LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari...

35
Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 1 LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT GANGGUAN REPRODUKSI PADA SAPI POTONG TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Program Swasembada Daging Sapi/Kerbau (PSDSK) pada tahun 2014. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menyukseskan program ini. Hasil sensus ternak di tahun 2011 menunjukkan bahwa populasi ternak sapi potong tercatat sebanyak 14,8 juta ekor, sapi perah sebanyak 597,1 ribu ekor, dan kerbau sebanyak 1,3 juta ekor. Kondisi ini melebihi estimasi selama ini yang mematok angka 14,2 juta ekor ternak potong di Indonesia pada tahun 2014. Namun angka yang diperoleh pada sensus tahun 2013, ternyata terjadi penururnan populasi dibanding hasil sensus tahun 2011. Populasi sapi dan kerbau tahun 2013 sebanyak 14,2 juta ekor. Angka ini sesuai dengan angka yang dipetok untul dicapai pada tahun 2014. Namun ada pertanyaan yang belum terjawab seputar tidak adanya pertumbuhan dan perkembangan dari angka yang diperoleh pada tahun 2011. Bahkan yang terjadi justru penurunan jumlah populasi. Upaya menjaga ketersediaan hewan potong secara berkelanjutan salah satunya yang akan dilakukan oleh pemerintah adalah dengan meningkatkan keberhasilan program IB. Permasalahan di lapangan terkait dengan program ini adalah seringnya ditemui kasus-kasus gangguan reproduksi pada ternak, seperti : tingginya angka servis per konsepsi (jumlah IB untuk menghasilkan kebuntingan), kemajiran, dan penyakit reproduksi laninya. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan kontribusi semua stake holder dalam menyelesaikan permasalahan gangguan reproduksi tersebut, agar populasi ternak nasional tetap terjaga untuk memenuhi PSDSK. Peningkatan dan keberlanjutan populasi ternak nasional juga harus didukung dengan keberpihakan pemerintah untuk membantu peternak dengan memberikan jaminan pasar sekaligus jaminan harga, sehingga siklus usaha

Transcript of LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari...

Page 1: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 1

LAPORAN KEGIATAN

PENANGGULANGAN PENYAKIT GANGGUAN

REPRODUKSI PADA SAPI POTONG

TAHUN 2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Program Swasembada Daging

Sapi/Kerbau (PSDSK) pada tahun 2014. Berbagai usaha telah dilakukan untuk

menyukseskan program ini. Hasil sensus ternak di tahun 2011 menunjukkan

bahwa populasi ternak sapi potong tercatat sebanyak 14,8 juta ekor, sapi perah

sebanyak 597,1 ribu ekor, dan kerbau sebanyak 1,3 juta ekor. Kondisi ini

melebihi estimasi selama ini yang mematok angka 14,2 juta ekor ternak potong di

Indonesia pada tahun 2014. Namun angka yang diperoleh pada sensus tahun 2013,

ternyata terjadi penururnan populasi dibanding hasil sensus tahun 2011. Populasi sapi

dan kerbau tahun 2013 sebanyak 14,2 juta ekor. Angka ini sesuai dengan angka yang

dipetok untul dicapai pada tahun 2014. Namun ada pertanyaan yang belum terjawab

seputar tidak adanya pertumbuhan dan perkembangan dari angka yang diperoleh pada

tahun 2011. Bahkan yang terjadi justru penurunan jumlah populasi.

Upaya menjaga ketersediaan hewan potong secara berkelanjutan salah

satunya yang akan dilakukan oleh pemerintah adalah dengan meningkatkan

keberhasilan program IB. Permasalahan di lapangan terkait dengan program ini

adalah seringnya ditemui kasus-kasus gangguan reproduksi pada ternak, seperti :

tingginya angka servis per konsepsi (jumlah IB untuk menghasilkan kebuntingan),

kemajiran, dan penyakit reproduksi laninya. Untuk mengatasi permasalahan ini

diperlukan kontribusi semua stake holder dalam menyelesaikan permasalahan

gangguan reproduksi tersebut, agar populasi ternak nasional tetap terjaga untuk

memenuhi PSDSK. Peningkatan dan keberlanjutan populasi ternak nasional juga

harus didukung dengan keberpihakan pemerintah untuk membantu peternak

dengan memberikan jaminan pasar sekaligus jaminan harga, sehingga siklus usaha

Page 2: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 2

yang dilakukan peternak dapat tetap berlangsung dan memberikan peningkatan

kesejahteraan bagi peternak.

Salah satu pondasi keberhasilan pengembangan populasi ternak sapi rakyat

di Indonesia terletak pada bidang reproduksi pada hewan betinanya. Hal ini dapat

dilihat dari penampilan reproduksi (reproduction performance) yang meliputi

beberapa aspek, yaitu : service per conception, conception rate, pregnancy rate,

calving rate, estrous post partum dan calving interval. Selain itu, setidaknya ada

tiga faktor yang secara umum berpengaruh terhadap penapilan reproduksi, yaitu :

faktor peternak, ternak dan faktor petugas.

Dengan melihat fakta di lapangan, faktor nutrisi merupakan faktor yang

kritis, yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap

fenomena reproduksi dibanding faktor lainnya. Sebab, nutrisi yang cukup dapat

mendorong proses biologis untuk mencapai potensi genetiknya, mengurangi

pengaruh negatif dari lingkungan yang tidak nyaman dan meminimalkan

pengaruh-pengaruh dari teknik manajemen yang kurang baik. Nutrisi yang kurang

baik tidak hanya akan mengurangi performans dibawah potensi genetiknya, tetapi

juga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan.

Kondisi kurangnya pakan baik kualitas maupun kuantitasnya, merupakan

salah satu penyebab menurunnya efisiensi reproduksi. Jika ini dibiarkan akan

menyebabkan timbulnya gangguan reproduksi hingga kemajiran pada ternak

betina. Fenomena yang jelas teramati adalah, makin meningkatnya umur pubertas

sapi betina milik masyarakat –akibat kurangnya asupan nutrisi sehingga organ

reproduksi tidak berkembang dengan baik atau bahkan tidak berkembang sama

sekali. Apabila didapati sapi umur 13 bulan tidak memperlihatkan tanda-tanda

birahi untuk pertama kalinya, seharusnya dilakukan pemeriksaan oleh dokter

hewan, untuk mengetahui kondisi ovariumnya dan dilakukan penanganan untuk

memperbaiki fertilitasnya (baca : kondisi kesuburannya) sebelum terlambat –

sehingga menjadi majir atau infertil.

Sebagai salah satu elemen di bawah Dirjen Peternakan dan Kesehatan

Hewan, Balai Veteriner Bukittinggi diharapkan juga memberikan andil dalam

Page 3: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 3

penyidikan, pengujian ataupun pemetaan penyakit yang berkaitan dengan

gangguan reproduksi. Sehingga akan terlaksana optimalisasi kerja berbagai

elemen dalam mendukung keberhasilan Program Swasembada Daging Sapi dan

Kerbau. Pelajaran telah dapat dipetik dari kegagalan-kegagalan pencapaian target

waktu Swasembada Daging Sapi dan Kerbau sebelumnya. Beberapa hal yang

setelah dikritisi ternyata menyangkut beberapa aspek yang perlu dimonitor dan

dievaluasi, yaitu: (1) pedoman umum dan teknis implementasi kebijakan utama,

(2) Ketepatan waktu, jumlah, mutu dan sasaran implementasi kebijakan utama, (3)

Ketersediaan fasilitas pendukung di daerah pengembangan (pakan, pelayanan

perkawinan, pelayanan kesehatan), (4) Kesehatan dan produktivitas ternak

(pertumbuhan dan gangguan penyakit reproduksi); (5) Perkembangan populasi

(mencakup jumlah dan jarak kelahiran).

Dengan memperhatikan hal itu, maka kegiatan yang mendukung evaluasi

dan monitoring Penyakit Gangguan Reproduksi perlu terus dilakukan, disamping

kegiatan kegiatan pendukung lainnya seperti kebijakan tunda potong betina

produktif, dan sebagainya.

Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi

sapi potong dan kerbau. Namun, hingga saat ini masih sering dijumpai adanya

kasus gangguan reproduksi yang ditandai dengan rendahnya fertilitas induk,

akibatnya berupa penurunan angka kebuntingan dan jumlah kelahiran pedet,

sehingga mempengaruhi penurunan populasi sapi dan pasokan penyediaan daging

secara nasional.

Gangguan reproduksi pada sapi potong dan kerbau secara garis besar

disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

A. Cacat Anatomi Saluran Reproduksi

B. Gangguan Fungsional

C. Infeksi Organ Reproduksi

D. Kesalahan Manajemen

A. Cacat Anatomi Saluran Reproduksi

Abnormalitas yang berupa cacat anatomi saluran reproduksi ini dibedakan

menjadi dua yaitu cacat kongenital (bawaan) dan cacat perolehan. Cacat

Page 4: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 4

kongenital pada ovarium meliputi Hipoplasia ovaria (indung telur mengecil) dan

Agenesis ovaria (indung telur tidak terbentuk). Hal ini bisa terjadi baik secara

unilateral maupun bilatera. Sedangkan cacat kongenital yang terjadi pada saluran

reproduksinya antara lain Freemartin (abnormalitas kembar jantan dan betina)

dan atresia vulva (pengecilan vulva).

