Laporan Kasus Presbikusis
-
Upload
marinarizkyutami -
Category
Documents
-
view
825 -
download
134
description
Transcript of Laporan Kasus Presbikusis
LAPORAN KASUS THT
PRESBIKUSIS
Pembimbing:
dr. Anna Maria Suciaty, Sp. THT
Disusun oleh:
Raden Roro Marina Rizky Utami
030.09.190
Kepaniteraan Klinik Ilmu THT
Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor
Periode 15 Juli 2013- 24 Agustus 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
1
STATUS PASIEN THT
Tanggal : 25 Juli 2013
No. Registrasi : 26-16-21
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. Adjat Sudrajat
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Bogor
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 Juli 2013 pada pukul 11.30 WIB.
a. Keluhan Utama
Telinga kiri berdenging sejak 5 bulan yang lalu
b. Keluhan Tambahan
Penurunan pendengaran pada kedua telinga
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn. Adjat, seorang laki-laki datang ke Poliklinik THT Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki
Mahdi dengan keluhan telinga kiri berdenging sejak 5 bulan yang lalu. Pada
awalnya, 5 bulan yang lalu, terlebih dahulu pasien merasakan telinga kiri pasien
seperti kemasukan air, pasien juga merasa suara yang didengarnya seperti memantul.
Keluhan ini muncul tiba-tiba. Kemudian, setelah rasa kemasukan air tersebut mulai
menghilang, barulah timbul suara berdenging. Pasien juga mengeluhkan
pendengarannya menjadi berkurang pada kedua telinga. Pasien tidak merasa pusing.
Pada telinga pasien juga tidak pernah mengeluarkan cairan. Pasien sudah mencoba
untuk berobat, namun keluhan telinga kiri pasien berdengung tetap belum hilang.
Pasien diberikan vitamin dan dilakukan pengangkatan serumen.
2
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Paien mengaku tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Pasien memiliki
riwayat penyakit hepatitis sekitar 10 tahun yang lalu dan kolesterol yang tidak
terkontrol. Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis disangkal oleh pasien.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidk ada yang mengalami hal serupa.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Tanda vital : Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pernapasan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kesadaran : Compos mentis
Kepala : Normocephali
Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan
B. Status THT
1. Pemeriksaan Telinga
KANAN KIRI
Normotia, Nyeri tekan tragus
(-)
Daun Telinga Normotia, Nyeri tekan tragus
(-)
Nyeri tekan RA (-), Nyeri
tekan Mastoid (-)
Retroaurikuler Nyeri tekan RA (-), Nyeri
tekan Mastoid (-)
Nyeri tarik auricula (-), tidak
hiperemis, tidak oedem
Preaurikuler Nyeri tarik auricula (-), tidak
hiperemis, tidak oedem
3
LIANG TELINGA
Lapang Lapang/sempit Lapang
Tidak hiperemis Warna
epidermis
Tidak hiperemis
(-) Sekret (-)
(+) Serumen (+)
(-) Kelainan lain (-)
Gambaran membran timpani
telinga kanan terlihat
sklerotik, Intak (+) refleks
cahaya (-), retraksi (-),
bulging (-), hiperemis (-)
Membran
Timpani
Intak (+), Refleks cahaya (+),
retraksi (-), hiperemis (-)
2. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran
a) Pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garpu tala
Tidak dilakukan pemeriksaan
b) Pemeriksaan menggunakan Audiometri
4
Kesan: Pada pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli
saraf nada tinggi, bilateral, simetris, gambaran audiogramnya curam
(Presbikusis).
3. Pemeriksaan Hidung
KANAN KIRI
Tidak ada Deformitas Tidak ada
Daerah sinus frontalis (-),
sinus ethmoidalis (-), sinus
maxillaris (-)
Nyeri tekan Daerah sinus frontalis (-),
sinus ethmoidalis (-), sinus
maxillaris (-)
(-) Krepitasi (-)
RINOSKOPI ANTERIOR
Normal Vestibulum Normal
Normal Konka inferior Normal
Normal Konka media Normal
Sulit dinilai Konka superior Sulit dinilai
Sulit dinilai Meatus nasi Sulit dinilai
Lapang Kavum nasi Lapang
Tidak hiperemis Mukosa Tidak hiperemis
(-) Sekret (-)
tidak deviasi Septum tidak deviasi
Normal Dasar hidung Normal
RINOSKOPI POSTERIOR
Tidak dilakukan pemeriksaan Koana Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan Mukosa konka Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan Sekret Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan Muara tuba
eustachius
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan Adenoid Tidak dilakukan pemeriksaan
5
Tidak dilakukan pemeriksaan Fossa
Rusenmuler
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan Atap nasofaring Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Pemeriksaan Faring
Arkus Faring : Tenang dan simetris
Pilar anterior : Tidak ada kelainan
Palatum molle : Tidak ada kelainan
Mukosa Faring : Tenang, tidak bergranula, tidak ada post nasal drip
Uvula : Tenang dan letak ditengah
Tonsil palatina : Besar : T1-T1
Warna : Merah muda
Kripta : (-)
Detritus : (-)
Perlekatan: Tidak ada
Pilar posterior : Tidak ada kelainan
Gigi geligi : Cukup bersih
5. Hipofaring
Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Pemeriksaan Laring
Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Leher
Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Maksilo Fasial
Simetris, paralisis nervus kranialis (-), nyeri tekan frontalis (-), nyeri tekan
pangkal maksila (-).
