Laporan pasca panen lab

16
Laporan Praktikum Pasca Panen AKTIVITAS RESPIRASI SAYUR SEGAR DALAM KEMASAN OLEH : KELAS 02 AGROTEKNOLOGI KELOMPOK I LABORATORIUM HORTIKULTURA PRODI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNSYIAH DARUSSALAM, BANDA ACEH 2014

description

pasca panen

Transcript of Laporan pasca panen lab

Page 1: Laporan pasca panen lab

Laporan Praktikum Pasca Panen

AKTIVITAS RESPIRASI SAYUR SEGAR

DALAM KEMASAN

OLEH :

KELAS 02 AGROTEKNOLOGI

KELOMPOK I

LABORATORIUM HORTIKULTURA

PRODI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNSYIAH

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2014

Page 2: Laporan pasca panen lab

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Percobaan

Karakteristik penting produk pascapanen sayuaran adalah bahan tersebut

masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme. Akan tetapi metabolisme

tidak sama dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan aslinya,

karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk stress seperti

hilangnya suplai nutrisi, proses panen sering menimbulkan pelukaan berarti,

pengemasan dan transportasi dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih lanjut,

orientasi gravitasi dari produk pascapanen umumnya sangat berbeda dengan

kondisi alamiahnya, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan regim suhu

dan sebagainya. Sehingga secara keseluruhan bahan hidup sayuran pascapanen

dapat dikatakan mengalami berbagai perlakuan yang menyakitkan selama hidup

pascapanennya. Produk harus dipanen dan dipindahkan melalui beberapa sistem

penanganan dan transportasi ke tempat penggunaannya seperti pasar retail atau

langsung ke konsumen dengan menjaga sedapat mungkin status hidupnya dan

dalam kondisi kesegaran optimum. Jika stress terlalu berlebihan yang melebihi

toleransi fisik dan fisiologis, maka terjadi kematian.

Aktivitas metabolisme pada sayuran segar dicirikan dengan adanya proses

respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya

peningkatan panas. Sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air, pelayuan,

dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat. Mikroorganisme

pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang ideal dengan adanya

peningkatan suhu, kelembaban dan siap menginfeksi sayuran melalui pelukaan-

pelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke konsumen, produk sayuran

pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada kondisi dimana suhu

dan kelembaban memacu proses pelayuan.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, diadakan praktikum “Pengaruh

Tingkat Kematangan Saat Panen dan Suhu Penyimpanan ”. Komoditi yang

Page 3: Laporan pasca panen lab

diamati adalah buah tomat. Kegiatan praktikum dapat memberi manfaat bagi

mahasiswa. Dengan kegiatan praktikum ini mahasiswa dapat mengetahui

bagaimana cara penanganan pasca panen hasil produk pertanian serta

permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan.

B. Tujuan Percobaan

Tujuan praktikum Penanganan Pasca Panen Sayuran adalah untuk

mengetahui dan melihat aktivitas respirasi pada buncis dan tomat dengan

menggunakan kemasan plastik

C. Manfaat Percobaan

Agar mahasiswa mengetahui tingkat respirasi pada produk sayuran dalam

kemasan plastik.

Page 4: Laporan pasca panen lab

II. TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum tanaman sawi biasanya mempunyai daun panjang, halus,

tidak berbulu, dan tidak berkrop. Petani kita hanya mengenal 3 macam sawi yang

biasa dibudidayakan yaitu : sawi putih (sawi jabung), sawi hijau, dan sawi huma.