Cacat perolehan yang sering terjadi pada ovarium antara lain Ovarian

Hemorragie (perdarahan pada indung telur) dan Oophoritis (radang pada indung

telur). Perdarahan pada indung telur biasanya terjadi karena efek sekunder dari

manipulasi traumatik pada indung telur. Bekuan darah yang terjadi dapat

menimbulkan adhesi (perlekatan) antara indung telur dan bursa ovaria (Ovaro

Bursal Adhesions/OBA). Sedangkan Oophoritis merupakan keradangan pada

indung telur yang disebabkan oleh manipulasi yang traumatik/pengaruh infeksi

dari tempat yang lain misalnya infeksi pada oviduk (saluran telur) atau infeksi

uterus (rahim). Cacat perolehan pada saluran reproduksi, diantaranya:

Salphingitis, disebabkan trauma akibat kelahiran dan tumor. Salphingitis

merupakan radang pada oviduk. Peradangan ini biasanya merupakan proses ikutan

dari peradangan pada uterus dan indung telur.

B. Gangguan Fungsional

Salah satu penyebab gangguan reproduksi adalah adanya gangguan

fungsional (organ reproduksi tidak berfungsi dengan baik). Infertilitas bentuk

fungsional ini disebabkan oleh adanya abnormalitas hormonal. Berikut adalah

contoh kasus gangguan funsional, diantaranya: Sista ovarium, Subestrus dan

birahi tenang, Anestrus, dan Ovulasi tertunda.

C. Infeksi Organ Reproduksi

Penyakit Reproduksi yang disebabkan oleh infeksi ini menjadi perhatian

utama dalam Surveylans dan Pengujian yang dilakukan Balai Veteriner

Bukittinggi. Hal ini mengingat sampai saat ini Balai Veteriner lebih memperkuat

dalam pendiagnosaan penyakit yang disebabkan agen infeksius. Lebih khusus lagi

penyakit infeksi yang spesifik, yaitu yang disebabkan virus, bakteri, protozoa dan

jamur. Meski tidak dipungkiri penyakit gangguan reproduksi yang disebabkan

Page 5: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 5

oleh gangguan hormonal ada di lapangan, namun Balai Veteriner Bukittinggi

belum memperlengkapi diri untuk pengujian gangguan tersebut.

Infeksi nonspesifik yang kerap terjadi antaralain Endometritis, Piometra dan

Vaginitis. Endometritis biasanya disebabkan terkontaminasinya endometrium

(dinding rahim) dengan berbagai mikroorganisme selama masa puerpurium (masa

nifas). Piometra merupakan pengumpulan sejumlah eksudat purulen dalam lumen

uterus (rongga rahim) biasanya juga dijumpai adanya Corpus luteum persisten

pada salah satu ovariumnya. Sedangkanan Vaginitis merupakan peradangan pada

vagina, biasanya sebagai penjalaran dari metritis dan pneumovagina atau dapat

disebabkan oleh tindakan penanganan masalah reproduksi yang tidak tepat.

Penyakit gangguan reproduksi yang disebabkan oleh infeksi spesifik menjadi

perhatian utama Balai Veteriner Bukittinggi. Hal ini memang sudah menjadi tugas

laboratorium untuk mengetahui penyebab penyakit secara spesifik. Penyakit

gangguan reproduksi yang disebabkan oleh agen infeksi spesifik dibagi menjadi

beberapa kategori, yaitu yang disebabkan oelh bakteri, virus, protozoa (parasit),

dan jamur. Selanjutnya akan diuraikan berbagai penyakit yang menyebabkan

penyakit gangguan reproduksi berdasarkan kategorinya:

a. Bakterial

1. Brucellosis

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Brucella abortus ini seringkali

menyebabkan kejadian keguguran pada ternak yang bunting. Biasanya keguguran

terjadi pada umur kebuntingan 7 bulan. Angka kematian induk sangat kecil atau

tidak terjadi, namun kerugian ekonomi yang ditimbulkan sangat besar berupa

keluron anak, anak lahir lemah dan kemudian mati, dan gangguan alat reproduksi

yang menyebabkan kemajiran, dan pada sapi perah sering terjadi penurunan

produksi susu.

Spesies bakteri Brucella yang sering menjadi masalah adalah; Brucella

melitensis menyerang kambing, Brucella abortus menyerang sapi, dan Brucella

suis menyerang babi. Brucellosis ini bisa juga menyerang manusia. Penularan

kepada manusia terjadi karena minum susu yang tidak dimasak sempurna, karena

menolong kelahiran sapi atau mengambil plasenta yang tertinggal.

Page 6: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 6

Penularan Brucellosis biasanya terjadi secara oral, melalui hidung atau mata.

Selain itu penularan dapat juga terjadi secara congenital dimana anak yang

dilahirkan dari induk penderita, cenderung menjadi latent carier dan akan

mengalami abortus pada saat terjadi kebuntingan yang pertama. Pada saat

keguguran, fetus dan membrannya mengandung banyak kuman dan menjadi

sumber penularan. Penyebaran Brucellosis di Indonesia diketahui dibeberapa

pulau seperti Pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera.

2. Leptospirosis

Penyebabnya yaitu Leptospira pomona, Leptospira gripothyposa,

Leptospira conicola, Leptospira hardjo. Cara penularannya melalui kulit

terbuka/selaput lendir (mulut, pharynx, hidung, mata) karena kontak dengan

makanan dan minuman yang tercemar. Gejala yang nampak diantaranya:

anoreksia (tidak mau makan), produksi susu turun, abortus pada pertengahan

kebuntingan dan biasanya terjadi retensi placenta, metritis dan infertilitas.

Pengendalian kejadian penyakit Leptospirosis meliputi sanitasi yang baik,

isolasi hewan yang sakit serta hindari pakan dan minuman dari pencemaran,

vaksinasi dengan serotipe (jenis) Leptospira yang ada di daerah tersebut.

Pengobatan dengan antibiotik dosis tinggi, 3 juta IU Penicillin dan 5 gram

Streptomycin (2xsehari).

3. Vibriosis

Penyebabnya adalah Vibrio fetus veneralis atau Campylobacter foetus

veneralis. Dapat menular melaui perkawinan dengan pejantan tercemar. Gejala

yang timbul diantaranya: endometritis dan kadang-kadang salpingitis denga

leleran mukopurulen, siklus estrus diperpanjang + 32 hari, kematian embrio,

abortus pada trisemester 2 kebuntingan dan terjadinya infertilitas karena kematian

embrio dini.

Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, istirahat

kelamin selama 3 bulan pada hewan yang terinfeksi, vaksinasi dengan bakterin

30-90 hari sebelum dikawinkan atau setiap tahun. Pengobatan dengan infusi

Page 7: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 7

(pemasukan) antibiotika spektrum luas secara intra uterin, injeksi pejantan dengan

dihydrostreptomisin dosis 22 mg/kg BB secara subcutan .

4.Tuberkulosis

Penyebabnya adalah Mycobakterium bovis. Dapat menular melalui ekskresi,

sputum (riak), feses, susu, urin, semen, traktus genitalis (saluran kelamin),

pernafasan, ingesti dan perkawinan dengan hewan yang sakit. Gejala yang

nampak diantaranya: abortus, retensi plasenta, lesi uterus bilateral, salpingitis dan

adhesi (perlekatan) antara uterus. Penanganan dan pencegahan diantaranya

dengan sanitasi kandang dan lingkungan, pengobatan dengan antibiotika, isolasi

hewan yang terinfeksi dan vaksinasi.

b. Viral

1. IBR-IPV

Merupakan penyakit infeksius yang sangat menular yang disebabkan ileh

Bovine Herpesvirus- 1 (BHV-1). Sealin menyebabkan penyakit pernafasan, virus

ini dapat menyebabkan conjunctivitis, aborsi, encephalitis, dan infeksi sistemik

secara umum. IBR pertama kali ditemukan pada tahun 1950 pada peternakan

penggemukan di Amerika barat. Virus IBR dapat bertahan pada hewan yang telah

sembuh selama bertahun tahun. Virus yang tersisa dalam kondisi inaktif sampai

hewan berada dalam keadaan stress. Virus dikeluarkan dalam sekresi dari mata,

hidung, dan organ reproduksi. Gejala klinis yang disebakan oleh virus ini dapat

dikelompokan menjadi : 1) infeksi saluran pernafasan. 2)infeksi mata 3)aborsi

4)infeksi kelamin 5)infeksi otak 6)infeksi umum pada anak sapi yang baru lahir.

Penularan dapat melalui air, pakan, kontak langsung maupun tidak

langsung. Gejala yang nampak dalam berbagai bentuk, yaitu:

- Respiratorik bagian atas (demam, anorexia, depresi, leleran hidung,

nodula/bungkul-bungkul pada hidung, pharynx, trachea, batuk, penurunan

produksi susu).

- Konjungtival (hyperlakrimasi dengan eksudat mukopurulen, konjungtiva

merah dan bengkak, adanya pustula pada konjungtiva dan ulcer nekrotik.

Page 8: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 8

- Digestif neonatal (septikemia, lesi pada mulut, larynx dan pharynx).

- Meningoencephalitis (kelesuan, inkoordinasi, tremor, mati dalam 3-4 hari).

- Vulvovagina (septikemia, pustula dan ulcer pada vagina dan vulva disertai

leleran purulen).

- Preputial (pustula dan ulcer pada penis dan preputium).

- Abortus dan prenatal (abortus pada trimester kebuntingan).

- Intrauterina (endometritis nekrotik, uterus tegang dan edematus)

2. BVD-MD

Virus BVD-MD menyerang sapi dengan gejala: demam tinggi, depresi,

anorexia, diare, lesi pada mukosa mulut dan sistem pencernaan, abortus pada 2-9

bulan kebuntingan serta terjadinya kawin berulang.

3. EBA (Epizootik Bovine Abortion)

Penyebab Chlamidia atau Megawanella. Gejala yang nampak: abortus

pada 4-9 bulan kebuntingan, stillbirth (lahir kemudian mati), jika fetus lahir maka

lemah, retensi plasenta.

c. Protozoa

1. Toxoplasmosis

Menurut Dubey dab Beattie hospes definitif dari Toxoplasma adalah

bangsa kucing. Sementara manusia berlaku sebagai hospes intermediate.

