Laporan Kerja Praktik
-
Upload
akbar-d-yogaswara -
Category
Documents
-
view
85 -
download
0
description
Transcript of Laporan Kerja Praktik
DETEKSI TITER SERUM VIRUS AVIAN INFLUENZA
DENGAN UJI HAEMAGLUTINASI-INHIBISI
PADA AYAM ASAL BATI-BATI TANAH LAUT
Proposal Kerja Praktik
Oleh :
Dale Akbar Yogaswara
NIM. J1C111015
PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Avian influenza (AI) adalah penyakit influenza pada unggas
disebabkan oleh virus influenza tipe A yang termasuk dalam famili
Orthomyxovirus. Virus ini berukuran 80–120 nm, berbentuk pleomorphic,
mempunyai amplop, mengandung ribonucleatacid (RNA) dengan
penjuluran glikoprotein yang mempunyai aktivitas haemaglutinasi,
neurominidase dan antigenisitas. Virus AI tipe A ini dibagi menjadi subtipe
dan varian berdasarkan haemaglutinin (H1–H15) yang berbeda secara
antigenik dan berbeda pula pada Neuraminidase (N1–N9). Penyakit
influenza pada unggas bersifat sangat akut dengan gejala klinis, berupa
gangguan pernafasan bagian atas dan gangguan reproduksi serta dapat
menimbulkan kematian hingga 100% pada kasus virus yang sangat
pathogen (Easterday et al., 1997).
Di Indonesia influenza pada unggas mulai terdeteksi pada tahun
1983 (Ronohardjo, 1983) dengan prevalensi antara 6,76-100% pada itik.
Sejak awal Agustus 2003 hingga sekarang penyakit influenza unggas
mewabah pada peternakan ayam di beberapa daerah di Pulau Jawa, Bali,
Sumatera dan Kalimantan dengan tingkat kematian yang sangat tinggi.
Penyebab penyakit influenza unggas tersebut telah berhasil diisolasi dan
dikarakterisasi secara lengkap oleh Balai Penelitian Veteriner yaitu berupa
virus influenza A dengan sub tipe H5N1 (Wiyono et al., 2004; Damayanti et
al., 2004; Dharmayanti et al., 2004).
Penyakit influenza unggas yang disebabkan oleh sub tipe H5N1
dapat ditanggulangi dengan melakukan pemusnahan hewan tersangka,
sedangkan pencegahan penyakit dapat dilaksanakan program vaksinasi yang
sesuai dengan sub tipe virus kasus lapang (Frame, 2000). Pemerintah
Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, telah
memutuskan penggunaan program vaksinasi sebagai program eradikasi,
oleh karena itu dipilih pengembangan vaksin dengan biang virus yang
sesuai dengan virus lapang. Disamping itu, untuk menunjung program
vaksinasi AI, diperlukan perangkat diagnostik untuk memonitor titer
antibodi yang dihasilkan dari ayam yang telah divaksinasi dengan uji
hemaglutinasi inhibisi (HI) (Oie, 2000). Selanjutnya dapat diketahui titer
proteksi terhadap virus lapang H5N1 pada uji tantang.
Tujuan studi ini untuk mengetahui adanya respon antibodi terhadap
antigen virus AI (H5N1), pada ayam dan mengetahui korelasi antara titer
antibodi dan ketahanan pada uji tantang dengan virus lapang AI H5N1.
1.2 Tujuan Kerja Praktik
Tujuan umum dilaksanakannya kerja praktik ini adalah
1. Menambah pengetahuan, keterampilan dan pengalaman secara
langsung akan dunia kerja khususnya pada bagian laboratorium
Virologi Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional V
Banjarbaru Kalimantan Selatan.
2. Menguji titer antibodi pada ayam pasca vaksinasi virus Avian
Influenza dengan menggunakan uji Haemaglutinasi-Inhibisi di
laboratorium Virologi Balai Veteriner Regional V Banjarbaru.
