Laporan Kasus.docx

52
BAB I PENDAHULUAN Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi. 1,2,3 Sirosis hepar merupakan penyebab tertinggi untuk mortalitas dan morbidits, mortalitas sirosis di Amerika diperkirakan 9,5/100.000 penduduk, untuk insidensi di Amerika diperkirakan 26.000 per 120.000 kasus ( 7000 di bawah usia 45 tahun). Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. 1,2,4 Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 1

description

laporan kasus, laporan kasus, laporan kasus, laporan kasus, laporan kasus, laporan kasus, laporan kasus

Transcript of Laporan Kasus.docx

BAB IPENDAHULUAN

Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi.1,2,3Sirosis hepar merupakan penyebab tertinggi untuk mortalitas dan morbidits, mortalitas sirosis di Amerika diperkirakan 9,5/100.000 penduduk, untuk insidensi di Amerika diperkirakan 26.000 per 120.000 kasus ( 7000 di bawah usia 45 tahun). Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga.1,2,4Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.1Penyakit ini mempunyai periode laten yang panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen, hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium lanjut, asites, ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang dapat berakhir dengan koma hepatik, menjadi menonjol. Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas.4,5Asites merupakan komplikasi utama dari sirosis, terjadi pada 50% pasien yang di ikuti selama lebih dari 10 tahun. Perkembangan asites penting dalam perjalanan alamiah sirosis karena dikaitkan dengan mortalitas 50% lebih dari dua tahun dan menandakan kebutuhan untuk mempertimbangkan transplantasi hati sebagai terapi pilihan. Sebagian besar (75%) dari pasien yang hadir dengan asites yang mendasarinya adalah sirosis, dengan sisanya karena keganasan (10%), gagal jantung (3%), TBC (2%), pankreatitis (1%), dan penyebab langka lainnya.1,3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi HatiHepar (hati) merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura tranversus. Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah.6Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.6Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu: facies diaphragmatika dan facies visceralis (inferior). Facies diaphragmatika adalah sisi hepar yang menempel di permukaan bawah diaphragma, facies ini berbentuk konveks. Facies diaphragmatika dibagi menjadi facies anterior, superior, posterior dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak jelas, kecuali di mana margo inferior yang tajam terbentuk.6Facies viseralis adalah permukaan hepar yang menghadap ke inferior, berupa struktur-struktur yang tersusun membentuk huruf H. Pada bagian tengahnya terletak porta hepatis (hilus hepar). Sebelah kanannya terdapat vena kava inferior dan vesika fellea. Sebelah kiri porta hepatis terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum venosum dan ligamentum teres. Di bagian vena kava terdapat area nuda yang berbentuk segitiga dengan vena kava sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh ligamen koronarius bagian atas dan bawah. Struktur yang ada pada permukaan viseral adalah porta hepatis, omentum minus yang berlanjut hingga fissura ligamen venosum, impresio ginjal kanan dan glandula supra renal, bagian kedua duodenum, fleksura kolli dekstra, vesika fellea, lobus kuadratus, fissura ligamentum teres dan impresio gaster. Facies viseralis ini banyak bersinggungan dengan organ intestinal lainnya sehingga infeksi dari organ-organ intestinal tersebut dapat menjalar ke hepar.6

Gambar 1. Anatomi Hati

Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta, dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.6Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara lobulus-lobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta. Peningkatan tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi gangguan hati dengan akibat serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana darah portal berasal. Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik.6Hati dipersarafi oleh nervus simpatikus dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh darah pada ligamnteum hepatogastrika dan masuk porta hepatis. Nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri kurvatura minor gaster dalam omentum.6

2.2 Fisiologi HatiHati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati adalah pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu, sisanya (10%) adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu. Empedu yang dihasilkan ini sangat berguna bagi percernaan terutama untuk menetralisir racun terutama obat-obatan dan bahan bernitrogen seperti amonia. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada sebagian besar kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau sakit, akan diganti dengan jaringan hati yang baru.7

Tabel 2.1 Fungsi HatiFungsiKeterangan

Pembentukan dan ekskresi empeduGaram empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak di usus.