Organisme ini telah tersebar di seluruh dunia dan menyebabkan banyak kasus

infertilitas, stillbirth, dan aborsi pada hewan dan manusia. Parasit ini bisa

menyebakan masalah pada wanita hamil dan immunodeffisiensi individual.

Infeksi pada ruminan kecil tidak hanya menyebabkan masalah reproduksi

hewan tersebut tetapi juga menyebabkan implikasi terhadap kesehatan

masyarakat. Sebab mengkonsumsi daging yang terinfeksi dapat menyebabkan

menularnya penyakit tersebut ke manusia.

Penyebabnya Toxoplasma gondii, bersifat zoonosis sehingga dapat

menyerang manusia. Gejala yang nampak diantaranya: demam, gangguan nafas

Page 9: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 9

dan syaraf, abortus, prematur maupun lahir lemah. Penularan melalui

pakan/minum yang tercemar dengan ookista.

2. Neosporosis

Neosporosis adalah suatu penyakit infeksius terutama pada sapi dan

anjing, yang disebabkan oleh parasit intracellular yang disebut Neospora

caninum. Neosporosis merupakan salah satu penyebab utama aborsi pada sapi.

Penyakit ini telah menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar pada industri

peternakan sapi perah dan industri pabrik susu di seluruh dunia.

Neospora caninum adalah parasit jenis protozoa yang sangat menyerupai

Toxoplasma gondii. N. caninum adalah parasit pada bangsa anjing yang telah

ditemukan diseluruh belahan dunia dan telah menyebabkan aborsi secara umum

pada banyak area. Organisme ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1988

sebagai penyebab aborsi pada anjing, dan tak lama sesudah itu ditemukan

organisme seperti N. caninum menyebabkan aborsi pada sapi perah. Sekarang

diketahui bahwa penyebabnya memang spesies yang sama pada anjing tapi beda

strain. Ternak sapi merupakan hospes intermediat alami dan juga merupakan

sumber penularan.

3. Trikomoniasis

Penyebabnya Trichomonas fetus, merupakan penyakit kelamin menular

pada sapi yang ditandai dengan penurunan kesuburan (S/C tinggi), abortus dini (4

bulan kebuntingan/trisemester pertama kebuntingan). Penularan dengan kawin

alam maupun dengan IB. Pengendaliannya dengan;

- IB dengan pejantan sehat

- Istirahat kelamin

- Pemberian antibiotik intra uterin pada betina terinfeksi.

- Pemberian estrogen/PGF2α

- Pejantan kronis diberi bovoflavin/metronidazole atau dieliminasi.

Page 10: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 10

d. Jamur

Jamur penyebab utama abortus adalah Aspergillus fumigatus. Selain itu juga

bisa disebabkan oleh Mucorales. Aspergillus fumigatus adalah jenis saprophyt

yang terbentuk dalam tanah dengan kandungan organik. A. fumigatus sangat

mudah bersporulasi dengan memproduksi conidiophor pada tiap-tiap conidio nya.

Organisme ini bisa menyebabkan penyakit baik pada manusia maupun hewan.

(Einsele H. and J. Loeffler, 2011).

Terdapat dua jalur utama penularan; 1) melalui inhalasi, masuk paru dan

mengikuti aliran darah sampai ke plasenta dan menyebabkan abortus. 2)Melalui

ingesti, menyebabkan radang pada rumen, mengikuti aliran darah menuju plasenta

dan menimbulkan keradangan sehingga terjadila abortus. Gejala yang nampak

diantaranya: abortus pada 5-7 bulan kebuntingan, fetus mengalami autolisis, lahir

lemah, membran fetus (bengkak, nekrotik, lesi plasentoma, kotiledon dan

karuncula bengkak, oedem dan nekrotik).

Penanganan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan preparat anti

jamur dan perbaikan manajemen secara keseluruhan meliputi perbaikan pakan dan

manajemen kesehatan yang baik meliputi sapi, kandang dan lingkungannya.

Selain gangguan reproduksi yang disebabkan oleh keempat faktor tersebut,

berikut kondisi patologis yang berhubungan dengan masalah reproduksi, yaitu:

Prolaps Vagina Cervix, Distokia, Retensi Plasenta, Torsi Uterus, Maserasi Fetus,

Mummifikasi Fetus dan Hernia Uterina.

D. Kesalahan Manajemen

Faktor manajemen sangat erat hubungannya dengan faktor pakan/nutrisi.

Jika tubuh kekurangan nutrisi terutama untuk jangka waktu yang lama maka akan

mempengaruhi fungsi reproduksi, efisiensi reproduksi menjadi rendah dan

akhirnya produktifitasnya rendah. Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi

hypofisis anterior sehingga produksi dan sekresi hormon FSH dan LH rendah

(karena tidak cukupnya ATP), akibatnya ovarium tidak berkembang (hipofungsi).

Pengaruh lainnya pada saat ovulasi, transport sperma, fertilisasi, pembelahan sel,

perkembangan embrio dan fetus. Kekurangan nutrisi yang terjadi pada masa

Page 11: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 11

pubertas sampai beranak pertama maka kemungkinannya adalah birahi tenang,

defek ovulatory (kelainan ovulasi) gagal konsepsi, kematian embrio/fetus. Nutrisi

yang sangat menunjang untuk saluran reproduksi diantaranya: protein, vitamin A,

mineral atau vitamin. Selain nutrisi tersebut di atas, yang perlu diperhatikan

adalah adanya ransum yang harus dihindari selama masa kebuntingan karena

dapat menyebabkan abortus, diantaranya: racun daun cemara, nitrat, ergotamin,

naphtalen, khlor, dan arsenik.

Kalau pakan yang kurang atau kondisi lingkungan yang buruk berjalan

lama, maka hipofungsi ovarium selanjutnya akan berubah menjadi atropi

ovarium. Atropi avarium adalah ovarium yang ukuran lebih kecil dari normal,

permukaan licin, karena tidak ada pertumbuhan folikel sehingga proses reproduksi

sama sekali tidak berjalan. Kondisi fisik tubuh ternak ini buruk, gejala gejala

klinisnya juga anestrus yang berkepanjangan. Keadaan atropi ovarium harus

dibedakan dengan hypoplasia ovarium yang disebabkan oleh faktor genetis.

Kondisi ovariumnya sama yaitu lebih kecil dari ukuran normal, tetapi penderita

hipoplasia ovarium memiliki keadaan fisik tubuh yang jauh lebih baik.

Pakan sebagai faktor yang menyebabkan gangguan reproduksi dan

kemajiran sering bersifat mejemuk, artinya kekurangan suatu zat dalam ransum

pakan diikuti oleh kekurangan zat pakan lainnya. Sebagai contoh sapi perah,

kekurangan protein dalam ransum sering diikuti oleh kurangnya mineral dan

vitamin.

Kelebihan pakan dalam ransum yang berlangsung dalam waktu lama dan

menyebabkan kegemukan (obesitas) dapat juga menyebabkan gangguan

reproduksi. Pemberian ransum sebanyak 40% diatas kebutuhan baku, pada awal

proses reproduksi mungkin belum terlihat pengaruh terhadap kesuburan ternak,

tetapi bila diperhatikan pada periode reproduksi berikutnya, pengaruh itu mudah

terlihat dengan munculnya gangguan reproduksi pada induk ternak tersebut.

Pada sapi yang menderita obesitas ada timbunan lemak di berbagai organ

tubuh, antara lain terjadi penimbunan lemak disekitar ovarium dan bursa ovari.

Timbunan lemak ini menyebabkan sel telur yang diovulasikan terhalang masuk

Page 12: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 12

tuba falopii dan tetap tertahan pada bursa ovarium, sehingga tidak terjadi proses

pembuahan.

Beberapa mineral termasuk mineral jarang (trace element) mempunyai

peranan penting dalam proses reproduksi yang normal pada ternak. Beberapa

mineral yang umumnya mempunyai peranan dalam proses reproduksi baik pada

hewan betina maupun jantan adalah ; Posfor (P), Kalsium (Ca), dan unsur jarang

seperti iodium (J), Selenium (Se), Ferrum (Fe), Kuprum (Cu), Kobalt (Co),

Mangan (Mn), dan Magnesium (Mg). Semua bahan mineral ini bila kekurangan

dalam tubuh hewan akan diikuti timbulnya gangguan reproduksi khususnya pada

betina, diakhiri dengan kemajiran.

Kekurangan pospor dapat terjadi misalnya karena dalam ransum terjadi

kekurangan protein, atau pakan hanya terdiri dari rumput kering atau rumput yang

berasal dari tanah yang kekurangan pospor. Gejala yang ditimbulkan pada hewan

betina adalah bulu yang tidak mengkilat, kekurusan, tidak ada nafsu makan. Pada

hewan muda lambat mencapai dewasa kelamin, pada hewan dewasa ditandai

anestrus, birahi tidak teratur, dan sulit menjadi bunting. Pada induk yang sedang

bunting dapat menyebabkan kematian embrio dini.

Kekurangan Ca dalam ransum dapat menurunkan kesuburan ternak. Yang

tidak kalah pentingnya adalah perbandingan antara kalsium dan posfor dalam

pakan harus seimbang. Proses reproduksi akan terganggu bila dalam ransum

pakan, kadar Ca lebih kecil dari kadar P.