Sekarang ini masyarakat lebih mengenal caisim alias sawi bakso. Selain itu juga

ada pula jenis sawi keriting dan sawi sawi monumen. Caisim alias sawi bakso ada

juga yang menyebutnya sawi cina., merupakan jenis sawi yang paling banyak

dijajakan di pasar-pasae dewasa ini. Tangkai daunnya panjang, langsing, berwarna

putih kehijauan. Daunnya lebar memanjang, tipis dan berwarna hijau. Rasanya

yang renyah, segar, dengan sedikit sekali rasa pahit. Selain enak ditumis atau

dioseng, juga untuk pedangan mie bakso, mie ayam, atau restoran cina. Sawi

bukan tanaman asli Indonesia, menurut asalnya di Asia. Karena Indonesia

mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya sehingga

dikembangkan di Indonesia ini (Anonim. 2011).

Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun

berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran

tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di

dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5

meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya

dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500

meter dpl. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam

sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah

penyiraman secara teratur. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini

membutuhkan hawa yang sejuk. lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam

suasana lembab. Akan tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang

menggenang. Dengan demikian, tanaman ini cocok bils di tanam pada akhir

musim penghujan. Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur,

banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat

kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6

sampai pH 7.( Anarlina, 2008).

Page 5: Laporan pasca panen lab

Lactuca sativa, satu-satunya jenis Lactuca yang didomestikasi, merupakan

tumbuhan asli lembah dari bagian timur Laut Tengah. Bukti lukisan pada

pemakaman Mesir kuno menunjukkan bahwa selada yang tidak membentuk

"kepala" telah ditanam sejak 4500 SM. Awalnya, tanaman ini mungkn digunakan

sebagai obat, dan untuk minyak-bijinya yang dapat dimakan. Beberapa ras lokal

selada, diketahui digunakan untuk diambil minyak-bijinya. Tipe selada liar sering

memiliki daun dan batang yang berduri, tidak membentuk kepala dan daunnya

berasa pahit, serta mengandung banyak getah. Pemuliaan tanaman ini mungkin

ditekankan untuk memperoleh tanaman yang tidak berduri, lambat berbunga,

berbiji besar dan tidak menyebar, tidak bergetah, dan tidak pahit. Aspek lain

meliputi tunas liar lebih sedikit, daun lebar dan besar, dan membentuk kepala.

Selada yang membentuk kepala adalah tanaman yang dibudidayakan agak lebih

kini, yang pertama kali dinamakan sebagai "selada kubis" pada tahun 1543 (Chen,

1992).

Buah dan sayuran mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga

sangatlah mudah mengalami kerusakan karena benturan-benturan fisik. Kerusakan

fisik dapat terjadi pada seluruh tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya

pemanenan, penanganan, grading, pengemasan, transportasi, penyimpanan, dan

akhirnya sampai ke tangan konsumen. Kerusakan yang umum terjadi adalah

memar, terpotong, adanya 5 tusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet dan

abrasi. Kerusakan dapat pula ditunjukkan oleh dihasilkannya stress metabolat

(seperti getah), terjadinya perubahan warna coklat dari jaringan rusak,

menginduksi produksi gas etilen yang memacu proses kemunduran produk.

Kerusakan fisik juga memacu kerusakan baik fisiologis maupun patologis

(serangan mikroorganisme pembusuk) (Noor, 2007).

Secara morfologis pada jaringan luar permukaan produk segar dapat

mengandung bukaan-bukaan (lubang) alami yang dinamakan stomata dan lentisel.

Stomata adalah bukaan alami khusus yang memberikan jalan adanya pertukaraan

uap air, CO2 dan O2 dengan udara sekitar produk. Tidak seperti stomata yang

dapat membuka dan menutup, lenticel tidak dapat menutup. Melalui lentisel ini

pula terjadi pertukaran gas dan uap air. Kehilangan air dari produk secara

Page 6: Laporan pasca panen lab

potensial terjadi melalui bukaan-bukaan alami ini. Laju transpirasi atau

kehilangan air dipengaruhi oleh factor-faktor internal (karakteristik morfologi dan

anatomi, nisbah luas permukaan dan volume, pelukaan pada permukaan dan stadia

kematangan), dan factor eksternal atau factor-faktor lingkungan (suhu,

kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer). (Santoso, 2006).