Metabolisme garam empedu

Metabolisme pigmen empeduBilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua; proses konjugasinya.

Metabolisme karbohidratHati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen.

Glikogenesis

Glikogenolisis

Glukoneogenesis

Metabolisme proteinProtein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta dan globulin ( globulin tidak).Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX, dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.

Sintesis protein

Pembentukan ureaUrea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja bakteri usus terhadap asam amino.

Penyimpanan protein (asam amino)

Metabolisme lemakHidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol.

Ketogenesis

Sintesis kolesterolHati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol, sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam kolat.

Penyimpana lemak

Penyimpanan vitamin dan mineralVitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.

Metabolisme steroidHati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron, glukokortikoid, estrogen, dan testosteron.

DetoksifikasiHati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat tidak berbahaya yang kemudian dieksresi oleh ginjal (misalnya obat-obatan)

Ruang penampung dan fungsi penyaringSinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.

3.1 Sirosis Hati3.1.1 DefinisiSirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoselular. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal.2,3

3.1.2 EpidemiologiPenderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.

3.1.3 EtiologiDi negara barat, penyebab sirosis yang utama adalah alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, disebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia diduga frekuensinya sangat kecil walaupun belum terdapat data yang menunjukkan hal tersebut.2,3

3.1.4 PatofisiologiGambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dna lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. 5,8Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peranan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembenrukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan digantikan oleh jaringan ikat.1

3.1.5 Klasifikasi Sirosis HeparBerdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :1. Mikronodular Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.2. MakronodularSirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular) Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.Klasifikasi sirosis hati menurut Child Pugh :

3.1.6 Manifestasi KlinisStadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis) sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rtin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi.

Gambar 2. Manifestasi Klinis Sirosis Hepar

Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau spider telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil. Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

Tabel 2. Manifestasi Klinis Sirosis Hepar

3.1.7 Diagnosisa. Anamnesisbikin ye bro..

b. Pemeriksaan Fisik

c. Pemeriksaan PenunjangAdanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali fosfatase, gamma glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengeyampingkan adanya sirosis. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis billier primer. Gama-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan eksresi air bebas. Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme. Prothrombin time mencerminkan derajat atau tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang.Yg USG belom broo

3.1.8 KomplikasiMorbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Ascites merupakan komplikasi utama dari sirosis. Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya ascites pada penderita Sirosis Hepatis, yaitu : Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites. Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada. Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun.Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan. 9

Selain ascites, manifestasi dari hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan berbagai cara. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk mengeluarkan atau menghilangkan sel darah merah, sel darah putih, dan platelet yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, aliran darah dari limpa terhalang, akibatnya limpa terjadi aliran balik dari vena lienalis akhirnya limpa membengkak atau splenomegali.Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal

3.1.9 Tatalaksanaa. Penatalaksanaan sirosis kompensata Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.1Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.1,3 Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penlitian. 1b. Penatalaksanaan sirosis dekompensata 1. Ascites: Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. 12. Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. 13. Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat -blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. 4. Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaka.sim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. 5. Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahuluTAMBAHIN bro, klo kurang

Paracentesis Abdominalis

BAB IIIPENYAJIAN KASUS

A. IDENTITASNama: Tn. SJenis kelamin: Laki-lakiUsia: 61 tahunAlamat: Pangguh RT 002/RW 013Agama: KatolikSuku: DayakPekerjaan: PetaniNo RM: 907418Masuk tanggal: 31 Maret 2014

B. ANAMNESISAnamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan istri pasien pada tanggal 12 April 2014

Keluhan Utama:Perut membesar sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang : 5 bulan pasien mengeluh perut yang semakin membesar, perut membesar secara perlahan pada seluruh bagian perut. Perutnya dirasakan semakin hari semakin membesar dan bertambah tegang. Keluhan disertai dengan rasa sulit untuk bernapas. Nyeri dada kiri disangkal, keringat dingin disangkal. Selain itu, pasien juga mengeluh kedua kaki bengkak, jika ditekan dengan jari, terdapat cekungan pada kulit yang membutuhkan waktu yang lama untuk pulih. Menurutnya, perut membesar terlebih dahulu, kemudian setelah kurang lebih 2 minggu kemudia kedua kakinya membengkak. keluhan kaki bengkak ini tidak disertai rasa nyeri dan kemerahan, dan tidak dapat hilang. Pasien juga mengeluh BAK berwarna kuning tua seperti air teh, riwayat kencing berdarah disangkal, nyeri saat BAK disangkal. BAB seperti dempul disangkal, BAB tidak teratur, kadang 3x seminggu, BAB berwarna kuning kecokelatan, riwayat BAB hitam disangkal. 1,5 bulan pasien dibawa oleh keluarga berobat ke mantri dan diberikan obat, namun pasien tidak tahu jenis dan kandungan obat tersebut. Namun keluhan tidak juga membaik. Pasien juga berobat ke orang pintar, dan disarankan untuk melumuri perut serta kaki dengan kunyit agar bengkak pada perut dan kaki kempes. pasien merasakan keluhannya tidak juga membaik bahkan menurut pasien perutnya semakin membesar dan kakinya tambah bengkak sehingga membuat pasien semakin susah berjalan dan tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. 1 bulan pasien mengeluhkan nyeri ulu hati, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar. Nyeri timbul saat pasien tidak makan. Keluhan disertai dengan mual dan muntah. Muntah berisi air yang bercampur dengan makanan dan berwarna putih. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan yang menurun. Makan hanya bisa sedikit-sedikit, setiap makan pasien muntah. 3 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan badan terasa lemas. Keluhan lemas dikatakan dirasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun pasien telah beristirahat. Keluhan ini dikatakan dirasakan di seluruh bagian tubuh dan akhirnya pasien dibawa ke rumah sakit Serukam dan dikatakan bahwa pasien memiliki penyakit hati.

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat sakit kuning disangkal. Riwayat alergi obat atau makanan disangkal.

Riwayat Penyakit KeluargaHipertensi disangkal, Diabetes Melitus disangkal. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan KebiasaanPasien bekerja sebagai petani. Riwayat merokok dan konsumsi minuman beralkohol sejak muda, 3-4x dalam seminggu, tiap minum 2-3 gelas dan mulai berhenti ketika pasien mulai sering sakit-sakitan. Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal. Sering terlambat makan, terutama saat pasien sedang bekerja.

C. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 April 2014Kesadaran: Kompos mentisKeadaan Umum: Karnofsky Performance Status Scale 40%.Tekanan darah: 100/60 mmHgFrekuensi Nadi: 84x /menit, reguler, kuat angkatFrekuensi Napas: 22 x/menit, jenis abdominal torakalSuhu: 36,6 CStatus Gizi: Kesan kurang

Status Generalis:Kulit dan Kuku: anemis (+), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), ikterik (-), koilonikia (-), Kepala: normosefaliRambut: alopesia (-)Mata: konjungtiva anemis (+/+), perdarahan subkonjungtiva (-), sklera ikterik (+/+)Telinga : sekret (-), darah (-)Hidung: sekret (-), darah (-), deviasi septum (-)Mulut: gusi berdarah (+), hipertrofi gusi (-), Tenggorokan: hiperemis (-), tonsil T1/T1Leher: Distensi Vena Juguler (-), Kelenjar Getah Bening tidak terdapat pembesaranDada: Simetris, ginekomasti (-)Paru: Inspeksi:gerakan pengembangan paru simetris kanan dan kiri

Palpasi:stem fremitus pada lapang paru kanan = lapang paru kiri, normal

Perkusi:Redup mulai ICS IV di lapang paru kanan, sonor di lapang paru kiri.

Auskultasi:suara napas dasar : vesikuler melemah di basal paru kanan, suara napas tambahan: ronkhi basah di basal paru kanan, wheezing (-/-)

Jantung: Inspeksi:iktus kordis tidak tampak

Palpasi:iktus kordis teraba di SIC V 1 linea midklavikula

Perkusi:Batas jantung kiri: SIC V jari linea midklavikula sinistraBatas jantung kanan: SIC IV, linea parasternalis dextraPinggang jantung: SIC II garis parasternal kiri

Auskultasi:S1-S2 tunggal, reguler. Irama Gallop (-), murmur(-)

Abdomen: Inspeksi:Distensi, venektasi (-), caput medusa (-)