Mineral jarang mempunyai peranan dalam dalam mengatur kesuburan

ternak adalah Y (Yodium), Se (Selenium), Fe (Ferrum), Cu (Cuprum), Co

(Cobalt), Mn (Mangan), dan Mg (Magnesium). Kekurangan Yodium pada hewan

betina mengakibatkan munculnya birahi yang tidak teratur, pertumbuhan fetus

yang terganggu, abortus dan retensi sekundinarum. Kekurangan Se pada hewan

bunting tua sering menyebabkan terjadinya retensio secundinarum setelah

melahirkan. Fe, Cu, dan Co menyebabkan anemia sehingga secara tidak langsung

juga mempengaruhi proses reproduksi. Kekurangan Mangan (Mn) dalam pakan

dapat menurunkan libido dan degenerasi testis pada hewan jantan, sedangkan

Page 13: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 13

kekurangan Magnesium (Mg) dapat diikuti kematian pedet setelah lahir

disebabkan kadar magnesium dalam darah rendah.

Kegagalan reproduksi pada ternak pada umumnya bersumber pada 3

faktor utama (Toelihere, 1985), yaitu faktor manusia yang mempertemukan kedua

jenis kelamin atau gamet. Faktor hewan jantan dan faktor hewan betina. Dalam

banyak hal manusia telah berhasil mempertinggi daya reproduksi ternak. Tetapi di

lain pihak campur tangan manusia dalam persoalan perkembangbiakan ternak

dengan sendirinya menambah variabel baru dalam faktor-faktor kegagalan

reproduksi, yaitu faktor manusianya sendiri, baik sebagai pemilik atau penunggu

ternak, baik pelaksana IB, maupun sebagai sarjana peternakan atau dokter hewan

yang melayani peternakan tersebut.

Beberapa kegagalan reproduksi berupa kesalahan tatalaksana yang

bersumber dari faktor manusia antara lain :

1. Kegagalan mendeteksi birahi, kegagalan melaporkan dan

mengawinkan sapi betina pada saat yang tepat.

2. Telampau cepat mengawinkan kembali setelah partus.

3. Kegagalan memeriksa kebuntingan sebelum sapi diafkir karena majir.

Kira-kira 40 sampai 60 prosen sapi yang dipotong dirumah potong

karena majir ternyata mengandung foetus di dalam uterusnya.

4. Kealpaan melaporkan kepada atau memanggil dokter hewan apabila

ada tanda-tanda ketidakberesan reproduksi.

5. Sering mengganti pejantan jika seekor sapi betina tidak langsung

menjadi bunting pada perkawinan pertama atau kedua.

1.2.MAKSUD DAN TUJUAN

Secara umum maksud/tujuan dilakukannya Surveilans penyakit gangguan

reproduksi adalah:

1. Mengetahui keberadaan penyakit maupun defisiensi yang bisa

berakibat pada adanya gangguan reproduksi pada sapi dan kerbau.

Page 14: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 14

2. Memberikan informasi hasil laboratorium tentang adanya agen agen

atau penyakit-penyakit yang berkaitan dengan gangguan reproduksi

pada sapi.

Maksud dan tujuan tersebut dicapai dengan melakukan berbagai kegiatan, yaitu:

Gangguan Reproduksi

Melakukan pengamatan tentang adanya penyakit gangguan reproduksi di

lapangan, baik yang disebabkan oleh kecacatan maupun gangguan fungsional.

Dengan demikian akan diketahui jenis-jenis gangguan reproduksi yang

disebabkannya dan intensitas kejadiannya di wilayah Regional II.

Penyakit Gangguan Reproduksi Infeksius

Beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri maupun virus dapat

menyebabkan gangguan reproduksi. Disamping itu penyakit yang disebabkan oleh

agen infeksius ini harus diwaspadai kemungkinan bisa menular, baik ke hewan

lain maupun ke manusia. Untuk mengetahui dan terus memantau perkembangan

penyakit tersebut maka Balai Veteriner Bukittinggi kontinyu mengadakan

surveylan maupun monitoring penyakit Brucellosis, IBR, dan BVD.

Dengan diketahuinya keberadaan atau tingkat prevalensi penyakit-

penyakit ini, maka dapat menjadi acuan dalam pencegahan, pengendalian dan

pemberantasan penyakit tersebut.

Penyakit Parasiter

Penyakit parasiter yang berkaitan dengan gangguan reproduksi adalah

Toxoplasmosis, Neosporosis, dan Trichomoniasis. Untuk itu pemeriksaan

terhadap adanya penyakit ini dilakukan di Regional II. Pemeriksaan ini berguna

untuk memberikan informasi tentang penyebaran penyakit-penyakit ini. Dan hal

ini menjadi semakin penting mengingat diantara ketiga penyakit tersebut ada yang

merupakan penyakit zoonosis (penyakit yang bisa menular ke manusia).

Pemeriksaan Semen

Kualitas semen yang dipergunakan pada saat IB dapat dilihat dengan

pergerakan sperma dan prosentase semen yang hidup. Ada banyak faktor

Page 15: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 15

mengapa semen kurang memenuhi syarat kualitas untuk pelaksanaan Inseminasi

Buatan

Kegiatan pemantauan atau pengecekan semen beku yang beredar

dilapangan perlu dilakukan. Kegiatan berupa pengumpulan informasi mulai dari

produsen semen beku, distributor, dan Pos IB dan terakhir semen sampai ke

saluran reproduksi betina. Sedangkan kegiatan lainnya antara lain pengambilan

sampel straw (semen beku) pada tiap-tiap komponen distribusi. Dengan diketahui

dimana kelemahan/ permasalahan yang ditemui, maka hal tersebut bisa menjadi

perhatian untuk diperbaiki.

Pemeriksaan Jamur pada Pakan Ternak

Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan adanya jamur

Aspergillus fumigatus dan Mucorales yang dapat menyebabkan gangguan

reproduksi pada sapi.

Pemeriksaan Kandungan Mineral dan Protein Darah

Kekurangan protein dan mineral akan berdampak sistemik terhadap tubuh

yang bisa berimplikasi munculnya gangguan reproduksi. Untuk itu perlu diketahui

gambaran kandungan protein dan mineral darah untuk dapat menjadi pedoman

dalam penyusunan ransum pakan ternak. Hasil uji ini juga bisa memberi informasi

tentang masalah kandungan mineral tanah pada suatu daerah. Sehingga terhadap

ternak perlu diberi tambahan mineral tertentu.

Page 16: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 16

BAB II

MATERI DAN METODE

2.1. MATERI

Bahan yang digunakan dalam penulisan laporan kegiatan ini adalah hasil

pemeriksaan Laboratorium Virologi (Elisa IBR dan BVD), Laboartorium

Parasitologi (Neosporosis, Trichomoniasis, Kualitas Semen), Laboratorium

Pathologi (Mineral Darah dan Protein Darah) dan Laboartorium Bakteri/Mycologi

(Aspergillus dan Mucorales). Laboratorium Biotek (PCR IBR, PCR BVD).

Semua pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Balai Veteriner Bukittinggi.

2.2. METODE

Sampel kegiatan lapangan diperoleh dengan mendatangi Pos IB dan

peternakan di beberapa daerah. Pemeriksaan straw dilakukan dengan

pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Eosin. Serum diperiksa secara

serologi kompleks (Elisa) Swab dan buffycoat untuk diperiksa dengan metode

PCR, basuhan vagina dan preputium untuk pemeriksaan Trichomonas dengan

metode Natif. Pemeriksaan mineral dengan metode kuantitatif. Dan sampel pakan

dilakukan kultur jamur. Data yang diperoleh dilakukan analisa sederhana.

Page 17: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 17

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL

Pengamatan Lapangan

Secara lisan dilaporkan oleh petugas beberapa kali adanya keguguran

atau adanya gangguan reproduksi lainnya. Kejadian adanya gangguan reproduksi

yang diamati secara langsung dilapangan belum pernah terjadi. Namun beberapa

petugas maupun peternak bisa menunjukkan sapi-sapi yang pernah mengalami

gangguan reproduksi maupun kematian neonatal pedet. Beberapa kali juga

ditemukan hasil seropositif Brucellosis yang kemudian kembali dikonfirmasi

dengan pengambilan sampel ke lapangan.

Adapun kegiatan yang berkaitan dengan inseminasi buatan, dari hasil

pengamatan di beberapa lokasi berlangsung cukup baik. Kebutuhan akan

peralatan dan bahan untuk IB tersedia dengan baik. Straw didistribusikan propinsi

setiap tiga bulan, dengan pendistribusian N2 cair setiap 2 minggu atau 1 bulan

sekali, atau saat dibutuhkan akan dipenuhi. Namun dibeberapa lokasi kegiatan IB

belum berjalan dengan baik. Hal ini terutama karena kesulitan dalam penyedian

alat dan bahan untuk IB karena letak daerah yang terisolir, atau kesdaran peternak

tentang pentingnya IB belum tumbuh.

Beberapa gangguan reproduksi yang diinformasikan petugas lapangan

adalah: Endometritis,Hypofungsi,Cistic Ovari,Repid Breeder,Nimpomania,

pendarahan hari 2 – 3 pasca IB.

Pemeriksaan Laboratorium.

