Laporan LO is

download Laporan LO is

of 18

Transcript of Laporan LO is

TIROIDITIS

Tiroiditis adalah istilah umum yang mengacu pada peradangan kelenjar tiroid. Tiroiditis meliputi sekelompok gangguan individu yang seluruhnya menyebabkan peradangan thyroidal dan sebagai hasilnya banyak penyebab yang berbeda presentasi klinisnya. Sebagai contoh, tiroiditis Hashimoto adalah penyebab yang paling umum hipotiroidisme di Amerika Serikat. Tiroiditis postpartum, yang menyebabkan tirotoksikosis transien (hormon tiroid yang tinggi tingkat dalam darah) diikuti oleh hipotiroidisme sementara, umumnya merupakan penyebab masalah tiroid setelah melahirkan. Tiroiditis subakut adalah penyebab utama dari nyeri pada tiroid. Tiroiditis juga dapat terlihat pada pasien yang memakai obat interferon dan amiodarone.1 Klasifikasi Tiroiditis2 Tiroiditis dapat dibagi berdasar atas etiologi, patologi atau penampilan klinisnya. Penampilan klinis dapat berupa perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit pada tiroid. Ada tidaknya rasa sakit ini penting karena merupakan pertimbangan utama untuk menegakkan diagnosis. Berdasarkan perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit tiroiditis dapat dibagi atas: y Tiroiditis akut dan disertai rasa sakit: 1). Tiroiditis infeksiosa akut = tiroiditis supurativa, 2). Tiroiditis karena radiasi, 3). Tiroiditis traumatika y Tiroiditis subakut A. Yang disertai rasa sakit: Tiroiditis granulomatosa = tiroiditis non supurativa = tiroiditis de Quervain B. Yang tidak disertai rasa sakit: 1). Tiroiditis limfositik subakut; 2). Tiroiditis post partum; 3). Tiroiditis oleh karena obat-obatan y Tiroiditis kronis: 1). Tiroiditis Hashimoto; 2). Tiroiditis riedel; 3). Tiroiditis infeksiosa kronis

A. TIROIDITIS AKUT2 Tiroiditis akut dapat digolongkan sebagai tiroiditis infeksiosa, tiroiditis karena radiasi dan tiroiditis karena trauma 1. Tiroiditis infeksiosa Akut Terjadi melalui penyebaran hematogen atau lewat fistula dari sinus piriformis yang berdekatan dengan laring,yang merupakan anomaly konginetal yang sering terjadi pada anak-anak. Sebetulnya kelenjar tiroid sendiri resisten terhadap infeksi karena beberapa hal diantaranya berkapsul, mengandung iodum tinggi, kaya suplai darah dan saluran limfe untuk drainase. Karena tiroiditis infeksiosa ang terjadi kecuali pada keadaan-kedaan tertentu nah mempunya penyakit tiroid, ayau adanya supresis system imun seperti pada orang tua atau penderita AIDS. Paien tiroiditis supurativa bakteri ini biasanya mengeluh rasa sakit yang hebat pada kelenjar tiroid, panas, memggigil, disfagi, disfoni, sakit leher depan, nyeri tekan, ada fluktuasi dan eritema. Fungsional tiroid umumnya normal sangat jarang terjadi tirotoksikosis atau hipotiroid.jumlah leukosit dan laju endap darah meningkat. 2. Tiroiditis karena radiasi Pasien graves yang diterapi dengan iodum radioaktif sering mengalami kesakitan dan nyeri tekan pada tiroid 5-10 hari kemudian. Keadaan ini disebabkan terjadi kerusakan dan nekrosis akibat radiasi tersebut. Rasa sakitnya biasa tidak hebat dan membaikdakam beberapa hari 3. Tiroiditis karena trauma Manipulasi kelenjar tiroid denganmemijat-mijat yang terlalu keras pada pemeriksaan dokter atau oleh pasien sendiri dapat menimbulkan tiroiditis akut yang disertai rasa sakit dan mungkin dapat

timbul tirotoksikosis. Trauma ini juga dapat terdi akibat sabuk pengaman mobil terlalu kencang

