LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

13
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY) RESES MASA PERSIDANGAN I TAHUN SIDANG 2014-2015 10 DESEMBER 2014 ....................................... ………………………………………………………………………………………….. A. PENDAHULUAN 1. Susunan Tim Tim Kunjungan Kerja ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 16 orang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarul Zaman. Adapun susunan tim sebagai berikut: 1. Rambe Kamarul Zaman Ketua Tim / Ketua Komisi II DPR RI/ F-PG 2. Ir. H. Ahmad Riza Patria, MBA Wakil Ketua Komisi II/F-Gerindra 3. K. KRH. Hendry Yosodingrat Anggota / F-PDIP 4. Tagore Abubakar Anggota / F- PDIP 5. Adian Yunus Yusak Napitupulu Anggota / F- PDIP 6. Drs. H.A. Mujib Rohmat Anggota / F-PG 7. Hj. Enny Anggraeny Anwar Anggota / F-PG 8. H. Zulkifli Anwar Anggota / F-PD 9. Ammy Amalia Fatma Surya, SH., M.Kn Anggota / F-PAN 10. H. Sukiman, S.Pd., MM Anggota / F-PAN 11. Ir. H. Lukman Edy, M.Si Anggota / F-PKB 12. H. Yanuar Prihatin, M.Si Anggota / F-PKB 13. Muhammad Yudi Kotouky Anggota / F-PKS 14. Dr.H.Mz. Amirul Tamim, M.Si Anggota / F-PPP 15. H. Syarif Abdullah Alkadrie, SH., MH Anggota / F-Nasdem 16. DR. Frans Agung Mula Putra Anggota / F-Hanura Tim Kunjungan Kerja didampingi oleh 3 (tiga) orang Staf Sekretariat Komisi II DPR RI dan 1 (satu) orang Peneliti P3DI Setjen DPR RI. 2. Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan Kunjungan Kerja telah dilaksanakan pada 10 Desember 2014 dan telah mengadakan kegiatan pertemuan dengan beberapa pihak sebagai berikut: Waktu Kegiatan Rabu, 10 Desember 2014 1. Pertemuan dengan KPU Provinsi DIY dan KPU Kabupaten/Kota Se-DIY. 2. Pertemuan dengan Wakil Gubernur DIY dan

Transcript of LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

Page 1: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY)

RESES MASA PERSIDANGAN I TAHUN SIDANG 2014-2015 10 DESEMBER 2014

.......................................………………………………………………………………………………………….. A. PENDAHULUAN

1. Susunan Tim Tim Kunjungan Kerja ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 16 orang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarul Zaman. Adapun susunan tim sebagai berikut:

1. Rambe Kamarul Zaman Ketua Tim / Ketua Komisi II DPR RI/ F-PG

2. Ir. H. Ahmad Riza Patria, MBA Wakil Ketua Komisi II/F-Gerindra 3. K. KRH. Hendry Yosodingrat Anggota / F-PDIP 4. Tagore Abubakar Anggota / F- PDIP 5. Adian Yunus Yusak Napitupulu Anggota / F- PDIP 6. Drs. H.A. Mujib Rohmat Anggota / F-PG 7. Hj. Enny Anggraeny Anwar Anggota / F-PG 8. H. Zulkifli Anwar Anggota / F-PD 9. Ammy Amalia Fatma Surya, SH., M.Kn Anggota / F-PAN 10. H. Sukiman, S.Pd., MM Anggota / F-PAN 11. Ir. H. Lukman Edy, M.Si Anggota / F-PKB 12. H. Yanuar Prihatin, M.Si Anggota / F-PKB 13. Muhammad Yudi Kotouky Anggota / F-PKS 14. Dr.H.Mz. Amirul Tamim, M.Si Anggota / F-PPP 15. H. Syarif Abdullah Alkadrie, SH., MH Anggota / F-Nasdem 16. DR. Frans Agung Mula Putra Anggota / F-Hanura

Tim Kunjungan Kerja didampingi oleh 3 (tiga) orang Staf Sekretariat Komisi II DPR RI dan 1 (satu) orang Peneliti P3DI Setjen DPR RI.

2. Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan

Kunjungan Kerja telah dilaksanakan pada 10 Desember 2014 dan telah mengadakan kegiatan pertemuan dengan beberapa pihak sebagai berikut:

Waktu Kegiatan

Rabu, 10 Desember 2014 1. Pertemuan dengan KPU Provinsi DIY dan KPU Kabupaten/Kota Se-DIY.

2. Pertemuan dengan Wakil Gubernur DIY dan

Page 2: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

B. HASIL KUNJUNGAN KERJA 1. KPU Provinsi DIY dan KPU Kabupaten/Kota Se-DIY - Kinerja Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta (KPU DIY) dan KPU