Jumlah sampel uji yang diambil dan hasil pemeriksaan laboratorium dapat

dilihat pada tabel-tabel berikut ini :

Page 18: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 18

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan ELISA BVD di Regional II Tahun 2013 Propinsi

Sumatera Barat

(+) (-) SUSPECT

BVD (Ag) 24 1 23

BVD (Ab) 43 36 7 0

2 Kota Bukittinggi serum Sapi BVD (Ab) 15 0 15 0

3 Kab.Pesisir Selatan serum Sapi BVD (Ab) 26 1 25 0

BVD (Ag) 481 0 480 0

BVD (Ab) 19 0 19 0

BVD (Ab) 103 37 66 0

BVD (Ag) 505 1 503 0

608 38 569 0

HASIL PEMERIKSAANNO KAB./KOTA

JENIS

SAMPEL

JENIS

HEWAN

JENIS

ELISA

JUMLAH

JUMLAH TOTAL

1 Kab.Agam Serum Sapi

JML

Sapi4 Kab. 50 Kota serum

Propinsi Riau

(+) (-) SUSPECT

1 Kab.Pelalawan serum Sapi BVD Ag 39 0 39 0

2 Kota Dumai Serum Sapi BVD Ag 34 0 34 0

3 Kab.Bengkalis serum Sapi BVD Ag 25 0 24 0

4 Kab.Siak serum Sapi BVD Ag 36 0 36 0

5 Kab.Rohil serum Sapi BVD Ag 19 0 19 0

153 0 152 0

NO KAB./KOTAJENIS

SAMPEL

JENIS

HEWAN

JENIS

ELISAJML

HASIL PEMERIKSAAN

JUMLAH TOTAL

Propinsi Jambi

(+) (-) SUSPECT

1 Kab.Batang Hari Serum Sapi BVD Ag 15 0 15 0

2 Kab.Tebo Serum Sapi BVD (Ab) 35 18 15 2

4 Kab.Bungo serum Sapi BVD (Ab) 25 0 25 0

5 Kab.Sarolangon serum Sapi BVD (Ab) 35 0 35 0

6 Kab.Kerinci serum Sapi BVD (Ab) 8 0 8 0

BVD Ag 15 0 15 0

BVD (Ab) 103 18 83 2

18 98 2

JMLHASIL PEMERIKSAAN

NO KAB./KOTAJENIS

SAMPEL

JENIS

HEWAN

JENIS

ELISA

JUMLAH

JUMLAH TOTAL

Page 19: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 19

Tabel Hasil Pemeriksaan ELISA IBR di Regional II Tahun 2013

Propinsi Sumatera Barat

(+) (-) SUSPECT

1 Kab.Agam serum Sapi 48 37 11 0

2 Kota Bukittinggi serum Sapi 21 4 13 4

3 Kab.Pesisir Selatan serum Sapi 52 33 19 0

4 Kab.50 Kota Serum Sapi 783 406 377 0

904 480 420 4JUMLAH

NO KAB/KOTAJENIS

SAMPEL

JENIS

HEWANJML

HASIL PEMERIKSAAN

Propinsi Riau

(+) (-) SUSPECT

1 Kab.Pelalawan serum Sapi 34 16 14 4

2 Kab.Kampar serum Sapi 33 8 25 0

3 Kab.Bengkalis Serum Sapi 25 15 10 0

4 Kab.Siak Serum Sapi 38 3 32 3

5 Kab.Rohil serum Sapi 19 12 7 0

6 Kab.Indragiri Hulu serum Sapi 8 2 6 0

7 Kab.Kep Meranti serum Sapi 15 8 7 0

172 64 101 7JUMLAH

JMLHASIL PEMERIKSAAN

NO KAB/KOTAJENIS

SAMPEL

JENIS

HEWAN

Propinsi Jambi

(+) (-) SUSPECT

1 Kab.Muaro Jambi serum Sapi 25 0 25

2 Kab.Tebo Serum Sapi 35 3 31 1

3 Kab.Bungo serum Sapi 15 7 8

4 Kab.Sarolangon serum Sapi 27 3 22 2

5 Kab.Kerinci serum Sapi 6 0 6

108 13 92 3JUMLAH

NO KAB/KOTAJENIS

SAMPEL

JENIS

HEWANJML

HASIL PEMERIKSAAN

Page 20: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 20

Propinsi Kepulauan Riau

(+) (-) SUSPECT

1 Kota Batam serum Sapi 36 7 29

2 Kab.Lingga serum Sapi 28 1 27

64 8 56 0JUMLAH

JMLHASIL PEMERIKSAAN

NO KAB/KOTAJENIS

SAMPEL

JENIS

HEWAN

Tabel Hasil Pemeriksaan PCR IBR di Regional II Tahun 2013

Propinsi Sumatera Barat

JENIS JENIS

HEWAN SAMPEL Pos Neg

SUMBAR

1 Kab. Agam Sapi Swab 8 0 8

2 Kab. Padang Pj Sapi Swab 5 0 5

3 Kab. 50 Kota Sapi DA 4 0 4

Buffycoat 1 0 1

4 Kab. Solok Sapi Swab 8 0 8

5 Kota Bukittinggi Sapi Swab 15 0 15

Buffycoat 4 0 4

45 0 45JUMLAH

PCR IBR (Real Time)KAB/KOTA JUMLAHNO

Propinsi Riau

JENIS JENIS

HEWAN SAMPEL Pos Neg

RIAU

1 Kab. Rohil Sapi Swab 3 0 3

2 Kab. Bengkalis Sapi Swab 20 0 20

3 Kab. Pelalawan Sapi Swab 11 0 11

Semen 10 0 10

Buffycoat 2 0 2

4 Kab. Kampar Sapi Swab 12 0 12

5 Kab. Inhu Sapi Swab 4 0 4

6 Kab. Siak Sapi Swab 6 0 6

68 0 68

NO KAB/KOTA JUMLAHPCR IBR (Real Time)

JUMLAH

Propinsi Jambi

Page 21: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 21

JENIS JENIS

HEWAN SAMPEL Pos Neg

JAMBI

1 Kab. Tebo Sapi Swab 1 0 1

2 Kab. Batanghari Sapi Swab 1 0 1

3 Kab. Sarolangun Sapi Swab 6 0 6

4 Kab. Bungo Sapi Swab 5 0 5

5 Kab. Tanjab Timur Sapi Swab 2 0 2

15 0 15

NO KAB/KOTA JUMLAHPCR IBR (Real Time)

JUMLAH

Hasil Pemeriksaan Uji Kualitas Semen

JENIS JUMLAH HASIL UJI

HEWAN SAMPEL KUALITAS SEMEN

1 Kab. Tebo Sapi 8 Baik 8

2 Kab. Pelalawan Sapi 18 Baik 17 Kurang baik 1

3 Kab.Bungo Sapi 7 Baik 7

33

NO KAB/KOTA

Hasil Pemeriksaan Uji Elisa Neospora caninum

JENIS JUMLAH

HEWAN SAMPEL SERO (+) SERO (-)

1 Kab. Agam Sapi 43 1 42

2 Kab. Padang Pjg Sapi 56 12 44

3 Kab. Tebo Sapi 23 0 23

4 Kab. Bengkalis Sapi 14 0 14

5 Kab. Lingga Sapi 16 0 16

6 Kota Bukittinggi Sapi 13 2 11

7 Kab. Bungo Sapi 17 1 16

JUMLAH 182 16 166

KAB/KOTANOELISA NEO SPO RA

Hasil Pemeriksaan Uji Natif Trikomonas

JENIS JUMLAH

HEWAN SAMPEL POSITIF NEGATIF

1 Kab. Pesisir Selatan Sapi 17 0 17

2 Kab. 50 Kota Sapi 16 0 16

JUMLAH 33 0 33

KAB/KOTANOUJI NATIF

Page 22: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 22

Hasil Pemeriksaan Uji Kultur dan Identifikasi Jamur

JENIS JUMLAH

HEWAN SAMPEL

Asperg.

niger

Asperg.

Fum

Asperg.

flavusNegatif

1 Kab.Kampar Pakan 4 1 0 0 3

2 Kab. Solok Selatan Pakan 1 0 1 0 0

3 Kota Pekanbaru Pakan 1 0 1 0 0

JUMLAH 6 1 2 0 3

KAB/KOTANO

PEMERIKSAAN JAMUR

Hasil Pemeriksaan Uji Mineral Darah dan Protein Darah

Propinsi Sumatera Barat

JENIS JML

HEWAN SAMPEL

< N > < N > < N > < N >

Propinsi Sumbar Sapi/Kb 21 9 6 6

BV Bukittinggi Sapi 25 12 8 5 1 23 1 8 16 1

Disnak Sumbar Sapi 22 10 9 3 2 20 8 14 13 9

Sapi 378 148 120 100 9 58 300 1 214 28 92 150 125

Kerbau 2 2 1 1 2 1 1

Kab. Agam Sapi 61 20 16 25 28 9 18 4 51 6 10 34 17

Kab. Dharmasraya Sapi 30 27 1 3 15 15 11 19 12 14 4

Kab. Pdg. Pariaman Sapi 54 27 17 10 8 19 27 7 26 21 20 23 11

Kab. Pasaman barat Sapi 35 2 12 18 7 15 10 1 27 4 1 19 15

Kab. Pesisir Selatan Sapi 47 14 23 10 1 19 27 4 32 11 16 24 7

Kab. Sijunjung Sapi 30 3 8 19 1 13 16 18 12 25 5

Kerbau 1 1 1

Kab. Solok Sapi 28 11 9 8 1 2 25 22 6 12 13 3

Kab. Solok Selatan Sapi 10 1 5 4 10 4 6 4 5 1

Kab. Tanah datar Sapi 2 2 1 1 1

Kambing 12 12 1 11 7 5 6 6

Kota Bukittinggi Sapi 36 19 8 9 7 29 3 11 22 11 15 10

Kuda 1 1

Kota Solok Sapi 31 20 7 4 3 8 1 14 1 0 8 3

826 337 253 224 56 165 517 22 470 157 193 367 211

KAB/KOTA

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Calsium Phosphor Magnesium Total Protein

Jumlah

Propinsi Kepulauan Riau

JENIS JML

HEWAN SAMPEL

< N > < N > < N > < N >

Kab. Bintan Sapi 20 5 5 10 6 14 11 9 7 13

Kab. Lingga Sapi 30 5 4 21 12 18 1 27 2 2 10 18

Kab. Natuna Sapi 30 12 13 5 8 22 5 25 6 20 4

Kota Batam Sapi 52 18 25 9 0 4 12 2 3 11 9 38 5

Kota Tanjung Pinang Sapi 25 23 2 5 20 14 11 9 14 2

157 63 49 45 0 35 86 8 80 33 33 95 29Jumlah

KAB/KOTA

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Calsium Phosphor Magnesium Total Protein

