, memasuki aliran

darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon

imunologi baik secara seluler maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan

terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada

daerah yang terisolasi secara imunologi seperti dalam ginjal dimana sebagian

mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui

urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu

setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira

dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat

lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,

mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria

berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis : invasi

bakteri langsung, factor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.

PATOLOGI

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang

bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul

terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan

antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histiologik. Pada leptospirosis

lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional

yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada

struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit dan sel

plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan

disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal leptospira juga dapat bertahan

pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk kedalam cairan serebrospinalis pada fase

leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi

terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai

leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :

1. Ginjal

Page 45: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada

leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat

tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal,

hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.

2. Hati

Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan

proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan

leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.

3. Jantung

Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat

fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma.

Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada

miokardium dan endokarditis.

4. Otot rangka

Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis, vakuolisasi dan

kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung

leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.

5. Mata

Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan bertahan

beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan

uveitis.

6. Pembuluh darah

Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan

menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa, permukaan

serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit

7. Susunan saraf pusat

Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan

terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody, tidak pada

saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme

imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel mononuclear

Page 46: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering

disebabkan oleh L. canicola.

8. Weil Disease

Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya disertai

perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua. Penyakit weil

ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab weil disease adalah

serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype copanhageni dan bataviae.

Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic, atau disfungsi vascular.

PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Diagnosis Leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium.

Diagnosis leptospirosis dapat dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu:

1. Suspek, bila ada gejala klinis, tanpa dukungan uji laboratorium. Diagnosis menurut

Faine dengan menggunakan nilai skor berdasarkan gejala klinis dan data

epidemiologi, sekarang tidak dianjurkan lagi, karena pasien dengan nilai skor rendah,

pemeriksaan kultur dapat positif atau sebaliknya.

2. Probable, bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu

dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.

3. Definitif, bila:

Ditemukan kuman leptospira atau antigen kuman leptospira dengan pemeriksaan

mikroskopik, kultur, inokulasi hewan atau reaksi polimerase berantai.

Gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan didukung dengan hasil uji MAT

serial yang menunjukkan adnya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau

lebih, atau IgM ELISA positif.

Penegakan diagnosa leptospirosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan laboratorium. Anamnesis berupa keluhan demam yang muncul mendadak, nyeri

kepala terutama di daerah frontal, mata merah atau fotofobia, keluhan gastrointestinal, dan

lain-lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan demam, bradikardi, mialgia, nyeri sendi serta

conjungtival suffussion.

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan penyakit leptospirosis ada dua, yaitu:

Page 47: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

1. Pemeriksaan laboratorium umum.

Pemeriksaan laboratorium umum meliputi pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan

fungsi ginjal, dan pemeriksaan fungsi hati

2. pemeriksaan laboratorium spesifik.

Pemeriksaan laboratorium spesifik meliputi pemeriksaan mikroskopik, biakan,

inokulasi, MAT, dan ELISA.

Langkah untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium. Pola klinis leptospirosis di beberapa rumah sakit tidak sama,

tergantung dari : jenis kuman leptospira, kekebalan seseorang, kondisi lingkungan dan lain-

lain.

A. Anamnesis

Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data bepidemiologis penderita

harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien.

Identitas pasien ditanyakan: nama,umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan

jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena

berhubungan dengan leptospirosis.

B. Pemeriksaan fisik

Gejala klinik menonjol yaitu: ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival

suffusion.

Conjungtival suffusion dan mialgia merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan.

Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hiri ke 3 selambatnya hari ke

7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva unilateral ataupun bilateral yang

disertai fotofobia dan injeksi faring; faring terlihat merah dan bercak-bercak.

Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan

hiperestesi kulit.

Kelainan fisik lain yang ditemukan yaitu: hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang

meningeal, hipotensi, ronki paru dan adanya diatesis hemoragi. Diatesis hemoragi timbul

akibat proses vaskulitis difus di kapiler disertai hipoprotrombinemia dan trombositopenia, uji

pembendungan dapat positif. Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan

Page 48: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

manifestasi dapat terlihat sebagai petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, dan ruam kulit.

Ruam kulit dapat berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria generalisata

maupun setempat pada badan, tulang kering atau tempat lain.

C. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium umum

Termasuk pemeriksaan laboratorium umum yaitu:

1) Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis, normal atau menurun, hitung jenis

leukosit, terdapat peningkatan jumlah netrofil. Leukositosis dapat mencapai 26.000 per mm3

pada keadaan anikterik.

Morfologi darah tepi terlihat mielosit yang menandakan gambaran pergeseran ke kiri.

Faktor pembekuan darah normal. Masa perdarahan dan masa pembekuan umumnya normal,

begitu juga fragilitas osmotik eritrosit keadaannya normal. Masa protrombin memanjang

pada sebagian pasien namun dapat dikoreksi dengan vitamin K. Trombositopenia ringan

80.000 per mm3 sampai 150.000 per mm3 terjadi pada 50 % pasien dan berhubung dengan

gagal ginjal, dan pertanda penyakit berat jika hitung trombosit sangat rendah yaitu 5000 per

mm 3. Laju endapan darah meningi, dan pada kasus berat ditemui anemia hipokromia

mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stidium lanjut perjalanan penyakit.

2) Pemeriksaan fungsi ginjal

Pada pemeriksaan urin terdapat albuminuria dan peningkatan silinder ( hialin, granuler

ataupun selular) pada fase dini kemudian menghilang dengan cepat. Pada keadaan berat

terdapat pula bilirubinuria, yang dapat mencapai 1 g/hari dengan disertai piuria dan

hematuria. Gagal ginjal kemungkinan besar akan dialami semua pasien ikterik. Ureum darah

dapat dipakai sebagai salah satu faktor prognostik, makin tinggi kadarnya makin jelek

prognosa. Peningkatan ureum sampai di atas 400 mg/dL. Proses perjalanan gagal ginjal

berlangsung progresif dan selang 3 hari kemudian akan terjadi anuri total. Ganguan ginjal

pada pasien penyakit Weil ditemukan proteinuria serta azotemia, dan dapat terjadi juga

Page 49: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

nekrosis tubulus akut. Oliguria: produksi urin kurang dari 600 mL/hari; terjadi akibat

dehidrasi, hipotensi.

3) Pemeriksaan fungsi hati

Pada umumnya fungsi hati normal jika pasien tidak ada gejala ikterik. Ikterik disebabkan

karena bilirubin direk meningkat. Gangguan fungsi hati ditunjukkan dengan meningkatnya

serum transaminase (serum glutamic oxalloacetic transaminase = SGOT dan serum glutamic

pyruvate transaminase = SGPT). Peningkatannya t idak pasti, dapat tetap normal ataupun

meningkat 2 – 3 kali nilai normal. Berbeda dengan hepatitis virus yang selalu menunjukkan

peningkatan bermakna SGPT dan SGOT. Kerusakan jaringan otot menyebabkan kreatinin

fosfokinase juga meningkat. Peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit,

rata-rata mencapai 5 kali nilai normal. Pada infeksi hepatitis virus tidak dijumpai peningkatan

kadar enzim kreatinin fosfokinase.

Pemeriksaan laboratorium khusus

Pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira dapat

secara langsung dengan mencari kuman leptospira atau antigennya dan secara tidak melalui

pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira dengan uji serologis

1) Pemeriksaan langsung:

a) Pemeriksaan mikroskopik dan immunostaining

Pemeriksaan langsung dapat mendeteksi kuman leptospira dalam darah, cairan

prtoneal dan eksudat pleura dalam minggu pertama sakit, khususnya antara hari ke 3 –

7, dan di dalam urin pada minggu ke dua, untuk diagnosis definitif leptospirosis.

Spesimen urin diambil dengan kateter, punksi supra pubik dan urin aliran tengah,

diberi pengawet formalin 10 % dengan perbandingan 1:4. Bila jumlah spesimen

banyak dilakukan dua kali pemusingan untuk memperbesar peluang menemukan

kuman leptospira. Pemusingan pertama dilakukan pada kecepatan rendah, misalnya

1000 g selama 10 menit untuk membuang sel, dilanjutkan dengan pemusingan pada

kecepatan tinggi antara 3000 – 4000 g selama 20 – 30 menit agar kuman leptospira

Page 50: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

terkonsentrasi, kemudian satu tetes sedimen (10 -20 mL) diletakkan di atas kaca

obyek bersih dan diberi kaca [penutup agar tersebar rata.

