Laporan Pbl i
Transcript of Laporan Pbl i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan ridho-
Nya sehingga kelompok 2 bisa menyelesaikan laporan PBL pertama untuk modul pertama
yaitu sesak nafas pada sistem traumatologi.
Dalam penyusunan laporan ini, berdasarkan hasil brainstorming kelompok 2, dan mengacu
pada buku-buku serta website di internet. Masalah yang menyangkut pada skenario satu
pada modul ini , kami kemukakan dalam pembahasan laporan yang telah disusun.
Dan tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dr. Siti Airiza J, Sp.S sebagai
pembimbing kelompok 2 atas tutorial pertama yang membantu pada saat diskusi kelompok
kami, sehingga dapat terselesaikannya laporan PBL pertama modul sesak nafas ini.
Akhir kata, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dengan suatu harapan
yang tinggi, semoga laporan yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi semuanya.
Wassalam.wr.wb
Jakarta, 22 Juni 2015
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Trauma atau kecelakaan merupakan hal yang sering dijumpai dalam kasus forensik. Hasil
dari trauma atau kecelakaan adalah luka, perdarahan, skar atau hambatan dalam fungsi organ.
Agen penyebab trauma dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, antara lain akibat
kekuatan mekanik, aksi suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan trauma emboli.
Dalam prakteknya seringkali terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu jenis
penyebab, sehingga klasifikasi trauma ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang
menyebabkan trauma. Dan dalam pembahasan makalah ini akan dipaparkan mengenai trauma
yang diakibatkan oleh benda tumpul.
Pengertian trauma (injury) dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian
medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas
dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau
benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artiya orang yang sehat,
tiba-tiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan
kecelderaan.
1.2. Sasaran Belajar
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM ( TIU)
Setelah selesai mempelajari modul ini, anda diharapkan dapat menjelaskan bagaimana
mengenal tanda-tanda kegawatan dan bagaimana cara memberikan tindakan yang cepat dan
tepat pada penderita sesak napas.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
Setelah selesai mempelajari modul ini, anda diharapkan dapat :
1. Menyebutkan dan menjelaskan berbagai penyebab sesak napas.
2. Menjelaskan gejala dan tanda sesak napas oleh berbagai sebab yang dapat mengancam
jiwa.
3. Menjelaskan bagaimana cara tindakan awal penanganan jalan napas dan pernapasan pada
penderita sesak napas tanpa alat.
2
4. Menjelaskan bagaimana cara tindakan awal penanganan jalan napas dan pernapasan pada
penderita sesak napas dengan alat.
5. Menjelaskan bagaimana cara pemberian oksigen.
6. Menjelaskan bagaimana cara memberikan tindakan lanjut apabila terjadi kegagalan pada
tindakan awal.
7. Menjelaskan bagaimana cara memberikan resusitasi apabila terjadi kegagalan sirkulasi.
8. Menjelaskan bagaimana cara pemakaian obat-obat darurat.
9. Menjelaskan bagaimana cara menstabilisasi penderita sesak napas yang disebabkan oleh
trauma.
10. Menjelaskan syarat-syarat melakukan transportasi dan rujukan pada penderita.
1.3. Skenario
Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan sesak
napas penderita terlihat, pucat dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah. Penderita tidak
batuk dan tidak demam.
1.4. Kata/ Kalimat Kunci
Anak perempuan berusia 4 tahun
Sesak nafas, pucat dan kebiruan
Nadi teraba cepat dan lemah
Tidak ada batuk dan tidak demam
1.5. Pertanyaan
1. Jelaskan perbedaan keadaan kegawatdaruratan sesak nafas karena trauma dan non-
trauma !
2. Jelaskan faktor risiko dan etiologi terjadinya sesak nafas pada anak !
3. Jelaskan mekanisme sesak nafas !
4. Jelaskan patomekanisme pucat dan kebiruan pada kasus skenario !
5. Jelaskan gejala dan tanda sesak napas yang mengancam jiwa !
6. Bagaimana syarat rujukan dan transportasi pada keadaan gawat darurat !
7. Bagaimana anamnesis pada keadaan gawat darurat !
8. Bagaimana penanganan awal pada kasus skenario !
3
9. Jelaskan indikasi pemberian O2 dan teknik pemberiannya !
10. Jelaskan penanganan lanjutan yang akan dilakukan pada pasien skenario !
11. Jelaskan obat-obat yang dapat digunakan dalam keadaan gawat darurat !
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan perbedaan keadaan kegawatdaruratan sesak nafas karena trauma dan
non-trauma !
Nama : Rizka Aulia H.
NIM : 2012730153
Trauma
A. Hematogenous dispneuDisebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya berhubungan dengan exertional ( latihan ).
B. Neurogenik dispneuContohnya : psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan organik dispneu yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena paralisis dari otot-otot pernafasan.
C. Trauma KepalaCedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Cedera kepala dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun penyebab terseringnya adalah kecelakaan seperti kecelakaan lalulintas. Jika hal tersebut terjadi, akan mengakibatkan terjadinya trauma pada kepala sehingga dapat menimbulkan perdarahan,baik perdarahan intracranial maupun perdarahan ekstrakranial..Perdarahan intrakranial dapat menyebabkan terjadinya peningkatan TIK, akibat yang ditimbulkan yaitu sakit kepala hebat dan menekan pusat reflek muntah di medulla yang mengakibatkan terjadinya muntah proyektil sehingga tidak terjadi keseimbangan antara intake dengan output. Selain itu peningkatan TIK juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah otak menurun. Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia yang menyebabkan disfungsi serebral sehingga koordinasi motorik terganggu. Disamping itu hipoksia juga dapat menyebabkan terjadinya sesak nafas.
D. HemotoraksHemotoraks adalah akumulasi darah dalam ruang pleura. Sering kali timbul pada trauma dada yang hebat. Penyebabnya adalah cedera dari vascular dinding dada, pembuluh-pembuluh darah besar atau organ-oran intratoraks seperti paru, jantung atau esophagus.
E. PneumotoraksPneumotoraks traumatic dapat timbul pada cedera tumpul atau trauma tajam dan dapatdihubungkan dengan terjadinya hemotoraks. Udara dapat masuk ke ruang pleura dari trakea, bronkus ata paru.
5
Non Trauma1. Efusi Pleura
Efusi Pleura, yang juga dikenal dengan cairan di dada, adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peningkatan cairan yang berlebihan diantara kedua lapisan pleura. Pleura adalah kantung yang terdiri dari dua lapisan yang meliputi paru-paru dan memisahkannya dari dinding dada dan struktur-struktur di sekitarnya.Biasanya, sejumlah kecil cairan yang ada diantara dua lapisan tersebut berfungsi sebagai pelicin, mencegah gesekan ketika paru-paru mengembang dan menguncup ketika bernafas.Pada efusi pleura, jumlah cairan yang abnormal dalam rongga pleura membatasi fungsi paru-paru, menghasilkan gejala, seperti batuk, nyeri dada dan kesulitan bernafas.