Page 7: Laporan pasca panen lab

III. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN

A. Tempat Dan Waktu Percobaan

Praktikum Teknologi Pasca Panen Sayuran dilaksanakan pada hari Rabu,

tanggal 22 oktober 2014 pukul 14. 00 WIB bertempat di Laboratorium

Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.

B. Alat Dan Bahan Percobaan

1. Nampan

2. Plastik

3. Solatip

4. Kertas label

5. gunting

6. Tomat (Solanum lycopersicum)

7. Buncis (Phaseolus vulgaris)

C. Metode Kerja

Metode praktikum yang dilakukan dalam praktikum ini adalah :

1. Pilihlah buncis dan tomat yang mempunyai penampilan yang bagus

2. Siapkan wadah untuk meletakkan bahan tersebut

3. Masukkan buncis dan tomat kedalam kemasan plastik yang sudah disediakan.

4. Plastik yang akan digunakan terlebih dahulu dibuat perlakuan, yaitu dilubangi

dengan jumlah 2, 6 dan tidak beraturan.

5. Simpan pada suhu kamar

6. Amati perubahan yang terjadi pada produk tersebut selama dalam penyimpanan,

terutama proses respirasi (titik – titik air) dengan menghitung jumlah titik – titik

tersebut, kerusakan seperti warna, tekstur, aroma,dan penampakan secara

keseluruhan.

Page 8: Laporan pasca panen lab

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Pengamatan titik air

perlakuan Buncis Tomat

2 lubang Sangat banyak Sangat banyak

6 lubang Banyak Banyak

Banyak lubang Kurang Kurang

Tabel 2. Pengamatan warna

perlakuan Buncis Tomat

2 lubang Masih segar Masih segar

6 lubang Kurang segar Kurang segar

Banyak lubang busuk busuk

Tabel 3. Pengamatan aroma

perlakuan Buncis Tomat

2 lubang berbau berbau

6 lubang Mulai membusuk Mulai membusuk

Banyak lubang busuk busuk

Tabel 4. Pengamatan tekstur dan kenampakan secara keseluruhan

perlakuan Buncis Tomat

2 lubang Mulai mengkerut Mulai mengkerut

6 lubang mengkerut mengkerut

Banyak lubang Busuk Busuk

Page 9: Laporan pasca panen lab

B. Pembahasan

Kehilangan air dan akibat yang diakibatkannya tersebut seperti yang dijelaskan

di atas dapat dicegah dengan cara pengaturan suhu dan kelembaban ruang simpan

dengan tepat. Walaupun masing-masing jenis atau komoditi memiiki kandungan

air bahan yang berbeda-beda, namun secara umum buah-buahan dan sayuran serta

memiliki kandungan air bahan sejumlah 80 hingga 90 persen. Sebagian besar air

tersebut akan menguap selama penyimpanan. Kehilangan air atau pelepasan air

oleh jaringan hidup dikenal sebagai transpirasi.

Dengan mengurangi laju transpirasi melalui peningkatan kelembaban

relatif udara, menurunkan suhu, dan mengurangi gerakan udara dalam ruang

penyimpanan, maka pelayuan dapat dicegah. Penggunaan pembungkus atau

kemasan dapat membantu mengurangi laju tranpirasi. Yang perlu diingat adalah

bahwa untuk sebagian besar sayuran, pada kondisi kelembaban udara yang sama

tetapi keadaan suhu udara yang tinggi, maka laju transpirasi akan lebih tinggi.

Setiap komoditi memiliki laju transpirasi yang berbeda walaupun disimpan pada

kondisi yang sama. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan permukaan

komoditi yang disimpan. Komoditi sayuran berdaun memiliki kecenderungan

mentranspirasikan air jaringan yang lebih tinggi. Selain luas permukaan komoditi,

sifat alami permukaan kulit komoditi juga mempengaruhi laju transpirasi.