Selain itu dapat dipakai pewarnaan Romanowsky jenis Giemsa, dan pewarnaan perak

yang hasilnya lebih baik dibanding Gram dan Giemsa (kuman leptospira lebih jelas

terlihat).

Pewarnaan imunofluoresein lebih disukai dari pada pewarnaan perak karena kuman

leptospira lebih muda terlihat dan dapat ditentukan jenis serovar. Kelebihan

pewarnaan imunofluoresein dapat dicapai tanpa mikroskop fluoresein dengan

memakai antibodi yang telah dilabel enzim, seperti fosfotase dan peroksidase atau

logam seperti emas.

b) Pemeriksaan molekuler

Pemeriksaan molekuler dengan reaksi polimerase berantai untuk deteksi DNA kuman

leptospira spesifik dapat dilakukan dengan memakai primer khusus untuk

memperkuat semua strain patogen. Spesimen dari 2 ml serum, 5 mL darah tanpa

antikoagulan dan 10 mL urin.

c) Biakan

Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik. Hasil optimal bila darah, cairan

serebrospinal, urin dan jaringan postmortem segera ditanam ke media, kemudian

dikirim ke laboratorium pada suhu kamar.

d) Inokulasi hewan percobaan

Kuman leptospira virulen dapat menginfeksi hewan percobaan, oleh karena itu hewan

dapat dipakai untuk isolasi primer kuman leptospira. Umumnya dipakai golden

hamsters (umur 4 – 6 minggu) dan marmut muda ( 150 – 175 g), yang bukan karier

kuman leptospira.

2) Pemeriksaa tidak langsung / serologi

Page 51: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Jenis uji serologi:

Microscopic agglutination test (MAT) Microscopic slide agglutination test (MSAT)

Uji carik celup:

o LEPTO Dipstick

o LeptoTek Lateral Flow Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)

Aglutinasi lateks Kering

(LeptoTek Dri – Dot) Microcapsule agglutination test

Indirect fluorescent antibody test (IFAT) Patoc – slide agglutination test (PSAT)

Indirect haemagglutination test (IHA) Sensitized erythrocyte lysis test (SEL)

Uji Aglutinasi lateks Counterimmunelectrophoresis (CIE)

Complement fixation Test (CFT)

DIAGNOSIS BANDING

Leptospirosis anikterik: influensa, demam dengue dan demam berdarah dengue, infeksi

virus hanta, demam kuning, riketsiosis, boreliosis, bruselosis, malaria, pielonefritis,

meningitis aseptik, keracunan bahan kimia, keracunan makanan, demam tifoid dan penyakit

demam enterik lain, Fever of known origin (FUO), serokonversi HIV primer, penyakit

legioner, dan infeksi virus/bakteri lain.

Leptospirosis ikterik: malaria falciparum berat, hepatitis virus, demam tifus dengan

komplokasi ganda, haemorrhagic fever with renal failure, demam berdarah virus lain dengan

komplikasi.

KOMPLIKASI

Pada leptospirosis, komplikasi yang sering terjadi ialah iridoksiklitis, gagal ginjal,

myocarditis, meningitis aseptik, dan hepatitis. Perdarahan masif jarang ditemui dan bila

terjadi selalu menyebabkan kematian.

Page 52: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

PROGNOSIS

Prognosis ditentukan oleh berbagai faktor seperti virulensi kuman leptospira, kondisi fisik

pasien, umur pasien, adanya ikterik, adanya gagal ginjal akut, gangguan fungsi hati berat

serta cepat lambatnya penanganan oleh tim medik.

TERAPI LEPTOSPIROSIS

Terapi leptospirosis mencakup aspek terapi aspek kausatif, dengan pemberian antibiotik

Prokain Penisilin, Amoksisilin, Ampisilin, Doksisiklin pada minggu pertama infekasi,

maupun aspek simtomatik dan suportif dengan pemberian antipiretik, nutrisi, dll.

Semua kasus leptospirosis ringan dapat sembuh sempurna, berbeda dengan leptospirosis berat

yang mempunyai angka CFR tinggi, antara 5 - 40%.

Kuman leptospira sensitif terhadap sebagian besar antibiotika, terkecuali vakomisin,

rafampisin dan mitronidasol.