Pengobatan3 Tanpa pengobatan penyakit ini dapat menjadi hebat yaitu dengan terbentuknya abses yang kemudian mudah pecah. Kadang kadang ada juga yang sembuh spontan. Pengobatan utama ialah menggunakan antibiotic. Coccus gram positif biasanya dapat diatasi dengan penisilin dan derivatnya, tetrasiklin, kloramfenikol. Kadang kadang diperlukan tindakan lanjutan yaitu bila terbentuk abses. Kalau jelas hal ini menyangkut satu lobus, perlu lobektomi (dengan lindungan antibiotic). Bila infeksi sudah menyebar melalui satu kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, perlu insisi dan drainage.

B. TIROIDITIS SUB AKUT2 Tiroiditis sub akut dapat dibagi atas ada tidaknya rasa sakit. 1. Tiroiditis sub akut yang disertai rasa sakit (subacute painful thyroiditis). Tiroiditis ini dikenal dengan beberapa nama di antaranya tiroiditis granulomatosa subakut; tiroiditis nonsupurativa subakut; tiroiditis de Quervain; tiroiditis sel raksasa; subacute poinful thyroiditis. Tiroiditis granulomatosa subakut (TGS) penyebab yang pasti belum jelas, diduga penyebabnya adalah infeksi virus atau proses inflamasi post viral infection. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat infeksi pernapasan bagian atas beberapa saat sebelum terjadinya tiroiditis. Kejadian tiroidis ini juga berkaitan dengan musim, tertinggi pada musim panas dan juga berkaitan dengan adanya infeksi virus coxsackie, parotis epidemika, campak, adenovirus. Antibodi terhadap virus juga sering didapatkan, tetapi keadaan ini dapt merupakan nonspecifik anamnestik response. Tidak didapatkan adanya inclusion bodies pada jaringan tiroid. Tampaknya proses autoimun tidak berperan dalam pada terjadinya TGS ini, walaupun demikian TGS berkaitan dengan HLAB35. Kemungkinan bahwa sebelumnya terjadi infeksi virus subklinis yang akan menyebabkan terbentuknya antigen dari jaringan tiroid yang rusak akibat virus. Kompleks antigen HLA-B35 mengaktifkan cytotoxic T lympochite yang akan merusak ssel folikel tiroid. Berbeda dengan penyakit tiroid autoimun, pada TGS reaksi imun tersebut tidak berlangsung terus. Proses ini hanya sementara. Inflamasi pada TGS akan menyebabkan kerusakan folikel

tiroid dan mengaktifkan proteolisis dari timbunan triglobulin. akibatnya terjadi pelepasan hormon T3 dan T4 yang tidak terkendali ke dalam sirkulasi dan terjadilah hipertiroid. Hipertiroid ini akan berakhir