Auskultasi:BU (+) normal, 7x/menit

Perkusi:Timpani, shifting dullness (+), Traub space (+)

Palpasi:Nyeri tekan di regio epigastrium. Hepar dan lien sulit di nilai.Lingkar perut : 96,2 cm

Punggung: nyeri ketok CVA (-/-)Genitalia: tidak diperiksaAnus: tidak diperiksaEkstremitas: pucat, akral hangat, capillary refill < 2 detik, clubbing finger (+) deformitas (-), palmar eritem (-), pitting edema (+) pada kedua tungkai.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium: Tanggal 1 April 2014 : Hematologi: Leukosit= 5.200 /ul (N= 4.000-12.000/uL) Eritrosit= 1.900.000/ul Hb= 6,0 g/dl (N= 11-17 g/dl) MCV= 91,9 fl MCH= 27,5 pg MCHC= 34,3 g/dl Hematokrit= 17,5% Trombosit= 45.000 /ul (N= 150.000-400.000/uL) RDW= 11, 5 %

Kimia Klinik GDS= 140 mg/dl Urea= 51,5 mg/dl Kreatinin= 1,7 mg/dl Bilirubin total= 3,15 mg/dl Bilirubin direk= 2,1 mg/dl Bilirubin indirek= 1,62 mg/dl SGOT= 31,3 U/L SGPT= 21,9 U/L Kolesterol total= 74 mg/dl HDL= 5,6 mg/dl LDL= 57 mg/dl Trigliserida= 59 mg/dl Albumin= 1,5 g/dl

Tanggal 4 April 2014Hasil Pemeriksaan Serologi HbsAg= Reaktif Anti HIV= Non Reaktif Anti HCV= Non reaktif

Foto Thoraks

USG Abdomen

Kesimpulan USG Abdomen :Sirosis Hepatis dengan ascites dan splenomegali.

E. RESUMEPasien laki-laki, berusia 61 tahun datang dengan keluhan perut membengkak sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit. Perut membesar secara perlahan pada seluruh bagian perut. Keluhan disertai dengan rasa sulit untuk bernapas. Pasien juga mengeluh kedua kaki bengkak, jika ditekan dengan jari, terdapat cekungan pada kulit yang membutuhkan waktu yang lama untuk pulih. 1,5 bulan pasien dibawa oleh keluarga berobat ke mantri dan diberikan obat, namun pasien tidak tahu jenis dan kandungan obat tersebut. Namun keluhan tidak juga membaik. Pasien juga berobat ke orang pintar, dan disarankan untuk melumuri perut serta kaki dengan kunyit agar bengkak pada perut dan kaki kempes. Pasien merasakan keluhannya tidak juga membaik bahkan menurut pasien perutnya semakin membesar dan kakinya tambah bengkak sehingga membuat pasien semakin susah berjalan dan tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. 1 bulan pasien mengeluhkan nyeri ulu hati, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan tidak menjalar. Nyeri timbul saat pasien tidak makan. Keluhan disertai dengan mual dan muntah. Muntah berisi air yang bercampur dengan makanan dan berwarna putih. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan yang menurun. Makan hanya bisa sedikit-sedikit, setiap makan pasien muntah. BAB tidak teratur, kadang 3x seminggu. 3 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan badan terasa lemas. Keluhan lemas dikatakan dirasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun pasien telah beristirahat. Keluhan ini dikatakan dirasakan di seluruh bagian tubuh dan akhirnya pasien dibawa ke rumah sakit Serukam dan dikatakan bahwa pasien memiliki penyakit hati. Riwayat merokok dan konsumsi minuman beralkohol sejak muda, 3-4x dalam seminggu, tiap minum 2-3 gelas.Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg. Kulit dan konjungtiva tampak anemis, sklera ikterik. Jantung dalam batas normal. Pemeriksaan paru, auskultasi didapatkan vesikuler melemah di SIC IV dan rhonki basah di basal paru kanan, serta pada perkusi didapatkan redup mulai dari SIC IV paru kanan. Pada pemeriksaan abdomen, tampak distensi, shifting dullnes (+), hepar dan lien sulit dinilai. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan clubbing finger dan pitting edema pada kedua tungkai bawah. Pemeriksaan laboratorium: eritrosit 1.900.000/ul, Hb 6,0 g/dl, trombosit 45.000 /ul, kolesterol total 74 mg/dl, HDL 5,6 mg/dl, LDL 57 mg/dl, trigliserida 59 mg/dl, albumin 1,5 g/dl. HbsAg reaktif. Hasil foto thorak menunjukkan kesan efusi pleura pada paru kanan, dari hasil USG abdomen didapatkan sirosis hepar dengan ascites dan splenomegali.