2. Asma BronkhialPenyakit asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini menjadi penyabab asma dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga
3. PneumoniaAdalah infeksi pada organ paru, merupakan penyakit menular dan menjadi penyebab kematian nomor 1 pada usia kanak-kanak. Penyebab infeksi bisa virus, bakteri dan jamur.Gejala klinis yang dikeluhkan pasien pada awalnya adalah panas dan batuk dan bila berlanjut akan terjadi sesak napas, nyeri dada, panas tinggi dan penurunan kesadaran. Penundaan penanganan pneumonia adalah fatal karena organ paru yang terkena tidak lagi dapat melakukan fungsi dengan baik karena elemen terkecil tempat pertukaran gas di paru yang disebut ALVEOLI sudah terisi oleh infiltrat (cairan) sehingga Oksigen yang dibutuhkan tubuh tidak lagi dapat diambil oleh Alveoli. Kejadian ini disebut sebagai GAGAL NAPAS yang menyebabkan pasien harus dibantu dengan mesin pompa napas (ventilator) untuk menyelamatkan jiwanya.
Perbedaan antara Sesak Napas akibat Trauma dan Non-Trauma
6
Trauma Non Trauma
- Adanya riwayat trauma
- Akut (tiba-tiba)
- Tanpa riwayat trauma
- Sudah ada riwayat perjalanan penyakit
tertentu
7
2. Jelaskan faktor risiko dan etiologi terjadinya sesak nafas pada anak !
Nama : Muhammad Uraida
NIM : 2012730141
Penyebab Sesak napas, yaitu :
Non Trauma
a. Kardiak dispneu, yakni dispneu yang disebabkan oleh adanya kelainan pada
jantung, misalnya :
1. infark jantung akut (IMA), dimana dispneu serangannya terjadi
bersama-sama dengan nyeri dada yang hebat.
2. Fibrilasi atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana sudah terdapat
penyakit katub jantung sebelumnya.
3. Kegagalan jantung kiri (Infark miokard akut dengan komplikasi,
example : edema paru kardiogenik) dimana dispneu terjadi dengan
mendadak pada malam hari pada waktu penderita sedang tidur; disebut
Paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pada keadaan ini biasanya disertai
otopneu dimana dispneu akan berkurang bila si pasien mengambil
posisi duduk.
b. Pulmonal dispneu, misalnya :
1. Asma bronchiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan dari
ekspirasi dan wheezing ( mengi ).
Penyakit asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara. Pada
penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon
terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan
mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini menjadi penyabab
asma dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu,
bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga
2. COPD, sesak bersifat kronik dimana dispneu mempunyai hubungan
dengan exertional (latihan).
8
3. Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispneu disini adalah sama
dengan dispneu yang terjadi pada penyakit jantung.
4. Efusi pleura
Efusi Pleura, yang juga dikenal dengan cairan di dada, adalah suatu
kondisi medis yang ditandai dengan peningkatan cairan yang berlebihan
diantara kedua lapisan pleura. Pleura adalah kantung yang terdiri dari dua
lapisan yang meliputi paru-paru dan memisahkannya dari dinding dada
dan struktur-struktur di sekitarnya. Biasanya, sejumlah kecil cairan yang
ada diantara dua lapisan tersebut berfungsi sebagai pelicin, mencegah
gesekan ketika paru-paru mengembang dan menguncup ketika bernafas.
Pada efusi pleura, jumlah cairan yang abnormal dalam rongga pleura
membatasi fungsi paru-paru, menghasilkan gejala, seperti batuk, nyeri
dada dan kesulitan bernafas.
5. pneumonia
Adalah infeksi pada organ paru, merupakan penyakit menular dan menjadi
penyebab kematian nomor 1 pada usia kanak-kanak. Penyebab infeksi bisa
virus, bakteri dan jamur. Beberapa tahun yang lalu di Indonesia merebak
kasus virus Influenza (flu Burung atau flu baru/babi) yang menyebabkan
kematian dengan kemampuan penularan yang tinggi.
Gejala klinik yang dikeluhkan pasien pada awalnya adalah panas dan
batuk dan bila berlanjut akan terjadi sesak napas, nyeri dada, panas tinggi
dan penurunan kesadaran. Penundaan penanganan pneumonia adalah fatal
karena organ paru yang terkena tidak lagi dapat melakukan fungsi dengan
baik karena elemen terkecil tempat pertukaran gas di paru yang disebut
ALVEOLI sudah terisi oleh infiltrat (cairan) sehingga Oksigen yang
dibutuhkan tubuh tidak lagi dapat diambil oleh Alveoli. Kejadian ini
disebut sebagai GAGAL NAPAS yang menyebabkan pasien harus dibantu
dengan mesin pompa napas (ventilator) untuk menyelamatkan jiwanya.
c. Hematogenous dispneu
Disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya
berhubungan dengan exertional ( latihan ).
d. Neurogenik dispneu
9
Contohnya : psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan
organik dispneu yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena
paralisis dari otot-otot pernafasan.
e. Trauma Kepala
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
tidak langsung pada kepala. Cedera kepala dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, namun penyebab terseringnya adalah kecelakaan seperti kecelakaan
lalu lintas. Jika hal tersebut terjadi, akan mengakibatkan terjadinya trauma
pada kepala sehingga dapat menimbulkan perdarahan,baik perdarahan
intracranial maupun perdarahan ekstrakranial. Perdarahan intrakranial dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK, akibat yang ditimbulkan yaitu
sakit kepala hebat dan menekan pusat reflek muntah di medulla yang
mengakibatkan terjadinya muntah proyektil sehingga tidak terjadi
keseimbangan antara intake dengan output. Selain itu peningkatan TIK juga
dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah otak
menurun. Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia yang
menyebabkan disfungsi serebral sehingga koordinasi motorik terganggu.
Disamping itu hipoksia juga dapat menyebabkan terjadinya sesak nafas.
