Laporan Kasus Tika Chf
description
Transcript of Laporan Kasus Tika Chf
LAPORAN KASUS
RST. Dr. Soedjono Magelang
Periode 26 Mei 2014 – 28 Juni 2014
Pembimbing :
Dr. Suparno, Sp.An.
Disusun Oleh:
Kartikasari Irdan 1310 221 063
PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI
RST. DR SOEDJONO
MAGELANG
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui tutorial kasus :
“Congestive Heart Failure”
di RST Dr. Soedjono Magelang
Periode Mei 2014 – Juni 2014
Diajukan untuk memenuhi salah satu ujian
kepanitraan klinik dokter muda SMF Ilmu Anestesi
RST. Dr. Soedjono Magelang
Disusun Oleh:
Kartikasari Irdan 1310 221 063
Magelang, Juni 2014
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
dr. Suparno,Sp.An.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya,
sehingga dapat menyelesaikan presentasi kasus ini. Presentasi kasus yang berjudul “Congestive
Heart Failure” ini merupakan salah satu syarat ujian kepanitraan klinik dokter muda SMF
Ilmu Anestesi RST. Dr. Soedjono Magelang
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr.Suparno, Sp.An. sebagai pembimbing
atas waktu yang diluangkan, bimbingan, dan saran yang sifatnya membangun dalam penyusunan
presentasi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih belum sempurna
serta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.
Magelang, Juni 2014
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Alamat : Semilir, RT 001, RW 008, Giri rejo, Kaliangkrik
Magelang, Jawa Tengah
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Petani
No. rekam medik : 10-33-46
Tanggal masuk : 9 Juni 2014
Tanggal anamnesis : 10 Juni 2014
1.2. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 10 Juni 2014
1.2.1. Keluhan Utama
Terdapat nyeri dada pada bagian tengah
1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RST. Soedjono dan langsung dirawat di ICU dengan keluhan nyeri
dada pada bagian tengah yang menjalar pada kedua lapang dada sejak 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit, tiba tiba dan muncul jika kecapean dan membaik jika istirahat. Nyeri
seperti diganjal / ditindih. Nyeri disertai keringat dingin dan pusing. Pasien merasakan
jantungnya berdebar-debar bila istirahat. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas setelah
pulang dari luar kota pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai mual, tidak
muntah. Sesak nafas berkurang bila istirahat dan biasanya pasien menggunakan 2 bantal
bila tidur dan kadang terbangun malam jika sesak.
1.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan serupa sebelumnya : ya
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat penyakit jantung : ya
4. Riwayat penyakit hipertensi : ya, tidak terkontrol
1.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang serupa, riwayat sakit jantung, dm
dan asma.
1.2.5. Riwayat Pengobatan
Pasien belum mengonsumsi obat.
1.2.6. Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan
Pasien saat ini bekerja sebagai petani, pasien sudah menikah, pembiayaan pasien dengan
BPJS. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, memelihara unggas, maupun
menggunakan narkoba.
1.3. Pemeriksaan Fisik
1.3.1. Status Generalis
Kesadaran : Somnolen
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
TD : 170/110 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Suhu : 36,1oC
Nafas : 20 kali/menit
Kepala : mesochepal, rambut hitam, distribusi rambut merata,
rambut tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva anemis, sklera anikterik, pupil bulat
isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) normal.
Hidung : Nafas cuping hidung (-), discharge (-)
Telinga : Simetris, discharge (-)
Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor dan hiperemis
Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar limfe tidak membesar
Paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetris
Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Auskultasi : lapang paru kiri dan kanan vesikuler, tidak terdapat rhonki dan wheezing terdapat pada seluruh lapang paru
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada, terdapat
bunyi tambahan jantung s3.
