Laporan m2 b17 Klp4
-
Upload
raisadebrina -
Category
Documents
-
view
244 -
download
1
description
Transcript of Laporan m2 b17 Klp4
LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL
BLOK 17 KEGAWATAN DARURAT
MODUL 2 KESEHATAN RONGGA MULUT DAN KAITANNYA DENGAN
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU
Disusun oleh : Kelompok 4
Tutor : drg. Cicih B
Madherisa Paulita 1310015099
Marini Andriyana 1310015092
Raisa Debrina C. 1310015111
Dzulhiyana Laili T. 1310015098
Aji Ayu Nurbiati 1310015108
Isti Daristivia J. 1310015096
Wilman Rante M. 1310015118
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah laporan hasil diskusi kelompok kecil ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya laporan ini. Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. drg. Cicih selaku tutor kelompok 4 yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) dalam skenario modul 2 blok 17 ini.
2. Teman-teman kelompok 4 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) kelompok 4.
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman khususnya program studi kedokteran gigi angkatan 2013, segala fasilitas yang telah kami gunakan untuk menambah pengetahuan tentang modul kami ini, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami sengaja menyelesaikan laporan ini untuk memenuhi salah satu tugas kuliah dengan sistem PBL. Dan tentunya kami selaku penyusun juga mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian hari.
Laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini.
Samarinda, Maret 2016
Hormat kami,
Tim penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................. 2
Daftar Isi ...................................................................................................................... 3
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................................... 4
1.3 Manfaat .................................................................................................................. 5
BAB II : Pembahasan
2.1 Step 1 : Identifikasi Istilah Asing ...........................................................................6
2.2 Step 2 : Identifikasi Masalah ..................................................................................6
2.3 Step 3 : Curah Pendapat .........................................................................................7
2.4 Step 4 : Peta Konsep ..............................................................................................9
2.5 Step 5 : Learning Objective ...................................................................................9
2.6 Step 6 : Belajar Mandiri..........................................................................................10
2.7 Step 7 : Sintesis.......................................................................................................10
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................27
3.2 Saran.......................................................................................................................27
Daftar Pustaka...............................................................................................................28
BAB 2PEMBAHASAN
Skenario
Seorang wanita (27 th) datang ke klinik swasta untuk berkonsultasi dengan dokter gigiWanita (W) : Selamat pagi dok, saya ingin konsultasiDokter gigi (drg) : Selamat pagi, silahkan… apa yang bisa saya bantu?W : Begini, dok… anak saya sudah 2 hari ini sulit makan dan tidur.
Sepertinya dia sakit gigi dok.Drg : Mengapa tidak dibawa kemari anaknya bu?W : Anak saya sudah dibilangin dok
Kalau sudah maunya, sudah nggak bisa diganggu… bisa-bisa dia menjerit susah berhenti.Saya takut kalau saya bawa ke klinik nanti susah menenangkannya, dan malah mengganggu dok.Ini sudah 2 hari dia marah-marab saja terus, semua barang ditendangnya sambil menjerit-jerit. Bulan depan usianya genap 4 tahun.
Drg : Dia mengeluh sakit di bagian gigi yang mana?W : Dia ngomongnya belum lancer dok… hanya menangis sambil kadang
memegang pipi kirinya.Saya lihat agak bengkak disbanding pipi kanannya, jadi saya merasa dia pasti sakit gigi. Saya nggak berani lihat giginya dok, nanti dia marah.
Drg : Sudah pernah konsultasi ke dokter anak atau psikolog anak?W : Belum pernah… memangnya ada apa dengan anak saya?Drg : Perlu pemeriksaan lebih lanjut bu, ada kemungkinan anak ibu
memiliki gangguan perilaku. Jenisnya bermacam-macam, penyebabnya juga bervariasi.Untuk memastikan, lebih baik dikonsultasikan kepada ahlinya.
2.1 STEP 1
1.Psikologi : seorang ahli atau konsultan yang mempelajari tentang kejiwaan serta gangguan-gangguannya
2.2 STEP 2
1. Apa saja macam-macam gangguan perilaku2. Gangguan perilaku yang bagaimana yang dialami oleh anak di skenario ?3. Apa saja penyebab dari gangguan perilaku ?4. Apa saja ciri-ciri tanda gangguan perilaku ?5. Apa ada hubungan dengan perilaku anak di skenario yang suka marah dengan lambatnya si anak berbicara ?6. Apa yang kita lakukan sebagai dokter gigi jika mendapatkan pasien dengan gangguan
Perilaku7. Mengapa dokter gigi tersebut menyarankan ke dr anak dan ke psikiater?8. Apabila kita sebagai drg manakah yang harus ditindak lanjuti terlebih dahulu ? penyakit gigiatau gangguan perilaku ?