Trauma
a. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah pengumpulan udara atau gas dalam rongga pleura,
yang berada antara paru-paru dan toraks. Pneumotoraks dapat terjadi secara
spontan pada orang tanpa kondisi paru-paru kronis (biasa disebut
Pneumotoraks Primer) dan orang dengan penyakit paru-paru (Pneumotoraks
Sekunder). Selain itu, banyak juga ditemui kasus pneumotoraks yang
disebabkan trauma fisik pada dada, cedera akibat ledakan atau komplikasi dari
berbagai pengobatan.
b. Rupture diafragma
Rupture diafragma adalah robeknya diafragma, otot yang melintasi bagian
bawah thoraks yang penting dalam proses respirasi. Umumnya, robekan
diafragma didapatkan dari trauma fisik. Rupture diafragma bisa didapatkan
10
dari trauma tumpul atau penetrasi dan terjadi sekitar 5% dari seluruh kasus
truma tumpul berat pada tubuh.
c. Haemotorax
Haemotoraks adalah terkumpulnya darah di dalam rongga pleura dan biasanya
disebabkan oleh trauma penetrasi dan tumpul. Umumnya, haemotorax
disebabkan oleh fraktur tulang rusuk, cidera parenkim paru dan vena minor.
d. Kontusio paru
Kontusio paru adalah kontusio (memar) pada paru, yang disebabkan oleh
trauma dada. Sebagai hasil dari rusaknya kapiler, darah dan cairan yang
lainnya terkumpul di jaringan paru-paru. Cairan yang terkumpul akhirnya
mengganggu pertukaran gas, sehingga terjadi hypoxia
e. corpus alienum pada saluran napas
corpus alienum pada saluran napas adalah terdapatnya benda asing si saluran
napas yang dapat menyumbat saluran napas sehingga udara dari luar tidak
dapar masuk ke dalam paru-paru dan udara dari dalam paru-paru tidak dapat
keluar. Sehingga terjadi lah hypoxia.
11
3. Jelaskan mekanisme sesak nafas !
Nama : Amalia Devi
NIM : 2012730116
Perubahan yang terjadi pada berbagai fungsi tubuh akibat adanya sesak nafas
(Patofisiologi ) yaitu :
Oksigenasi jaringan berkurang Penyakit yang menyebabkan kecepatan
pengiriman oksigen ke jaringan berkurang seperti perdarahan
Kebutuhan oksigen meningkat Peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba –
tiba akan memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk proses metabolisme
Kerja pernafasan meningkat Otot pernafasan dipaksa bekerja lebih kuat
karena adanya penyempitan saluran pernafasan
Rangsangan pada sistem syaraf pusat Penyakit – penyakit yang menyerang
sistem syaraf pusat
Penyakit neuromuskuler Penyakit yang menyerang diafragma
12
4. Jelaskan patomekanisme pucat dan kebiruan pada kasus skenario !
Nama : Syarifah Zahrotulhaj
NIM : 2012730157
Penurunan kadar oksigen sel darah dan penimbunan CO2 dalam
plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga
frekuensi pernafasan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan
mulai tampak tanda sianosis, terutama paada muka dan tangan. Sianosis
merupakan indikasi dari kurangnya oksigen di aliran darah. Penyebab sianosis
adalah Hb yang tidak mengandung O2, jumlahnya berlebihan dalam dalam
pembuluh darah kulit, terutama dalam kapiler. Hb yang tidak mengandung O2
memiliki warna biru gelap yang terlihat melalui kulit. Pada umumnya sianosis
muncul apabila darah arteri berisi lebih dari 5 gram Hb yang tidak mengandung
O2 dalam setiap desiliter darah. Sianosis dapat muncul dalam berbagai kondisi
medis di mana konsentrasi oksigen darah rendah, misalnya pada penyakit
paru-paru, kelainan jantung dan di daerah geografis yang tinggi. Sianosis pusat
yang terlihat di lidah, palatum mole, dan konjungtiva mata, tempat aliran
darah tinggi, mengindikasikan hipoksemia. Sianosis perifer, yang terlihat pada
ekstremitas, bantalan kuku, dan daun telinga seringkali merupakan akibat
vasokonstriksi dan aliran darah yang mengalami stagnasi
13
5. Jelaskan gejala dan tanda sesak napas yang mengancam jiwa !
Nama : Rivaldi Puala Yuka
NIM : 2012730151
Gejala- gejala sesak nafas yang mengancam jiwa :
Pada sesak nafas sering terjadi hipoksia, hiperkarbia atau bahkan dapat
keduanya. Gejala yang terlihat pada penderita sesak nafas adalah :
a) Bingung
b) Gelisah
c) Sensitif
d) Gangguan mental
e) Sianosis
f) Berkeringat berlebihan
g) Takikardi
h) Sakit kepala
i) Ngatuk
j) Sedasi
k) Vasodilatasi pembuluh darah
l) Batuk
m) Dan penggunaan otot pernafasan tambahan
14
6. Bagaimana syarat rujukan dan transportasi pada keadaan gawat darurat!
Nama : Miranda Audina Irawan
NIM : 2012730140
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan
yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan
sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat.
Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ).
Penilaian awal meliputi:1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi 6. Secondary survey 7. Tambahan terhadap secondary survey 8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan 9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun
dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus
menerus.
I. PERSIAPAN
A. FasePra-RumahSakit
1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas
lapangan
2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit
sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.
3. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit
seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat
penderita.
B. FaseRumahSakit
1. Perencanaan sebelum penderita tiba
2. Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di
tempat yang mudah dijangkau
3. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan
pada tempat yang mudah dijangkau
15
4. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan.
5. Pemakaian alat-alat proteksi diri
1. Transportasi
• Prinsip DO NO Further Harm sangat berperan
• Udara, darat,laut dapat dilakukan dengan aman
• Stabilkan penderita sebelum dilakukan transport
• Persiapkan tenaga yang terlatih agar proses transport berjalan
dengan aman
Syarat Alat Transportasi
Kendaraan
- Darat (Ambulance,Pick up, truck,gerobak,dll)
- Laut (perahu,rakit,kapal,perahu motor dll)
- Udara (Pesawat terbang,helikopter)
Yang terpenting adalah:
Penderita dapat terlentang
Cukup luas minimal untuk 2 penderita & petugas dapat bergerak
leluasa
Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus dapat jalan
Dapat melakukan komunikasi ke sentral komunikasi dan rumah sakit
Identitas yang jelas sehingga mudah dibedakan dari ambulan lain
Syarat-syarat melakuka transportasi pada penderita penurunan
kesadaran.
ABC hrs stabil
Jgn memindahkan pasien sendirian dan lakukan dgn hati2.
Sediakan bidai , long spine board,& neck collar jk dibutuhkan(untuk
pasien trauma dan mencegah terjadinya trauma)
Infus &NGT serta kateterisasi.