Pemantauan fungsi jantung perlu dilakukan pada hari pertama rawat inap dengan mencakup

aspek terapi kausatif, simtomatik dan suportif.

Terapi leptospirosis ringan

1. Pemberian antipiretik, terutama apabila demmamnya melebihi 38 C.

2. Pemberian antibiotik-antikuman leptospira. Pada leptospirosis ringan diberikan terapi:

Doksisiklin 100 mg yang diberikan 2 kali sehari, selama 7 hari, pada anak di atas

8 tahun: 2 mg/Kg/hari (maksimal 100 mg)

Ampisilin 500 – 750 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral

Amoksisilin 500 mg yang diberikan 4 kali sehari per oral.

Terapi leptospirosis berat

1. Pemberian antipiretik.

2. Pemberian Nutrisi dan cairan

Page 53: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Pemberian nutrisi perlu diperhatikan, karena nafsu makan pasien menurun, sehingga asupan

nutrisi berkurang. Kalori diberikan dengan mempertimbangkan keseimbangan nitrogen,

dengan perhitungan:

Berat badan 0 – 10 kg : 100 kalori/kgBB/hari

Berat badan 20 – 30 kg : ditambahkan 50 kalori/kgBB/hari

Berat badan 30 – 40 kg : ditambahkan 25 kalori/kgBB/hari

Berat badan 40 – 50 kg : ditambahkan 10 kalori/kgBB/hari

Berat badan 50 – 60 kg : ditambahkan 5 kalori/kgBB/hari

Karbohidrat diberikan dalam jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis. Protein yang

cukup mengandung asam amino esensial, diberikan sebanyak 0,2 – 0,5 gram/kgBB/ hari..

Pada pasien dengan muntah hebat atau tidak mau makan, diberikan makanan secara

parenteral ( tersedia kemasan cairan infus yang praktis, cukup kandungan nutrisinya)

Pemberian antibiotik :

Prokain penisilin 6 – 8 juta unit sehari yang diberikan 4 kali sehari intramuskular

Ampisilin 1 gram yang diberikan 4 kali sehari intravena

Amoksisilin 1 gram yang diberikan 4 kali sehari intravena

Antibiotik pada anak:

Prokain penesilin 50.000 IU/kg BB; maksimal 2 juta IU sehari yang diberikan 4 kali sehari

intramuskular

Doksisiklin pada anak >8 tahun: 2 mg/kgBB; maksimal 100 mg sehari yang diberikan 2 kali

sehari per oral.

Page 54: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Pananganan khusus:

Hiperkalemia : Merupakan keadaan yang harus segera ditangani, karena

menyebabkan cardiac arrest;

Asidosis metabolik;

Hipertensi: perlu diberikan anti hipertensi.;

Gagal jantung: pembatasan cairan, digitalis dan diuretik;

Perdarahan diatasi dengan transfusi.

Diagnosis is suspect (hanya didukung oleh gejala klinis&riwayat pajanan) Demam,

cojunctival suffusion, nkaku&nyeri otot (betis dan paha) Ikterik, sakit kepala, menggigil,

oliguria,anuria kaku kuduk,dll. Ditambah: riwayat pajanan dengan hewan/lingkungan

terkontaminasi urin hewan faktor resiko transmisi leptospirosis

Diagnosis Probable: Diagnosis suspect didukung tes serologi penyaringan positif

Diagnosis is Confirmed: Peningkatan titer serial 4 atau serokonversi MAT atau ELISA IgM

(+)Azotemia

PENCEGAHAN

Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi

yang meliputi:

1) Intervensi sumber infeksi;

2) Intervensi pada jalur penularan ;

3) Intervensi pada pejamu manusia.

Menghindari atau mengurangi kontak dengan hewan yang berpotensi terkena paparan

air atau lahan yang dicemari kuman. Orang yang berisiko tinggi infeksi harus

memakai sarung tangan, baju dan kacamata pelindung. Harus memperhatikan secara

ketat kebersihan dan sanitasi lingkungan seperti kontrol hewan pengerat seperti tikus,

dekontaminasi infeksi

Penggunaan vaksinasi pada hewan dan manusia masih kontroversi.

Kemoprofilaksis menunjukkan hasil yang efektif pada manusia dengan risiko tinggi

seperti anggota militer atau wisatawan yang berkunjung di daerah endemik.