Kabupaten/Kota di wilayah DIY dalam menjalankan tugas dan kewenangannya terkait penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada Tahun 2014 berkategori sangat baik. Penilaian ini berdasarkan proses evaluasi dan apresiasi yang diberikan oleh para pihak. Di luar forum evaluasi, beberapa pihak juga memberikan penilaian positif atas kinerja KPU DIY. Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Prof Jimly Ash-Shidiqie dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa DIY merupakan satu-satunya provinsi di Jawa yang penyelenggara Pemilunya tidak ada yang diproses karena pelanggaran kode etik. Terkait dengan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, Sekjen MK Djanedri menyampaikan bahwa DIY merupakan satu-satunya provinsi di seluruh Indonesia yang tidak digugat di MK pada saat pelaksanaan Pemilu Legislatif. Beberapa fakta diatas merupakan bukti bahwa penyelenggara pemilu di DIY memegang asas profesionalisme, independen dan berintegritas dalam bekerja. KPU melakukan evaluasi penyelnggaraan pemilu yang melibatkan stake holders dan berdasarkan hasil evaluasi KPU DIY menyelenggarakan Pemilu dengan baik. - KPU DIY dan KPU Kabupaten/Kota menjalin kemitraan dengan banyak pihak untuk menjamin Pemilu berjalan adil dan bebas. Berkait dengan pemilih, upaya KPU DIY memastikan agar pemilih dapat menggunakan hak pilihnya adalah dengan menggandeng multi stakeholder. Sebagai kota mahasiswa dan pelajar dengan jumlah pemilih ratusan ribu, selain mengundang dalam rapat-rapat, KPU DIY membuat edaran ke kampus-kampus dalam rangka pelayanan dan fasilitasi untuk memilih di DIY bagi mereka yang ber KTP luar DIY, melakukan pendaftaran secara mobile dari kampus ke kampus dan bertemu dengan rektor kampus-kampus besar (KPU goes to campus) untuk memberikan pelayanan hak pilih secara optimal. Selain mahasiswa, KPU DIY membuat kebijakan membuat TPS di rumah sakit dan melayani pasien, tenaga medis dan karyawan karena jumlahnya yang cukup besar. KPU DIY juga membuat template surat suara untuk Pemilu Anggota DPR RI dapil DIY agar penyandang disabilitas dapat terlayani dengan baik. - KPU DIY menyatakan siap jika pemilihan bupati dilakukan pada tahun 2015. Hal ini ditunjukkan KPU DIY dengan melakukan fungsi koordinasi, monitoring dan supervisi kepada 3 (tiga) Kabupaten yakni Bantul, Sleman dan Gunungkidul yang akan menyelenggarakan Pemilu Bupati tahun 2015. Akhir masa jabatan Bupati Bantul adalah 27 Juli 2015, Bupati Gunungkidul 28 Juli 2015 dan Bupati Sleman 14 Agustus 2015. Persiapan yang dilakukan antara lain: a) KPU DIY memberikan asistensi melekat kepada ketiga KPU Kabupaten khususnya dalam pengajuan anggaran Pemilihan Bupati. KPU Kabupaten sendiri secara intensif menjalin komunikasi dengan Pemerintah Kabupaten masing-masing dan telah mendapat alokasi anggaran Pemilihan Bupati. b) KPU DIY mengkoordinir diskusi rutin mingguan untuk mencermati peraturan perundang-undangan terkait dengan Pemilihan Gubernur, Bupati/ Walikota. Hasil kajian disampaikan kepada KPU RI sebagai bahan masukan dari daerah untuk penyempurnaan peraturan KPU yang terkait dengan Pemilihan Gubernur, Bupati/ Walikota. c) KPU DIY menginisasi pertemuan dengan Pemerintah DIY dan Bawaslu DIY dengan melibatkan tiga KPU Kabupaten yang akan melaksanakan Pemilukada untuk memastikan adanya supporting anggaran dari Pemerintah DIY.

SKPD Provinsi DIY. 3. Pertemuan dengan Badan Pertanahan

Nasional Kantor Wilayah DIY.

Page 3: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

- Pemilu serentak merupakan amanat konstitusi sehingga harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Untuk dapat berjalan baik, maka persiapannya haruis dilakukan jauh-jauh hari. Pengalaman Pemilu sebelum 2014, dimana Undang-undang dan turunannya datang terlambat menyebabkan tahapan berjalan tidak optimal. Langkah awal adalah kajian mendalam terhadap dilakukannya Pemilu serentak karena hal tersebut merupakan pengalaman baru dan membawa konsekuensi banyak terkait dengan pelaksanaan teknis. Misalnya, pengalaman proses penghitungan suara dengan format yang rumit, menyebabkan akurasi pengisian menjadi korban. Dengan penggabungan dua pemilu, jika tetap mempertahankan format yang dikerjakan pada pemilu 2014 yang detil memerinci data baik pemilih, surat suara maupun hasil suara, maka akan menambah kerumitan dan waktu dalam pengerjaannya. Problem ini harus dituntaskan dengan menciptakan format baru yang lebih ringkas dan tidak menyulitkan penyelenggara pemilu ad hoc. - Sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan wajib dilakukan secara baik. Problem yang banyak terjadi adalah adanya pengaturan yang berbeda antar pasal. Sebagai contoh, UU No. 8 Tahun 2012 pasal 145 ayat (2) mengamanatkan cetak surat suara sejumlah DPT ditambah 2 persen sebagai cadangan, namun di pasal 151 diatur bahwa jumlah surat suara di TPS sama dengan jumlah pemilih yang tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap dan Pemilih Tambahan ditambah 2 persen dari DPT sebagai cadangan. Ini menyulitkan di lapangan. - UU Nomor 22 Tahun 2014 yang mengamanatkan pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota melalui DPRD memangkas peran, tugas dan tanggung jawab KPU Prov/KPU Kab/Kota di mana hal ini tidak sejalan dengan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Sedangkan Perppu nomor 1 Tahun 2014 sebaliknya, mendudukkan KPU Prov dan KPU Kab/Kota sebagaimana layaknya Penyelenggara Pemilu. Norma-norma baru dalam Perppu no 1 tahun 2014, telah mengakomodir spirit pelibatan masyarakat seluas-luasnya tidak saja sebagai pemilih namun juga untuk mengikuti uji publik terhadap calon pemimpinnya. Perlu di atur lebih lanjut mekanisme terbaik uji publik agar tidak sekedar menjadi formalitas yang harus dilewati belaka. - Pola relasi antara KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota dan pemerintah di wilayah DIY terkait dengan anggaran dan bantuan teknis selama ini berjalan baik. Namun demikian dalam pencermatan anggaran, TAPD terkadang mencoret beberapa pos anggaran yang dibutuhkan karena alasan kemampuan keuangan daerah yang terbatas dan tidak perlu. Padahal, itu merupakan kebutuhan riil KPU Prov dan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, sebaiknya dibentuk forum yang secara khusus membahas kebutuhan anggaran dan dilakukan secara transparan dan dapat melibatkan pihak luar di luar KPU dan pemerintah untuk memberi masukan. - Selain itu terkait sumber daya manusia (SDM), KPU dalam arti personil di lembaganya bersifat mandiri seperti Mahkamah Agung saat ini. Sekretariat seharusnya merupakan pegawai KPU sepenuhnya, bukan yang diperbantukan oleh Pemda ke KPU. Dengan demikian akan mengurangi kemungkinan ketidaknetralan khususnya ketika petahana maju lagi dalam Pilkada.

