LAPORAN KULIAH LAPANGAN
-
Upload
shokhikhun-natiq -
Category
Documents
-
view
41 -
download
3
description
Transcript of LAPORAN KULIAH LAPANGAN
LAPORAN KULIAH LAPANGAN TAKSONOMI HEWAN
(Neritidae: Nerita exuvia)
Shokhikhun NatiqB1J012085
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong merupakan tempat
penyimpanan koleksi spesimen jenis-jenis binatang di Indonesia, diperkirakan berjumlah
sekitar 2,25 juta spesimen, dengan jumlah terbesar baik spesimen ataupun jenisnya
adalah serangga. Namun demikian koleksi yang dimiliki diperkirakan masih kurang dari
10% jumlah keanekaragaman faunayang ada di Indonesia.
Dalam sistem pengelolaan spesimen, MZB membagi koleksinya menjadi tujuh
kelompok utama kuratorial yaitu Mamalia, Burung, Ikan, Herpet (Reptilia dan Amfibi),
Moluska termasuk invertebrata lain, Krustasea, dan Serangga termasuk Artropoda
lainnya. Pengelolaan spesimen masing-masing kelompok kuratorial dibawah
pengawasan dan pimpinan seorang Manajer Koleksi (MK) yang juga bertanggung jawab
untuk penataan, keselamatan, keamanan, dan pengembangan koleksinya.
Koleksi spesimen yang ada dapat dimanfaatkan oleh siapa saja : siswa,
mahasiswa, pihak pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, ilmuwan atau
individu baik dari dalam maupun luar negeri untuk kepentingan ilmiah. Spesimen yang
tersimpan dikenal sebagai koleksi ilmiah, yang secara garis besarnya dapat digunakan
sebagai Bahan acuan untuk identifikasi jenis-jenis binatang Indonesia, obyek penelitian
biosistematika atau taksonomi, bahan untuk mengajar dan belajar bagi siswa/i atau
mahasiswa/i dan/atau individu lainnya dalam bidang biologi dan praktek sistematika dan
sumber data fauna Indonesia. Informasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh semua
pihak untuk berbagai macam kegiatan atau sebagai bahan acuan bagi para pengambil
kebijakan yang berkaitan dengan keanekaragaman fauna Indonesia dan konservasinya.
Gastropoda merupakan hewan moluska yang berjalan dengan kaki perut. Kelas
gastropoda memiliki anggota terbanyak dan merupakan kelas yang paling sukses hidup
diberbagai habitat yang bervariasi. Pada umumnya, dikenal dengan sebutan siput atau
keong (Barnes, 1978). Diperkirakan lebih dari 40. 000 spesies telah ditemukan diseluruh
dunia (Mudjiono, 2010). Umumnya bentuk tubuh gastropoda asimetris karena
mengalami pilinan. Cangkang siput umumnya berbentuk kerucut atau konde dari tabung
yang melingkar. Mantel terletak di depan cangkang, isi perutnya tergulung spiral kearah
belakang, didalam tubuhnya terdapat organ-organ diantaranya organ pencernaan,
pernafasan serta organ genetalis untuk reproduksi. Alat gerak mengeluarkan lendir,
untuk memudahkan pergerakannya. Kepala gastropoda terdapat sepasang alat peraba
yang dapat dipanjang pendekan, selain itu alat peraba ini terdapat titik mati untuk
membedakan terang dan gelap. (Sutikno, 1995).
Gastropoda dari family Neritidae berhabitat di laut, payau dan air tawar.
Neritidae biasanya dapat ditemukan pada zona intertidal dan dikenal suka berkoloni.
Neritids umumnya euryhaline. Spesies dari genus Neritaare lebih sering ditemukan di
lingkungan laut, sementara sebagian besar spesies Nerita hidup di pantai berbatu dan
terumbu karang yang sering terkena panas matahari atau berlindung di celah-celah batu
dan rumput laut. Family Neritidae lebih aktif pada saat basah atau ketika air pasang naik
(Komatsu, 1986).
Family Neritidae sebagian besar termasuk herbivore yang mencari makan pada
permukaan batu ganggang, permukaan kayu atau akar bakau. Neritidae sering memakan
larva lalat ataupun mikroalga dari permukaan tanaman. Neritidae memiliki cangkang
yang keras dan tidak sedikit yang memiliki cangkang runcing sebagai pertahanan
terhadap predator (Suwondo et al., 2006).