2. Rujukan
16
a) Sebelum melakukan rujukan harus melakukan komunikasi dengan
memberikan informasi ke RS rujukan tentang :
• Identitas penderita ;nama, umur, kelamin, dll
• Hasil anamnesa penderita dan termasuk data pra RS
• Penemuan awal pemeriksaan dengan respon terapi
• RS yang dituju telah Menyiapkan emergency team
b) Informasi untuk petugas pendamping
• Pengelolaan jalan nafas
• Cairan yang telah/akan diberikan
• Prosedur khusus yang mungkin diperlukan
• GCS, resusitasi, dan perubahan-perubahan yang mungkin
terjadi dalam perjalanan.
c) Sebelum rujukan
Sebelum dirujuk stabilkan dulu penderita, yaitu :
• Airway : Jalan napas telah terkuasai dengan baik dan
pertahankan tetap terbuka, pasang OPA bila perlu intubasi
• Breathing : tentukan laju pernafasan, oxygen bila perlu
ventilasi mekanik
• Circulation :Kontrol pendarahan
Pasang infus bila perlu 2 jalur
Tentukan jenis cairan
Perbaiki kehilangan darah, bila perlu teruskan selama
transportasi
Pemasangan kateter urin untuk evaluasi perfusi jaringan dan
balance cairan penderita
Monitor kecepatan dan irama jantung
Berikan diuretik biladiperlukan
• Pasang NGT bila perlu
• Luka :
hentikan pendarahan dengan balutan dan tehnik lainnya
profilaksis tetanus
antibiotik bila perlu
• Fraktur :pasang bidai atau traksi
d) Pegelolaan selama transport
17
Petugas pendamping harus :
• Monitor, tanda-tanda vital bila tersedia, pasang pulse
oxymetry
• Bantu kardiorespirasi bila diperlukan
• Pemberian darah bila diperlukan
• Pemberian obat-obatan sesuai instruksi dokter atau sesuai
protap
• Melakukan komunikasi dengan dokter selama
transportasi
• Dokumentasi
18
7. Bagaimana anamnesis pada keadaan gawat darurat !
Nama : Nublah Permata Lestari
NIM : 2012730145
Agar dapat menilai kondisi awal pasien gawat darurat secara cepat dan tepat
perlu dilakukan anamnesis singkat dan pemeriksaan sistematis terhadap
adanya:
Gangguan jalan napas (A, airway)
Pernapasan (B, breathing)
Sirkulasi (C, circulation)
Neurologis (D, disability)
Permukaan tubuh (E, exposure/environment)
Anamnesis harus singkat dan dapat menggali gejala utama yang pasien
rasakan sebelum dan saat mengalami kondisi gawat darurat. Anamnesis
tersebut harus dapat menentukan apakah pasien tersebut termasuk dalam kasus
trauma/non-trauma.
Pada skenario didapatkan pasien dengan gejala sesak napas. Pada anamnesis
harus dideskripsikan ketidaknyamanan pasien akibat sesak napas, termasuk
hubungannya dengan infeksi, faktor lingkungan, pekerjaan, posisi pada waktu
sesak napas, pengaruh aktifitas, hubungannya dengan waktu (siang atau
malam atau pagi), terus-menerus atau intermiten, kebiasaan merokok. Juga
harus ditanyakan gejala yang menyertai, misalnya demam, batuk kering, batuk
produktif, batuk darah.
Riwayat penyakit dahulu, misalnya asma bronkiale, penyakit jantung, penyakit
paru menahun, tuberculosis, penyakit sistemik lain (granulomatosis Wagener,
myasthenia gravis, sindrom Gullain barre, thrombosis vena dalam,
hypercoagulable state dsb).
Contoh Anamnesis yang dapat ditanyakan.
Sudah berapa lama pasien sesak?
Terjadi saat kapan? Pagi, siang, sore atau malam?
Sesak napas terjadi mendadak atau bertahap?
Apa yang sedang dilakukan pasien saat awal gejala sesak?
19
Apakah sebelum terjadinya sesak, didahului dengan terjadinya trauma pada
bagian wajah atau dada?
Apakah ada gejala penyerta lainnya?
Apakah sebelumnya pernah mengalami gejala sesak sebelumnya?
Adakah pasien memiliki riwayat penyakit pernapasan? (asma, PPOK?)
Adakah memiliki riwayat penyakit lainnya? (Gagal jantung, ketoasidosis
diabetik?)
Apakah memiliki alergi yang dapat menyebabkan sesak?
Apakah pasien merokok?
Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat yang memiliki efek samping sesak
napas? (contohnya amiodarone)
20
8. Bagaimana penanganan awal pada kasus skenario !
Nama : Mustika Apriyanti
NIM : 2012730142
Penanganan Awal Akibat Trauma
Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-
usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka
menyelamatkan pasien dari kematian.
Pasien dengan trauma hebat atau multipel akan dievaluasi dan ditangani secara
sistematis, dititikberatkan pada penentuan prioritas tindakan berdasarkan atas
riwayat terjadinya kecelakaan dan derajat beratnya cedera.
1. Penatalaksanaan Jalan Napas
Penatalaksanaan jalan napas merupakan prioritas utama. Harus diyakini
lancarnya jalan napas dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya
gangguan pada trauma didaerah cervical dari tulang belakang.
A. Untuk pasien yang tidak sadar manuver posisi seperti mengangkat dagu dan
menolak rahang dapat menghasilkan lancarnya jalan napas. Leher harus
dihiperekstensikan dalam usaha untuk menjaga kelancaran jalan napas.
B. Penghisapan dari jalan napas dapat membersihkannya dari partikulat.
C. Insersi dari pipa nasofaring atau orofaring dapat mempertahankan kelancaran
jalan napas pada pasien yang tidak sadar atau stupor.
2. Pernapasan dan Keadekuatan dan Kesimetrian dari Pertukaran Ventilasi
Semua penderita trauma harus mendapat suplai oksigen yang tinggi, kecuali
jika terdapat kontraindikasi terhadap tindakan ini. Bantuan ventilasi harus
dimulai jika usaha pernapasan inadekuat.
3. Evaluasi Sirkulasi
Pertama-tama evaluasi sirkulasi meliputi kontrol terhadap perdarahan
eksternal dan penanganan syok.
A. Pemberian tekanan pada semua perdarahan eksternal yang tampak.
21
B. Penentuan adanya syok atau keadaan yang potensial untuk menimbulkan syok
dengan cara mengevaluasi tanda-tanda vital, warna kulit dan kelembabannya,
pengisian kapiler dan keadaan mental.
C. Perbaikan sirkulasi harus dimulai dengan insersi infus intravena yang minimal
mempunyai dua kran dengan ukuran besar dan pemberian larutan Ringer
Laktat, kecepatan infus tergantung keadaan klinis pasien, celana anti syok
pneumatik dapat diberikan, kalau diindikasikan.
4. Pemantauan Resusitasi
A. Evaluasi yang berkesinambungan terhadap tanda-tanda vital, termasuk
pemantauan terus-menerus denyut jantung dan iramanya.
B. Insersi dari kateter Foley dan pertahankan pengeluaran urine paling sedikit
50ml/hari pada orang dewasa, 1ml/kg/hari pada anak-anak, kateter urinarius
tidak boleh diinsersi bila terdapat kecurigaan adanya cedera uretra berdasarkan
atas adanya darah pada meatus uretra, perubahan posisi prostat atau tanda-
tanda lainnya. Uretrogram retrograd diindikasikan dalam hal ini.