Page 55: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Pemberian doksisiklin 250 mg peroral sekali seminggu, menunjukkan efikasi yang

sangat baik. Tetapi pencegahan ini tidak dianjurkan untuk jangka panjang.

5. HIV/AIDS

DEFENISI

AIDS (Acquired Immunodeficieny Syndrome), merupakan kumpulan gejala yang timbul

karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia karena infeksi virus HIV (Huma

Immunideficiency Virus).

ETIOLOGI

Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus), yang menyebabkan kerusakan sistem imun

tubuh sehingga tubuh dengan mudah akan terinfeksi bakteri, virus, fungi dan parasit lain.

Karena sistem imun tubuh rusak, maka infeksi bakteri dan parasit lainnya ini akan

menimbulkan penyakit yang pada akhirnya menyebabkan kematian.

EPIDEMIOLOGI

AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara, yang sekarang telah menjadi wabah penyakit.

AIDS diperkirakan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia

Pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS di Indonesia sejak 1 januari 1987 s.d 30 juni 2008

adalah

– 677 HIV dan

– 12689 AIDS

CARA PENULARAN

1. Hubungan seksual dengan resiko penularan 0.1 - 1 % tiap hubungan seksual

2. Melalui darah, yaitu :

– Transfusi darah yang mengandung HIV, resiko penularan 90-98 %

Page 56: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

– Tertusuk jarum yang mengandung HIV, resiko penularan 0.3 %

– Terpapar mukosa yang mengandung HIV, resiko penularan 0.0051 %

3. Transmisi dari ibu ke anak

– Selama kehamilan

– Saat persalinan

– Melalui ASI

PATOGENESIS HIV

HIV merupakan sebuah retrovirus yang menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh

manusia .

Human Immunodeficincy Virus (HIV) adalah penyebab Acquired Immunodeficiency

Syndrome (AIDS), yaitu suatu kumpulan gejala penyakit yang bersifat fatal.

Virus ini memiliki materi genetik berupa sepasang asam ribonukleat rantai tunggal

(single-stranded Ribonucleic acid = ss-RNA) yang identik dan suatu enzim yang

disebut sebagai reverse transcriptase

HIV menginfeksi terutama sel-sel penting dalam sistem kekebalan manusia seperti sel

T helper (khusus CD4 + sel T), makrofag , dan sel dendritik. infeksi HIV

menyebabkan tingkat rendah CD4 + sel T melalui tiga mekanisme utama:

1. membunuh virus langsung dari sel yang terinfeksi,

2. meningkatkan tingkat apoptosis dalam sel yang terinfeksi, dan

3. membunuh sel CD4 + T terinfeksi oleh limfosit CD8 sitotoksik yang mengakui sel

yang terinfeksi.

Ketika CD4 + T sel nomor penurunan di bawah tingkat kritis, kekebalan yang

dimediasi sel hilang, dan tubuh menjadi semakin lebih rentan terhadap infeksi

oportunistik.

Infeksi HIV dapat terjadi melalui 3 cara, yaitu langsung ke aliran darah melalui

suntikan, melalui permukaan mukosa atau penularan dari ibu ke anaknya .

Page 57: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Setelah HiV masuk ke tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan berada di dalam sel

dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu

(serupa infeksi mononukleus), di sertai viremia hebat dan keterlibatan berbagai

kelenjar limfe. Pada tubuh timbul respon imun humoral maupun selular. Sindrom ini

akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Kadar virus yang tinggi dalam darah dapat di

turunkan oleh system imun tubuh. Proses berlangsung berminggu sampai terjadi

keseimbangan antara pembentukan virus baru dan upaya eliminasi oleh respon imun.

Titik keseimbangan di sebut sel point dan amat penting karna menentuka perjalanan

penyakit selanjutnya. Bila tinggi, perjalan penyakit menuju acquired

immunodefieciency syndrome (sindrom defisiensi imun yang di dapat, AIDS) akan

berlangsung lebih cepat.

Serokonversi (perubahan antibody negative menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah

infeksi tetapi pernah juga di laporkan sampa 8 bulan. Kemidian pasien akan

memasuki masa tabpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurnan bertahap jumlah CD4

(jumlah normal 800-1.000) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar

RNA virus relative konstan. CD 4 adalah reseptor pada limfosit T4 yang menjadi target

sel utama HIV. penurunan jumlah CD4 sekitar 50-100/tahun, sehingga tanpa

pengobatan, rata-rata masa infeksi HIV sampai masa AIDS adalah 8-10 tahun.