Page 23: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 23

Propinsi Jambi

JENIS JML

HEWAN SAMPEL

< N > < N > < N > < N >

Disnak Prop. Jambi Gajah 2 1 1 1 1 2 1 1

Harimau 1 1 1 1 1

Kab. Bungo Sapi 35 6 18 11 1 20 14 25 10 9 18 8

Kab. Batang Hari Sapi 40 11 16 13 1 17 22 2 33 5 9 24 7

Kab. Kerinci Sapi 6 4 2 2 4 6 4 2

Kab. Merangin Kerbau 6 4 2 4 2 3 3 3 3

Sapi 26 8 9 9 3 23 24 2 18 8

Kab. Muara Jambi Sapi 10 5 3 2 2 8 9 1 5 5

Babi 6 1 3 2 6 1 5 6

Kab. Sarolangun Sapi 20 6 9 5 6 13 1 2 16 2 5 6 9

Kab. Tanjab Barat Sapi 16 3 7 6 4 8 4 12 4 2 10 4

Kab. Tanjab Timur Sapi 21 6 7 8 8 13 11 10 4 6 11

Kab. Tebo Sapi 30 20 4 6 1 10 19 16 14 3 26 1

Kota Jambi Sapi 30 7 11 12 9 13 8 3 17 10 8 7 15

249 78 94 77 22 102 125 7 176 66 68 117 64

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Calsium Phosphor Magnesium Total ProteinKAB/KOTA

Jumlah

Propinsi Kepulauan Riau

JENIS JML

HEWAN SAMPEL

< N > < N > < N > < N >

Kab. Bengkalis Sapi 20 7 9 4 5 15 3 10 7 3 14 3

Babi 19 5 14 19 3 16 6 9 4

Kab. Indragiri Hilir Sapi 10 5 3 2

Kab. Indragiri Hulu Sapi 21 2 8 11 1 11 9

Kab. Kampar Sapi 33 18 6 9 1 14 18 5 25 3

Kab. Kuantan SingingiSapi 30 19 7 4 9 21 18 12 1 17 12

Kab. Pelalawan Sapi 30 2 17 11 7 18 5 18 12 9 17 4

Kab. Rokan Hilir Sapi 25 16 3 6 11 14 9 16 5 25

Kab. Siak Sapi 81 40 27 14 6 101 46 2 53 28 31 29 19

Kota Dumai Sapi 75 45 21 9 2 27 46 3 52 20 20 42 13

Kota Pekanbaru Sapi 25 16 7 2 13 12 5 7 13 9 12 4

Pekanbaru Sapi 5 3 1 1 5 4 1 1 3 1

374 173 114 87 35 198 182 13 174 125 91 204 72

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Calsium Phosphor Magnesium Total ProteinKAB/KOTA

Jumlah

2. PEMBAHASAN

BVD (Bovine Virus Diarrhea) adalah penyakit infeksius pada sapi yang

disebabkan oleh virus dan secara klinis terlihat adanya stomatitis erosif akut,

gastroenteritis dan diarhea. Penyakit ini bisa berdampak terhadap masalah

reproduksi. Dan sapi merupakan spesies yang rentan terhadap penyakit ini. Akibat

Page 24: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 24

yang ditimbulkan oleh penyakit ini yang paling menyolok adalah diare yang

profuse dan berair, berbau busuk berisi mukus darah. Sedangkan akibat yang

ditimbulkan yang berkaitan dengan masalah reproduksi adalah pada sapi bunting

dapat mengalami keguguran akibat infeksi, biasanya setelah fase akut lewat,

bahkan bisa sampai 3 bulan setelah kesembuhan. Penyakit ini lebih umum terjadi

pada sapi potong dibanding sapi perah. Jika terjadi wabah morbiditas mencapai

25% dan kematian dapat mencapai 90 – 100 % dari hewan yang sakit. Bila

penyakit ini memasuki suatu peternakan maka biasanya bersifat sporadik. Pada

peternakan penggemukan biasanya terjadi out break beberapa hari setelah sapi

datang. Cara penularan secara kontak langsung maupun tidak langsung. Yang

utama penyebaran melalui makanan yang tercemar feses, urine atau leleran

hidung. Dan manusia juga menjadi faktor penting sebagai penyebar antar

peternakan. Bila penyakit sudah masuk pada suatu peternakan, kasus baru yang

terjadi bersifat sporadik. Gejala klinis yang tampak bisa bersifat akut, sub akut

atau kronis. Penyakit BVD yang bersifat akut ini terjadi pada sapi umur kurang

dari 6 bulan atau sapi umur lebih dari 2 tahun. Pada kasus yang kronis terlihat

kadang-kadang diarhea, kekurusan yang berlangsung cepat, bulu terlihat kasar dan

kering, kembung kronis, kelainan teracak dan erosi kronis pada rongga mulut dan

pada kulit.

Penyakit BVD di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi merupakan

penyakit yang telah ada dan telah terdeteksi pada sapi terutama melalui uji

serologis. Pengujian BVD secara serologis telah dilakukan secara rutin di

Laboratorium Balai Veteriner Bukittinggi dengan metode Elisa BVD. Dari

pemeriksaan yang dilakukan pada tahun 2013 dapat dijelaskan bahwa penyakit

BVD ini secara serologis dijumpai di Propinsi Sumatera Barat. Dari 103 sampel

yang diperiksa dengan Elisa BVD (Ab) didapat 37 sampel seropositif (35.92%).

Namun pada pemeriksaan Elisa BVD (Ag) dari 505 sampel yang diperiksa hanya

ada 1 sampel yang positif (0.1%). Hasil yang diperoleh ini menunjukkan adanya

ketahanan yang memadai pada tubuh sapi-sapi di Propinsi Sumatera Barat

terhadap Penyakit BVD. Adanya seropositif antibodi terhadap BVD perlu

mengindikasikan adanya infeksi BVD pada sapi-sapi tersebut namun bisa

diproteksi oleh tubuh sapi-sapi tersebut. Bisa juga seropositif ini merupakan hasil

Page 25: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 25

dari vaksinasi BVD yang mungkin dilakukan. Namun adanya hasil positif antigen

BVD memberi peringatan kepada kita bahwa kehadiran virus BVD di wilayah

Sumatera Barat memang sesuatu yang harus dihadapi dan dicegah kemungkinan

menimbulkan outbreak pada sapi-sapi yang dipelihara di wilayah ini.

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan sampel yang berasal dari Propinsi

Riau, semua sampel diuji dengan Elisa BVD (Antigen). Sebanyak 153 sampel

yang diperiksa semuanya memberikan hasil negatif antigen BVD. Hasil ini cukup

menggembirakan karena secara laboratorium virus BVD sama sekali tidak

ditemukan pada semua sampel dari propinsi Riau yang diperiksa. Dari hasil ini

bisa disimpulkan untuk sementara waktu wilayah di Propinsi Riau aman dari

kemungkinan outbreak BVD, dengan catatan pengawasan dan pencegahan

penularan dari sapi yang masuk dari luar daerah perlu diperketat. Dan untuk

melihat reaksi antibodi tubuh sapi terhadap BVD perlu juga dilakukan pengujian

Elisa BVD (antibodi).

Sampel yang berasal dari Propinsi Jambi sebanyak 15 sampel untuk

pemeriksaan Elisa Antigen BVD dan 103 sampel untuk pemeriksaan Elisa

antibodi BVD. Pada pemeriksaan Elisa antigen BVD sebanyak 15 sampel

semuanya negatif. Sedangkan pada pemeriksaan antibodi BVD dari 103 sampel

yang diperiksa sebanyak 83 sampel seropositif (80.53%) dan 2 sampel suspect

(1.9%). Hasil ini perlu ditelususri lebih lanjut tentang kemungkinan pelaksanaan

vaksinasi BVD pada sapi-sapi tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan hasil

seropositif tersebut memang berasal dari adanya paparan virus BVD secara alami.

Dan angka yang diperoleh sebanyak 80,53% merupakan angka yang menunjukkan

keberhasilan vaksinasi jika memang dilakukan vaksinasi BVD. Jika ternyata tidak

dilakukan vaksinasi BVD angka ini menggambarkan tingginya paparan virus

BVD di alam namun tubuh sapi mampu memproteksi dengan baik.

Ada beberapa metode untuk mendiagnosa BVD ini diantaranya Isolasi

Virus, yang kemudian virus diidentifikasi dengan FAT. Untuk kawanan ternak

dapat juga dilakukan dengan paired serum samples dan Complement Fixation

Test. Dan diagnosa yang lebih akurat dengan menggunakan metode PCR pernah

dilakukan di Laboratorium Balai Veteriner Bukittinggi. Namun pada tahun ini

metode PCR untuk BVD tidak dilakukan.

Page 26: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 26

Dijumpainya penyakit BVD baik melalui uji Elisa antibodi maupun antigen

patut diperhatikan, mengingat bila penyakit ini sampai out break angka

kematiannya bisa mencapai 90-100%. Untuk itu perlu diambil langkah-langkah

menjaga kebersihan lingkungan dan alat-alat kandang. Kelompok sapi yang sakit

diisolasi dan dilarang dipindahkan ke sapi-sapi yang sehat. Waspadai juga

kemungkinan memasukkan sapi dari negara-negara yang belum bebas BVD.