2. Bawaslu DIY dan Panwaslu se-DIY - Dalam menjalankan tugas dan kewenangan pengawasan Pemilu, Bawaslu DIY

melaksanakan pengawasan Pemilu berbasis pada tahapan pelaksanaan Pemilu dengan membagi peran pengawasan Pemilu sesuai level ruang lingkup pengawasan Pemilu oleh masing-masing level pengawas Pemilu (Bawaslu DIY, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwascam dan PPL). Artinya terhadap aktivitas pelaksanaan Pemilu di level provinsi yang dikelola oleh KPU DIY menjadi domain pengawasan Bawaslu DIY, sedangkan

Page 4: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

proses pelaksanaan Pemilu oleh KPU Kabupaten/Kota menjadi domain pengawasan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota, begitu juga dengan pelaksanaan tahapan Pemilu di level kecamatan dan desa/kelurahan oleh PPK dan PPS juga menjadi domain pengawasan oleh Panwascam dan PPL. Hanya masalahnya dalam pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS oleh KPPS, karena struktur pengawas Pemilu paling rendah hanya di tingkat desa/kelurahan, maka pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara tersebut dilakukan oleh PPL. Hanya masalahnya jumlah PPL di setiap desa/keluran maksimal hanya 5 orang, sedangkan dalam sebuah desa/kelurahan jumlah TPS bisa berjumlah lebih dari 100 TPS, bahkan ada yang lebih dari 120 TPS seperti di Desa Condong Catur dan Catur Tunggal di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Untuk meningkatkan kapasitas pengawasan Pemilu, khususnya di level TPS maka direkrut relawan pengawas Pemilu yang berasal dari kalangan organisasi masyarakat sipil (Ormas) dan Perguruan Tinggi. - Untuk meningkatkan kapasitas pelaksanaan pengawasan Pemilu, Bawaslu DIY menjalin kerjasama dengan beberapa pihak terkait di DIY, antara lain : a. Kerjasama dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) terkait peningkatan

evektifitas pengawasan dan penanganan pelanggaran kampanye di media elektronik.

b. Kerjasama dengan Lembaga Ombudsman Daerah dan Ombudsman Republik Indonesia Kantor Yogyakarta terkait dengan penanganan pelanggaran pelayanan publik oleh instansi pemerintah yang terkait dengan tahapan pelaksanaan Pemilu.

c. Kerjasama dengan Perguruan Tinggi dan Ormas terkait rekrutmen relawan pengawas Pemilu. Dalam hal ini Bawaslu bekerjasama dengan 19 Perguruan Tinggi dan Ormas dalam rekrutmen relawan pengawas Pemilu. Dalam Pemilu 2014 di DIY berhasil direkrut sebanyak 10.950 relawan pengawas Pemilu, sebagian besar dari Perguruan Tinggi dan Ormas, serta sebagian kecil dari warga masyarakat.

d. Kerjasama dengan Komisi Informasi Daerah terkait upaya perluasan akses data dan informasi yang dibutuhkan dalam pengawasan Pemilu.

e. Kerjasama dengan Media Massa Cetak dan Media Massa Elektronik terkait pelaksanaan sosialisasi prosedur teknis pengawasan Pemilu dan desiminasi informasi hasil pengawasan Pemilu kepada masyarakat. - Dalam penanganan pengaduan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran Pemilu,

Bawaslu DIY bekerja sesuai dengan prosedur yang diatur oleh Undang-Undang No 8 tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD serta Undang-Undang No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, juga Peraturan Bawaslu No 14 tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, yang kemudian diganti dengan Peraturan Bawaslu No 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilu. Berdasarkan regulasi tersebut maka Bawaslu DIY wajib menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran Pemilu yang diadukan oleh masyarakat. Bawaslu DIY memiliki waktu 3 (tiga) hari untuk melakukan kajian atas laporan dugaan pelanggaran yang diadukan oleh masyarakat. Jika ternyata untuk melakukan kajian dibutuhkan tambahan waktu karena banyaknya para pihak yang harus diklarifikasi dan dibutuhkan dokumen pendukung untuk bahan kajian, maka sesuai regulasi, Bawaslu DIY dimungkinkan untuk menambah waktu maksimal 2 (dua) hari untuk menyimpulkan/memutuskan atas laporan dugaan pelanggaran Pemilu oleh masyarakat. Sehingga paling lambat 5 (lima) hari terhitung dari masuknya laporan dugaan pelanggaran yang diadukan oleh masyarakat terdaftar di Bawaslu DIY, wajib untuk diputus oleh Bawaslu DIY. Adapun jumlah pelanggaran Pemilu yang ditangani oleh