2.3 STEP 3
1. Macam – macam gangguan perilaku :a. Organik disorder : perubahan perlaku sejak lahirb. Anxiety disorder : Cemas berlebihanc. Adjustment Disorder : Respon tidak wajard. Autism Disorder : Susah focus pada 1 hale. Acting out : Tingkah laku diluar batas
Gangguan pada anak-anak dan remaja :a. Gangguan tingkah laku : tingkah laku diluar batas usianyab. Gangguan hiperkinetik : tidak bias diam, susah konsentrasic. Gangguan emosional :takut dan cemas bertemu orang lain
2. Anxietas dan Adjusment disorder
3. Kondisi fisik anakMasalah perkembanganLingkungan keluargaLingkungan sekolah
4. Menarik diri dari lingkungan socialTidak dapat focus pada 1 halCemas berlebuhanMerasa mempunyai diri sendiri
5. Ada hubungannya
6. Rujuk ke Sp.KGA , SP.A dan Psikolog
7. Untuk mendiagnosa perlaku si anak dan untk melihat gangguan perilaku
8. Penyakit gigi nya terlebih dahulu lalu rujuk ke SP.A dan Psikolog
2.4 STEP 4
SAKIT GIGI
Marah-marah dan tidak bisa bicara
Gangguan perilaku anak dan remaja
Penyebab Jenis Ciri-ciri Penanganan
2.5 STEP 5
Mahasiswa Mampu memahami dan menjelaskan :
1.Gangguan perilaku : a. Etiologib. Jenisc. Penanganan sebagai Dokter Gigi
2.6 STEP 6 Belajar Mandiri
2.7 STEP 7
GANGGUAN PERILAKU
1. EtiologiMenurut Ernar dan Kerig, faktor-faktor yang menyebabkan conduct
disorder dapat dibedakan menjadi faktor biologis, faktor individual dan faktor keluarga.
a. Faktor Biologis
Wenar dan Kerig menyatakan temperamen merupakan penyebab biologis bagi
terbentuknya conduct disorder. Sebagai contoh Moffit dan Lyman dalam Wenar dan Kerig mengatakan bahwa hal yang mem pengaruhi berkembangnya perilaku yaitu adanya disfungsi neuropsikologis yang berhubungan dengan temperamen sulit yang memicu munculnya impulsivitas, perasaan mudah tersinggung dna aktivitas berlebihan pada anak. (CharlesWenar dan Patricia Kerig, t.t: 314-320).
b. Faktor Individual
Dalam Wenar dna Kerig, faktor individual yang berperan dalam
pembentukan ConductDisorder pada anak yaitu regulasi diri (selfregulation) yang kurang terbentuk sejak dini, regulasi emosi yang buruk sehingga anak tidak dapat mengembangkan strategi coping (strategi dalam mengatasi masalah) yang baik untuk mengatasi emosi negatifnya dan mengatur emosinya, kurang berkembangnya pemahaman moral dan empati, kognisi sosial anak yang berkembang dengan buruk, dan penggunaan obat-obatan terlarang
c. Faktor Keluarga
Salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam gangguan tingkah laku adalah pengaruh lingkungan kelaurga. Menurut Henggeler sebagaimana yang di kutip oleh Linda De Clerg, bahwa perilaku antisosial anak berhubungan dengan: (1) Perilaku antisosial orang tua mereka, (2) Strategi disiplin orang tua yang tidak efektif dan tidak konsisten serta lemahnya pengawasan orang tua (kurangnya teknik dan keterampilan), (3) Kurangnya komunikasidan kasih sayang orang tua atau keluarga dan tingginya konflik keluarga.(Linda De Clerg,1994:185).
Menurut Charles Wenar dan Patricia Kerig, factor keluarga yang mempengaruhi terbentuknya Conduct Disorder adalah attachment(kelekatan orang tua dan anak), masalah dalamrumah tangga, psikopatologi yang dialami orang tua, pola asuh yang kasar dan penurunanperilaku agresif antar generasi, adanya teori coercion, dan proses transaksional dalam keluarga.
2. Jenis
Klasifikasi dan DSM Gangguan Masa Kanak
Gangguan di masa kanak – kanak sering dikelompokkan dalam dua
kelompok: gangguan eksternalisasi dan gangguan internalisasi. Gangguan
eksternalisasi ditandai oleh perilaku seperti agresivitas, ketidakpatuhan,
aktivitas yang berlebihan dan impulsivitas; gangguan tersebut mencakup
gangguan pemusatan perhatian / hiperaktivitas, gangguan tingkah laku,
dan gangguan sikap menentang. Gangguan internalisasi ditandai oleh
perilaku seperti depresi, penarikan diri dari pergaulan sosial, dan
kecemasan dan termasuk gangguan anxietas dan gangguan mood di masa
kanak – kanak.
1. Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas
Pengertian ADHD
Salah satu gangguan eksternalisasi adalah gangguan pemusatan
perhatian perhatian/hiperaktivitas (ADHD), yaitu pola tetap tidak adanya
konsentrasi dan/atau hiperaktivitas dan impulsivitas yang lebih sering dan
lebih parah dari yang umumnya terlihat pada anak – anak di usia tertentu.
Istilah hiperaktif tidak asing lagi bagi sebagian besar orang, terutama para
orang tua dan guru. Seorang anak yang selalu bergerak, mengetuk –
ketukan jari, menggoyang – goyangkan kaki, mendorong tubuh anak lain
tanpa alasan yang jelas, berbicara tanpa henti, dan bergerak gelisah
seringkali disebut hiperaktif. Anak – anak tersebut juga sulit
berkonsentrasi pada tugas yang dikerjakannnya dalam waktu yang tertentu
yang wajar.
Kriteria Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas dalam DSM-
IV-TR
Salah satu dari A atau B :
A. Enam atau lebih wujud kurangnya konsentrasi selama minimal 6
bulan hingga ke tingkat yang maladaptif dan lebih besar dari yang
diharapkan, menilik tingkat perkembangan orang bersangkutan,
contohnya, berbagai kesalahan yang sembrono, tidak mendengarkan
dengan baik, tidak mengikuti instruksi, mudah teralihkan, mudah lupa
dengan aktivitas sehari – hari
B. Enam atau lebih wujud hiperaktivitas-impulsivitas yang terjadi
selama minimal 6 bulan hingga ke titijk yang diharapkan, menilik tingkat
perkembangan orang yang bersangkutan, contohnya, bergerak terus dalam
posisi duduk, berlari ke sana ke mari tanpa tujuan (pada orang dewasa
selalu bergerak gelisah), bertingkah laku seolah “digerakkan oleh sebuah
motor,” berbicara tanpa henti
Beberapa dari karakteristik di atas terjadi sebelum usia 7 tahun
Terjadi di dua lingkungan atau lebih,a.l.,di rumah dan di sekolah
atau di tempat kerja
Disabilitas yang parah dalam fungsi sosial, akademik, atau
npekerjaan
Tidak terdapat karakteristik gangguan lain seperti skizofrenia,
gangguan anxietas gangguan mood
Etiologi Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas
Teori Biologis ADHD
Faktor Genetik. Penelitian menunjukkan bahwa prediposisi genetik
terhadap ADHD kemungkinan berperan. Bila orang tua mengalami
ADHD, sebagian anak mereka memiliki kemungkinan mengalami
gangguan tersebut (Biederman dkk., 1995)
Faktor – faktor perinatal dan prenatal. Berta lahir rendah, berbagai
komplikasi yang berhubngan saat kelahiran, dan zat yang dikonsumsi ibu
saat kehamilan (tembakau dan alkohol)
Racun lingkungan. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa
pengaruh dari mengkonsumsi alkohol, nikotin, dan zat aditif pada
makanan juga sangat berpengaruh pada ADHD. Demikian juga dengan
keracunan oleh radikal – radikal bebas, timah, timbel dan lain – lain juga
sangat berpengaruh.
Teori Psikologis ADHD
Psikoanalisa. Psikoanalis anak Bruno Bettelheim (1973)
mengemukakan teori diathesis-stres mengenai ADHD, yang menyatakan
bahwa hiperaktivitas terjadi bila suatu prediposisi terhadap gangguan
tersebut dipasangkan dengan pola asuh orang tua yang otoritarian. Jika
anak memiliki disposisi aktivitas yang berlebihan dan mudah berubah
moodnya mengalami stress karena orang tua yang mudah menjadi tidak
sabar dan marah, si anak dapat menjadi tidak mampu mengahdapi tuntutan
orang tuanya untuk selalu patuh.
Teroti Belajar. Pembelajaran juga dapat berperan dalam ADHD.
Hiperaktivitas dapat dikuatkan oleh perhatian yang ditimbulkannya
sehingga meningkatkan frekuensi atau intensitasnya. Atau hiperaktivitas
juga dapat merupakan peniruan perilaku orang tua dan saudara – saudara
kandung
Penanganan Gangguan ADHD
ADHD umumnya ditangani dengan pemberian obat dan berbagai
metode behavioral berdasarkan pengondisian operant.
Pemberian obat stimulant. Khususnya metilfenidat, atau Ritalin. Obat
– obatan yang digunakan untuk menangani ADHD mengurangi perilaku
mengganggu dan meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Penanganan Psikologis. Teknik pelatihan bagi orang tua dan
perubahan manajemen kelas berdasarkan prinsip – prinsip pengondisian
operant. Berbagai intervensi di sekolah untuk anak – anak dengan ADHD
mencakup pelatihan bagi para guru untuk memahami kebutuhan unik anak
– anak tersebut dan menerapkan teknik – teknik operant di kelas. Selain itu
teknik dengan intervensi behavioral juga sangat membantu bagi anak –
anak dengan ADHD
2. Gangguan Tingkah Laku
Pengertian
Gangguan tingkah laku kadang merupakan awal gangguan kepribadian
antisosial di masa dewasa, meskipun banyak anak yang mendapatkan
diagnosis tersebut tidak berlanjut ke ganggan yang lebih ekstrem.