1.3 Manfaat Kerja Praktik
Manfaat dari kegiatan Kerja Praktik ini adalah
1. Memberikan pengalaman kerja pada mahasiswa dengan praktik
langsung pada dunia kerja sebenarnya.
2. Terjalinnya kerjasama yang bersinergi antara institusi Universitas
Lambung Mangkurat dengan Balai Penyidikan Dan Pengujian
Veteriner Regional V Banjarbaru Kalimantan Selatan
3. Mendapatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai pengujian
identifikasi titer serum virus Avian influenza pada sampel unggas.
BAB II
GAMBARAN UMUM INSTANSI BALAI PENYIDIKAN DAN
PENGUJIAN VETERINER REGIONAL V BANJARBARU
KALIMANTAN SELATAN
2.1 Sejarah dan Perkembangan
Balai Veteriner (B-Vet) Regional V Banjarbaru merupakan salah
satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. B-Vet Regional V Banjarbaru
memiliki wilayah kerja pelayanan di Kalimantan, meliputi 4 propinsi :
Propinsi Kalimantan Barat (Kal-Bar), Kalimantan Timur (Kal-Tim),
Kalimantan Tengah (Kal-Teng) dan Kalimantan Selatan (Kal-Sel) yang
terdiri dari 54 kabupaten/kota. B-Vet Regional V Banjarbaru merupakan
UPT Laboratorium Kesehatan Hewan tipe A, sedangkan ditingkat Propinsi
terdapat UPTD laboratorium Kesehatan Hewan tipe B milik Pemda Propinsi
dan ada pula UPTD Laboratorium Kesehatan Hewan tipe C yang
berkedudukan ditingkat kabupaten/kota yang juga milik Pemda
kabupaten/kota.
Pembagian tipe ini didasarkan pada perbedaan kompetensi, tugas
dan fungsi masing-masing laboratorium kesehatan hewan, termasuk
perbedaan peralatan/ fasilitas dan jumlah tenaga/ personalia yang dimiliki.
Terdapat 3 laboratorium kesehatan hewan tipe B yang ada di wilayah kerja
Kalimantan, diantaranya: UPTD Laboratorium Kesehatan Hewan dan
Pembibitan Ternak Propinsi Kalimantan Barat di Pontianak, UPTD
Laboratorium Kesehatan Hewan Propinsi Kalimantan Timur di Samarinda
dan UPTD Laboratorium dan Klinik Hewan di Propinsi Kalimantan Tengah
di Palangkaraya, sedangkan untuk UPTD Laboratorium Kesehatan Hewan
tipe C tersebar di 12 kabupaten/ kota.
2.2 Lokasi Instansi
Balai Veteriner Regional V merupakan UPT Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian dengan wilayah
kerja seluruh Kalimantan. Kegiatan teknis seperti pengambilan dan
pemusnahan sampel dapat dilaksanakan di seluruh wilayah kerja B-Vet
Regional V. Kegiatan teknis lainnya seperti pengujian laboratorium dan
kegiatan administratif dilakukan di kantor B-Vet Regional V yang berlokasi
di jalan Ambulung No.24 Loktabat, Kotamadya Banjarbaru, Kalimantan
Selatan.
2.3 Visi Dan Misi B-Vet Regional V Banjarbaru
Balai Veteriner (B-Vet) Regional V Banjarbaru mempunyai visi
terwujudnya pelayanan penyidikan, pengujian dan diagnosa yang prima dan
professional. Pengertian prima adalah B-Vet Regional V Banjarbaru sebagai
laboratorium kesehatan hewan yang memiliki wilayah pelayanan di seluruh
Kalimantan dituntut untuk dapat melaksanakan fungsi pelayanan dalam hal
penyidikan, pengujian penyakit hewan secara cepat, akurat dan efisien.