Dimana jumlah CD4 akan mencapai di bawah 200.

Sumber:

Kapita selekta kedokteran jilid 1, edisi ketiga fakulta;s kedokteran UI

KOMPLIKASI HIV

Menurut Revisi Kriteria menurut Center For Disease Control (CDC) Amerika Serikat Tahun

1993 untuk Keadaan yang Berhubungan dengan HIV adalah sebagai berikut:

1. Kandiosis bronkus, trakea, paru

2. Kandiosis esofagus

3. Kanker serviks invasif

Page 58: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

4. Koksidoidomikosis diseminata atau ekstrapulmonal

5. Kriptokosis ekstrapulmonal

6. Kriptosporidiosis intestinal kronik (1 bulan)

7. Infeksi sitomegalovirus (kecuali di hati, limpa atau nodus lymphaticus)

8. Rinitis sitomegalovirus dengan gangguan penglihatan

9. Ensefalopati terkait HIV

10. Herpes simpleks, ulkus kronik (>1 bulan) atau bronkitis, pneumonia dan esofagitis.

11. Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmonal

12. Isopporiasis intestinal kronik (> 1bulan)

13. Sarkoma kaposi

14. Limfoma Burkitt

15. Limfoma primer pada otak

16. mycrobacterium avium kompleks atau m. kansasii atau ekstrapulmonal

17. Imycrobacterium tubercolosis, pulmoner atau ekstrapulmoner

18. Pneumonia pneumocystis (PCP)

19. Pneumonia rekurens

20. Leukoenselofati multifokal progresif

21. Septikemia salmonela rekurens

22. Ensefalitis toksoplasma

23. wasting syndrome yang terkait HIV

Dari komplikasi-komplikasi diatas dapat dijelaskan beberapa kompliukasi sebagai

berikut.

Penyakit paru-paru utama

Page 59: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Pneumonia pneumocystis

jarang dijumpai pada orang yang sehat dan imunokompeten, tetapi umum dijumpai pada

orang yang terinfeksi HIV. Penyakit ini disebabkan oleh fungi Pneumocystis jirovecii

Tuberkulosis

Tuberkulosis (TBC) dapat ditularkan ke orang yang imunokompeten melalui rute

respirasi,

Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per μL), TB muncul sebagai

penyakit paru-paru.

Pada infeksi HIV belakangan, TB sering muncul dengan penyakit ekstrapulmoner

(sistemik). Gejala biasanya bersifat konstitusional dan tidak dibatasi pada satu tempat,

sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati,

nodus limfa regional, dan sistem saraf pusat. Selain itu, gejala yang muncul mungkin

lebih berkaitan dengan tempat keterlibatan penyakit ekstrapulmoner

Penyakit saluran pencernaan utama

Esofagitis

Esofagitis adalah peradangan pada esofagus

Pada individual yang terinfeksi HIV, hal ini terjadi karena infeksi jamur (kandidiasis)

atau virus (herpes simpleks-1 atau sitomegalovirus).

Penyakit saraf utama

Toksoplasmosis

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu disebut

Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan toksoplasma

ensefalitis, tetapi juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-

paru.

Leukoensefalopati multifocal progresif

Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yang merupakan

penghancuran sedikit demi sedikit selubung mielin yang menutupi akson sel saraf

sehingga merusak penghantaran impuls saraf.

Hal ini disebabkan oleh virus yang disebut virus JC yang 70% populasinya terdapat

dalam bentuk laten, menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat

Page 60: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat,

biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.

Kompleks demensia AIDS

Kompleks demensia AIDS adalah ensefalopati metabolik yang disebabkan oleh

infeksi HIV dan didorong oleh aktivasi imun makrofag dan mikroglia otak yang

terinfeksi HIV yang mengeluarkan neurotoksin.

Kerusakan neurologis spesifik tampak sebagai ketidaknormalan kognitif, perilaku,

dan motorik yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV dan berhubungan

dengan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma.

Meningitis kriptokokal

Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan

sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans.

Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien

juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat

mematikan.