Kriteria Gangguan Tingkah Laku dalam DSM-IV-TR
Pola perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak – hak
dasar orang lain atau norma – norma sosial konvensional yang terwujud
dalam bentuk tiga atau lebih perilaku di bawah ini dalam 12 bulan terakhir
dan minimal satu di antaranya dalam enam bulan terakhir :
A. Agresi terhadap orang lain dan hewan, contohnya mengintimidasi,
memulai perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain
ataun hewan, memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual
B. Menghancurkan kepemilikan (property), contohnya membakar,
vandalism
C. Berbohong atau mencuri, contohnya, masuk dengan paksa ke
rumah atau mobil milik orang lain, menipu, mengutil
D. Pelanggaran aturan yang serius, contohnya, tidak pulang ke rumah
hingga larut malam sebelum berusia 13 tahun karena melanggar peraturan
orang tua, sering membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun.
Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan
Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriterias
yang ada tidak memenuhi gangguan kepribadian antisosial.
Etiologi Gangguan Tingkah Laku
Faktor-faktor Biologis. Bukti mengenai pengaruh genetik dalam
tingkah laku bervariasi. Meskipun faktor keturunan ikut berperan namun
pengaruhnya masih kecil jika dibandingkan dengan faktor lingkungan
yang mempunyai pengaruh signifikansi yang lebih besar.
Faktor-faktor psikologis.
Modeling dan operant. Salah satu bagian penting dalam perkembangan
anak normal adalah berkembangnya kesadaran moral, berkembangnya
naluri mengenai yang benar dan yang salah dan kemampuan, bahkan
keinginan, untuk menaati berbagai aturan dan norma. Teori pembelajaran
yang melibatkan modeling dan pengondisian operant memberikan
penjelasan yang bermanfaat mengenai perkembangan dan berlanjutnya
berbagai masalah tingkah laku. Anak – anak dapat mempelajari perilaku
agresifitas orang tua yang berperilaku agresif dan juga dapat menirukan
perilaku agresif dari sumber – sumber (media) yang lainnya.
Pengaruh dari teman – teman seusia. Dalam hal ini difokuskan pada
dua hal yaitu (1) penerimaan atau penolakan dari teman – teman seusia;
dan (2) afiliasi dengan teman – teman seusia yang berperilaku
menyimpang.
Faktor – faktor sosiologis. Kedaaan sosial ekonomi masyarakat dimana
individu tinggal juga sangat menentukan gangguan perilaku pada individu.
Penanganan Gangguan Tingkah Laku
Intervensi Keluarga. Para orang tua diajarkan untuk menggunakan
teknik – teknik seperti penguatan positif bila si anak menunjukkan perilaku
positif dan pemberian jeda serta hilangnya perlakuan istimewa bila ia
berperilaku agresif atau antisosial
Penanganan Multisitemik. Intervensi ini memandang masalah tingkah
laku sebagai suatu hal yang dipengaruhi oleh berbagai konteks dalam
keluarga dan antara keluarga dan berbagai system sosial lainnya.
Pendekatan Kognitif. Yakni menggunakan peranan orang tua maupun
pihak – pihak terkait untuk membreikan arahan dan bimbingan bagi anak
dalam mengendalikan emosi, persepsi dan keterampilan lainnya selama
dalam masa perkembangan.
3. Gangguan Disabilitas Belajar
Pengertian
Disabilitas belajar merujuk pada kondisi tidak memadainya
perkembangan dalam suatu bidang akademik tertentu, bahasa, berbicara,
atau keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental,
autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat, atau kurangnya kesempatan
pendidikan. Macam – macam disiabilitas terbagi dalam
Gangguan belajar, ditandai dengan :
a. Gangguan menulis
Keterbatasan kemampuan menulis sehingga muncul dalam bentuk
kesalahan memgeja, kesulitan membentuk kalimat. Muncul pada usia 7
tahun
b. Gangguan membaca
Keterbatasan kemampuan dalam mengenali dan memahami rangakaian
kata –kata. Biasanya tampak pada usia 7 tahun
c. Gangguan matematika
Keterbatasan kemampuan anak dalam memahami istilah matematika.