Nerita adalah genus dari kerang laut berukuran kecil dengan insang dan
operculum. Moluska gastropoda laut tersebut masuk kedalam family Neritidae. Nerita
exuvia memiliki cangkang tebal dengan spiral rib yang menonjol dan lebar. Diantara
spiral rib terdapat celah yang dalam dan lebar dengan hitam putih kuning yang tampak
seperti berselang-seling. Columella menebal, lebar, datar, berbintil-bintil halus. Bibir
columella terdapat gerigi kecil yang jelas terlihat. Bibir luas melebar dan bergerigi halus
dibagian dalamnya (Linnaeus, 1758).
Nerita exuvia buah insang yang terletak di posterior, cangkang umumnya
tereduksi dan terletak didalam mantel, nefridia berjumlah satu buah, jantung satu
ruang, organ reproduksi berumah satu dan fertilisasi secara internal. Pada mulut
terdapat lidah parut dan gigi rahang, saluran pencernaan terdiri atas: mulut, pharynx
yang berotot, kerongkongan, lambung, usus dan anus. Kebanyakan Nerita exuvia hidup
di laut (Linnaeus, 1758).
Secara morfologi, cangkang Nerita exuvia sangat mirip Nerita cymostyla.
Perbedaan dari kedua spesies tersebut terletak pada gigi abapical terluar dari bibir
Nerita exuvia yang agak membesar Nerita exuvia menyerupai Ritena dalam berbagai
karakter, termasuk berat septum bergerigi, umlah dan gigi abapical terluar dari bibir.
Nerita exuvia memiliki lebih banyak gigi luar dan tulang rusuk spiral (Linnaeus, 1758).
II. ISI
Preservasi spesimen adalah pengawetan yang digunakan dalam mempertahan
kan organ spesimen. Teknik preservasi dibedakan menjadi dua yaitu preservasi basah
dan preservasi kering. Preservasi kering dilakukan untuk hewan seperti dari kelas
mamalia, amphibi dan aves dan untuk preservasi basah digunakan untuk kelas reptil dan
pisces. Persiapan preservasi spesimen yaitu mematikan objek, fiksasi, dan pengawetan.
Objek yang akan di jadikan spesimen harus dimatikan terlebih dahulu supaya
memudahkan dalam pengawetannya kemudian dilakukan fiksasi yang bertujuan untuk
mempertahankan ukuran bentuk sel tubuh dilanjutkan pengawetan spesimen supaya
spesimen tersebut tidak rusak sehingga dapat dijadikan koleksi rujukan dalam
identifikasi hewan. Cara preservasi tergantung pada taksa suatu spesies.
Untuk melakukan pelemasan atau relaksasi Nerita exuvia ada beberapa cara.
Cara yang biasa digunakan adalah dengan MgCl26H2O, pembekuan cepat, dengan
menthol, dengan klorat hidrat atau merendamnya dalam air tawar. Pembekuan cepat
dapat dilakukan dengan cara meletakkan pecahan esbatu dalam cawan petri dan
masukkan Nerita exuvia ke dalam cawan.
Pembuatan koleksi kering moluska yang pertama adalah moluska dikeluarkan
dari cangkangnya terlebih dahulu dengan cara memasukkan moluska ke dalam air dingin
(air laut atau tawar), kemudian dipanaskan perlahan-lahan. Tubuh binatang akan keluar
dari cangkang, dan dapat difiksasi. Cangkang dibungkus dengan kapas atau kertas tisu,
agar tidak rusak dan masukkan dalam kotak plastik atau kardus. Tahapan berikutnya
bersihkan cangkang dengan air mengalir berulang kali, kemudian keringkan. Setelah
kering dapat disimpan dalam kotak plastik bebas asam atau unit tray yang bebas asam
(Marwoto dan Sinthosari, 1999).
Pembuatan koleksi basah moluska, spesimen harus dibungkus dengan kapas
atau kain yang telah direndam dengan formalin (2 %) atau alkohol (70 %). Setelah itu
spesimen ditempatkan dalam kantong plastik tebal dan kemudian disimpan dalam
wadah atau kotak plastik untuk dibawa ke laboratorium. Di laboratorium, dipindahkan
ke botol yang telah berisi larutan pengawet (alkohol 70 %). Fiksasi untuk moluska
menggunakan 2-4 % formalin yang dinetralkan dengan boraks atau larutan Bouin.
Formalin diencerkan dengan air laut, masukkan sampel moluska yang telah mati atau
lemas dan diamkan hingga 1 atau 2 hari. Khusus untuk moluska jenis besar yaitu
Chephalopoda, fikasasi dapat disuntikan ke dalam mantel sehingga bagian dalam juga
dapat terfiksasi (Marwoto dan Sinthosari, 1999).