F. DIAGNOSIS Ascites et causa sirosis hepatis Splenomegali Efusi pleura dextra

G. DIAGNOSIS BANDING

H. PENATALAKSANAAN1. Non medikamentosa Tirah baring Diet rendah garam Transfusi 2. Medikamentosa Infus NaCl 0,9% Spironolactone tablet 100 mg 1-0-0 Furosemid 10 mg 1-0-0 IV Albumin (dosis???) KSR 1x1

I. USULAN PEMERIKSAAN LANJUTAN

J. PROGNOSISAd vitam: Dubia ad MalamAd functionam: Dubia ad MalamAd sanactionam: Malam

K. DATA TAMBAHANHasil laboratorium tanggal 7 April 2014 : Hematologi: Leukosit= 5.100 /ul (N= 4.000-12.000/uL) Eritrosit= 3.006.000/ul Hb= 9,3 g/dl (N= 11-17 g/dl) setelah ditransfusi 1000 cc MCV= 91,6 fl MCH= 27,5 pg MCHC= 33,7 g/dl Hematokrit= 28,5% Trombosit= 30.000 /ul (N= 150.000-400.000/uL)

Kimia Klinik Albumin= 2,3 g/dl setelah di transfusi albumin

Kimia Klinik tanggal 10 April 2014 Albumin= 2,4 g/dl

L. FOLLOW UPTanggal 12 April 2014S:Sesak nafas tidak terlalu kuat, perut terasa penuh, perut masih bengkak dan kedua kaki bengkak. BAB hitam (-), BAK kuning muda, mual (-), muntah (-)

O:Kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak lemah, konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+). TD 90/70 mmHg, napas 22x/menit, nadi 74 x/menit, suhu 36,5 C, Kulit : Petechiea (-). Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak buncit, distensi (+), BU (+), Shifting dullness (+), nyeri tekan (-). Ekstremitas pitting edema (+/+). Lingkar perut 96,2 cm. Darah rutin tanggal 11 April 2014 : Leukosit 3.3 k/uL, Eritrosit 2.96 M/uL, Hb 8,8 g/dl, HCT 26,2 %, trombosit 31 K/uL

A:Acites e.c sirosis hepar, splenomegali

P:IVFD NaCl 20 tpm, Dower Catheteter (+), Spironolactone 1x100mg, Furosemide 1x10 mg, KSR 1x1. Transfusi WBC 500 cc

Tanggal 13 April 2014S:Sesak nafas, kepala pusing, perut masih terasa penuh, perut masih bengkak dan kedua kaki masih bengkak. BAB hitam (-), BAK kuning muda, mual (+), muntah (-)

O:Kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak lemah, konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+). TD 90/60 mmHg, napas 20x/menit, nadi 76 x/menit, suhu 36,6 C, Kulit : Petechiea (-). Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak buncit, distensi (+), BU (+), Shifting dullness (+), nyeri tekan (-). Ekstremitas pitting edema (+/+). Lingkar perut 95,4 cm. Urin output per 24 jam 2400 cc.