Pengertian professional adalah Pelaksanaan fungsi penyidikan, pengujian
dan diagnosa penyakit hewan harus didasarkan atas kaidah ilmiah dan
berbicara berdasarkan atas fakta yang ada, tanpa terpengaruh oleh
kepentingan tertentu. Misi yang diemban oleh B-Vet Regional V Banjarbaru
adalah:
1. Meningkatkan dan memelihara kecepatan, ketepatan dalam
penyidikan, surveilans, pengujian dan diagnosa penyakit hewan.
2. Meningkatkan profesionalisme dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi kegiatan penyidikan, surveilans, pengujian dan diagnosa
penyakit hewan.
3. Melindungi sumberdaya hewan dan manusia dari penyakit eksotis,
strategis, zoonosis maupun endemis.
4. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia untuk dapat
memanfaatkan sumberdaya laboratorium berdayaguna.
2.4 Kegiatan yang dilakukan oleh B-Vet Regional V Banjarbaru
B-Vet Regional V Banjarbaru adalah salah satu instansi pemerintah
yang mengemban tugas pokok melakukan pengamatan, pengujian,
penyidikan dan diagnosa penyakit hewan secara aktif maupun pasif.
Kegiatan penyidikan secara aktif dilakukan dengan melakukan kunjungan
ke beberapa lokasi untuk melakukan pengamatan, pemeriksaan kesehatan
hewan dan pengambilan spesimen di wilayah kerja yang meliputi Provinsi
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan
Timur.
Sasaran yang dituju adalah pengujian titer antibodi pada ayam pasca
vaksinasi virus Avian Influenza dengan menggunakan uji Haemaglutinasi-
Inhibisi di laboratorium Virologi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Avian Influenza merupakan penyakit viral menular yang menyerang
sistem pernafasan, dan atau sistem syaraf pada unggas, disebabkan oleh
virus influenza tipa A yang termasuk dalam keluarga Orthomyxoviridae
(Fenner et al., 1993). Pada umumnya virus Avian influenza menginfeksi
uanggas air dan burung liar yang bersifat asimtomatik (Lipatov et al., 2004),
tetapi dewasa ini infeksi virus Avian influenza subtipe H5 dilaporkan dapat
menimbulkan gejala klinis dan kematian pada beberapa spesies unggas
(Asmara et al., 2005; Dharmayanti et al., 2005; Wibowo et al., 2006).
Gejala klinis yang konsisten adalah: kulit pial dan jengger berwarna
kebiruan (cyanosis), seperti terlihat pada Gambar 1A dan kadang-kadang
disertai bintik-bintik perdarahan (petekhi), perdarahan sub kutan dan odema
pada daerah kaki yang tidak berbulu (Gambar 1B) sehingga sering disebut
sebagai ayam kerokan. Mengorok yang disertai dengan keluarnya eksudat
encer dari rongga hidung dan diare sering dijumpai. Meskipun kondisi ayam
dan produksi telur dalam keadaan baik, kematian terjadi sangat mendadak.
Penyakit ini sangat kontagius dan menyebar sangat cepat pada ayam yang
lain dalam satu flok, yang menyebabkan peternakan tersebut musnah
terserang wabah tersebut. Angka morbiditas dan mortalitas infeksi ini
mencapai 100% (Damayanti et al., 2004)
.
Gambar 1. A menunjukkan perdarahan dan cyanosis pada jengger dan pial;
B menunjukkan perdarahan pada lapisan subkutan telapak kaki.