kalau timbunan hormon telah habis. Karena sintesis hormon yang baru tidak terjadi karena kerusakan folikel tiroid maupun penurunan TSH akibat hipertiroid tersebut. Pada keadaan ini dapat diikuti terjadinya hipotiroid. Bila radangnya sembuh terjadi pebaikan folikel tiroid, sintesis hormon kembali normal. Gambaran patologi anatomi yang karaktetistik dari folikel tiroid adalah adanya inti tengah koloid yang dikelilingi oleh sel tengah raksasa yang berinti banyak, lesi ini kemudian bekembang menjadi granuloma. Disamping itu didapatkan infiltrasi netrofil, limfosit dan histiosit. Distruption dan kolaps folikel tiroid, nekrosis sel-sel folikel. Awitan dari TGS biasanya pelan-pelan tetapi kadang-kadang dapat mendadak. Rasa sakit merupakan keluhan yang selalu didapatkan dan mendorong pasien berobat. Rasa sakit dapat terbatas pada kelenjar tiroid atau menjalar sampai ke leher depan, telinga, rahang dan tenggorokan sampai menyebakan paien periksa ke THT. Biasanya terjadi demam, malaise, anoreksi dan myalgia. Kelenjar tirod membesar difus dan sakit pada palpasi. Separo dari paien menunjukan gejala klinis hipertiroid, tetapi gejala rasa sakit lebih mendominasi. Inflamsi dan hipertiroiditis lebih bersifat sementara, berlangsung sekitar 2-6 minggu, kemungkinan diikuti oleh terjadinya hipotiroik yang asimptomatis berlangsung 2-8 minggu dan diikuti penyembuhan. Pada 20% pasien dapat terjadi kekambuhan dalam beberapa bulan kemudian. Walaupun gejala klinis hipertirid hanya terjadi pada separo pasien TGS, tetapi pemeriksaan laboratorium hampir selalu didapatkan peningkatan T3 dan T4 serta penurunan TSH. Uptake iodium radioaktif rendah, kadar tiroglobulin serum tinggi, anemia ringan, leukositosis dan LED yang meningkat. Biasanya tidak didapatkan

peningkatan antibodi terhadap tiroid peroksidase (TPO) maupun tiroglobulin. Pada dasarnya diagnosis dari TGS cukup diagnosis klinis. Adanya pembesaran kelenjar tiroid yang difus disertai rasa sakit dan nyeri pada palpasi yang menjalar ke leher depan cukup untuk menduga adanya TGS. Gejala hipertiroid belum tentu ada, tetapi T4 selalu naik dan TSH selalu turun. Meiningkatnya LED memperkuat dignosis TGS, ultrasonografi,RAIU, dan AJH dapat membantu memastikan

diagnosis. Diferensial diagnosis, dalah tiroiditis infeksiosa akut dan perdarahan pada nodul. Kedua keadaan tersebut menimbulkan rasa sakit pada tiroid dan nyeri tekan, tetapi kelenjar tiroid yang sakit biasanya unilateral dan fungsi tiroid normal. Terapi TGS bersifat simptomatis. Rasa sakit dan inflamasi diberikan NSAID atau aspirin. Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid, misalnya prednison 40mg/hari. Tirotoksikosis yang timbul biasanya tidak berat, bila berat dapat diberikan obat bloker misalnya propanolol 40-120 mg/hari atau atenolol 25-50 mg/hari. Pemberian PTU atau metimasol tidak diperlukan karena tidak terjadi peningkatan sintesis atau sekresi hormon. Pada perjalanan penyakitnya kadang-kadang dapat timbul hipotiroid yang ringan yang berlangsung tidak lama, karenanya tidak memerlukan pengobatan. Bila hipotiroidnya berat dapat diberikan L-tiroksin 50-100 mcg/hari selama 6-8 minggu dan tiroksin kemudian dihentikan.

2. Tiroiditis Limfositik subakut tanpa rasa sakit. TLSTRS sebaiknya dipertimbangkan sebagai penyebab tiroid pada setiap wanita atau laki laki yang mempunyai gejala hipertiroid ringan kurang dari 2 bulan, tanpa pembesaran tiroid atau pembesaran tiroid atau membesar ringan dan tidak ada oftalmopati.