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan pada region epigastrium, defans muskular
tidak ada hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : shifting dullness tidak ada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema tidak ada, capillary refill time < 2 detik,
tidak ada edema
1.3.2 Terapi
1. IVFD RL 20 tpm
2. Fluxum 2 x 0,4 gr (lovenox 2x0,6)
3. Clopidogrel 1x1
4. Teragram 2x1
5. ISDN 3x2.5
6. Captopril 3x2.5mg
7. Letunal 25 mg 1-0-0
8. Tiaryt 2x1
1.3.3 Planing
1. Cek pdl, gluc, ureum, creatinine, sgot, sgpt, CKMB
2. EKG
1.4. FOLLOW UP ICU
1.4.1 Tanggal 15 Juni 2014
1.4.1.1 Pemeriksaan fisik
S : sesak, batuk
O :
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : -
Suhu : 36,5 oC
RR : 17 kali/menit
Kepala : mesochepal, rambut hitam, distribusi rambut merata,
rambut tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik, pupil bulat
isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) normal.
Hidung : deviasi septum (-), discharge (-)
Telinga : simetris, discharge (-)
Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor dan hiperemis
Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar limfe tidak membesar
Paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetris
Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Auskultasi : lapang paru kiri dan kanan vesikuler, tidak ada rhonki halus dan wheezing pada seluruh lapang paru.
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur tidak ada, terdapat gallop
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan tidak ada, defans muskular tidak ada,
hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : shifting dullness tidak ada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, capilary refill <2 det, tidak ada edema
Pemeriksaan penunjang
1. PDL tanggal 21/4/2014
Parameter Hasil Nilai Rujukan
WBC 7.4 103/mm3 3.5 – 10
RBC 5.94 103/mm3 3.8 – 5.8
HGB 17.3 g/dl 11 – 16.5
HCT 49.8 % 35 – 50
PLT 215 103/mm3 150 – 390
PCT .152 % .100 - .500
MCV 84 μm3 80 – 97
MCH 29.1 pg 26.5 – 33.5
MCHC 34.7 g/dl 31.5 – 35.0
RDW 14.8 % 10.0 – 15.0
MPV 7.1 μm3 6.5 – 11.0
PDW 12.9 % 10.0 – 18.0
%LYM 24.9 % 17.0 – 48.0
%MON 5.3 % 4.0 – 10.0
%GRA 69.8 % 43.0 – 76.0
#LYM 1.8 103/mm3 1.2 – 3.2
#MON 0.3 103/mm3 0.3 – 0.8
#GRA 5.3 103/mm3 1.2 – 6.8
2. Cek gluc, ureum, creatinine, sgot, sgpt, ckmb 21/4/2014
Analisis Hasil Range
GLUCOSA 97 mg/dl 70.00 – 115.0
UREA 15 mg/dl 17.00 – 43.00
CREATININ
E
0.7 mg/dl 0.670 – 1.300
SGOT 18 U/L 0.000 – 37.00
SGPT 19 U/L 0.000 – 41.00
CKMB 15.00 U/L 0.000 – 24. 00
3. EKG
A : CHF dengan VT, LHF, LRBBB, AVB
P : pindah ruangan
Dx : EKG
Tx :
1. Kendaron 2 amp /8 jam
2. Kendaron 2 amp/ 16 jam
3. Clopidogrel 1 x 1
4. Teragram 2 x 1
5. ISDN 3 x 5 mg
6. Captopril 3 x 25 mg
7. Letoral 25 mg 1 – 0 – 0
8. Fluxum 2 x 0.4 mg
Edu :
1.5. FOLLOW UP RUANGAN
1.5.1 Tanggal 23 April 2014 HP 3
1.5.1.1 Pemeriksaan fisik
S : pusing dari depan kepala hingga ke belakang seperti diikat, batuk
O :
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 90
Suhu : 35.2 oC
RR : 20 kali/menit
Kepala : mesochepal, rambut hitam, distribusi rambut merata,
rambut tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik, pupil bulat
isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) normal.
Hidung : deviasi septum (-), discharge (-)
Telinga : simetris, discharge (-)
Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor dan hiperemis
Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar limfe tidak membesar
Paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetris
Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Auskultasi : lapang paru kiri dan kanan vesikuler, tidak ada rhonki halus dan wheezing pada seluruh lapang paru.