6
IV. RESUME
Tn. Adjat, seorang laki-laki datang ke Poliklinik THT Rumah Sakit Dr. H.
Marzoeki Mahdi dengan keluhan tinitus pada AS sejak 5 bulan yang lalu. Sebelumnya
pasien merasaka seperti ada air diteliganya baru setelah itu timbul tinitus. Semakin lama,
pasien merasa pendengarannya berkurang pada kedua telinganya namun lebih terasa
pada telinga kiri.
Pada pemeriksaan fisik semua dalam batas normal kecuali pada membran timpani
AD nampak gambaran sklerotik sehingga tidak terdapat refleks cahaya.
V. DIAGNOSIS KERJA
Presbikusis
VI. DIAGNOSA BANDING
1. Sindrom meniere
2. Penggunaan obat ototoksis
VII. RENCANA PENGOBATAN
Medikamentosa:
Betahistin 6mg, diberikan 2 kali sehari selama 10 hari.
Vitamin B 12, diberikan 2 kali sehari selama 10 hari.
Non-medikamentosa:
Hindari suara keras
Hindari makanan berlemak untuk menghindari faktor resiko
Hindari mengkorek telinga
VIII. RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN
-
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
7
Ad fuctionam : Dubia ad malam
DOKTER MUDA : Raden Roro Marina Rizky Utami
DOKTER PENGAWAS : dr. Anna Maria Suciaty, Sp.THT
TANDA TANGAN :
PENILAIAN :
ANALISA KASUS
8
A. Diagnosis
Diagnosis Presbikusis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan audiometri sebagai berikut:
Anamnesis :
Tn. Adjat yang berusia 60 tahun, seorang laki-laki datang ke Poliklinik THT Rumah
Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi pada tanggal 25 Juli 2013 dengan keluhan telinga kiri
berdenging sejak 5 bulan yang lalu. Pada awalnya, 5 bulan yang lalu, terlebih dahulu
pasien merasakan telinga kiri pasien seperti kemasukan air, pasien juga merasa suara
yang didengarnya seperti memantul. Keluhan ini muncul tiba-tiba. Kemudian, setelah
rasa kemasukan air tersebut mulai menghilang, barulah timbul suara berdenging. Pasien
juga mengeluhkan pendengarannya menjadi berkurang pada kedua telinga.
Interpretasi:
Dari keluhan pasien, dimana telinga pasien berdengin dan terjadinya penurunan
pendengaran simetris pada kedua telinga, merupakan gejala dari presbikusis. Ditambah
dengan faktor resiko berupa usia 60 tahun, semakin memperkuat pada diagnosis
presbikusis.
Pemeriksaan fisik:
Pada pemeriksaan fisik semua dalam batas normal kecuali pada membran timpani AD
nampak gambaran sklerotik sehingga tidak terdapat refleks cahaya.
Interpretasi:
Dalam pemeriksaan fisik pasien ini, tidak ditemukan kelainan yang khas, namun sudah
ditemukan membran timpani yang sklerotik pada AD, yang merupakan satu ciri dari
penuaan.
Pemeriksaan penunjang:
9
Kesan: Pada pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada
tinggi, bilateral, simetris, gambaran audiogramnya curam (Presbikusis).
B. Rencana pengobatan
Medikamentosa:
Betahistin 6mg, diberikan 2 kali sehari selama 10 hari.
Vitamin B 12, diberikan 2 kali sehari selama 10 hari.
Non-medikamentosa:
Hindari suara keras
Hindari makanan berlemak untuk menghindari faktor resiko
Hindari mengkorek telinga
TINJAUAN PUSTAKA
10
A. ANATOMI TELINGA
a) Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk
huruf S, dan tangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga
bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, dengan panjang 2,5 – 3 cm. Pada
sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen. Serumen memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik dan juga repellant
terhadap serangga.