Gangguan Komunikasi, ditandai dengan :
a. Gangguan bahasa ekspresif
Keterbatasan dalam menggunakan bahasa verbal
b. Gangguan bahasa campuran reseptif atau ekspresif
Keterbatasan anak dalam memahami maupun memproduksi bahasa
verbal
c. Gangguan fonologis
Kesulitan dalam artikulasi suara tanpa adanya kerusakan pada
mekanisme berbicara
d. Gagap
Kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat secara langsung
Gangguan Keterampilan Motorik
Seorang anak mengalami hendaya parah dalam perkembangan
koordinasi motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental atau
gangguan fisik lain yang telah dikenal seperti celebral palsy.
Kriteria Gangguan Perkembangan Belajar Dalam DSM-IV-TR
Prestasi dalam bidang membaca, berhitung, atau menulis ekspresif
di bawah tingkat yang diharapkan sesuai dengan usia penderita,
pendidikan, dan inteligensi.
Sangat menghambat performa akademik atau aktivitas sehari - hari
Etiologi Disabilitas Belajar
Sebagian besar penelitian mengenai disabilitas belajar terfokus pada
disleksia mungkin karena disleksia merupakan gangguan yang paling
banyak terjadi dalam kelompok gangguan ini. Meskipun berbagai studi
mengenai gangguan berhitung mulai dilakukan, literature dalam bidang ini
berkembang lebih lambat.
Etiologi Disleksia. Berbagai teori psikologi di masa lalu memfokuskan
pada kelemahan perceptual sebagai basis disleksia. Sebuah hipotesis
popular menyatakan bahwa anak – anak yang mengalami masalah
membaca melihat huruf – huruf dalam posisi sebaliknya atau dalam citra
cermin.
Etiologi Berhitung. Terdapat 3 subtipe gangguan berhitung yang
diajukan oleh para ahli. (1) menyangkut kelemahan verbal semantic
(memori mengingat arti kata – kata) dan memicu timbulnya masalah dalam
mengingat fakta – fakta aritmetik, bahkan setelah melalui tahapan latihan
ekstensif (2) menyangkut penggunaan strategi yang tidak sesuai dengan
tahap perkembangan dalam menyelesaikan soal – soal aritmetik dan
seringnya melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal – soal
sederhana (3) menyangkut hendaya keterampilan visuospasial, yang
mengakibatkan kesalahan dalam mengurutkan angka – angka dalam kolom
atau melakukan kesalahan menampatkan angka (meletakkan poin desimal
pada tempat yang salah)
Penanganan Disabilitas Belajar
Sebagian besar penanganan untuk disabilitas belajar dilakukan dalam
berbagai program pendidikan khusus di sekolah – sekolah umum. Berbagai
pendekatan edukasional mencakup mengidentifikasi dan menggunakan
kekuatan kognitif anak seraya menghindari kelemahannya; menargetkan
keterampilam belajar dan strategi organisasional; mengajarkan strategi
instruksi diri secara verbal. Beberapa strategi saat ini digunakan untuk
menangani disabilitas belajar, baik dalam program sekolah, maupun dalam
pembimbingan privat.
4. Retardasi Mental
Pengertian
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan fungsi
intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah
70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau
lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari,
keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan
dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.
Kriteria Retardasi Mental Dalam DSM-IV-TR
Fungsin intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata –
rata, IQ kurang dari 170
Kurangnya fungsi sosial adaptif dalam minimal dua bidang
berikut : komunikasi, mengurus diri sendiri, kehidupan keluarga,
keterampilan interpersonal, penggunaan sumber daya komunitas,
kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, keterampilan akademik
fungsional, rekreasi, pekerjaan, kesejahteraan dan keamanan
Onset sebelum usia 18 tahun
Etiologi Retardasi Mental
Tidak terdapat Etiologi yang dapat diidentifikasi. Orang – orang yang
mengalami retardasi mental ringan atau sedang tidak sejauh yang diketahui
saat ini, mengalami kerusakan otak yang dapat diidentifikasi. Dan bila
orang – orang yang mengalami retardasi mental karena kerusakan biologis
yang dapat diidentifikasi terdapat dalam seluruh kelompok sosioekonomi,
etnis, dan ras dengan presentase yang sama, mereka yang mengalami
retardasi mental ringan atau sedang jauh lebih banyak berasal dari kelas
sosioekonomi rendah, menunjukkan kemungkinan bahwa kondisi
kekurangan sosial tertentu merupakan faktor – faktor besar yang
meretardasi perkembangan intelektual dan behavioral mereka.
Etiologi biologis yang diketahui. 25% penderita retardasi mental
disebabkan oleh faktor bioologis yang sudah diketahui.
Anomali genetik ataun kromosom. Abnormalitas kromosom terjadi
pada kurang 5% dari seluruh kehamilan yang dapat bertahan.
Penyakit Gen Resesif. Beberapa ratus penyakit gen resesif telah
teridentifikasi, dan banyak di antaranya menyebabkan retardasi mental.