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur tidak ada, terdapat gallop
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan tidak ada, defans muskular tidak ada,
hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : shifting dullness tidak ada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, capilary refill <2 det, tidak ada edema
A : CHF dengan VT, LHF, LRBBB, AVB
P :
Dx : -
Tx :
1. Kendaron 2 amp /8 jam
2. Kendaron 2 amp/ 16 jam
3. Clopidogrel 1 x 1
4. Teragram 2 x 1
5. ISDN 3 x 5 mg
6. Captopril 3 x 25 mg
7. Letoral 25 mg 1 – 0 – 0
8. Fluxum 2 x 0.4 mg
Edu :
1.5.1 Tanggal 24 April 2014 HP 4
1.5.1.2 Pemeriksaan fisik
S : pusing dari depan kepala hingga ke belakang seperti diikat, batuk
kering, pegal, belum bab 4 hari
O :
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 88
Suhu : 36.2 oC
RR : 20 kali/menit
Kepala : mesochepal, rambut hitam, distribusi rambut merata,
rambut tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik, pupil bulat
isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) normal.
Hidung : deviasi septum (-), discharge (-)
Telinga : simetris, discharge (-)
Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor dan hiperemis
Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar limfe tidak membesar
Paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetris
Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Auskultasi : lapang paru kiri dan kanan vesikuler, tidak ada rhonki halus dan wheezing pada seluruh lapang paru.
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur tidak ada, terdapat gallop
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan tidak ada, defans muskular tidak ada,
hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : shifting dullness tidak ada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, capilary refill <2 det, tidak ada edema
A : CHF dengan VT, LHF, LRBBB, AVB
P :
Dx : -
Tx :
1. Kendaron 2 amp /8 jam
2. Kendaron 2 amp/ 16 jam
3. Clopidogrel 1 x 1
4. Teragram 2 x 1
5. ISDN 3 x 5 mg
6. Captopril 3 x 25 mg
7. Letoral 25 mg 1 – 0 – 0
8. Fluxum 2 x 0.4 mg
9. Aff dc
Edu :
1.5.1 Tanggal 26 April 2014 HP 6
1.5.1.4 Pemeriksaan fisik
S : pusing, demam, lemas, pegal - pegal
O :
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 88
Suhu : 37.6 oC
RR : 20 kali/menit
Kepala : mesochepal, rambut hitam, distribusi rambut merata,
rambut tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik, pupil bulat
isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) normal.
Hidung : deviasi septum (-), discharge (-)
Telinga : simetris, discharge (-)
Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor dan hiperemis
Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar limfe tidak membesar
Paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetris
Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Auskultasi : lapang paru kiri dan kanan vesikuler, rhonki halus pada kedua lapang paru dan tidak ada wheezing.
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur tidak ada, terdapat gallop
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan tidak ada, defans muskular tidak ada,
hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : shifting dullness tidak ada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, capilary refill <2 det, tidak ada edema
A : CHF dengan VT, LHF, LRBBB, AVB
P :
Dx : -
Tx :
1. Kendaron 2 amp /8 jam
2. Kendaron 2 amp/ 16 jam
3. Clopidogrel 1 x 1
4. Teragram 2 x 1
5. ISDN 3 x 5 mg
6. Captopril 3 x 25 mg
7. Letoral 25 mg 1 – 0 – 0
8. Fluxum 2 x 0.4 mg
9. Aff dc
Edu :
1.5.1 Tanggal 25 April 2014 HP 5
1.5.1.3 Pemeriksaan fisik
S : pusing, demam, lemas, pegal - pegal
O :
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 88
Suhu : 37.6 oC
RR : 20 kali/menit
Kepala : mesochepal, rambut hitam, distribusi rambut merata,
rambut tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik, pupil bulat
isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) normal.
Hidung : deviasi septum (-), discharge (-)
Telinga : simetris, discharge (-)
Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor dan hiperemis
Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar limfe tidak membesar
Paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetris
Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Auskultasi : lapang paru kiri dan kanan vesikuler, rhonki halus pada kedua lapang paru dan tidak ada wheezing.