Serumen terdiri dari lemak (46-73 %), protein, asam amino, ion-ion mineral, dan
juga mengandung lisozim, immunoglobulin, dan dan asam lemak tak jenuh rantai
ganda. Asam lemak ini menyebabkan kulit yang tak mudah rapuh sehingga
menginhibisi pertumbuhan bakteri. Oleh karena komposisi hidrofobiknya, serumen
dapat membuat permukaan kanal menjadi impermeable, kemudian mencegah
terjadinya maserasi dan kerusakan epitel.
b) Telinga Tengah
11
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
- batas luar : membran timpani
- batas depan : tuba eustachius
- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.
- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontalis, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window) dan tingkap
bundar (round window) dan promontorium.
Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membran sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri
dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar
dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran didalam telinga saling
berhubungan . Prosessus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah
yang menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga tengah.
c) Telingan Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli
disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan skala media berisi
12
endolimfa. Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda dengan endolimfa.
Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut dengan membrane
vestibule (Reissner’s membrane), sedangkan dasar skala media adalah membran
basalis. Pada membran ini terletak Organ corti. Pada skala media terdapat bagian
yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basalis
melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis
Corti, yang membentuk Organ Corti.
B. FISIOLOGI PENDENGARAN
Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi pendengaran adalah
sebagai berikut :
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses
13
ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-
sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut , sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis.
14
PRESBIKUSIS
1. Definisi
Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi umumnya terjadi pada usia 65
tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan.(1)
2. Epidemiologi
Secara global prevalensi presbikusis bervariasi, diperkirakan terjadi pada 30-45% orang
dengan usia di atas 65 tahun. Menurut WHO pada tahun 2005 akan terdapat 1.2 milyar
orang akan berusia lebih dari 60 tahun, dari jumlah tersebut 60 % diantaranya tinggal di
negara berkembang. Menurut perkiraan WHO pada tahun 2020 populasi dunia berusia
diatas 80 tahun juga akan meningkat sampai 200 %.
Di Indonesia jumlah penduduk berusia lebih dari 60 tahun pada tahun 2005 diperkirakan
mencapai 19.9 juta atau 8.48 % dari jumlah populasi. Pada tahun 2025 jumlah tsb akan
meningkat menjadi 4 kali lipat dari jumlah tahun 1990, dan merupakan jumlah tertinggi
di dunia. Juga terjadi peningkatan usia harapan hidup dari usia 59.8 tahun ( 1990 )
menjadi 71.7 % pada tahun 2020.
3. Etiologi
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga
kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, pola
makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat
multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek
kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut diatas. (1)
Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Progesifitas penurunan pendengaran
dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan
perempuan.
4. Klasifikasi
Presbiakusis diklasifikasikan menjadi 4, antara lain :
a. Presbiakusis Sensori
Tipe ini menunjukkan atrofi epitel disertai dengan hilangnya sel rambut dan sel
penyokong organ corti di membrana basalis koklea dan karena itu khas berupa
hilangnya pendengaran nada tinggi, yang dimulai setelah usia pertengahan. Ciri
15
khas dari tipe presbikusis sensori ini adalah terjadi penurunan pendengaran secara
tiba-tiba pada frekuensi tinggi. (2,3)
b. Presbiakusis Neural
Tipe ini memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf pusat. Tidak
didapati adanya penurunan ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan
tipe ini menyebabkan penurunan diskriminasi kata-kata dan dapat dijumpai
sebelum terjadinya gangguan pendengaran. Efeknya tidak disadari sampai
seseorang berumur lanjut sebab gejala tidak akan timbul sampai 90% neuron
akhirnya hilang. Bila neuron ini berkurang dibawah yang dibutuhkan untuk
transmisi getaran , maka terjadilah resbikusis neural. Menurunnya jumlah neuron
pada koklea lebih parah terjadi pada basal koklea. Dan atrofi yang luas pada
ganglion spiral. (2,3)
c. Presbikusi Strial (metabolik)
Tipe presbikusis yang sering didapati dengan ciri khas kurang pendengaran yang
mulai timbul pada dekade ke-6 dan berlangsung perlahan-lahan. Kondisi ini
diakibatkan terjadinya abnormalitas strial vaskularis berupa atropi daerah apikal
dan tengah dari koklea. Strial vaskularis normalnya berfungsi menjaga
keseimbangan bioelektrik, kimiawi, dan metabolik koklea, proses ini berlangsung
pada usia 30-60 tahun. (2,3)
d. Presbikusis Kondusif Koklea (mekanik)
Pada Presbiakusis jenis ini diduga diakibatkan oleh terjadinya perubahan
mekanisme pada membran basalis koklea sebagai akibat proses menua. Secara
audiogram ditandai dengan penurunan progresif dari sensitifitas di seluruh daerah
tes. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus koklearis dan atrofi dari
ligamentum spiral.(2,3)
5. Patofisiologi
Dengan makin lanjutnya usia terjadi degenerasi primer di organ corti berupa
hilangnya sel epitel saraf yang dimulai pada usia pertengahan. juga dketahui bahwa
keadaan yang sama terjadi pula pada serabut aferen dan eferen sel sensorik dari koklea.