A:Ascites e.c sirosis hepar dan splenomegali

P:IVFD NaCl 20 tpm, Dower Catheteter (+), Spironolactone 1x100mg, Furosemide 1x10 mg, KSR 1x1. Vipalbumin

Tanggal 14 April 2014S:Sesak nafas, kepala pusing, perut masih terasa penuh, perut masih bengkak dan bengkak di kedua kaki berkurang. BAB hitam (-), BAK kuning muda, mual (-), muntah (-)

O:Kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak lemah, konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+). TD 90/60 mmHg, napas 20x/menit, nadi 74 x/menit, suhu 36,5 C, Kulit : Petechiea (-). Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak buncit, distensi (+), BU (+), Shifting dullness (+), nyeri tekan (-). Ekstremitas pitting edema (+/+). Lingkar perut 95,2 cm. Urin 24 jam 2350 cc

A:Ascites e.c sirosis hepar dan splenomegali

P:IVFD NaCl 20 tpm, Dower Catheteter (+), Spironolactone 1x100mg, Furosemide 1x10 mg, KSR 1x1. Vipalbumin

Tanggal 15 April 2014S:Sesak nafas berkurang, perut masih terasa penuh, perut masih bengkak dan bengkak di kedua kaki berkurang. BAB hitam (-), BAK kuning muda, mual (-), muntah (-)

O:Kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak lemah, konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+). TD 100/60 mmHg, napas 24 x/menit, nadi 72 x/menit, suhu 36,5 C, Kulit : Petechiea (-). Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak buncit, distensi (+), BU (+), Shifting dullness (+), nyeri tekan (-). Ekstremitas pitting edema (+/+). Lingkar perut 93,5 cm. Urin 24 jam 2000 cc

A:Ascites e.c sirosis hepar dan splenomegali

P:IVFD NaCl 20 tpm, Dower Catheteter (+), Spironolactone 1x100mg, Furosemide 1x10 mg, KSR 1x1. Vipalbumin. Pro paracentesis abdominalis.

Tanggal 16 April 2014S:Sesak nafas berkurang, perut masih terasa penuh, perut masih bengkak dan bengkak di kedua kaki berkurang. BAB hitam (-), BAK kuning muda, mual (-), muntah (-)

O:Kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak lemah, konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+). TD 90/70 mmHg, napas 20x/menit, nadi 74 x/menit, suhu 36,7 C, Kulit : Petechiea (-). Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak buncit, distensi (+), BU (+), Shifting dullness (+), nyeri tekan (-). Ekstremitas pitting edema (+/+). Lingkar perut 94,3 cm. Urin 24 jam 4000 cc

A:Ascites e.c sirosis hepar dan splenomegali

P:IVFD NaCl 20 tpm, Dower Catheteter (+), Spironolactone 1x100mg, Furosemide 1x10 mg, KSR 1x1. Paracentesis abdominalis cairan 2500 cc, berwarna kuning jernih. Lingkar perut

Tanggal 17 April 2014S:Pasca parasentesis abdominalis. Sesak nafas berkurang, bengkak pada perut berkurang dan bengkak di kedua kaki berkurang. Lemas, BAB encer, BAK kuning muda, mual (-), muntah (-)

O:Kesadaran somnolen, keadaan umum tampak lemah, konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+). TD 80/60 mmHg, napas 24x/menit, nadi 72 x/menit, suhu 36,3 C, Kulit : Petechiea (-). Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak buncit, distensi (+), BU (+), Shifting dullness (+), nyeri tekan (-). Ekstremitas pitting edema (+/+). Lingkar perut 83,4 cm. Urin 24 jam 2250 cc

A:Ascites e.c sirosis hepar dan splenomegali

P:IVFD NaCl 20 tpm, Dower Catheteter (+), Spironolactone 1x100mg, Furosemide 1x10 mg, KSR 1x1.

Tanggal 18 April 2014S:Pasca parasentesis abdominalis. Sesak nafas berkurang, bengkak pada perut berkurang dan bengkak di kedua kaki berkurang. Lemas, BAB encer, BAK kuning muda, mual (-), muntah (-)

O:Kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak lemah, konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+). TD 80/60 mmHg, napas 24x/menit, nadi 72 x/menit, suhu 36,3 C, Kulit : Petechiea (-). Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak buncit, distensi (+), BU (+), Shifting dullness (+), nyeri tekan (-). Ekstremitas pitting edema (+/+). Lingkar perut 82,4 cm. Urin 24 jam 2450 cc

A:Ascites e.c sirosis hepar dan splenomegali

P:IVFD NaCl 20 tpm, Dower Catheteter (+), Spironolactone 1x100mg, Furosemide 1x10 mg, KSR 1x1.