Upaya penanggulangan wabah Avian influenza di Indonesia
dilakukan dengan sembilan tindakan strategic, meliputi: peningkatan
biosekuriti, vaksinasi, depopulasi terbatas di daerah tertular, pengendalian
lalulintas unggas, produk unggas, dan limbah peternakan, surveilans dan
penelusuran, pengisian kandang kembali, stamping out (pemusnahan
menyeluruh) pada daerah tertular baru, peningkatan kesadaran masyarakat,
dan monitoring serta evaluasi (FAO, 2005). Pemerintah Indonesia
mengadopsi vaksinasi sebagai salah satu strategi penanggulangan penyakit
Avian influenza sejak tahun 2004 (WHO, 2005; EFSA, 2007). Tindakan
vaksinasi terhadap penyakit Avian influenza tersebut juga telah disetujui
oleh Office International des Epizooties (OIE) dan Food and Agriculture
Organization (FAO) sebagai salah satu strategik penanggulangan penyakit
Avian influenza yang dapat diterapkan pada ternak unggas (WHO, 2005).
Selain alasan teknis di atas, dengan vaksinasi memungkinkan dicapai
kondisi bebas Avian influenza kembali, lebih efisien dari segi pembiayaan
dan menjamin ketahanan pangan lebih terkendali jika dibandingkan dengan
pemusnahan masal (Susetyo, 2008).
Tindakan vaksinasi terhadap penyakit Avian influenza merupakan
metode pencegahan yang telah dipraktikan secara luas untuk mengurangi
kejadian penyakit Avian influenza (Suarez, 2005). Beberapa keuntungan
tindakan vaksinasi diantaranya mengurangi populasi unggas yang peka
terhadap infeksi karena kekebalan meningkat sehingga dapat menurunkan
kematian, mengurangi kerugian produksi, dan meningkatkan keamanan
pangan apabila diterapkan di daerah endemis (Marangon et al., 2008).
Vaksinasi yang ideal dapat benar-benar mencegah infeksi virus, atau
mencapai keadaan yang disebut sterilizing imunnity, namun keadaan ini
jarang didapatkan pada program vaksinasi komersial dan sangat tidak
mungkin dicapai pada infeksi mukosal seperti virus influenza (Suarez,
2005).
Titer antibodi terhadap virus Avian Influenza subtipe H5N1 dari
yang tertinggi sampai yang terendah ditemukan pada layer (18,9%), diikuti
broiler (6,4%), itik (5,2%), ayam buras (2,4%), dan entog (2,0%) (Erina,
2006). Hot spot di wilayah Indonesia lainnya dilaporkan oleh peneliti
terdahulu bahwa titer antibodi unggas terhadap Avian Influenza subtipe
H5N1 mencapai 90% di Kalimantan, dan berkisar antara 40 – 90% di
Sumatra Utara dan Lampung. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh flu
burung ditaksir mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya (Soejoedono et
al., 2005).
BAB IV
METODE KERJA PRAKTIK
4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kerja praktik ini agar dapat dilaksanakan dari tanggal 20 Januari –
14 Februari 2014 di serologi sublab virologi Balai Veteriner V Banjarbaru.
4.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah mikropipet dan mikropipet multi
channel, tip pipet, sumur microplate U bottom, orbital shaker, tube, dan
timer. Bahan yang digunakan adalah antigen Avian influenza, serum dari
darah ayam, suspense sel darah merah, dan PBS.
4.3 Prosedur Kerja
4.3.1 Uji Hemaglutinasi (HA)
Sebanyak 0,025 ml PBS dimasukkan ke dalam setiap lubang
mikroplate bentuk U (dari lubang A1-A12). Sebanyak 0,025 ml Antigen
Virus AI (H5N1) dimasukkan ke dalam mikroplate pertama (A1), kemudian
dilakukan pengenceran serial kelipatan dua sampai dengan lubang A11 (dari
lubang A1-A11). Sebanyak 0,025 ml RBC 1% ditambahkan kedalam setiap
lubang mikroplate (dari lubang A1-A12). Kemudian digoyang dengan
shaker selama 30 menit, selanjutnya mikroplate di inkubasi pada ruang
kamar 20oC selama 40 menit. Penentuan uji hemaglutinasi (HA) dengan
memiringkan mikroplate dan melihat bentuk air mata dari RBC pada setiap
lubang mikroplate.