Kanker yang berhubungan dengan HIV

Pasien dengan infeksi HIV pada pokoknya meningkatkan insiden beberapa kanker. Hal

ini terjadi karena infeksi dengan virus DNA onkogenik, terutama virus Epstein-Barr

(EBV), virus herpes penyebab sarkoma Kaposi (KSHV) dan papilomavirus manusia

(HPV).

Sarkoma Kaposi

Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi

HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah

salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari

subfamili

gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes

sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik

keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran

pencernaan, dan paru-paru.

Page 61: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Limfoma

Limfoma sel B tingkat tinggi seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma), Burkitt's-

like lymphoma, diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem saraf

pusat primer muncul lebih sering pada pasien yang terinfeksi HIV.

Kanker ini seringkali mengakibatkan prognosis yang buruk. Pada beberapa kasus,

limfoma ini merupakan tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan

oleh virus Epstein-Barr (EBV) atau KSHV.

Kanker leher rahim

Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS.

Kanker ini disebabkan oleh papilomavirus manusia (HPV).

Tumor lainnya

Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma

Hodgkin, karsinoma anal, dan karsinoma usus besar.

Infeksi oportunistik lainnya

Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik,

terutama demam ringan dan kehilangan berat badan.

Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan

sitomegalovirus. Sitomegalovirus dapat menyebabkan kolitis, seperti yang dijelaskan

di atas, dan retinitis sitomegalovirus →kebutaan.

Penisiliosis yang disebabkan oleh Penicillium marneffei kini adalah infeksi

oportunistik ketiga paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang

yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.

Dari komplikasi-komplikasi diatas dapat diklasifikasikan infeksi HIV dalam beberapa

stadium yaitu:

Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS

Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran

pernafasan atas yang berulang

Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari

sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.

Page 62: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau

paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.

PENGOBATAN HIV

pengobatan dan penatlaksanaan HIV dilakukan secara fisik, psikologi, dan sosial.

1. Pengobatan suportif

- Nutrisi dan vitamin yang cukup

- Bekerja

- Pandangan hidup yang positif

- Hobi

- Dukungan psikologis

- Dukungan sosial

2. Pencegahan serta pengobatan infeksi oportunistik dan kanker

3. Pengobatan antiretroviral

Saat memulai pengobatan:

- Asimtomatik, CD4>500 tapi RNA HIV (viral load) tinggi (lebih dari 30.000

kopi/ml)

- Asimtomatik, CD4>350 (boleh di tunda bila CD4>350 dan viral load rendah <

10.000)

- Infeksi HIV dengan gejala

Sekarang yang di anut adalah pengobatan kombinasi dengan kombinasi 3 obat, terdiri

dari, dua inhibitor reserve transcriptase dan satu inhibitor enzim protease. Monoterapi

(ddl atau d4T) hanya di pertimbangkan bila pengobatan kombinasi tak dapat

dilakukan atau pasien telah menggunakan monoterapi dalam waktu yang lama dan

hasil klinis maupun pemantauan laboratorium tetap baik (CD4 baik).

HIV /AIDS belum dapat disembuhkan secara total Hanya obat untuk menurunkan morbiditasHanya obat untuk menurunkan morbiditas

dan mortalitas dini akibat HIVdan mortalitas dini akibat HIV.

Terapi ARV

Obat-obatan antiretroviral memperlambat replikasi sel-sel, yang berarti memperlambat

penyebaran virus dalam tubuh, dengan mengganggu proses replikasi dengan berbagai cara.

Page 63: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Penghambat Nucleoside Reverse Transcriptase (NRTI)

o HIV memerlukan enzim yang disebut reverse trancriptase untuk mereplikasi

diri. Jenis obat-obatan ini memprlambat kerja reverse transcriptase dengan

cara mencegah proses pengembangbiakkan materi genetic virus tersebut.

Penghambat Non-Nucleoside Reverse Transcriptase (NNRTI)

o Jenis-jenis obat-obatan ini juga mengacaukan replikasi HIV dengan mengikat

enzim reverse transriptase itu sendiri. Hal ini mencegah agar enzim ini tidak

bekerja dan menghentikan produksi partikel virus baru dalam sel-sel yang

terinfeksi.