Penyakit Infeksi. Ketika berada di dalam rahim janin mengalami
peningkatan resiko mental yang diakibatkan oleh penyakit infeksi yang
dialami oleh ibu hamil.
Kecelakaan. Cedera dalam otak akibat kecelakaan merupakan salah
satu penyebab retardasi mental
Bahaya Lingkungan. Retardasi mental juga disebabkan oleh bebrapa
polutan lingkungan.
Pencegahan dan Penanganan Retardasi Mental
Upaya pencegahan lebih difokuskan terhadap pemahaman jenis
penyakit dan infeksi serta akibat dari insiden.
Penanganan residensial. Memberikan layanan pendidikan dan layanan
masyarakat bagi para individu tersebut dan bukan perawatan yang sangat
bersifat pengawasan seperti di rumah sakit jiwa
Intervensi behavioral berbasis pengondisian operant. Bila program
semacam Head Start dapat membantu mencegah retardasi mental ringan
pada anak – anak yang tidak beruntung, berbagai program lain yang
terdahulu yang menggunakan teknik – teknik kognitif dan behavioral
dikembangkan untuk meningkatkan tingkat fungsi para individu dengan
retardasi mental berat.
Intervensi Kognitif. Melalui latihan instruksional diri mengajari anak –
anak tersebut untuk memandu upaya penyelesaian masalah mereka melalui
kata – kata yang diucapkan.
Instruksi dengan bantuan computer. Instruksi ini semakin sering
digunakan di seluruh lokasi semua jenis pendidikan; instruksi ini dapat
sangat cocok diterapkan dalam pendidikan bagi individu yang mengalami
retardasi mental.
5. AUTISME
Dalam DSM-III memperkenalkan (dan dipertahankan dalam DSM-III-
R, DSM-IV, dan DSM-IV-TR) gangguan perkembangan pervasif antara
lain: (1) autistik, yang akan dijelaskan pada bagian di bawah ini, (2)
gangguan Rett, sangat terjadi dan hanya terjadi pada anak perempuan.
Perkembangan sepenuhnya normal hingga tahun pertama atau kedua usia
anak, ketika pertumbuhan kepala si anak melambat. Anak kehilangan
kemampuan untuk menggunakan tangannya untuk melakukan gerakan
yang bertujuan, sebagai ganti melakukan gerakan stereotip seperti
meremas tangan atau mencuci tangan; berjalan secara tidak terkoordinasi;
hanya mampu untuk sedikit belajar berbicara dan mengerti ucapan orang
lain; mengalami retardasi mental sangat berat. Si anak tidak dapat
berhubungan dengan orang lain dengan baik, meskipun kondisi ini dapat
membaik di kemudian hari, (3) Gangguan disintegrative di masa kanak –
kanak terjadi pada anak – anak yang mengalami perkembangan normal
pada dua tahun pertama usianya yang kemudian diikuti dengan hilangnya
keterampilan sosial, bermain, bahasa, dan motorik secara signifikan.
Abnormalitas dalam interaksi sosial dan komunikasi, dan munculnya
perilaku stereotip sangat sama dengan yang terjadi pada autism, (4)
gangguan Asperger seringkali dianggap sebagai bentuk autism ringan.
Hubungan sosial kurang dan perilaku stereotip intens dan rigid, namun
bahasa dan intelegensi tetap normal.
Akan tetapi sangat disayangkan, sedikit sekali penelitian pada ketiga
kategori terakhir.
Autisme dalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai
pusat dari dunia, percaya bahwa kejadian – kejadian eksternal mengacu
pada diri sendiri. Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi
sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson,
1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya respon terhadap orang lain,
menarik diri dari hubungan sosial, dan respon yang aneh terhadap
lingkungan seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan
memukul-mukulkan kepala. Gangguan autistik berawal di masa kanak –
kanak awal dan dapat terlihat pada bulan – bulan awal usia anak.
Kriteria gangguan Autistik dalam DSM-IV-TR adalah
Enam atau lebih dari kriteria pada A, B, dan C di bawah ini, dengan
minimal dua kriteria dari A dan masing – masing satu dari B dan C.
A. Hendaya dalam interaksi sosial yang terwujud dalam minimal dua
dari kriteria berikut :
Hendaya yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal
seperti kontak mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh.
Kelemahan dalam perkembangan hubungan dengan anak – anak
sebaya sesuai dengan tahap perkembangan
Kurang melakukan hal – hal atau aktivitas bersama orang lain
secara spontan
Kurangnya ketimbalbalikan sosial atau emosional
B. Hendaya dalam komunikasi seperti terwujud dalam minimal satu
dari kriteria berikut :
Keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa bicara tanpa upaya
untuk menggantinya dengan gerakan nonverbal
Pada mereka yang cukup mampu berbicara, hendaya yang tampak
jelas dalam kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan
percakapan dengan orang lain
Kurang bermain sesuai tahap perkembangannya
C. Perilaku atau minat yang diulang – ulang atau stereotip, terwujud
dalam minimal satu dari kriteria berikut ini :
Preokupasi yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu
Keterikatan yang kaku pada ritual tertentu
Tingkah laku stereotip
Preokupasi yang tidak normal pada bagian tertentu dari suatu objek
Keterlambatan atau keberfungsian abnormal dalam minimal satu
dari bidang berikut, berawal sebelum usia 3 tahun : interaksi sosial, bahasa
untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau permainan imajinatif.