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1>S2 reguler, murmur tidak ada, terdapat gallop
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan tidak ada, defans muskular tidak ada,
hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : shifting dullness tidak ada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, capilary refill <2 det, tidak ada edema
A : CHF dengan VT, LHF, LRBBB, AVB
P :
Dx : -
Tx :
Farmakologi
1. Farmadol2. Cefo3. Ranit4. Lepas dc5. Bisoprolol6. Simvastatin7. Clopidogrel8. Teragram9. Captopril10. Letonal11. Fluxum
Non Farmakologi
1. Mobilisasi2. Diet nasi, rendah lemak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal Jantung KongestifDefenisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload danafterload. Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) merupakan suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya.
Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi :
1. Meningkatkan beban awal
Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel.
2. Meningkatkan beban akhir
Beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
3. Menurunkan kontraktilitas miokardium
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati.
Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup atrioventrkularis) dapat menyebabkan gagal jantung.
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa:
1.Disritmia
Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respons mekanis. Respons mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil.
2. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru
Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat.
3. Emboli paru
Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan
Tabel 1.Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung
Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung
1. A. Kelainan Mekanik
1. Peningkatan Beban Tekanan
1. Sentral (Stenosis aorta)
2. Perifer (hipertensi sistemik)
2. Peningkatan Beban Volume (Regurgitasi katup, peningkatan beban awal)
3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau trikuspidal)
4. Tamponade Perikardium
5. Pembatasan Miokardium atau Endokardium
6. Aneurisme Ventrikel
7. Dissinergi Ventrikel
8. B. Kelainan Miokardium (otot)
1. Primer
1. Kardiomiopati
2. Miokarditis
3. Kelainan Metabolik
4. Toksisitas (Alkohol, Kobalt)
5. Presbikardia
9. Kelainan Disdinamik Sekunder (Akibat Kelainan Mekanik)
1. Deprivasi Oksigen (Penyakit Jantung Koroner)
2. Kelainan Metabolik
3. Peradangan
4. Penyakit Sistemik
5. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
6. C. Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantaran
1. Tenang (Standstill)
2. Fibrilasi
3. Takikardia atau bradikardia ekstrim
4. Asinkronitas listrik, gangguan konduktif
Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel, terjadinya peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Akibatnya terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan tekanana atrium kiri diteruskan ke belakang kedalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial sehingga terjadilah edema interstisial. Peningkatan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat terjadi yaitu :
1. Peningkatan aktifitas adrenergik simpatik.
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan
kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu, juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah seperti kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung dan akan meningkatkan beban awal jantung yang nantinya akan meningkatkan kontraksi dan curah jantung.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus akibatnya terjadilah pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus. Interaksi renin dengan angiotensinogen di dalam darah akan menghasilkan angiotensi I. Kemudian akan terjadi konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II akan merangsang sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal yang akan meningkatkan reabsorspi natrium pada tubulus distal dan duktus pengumpul.Natrium akan menarik air. Selain itu, angiotensin II jua menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.
3. Hipertrofi ventrikel.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambah tebal dinding miokardium. Hipertrofi akan meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium sehingga dapat meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel sehingga curah jantung aka meningkat.
Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.Klasifikasi
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:
Derajat I : Tanpa gagal jantung
Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis
Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti (adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressurepada manuver valsava) dan kecukupan perfusi (adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran). Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)
Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)
Berdasarkan New York Heart Association, Klasifikasi gagal jantung :
Kelas I : Tanpa keluhan – Masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa disertai kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi.
Kelas II : Ringan – aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang.
Kelas III : Sedang – aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi, tetapi keluhan akan berkurang jika aktivitas dihentikan.
Kelas IV : Berat – tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda gagal ke belakang jantung kiri:
Dispnea (sulit bernapas)
Merupakan keluhan yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurang kelenturan paru dan peningkatan tahanan aliran
udara. Dispnea saat beraktivitas (dyspneu d’effort) menunjukan gejala awal dari gagal jantung kiri.