4.3.2 Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI)
Sebanyak 0,025 ml PBS dimasukkan ke dalam setiap lubang-lubang
mikroplate (dari lubang A1-A12). Sebanyak 0,025 ml sampel serum pada
lubang A1 mikroplate, kemudian di lakukan pengenceran serial kelipatan 2
sampai dengan lubang A10, dan serum kontrol ke dalam lubang A11
pertama. Sebanyak 0,025 ml 4 antigen Avian influenza (H5N1) ditambahkan
kedalam lubang pertama sampai dengan lubang ke-11 mikroplate,
sedangkan lubang ke-12 ditambah PBS sebanyak 0,025 ml.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Evaluasi Pelaksanaan Kerja Praktik
Kegiatan kerja praktik yang telah dilaksanakan dalam waktu satu
bulan di B-Vet Regional V Banjarbaru, Kalimantan Selatan, telah banyak
memberikan pengetahuan tambahan, bertambahnya pengalaman didunia
kerja serta pengalaman di laboratorium, khususnya pengujian titer serum.
Selain mengikuti pengujian titer serum AI, kegiatan-kegiatan lain seperti uji
identifikasi AI dengan metode ELISA, ekstraksi virus jembrana dari darah
sapi, pembuatan master mix untuk uji PCR jembrana, mendeteksi virus AI
dengan Real-Time PCR. Disamping itu juga menambah pengalaman
berkomunikasi dengan masyarakat dunia kerja, serta terjalin hubungan yang
baik dengan staf di laboratorium Virologi dan Serologi B-Vet Regional V
Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan.
5.2 Hasil dan Pembahasan
Titer antibodi yang akan diuji berasal dari ayam pasca 29 hari
vaksinasi, sampel sebanyak 50 berasal dari Kecamatan Bati-Bati Kabupaten
Tanah Laut yang negatif mengandung antibodi sebanyak 2 (4%), sedangkan
antibodi serum yang positif dapat mengenal antigen virus Avian influenza
(H5N1) sebanyak 48 (96%) seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Keberadaan antibodi serum ayam buras terhadap virus Avian
influenza di Kec. Bati-Bati
Antibodi Jumlah (ekor) Persentase (%)
Positif 48 96
Negatif 2 4Total 50 100
Titer antibodi yang dimiliki oleh ayam berada dalam sebaran 21
sampai 27, dimana sebanyak 8 (16%) sampel memiliki titer antibodi 21,
sebanyak 1 (2%) sampel memiliki titer antibodi 24, sebanyak 12 (24%)
sampel memiliki titer antibodi 25, sebanyak 20 (40%) sampel memiliki titer
antibodi 26, dan sebanyak 7 (14%) sampel memiliki titer antibodi 27 seperti
yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Frekuensi titer antibodi ayam asal Bati-Bati terhadap virus Avian
influenza.
Antibodi Frequensi (ekor) Persentase (%)
20 2 421 8 1622 0 023 0 024 1 225 12 2426 20 4027 7 14
28 0 029 0 0
Total 50 100
Protektivitas titer antibodi menunjukkan bahwa sebagian besar
serum ayam buras yaitu 10 (20%) tidak memiliki antibodi yang memberi
proteksi, dan hanya 40 (80%) yang memiliki proteksi kepada ayam dari
serangan virus Avian influenza seperti disajikan pada Tabel 3.