Untuk daerah yang belum pernah ditemukan kasus BVD bila ada yang dinyatakan

positif BVD harus segera di-stamping out. Jika karena sesuatu hal penyakit

tersebut telah menjadi berkembang, tindakan pemberantasan terutama dilakukan

terhadap penderita klinis.

Penyakit IBR (Infectious Bovine Rhinotracheitis) dapat menimbulkan

infeksi sekunder berupa broncho pneumonia, keguguran dan kematian pada anak

sapi. Mortalitas penyakit rendah dan morbiditas tinggi. Sapi yang sembuh dari

infeksi alami menjadi kebal dalam waktu yang lama. Kekebalan secara pasif yang

diperoleh pedet dari kolostrum dapat menimbulkan kekebalan kurang lebih empat

bulan. Penularannya bisa secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal dapat

melalui infeksi intra uterina, sedangkan horizontal dapat melalui inhalasi cairan

hidung yang mengandung virus dan melalui semen. Penyakit ini dapat

menimbulkan kerugian ekonomi cukup berarti. Kerugian terutama akibat adanya

infeksi sekunder yang dapat menyebabkan pneumonia, keguguran dan kematian

pada anak sapi.

Diagnosa laboratorium dapat dilakukan secara histopatologi dan virologi.

Pemeriksaan adanya virus dapat dilakukan secara isolasi dari usapan vagina atau

trachea. Bisa juga dari organ saluran pernafasan dan reproduksi yang diinokulasi

pada biakan sel/sel MDBK, kemudian dilihat adanya kerusakan sel/CPE

(Cytopatogenic Effect) identifikasi virus dilakukan secara FAT.

Pemeriksaan adanya zat kebal dilakukan terhadap serum secara neutralisasi

tes, dengan menggunakan biakan sel, AGDT (Agar Gell Diffusion Test), CFT

(Complement Fixation Test). Dapat pula menggunakan metode ELISA (Enzim

Lynked Immunosorbance Assay) dan yang lebih akurat lagi adalah dengan metode

PCR.

Page 27: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 27

Meskipun bahan yang digunakan berupa kit Elisa cukup mahal, pengujian

dengan metode ini bisa lebih cepat dan mudah dilakukan dan bisa memberikan

gambaran adanya antibodi maupun antigen IBR pada sapi yang diambil

sampelnya. Banyaknya penyakit yang menunjukkan gejala klinis yang mirip

(differensial diagnosa) dengan penyakit IBR ini menjadi alasan perlunya

pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa penyakit ini. Beberapa penyakit

yang merupakan diagnosa banding (differnsial diagnosa) dari penyakit IBR ini

antara lain: Pasteurollosis, Bovine Viral Diarrhea (BVD), Diphteria, Shipping

Fever, Rhinitis karena alergi, dan Malignan Catarrhal Fever (MCF). Untuk lebih

memberikan kecepatan dan ketepatan diagnosa IBR, Balai Veteriner Bukittinggi

juga melakukan pendiagnosaan IBR dengan metode PCR.

Pada tahun 2013 telah dilakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan

serum dengan metode ELISA IBR dan pemeriksaan secara PCR. Untuk wilayah

propinsi Sumatera Barat serum yang diperiksa sebanyak 904 sampel dan sebanyak

480 sampel seropositif (53,10%). Untuk Propinsi Riau sebanyak 64 dari 172

sampel serum yang diperiksa seropositif (37.21%). Sedangkan Propinsi Jambi 13

sampel dari 108 sampel serum yang diperiksa seropositif (12,04%). Dan di

Propinsi Kepulauan Riau 8 sampel dari 64 sampel yang diperiksa seropositif

(12,5%). Dari hasil ini diketahui bahwa seropositif IBR yang tertinggi

prosentasenya adalah Propinsi Sumatera Barat. Dan secara keseluruhan letak

lokasi semakin jauh dari Propinsi Sumatera Barat, prosentase seropositifnya

semakin rendah. Propinsi Sumatera Barat merupakan propinsi dengan seropositif

IBR tertinggi mengingat kasus awal terdeteksinya IBR pada sapi pertama kali

pada BPTU Padang Mangatas, Sumatera Barat yang merupakan balai penghasil

bibit sapi yang disebar terutama di wilayah terdekat dengan lokasi pembibitannya.

Adanya program penyebaran bibit sapi ke masyarakat dari sapi yang berasal dari

BPTU Padang Mangatas bisa sangat menjelaskan tingginya hasil seropositif IBR

di propinsi Sumatera Barat. Cara penularan secara vertikal yaitu melalui intra

uterine menjadi dasar dari penyebaran penyakit ini terutama di propinsi Sumatera

Barat. Pedet-pedet hasil dari program penyebaran sapi kepada masyarakat di

sekitar lokasi pembibitan menjadi pembawa tersebarnya virus IBR. Ditambah lagi

penyebaran horizontal melalui inhalasi cairan hidung yang mengandung virus dan

Page 28: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 28

melalui semen memungkinkan penyebaran terutama di daerah yang terdekat dari

lokasi sumber pertama kali penyakit ini ditemukan. Dari penjelasan ini maka hasil

pengujian cukup menjelaskan fenomena penyebaran ini.

Untuk menangkap virus IBR pada lokasi di keempat propinsi tersebut,

dilakukan pengujian terhadap swab hidung, darah antikoagulan dan buffycoat

dengan metode PCR. Sebanyak 128 sampel telah berhasil dikumpulkan dan

dilakukan pengujian dengan metode PCR IBR. Dan hasilnya pada masing-masing

propinsi adalah Propinsi Sumatera Barat sebanyak 45 sampel semuanya negatif,

Propinsi Riau sebanyak 68 sampel semuanya negatif, dan Propinsi Jambi

sebanyak 15 sampel semuanya negatif. Total telah dilakukan pengujian PCR IBR

terhadap sampel-sampel yang diambil dari keempat propinsi di wilayah kerja

Balai Veteriner Bukittinggi sebanyak 128 sampel semuanya negatif. Hasil ini

mengindikasikan bahwa di keempat propinsi tersebut tidak ditemukan adanya

virus IBR.

Hasil pemeriksaan PCR IBR pada tahun 2013 ini tidak ada yang

menunjukkan hasil positif IBR. Dari 128 sampel yang terdiri dari swab, darah

antikoagulan, buffycoat dan sperma yang diuji semuanya Negatif IBR. Hasil ini

menunjukkan tingkat protektifitas dan efektyifitas antibodi sapi dalam menangkap

virus IBR. Dengan tertangkapnya virus IBR oleh antibodi maka sulit menangkap

antigen IBR secara bebas.

Hasil pemeriksaan Neosporosis dengan metode Elisa yang dilakukan pada

sampel serum darah yang diperoleh pada tahun 2013 menunjukkan adanya

seropositif Neospora. Secara umum untuk sampel yang diperoleh dari propinis

Sumatera Barat, sampel diambil dari Kabupaten Agam, Kab. Padang Panjang dan

Kota Bukittinggi masing-masing 37 sampel, 56 sampel dan 13 sampel. Jumlah

totalnya sebanyak 106 sampel, dan dari jumlah tersebut sebanyak 15 sampel

seropositif Neospora caninum (14.15%). Angka ini cukup tinggi untuk

menggambarkan adanya paparan Neopsora caninum di propinsi Sumatera Barat.

Dari seluruh propinsi yang diambil sampelnya untuk pemeriksaan Neospora ini,

propinsi Sumatera Barat merupakan proponsi tertinggi prosentase seropositifnya.

Sedangkan dari Propinsi lainnya yang terdapat sampel seropositif adalah sampel

dari Kota Muaro Bungo yaitu terdapat 1 sampel seropositif dari 17 sampel yang

Page 29: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 29

diuji (5.88%). Dalam propinsi Sumatera Barat ini dari beberapa kabupaten yang

diambil sampelnya, Kota Padang Panjang menempati urutan yang paling tinggi

seropositif Neospora-nya, yaitu 12 dari 44 sampel yang diperiksa (27,27%).

Sedangkan dari kota Bukittinggi sebanyak 2 dari 11 sampel yang diperiksa

(18.18%) dan Kab. Agam sebanyak 1 dari 37 sampel yang diperiksa (2,7%).

Pengambilan sampel untuk uji Neopsorosis pada propinsi Sumatera Barat ini

terutama dilakukan pada sapi perah ataupun jenis sapi Eropa. Seperti tahun-tahun

sebelumnya dari Kota Padang Panjang merupakan prosentase tertinggi seropositif

Neosporanya.

Pemeriksaan semen perlu untuk menentukan kualitas semen. Namun karena

pemeriksaan yang dilakukan bukan terhadap semen yang berasal langsung dari

ternak, maka pemeriksaan ini sebenarnya bukan merupakan pemeriksaan

kesuburan ternak. Meski demikian, hasil pemeriksaan ini bisa turut memberikan

kontribusi dalam menilai kesuburan ternak. Sebagai misal, apabila dari segi

pemeriksaan semen yang digunakan adalah dalam kualitas baik, ternyata ternak

betina tidak juga bunting, maka perlu adanya koreksi terhadap masalah kesuburan

betina tersebut.

Penilaian semen untuk mengetahui kualitas semen adalah dengan

pemeriksaan motilitas (pergerakan) dan pemeriksaan hidup-mati sperma. Dari

pemeriksaan yang pernah dilakukan di tahun 2013 diperoleh hasil: dari 33 sampel

straw yang diperiksa terdapat 32 straw yang pergerakannya bagus (96.97%). Dari

hasil ini menggambarkan bahwa semua straw yang diperiksa dalam keadaan baik.