Gangguan yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan Rett atau
gangguan disintegrative di masa kanak - kanak
Etiologi Gangguan Autistik
Teori terdahulu banyak yang menyebutkan bahwa faktor psikologis
sangat bertanggung jawab akan munculnya gangguan ini. Namun lambat
laun perspektif tersebut tergantikan oleh bukti – bukti yang mendukung
pentingnya faktor – faktor biologis, diantaranya adalah faktor genetik.
Basis Psikologis. Sebagian besar orang mungkin secara diam – diam
berasumsi bahwa bila faktor – faktor biologis menjadi penyebab gangguan
seberat autism, maka semestinya terdapat berbagai gejala nyatalain, seperti
stigmata fisik dalam sindroma Down.
Teori Psikoanalisis. Teori yang sangat terkenal adalah teori Bettelheim.
Autisme sangat mirip dengan apati. Bettelheim berpendapat bahwa balita
telah menolak orang tuanya dan mampu merasakan perasaan negatif
mereka. Si bayi melihat bahwa tindakannya hanya berdampak kecil pada
perilaku orang tua yang tidak responsif. Maka, si anak kemudian meyakini
bahwa ia tidak memiliki dampak apapun pada dunia ini, kemudian
menciptakan “benteng kekosongan” autism untuk melindungi dirinya dari
penderitaan dan kekecewaan.
Terori behavioral. Seperti halnya para teroris berorientasi psikoanalisis,
beberapa teoris perilaku mengemukakan teori bahwa pengalaman belajar
tertentu di masa kanak – kanak menyebabkan autisme. Dalam sebuah
artikel yang berpengaruh, Ferster (1961) berpendapat bahwa tidak adanya
perhatian dari oang tua, terutama ibu, mencegah terbentukya berbagai
asosiasi yang menjadikan manusia sebagai penguat sosial, mereka tidak
dapat mengendalikan perilaku si anak, dan mengakibatkan terjadinya
gangguan autistik. Sekali lagi, tidak terdapat dukungan bagi teori ini.
Basis Biologis. Onset autisme di usia yang sangat dini, bersama dengan
sekumpulan bukti neurologis dan genetik yang akan dibahas pada bagian
berikut sangat kuat menunjukkan adanya basis biologis dalam gangguan
ini.
Faktor – faktor genetik. Studi genetik mengenai autisme sulit
dilakukann karena gangguan ini sangat jarang terjadi. Bukti yang lebih
kuat mengenai transmisi genetik dalam autisme diperoleh dari berbagai
studi terhadap orang kembar, yang menemukan 60 hingga 91 persen
kesesuaian bagi autisme antara kembar identik, dibandingkan dengan
tingkat kesesuaian yang berkisar 0 hingga 20 persen pada kembar fraternal
(Bailey dkk., 1995; LeCouteur dkk,. 1996; Steffenberg dkk., 1989).
Faktor – faktor Neurologis. Berbagai studi EEG terdahulu terhadap
anak – anak autistik mengindikasikan bahwa banyak di antaranya yang
memiliki pola gelombang otak abnormal (a.l., hutt dkk., 1964). Penelitian
baru – baru ini telah memulai mempelajari keterkaitan antara abnormalitas
neurologis dan masalah – masalah behavioral yang berhubungan dengan
autisme.
Penanganan Gangguan Autistik
Penanganan Psikodinamika bagi Anak – anak dengan Autisme.
Bruno Bettelheim mengannggap bahwa masalah kelekatan dan kelemahan
emosional sebagai penyebab autisme, oleh karena itu ia berpendapat
bahwa atmosfer yang hangat dan penuh kasih sayang harus diciptakan
untuk mendorong si anak memasuki dunia. Kesabaran dan hal yang
disebut oleh Rogerian sebagai penerimaan positif tanpa syarat diyakini
merupakan hal yang diperlukan oleh anak dengan autisme untuk mulai
memercayai orang lain dan untuk mengambil kesempatan dalam
membangun hubungan dengan orang lain.
Penanganan dengan Obat-obatan bagi Anak – anak dengan Autisme.