TLSTRS merupakan varian dari tiroiditis autoimun kronis (hashimoto thyroditis), diduga merupakan bagian dari spectrum tiroid autoimun. Banyak pasien TLSTRS mempunyai kosentrasi antibody yang tidak baik terhadap TPO maupun tiroglobulin. Disamping itu banyak didapatkan riwayat keluarga yang menderita penyakit tiroid autoimun. Beberapa pasien berkembang menjadi tiroiditis autoimun kronis beberapa tahun kemudian. TLSTRS berkaitan dengan HLA haplotipe yang spesifi yaitu HLAe DR3 yang menunjukan adanya inherited susceptibility walaupun assosiasinya sama. Factor yang diduga sebagai pencetus TLSTRS antara lain intake yodium yang berlebihan dan sitokin. Suatu sindrom yang merupai TLSTRS dapat terjadi pasien yang mendapat terapi amiodaron (yg kaya iodium), interferon alfa, interleukin 2 dan litium. Keadaan ini menunjukan bahwa pelepasan sitokin sebagai akibat dari keruskan jaringan atau inflamasi mungkin sebagai awal dari proses terjadinya TLSTRS. Inflamasi yang terjadi pada TLSTRS akan menyebabkan kerusakan folikel tiroid dan mengaktifkan proteolisis tiroglobulin yang berakibat pelepasan hormon T3 dan T4 kedalam sirkulasi dan terjadilah hipertiroid. Hipertiroid ini terjadi sampai timbunan T3 dan T4 habis, oleh karena tidak terjadi pembentukan hormon baru. Keadaan ini akan diikuti oleh terjadinya hipotiroid yang diperberat oleh adanya penurunan TSH pada saat hipertiroid. Bila inflamasi mereda sel sel folikel mengalami regenerasi maka pembuatan hormon tiroid akan pulih kembali. Pada biopsy kelenjar tiroid didapatkan adanya inflitasi limfosit, kadang kadang didapatkan germinal centre dan sedikit fibrosis. Dibandingkan dengan tiroiditis autoimun kronis gambaran Pa tersebut jauh lebih ringan.

Manifestasi klinis TLSTRS adalah terjadinya hipertiroid yang timbul 1-2 minggu dan berakhir 2-8 minggu. Gejala hipertiroidnya biasanya ringan. Kelenjar tiroid membesar ringan, difus dan tidak disertai rasa sakit. Gejala hipertiroid ini akan diikuti oleh adanya perbaikan atau terjadinya hipotiroid selama 2-8 miggu yang biasanya juga ringan atau malahan asimtomatik dan diikuti perbaikan. Kadang kadang dapat diikuti terjadinya tiroiditis autoimun kronis dengan hipotiroid yang permanent. Pada saat terjadi hipertiroid terjadi penigkatan kadar T3 dan T4, dan penurunan TSH. Kadang kadang hanya didapatkan penurunan TSH saja yang menunjukan adanya hipertorid subklinis. Pada pasien yang mengalami hipotiroid kadar T3 dan T4 turun disertai peningkatan kadar TSH. Kadang kadang hanya didapatkan peningkatan TSH saja (hipotiroid subklinis). Antibody terhadap tiroid (anti- TPO antibody dan antitiroglobulin antibodi) meningkat pada 50 % pasien saat terdiagnosis TLSTRS. Titer antibody ini akan menurun (berbeda pada saat tiroiditis post partum yang persisiten). Jumlah leukosit biasanya normal dan laju endap darah hanya sedikit meningkat. Biasnya pasien TLSTRS tidak memerlukan pengobatan baik pada fase hipertiroid maupun hipotiroid, karena gejalanya ringan. Bila gejala hipertiroid berat perlu diberikan beta bloker propanolol (40120 mg/hari) atau etanolol (25-50 mg/hari). Pemberian PTU dan metimasol tidak perlu karena tidak ada peningkatan sintesis hormon. Pemberian prednisone dapat memperpendek fase hipertiroid. Kadang kadang gejala hipotiroid cukup berat dan perlu diberikan L tiroksin 50 100 mg/hari selam 8-12 hari minggu, yang penting pada pasien ini perlu dipantau atas kemungkinan terjadinya tiroiditis autoimun kronis. Postpartum thyroiditis. Tiroiditis ini dapat terjadi dalam kurun waktu setahun sesudah persalinan. Dapat juga terjadi sesudah

persalinan. Dapat juga terjadi sesudah abortus spontan atau yang dibuat. Gambarannya menyerupai subacute lympocite painless