Page 5: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

Bawaslu DIY dan Panwaslu Kabupaten/Kota se-DIY dalam Pemilu 2014 adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Pelanggaran Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 di DIY

No Pengawas Pemilu

Jumlah Total Laporan/Temuan diterima Oleh

Pengawas Pemilu

Jumlah Temuan

Jumlah Laporan

Sengketa

Jumlah Pelanggaran

Pemilu

Jumlah Bukan

Pelanggaran Pemilu

1 Bawaslu DIY 34 5 28 1 16 18

2 Panwaslu Kota Yogyakarta 23 11 12 0 10 13

3 Panwaslu Kab. Bantul 151 137 14 0 135 16

4 Panwaslu Kab. Kulon Progo 22 11 11 0 12 10

5 Panwaslu Kab. Gunungkidul 21 15 6 0 15 6

6 Panwaslu Kab. Sleman 41 32 9 0 36 5

JUMLAH 292 211 80 1 224 68

Tabel 2. Pelanggaran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 di DIY

No Pengawas Pemilu Jumlah Total

Laporan/Temuan diterima Oleh

Pengawas Pemilu

Jumlah Temuan

Jumlah Laporan

Jumlah Pelanggara

n Pemilu

Jumlah Bukan

Pelanggaran Pemilu

1 Bawaslu DIY 9 1 8 3 6 2 Panwaslu Kota Yogyakarta 6 4 2 5 1 3 Panwaslu Kab. Bantul 11 8 3 8 3

4 Panwaslu Kab. Kulon Progo 6 5 1 3 3

5 Panwaslu Kab. Gunungkidul 7 7 0 7 1

6 Panwaslu Kab. Sleman 11 9 2 7 4 JUMLAH 50 34 16 33 18

Keterangan = 1 kasus ada 2 pelanggaran didalamnya - Kendala yang dihadapi Bawaslu DIY dalam penanganan dugaan pelanggaran Pemilu

antara lain: a. Keterbatasan perangkat hukum yang memungkinkan pengawas Pemilu secara

progresif menangani indikasi pelanggaran Pemilu. b. Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung bagi pengawas Pemilu untuk

mendapatkan barang bukti. c. Kesulitan pengawas Pemilu untuk memperoleh saksi atas dugaan pelanggaran

Pemilu. d. Dalam indikasi pelanggaran pidana Pemilu ada kesulitan pengawas Pemilu untuk

membangun kesepahaman dengan pihak kepolisian dan kejaksaan dalam forum Sentra Gakkumdu.

e. Keterbatasan jumlah dan kualitas SDM pendukung dalam penanganan dugaan pelanggaran Pemilu.

Page 6: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

3. Pemerintah Provinsi DIY - Dengan disahkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada

tanggal 30 September 2014, dalam Implementasi masih menimbulkan multitafsir. Hal ini dikarenakan UU ini mensyaratkan masa transisi, misal kedudukan PP 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan setelah adanya UU No. 23 Tahun 2014 sehingga menimbulkan 2 persepsi yaitu: a. Karena UU No.32 Tahun 2004 batal, maka terhadap aturan turunannya otomatis

batal juga termasuk PP No. 38 Tahun 2007. b. PP No. 38 Tahun 2007 masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan (UU No. 23 tahun 2014 Pasal 408). - Mengenai urusan pemerintahan dalam lampiran UU No. 23 Tahun 2014 banyak ditemui sub-sub urusan yang beralih kewenangan (lokusnya) baik dari kabupaten/kota ke provinsi maupun dari provinsi ke kabupaten/kota dan ari provinsi ke pemerintah, terutama mengenai perijinan, diantaranya perijinan pada urusan bidang ESDM, dengan beralihnya urusan bidang ESDM dari kabupaten/kota ke provinsi. Kabupaten/kota sudah tidak mau melaksanakan perijinan, sedangkan di provinsi belum siap melaksanakannya karena terkendala aturan, SDM dan sarana prasarana, bahkan anggaran yang belum teranggarkan di provinsi. - Untuk mengatasi hal tersebut, pemda DIY sedang berusaha membuat kebijakan agar permasalahan ijin tidak berhenti dan pelayanan publik terlayani. Sebaiknya pemerintah mengeluarkan kebijakan masa transisi. Karena pemerintah belum juga mengeluarkan kebijakan, maka pemda DIY memandang perlu segera menyusun kebijakan seperti mengubah Peraturan Gubernur tentang tugas pokok dan fungsi pada pengampu urusan yang mengalami perubahan sebagai payung hukum untuk melaksanakan proses perijinan. - Implementasi kebijakan terkait dengan hubungan gubernur dengan bupati/walikota, pemda DIY masih menerapkan PP No. 19 Tahun 2010 tentang tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang serta kedudukan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah jo PP No. 23 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Pemerintah No. 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah. Kedua PP tersebut masih diterapkan karena UU No. 23 Tahun 2014 belum menerbitkan PP terkait dengan ketugasan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. - Kebijakan yang telah dilakukan Pemda DIY antara lain: 1. Pembentukan forkorpimda; 2. Koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi

dengan instansi vertikal, dan antar instansi vertikal di DIY; 3. Koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah provinsi

dengan pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayah DIY; 4. Koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antarpemerintahan daerah kabupaten/

kota di wilayah DIY; 5. Koordinasi dalam penyusunan, pelaksanaan dan pengendalian serta evaluasi

dalam rangka sinkronisasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RJPMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) antara kabupaten/kota, provinsi, dan nasional serta kebijakan pembangunan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. - Terkait masukan terhadap PP turunan UU No. 23 Tahun 2014 yaitu perlu diatur lebih

lanjut kemungkinan adanya wewenang Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam memberikan penghargaan atau menjatuhkan sanksi administratif kepada