Pada umumnya penggunaan kemasan plastik untuk buah-buahan dan sayur

perlu dilubangi untuk ventilasi, tetapi untuk sayur-sayuran tertentu seperti kentang

yang telah dikupas, selada, dan kubis, penggunaan kemasan yang tertutup rapat,

dapat mempertahankan mutunya bila dilaksanakan bersamaan dengan pendingin.

Faktor – faktor yang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan antara lain

kandungan air dalam bahan pangan, suhu, cahaya, serangga. Kandungan air yang

terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan

bahan pangan.Air dibutuhkan dalam reaksi biokimia dalam bahan pangan, dan

mikroba juga membutuhkan air untuk kelangsungan hidup. Suhu juga dapat

menyebabkan kerusakan, apabila penanganan bahan pangan tidak diperlakukan

secara tepat, maka bahan pangan akan cepat mengalami pembusukan. Serangga

Page 10: Laporan pasca panen lab

merusak bahan pangan dengan memakan bahan pangan sehingga meninggalkan

luka yang dapat menyebabkan jalan masuk mikrobia. Pancaran sinar

mempengaruhi proses transpirasi dan respirasi sel dalam bahan pangan.Sutopo

(2011) menyatakan bahwa laju respirasi dapat digunakan sebagai petunjuk untuk

mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen.Semangkin tinggi laju

respirasi, semakin pendek umur simpan. Bila proses respirasi berlanjut terus,

buah akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang sehingga

zat gizi hilang.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian perubahan karakteristik sayur dan

buah yang dikemas dengan kemasan plastic pada berbagai kondisi penyimpanan.

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan, suhu penyimpanan,

dan jumlah ventilasi terhadap produk yang dikemas.

Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling

yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan

perhatian yang besar (Buckle, 1985). Atas dasar hal tersebut maka penting kita

mengetahui peranan pengemasan dalam bahan pangan. Pemilihan pengemasan

untuk suatu bahan pangan pun harus diberikan perhatian lebih, dibandingkan

biasanya. Bahan pengemas yang digunakan haruslah cocok, tidak berbahaya, serta

dapat memperpanjang umur simpan.

Sayur dan buah merupakan bahan pangan yang sangat rentan sekali

terhadap kerusakan. Bahan pengemas yang digunakan harus dapat meencegah

segala kerusakan dan mempertahankan karakteristik dari sayur dan buah tersebut.

Sayur dan buah merupakan bahan pangan yang kaya akan kandungan-kandungan

gizi, air, dan masih mengalami respirasi setelah pemanenan. Semua faktor-faktor

tersebut harus dapat tertangani oleh pengemasan yang baik.

Setelah pemanenan, sayur dan buah-buahan masih melakukan respirasi

dengan menggunakan oksigen. Bila persediaan oksigen terbatas, maka akan

terjadi reaksi-reaksi kimia yang menghasilkan sedikit alcohol, dan akan dihasilkan

juga perubahan bau dan cita rasa serta rusaknya sel tanaman. Keadaan ini dikenal

Page 11: Laporan pasca panen lab

sebagai kerusakan atau kebusukan anaerobic dan dapat berlangsung dalam

beberapa jam.

Sayur dan buah-buahan mengandung air sangat tinggi sekitar 75-95 %

dengan kelembaban 98 %. Jika sayur dan buah-buahan tersebut berada pada

kondisi di bawah normal, maka akan terlihat layu akibat dehidrasi. Pengemasan

yang baik dapat memperpanjang kesegaran sayur dan buah-buahan dengan

mencegah proses kelayuan tersebut. Kecepatan dehidrasi tergantung dari jenis

produk yang dikemas dan jenis bahan pengemas yang digunakan. Pemberian

lubang-lubang perforasi pada pengemas plastik bertujuan untuk permeasi oksigen

dan tidak berpengaruh nyata terhadap dehidrasi.