Titer Antibodi Jumlah (ekor)Persentase
(%)Tidak Protektif (< 24) 10 20
Protektif ( 24) 40 80Total 50 100
Penentuan protektif dan tidak protektifnya titer antibodi apabila titer
antibodi ayam mencapai 24 atau lebih maka dapat dinyatakan protektif,
artinya ayam tersebut dinyatakan sebagai ayam yang memiliki kekebalan
dan dapat menangkal serangan virus Avian influenza. Ayam yang memiliki
titer antibodi kurang dari 24, maka ayam tersebut dinyatakan sebagai ayam
yang bersifat tidak protektif terhadap serangan virus Avian influenza (OIE,
2000).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ayam peliharaan
masyarakat di Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut rentan terinfeksi
oleh virus Avian influenza (Tabel 1), karena terdapat 2 ekor sampel yang
tidak menunjukkan adanya titer antibodi di dalam darah. Perlu dilakukan
dua sampai tiga kali booster dalam interval waktu 4 – 8 minggu sebelum masa
ayam bertelur (Schade et al., 1999). Seperti yang dilaporkan oleh Antara
(11/3), memang terjadi kematian unggas ayam dan itik di daerah sekitar
Banjarbaru, namun dari semua sampel dinyatakan negatif Avian influenza.
Infeksi virus Avian influenza kepada ayam kampung mungkin terjadi
secara langsung atau kontak dengan bahan/peralatan, ungggas atau hewan
lainnya. Menurut Rimmelzwaan et al. (2006) bahwa kucing dapat berperan
sebagai penyebar virus Avian influenza. Tingkat infeksi Avian influenza
pada kucing menurut Tarigan et al. (2008) sangat tinggi, dan seperti
epidemiologi flu burung di daerah Jawa Barat sangat dipengaruhi oleh
keberadaan kucing liar. Hewan lain yang dapat menyebarkan virus Avian
influenza adalah primata (Rimmelzwaan et al., 2001). Pamungkas et al.
(2008) menyatakan bahwa indikasi kuat virus subtipe H5 dapat disebarkan
melalui kera ekor panjang, dimana positif antibodi serum Macaca
fascicularis terhadap Avian influenza mencapai 94%.
Tabel 2 menunjukkan bahwa titer antibodi ayam buras pada
pengujian ini bervariasi pada sebaran 21 sampai 27. Variasi titer antibodi
dapat dipengaruhi oleh beberapa kondisi diantaranya adalah kesehatan
ayam, jumlah virus yang menginfeksi, dan perbedaan waktu infeksi. Ayam
yang sehat akan menunjukkan respons imun yang maksimal. Mekanisme
imunitas dapat dipicu apabila dirangsang oleh paparan dosis virus yang
cukup. Lamanya virus sudah menginfeksi ayam juga mempengaruhi titer
antibodi. Hasil yang diperoleh pada pengujian ini mirip dengan temuan
Purnamawati dan Sudarnika (2008) yang membuktikan juga bahwa titer
antibodi serum ayam buras rakyat sesudah divaksin dengan vaksin Avian
influenza tersebar pada sebaran 21 sampai 27.
Hasil pengujian ini menunjukkan pula bahwa meskipun sebanyak 48
ekor (96%) serum ayam positif (Tabel 1), hanya 40 ekor (80%) diantaranya
memiliki antibodi yang bersifat protektif terhadap serangan virus Avian
influenza (Tabel 3). Menurut OIE (2000) bahwa titer antibodi protektif
terhadap serangan flu burung apabila memiliki titer antibodi ≥24, yaitu
inhibisi pada serum yang diencerkan 1 : 16 (24) atau log 24 yang
menggunakan antigen 4 HAU.
Ayam buras yang tidak memiliki antibodi atau antibodi yang ada
bersifat tidak protektif terhadap virus Avian influenza sangat berisiko
apabila ayam terpapar oleh virus Avian influenza karena dapat menimbulkan
kematian ayam yang mencapai 100%. Untuk menghindari kerugian
ekonomi yang diakibatkan oleh morbiditas dan mortalitas ayam karena
infeksi virus Avian Influenza maka diperlukan metode pengendalian secara
imunoprofilaksis. Untuk menerapkan pengendalian flu burung secara
imunoprofilaksis haruslah tersedia antigen yang tepat, akurat, dan mujarab
untuk mencapai tujuan vaksinasi. Vaksinasi dapat merangsang respons imun
ayam adalah terbentuknya antibodi spesifik (Camenisch et al., 1999;
Carlander, 2002; Hoffmann et al., 2005; Hammond et al., 2007; Darmawi et
al., 2010).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sebanyak 20% dari jumlah sampel perlu dilakukan booster vaksin
guna meningkatkan titer antibodi Avian Influenza di dalam darah ayam,
sedangkan 80% sampel sudah bisa dianggap aman karena mengandung
minimal 24 titer antibodi Avian Influenza di dalam darahnya sehingga sudah
dianggap protektif.