Page 7: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

Bupati/Walikota yang kinerjanya dinilai buruk dan/atau perilakunya dianggap mencederai sumpah/janji/prinsip etika pemerintahan. - Terkait implementasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di DIY yaitu untuk penyelenggaraan pemerintah desa ditindaklanjuti dengan kebijakan di kabupaten/kota karena sebagian besar kewenangannya ada di kabupaten/kota. Peran provinsi sesuai dengan Pasal 114 UU Desa tersebut adalah pembinaan dan pengawasan yang meliputi: a. melakukan pembinaan terhadap Kabupaten/Kota dalam rangka penyusunan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur Desa; b. melakukan pembinaan Kabupaten/Kota dalam rangka pemberian alokasi dana

Desa; c. melakukan pembinaan peningkatan kapasitas Kepala Desa dan perangkat Desa,

Badan Permusyawaratan Desa, dan lembaga kemasyarakatan; d. melakukan pembinaan manajemen Pemerintahan Desa; e. melakukan pembinaan upaya percepatan Pembangunan Desa melalui bantuan

keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis; f. melakukan bimbingan teknis bidang tertentu yang tidak mungkin dilakukan oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; g. melakukan inventarisasi kewenangan Provinsi yang dilaksanakan oleh Desa; h. melakukan pembinaan dan pengawasan atas penetapan Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dalam pembiayaan Desa; i. melakukan pembinaan terhadap Kabupaten/Kota dalam rangka penataan wilayah

Desa; j. membantu Pemerintah dalam rangka penentuan kesatuan masyarakat hukum

adat sebagai Desa; dan k. membina dan mengawasi penetapan pengaturan BUM Desa Kabupaten/Kota dan

lembaga kerja sama antarDesa. - Dari kewenangan tersebut Pemda DIY cq Biro Tata Pemerintahan mempunyai kegiatan antara lain: 1. fasilitasi manajemen pemerintahan desa 2. monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan Desa/Kelurahan 3. fasilitasi dan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan desa 4. forum komunikasai BPD 5. sosialisasi peraturan penyelenggaraan pemerintahan desa 6. fasilitasi sarana dan prasarana kantor desa - Adapun kendala yang ditemui saat ini adalah belum keluarnya peraturan pelaksanaan yang nantinya digunakan sebagai pedoman pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun kebijakan lebih lanjut.

Pandangan pemda DIY terhadap UU No. 22 tahun 2014 dan Perppu No. 1 Tahun 2014 bahwa DIY mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada tahun 2015 ada 3 kabupaten yang telah habis masa jabatan kepala daerahnya, yaitu Sleman, Bantul, dan Gunung Kidul. Oleh karena itu KPU DIY dan Bawaslu DIY telah melakukan persiapan pelaksanaan Pilkada sesuai dengan pearturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Badan Pertanahan Nasional Kanwil DIY - Perubahan struktur organisasi BPN menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN,

sesuai Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, Pasal 7 dan atas dasar Peraturan Presiden nomor 63 tahun 2013 terbit Surat Edaran dari Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 10/SE/X/2014 tanggal 30 Oktober 2014 tentang Masa Peralihan Nomenklatur dan

Page 8: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

Struktur Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Dengan demikian struktur organisasi BPN baik di pusat maupun di daerah masih mengacu pada: a. Di tingkat BPN RI mengacu pada Peraturan Kepala Badan nomor 1 tahun 2014

tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

b. Di tingkat Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan mengacu Peraturan Kepala Badan nomor 4 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan - Reformasi Birokrasi di Kementerian Agrarian dan Tata Ruang / BPN terdapat 9 program

perubahan yang terdiri dari : 1) Program manajemen perubahan 2) Program penataan peraturan perundang-undangan 3) Program penataan dan penguatan organisasi 4) Program penataan tata laksana 5) Program penataan sistem manajemen aparatur 6) Program penguatan pengawasan 7) Program penguatan akuntabilitas kinerja 8) Program peningkatan kualitas pelayanan publik 9) Program monitoring, evaluasi dan pelaporan - Reformasi Birokrasi di Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah D.I Yogyakarta dilaksanakan sebagai berikut : 1. Pencanangan Program Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Agraria dan

Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah D.I Yogyakarta tanggal 1 April 2013

2. Sosialisasi Rerformasi Birokrasi dilaksanakan secara internal dan eksternal a. Internal kepada semua Pegawai di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata

Ruang / Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah D.I Yogyakarta, termasuk kepada Ikawati dan Darmawanita

b. Eskternal disampaikan kepada (Masyarakat, PPAT, Camat, Pemda, Desa/Kelurahan) melalui media masa, TV dan penyuluhan langsung menggunakan mobil LARASITA .

3. Pelaksanaan a. Penguatan pengawasan :

1) Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan (SPIP) terhadap pelaksanaan legalisasi aset (fisik dan keuangan) dan Pelayanan kegiatan rutin.