thyroiditis, perbedaannya pada PPT lebih bervariasi dan selalu terjadi sesudah perslainan. Seperti halnya TLSTRS, post partum thyroditis diduga merupakan varian dari penyakit tiroid kronis. 50 % wanita yang titer antibody terhadap peroksidasi meningkat akan berkembang menjadi PPT sudah persalinan. Antibody ini akan meningakat pada awal kehamilan, menurun selama kehamilan (oleh akrena adany toleransi imonologik selama kehamilan) dan meningkat lagi setelah persalinan. Seperti halnya pada TLSTRS pada awalnya terjadi peningaktana hormone tiroid. Peningkatan ini terjadi karena proses inflamasi menyebabkan kerusaan sel folikel tiroid dan timbunan hormone dalam tiroglobuli akan tertumpah dalam sirkulasi. Bila timbunan hormone tlah habis, maka akan terjadi penurunan hormone tiroid. hipotiroid ini terjadi karena sintesis hormone yang baru tidak terbentuk dan juga TSH yang menurun waktu terjadi hipertiroid. Bial peradangan telah membaik, sel sel folikel telah pulih, maka pembentukan hormone pulih kembali. Gambaran hipertiroid hipotiroid dn eutiroid ini terjadi pada 1/3 pasien PPT. Gamabaran patologi PPT yaitu adanya inflitrat limfosit, kerusakan sel sel folikel dan kadang kadnag didapatkan adanya germinal centre. 30 % pasien PPT menujukan gambaran klinis yang berurutan yaitu hipertiroid yang timbul 1-4 bulan sesudah persalinan yang berlangsung 2-8 minggu, diikuti hipotoirod yang juga berlangsung 2-8 minggu dan akhirnya eutiroid. Kadang kadang pada 20- 40 % gejala yang muncul hanya hipertiroid dan 40 50 % hanya muncul hipotiroid saja. Hipertiroid dan hipotiroid yang terjadi

biasanya ringan. Pada 20 50% PPT dapat terjadi hipotiroid yang permanen, keadaan ini berkaitan dengan tingginya titer antibody terhadap peroksidase. 70 % pasie PPT dapat kambuh pada kehamilan berikutnya. Kelenjar tiroid pada PPT biasanya sedikit membesar difus dan tidak terasa sakit pada saar hipertiroid. PPT harus dibedakan dengan penyakit graves yang bisa juga terjadi sesudah persalinan, abik penyakit graves yang baru atau rekuren. Bedanya pada PPT gejala hipertiroidnya ringan dan tidak ada oftalmopati, pembesaran tiroidnya juga minimal. Bila sulit dibedakan dapat ditunggu 3 4 minggu, biasanya pada penyakit graves gejalanya akan memberat. Dapat juga dilakukan RAIU diaman pada penyakit graves akan meningkat sedangkan pada PPT rendah. Pengobatan pada PPT tidak berbeda dengan TLSTRS. Pengobatan didasarkan atas gejala klinik dan bukan hasil laborotoriun. Pemberian PTU dan metimasol tidak dianjurkan karena tidak terjadi peningkatan sintesis hormone. Bila gejala hipertiroid nyata dapat diberikan propanolol 40-120 mg/ hari atau etanolol 25- 50 mg/hari sampai gejala klinis membaik. Bila gejala hipertiroid nyata dapat diberikan tiroksin 50- 100 mcg/ hari selama 8- 12 minggu. Pasien PPT perlu diberitahu atas kemungkinan terjadi hipotiroid atau struma pada kemudian hari, karenanya pasien diberitahu gejala gejala awal hipotiroid. Pasien juga diberitahu bila hamil lagi PPT ini dapat kambuh. TIROIDITIS KARENA OBAT. Beberapa obat dapat juga menimbulakan tiroiditis yang tidak disertai rasa sakit diantaranya interferon alfa, interleukin 2, amiodaron dan litium. Pasien hepatitis B atau C yang mendapat interferon alfa 1-5 % dapat mengalami disfungsi tiroid, baik berupa hipotiroid atau hipertiroid. Terjadinya disfungsi tiroid berkaiatan dengan adanya titer

antibody tiroid yang tinggi. Pada mereka yang antibodinya tinggi kejadian disfungsi tiroid yang mencapai 36,5% dengan demikian pemberian interferon ini dapat menyebabkan eksaserbasi tiroid autoimun yang sudah ada.