C. Tekanan vena sentral.-Pengamatan serial terhadap tekanan sentral merupakan
suatu pegangan untuk menilai efektivitas resusitasi volume pada pasien tanpa
disertai dengan penyakit paru dan jantung. Juga dapat meupakan petunjuk
adanya syok yang merupakan akibat dari tamponade jantung. Selang pengukur
tekanan vena sentral tidak boleh diinsersikan, sampai kanula vena perifer
berukuran besar telah selesai dipasang untuk infus cairan.
5. Pakaian
Pasien harus tanpa pakaian sama sekali, sehingga evaluasi dari keseluruhan
badan dapat dilakukan tanpa adanya hambatan. Pada beberapa tahap dalam
resusitasi, punggung pasien (diasumsikan pada permulaan, posisi pasien dalam
keadaan telentang) harus diperiksa terhadap kemungkinan adanya tanda-tanda
cedera.
6. Intubasi
22
Insersi dari pipa nasogastrik harus dilakukan melalui rute orogastrik. Jika
terdapat cedera midfasial yang dapat menimbulkan fraktur dari lamina
kribriformis. Pipa nasogastrik berguna untuk:
a. Mengurangi distensi gastrik
b. Mengeluarkan isi gastrik
c. Diagnosis terhadap adanya perdarahan gastrointestinal atau hernia
diafragmatika.
7. Imobilisasi Spinal
Mempertahankan posisi pasien dengan imobilisasi spinal sampai radiograf
dapat diperoleh adalah bijaksana, apabila:
a. Terdapat bukti adanya cedera tulang belakang atau defisit neurologis.
b. Mekanisme dari cedeera sangat mendukung kearah kemungkinan terdapatnya
cedera spinal.
8. Pemantauan Neurologis
Penilaian berulang-ulang terhadap status neurologis adalah suatu keharusan
pada pasien dengan kemungkinan cedera neural.
a. Pada pasien dengan trauma kepala, penekanan harus dilakukan pada reevaluasi
tingkat kesadaran secara periodik.
b. Respons dari pasien harus dicatat dengan menggunakan sistem yang standar
seperti Glasgow Coma Scale
c. Pemeriksaan rektal dan evaluasi dari fungsi sensoris sakral harus menjadi
bagian rutin dari pemeriksaan pasien yang dicurigai menderita cedera spinal.
d. Hipoventilasi dapat diakibatkan oleh cedera pada vertebra cervikalis. Status
ventilasi pasien harus dipantau dengan pemeriksaan terhadap gas darah arteri
dan pengukuran kapasitas vital.
9. Trauma Ekstrimitas
23
Umumnya cedera ini tidaklah mengancam jiwa dan harus ditangani hanya
apabila cedera lain yang lebih kritis sudah stabil. Pemeriksaan berupa evaluasi
dari pembengkakan, deformitas, ekimosis, nyeri, dan krepitasi.
II.8.2 Penatalaksanaan pada pasien di skenario
Pasien yang datang ke unit gawat darurat tetap harus dilakukan pemeriksaan
ABCDE, yaitu:
- Airway, jalan napas. Diperiksa apakah terdapatnya sumbatan di jalan napas
yang bisa menyebabkan sesak napas pada pasien. Apabila terdapat sumbatan
akibat adanya benda asing, keluarkan sumbatan salah satunya dengan manuver
heimlich.
- Breathing, pernapasan. Lihat apakah pasien kesuliatan dalam bernapas, seperti
sesak napas, ataupun seperti terdengar suara napas tambahan. Apabila pasien
sesak napas, berikan oksigen segera.
- Circulation, sirkulasi. Pasien diperiksa apakah terdapat gangguan sirkulasi
jantungnya, dapat ditunjukkan dengan warna pada kulit tubuhnya, apa terlihat
pucat atau bahkan kebiruan.
- Disability, disabilitas. Melihat apakah pasien terdapat kecacatan akibat trauma
yang didapat.
Environment, pemeriksaan keseluruhan tubuh melihat apa ditemukan
gangguan didaerah lainnya.
24
9. Jelaskan indikasi pemberian O2 dan teknik pemberiannya !
Nama : M. Alif Zainal
NIM : 2011730149
Pengertian
Pemberian oksigen ke dalam paru-paru melalui saluran pernapasan
dengan menggunakan alat bantu dan oksigen. Pemberian oksigen pada klien
dapat melalui kanula nasal dan masker oksigen. (Suparmi, 2008:66)
Tujuan
Meningkatkan ekspansi dada
Memperbaiki status oksigenasi klien dan memenuhi kekurangan oksigen
Membantu kelancaran metabolisme
Mencegah hipoksia
Menurunkan kerja jantung
Menurunkan kerja paru –paru pada klien dengan dyspnea
Meningkatkan rasa nyaman dan efisiensi frekuensi napas pada penyakit paru
(Aryani, 2009:53)
Indikasi
Efektif diberikan pada klien yang mengalami :
Gagal nafas
Ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal
O2 dan CO2 di dalam darah, disebabkan oleh gangguan pertukaran O2 dan CO2
sehingga sistem pernapasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
Gangguan jantung (gagal jantung)
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
Kelumpuhan alat pernafasan
Suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan pada alat pernapasan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen karena kehilangan kemampuan ventilasi secara
adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas O2 dan CO2.
Perubahan pola napas.
Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), dyspnea (kesulitan bernapas,
25
misal pada pasien asma),sianosis (perubahan warna menjadi kebiru-biruan
pada permukaan kulit karena kekurangan oksigen), apnea (tidak bernapas/
berhenti bernapas), bradipnea (pernapasan lebih lambat dari normal dengan
frekuensi kurang dari 16x/menit), takipnea (pernapasan lebih cepat dari
normal dengan frekuensi lebih dari 24x/menit (Tarwoto&Wartonah, 2010:35)
Keadaan gawat (misalnya : koma)
Pada keadaan gawat, misal pada pasien koma tidak dapat mempertahankan
sendiri jalan napas yang adekuat sehingga mengalami penurunan oksigenasi.
Trauma paru
Paru-paru sebagai alat penapasan, jika terjadi benturan atau cedera akan
mengalami gangguan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
Metabolisme yang meningkat : luka bakar
Pada luka bakar, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali
lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme.
Post operasi
Setelah operasi, tubuh akan kehilangan banyak darah dan pengaruh dari obat
bius akan mempengaruhi aliran darah ke seluruh tubuh, sehingga sel tidak
mendapat asupan oksigen yang cukup.
Keracunan karbon monoksida
Keberadaan CO di dalam tubuh akan sangat berbahaya jika dihirup karena
akan menggantikan posisi O2 yang berikatan dengan hemoglobin dalam darah.