2) Pengawasan pengelolaan keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) 3) Penguatan Akuntabilitas Kinerja Instanansi Pemerintahan (AKIP)

b. Pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi : 1) Menyusun analisis beban kerja 2) Penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi 3) Tertib pelaksanaan SPOP 4) Mengikutsertakan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan Sumber Daya

Manusia (SDM) 5) Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai (SKP)

c. Penerapan standar pelayanan : 1) Menyediakan cek list persyaratan yang ditempatkan di meja petugas loket 2) Menyediakan tabel jangka waktu yang ditempatkan di meja loket petugas 3) Menyediakan tabel biaya di meja loket petugas

d. Penerapan standar pelayanan minimum :

Page 9: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

1) Memastikan pelaksanaan Perkaban nomor 2 tahun 2010 dan Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2010 (tersedianya loket pengaduan masyarakat mengenai pelayanan)

2) Pelaksanaan Perkaban nomor 3 tahun 2010 tentang loket pelayanan pertanahan

3) Tidak memberikan akses kepada pemohon langsung maupun calo (perantara) untuk memasuki front office dan back office

e. Membangun sistem pengelolaan pengaduan masyarakat melalui berbagai saluran dan media / SMS Gateway , media masa, cetak dan elektronik.

f. Memasang papan informasi layanan pertanahan / menyiapkan brosur berkaitan dengan jenis layanan, persyaratan, biaya dan jangka waktu penyelesaian.

g. Membentuk tim kendali program pertanahan h. Membentuk tim penanganan pengaduan masyarakat i. Pembentukan satuan tugas agen perubahan (Agent of Changes) j. Tim Reformasi Birokrasi k. Satuan tugas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) l. Tim penilaian kinerja pelayanan pertanahan. m. Program Quick Wins. - Bahwa untuk saat ini yang dilaksanakan adalah agraria dalam arti sempit yaitu

pelayanan administrasi pertanahan, meliputi pengukuran, pendaftaran tanah, pemeliharaan data tanah, perijinan berkaitan tanah (pertimbangan teknis pertanahan untuk ijin lokasi, penetapan lokasi dan perubahan penggunaan tanah), penyelesaian sengketa, konflik dan perkara. - Kedepan pelayanan agraria juga meliputi penyelenggaraan penataan ruang yang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan untuk : 1) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; 2) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya

buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; 3) terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap

lingkungan akibat pemanfaatan ruang. - Reforma Agraria di Indonesia khususnya di DIY telah dilaksanakan dengan Program Legalisasi aset/sertipikasi tanah, yang bekerjasama dengan Instansi terkait (Perbankan, Pertanian, Perkebunan, Perikanan, UMK dan UGM) yang kemudian ditindaklanjuti dengan akses reform, sebagai berikut : 1. Pemetaan sosial/inventarisasi potensi fisik lokasi, sosial dan ekonomi masyarakat. 2. Analisa potensi yang ada pada masyarakat 3. Pendampingan dalam rangka antara lain, pengorganisasian kelompok masyarakat

dan penyusunan rencana usaha masyarakat 4. Program-program pemberdayaan masyarakat. - Program bidang Agraria yang akan dilaksanakan untuk mendukung program pemerintah meliputi sertipikasi/pendaftaran tanah melalui program-program strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui APBN. Selain itu telah dilaksanakan juga program pendaftaran tanah/sertipikasi melalui anggaran yaitu: 1. Anggaran APBD Kabupaten/ Kota 2. Sertipikasi/pendaftaran tanah aset- aset milik daerah (BMD) dan Barang Milik

Negara (BMN)

Page 10: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

3. Kerja sama pensertipkatan tanah yang dibiayai oleh pihak ketiga (Fakultas Teknik Geodesi UGM melaksankan pensertipikatan tanah di Gunungkidul).

4. Inventarisasi, identifikasi dan sertipikasi melalui anggaran Dana Keistimewaan Yogyakarta.

5. Penyediaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum dengan melaksanakan Undang–Undang Nomor 2 tahun 2012 diantaranya : a. Pengadaan tanah untuk bandara baru di Kabupaten Kulonprogo b. Pengadaan tanah untuk pengembangan Kampus UIN di Bantul c. Pengadaan tanah untuk taman parkir di Pantai Krakal Kabupaten Gunungkidul d. Pengadaan tanah untuk Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS) - Dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional telah

mencanangkan program antara lain: a. Kebijakan “One Map Policy” dimana peta-peta yang dibuat akan ditetapkan dalam

satu referensi,satu standar,satu database dan satu geoportal. b. Pensertipikatan tanah dengan anggaran APBD c. Pensertipikatan tanah melalui One Day Service (ODS) d. Legalisasi Aset BMN / BMD - Selain itu, direncanakan akan dilaksanakan pembuatan “peta desa lengkap” dimana seluruh bidang tanah akan dipetakan, baik bidang tanah yang sudah terdaftar/bersertipikat maupun yang belum. - Program LARASITA di Daerah Istimewa Yogyakarta berjalan efektif, termasuk ada Program One Day Service untuk setiap hari Rabu, disebut BUSARI (Pelayanan Hari Rabu Sehari ) di tahun 2013 dan 2014 jumlah Pelayanan Permohonan Sertipikat melalui Larasita di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2014 ada 836 bidang. - Kegiatan Larasita selain menerima proses permohonan Sertipikat juga untuk Kegiatan Penyuluhan/ Sosialisasi Pertanahan, Penyelesaian sengketa/ Pengaduan. - Data Larasita sampai dengan Bulan November tahun 2014 disajikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 3. Pelayanan Larasita sampai dengan Bulan November 2014.

No Kantor Pertanahan Kab / Kota

Berkas Masuk Berkas Selesai Presentase

1 Bantul 2,813 1,745 62.03%

2 Gunungkidul 1,302 1,177 90.40%

3 Kulonprogo 1,333 1,211 90.85%

4 Sleman 1,792 1,454 81.14%

5 Yogyakarta 64 64 100%

7,304 5,651 77.37%Jumlah - Presentase sengketa Agraria yang terjadi sampai saat ini adalah fluktuatif pada setiap tahunnya. Hasil yang dicapai untuk kegiatan antara lain: 1. Kajian penanganan sengketa dan konflik pertanahan selesai 35 (tiga puluh lima)

dari 57 (lima puluh tujuh) kasus. 2. Penanganan sengketa selesai 39 (tiga puluh sembilan) dari 57 (lima puluh tujuh)

kasus. 3. Informasi pengaduan selesai 5 (lima) dari 6 (enam) pengaduan. 4. Penanganan perkara selesai 10 (sepuluh) dari 10 (sepuluh) perkara.