Penghambat Protease (PI)

o Protease merupakan enzim pencernaan yang diperlukan dalam replikasi HIV

untuk membentuk partikel-partikel virus baru. Protease memecah belah

protein dan enzim dalam sel-sel yang terinfeksi, yang kemudian dapat

menginfeksi sel yang lain. Penghambata protease mencegah pemecah-belahan

protein dan karenanya memperlambat produksi partikel virus baru

PENCEGAHAN HIV

1. Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS atau tersangka penderita

AIDS

2. Mencegah hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan orang

yang mempunyai banyak pasangan

3. Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotika obat suntik

4. Melarang orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok beresiko tinggi untuk

melakukan donor darah

5. Memastikan sterilitas alat suntik

PROGNOSIS HIV

Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal, sekitar 75% pasien yang didiagnosis AIDS

meninggal 3 tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada 5% kasus pasien terinfeksi HIV

yang tetap sehat secara klinis dan imunologis.

Page 64: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada STEP VII, maka dapat disimpulkan bahwa

pasien tersebut menderita penyakit malaria. Hal ini dilihat dari segi Gejala-gejala pasien sama

Page 65: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

dengan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi plasmodium malaria. Kurang Hb disebabkan

oleh adanya penghancuran eritrosit oleh plasmodium. Sedangkan pembesaran limpa

diakibatkan oleh adanya pelepasan sistem imun, serta peningkatan penghancuran eritrosit

rusak akibatnya terjadi hipertofi. Demam diakibatkan oleh adanya pelepasan sitokin-sitokin

oleh sel radang berupa TNF dan IL-1 yang akan merangsang hipothalamus sebagai pusat

suhu, sehingga timbul mekanisme demam. Demam yang dialami merupakan tipe demam

intermiten. Demam dapat diturunkan dengan menggunakan obat antipiretik, contohnya

paracetamol. Obat tersebut akan menghambat pelepasan sitokin IL-1 sehingga tidak dapat

merangsang hipothalamus, makanya tidak terjadi mekanisme demam.

Untuk mendiagnosa penyakit ini dapat dilakukan tetesan darah tepi untuk melihat adanya

plasmodium dalam eritrosit,. Penyakit malaria dapat diobati dengan primaquin, kloroquin,

kina, artemicin.

Untuk mencegah penularan penyakit ini, maka harus dibiasakan hidup sehat dengan menutup

air-air yang tergenang, ataupun hal-hal yang dapat menyebabkan perkembangbiakan jenti-

jentik nyamuk. Agar tidak ada nyamuk yang nantinya akan menginfeksi manusia.

DAFTAR PUSTAKA

MALARIA

Page 66: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

Aru W.sudoyo,Bambang Setiyohana,Idrus Alwi,Marcellus Simandibrata, K,Siti Setiati,

Buku Ajar OLmu Penyakit Dalam, Cetakan Pertma Jilid III, Edisi V, Tahun 2009

Buku Parasitologi FK UI

DEMAM TYPHOID

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-pada-pasien-

dengan_02.html

http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/demam-thypoid.pdf

http://www.infokedokteran.com/tag/patofisiologi-demam-tifoid

http://cetrione.blogspot.com/2008/05/demam-tifoid.html

DBD

Kurt. J. Isselbacher...[et al.]. 1999. HARRISON, PRINSIP DAN ILMU PENYAKIT

DALAM ED. 13. VOL. 2. Jakarta : EGC.

Buku kapita selekta.

www.depkes.go.id .

LEPTOSPIROSIS

Aru W.sudoyo,Bambang Setiyohana,Idrus Alwi,Marcellus Simandibrata, K,Siti Setiati,

Buku Ajar OLmu Penyakit Dalam, Cetakan Pertma Jilid III, Edisi V, Tahun 2009

Kapita selekta kedokteran/ editor, manjoer Arif. (et al.).—Ed. 3; cet. 1 – Jakarta: Media

Aesculapius, 2000

http://www.indonesiaindonesia.com/f/13740-penyakit-leptospirosis-manusia/

HIV/AIDS

http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/yemima-septiany-puraja-0781141201.pdf

http://purwa.blog.unair.ac.id/2009/09/14/perawatan-dan-pengobatan-hiv-aids/

Page 67: Laporan PBL KTPI Sken. 1 Auto Saved)

kapita selekta kedokteran/ editor, manjoer Arif. (et al.).—Ed. 3; cet. 1 – Jakarta: Media

Aesculapius, 2000