(Aryani, 2009:53)
Kontraindikasi
Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat pemberian
jenis dan jumlah aliran yang tepat. Namun demikan, perhatikan pada khusus
berikut ini
Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai
bernafas spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non
rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal ini
26
dikarenakan jenis masker rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan
oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-95%
Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah
Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal kanul.
(Aryani, 2009:53)
Pemberian Oksigen Melalui Nasal Kanula
Pengertian
Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara
kontinyu dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-40%,
dengan cara memasukan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung dan
mengaitkannya di belakang telinga. Panjang selang yang dimasukan ke dalam
lubang dihidung hanya berkisar 0,6 – 1,3 cm. Pemasangan nasal kanula
merupakan cara yang paling mudah, sederhana, murah, relatif nyaman, mudah
digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk pemasangan jangka pendek
dan jangka panjang, dan efektif dalam mengirimkan oksigen. Pemakaian
nasal kanul juga tidak mengganggu klien untuk melakukan aktivitas, seperti
berbicara atau makan. (Aryani, 2009:54)
Tujuan
Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat kebutuhan oksigen
minimal.
Memberikan oksigen yang tidak terputus saat klien makan atau minum.
(Aryani, 2009:54)
Indikasi
27
Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal kanula untuk
memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak sesak). (Suparmi, 2008:67)
Prinsip
Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan atau rendah,
biasanya hanya 2-3 L/menit.
Membutuhkan pernapasan hidung
Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi > 40 %.
(Suparmi, 2008:67)
Pemberian Oksigen Melalui Masker Oksigen
Pengertian
Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan masker yang dialiri oksigen
dengan posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker oksigen umumnya berwarna
bening dan mempunyai tali sehingga dapat mengikat kuat mengelilingi wajah klien.
Bentuk dari face mask bermacam-macam. Perbedaan antara rebreathing dan non-
rebreathing mask terletak pada adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi
terinhalasi kembali. (Aryani, 2009:54)
Macam Bentuk Masker :
o Simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60% dengan
kecepatan aliran 5-8 liter/menit.
o Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan
kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus mengembang
baik, saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari
sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantung reservoir, ditambah
oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Udara
inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi
CO2 lebih tinggi daripada simple face mask. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah. (Asmadi, 2009:33)
o Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-
100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara
28
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup,
1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1
katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan
akan membuka pada saat ekspirasi. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi. (Asmadi, 2009:34)
Tujuan
Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan konsentrasi dan
kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan kanul. (Suparmi, 2008:68)
Prinsip
Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke mulut, dengan aliran 5-6
liter/menit dengan konsentrasi 40 – 60%. (Suparmi, 2008:68)
29
10. Jelaskan penanganan lanjutan yang akan dilakukan pada pasien skenario !
Nama : Yutika Adnindya
NIM : 2012730159
Tambahan pada primary survey dan resusitasi
1. Tentukan analisis gas darah dan laju pernapasan
2. Monitor udara ekspirasi dengan monitoring CO2
3. Pasang monitor EKG
4. Pasang kateter uretra dan NGT kecuali bila ada kontraindikasi dan monitor
produksi urin setiap jam
5. Pertimbangan kebutuhan untuk mendapatkan foto: (1) Thoraks AP, (2) Pelvis
AP, dan (3) Servikal lateral
6. Pertimbangkan untuk DPL atau USG abdomen
Pemasangan kateter pada primary survey dimaksudkan untuk pemeriksaan urin
pada kasus hematuria (indikasi adanya perdarahan pada retroperitoneum) dan
pemantauan berkelanjutan terhadap perfusi ginjal melalui produksi urin.
Kontraindikasi pemasangan kateter adalah:
Darah dari meatus uretra eksterna
Prostat tidak teraba curiga rupture uretra pars posterior
Secondary Survey
1. Riwayat AMPLEdari penderita, keluarga, atau petugas pra-rumah sakit
2. Dapatkan mekanisme cedera yang mengakibatkan keadaan pasien dan
identifikasi mekanisme cedera (anamnesa)
Kepala dan Maksilofasial
3. Penilaian
Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya laserasi,
kontusi, fraktur, dan luka termal
Re-evaluasi pupil
Re-evaluasi tingkat kesadaran dengan GCS
Penilaian mata untuk perdarahan, luka tembus, ketajaman penglihatan,
dislokasi lensa, dan adanya lensa kontak
Evaluasi saraf kranial
30
Periksa telinga dan hidung akan adanya kebocoran cairan serebrospinal
Periksa mulut untuk adanya perdarahan dan kebocoran cairan
serebrospinal, perlukaan jaringan lunak dan gigi goyang
4. Pengolahan
Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi
Control perdarahan
Cegah kerusakan otak sekunder
Lepaskan lensa kontak
Vertebra servikalis dan leher
5. Penilaian
Periksa adanya cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan
pemakaian otot pernapasan tambahan
Palpasi untuk adanya nyeri, deformitas, pembengkakan, emfisema
subkutan, deviasi trakea, simetris pulsasi
Auskultasi arteri karotis akan adanya murmur
Mintalah foto servikal lateral
6. Jaga imobilisasi dan proteksi servikal
Thoraks
7. Penilaian
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping, dan belakang untuk
adanya trauma tumpul ataupun tajam, pemakaian otot pernapasan
tambahan dan ekspansi thoraks bilateral
Auskultasi pada bagian depan dan basal untuk bising napas bilateral
dan bising jantung
Palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutis, nyeri tekan, dan krepitasi
Perkusi untuk adanya hipersonor atau keredupan
8. Pengolahan
Dekompresi rongga pleura dengan jarum atau tube thorakostomi sesuai
indikasi
Sambungkan chest tube ke alat WSD
Tutup secara benar suatu luka terbuka thoraks
Perikardiosintesis bila ada indikasi
Transfer pasien ke ruang operasi jika diperlukan
31
Abdomen
9. Penilaian
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk adanya trauma
tajam/tumpul dan adanya perdarahan internal
Auskultasi bising usus
Perkusi abdomen untuk menemukan nyeri lepas
Palpasi abdomen untuk nyeri tekan, defans muscular, nyeri lepas yang
jelas, atau uterus yang hamil
Lakukan pemeriksaan x-ray pelvis
Lakukan DPL/USG abdomen
Lakukan pemeriksaan CT-scan bila kondisi hemodinamik pasien stabil
10. Pengolahan
Transfer pasien ke ruang operasi jika diperlukan
Bebat pelvis atau gunakan pengikat pelvis untuk mengurangi volume
dan control perdarahan dari fraktur pelvis
Perineum, rectum, vagina
11. Penilaian perineum
Kontusio dan hematoma
Laserasi
Perdarahan uretra
12. Penilaian rectum
Perdarahan rectum
Tonus sfinkter ani
Utuhnya dinding rectum
Fragmen tulang
Posisi prostat
13. Penilaian vagina
Adanya darah daerah vagina
Laserasi vagina
Muskuloskeletal
14. Penilaian
Inspeksi lengan dan tungkai akan adanya trauma tumpul tajam,
termasuk adanya laserasi, kontusio, dan deformitas
32
Palpasi lengan dan tungkai akan adanya nyeri tekan, krepitasi,
pergerakan abnormal, dan fungsi sensorik
Palpasi semua arteri perifer untuk kuatnya pulsasi dan ekuilitas
Nilai pelvis untuk adanya fraktur dan perdarahan
Inspeksi dan palpasi vertebra thorakalis dan lumbalis untuk adanya
trauma tajam/tumpul, termasuk adanya laserasi, kontusio, nyeri tekan,
deformitas, dan fungsi sensorik
Evaluasi foto pelvis akan adanya fraktur
Mintakan foto ekstremitas sesuai indikasi
15. Pengolahan
Pasang bidai sesuai indikasi
Pertahankan imobilisasi vertebra thorakalis dan lumbalis
Pasang PASG sesuai indikasi untuk control perdarahan dari fraktur
pelvis, atau pasang bidai untuk imobilisasi cedera ekstremitas
Berikan obat-obatan sesuai indikasi atau petunjuk spesialis
Pertimbangkan kemungkinan sindroma kompartemen
Lakukan pemeriksaan neurovascular lengkap dari ekstremitas
Neurologis
16. Penilaian
Reevaluasi pupil dan tingkat kesadaran
Tentukan GCS
Evaluasi motoric dan sensorik dari keempat ekstremitas
Tentukan adanya tanda lateralisasi
17. Pengolahan
Teruskan oksigenasi dan ventilasi
Pertahankan imobilisasi pasien
Reevaluasi pasien dengan mencatat, melaporkan setiap perubahan kondisi pasien,
dan respon terhadap resusitasi. Pemakaian analgesia yang tepat diperbolehkan.