Page 11: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

- Upaya untuk memperkecil angka persentase sengketa Agraria yaitu dengan melaksanakan pensertipikatan tanah kepada masyarakat dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai arti pentingnya pendaftaran tanah yang bisa memberikan kepastian hukum. - Tahapan penanganan sengketa konflik pertanahan adalah sebagai berikut: a. Inventarisasi dan identifikasi masalah; b. Melaksanakan kajian terhadap pengaduan; c. Diadakan gelar baik internal maupun eksternal; d. Mediasi untuk mendapatkan win win solution; - Namun demikian, apabila mediasi tidak berhasil, maka dipersilahkan untuk menempuh upaya jalur hukum. Adapun jenis-jenis sengketa antara lain: a. Sengketa Waris; b. Sengketa Penguasaan dan Pemilikan; c. Sengketa Batas; d. Adanya putusan pengadilan.

1) Apabila surat tanah/alas haknya berasal dari Letter C : Putusan Pengadilan tersebut proses sertipikasinya tidak dapat dilaksanakan karena antara isi putusan (nomor persil) berbeda dengan nomor persil yang ada di dalam register desa;

2) Apabila surat tanah/alas haknya berasal dari sertipikat : Putusan Pengadilan tersebut tidak dapat dilaksanakan pembatalannya karena alas hak yang dipergunakan penerbitan sertipikat berbeda dengan surat tanah/ alas hak yang ada dalam isi putusan pengadilan tersebut. - Persentase pengaduan yang masuk ke BPN lebih banyak yang berasal dari surat

tanah/alas hak berupa Letter C dibanding dengan yang sudah bersertipikat (40 % berasal dari sertipikat dan 60 % berasal dari Letter C) - Oleh pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta pada kesempatan rapat di Bagian Tata Pemerintahan Pemprov DIY telah disampaikan kepada peserta rapat (Bagian Tata Pemerintahan, Kecamatan dan Desa) bahwa apabila permasalahannya (sengketa) yang alas hak/surat tanahnya masih berupa Letter C agar supaya tidak diadukan/disampaikan ke BPN. Yang diadukan/disampaikan ke BPN, permasalahan (sengketa) yang surat tanah/alas haknya berasal dari sertipikat (yang sudah terdaftar hak atas tanahnya). - Hambatan-hambatan yang terjadi terkait sengketa yaitu: a. Ketika diundang untuk mediasi, salah satu pihak yang bersengketa tidak hadir b. Salah satu pihak yang bersengketa bersikeras dengan pendapatnya masing–

masing c. Apabila sudah menggunakan kuasa hukum, upaya perdamaiannya sulit

dilaksanakan. - Terkait pemetaan hak ulayat dan program yang berkaitan dengan masyarakat hukum adat yaitu bahwa di wilayah DIY tidak terdapat hak ulayat maupun masyarakat hukum adat, yang ada adalah tanah Kasultanan (Sultan Grond) dan Kadipaten (Pakualam Grond). - Dengan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY ditegaskan bahwa Kasultanan Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman sebagai badan hukum yang dapat mempunyai hak milik. Adapun telah dilaksanakan Kegiatan Inventarisasi dan Identifikasi tanah Kasultanan dan Kadipaten yaitu pada tahun 2013 sebanyak 2600 bidang di Kabupaten Bantul, dan tahun 2014 sebanyak 2000 bidang di Kabupaten Gunungkidul.

Page 12: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

- Untuk pensertipikatan tanah Kasultanan (Sultan Grond) dan Kadipaten (Pakualam Grond) yaitu tahun 2013 sebanyak 45 bidang di Kota Yogyakarta, dan tahun 2014 sebanyak 1.000 bidang di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta serta sebanyak 1.000 bidang telah dilaksanakan pengukuran di Kabupaten Bantul. Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial dan kesejahteraan masyarakat. - Masukan terhadap RUU Pertanahan dan RUU Masyarakat Hukum Adat yaitu antara lain mendukung dimasukannya tentang dasar hukum pelaksanaan Konsolidasi Tanah ke dalam RUU Pertanahan, dan memperjelas konsepsi tanah negara sehingga tidak multi tafsir. - Program Legalisasi Tanah yang dilaksananakan di Lingkungan Kanwil D.I Yogyakarta adalah PRONA, nelayan, UKM dan pertanian sampai saat ini program kegiatan yang dianggarkan melalui APBN terlaksana dengan baik dan hampir tiap tahunnya diselesaikan hampir 100 % (seratus persen). Hambatan yang kami hadapi adalah dalam melaksanakan koordinasi lintas sektor untuk pensertipikatan nelayan, UKM dan pertanian, mengingat anggarannya di BPN RI dan untuk menetapkan subyek dan obyek di instansi terkait, sedangkan instansi terkait belum memiliki data yang akurat, sehingga perlu melaksanakan koordinasi lintas sektor dimana pada kegiatan pra sertipikasi kita harus melaksanakan inventarisasi subyek dan obyek. - Pemberkasan pada PRONA di DIY untuk alas haknya bukan berasal dari tanah negara, sehingga proses pensertipikatannya melalui konversi sehingga memerlukan waktu lebih lama 60 hari kerja untuk pengumuman. Pada prinsipnya kami sangat mendukung kegiatan pensertipikatan tanah melalui PRONA, UKM, pertanian dan nelayan karena sangat membantu permodalan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan kami berharap untuk program tersebut dialokasikan anggaran lebih banyak.