Tanggal 19 April 2014S:Sesak nafas berkurang, perut masih buncit dan bengkak di kedua kaki berkurang. Nyeri ulu hati (-), gLemas, BAB (-), BAK kuning muda, mual (-), muntah (-)

O:Kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak baik, konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+). TD 100/70 mmHg, napas 20 x/menit, nadi 78 x/menit, suhu 36,4 C, Kulit : Petechiea (-). Abdomen: inspeksi dinding abdomen tampak buncit, distensi (+), BU (+), Shifting dullness (+), nyeri tekan (-). Ekstremitas pitting edema (+/+). Darah rutin : Leukosit 2.4 K/uL, eritrosit 3.63 M/uL, Hb 10,1 g/dl. Trombosit 60 K/uL

A:Ascites e.c sirosis hepar dan splenomegali

P:IVFD NaCl 20 tpm, Spironolactone 1x100mg, Furosemide 1x10 mg, KSR 1x1. (Pasien pulang atas permintaan sendiri)

BAB IVPEMBAHASAN

Pasien dalam kasus ini didiagnosis ascites, splenomegali dan efusi pleura et causa sirosis hepatis serta terdapat anemia. Diagnosis ditegakkan karena pada anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan panunjang mengarah kepada sirosis hepar, yaitu perut yang membesar sejak 5 bulan, perut terasa penuh disertai mual dan perut terasa penuh, sesak napas, dan BAK seperti teh. Selain itu terdapat kedua kaki membengkak, mudah lelah dan lemas dan berat badan menurun. Hal yang dapat memperkuat diagnosa adalah adanya riwayat pasien mengosumsi alkohol sejak muda yang menjadi penyebab sirosis adalah perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh alkoholik. Alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sirosis hepatis karena menyebabkan hepatitis alkoholik yang kemudian dapat berkembang menjadi sirosis hepatis.Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sklera ikterik, paru: vesikuler melemah di basal paru kanan, terdapat ronkhi basah halus di basal paru kanan serta perkusi meredup mulai dari SIC IV, abdomen: tampak distensi, shifting dullnes (+), thraube space (+), hepar dan lien sulit dinilai, kemudian pada ekstremitas terdapat pitting edema. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan eritrosit 1.900.000/ul, Hb 6,0 g/dl, trombosit 45.000 /ul, bilirubin total 3,15 mg/dl, bilirubin direk 2,1 mg/dl, Bilirubin indirek 1,62 mg/dl, albumin 1,5 g/dl. Dari hasil USG abdomen didapatkan kesan ascites dengan sirosis hepatis dan splenomegali. Pasien didiagnosis Sirosis Hepatis (SH), oleh karena ditemukannya gejala kegagalan fungsi hati, yang dibuktikan mealalui hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia disebabkan karena gangguan sintesis dan sekresi albumin yang menyebabkan edema. Selain itu terdapat pula tanda-tanda hipertensi porta, yaitu ascites dan edema tungkai. Pada pasien ini, juga terjadi penurunan nafsu makan, mual, dan kembung. Diagnosis ini semakin diperkuat dengan adanya hasil hasil USG abdomen yang menyatakan gambaran sesuai ascites dengan splenomegali . Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita sirosis hepatis, yaitu : Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites. Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada. Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun.Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan. Untuk penanganan pada pasien ini prinsipnya adalah mengurangi progesifitas penyakit, menghindarkan dari bahan-bahan yang dapat merusak hati, pencegahan, serta penanganan komplikasi. Pengobatan pada sirosis hati dekompensata diberikan sesuai dengan komplikasi yang terjadi. Terapi medikamentosa berupa spironolakton yang merupakan diuretika hemat kalium yang bekerja ditubulus ginjal dan menahan reabsorbsi Na. Pemberian spironolakton diawali dengan dosis 100-200mg/hari. Pasien ini juga diberikan furosemid karena terdapat edema pada kedua tungkai. Selain itu pasien juga mendapatkan albumin (alasan blom). Paracentesis abdominalis dilakukan pada pasien ini dikarenakan keluhan ascites pada pasien ini cukup besar, dan pasien merasa ?

BAB IVKESIMPULAN

14