DAFTAR PUSTAKA
Asmara, W., M.H. Wibowo, C.R. Tabbu. 2005. Identifikasi Subtipe Haemaglutinin Virus Avian Influenza pada Berbagai Spesies Unggas dengan RT-PCR. Jurnal Sains Veteriner. Vol 23 (1): 42-45.
Camenisch G., Tini, M., Chilov, D., Kvietikova, I., Srinivas, V., Caro, J., Spielmann, P., Wenger, R. H., and Gassmann, M., 1999. General Applicability of Chicken Egg Yolk Antibodies: the Performance of IgY Immunoglobulins Raised Against the Hypoxia-inducible Factor 1α. J. FASEB. 13: 81-88.
Carlander, D. 2002. Avian IgY Antibody in vitro and in vivo. Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations from the Faculty of Medicine 1119, 53 pp. ACTA Universitatis Upsaliensis, Upsala.
Damayanti, R., A. Wiyono, R. Indriani, N.L.P. I. Dharmayanti dan Darminto. 2004. Gambaran klinis dan patologis pada ayam terserang flu burung sangat pathogenic (HPAI) di beberapa peternakan di Jawa Timur dan Jawa Barat. JITV 9: 128-135.
______________. 2004. Identifikasi virus avian influenza isolat indonesia dengan reverse Transcriptase-Polymerase Chain Rection (PT-PCR). JITV 9: 136-143.
Darmawi, Hambal, M., dan Fakhrurrazi., 2010. Purifikasi Imunoglobulin yolk anti-Avian influenza dari kuning telur ayam arab. Proceeding: National conference on chemical engineering and applications (ChESA), 538 - 547. Banda Aceh, 22 – 23 Desember.
Dharmayanti, N.I.L.P., R. Damayanti, R. Indriani, A. Wiyono, R.M.A. Adjid. 2005. Karakterisasi Molekuler Virus Avian Influenza Isolat Indonesia. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol 10 (2): 127-133.
Direktorat Kesehatan Hewan. 2004. Petunjuk teknis pengujian vaksin avian influenza inaktif. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian.
Easterday, B.C., V.S Hinishaw and D.A. Halvorson. 1997. Influenza: Diseases of Poultry. B.W. Calnek, H.J. Barnes, C.W. Beard, L.R. Mcdougald and Y.M. Saif (Ed.). Iowa, USA. pp. 583-595.
EFSA. 2007. Vaccination Against Avian Influenza of H5 and H7 Subtype in Domestic Poultry and Captive Birds. European Food Safety Authority. The EFSA Journal. Vol. 48: 5-44.
FAO. 2005. Indonesia’s Response to Avian Influenza. Food and Agriculture Organization. Agriculture Department Animal Production and Health Division. Page 1-8.
Fenner, F., E. Gibbs, P. Paul, M. Frederick, R. Rudolf, S. Michael, D. White. 1993. Virology Veteriner Second Edition. Academic Press. New York: 545-555.
Frame, D. 2000. H7N3 outbreak halted by vaccine in Word l Poultry Special. pp. 20-21
Hammond, E., 2007. Some Intellectual Property Issues Related to H5N1 Influenza Viruses, Research and Vaccines. The Sunshine Project. Third World Network. (20 Juli 2008)
Hoffmann, E., Lipatov, A.S., Webby, R.J., Govorkova, E.A., and Webster, R.G., 2005. Role of Spesific Hemagglutinin Amino Acids in the Immunogenicity and Protection of H5N1 Influenza Virus Vaccines. Proceeding of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS). 102 (36): 12915 – 12920.