C. TIROIDITIS KRONIS Tiroiditis kronis adalah pembengkakan (radang) dari kelenjar tiroid yang sering mengakibatkan penurunan fungsi tiroid (hipotiroidisme). Tiroiditis kronis meliputi tiroiditis Hashimoto, tiroiditis Riedel, dan tiroiditis infeksiosa kronis.2,4 1. Tiroiditis Hashimoto

Pendahuluan Tiroiditis kronis atau penyakit Hashimoto umumnya adalah gangguan kelenjar tiroid. Penyakit ini sering disebut sebagai tiroiditis autoimun kronis, merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah yang iodiumnya cukup. Dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering terlihat pada wanita paruh baya. Hal ini disebabkan oleh reaksi dari system kekebalan tubuh terhadap kelenjar tiroid. Rasio perbandingan antara wanita dan laki-laki 7:1.2,4 Ada 2 bentuk tiroiditis Hashimoto yaitu bentuk Goitrous (90%) dimana terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan bentuk atrofi (10%) dimana kelenjar tiroid mengecil. Bentuk varian tiroiditis Hashimoto termasuk subacute lymphocytic painless thyroiditis dan postpartum tiroiditis.2

Etiologi2 Penyebab tiroiditis Hashimoto diduga kombinasi dari factor genetic dan lingkungan. Suseptibilitas gen yang dikenal adalah HLA dan CTLA-4. Mekanisme imunopatogenetik terjadi karena adanya ekspresi HLA antigen sel tiroid yang menyebabkan presentasi langsung dari antigen tiroid pada system imun. Adanya hubungan familial dengan penyakit Graves dan penyakit Graves sering terlbat pada tiroiditis Hashimoto atau sebaliknya menunjukkan bahwa kedua penyakit tersebut patofisiologinya sangat erat, walaupun manifestasi klinis berbeda.

Perjalanan penyakit Penyakit ini terjadi perlahan-lahan, mungkin sekitar berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk mendeteksi keadaan ini. Mungkin dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, penyakit Hashimoto terkait dengan gangguan endokrin yang disebabkan oleh system imun tubuh. Penyakit Hashimoto dapat terjadi dengan insufisiensi adrenal dan diabetes tipe 1. Dalam kasus ini, keadaan ini disebut sebagai sindrom autoimun polyglandular tipe 2 (PGA II).4 Perjalanan penyakit TH ini pada awalnya mungkin dapat terjadi hipertiroid oleh oleh karena adanya proses inflamasi, sel-sel inflamasi menghancurkan tiroid sehingga dalam jangka panjang timbul jaringan parut. Ketika sel-sel tiroid rusak akan terjadi penghentian produksi hormon tiroid sehingga mengakibatkan hipotiroidisme. Sekali mulai timbul hipotiroid maka gejala ini akan menetap.2,5

Manifestasi klinis Karakter klinisnya berupa kegagalan tiroid yang terjadi pelan-pelan, adanya struma atau kedua-duanya yang terjadi akibat kerusakan tiroid yang diperantarai autoimun.2 Gejala-gejala pasien TH yaitu sembelit, kesulitan berkonsentrasi, kulit kering, pembesaran leher, kelelahan, rambut rontok, intoleransi terhadap dingin, BB ringan, stadium akhir penyakit kelenjar tiroid mengecil. Gejala lain yang dapat ditemukan pada pasien yaitu pembengkakan pada wajah.4