Beberapa obat yang dapat digunakan dalam terapi ini antara lain :
Haloperidol. Suatu antipsikotik yang sering digunakan untuk
menangani skizofrenia. Beberapa studi terkendali menunjukkan bahwa
obat ini mengurangi penarikan diri dari kehidupan sosial, perilaku motorik
stereotip, dan perilaku maladaptif. Efek samping dari penggunaan obat ini
adalah diskinesia atau gangguan kejat otot.
Fenfluramin. Berfungsi untuk mengurangi serotonin. Pada
perkembangannya obat ini mempunyai efek yang sangat minim sehingga
dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa obat ini tidak menyembuhkan
autisme.
Penelitian terhadap Antagonis reseptor opioid, naltrekson dan
menemukan bahwa obat ini mengurangi hiperaktivitas pada anak – anak
autistik dan cukup meningkatkan perilaku memulai interaksi sosial.
Dari sekian banyak penelitian dalam farmakologis pada autisme, pada
titik ini, kurang efektif disbanding dengan berbagai intervensi behavioral.
3. Penanganan sebagai Dokter Gigi
Untuk memberikan perawatan gigi pada anak yang berkebutuhan
khusus, kita harus mampu untuk menyesuaikan dengan keadaan sosial,
intelektual, dan emosional. Kurangnya perhatian, gelisah, hiperaktif, dan
perilaku emosional yang tidak menentu merupakan ciri anak dengan
berkebutuhan khusus dalam menjalani perawatan gigi. Dokter gigi harus
mengetahui tingkatan anak berkebutuhan khusus dengan melakukan
konsultasi bersama dokter yang merawat anak atau pengasuh lain jika anak
tidak tinggal bersama orang tua.Prosedur berikut telah terbukti bermanfaat
dalam membangun hubungan dokter gigi dengan pasien dan mengurangi
kecemasan pasien tentang perawatan gigi:
1. Berikan keluarga penjelasan singkat mengenai praktek gigi sebelum
mencoba pengobatan. Perkenalkan pasien dan keluarga pada pekerja
di praktek gigi. Hal ini akan membiasakan pasien dengan para pekerja
dan fasilitas yang ada serta akan mengurangi rasa takut pasien
terhadap ketidaktahuannya. Perbolehkan pasien untuk membawa
benda yang disenanginya (boneka binatang, selimut, atau mainan)
pada saat berkunjung.
2. Lakukan berulang-ulang; berbicara perlahan dan dalam istilah yang
sederhana. Kepastian penjelasan akan dipahami dengan menanyakan
kepada pasien jika ada pertanyaan. Jika pasien memiliki sistem
komunikasi alternatif, seperti papan gambar atau perangkat elektronik,
pastikan itu tersedia untuk membantu penjelasan mengenai instruksi
gigi.
3. Berikan hanya satu instruksi pada satu waktu. Hargai pasien dengan
pujian setelah berhasil menyelesaikan setiap prosedur.
4. Dengarkan pasien secara aktif. Pasien yang berkebutuhan khusus
sering mengalami masalah dengan komunikasi, dan dokter gigi harus
sangat sensitif terhadap gerakan dan permintaan lisan.
5. Ajak orang tua untuk melihat proses perawatan dan untuk membantu
dalam komunikasi dengan pasien.
6. Buatlah jadwal perawatan secara berkala. Tingkatkan secara bertahap
ke prosedur yang lebih sulit (misalnya anestesi dan restoratif gigi)
setelah pasien menjadi terbiasa dengan lingkungan klinik gigi.
7. Jadwalkan kunjungan pasien di pagi hari, pada saat dokter gigi, staf,
dan pasien belum merasa lelah. Dengan persiapan yang memadai
dokter gigi dan pekerja dapat memberikan pelayanan yang baik.
Pemahaman yang menyeluruh mengenai tingkat pasien yang
berkebutuhan khusus dan kemampuan pasien dan dengan kesabaran
dan pengertian, dokter gigi tidak akan memiliki masalah yang
signifikan dalam memberikan perawatan gigi.
(Universitas Sumatera Utara, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Linda De Clerg, 1994. Tingkah Laku Abnormal, dari Sudut Padang Perkembangan, Jakarta: Grasindo.
Charles Wenar dan Patricia Kerig,.t.t.Development Psychopathology from Infancy Through Adolescence, edisi ke-5, New York : McGraw-Hill.
Alpers, Ann.2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Volume 1. EGC : Jakarta.
Davidson, Gerald, Neale, John, Kring, Ann. 2010. Psikologi Abnormal. Raja Grafindo
Persada : Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, Edisi Pertama. Jakarta.
Jeffrey S. Nevid. Abnormal Psychology in a Changing World, March 14, 2003
Mark Durand dan David H. Barlow. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Jakarta.
Kaplan, H.I., Sadock B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri, Jilid II, Edisi ke-7. Binarupa Aksara,
Jakarta.
Sarwono, S. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
http://repository.usu.ac.id/bitsteram/123456789/38155/3/Chapter%20II.pdf