C. PENUTUP Terkait dengan beberapa penemuan di atas, kiranya ada beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu: 1. Di bidang kepemiluan, DIY merupakan satu-satunya provinsi di seluruh Indonesia yang tidak

digugat di MK pada saat pelaksanaan Pemilu Legislatif. Selain itu, KPU DIY menyatakan siap jika pemilihan bupati dilakukan pada tahun 2015. Hal ini ditunjukkan KPU DIY dengan melakukan fungsi koordinasi, monitoring dan supervisi kepada 3 (tiga) Kabupaten yakni Bantul, Sleman dan Gunungkidul yang akan menyelenggarakan Pemilu Bupati tahun 2015. Akhir masa jabatan Bupati Bantul adalah 27 Juli 2015, Bupati Gunungkidul 28 Juli 2015 dan Bupati Sleman 14 Agustus 2015. Mengenai peraturan pilkada, UU Nomor 22 Tahun 2014 yang mengamanatkan pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota melalui DPRD memangkas peran, tugas dan tanggung jawab KPU Prov/KPU Kab/Kota di mana hal ini tidak sejalan dengan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Sedangkan Perppu nomor 1 Tahun 2014 sebaliknya, mendudukkan KPU Prov dan KPU Kab/Kota sebagaimana layaknya Penyelenggara Pemilu. Norma-norma baru dalam Perppu no 1 tahun 2014, telah mengakomodir spirit pelibatan masyarakat seluas-luasnya tidak saja sebagai pemilih namun juga untuk mengikuti uji publik terhadap calon pemimpinnya. Perlu di atur lebih lanjut mekanisme terbaik uji publik agar tidak sekedar menjadi formalitas yang harus dilewati belaka. Sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan juga wajib dilakukan secara baik. Mengenai pemilu serentak, sebaiknya dilakukan kajian mendalam terhadap pelaksanaannya, karena hal tersebut merupakan pengalaman baru dan membawa konsekuensi banyak terkait dengan pelaksanaan teknis. Dengan penggabungan dua pemilu, jika tetap mempertahankan format yang dikerjakan pada pemilu 2014 yang detil memerinci

Page 13: LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE …

data baik pemilih, surat suara maupun hasil suara, maka akan menambah kerumitan dan waktu dalam pengerjaannya. Problem ini harus dituntaskan dengan menciptakan format baru yang lebih ringkas dan tidak menyulitkan penyelenggara pemilu ad hoc.

2. Di bidang otonomi daerah, terkait UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam implementasi masih menimbulkan multitafsir. Hal ini dikarenakan UU ini mensyaratkan masa transisi. Oleh karena itu, perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan tentang kemungkinan adanya wewenang Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam memberikan penghargaan atau menjatuhkan sanksi administratif kepada Bupati/Walikota yang kinerjanya dinilai buruk dan/atau perilakunya dianggap mencederai sumpah/janji/prinsip etika pemerintahan.

3. Di bidang desa, terkait implementasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa di DIY yaitu untuk penyelenggaraan pemerintah desa ditindaklanjuti dengan kebijakan di kabupaten/kota karena sebagian besar kewenangannya ada di kabupaten/kota. Oleh karena itu perlu segera dibentuk peraturan pelaksanaan yang nantinya digunakan sebagai pedoman pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun kebijakan lebih lanjut.

4. Di bidang pelayanan publik, Pemerintah DIY sedang berusaha membuat kebijakan agar permasalahan ijin tidak berhenti dan pelayanan publik terlayani. Sebaiknya pemerintah mengeluarkan kebijakan masa transisi. Dikarenakan pemerintah belum juga mengeluarkan kebijakan, maka pemda DIY memandang perlu segera menyusun kebijakan seperti mengubah Peraturan Gubernur tentang tugas pokok dan fungsi pada pengampu urusan yang mengalami perubahan sebagai payung hukum untuk melaksanakan proses perijinan.

5. Di bidang pertanahan, perlu dicatat bahwa proses persertipikatan dan sengketa pertanahan memerlukan waktu yang tidak sedikit. Selain itu, terkait masukan terhadap RUU Pertanahan dan RUU Masyarakat Hukum Adat yaitu BPN Kanwil DIY mendukung dimasukannya tentang dasar hukum pelaksanaan Konsolidasi Tanah ke dalam RUU Pertanahan, dan memperjelas konsepsi tanah negara sehingga tidak multi tafsir. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan mempertimbangkan penambahan anggaran untuk melaksanakan koordinasi lintas sektor dan kegiatan pensertipikatan tanah melalui PRONA, UKM, pertanian dan nelayan karena sangat membantu permodalan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal reforma agrarian, Pemerintah DIY telah melaksanakan Program Legalisasi aset/sertipikasi tanah, yang bekerjasama dengan Instansi terkait (Perbankan, Pertanian, Perkebunan, Perikanan, UMK dan UGM). Selain itu, direncanakan akan dilaksanakan pembuatan “peta desa lengkap” dimana seluruh bidang tanah akan dipetakan, baik bidang tanah yang sudah terdaftar/bersertipikat maupun yang belum. Adapun dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional telah mencanangkan program antara lain: Kebijakan “One Map Policy” dimana peta-peta yang dibuat akan ditetapkan dalam satu referensi,satu standar,satu database dan satu geoportal; Pensertipikatan tanah dengan anggaran APBD; dan Pensertipikatan tanah melalui One Day Service (ODS) Legalisasi Aset BMN / BMD.

Jakarta, Desember 2014

TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KETUA,

ttd

RAMBE KAMARUL ZAMAN