Orthopnea
Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi berbaring, biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung dibandingkan dyspneu d’effort. Hal ini terjadi akibat redistribusi dari cairan dari sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah kedalam sirkulasi pusat selama berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan kapiler pulmoner.
Batuk nocturnal (batuk yang dialami pada malam hari)
Merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali menyamarkan gejala gagal jantung yang lain.
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan batuk yang biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi sebagai batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan karena peningkatan tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara, disertai dengan edema pulmoner interstitial yang meyebabkan peningkatan resistensi saluran udara. Diketahui bahwa orthopnea dapat meringan setelah duduk tegak, sedangkan pasien PND seringkali mengalami batuk dan wheezing yang persisten walaupun mereka mengaku telah duduk tegak.
Ronki
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru merupakan ciri khas dari gagal jantung kiri. Awalnya terdengar dibagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.
Hemoptisis
Disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.
Disfagia (sulit menelan)
Disebabkan oleh distensi atrium kiri atau vena pulmonalis yang menyebabkan kompresi esofagus dan disfagia.
Gejala dan tanda gagal ke belakang jantung kanan:
Kongesti vena sistemik
Dapat diamati dengan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), vena-vena leher mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
Hepatomegali (pembesaran hati)
Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.
Keluhan gastrointestinal.
Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat berkaitan dengan edema pada dinding usus dan/atau kongesti hepar.
Edema perifer
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang bergantung seperti palpebra pada pagi hari. Siangnya edema akan tampak pada ekstremitas terutama tungkai akibat gravitasi.
Nokturia (diuresis malam hari)
Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring.
Asites dan edem anasarka
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema tubuh generalisata.
Gejala dan tanda gagal ke depan jantung kiri:
Hipoperfusi ke organ-organ nonvital
Penurunan cardiac output menimbulkan hipoperfusi ke organ-organ nonvital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga manifestasi paling dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke organ seperti kulit, otot rangka, dan ginjal.
- Kulit pucat dan dingin
disebabkan oleh vasokonstriksi perifer.
- Demam ringan dan keringat yang berlebihan
disebabkan oleh vaskonstriksi kulit yang dapat menghambat kemampuan tubuh untuk melepaskan panas.
- Kelemahan dan keletihan
disebabkan oleh kurangnya perfusi ke otot rangka. Gejala juga dapat diperberat oleh ketidakseimbangan elektrolit dan cairan atau anoreksia.
- Anuria
Akibat kurangnya perfusi darah ke ginjal.
Pernapasan Cheyne-Stokes
Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik, pernapasan Cheyne-Stokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan biasanya berkaitan dengan rendahnya cardiak ouput. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara.
Gejala serebral
Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan Gejala serebral, seperti disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis serebral dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia umum terjadi pada gagal jantung dan dapat berperan dalam insomnia
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan penunjang.
A. Anamnesis
Manifestasi klinis
Gagal jantung ringan dan moderat :
- Perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukaan yang datar dalam beberapa menit.
- Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi.
Gagal jantung berat :
- Pasien harus duduk dengan tegak
- Sesak nafas
- Tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang dirasakan
- Tekanan darah sistolik berkurang à karena adanya disfungsi LV berat
Peningkatan aktivitas adrenergic menyebabkan :
- Sianosis pada bibir dan kuku
- Sinus takikardi (merupakan tanda nonspesifik)
Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang à menandakan adanya penurunan stroke volume
Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer
B. Pemeriksaan fisis : inspeksi perut bisa membuncit, palpasi dapat ditemukan hepatomegali, perkusi, dan auskultasi bising usus biasanya normal
C. Pemeriksaan penunjang :
1. Foto toraks
Mengarah ke kardiomegali, LVH jantung membesar ke kiri, apeks menekan diafragma (tertanam),RVH jantung membesar ke kiri dengan apeks terangkat dari diafragma, pinggang jantung merata atau menonjol,dan ada gambaran double kontur.
Corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi
Garis Kerley A/B
Infiltrat prekordial kedua paru
Efusi pleura
2. EKG untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia. Hipertropi ventrikel kiri dimana S d V1 + R di V5/V6 ≥ 35 mm , aritmia misalnya terdapat fibrilasi atrium dimana jarak R ke R’ tidak seragam.
D. Pemerikasaan lain : pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi untuk kelainan katup , angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.
Laboratorium :
1. Faal ginjal :
+ Urin :
- Berat jenis <
- Volume urin menurun
- Na urin menurun, rennin meningkat aldosteron
+ Darah :
- Ureum meningkat dan kreatinin clearance menurun, maka menunjukkan gagal jantung yang berat.
- Na, Bl dan albumin menurun, sehingga meningkatkan volume darah dan cairan udema karena rennin dan aldosteron meningkat.
- Asidosis metabolic : pH turun, HCO3 turun, maka menunjukkan gagal jantung dan gagal ginjal.
2. Faal hati
Bilirubin darah, urin dan urobilinogen meningkat
LED turun
LDH naik, terutama LDH5
Fosfatase alkali naik (ringan/berat)
Protombin agak naik
1. Faal paru
Tekanan O2 turun karena pertukaran gas terganggu , paru udema
Alkalosis respiratorik : pH naik, pCO2 turun, maka terjadi dapat hiperventilasi, respon terhadap hipoksemia
Asidosis respiratorik : pH turun, pCO2 naik, maka dapat terjadi udema paru akut yang menyebabkan kegagalan ventilasi dan retensi CO2.
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosa ditegakkan gagal jantung kongestif, yaitu ditemukan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Kriteria mayor :
Paroksismal nocturnal dispnea
Distensi vena leher
Peningkatan tekanan vena jugularis
Rongki basah halus tidak nyaring
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspneu d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi (>120x/menit)
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.
Penatalaksanaan
1. Aktivitas
Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada gagal jantung, suatu latihan rutin ringan terbukti bermanfaat pada pasien gagal jantung dengan NYHA kelas I-III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong untuk melakukan latihan rutin isotonic seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis, yang dapat ditoleransi. Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang positif dengan berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki kualitas dan durasi kehidupan. Manfaat pengurangan berat badan dengan restriksi intake kalori belum diketahui secara jelas
2. Diet
Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien gagal jantung.
3. Diuretik
Kebanyakan dari manifestasi klinik gagal jantung sedang hingga berat diakibatkan oleh retensi cairan yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala kongestif. Diuretik adalah satu-satunya agen farmakologik yang dapat mengendalikan retensi cairan pada gagal jantung berat, dan sebaiknya digunakan untuk mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan gejala kongestif (sesak napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan pengisian (rales, distensi vena jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide, dan bumetanide bekerja pada loop of Henle (loop diuretics) dengan menginhibisi reabsorbsi Na+, K+,dan Cl – pada bagian asendens pada loop of henle; thiazide dan metolazone mengurangi reabsorbsi Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus kontortus distal, dan diuretic hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada tingkat duktus koligens.
4. Vasodilator
Vasodilator diindikasikan pada gagal jantung akut sebagai first line theraphy, apabila hipoperfusi padahal tekanan darah adekuat dan tanda-tanda kongesti dengan diuresis sedikit, untuk membuka sirkulasi perifer dan mengurangi pre-load. Contoh vasodilator Gliseril trinitrat 5-mononitrat, Isosorbid dinitrat, Nitropusid, dan Nesitirid.
5. ACE Inhibitor (ACEI)
Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor sebaiknya digunakan pada pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF (Ejection fraction) menurun. ACE inhibitor mempengaruhi sistem rennin-angiotensin dengan menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi angiotensin menjadi angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat menghambat kininase II, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bradykinin, yang akan meningkatkan efek bermanfaat dari supresi angiotensin. ACEI menstabilkan LV remodeling, meringankan gejala, mengurangi kemungkinan opname, dan memperpanjang harapan hidup. Karena retensi cairan dapat menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk diberikan diuretic sebelum memulai terapi ACEI. Akan tetapi, penting untuk mengurangi dosis diuretic selama awal pemberian ACEI dengan tujuan mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik. ACEI sebaiknya dimulai dengan dosis rendah, diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap jika dosis rendah dapat ditoleransi.
Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin angiotensin. Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi selama pemberian terapi dan biasanya ditoleransi dengan baik sehingga dosis tidak perlu diturunkan. Akan tetapi, jika hipotensi diikuti dengan rasa pusing atau disfungsi renal menjadi lebih berat, maka penting untuk menurunkan dosisnya. Pada retensi potassium yang tidak berespon dengan diuretic, dosis ACE juga perlu diturunkan.
6. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE karena batuk, rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB menghambat sistem rennin-angiotensin, kedua golongan obat ini bekerja dalam mekanisme yang berbeda. ACEI memblokir enzim yang berperan dalam mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II, ARB memblokir efek angiotensin II pada reseptor angiotensin tipe I. Beberapa penelitian klinik menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan ARB pada terapi ACEI pada pasien HF kronis.
Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan darah, fungsi ginjal, dan potassium. Sehingga efek samping kedua obat tersebut serupa pula.
7. β-Adrenergic Receptor Blockers
Terapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan pasien dengan penurunan EF. Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari aktivasi sistem adrenergic yang berkepanjangan dengan secara kompetitif memblokir satu atau lebih reseptor adrenergik (α1, β1, and β2). Walaupun terdapat manfaat potensial dalam memblokir tiga reseptor ini, kebanyakan efek penurunan aktivasi adrenergic dimediasi oleh reseptor β1. Jika diberikan bersamaan dengan
ACEI, beta blocker menghambat proses LV remodeling, meringankan gejala pasien, mencegah opname, dan memperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta blocker diindikasikan pada pasien HF simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun (<40%).
Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang timbul dari penurunan sistem saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi beberapa hari setelah permulaan terapi dan biasanya responsive setelah dosis dikurangi. Terapi betabloker dapat menyebabkan bradykardia dan/atau eksaserbasi heart block. Maka dari itu, dosis beta blocker sebaiknya diturunkan jika heart rate menurun hingga <50>1 receptor yang dapat mengakibatkan efek vasodilatasi.
8. Antagonis Aldosteron
Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang memblokir efek aldosteron (spironolakton atau eplerenon) memiliki efek bermanfaat yang independent dari efek keseimbangan sodium. Walaupun ACEI dapat menurunkan sekresi aldosteron secara transient, dengan terapi jangka panjang, kadar aldosteron akan kembali seperti sebelum terapi ACEI dilakukan. Maka dari itu, pemberian antagonis aldosteron dianjurkan pada pasien dengan NYHA kelas III atau kelas IV yang memiliki EF yang menurun (<35%).
Permasalahan utama pemberian antagonis aldosteron adalah peningkatan resiko hyperkalemia, dimana lebih cenderung terjadi pada pasien yang menerima terapi suplemen potassium atau mengalami insufisiensi renal sebelumnya. Antagonis aldosteron tidak direkomendasikan jika kreatinin serum >2.5 mg/dL (atau klirens kreatinin <30>5.0 mmol/L.
9. Antikoagulan dan Antiplatelet
Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik. Pada penilitan klinis, angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per tahun. Penurunan fungsi LV dipercaya mengakibatkan relative statisnya darah pada ruang kardiak yang berdilatasi dengan peningkatan resiko pembentukan thrombus. Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan pada pasien dengan HF, fibrilasi atrial paroxysmal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau pulmoner, termasuk stroke atau transient ischemic attack (TIA). Pasien dengan iskemik kardiomyopati simptomatik atau asimptomatik dan memiliki riwayat MI dengan adanya thrombus LV sebaiknya diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah MI, kecuali terdapat kontraindikasi terhadap pemakaiannya.
Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik untuk menghindari terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis rendah aspirin (75 atau 81 mg) dapat dipilih karena kemungkinan memburuknya HF pada dosis lebih tinggi.