Lipatov, A.S., E.A. Govorkova, R.J. Webby, H. Ozaki, M. Peiris, Y. Gvan, L. Poon, R.G. Webster. 2004. Influenza: Emergence and Control. Journal of Virology. 78 (17): 8951-8959.
Marangon, S., I. Capua, M. Cecchinato. 2008. Use of Vaccination in Avian Influenza Control and Eradication. Instituto Zooprofalittico Delle Venezie. Padova. Page 1-4.
OIE. 2005. Avian Influenza Chapter 2.7.12. Office International des Epizooties. World Organization for Animal Health. Paris. Page 1-25.
Pamungkas, J., Iskandriati, D., Putra, M.A., and Setiawan, D., 2008. Antibodies to H5 Subtype of Avian influenza viruses in Macaca fascicularis in Indonesia. Proceeding of AZWMC: 149 – 150. Bogor, 19 – 21 August.
Purnamawati, A., dan Sudarnika, E., 2008. Kajian hasil vaksinasi Avian influenza pada ayam buras rakyat di Kabupaten Tasikmalaya. Proceeding of AZWMC: 281 – 283. Bogor, 19 – 21 August.
Ronohardjo, P. 1983. Penyakit cengesan atau selesma pada itik Tegal, Bali dan Alabio. Penyakit Hewan 15(25):61–71.
Rimmelzwaan, G.F., Kuiken, T., G. van Amerongen, Bestebroer, T.M., Fouchier, R.A.M., and Osterhaus, A.D.M.E., 2001. Pathogenesis of Influenza A (H5N1) Virus Infection in a Primate Model . Journal of Virology, p. 6687 - 6691, 75(14).
___________. 2006. Influenza A Virus (H5N1) Infection in Cats Causes Systemic Disease with Potential Novel Routes of Virus Spread within and between Hosts. American J. of Path.. 168:176-183.
Rizal, Yose. 2014. Kematian Unggas Banjarbaru Bukan Flu Burung. Antara News Edisi Selasa, 11 Maret 2014.http://www.antaranews.com/berita/423456/kematian-unggas-banjarbaru-bukan-flu-burungDiakses pada tanggal 7 April 2014.
Schade, R., P. Henklein, A. Hlinak. 1999. The Production of Avian (Egg Yolk) Antibodies: IgY. The Report And Recommendations of ECVAM Workshop 211,2. Reprinted with Minor Amendments from ATLA. 24: 925 - 934.
Suarez, D. L. 2005. Overview of Avian Influenza DIVA Test Strategies. Biological XX Journal. Southeast Poultry Research College Station Road. Page 1-6.
Susetyo, Ukon, M. Haryadi Wibowo. 2008. Perbandingan Titer Antibodi Ayam Broiler yang Divaksin pada Umur 7 dan 14 Hari Menggunakan Vaksin Avian Influenza Hiterolog Subtipe H5N2. Jurnal Sain Veteriner. Vol 26 (2): 78-87.
Tarigan, S., Darminto, Loth, L., Indriani, R., dan Indi, N.L.P., 2008. Infeksi virus flu burung pada kucing di Jawa Barat. Proceeding of AZWMC: 308 – 310. Bogor, 19 – 21 August.
WHO. 2005. Highly Pathogenic H5N1 Avian Influenza Outbreaks In Poultry and Humans: Food Safety Complication. International Food Safety Authorities Network. Page 1-5.
Wibowo, H.W., W. Asmara, C.R. Tabbu. 2006. Isolasi dan Identifikasi Serologi Virus Avian Influenza dari Sampel Unggas yang Diperoleh dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jurnal Sains dan Veteriner. Vol 24 (1): 77-83.