Pergerakan yang baik adalah pergerakan yang progresif, yaitu gerakan maju

ke depan. Gerakan progresif ini yang lebih menjamin sperma mencapai ovum

untuk dibuahi. Sedangkan gerakan-gerakan lainnya, seperti oscilatoris (gerakan

berayun berputar), vibratoris (berayun maju mundur), gerakan circuler

(melingkar), gerakan Reverse (mundur) dan N (tak ada gerakan), ini semua

merupakan gerakan sperma yang kurang baik. Jadi bila sperma mengandung

sedikit yang gerakannya progessif berarti sperma tersebut kualitasnya kurang

baik. Apalagi bila sperma yang hidup kurang dari (40%). Ini merupakan ciri

sperma yang kurang berkualitas. Pada pemeriksaan kualitas semen pada tahun

2013 ini hasil yang didapat hanya ada dua kategori, yaitu straw berisi sperma yang

Page 30: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 30

hidup dan gerakannya bagus. Hasil ini bisa berkaitan dengan beberapa faktor,

antara lain kondisi kontainer, jarak tempuh antara lokasi pengambilan sampel

dengan tempat pengujian yang jauh dan kondisi jalannya tak bagus, atau handling

atau penanganan straw yang masih perlu ditingkatkan lagi saat pengambilan dari

pos IB, saat diperjalanan atau saat pengujian. Dengan diperolehnya hasi yang baik

ini maka faktor-faktor tersebut terpenuhi dengan baik.

Pengujian Trichomoniasis dilakukan terhadap sapi-sapi yang akan masuk ke

BPTU. Adanya program pembibitan sapi lokal di BPTU Padang Mangatas maka

dilakukan penyeleksian sapi-sapi lokal yang berasal dari daerah setempat. Sapi-

sapi yang diseleksi untuk bibit tersebut berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan

sebanyak 17 sapi dan Kabupaten 50 Kota sebanyak 16 sapi. Terhadap sapi-sapi ini

dilakukan uji Natif Tricohomonas dari air basuhan vagina atau preputium. Dari

seluruh sampel yang diuji semuanya Negatif Trichomoiasis. Sampai saat ini

belum pernah ditemukan adanya Trichomoniasis di wilayah kerja Balai Veteriner

Bukittinggi. Untuk sementara wilayah ini masih aman dari penyakit penyebab

gangguan Reproduksi yaitu Trichomoniasis.

Untuk mengetahui kemungkinan penyakit gangguan reproduksi yang

disebabkan oleh jamur maka dilakukanlah pengambilan sampel pakan untuk

dilakukan pemeriksaan kultur terhadap Aspergillus fumigatus. Sampel pakan

diambil dari beberapa peternakan sapi di wilayah kerja Balai Veterinerr

Bukittinggi. Sampel yang dilakukan pemeriksaan berasal dari propinsi Sumatera

Barat dan Riau. Dari seluruhnya 6 sampel yang berhasil terkumpel dilakukan

pemeriksaan kultur dan hasilnya 2 sampel ditemukan adanya Aspergillus

fumigatus, dan 1 sampel ditemukan Aspergillus niger dan 3 sampel tidak tumbuh

jamur.. Dari hasil ini memberikan gambaran perlunya kewaspadaan kemungkinan

adanya gangguan reproduksi yang disebabkan oleh jamur. Aspergillosis, yang

disebabkan oleh Aspergillus fumigatus, merupakan salah satu penyebab terjadinya

gangguan reproduksi. Maka dari itu pemberian pakan yang sehat perlu lebih

diperhatikan lagi. Penanganan pakan selama penyimpanan juga harus menjadi

perhatian yang serius.

Hasil pemeriksaan laboratorium mineral darah ditemukan 652 sampel dari

1610 sampel yang diperiksa (40.50%) kadar Kalsium darahnya di bawah normal,

Page 31: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 31

Kadar pospor dibawah normal sebanyak 1113 sampel (7,01%), kadar magnesium

dibawah normal sebanyak 50 sampel (3,1%). Kekurangan unsur mineral Ca, P dan

magnesium pada ternak sebagai mineral utama menyebabkan gangguan

reproduksi. Kekurangan pospor pada hewan muda menyebabkan keterlamabatan

dewasa kelamin, pada hewan dewasa menyebabkan anestrus, birahi tidak teratur

dan sulit mengalami kebuntingan. Perbandingan Ca dan P tidak normal akan

menurunkan kesuburan ternak. Rendahnya kadar Mg menyebakan kematian pedet

setelah dilahirkan.

Mineral jarang (trace element) mempunyai peranan penting dalam proses

reproduksi, baik pada hewan betina maupun jantan. Minera-mineral tersebut

adalah Phospor (P), Calcium (Ca), dan unsur unsur jarang seperti Yodium (Y),

Selenium (Se), Ferrum (Fe), Cuprum (Cu), Cobalt (Co), Mangan (Mn) dan

Magnesium (Mg). Semua bahan mineral ini bila kekurangan dalam tubuh hewan

akan diikuti timbulnya gangguan reproduksi, khususnya pada hewan betina, dan

sering diakhiri dengan kemajiran.

Page 32: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 32

BAB IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN

Dari pengamatan lapangan dan hasil pemeriksaan laboratorium dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Propinsi Sumatera Barat, sebanyak 37 sampel serum darah sapi dari

103 sampel yang diperiksa diperoleh hasil seropositif BVD(Ab)

(35,92%). Sedangkan pada pemriksaan PCR BVD(Ag) 1 sampel dari 505

sampel yang diperiksa positif.

Propinsi Riau, sebanyak 163 sampel serum darah sapi yang diperiksa

dengan Elisa BVD (Ag) semuanya negatif.

Propinsi Jambi sebanyak 15 sampel untuk pemeriksaan Elisa BVD(Ag)

semuanya negatif dan 103 sampel untuk pemeriksaan Elisa BVD(Ab)

sebanyak 83 sampel seropositif (80.53%) dan 2 sampel suspect (1.9%).

2. Propinsi Sumatera Barat serum yang diperiksa Elisa IBR sebanyak 904

sampel dan sebanyak 480 sampel seropositif (53,10%).

Propinsi Riau sebanyak 64 dari 172 sampel serum yang diperiksa Elisa

IBR seropositif (37.21%).

Propinsi Jambi 13 sampel dari 108 sampel serum yang diperiksa Elisa

IBR seropositif (12,04%).

Propinsi Kepulauan Riau 8 sampel dari 64 sampel yang diperiksa Elisa

IBR seropositif (12,5%).

3. Dan pada pengujian PCR IBR tidak ditemukan positif IBR.

4. Jumlah totalnya sebanyak 106 sampel, dan dari jumlah tersebut sebanyak

15 sampel seropositif Neospora caninum (14.15%).

5. Propinsi Sumatera Barat sebanyak 15 sampel serum darah dari 106

serum darah sapi dan kerbau yang diperiksa seropositif Neospora

caninum (7,06%).

Propinsi Riau sebanyak4 sampel semuanya negatif (0 %)

Propinsi Jambi terdapat 1 sampel seropositif dari 17 sampel yang diuji

(5.88%)

Page 33: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 33

6. Pemeriksaan straw lapangan ditemukan sebanyak 32 dari 33 straw yang

diperiksa kualiatsnya baik (96.97%).

7. Pemeriksaan Trichomonas sebanyak 33 sampel semua negatif (0%).

8. Pemeriksaan pakan sapi sebanyak 6 sampel, 4 sampel positif Aspergillus

niger 1 sampel, Aspergillus fumigatus 2 sampel dan Aspergillus flavus 0

sampel.

9. Mineral darah ditemukan 652 sampel dari 1610 sampel yang diperiksa

(40.50%) Hypocalcemial, sebanyak 1113 sampel (7,01%)

Hypophosporemia, dan sebanyak 50 sampel (3,1%) Hypomagnesemia.

4.2. SARAN

1. Awasi lalulintas ternak

2. Perlu pemeriksaan lebih lanjut terhadap penyakit-penyakit yang dapat

menyebabkan gangguan reproduksi.

3. Penerapan jalur dingin yang optimal pada penanganan straw untuk

mendapatkan angka konsepsi lebih tinggi

4. Perlunya menjaga kualitas pakan sapi pada saat penyimpanan maupun

pemberiannya.

5. Perlu mendapat perhatian pemberian pakan tambahan mineral dan

pengendalian parasit pada ternak secara rutin.

6. Untuk penanganan gangguan reproduksi pada hewan betina di

lapangan, dengan menyiapkan tenaga ahli reproduksi dan sarana yang

dibutuhkan.

Page 34: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 34

DAFTAR PUSTAKA

Hazumi, T., dkk. 2001. Fisiologi dan Gangguan Reproduksi. Japan International

Cooperation Agency- Indonesia. Singosari.

Hazumi, T., dkk. 2002. Reproduksi Klinik. Japan International Cooperation

Agency- Indonesia. Singosari.

Hardjopranjoto, S, 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University

Press. Surabaya.

Ratnawati.d., dkk., 2007, Petunjuk Teknis Peanganan Gangguan Reproduksi pada

Sapi Potong, PUSLITBANGNAK, Pasuruan.

Ressang,A.A., 1988. Penyakit Viral Pada Hewan. Penerbit Universitas Indonesia

(UI-Press). Jakarta

Riady.m., 2006., Implementasi Program Menuju Swasembada Daging 2010

Strategi dan Kendala, Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner, PUSLITBANGNAK.

Schnurrenberger.P.R., et al., 1991, Ikhtisar Zoonosis, Penerbit ITB Bandung.

Subronto, 1993. Ilmu Penyakit Ternak I. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta.

Toelihere. MR, 1985. Insiminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung

Page 35: LAPORAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT · PDF filejuga memperbesar pengaruh negatif dari lingkungan. ... Pengendaliannya yaitu dengan cara IB dengan semen sehat, ... (pustula dan

Laporan Kegiatan Penanggulangan Penyakit Reproduksi pada Sapi Potong Tahun 2013 35