BAB III
PEMBAHASAN
TEORI KASUS
DEFINISI Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga
Pasien didiagnosis dengan CHF ketika dalam rawat
jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal.
inap di bangsal Seruni.
ETIOLOGI Gagal jantung adalah adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung congenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel;dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertansi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati.
Gagal jantung pada pasien ini diakibatkan karena hipertensi yang tidak terkontrol yang diderita sudah lama, ditambah lagi dengan riwayat merokok yang dapat mempengaruhi elastisitas jantung sehingga pada akhirnya akan meningkatkan beban awal dan beban akhir dari jantung.
PATOFISIOLOGI Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup,dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat: 1) meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik, 2) Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron, dan 3) Hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Kelainan pada kerja
ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa: 1) penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus, 2) pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus, 3)interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, 4) konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, 5) Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan 6) retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung, sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial. Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.
MANIFESTASI KLINIK Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham dibagi menjadi 2 yaitu kriteria mayor dan kriteria minor.
Kriteria mayor :
1.Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea.
2.Peningkatan tekanan vena jugularis
3.Ronkhi basah tidak nyaring
4.Kardiomegali
5.Edema paru akut
Pada pasien ditemukan:
1. Sesak nafas pada malam hari
2. Peningkatan JVP 5 + 3 cm
3. Kardiomegali4. S35. Sesak pada malam hari6. Takikardia
6.Irama derap S3
7.Peningkatan tekanan vena >16 cm H20
8.Refluks hepatojugular.
Kriteria minor :
1.Edema pergelangan kaki
2.Batuk malam hari
3.Dispneu d’effort
4.Hepatomegali
5.Efusi pleura
6.Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7.Takikardi (.120x/menit)
KOMPLIKASI 1. Beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantung:
2. a. Syok kardiogenik3. Syok kardiogenik ditandai
oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
Pada pasien tidak ditemukan komplikasi
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supply oksigen miokardium.
4. b. Edema paru5. Edema paru terjadi dengan
cara yang sama seperti edema dimana saja didalam tubuh. Factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari batas negative menjadi batas positif.
6. Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah :
7. 1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli.
8. 2) Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya seperti gas klorin atau gas sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan secara cepat keluar dari kapiler.
TERAPI Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan
Non Farmakologi
Tirah baring
manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : 1) beban awal, 2) kontraktilitas, dan 3) beban akhir.
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
Digitalisasi
a. Dosis digitalis :
- Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari
- Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
Farmakologi
1. Kendaron 2 amp /8 jam
2. Kendaron 2 amp/ 16 jam
3. Clopidogrel 1 x 1
4. Teragram 2 x 1
5. ISDN 3 x 5 mg
6. Captopril 3 x 25 mg
7. Letoral 25 mg 1 – 0 – 0
8. Fluxum 2 x 0.4 mg
- Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
b. Dosis penunjang untuk gagal jantun: digoksin 0,25 mg sehari. Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat :
- Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan
- Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.
3. Menurunkan beban jantung.
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik dan vasodilator.
a. Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan diuretic,
digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE), diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek.
Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan:
- Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)
- Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan sinus
- Penghambat ACE (captopril mulai dari dosis 2 X 6,25 mg atau setara penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien); isorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap, dosis dimulai 3 X 10-15 mg. Semua obat harus dititrasi secara bertahap.
b. Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata 20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon,
triamteren, amilorid, dan asam etakrinat. Dampak diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung atau kelangsungan, tapi merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Penggunaan penghambat ACE bersama diuretik hemat kalium harus berhati-hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.
c. Vasodilator
- Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit iv.
- Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv
- Prazosin per oral 2-5 mg
1. - Penghambat ACE: kaptopril 2 X 6,25 mg
Daftar Pustaka
1. Ahlquist David A, Camilleri M. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th edition. Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). 2008.
2. Simadibrata K, Daldiyono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Aru W Sudoyo (Editor), Balai Penerbit UI. Jakarta, 2006.
3. Naskah lengkap penyakit dalam. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2007.