Selain kerusakan anaerobik, mikroorganisme juga merupakan penyebab

kerusakan pada sayur dan buah. Oleh karena itu, diperlukan penanganan dan

pengemasan yang hati-hati serta dalam penyimpanan untuk mempertahankan

kualitas dan kesegarannya.

Di dalam pengemasan sayuran dan buah-buahan perhatian harus

terpusatkan pada pemilihan jenis pengemas yang cocok. Pengemasan tidak selalu

menjamin produk segar bebas dari kerusakan. Pengemasan yang kurang baik

dapat mempercepat proses kerusakan tersebut. Dua faktor penting dalam

mendesain suatu kemasan adalah respirasi dan transpirasi karena kedua faktor ini

berhubungan erat dengan tingkat kerusakan dan dari setiap komoditi berbeda-

beda.

Syarat lain untuk memilih jenis kemasan dalam pre-packing sayur dan

buah-buahan segar yaitu harus memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap gas,

harus tembus pandang, harus kuat dalam perlakuan-perlakuan transportasi, harus

didesain dengan baik sehingga transpirasi dari produk dapat diatur dan

mengkerutnya produk dapat ditekan, serta harus ada lubang-lubang perforasi.

Berdasarkan hasil praktikum, ternyata jenis kemasan, suhu penyimpanan,

dan jumlah ventilasi mempengaruhi produk yang dikemas.

Page 12: Laporan pasca panen lab

Jenis kemasan polietilen (PE) merupakan bahan kemasan yang paling

banyak digunakan untuk mengemas sayur dan buah-buahan segar karena memiliki

sifat-sifat yang dapat memenuhi syarat dalam pemilihan jenis kemasan.

Diantaranya yaitu memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap gas sehingga dapat

melalukan gas, memiliki sifat pelindung yang sangat baik terhadap uap air, dan

tembus cahaya.

Penyimpanan produk pada suhu ruang mengakibatkan produk mengalami

dehidrasi dan pelayuan. Sedangkan penyimpanan produk pada suhu rendah dapat

mengurangi respirasi, dehidrasi, dan pelayuan.

Tomat merupakan buah yang keras (hard fruit). Bersifat lebih tahan

terhadap kerusakan fisik, tak terlalu mudah rusak, dan memiliki kecepatan

respirasi yang rendah. Masa simpannya pun lebih lama dari buah yang lunak (soft

fruit). Kemasan yang umum digunakan adalah bentuk nampan dengan plastik film

yang membungkusnya atau dengan kantung jaring yang terbuat dari polietilen

(PE). Pada hasil pengamatan hari ketiga tomat mulai menunjukan perubahan

seperti adanya serangga kecil dan pada hari ke enam sudah mengalami

pembusukan pada kemasan plastic PE. Kemasan yang lain seperto HDPE juga

baik dalam penyimpanan tetapi lebih baik lagi menggunakan plastic PE. Jadi,

jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang terbaik untuk menyimpan tomat yaitu

menggunakan plastik polietilen (PE) dengan penyimpanan pada suhu rendah.

Sedangkan jenis kemasan dan jumlah ventilasi yang terbaik untuk kemasan tomat

yaitu menggunakan plastik polietilen (PE) dengan 6 lubang-lubang perforasi

karena tomat memiliki kecepatan respirasi yang rendah.

Buncis merupakan jenis sayuran hijau. Produk ini mudah mengalami

dehidrasi dan layu. Pengemas yang kedap air dan pemberian lubang-lubang

perforasi mutlak diperlukan karena sifatnya yang mempunyai kecepatan respirasi

tinggi dan sangat sensitif terhadap kerusakan anaerob. Pada buncis, jenis kemasan

dan suhu penyimpanan yang terbaik yaitu menggunakan plastik polietilen (PE)