Teknik penyimpanan spesimen koleksi basah tersimpan dalam botol yang berisi
larutan pengawet alkohol. Setelah spesimen koleksi tersimpan dan tertata dengan rapi,
maka perlu dilakukan pearawatan secara rutin, teratur dan insidental. Pengecekan
alkohol secara berkala, setiap 3 atau 6 bulan sekali, bila jumlah alkohol berkurang harus
ditambah kembali hingga penuh. Pemeriksaan wadah dan label, bila label rusak harus
diganti, dan label lama dapat tetap disimpan. Sedangkan pemeriksaan secara insidental
dapat dilakukan kapan saja, bila terlihat ada wadah yang harus segera diganti, keadaan
spesimen yang perlu diselamatkan karena kadar alkohol yang sudah berubah warna dan
keruh, maka harus segera diganti. Spesimen jangan ditempatkan terlalu banyak dalam
satu botol, dengan demikian tidak mudah rusak. Selain itu juga kondisi ruangan koleksi
harus dijaga agar tidak terjadi kebakaran, instalasi listrik, AC, suhu ruangan dan
kebersihan ruangan harus diperhatikan. Suhu dalam ruangan dijaga agar tetap stabil,
dan tetap rendah. Suhu dalam ruangan harus tetap lebih rendah dibandingkan dengan
suhu di luar ruangan. Suhu rata-rata 24 °C dengan kelembaban tidak lebih dari 60 %. Bila
lebih dari 60 % maka koleksi dapat dengan mudah diserang oleh jamur (Tjakrawidjaya,
1999).
Teknik penyimpanan Koleksi kering sebaiknya diusahakan spesimen cangkang
dalam keadaan yang bersih dan kering, hal ini dilakukan untuk menghindari jamur dan
pembusukan sisa-sisa daging yang masih tertinggal. Setelah betul-betul bersih dan
kering, masukkan cangkang dalam kotak plastik tahan asam, agar tidak mudah terserang
jamur. Suhu dalam koleksi kering berkisar 18-20 °C, dengan kelembaban 55 % hingga 60
%, agar spesimen tidak mudah ditumbuhi jamur dan dirusak oleh serangga
(Tjakrawidjaya, 1999).
III. PENUTUP
Berdasarkan pendahuluan dan pembahasan dari laporan yang telah dibuat
dapat ditarik kesimpulan. Metode preservasi hewan dapat dilakuukan dengan dua cara
yaitu secara basah dan kering. Moluska dipreservasi dengan metode preservasi kering
dan preservasi basah. Preservasi kering pada moluska dilakukan dengan mengeluarkan
moluska dari cangkangnya kemudian dikeringkan. Setelah kering cangkang moluska
dimasukkan kotak plastik bebas asam atau unit tray yang bebas asam. Preservasi basah
pada moluska dilakukan dengan membungkus spesimen dengan kapas atau kain yang
telah direndam dengan formalin (2 %) atau alkohol (70 %), kemudian selanjutnya
dipindahkan ke botol yang telah berisi larutan pengawet (alkohol 70 %). Spesimen yang
diawetkan harus diperhatikan jangka waktu pengawetannya, meliputi suhu ruang,
kelembaban dan bahan cairan specimen (apabila awetan basah.
DAFTAR REFERENSI
Barnes. R.S.K. 1978. Estuarine Biology. The Institute of Biologi’s Studies in Biology Edward Arnold (Publiser). London.
Komatsu, S. 1986. Taxonomic revision of the neritid gastropods. Special publication of the Mukaishima Marine Biological Station 1-69.
Linnaeus, C. (1758). Systema nature per regna tria nature secundum classses ordines genera species cum characteribus differentiis synonymis locis. (Holmiae, Laurentii, Salvii, Ed.). 1.
MARWOTO, R.M. dan A. M. SINTHOSARI 1999. Pengelolaan Koleksi Moluska. Dalam: Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. Yayuk, R. Suhardjono (Ed.). Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Lembaga.
Mudjiono, 2010. Modul untuk Pelatihan Pengenalan Hewan Moluska Laut (Marine Mollusc). Pusat Penelitian Oseanografi. LIPI. Jakarta.
Sutikno, 1995. Karakteristik Gastropoda.htpp://2.bp.blogspot.com/morfologi gastopoda, diakses 19 Mei 2014.
TJAKRAWIDJAYA, A.H. 1999. Pengelolaan Koleksi Ikan. Dalam : Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. (SUHARDJONO, Y.R. Ed.). Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta : 81-95.
Suwondo, Elya Febrita, dan Fifi Sumanti, 2006. Struktur Komunitas Gastropoda Pada Hutan Mangrove Di Pulau Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat. Jurnal Biogenesis Vol. 2(1):25-29, 2005 © Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau. ISSN:1829-5460.