Monitoring tanda vital dan jumlah urin adalah mutlak. Transfer ke layanan
defenitif: tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, kebutuhan pasien selama
perjalanan, dan cara komunikasi dengan dokter yang akan dirujuk.
Tambahan pada secondary survey pertimbangkan untuk pemeriksaan
tambahan:
1) Foto vertebra tambahan
33
2) CT Scan kepala, vertebra, thoraks, dan abdomen
3) Urogafi kontras
4) Angiografi
5) Foto ekstremitas
6) USG transesofagus
7) Bronkoskopi
8) Esofagoskopi
34
11. Jelaskan obat-obat yang dapat digunakan dalam keadaan gawat darurat !
Nama : Karel Respati
NIM : 2011730144
A. Syok :
a). Epinephrin
Indikasi : henti jantung, bradikardi, reaksi atau syok anfilaktik, hipotensi.
Dosis : 1 mg iv bolus dapat diulang setiap 3–5 menit, dapat diberikan intratrakeal
atau transtrakeal dengan dosis 2–2,5 kali dosis intra vena.
Untuk reaksi reaksi atau syok anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg sc dapat
diulang setiap 15-20 menit.
Untuk terapi bradikardi atau hipotensi dapat diberikan epinephrine perinfus
dengan dosis 1mg (1 mg = 1 : 1000) dilarutkan dalam 500 cc NaCl 0,9 %, dosis
dewasa 1 μg/mnt dititrasi sampai menimbulkan reaksi hemodinamik, dosis dapat
mencapai 2-10 μg/mnt
Pemberian dimaksud untuk merangsang reseptor α-adrenergic dan meningkatkan
aliran darah ke otak dan jantung
Kontra Indikasi : Syok hemoragi, insufisiensi pembuluh koroner jantung, penyakit
arteri koroner (angina, infark miokard akut) dilatasi jantung
dan aritmia jantung (takikardi). Efek
epinefrin pada kardiovaskuler (peningkatan
kebutuhan oksigen miokard, kronotropik,potensial
proaritmia, dan vasoaktivitas) dapat memperparah kondisi ini.
b). Noreepinephrin
Indikasi : Hipotensi akut, pengobatan tambahan saat henti jantung
Dosis : larutkan 4 mL dalam 1000 mL larutan dextrose 5%, diberikan melalui infus
i.v.
Kontra indikasi : Hipotensi karena kekurangan cairan.
c)Dopamin
Indikasi: Memperbaiki Hemodinamik pada kondisi sindrom syok akibat infark
miokardia
trauma, syok sepsis, operasi terbuka gagal jantung, gagal ginjal, serangan
jantung kronis
Dosis: Dosis 5-15 μg/kgBB/menit dalam drip infuse.
35
Kontra Indikasi: Pasien dengan pheochromocytoma, takiaritmia atau fibrilasi
ventrikel
d) Dobutamin
Indikasi : Syok kardiogenik akibat infark miokard atau pada gagal jantung kronis,
bradikardia yang tidak respon dengan pemberian atropin.
Dosis : 2-10 μg/kgBB/menit dalam drip infuse
Kontra Indikasi : Dobutamine dikontraindikasikan pada pasien dengan stenosis
subaorta hipertrofik idiopatik atau pada pasien yang diketahui
hipersensitif terhadap obat atau bahan-bahan yang terdapat di dalam
formula.
B. Gangguan Pernapasan
a). Albuterol
Indikasi : Bronkodilator untuk menghilangkan gejala sesak napas pada penderita asma
bronkial, bronkitis asmatis, dan emfisema pulmonum.
Dosis :
Albuterol, 1 sampai 2 semprotan dengan inhaler “dosis terukur”, atau 0,15 sampai 0,3
mg/kg dalam beberapa ml salin dengan nebulasi, atau pada kasus berat dengan
tekanan positif. Terapi boleh diulang jika diperlukan dengan pemantauan frekuensi
jantung. Dosis yang pasti tidak diperlukan karena banyak albuterol dari nebuizer
tersebut tidak diperlukan karena banyak albuterol dan nebulizer tersebut tidak
terhirup. Anak yang lebih muda dapat menerima 0,25 ml larutan 0,5% (1,25mg)
dalam 2,5 ml NS, dan anak yang lebih besar dan remaja 0,5 ml (2,5 mg) dalam 2,5 ml
NS. Albuterol kontinu dapat juga yang diberikan dengan kecepatan 0,5 mg /kg/jam
(maksimum 7,5 mg/jam).
Kontra Indikasi : Reaksi hipersensitivitas terhadap salbutamol/albuterol, adrenergic
amines.
b). Prednisolone
Indikasi : Asma bronkhial, lupus eritematosus sistemik, demam reumatik yang
berhubungan dengan karditis.
Dosis : Pada kasus signifikan, steroid boleh diberikan UGD, prednisolon 1 sampai 2
mg/kg PO (prelone) atau IV (SoluMedrol).