Diagnosis2 Gambaran PA-nya berupa infiltrasi limfosit yang profus, lymphoid germinal centers dan destruksi sel-sel folikel tiroid. Fibrosis dan area

hiperplasi sel folikuler (oleh karena TSH yang meningkat) terlihat pada TH yang berat. Ada 4 antigen yang berperan pada TH yaitu tiroglobulin, tiroid peroksidase, reseptor TSH dan sodium iodine symporter. Hampir semua pasien TH mempunyai antibody terhadap tiroglobulin dan TPO dengan konsentrasi yang tinggi. Pada penyakit tiroid yang lain dan pada orang normal kadang-kadang didapatkan juga antibody ini tetapi dengan kadar yang lebih rendah. Antibody terhadap reseptor TSH dapat bersifat stimulasi atau memblok reseptor TSH. Pada penyakit Graves antibody yang bersifat memacu lebih kuat dan karenanya menimbulkan hipertiroid, sedangkan pada TH antibody yang bersifat memblok lebih kuat dan karenanya menimbulkan hipotiroid. Antibody terhadap reseptor TSH ini bersifat spesifik pada penyakit graves dan TH. Antibody terhadap sodium iodine symporter terdapat pada 020% pasien TH. Antibody ini dapat menghambat RAIU yang dipacu TSH.

Penatalaksanaan2 Pengobatan TH ditujukan terhadap hipotiroid dan pembesaran tiroid. Levotiroksin diberikan sampai kadar TSH normal. Pada pasien dengan struma baik hipotiroid maupun eutiroid pemberian levotiroksin selama 6 bulan dapat mengecilkan struma 30%. Pasien TH yang disertai adanya nodul perlu dilakukan AJH untuk memastikan ada tidaknya limfoma atau karsinoma. Walaupun jarang risiko limfoma tiroid ini meningkat pada TH.

Prognosis4 Hasilnya biasanya sangat baik. Penyakit ini tetap stabil selama bertahun-tahun. Jika tidak perlahan-lahan berkembang menjadi kekurangan hormone tiroid (hipotiroid), dapat diobati dengan terapi pengganti tiroid.

2. Tiroiditis Riedel2 Tiroiditis Riedel dapat merupakan penyakit yang terbatas pada kelenjar tiroid saja atau dapat merupakan bagian dari penyakit infiltrative umum suatu multifocal fibrosklerosis yang dapat mengeai ruang retroperitoneal, mediastinum, ruang retroorbital dan traktus biliaris. TR jarang dijumpai kira-kira hanya 0,05% dari seluruh operasi tiroid. Wanita lebih sering daripada laki-laki (4:1), dengan umur 30-50 tahun. Penyebab TR belum jelas, diduga proses autoimun mengingat adanya infiltrasi mononuclear dan vaskulitis disertai adanya peningkatan titer antibody terhadap tiroid. Walaupun demikian, kemungkinan peningkatan antibody tersebut karena terlepasnya antigen yang terjadi akibat kerusakan jaringan tiroid. Tampaknya fibrosklerosis multifocal yang terjadi adalah kelainan fibrotic primer dimana proliferasi fibroblast terpacu oleh sitokin yang berasal dari sel limfosit B dan T. Kelenjar tiroid membesar secara progresif yang tidak disertai rasa sakit, keras dan bilateral. Proses fibriotik ini berkaitan dengan adanya inflamasi sel mononuclear yang menjorok melewati tiroid sampai ke jaringan lunak peritiroid. Fibrosis peritiroidal ini dapat mengenai kelenjar paratiroid yang menyebabkan hipoparatiroid, n. laryngeus rekuren yang menyebabkan suara serak, ke trakea mennyebabkan kompresi, juga ke mediastinum dan dinding depan dada. Pembesaran tiroid yang terjadi pelan-pelan dan tanpa rasa sakit. Pembesaran ini menekan leher depan menimbulkan disfagia, suara serak, sesak napas dan kadang-kadang hipoparatiroid. Hipotiroid sendiri terjadi 3040% pasien, walauun tidak hipotiroid pasien sering mengeluh malaise dan kelelahan. Kelenjar tiroid yang membesar bisa kecil atau besar, biasanya kedua lobus walauun tdak simetris. Kelenjar ini teraba seperti batu dan melekat pada jaringan otot sekitarnya dan keadaan ini yang menyebabkan TR tidak bergerak waktu menelan. Kadang-kadang didapatkan pembesaran