karena buncis harus dikemas dengan plastik yang kedap air dengan penyimpanan

pada suhu rendah. Sedangkan jenis kemasan dan jumlah ventilasi yang terbaik

Page 13: Laporan pasca panen lab

untuk kemasan buncis yaitu menggunakan plastik polietilen (PE) dengan jumlah

lubang-lubang perforasi yang lebih banyak dibandingkan tomat misalnya 8 lubang

karena buncis memiliki kecepatan respirasi yang tinggi dan sensitif terhadap

kerusakan anaerob. Walaupun kecepatan respirasinya tinggi, tetapi jika jumlah

lubang perforasinya berlebihan misalnya 12 lubang, maka akan mengakibatkan

kebusukan pada buncis tersebut.

Setiap komoditi memiliki kecepatan respirasi yang berbeda-beda. Jika

produk memiliki kecepatan respirasi yang rendah, hal ini berarti bahwa produk

tersebut tidak terlalu banyak membutuhkan oksigen. Sehingga jumlah lubang-

lubang perforasi yang digunakan pun sedikit.

Page 14: Laporan pasca panen lab

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Penyimpanan produk pada suhu ruang mengakibatkan produk mengalami

dehidrasi dan pelayuan.

2. Penyimpanan produk pada suhu rendah dapat mengurangi respirasi, dehidrasi, dan

pelayuan.

3. Produk memiliki kecepatan respirasi yang rendah, produk tersebut tidak terlalu

banyak membutuhkan oksigen sehingga jumlah lubang-lubang perforasi yang

digunakan sedikit.

4. Jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang terbaik untuk menyimpan tomat yaitu

menggunakan PE dengan penyimpanan pada suhu rendah.

5. Jenis kemasan dan jumlah ventilasi yang terbaik untuk kemasan tomat yaitu

menggunakan PE dengan 6 lubang perforasi karena tomat memiliki kecepatan

respirasi yang rendah.

6. Jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang terbaik untuk menyimpan buncis yaitu

menggunakan PE dengan penyimpanan pada suhu rendah.

7. Jenis kemasan dan jumlah ventilasi yang terbaik untuk kemasan buncis yaitu

menggunakan PE dengan jumlah lubang perforasi yang lebih banyak daripada

tomat misalnya 8 lubang karena buncis memiliki kecepatan respirasi yang tinggi

dan sensitif terhadap kerusakan anaerob.

8. Pada sampel sawi lebih baik menggunakan pengemas plastik PE pada suhu

rendah.

9. Pada buah pisang lebih baik disimpan pada suhu kamar tanpa pengemasan.

10. Dalam praktikum ini digunakan 3 komoditi yakni Sawi, selada dan kangkung.

11. Berdasarkan dari data rekapan yang diperoleh pada shif kelas AGT A maka warna

sawi yang diberi perlakuan tanpa kemasan plastik pada awal pengamatan bewarna

hijau sedangkan pada akhir pengujian warna sayur bewarna kecoklatan.

12. Namun berbeda jika diberi perlakuan kemasan plastik maka jelas terlihat bahwa

sawi jika diberi kemasan plastik maka warnanya akan tetap bewarna hijau , tidak

seperti komoditas lain yang warna sayurnya berubah menjadi kuning kecoklatan

Page 15: Laporan pasca panen lab

atau coklat,Pengamatan dihentikan pada saat minimal 75% buah tomat hancur

(busuk)

13. Hasil praktikum menunjukkan bahwa penggunaan plastik justru malah

memperpendek umur simpan

Page 16: Laporan pasca panen lab

DAFTAR PUSTAKA

Herudiyanto, Marleen. 2003. Pengemasan. Jatinangor : Universitas Padjadjaran.

Herudiyanto, Marleen. 2006. Pengantar Teknologi Pengolahan Pangan.

Jatinangor : Universitas Padjadjaran.

Rachmawan, Obin. 2001. Pengeringan, Pendinginan, dan Pengemasan Komoditas

Pertanian. Available at : http://202.152.31.170 (Diakses tanggal 16 April 2011)