Kontra Indikasi : Infeksi sistemik, jamur, bakteri dan virus yang tidak diobati.
c). Epinefrin lepas lambat
36
Indikasi :Adanya peningkatan resiko yang dapat berakibat fatal(berupa reaksi tertunda
yang mengikuti terjadinya reaksi akut alergi).
Dosis :Epinefrin lepas lambat (Sus-Phrine), 0,005 ml/kg, kadang-kadang diberikan
secara subkutan sebelum anak dipulangkan, meskipun penggunaannya sudah
menurun pada tahun-tahun belakangan.
Kontra Indikasi : Syok hemoragi, insufisiensi pembuluh koroner jantung, ;penyakit
arteri koroner (mis., angina, infark miokard akut) dilatasi jantung
dan aritmia jantung (takikardi). Efek epinefrin pada
kardiovaskuler (mis., peningkatan kebutuhan oksigen miokard,
kronotropik, ;potensial proaritmia, dan vasoaktivitas) dapat
memperparah kondisi ini.
d) Morphine sulfat
Indikasi : Menekan pusat pernapasan, mengatasi takipneu.
Dosis : 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV.
Kontra Indikasi :penyakit hati, ileus paralitik,.
C. Obat Kejang
a). Diazepam
Indikasi : Digunakan untuk mengatasi kejang-kejang, eklamsia, gaduh gelisah dan
tetanus
Dosis : 0,2- 0,3 mg/kg IV Kecepatan 1 mg/menit , Dosis maksimum 10 mg
Kontra indikasi : bayi dibawah 6 bulan, wanita hamil dan menyusui, depresi
pernapasan.
b) Lorazepam
Indikasi : Pengobatan kegelisahan, komponen ansietas pada depresi berat, medikasi
pra- bedah, tambahan pengobatan emesis pada kemoterapi kanker.
Dosis : 0,05-1,5 mg/kg/dosis IV Dosis maksimum 5 mg/dosis
Kontra indikasi : kehamilan, laktasi.
c) Fenobarbital
Indikasi : insomnia nevosa, epilepsi, migren.
Dosis : 15-20 mg/kg IV,IM,PO Kecepatan <1 mg/kg/menit IV.
Kontra Indikasi : Disfungsi ginjal atau hati, gangguan metabolisme porfirin
D. Keracunan Organofosfat
a)Bilas lambung
37
Indikasi : Penanganan kasus keracunan, seperti keracunan obat-obat atau bahan kimia
sebagai berikut : antidepresan trisiklik, asetaminofen, fensiklidin,
jamur, orgnofosfat, sianida, over dosis narkotik, dan transquilize
Tatalaksana:
Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium bicarbonat 5
%, atau asam asetat 5 %.
Pembilasan sampai 20X, rata-rata volume 250 cc.
Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang.
b) Atrofin Sulfat
Indikasi : Pengobatan simptomatik gangguan saluran cerna yang ditandai dengan
spasme otot polos, midriasis dan sikloplegia; premedikasi. Spasme/kejang pada
kandung empedu, kandung kemih dan usus, keracunan fosfor organik.
Dosis : 0,05 mg/kg diberikan lambat setiap 10-30 menit.
Kontra Indikasi : Glaukoma sudut tertutup, obstruksi/sumbatan saluran pencernaan
dan saluran kemih, atoni (tidak adanya ketegangan atau kekuatan
otot) saluran pencernaan, ileus paralitikum, asma, miastenia gravis, kolitis
ulserativa, hernia hiatal, penyakit hati dan ginjal yang serius.
c) Pralidoksim
Indikasi : keracunan fosfor organik
Dosis: Pralidoksim 1 gr IV (500 mg/menit)
Kontra Indikasi: Suksinil kolin dan zat anti kolinergik lainnya.
E. Keracunan Karbon Monoksida (CO)
a) Terapi Oksigen:
Apabila CO berikatan dengan Hb < 15 % maka ditangani dengan udara segar
dan istirahat, COHb > 15 % ditangani dengan pemberian oksigen 100%,
COHb > 40% ditangani dengan pemberian oksigen hiperbarik(tekanan tinggi).
Tujuan pemberian oksigen atau udara segar adalah untuk menormalkan
kembali hipoksia jaringan, dan meningkatkan disosiasi COHb.
38
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Keadaan gawat darurat tidaklah jarang terjadi di sekitar tempat kita
berada. Ketepatan dan kecepatan dalam menangani hal ini perlu perhatian
khusus dikarenakan banyak hal yang dapat mengancam jiwa bias terjadi
dengan segera pada seorang pasien. Sebagai dokter terutama dalam layanan
primer, hal pelayanan utama dalam keadaan emergensi ini perlu dipahami
dengan baik, untuk membantu mencegah terjadinya perburukan keadaan
pasien pada saat terjadi keadaan yang mengancam jiwa ataupun komplikasi
yang mungkin terjadi.
B. Saran
Diperlukannya pemahaman lebih lanjut serta pelatihan khusus dalam
upaya menerapkan tata cara penanganan awal keadaan emergensi selain
pemahaman secara teori. Serta disarankan agar mencari informasi lebih
banyak lagi mengenai perbedaan keadan emergensi karena trauma atau non
trauma.
39
Daftar Pustaka
At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Boswick, John A.1997. Perawatan Gawat Darurat.Jakarta : EGC.
Buku I EIMED PAPDI DASAR (Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency In
Internal Medicine ))
Buku Manual Kedokteran Darurat Michael Jay Bresler, George L.Sternbach Edisi 6,
Buku Ajar IPD FKUI BAB Kegawatdaruratan Medik Jilid I Edisi IV)
Darwis, dr. Allan & Sarana, dr. Lita, dkk.2007.Pedoman Pertolongan
Pertama.Jakarta : Palang Merah Indonesia.
EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine)
Eliastam, Michael, dkk. 1998. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis Edisi 5.
Jakarta: EGC.
Greenberg, etc.Teks-atlas kedokteran kedaruratan jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2007
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21420/5/Chapter%20I.pdf
http://www.edutenagakesehatan.org/edunakes/images/pdf/
anestesiologi_dan_terapi_intensif/edit/BAB%20II%20-%20kegawatan%20-revisi
%20akhir%20-%20Copy.pdf
Juliansyah, Rahmad Aswin.2009.Napas Buatan (Resusitasi Jantung Paru).
Manual kedokteran darurat/ Michael Jay Bresler, George L. Sternbach ; alih bahasa,
Y. Joko suyono ; editor edisi bahasa Indonesia, Cindy H. Nasrani, Huriawati
Hartanto – Ed. 6 – Jakarta : EGC, 2006
Tintinalli JE (ed). Tintinalli’s Emergency Medicine, A Comprehensive Stusy Guide.
7th ed. The McGraw-Hill Company Inc, New York, 2011.
40