kelenjar limfe sekitarnya. Semua keadaan tersebut menyebabkan kesan suatu karsinoma. Penyebab PR belum jelas, diduga proses autoimun mengingat adanya infiltrasi mononuclear dan vaskulitis disertai adanya peningkatan titer antibody terhadap tiroid. Walaupun demikian, kemungkinan peningkatan antibody tersebut karena terlepasnya antigen yang terjadi akibat kerusakan jaringan tiroid. Tampaknya fibrosklerosis multifocal yang terjadi adalah kelainan fibrotic primer dimana proliferasi fibroblast terpacu oleh sitokin yang berasal dari sel limfosit B dan T. Kebanyakan pasien TR kadar T3, T4, dan TSH normal., sekitar 3040% didaapatkan hipotiroid subklinis atau hipotiroid nyata. Pada 2/3 pasien didapatkan peningkatan antibody terhadap tiroid. Perlu juga diperiksa kadar kalsium dan fosfor untuk mengetahui kemungkinan adanya hipoparatiroid. Skintigrafi tiroid menunjukkan gambaran yang heterogen atau adanya uptake yang rendah. Secara makroskopis gambaran TR adalah keras,, putih, avaskular. Secara histologi didapatkan hyalinized fibrosis tissue dengan sedikit sel limfosit, plasma dan eosinofil, disertai tidak adanya folikel tiroid. Jaringan fibrosis tersebut menembus ke jaringan sekitarnya. Fibrosis tiroid ini juga terdapat pada TH atau Ca papilare tetapi tidak menembus jaringan sekitarnya. TR yang tidak diobati biasanya pelan-pelan progresif kadang-kadang stabil atau malahan regresi. Pengobatan ditujukan terhadap hipotiroid yang terjadi dan penekanan yang terjadi karena fibrosklerosis terutama pada trakea dan esophagus. Operasi terbatas pada obstruksi saja karena reseksi yang luas sulit karena medan yang sulit dan risiko merusak struktur sekitarnya. Pemberian glukokortikoid dan tamoksifen dapat diberikan walaupun belum banyak dilakukan karena kasusnya jarang.

3. Tiroiditis Infeksiosa Kronis2 Penyakit ini jarang terdapat. Penyebabnya di antaranya jamur, mikobakteri, parasit atau sifilis. Tiroiditis oleh karena mikobakteri

tuberculosis hanya sekitar 19 kasus yang pernah dilaporkan. Tiroiditis TBC biasanya berkaitan dengan TBC milier dan gejala berlangsung selama beberapa bulan. Rasa sakit dan demam jarang didapatkan.

REFERENSI

1. American Thyroid Association. [online]. 2005 [cited 2011 September 29]; [2 screens]. Available from: URL: http://www.thyroid.org/patients/brochures/Thyroiditis.pdf 2. Wiyono Paulus. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata MK, Setiati Siti, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 3. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hal. 1949-52 3. Robert P Hoffman. [online]. 2011 March 25 [cited 2011 September 22]; [7 screens]. Available from: URL: http://www.emedicine.com/thyroiditismedication 4. Eckman AS, Baltimore. [online]. 2010 April 19 [cited 2011September 29]; [3 screens]. Available from: URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000371.htm 5. New York Thyroid Center. [online]. 2007 [cited 2011September 29]; [3 screens]. Available from: URL: http://www.cumc.columbia.edu/dept/thyroid/thyroiditis.html