Terjadi pula perubahan pada sel ganglion siralis di basal koklea. Di samping itu juga
terdapat penurunan elastisitas membran basalais di koklea dan membrana timpani.
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan NVIII. Pada
koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang
16
pada organ corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga terjadi pada strain
vaskularis. Selain itu terdapat pula perubahan berupa berkurangnya jumlah dan ukuran
sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf.
6. Gejala
Beberapa dari tanda dan gejala yang paling umum dari penurunan pendengaran :
1. Kesulitan mengerti pembicaraan
2. Ketidakmampuan untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan nada tinggi.
3. Kesulitan membedakan pembicaraan; bunyi bicara lain yang parau atau
bergumam
4. Masalah pendengaran pada kumpulan yang besar, terutama dengan latar
belakang yang bising
5. Latar belakang bunyi berdenging atau berdesis yang konstan
6. Perubahan kemampuan mendengar konsonan seperti s, z, t, f dan g
7. Suara vokal yang frekuensinya rendah seperti a, e, i, o, u umumnya relatif
diterima dengan lengkap.
7. Terapi
1. Vitamin
Vitamin B kompleks memberikan 43,5% kemajuan dalam pendengaran. Vitamin
A banyak dicoba dengan hasil yang lebih memuaskan.(4)
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan
dengan pemasangan alat bantu dengar ( hearing aid ) (1). Pemasangan alat bantu
dengar hasilnya akan lebih memuaskan bila dikombinasikan dengan latihan
membaca ujaran ( speech reading ), dan latihan mendengar ( auditory training ),
prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech
therapist).
Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki efektifitas pasien dalam
komunikasi sehari-hari. Pembentukan suatu program rehabilitasi untuk mencapai
tujuan ini tergantung pada penilaian menyeluruh terhadap gangguan komunikasi
pasien secara individual serta kebutuhan komunikasi sosial dan pekerjaan.
Partisipasi pasien ditentukan oleh motivasinya. Oleh karena komunikasi adalah
17
suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih, maka keikutsertaan keluarga
atau teman dekat dalam bagian-bagian tertentu dari terapi terbukti bermanfaat.
Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen tradisional
dari rehabilitasi pendengaran. Pasien harus dibantu untuk memanfaatkan secara
maksimal isyarat-isyarat visual sambil mengenali beberapa keterbatasan dalam
membaca gerak bibir. Selama latihan pendengaran, pasien dapat melatih
diskriminasi bicara dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam
lingkungan yang sunyi dan yang bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada
lokalisasi, pemakaian telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio sinyal-bising
dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar.
Program rehabilitasi dapat bersifat perorangan ataupun dalam kelompok.
Penyuluhan dan tugas-tugas khusus paling efektif bila dilakukan secara
perorangan, sedangkan program kelompok memberi kesempatan untuk menyusun
berbagai tipe situasi komunikasi yang dapat dianggap sebagai situasi harian
normal untuk tujuan peragaan ataupun pengajaran.
Pasien harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap isyarat-isyarat
lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat membantu kekurangan
informasi dengarnya. Perlu diperagakan bagaimana struktur bahasa menimbulkan
hambatan-hambatan tertentu pada pembicara. Petunjuk lingkungan, ekspresi
wajah, gerakan tubuh dan sikap alami cenderung melengkapi pesan yang
diucapkan. Bila informasi dengar yang diperlukan untuk memahami masih belum
mencukupi, maka petunjuk-petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan ini.
Seluruh aspek rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat
berinteraksi lebih efektif dengan lingkungannya.
8. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam
Ad fuctionam : Dubia ad malam
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Suwento R, Hendamin H. Gangguan Pendengaran Pada Geriatri, dalam: Soepardi EA,
Iskandar N. Editor, Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, Edisi Keenam, Jakarta,
Gaya Baru,2007;Hal 44-45
2. Inner ear, Presbycusis, Available from www.emedicine.com, Last update on July 27,
2013
3. Presbycusis, available from www.uvahealth.com, last update on July 27, 2013
4. Wiyadi MS, Pendengaran pada Usia Lanjut (Presbiakusis), Cermin Dunia Kedokteran
No.35 [online] 2002 [cited 2013 July 27], Available from ;
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10PendengaranPadaUsiaLanjut.pdf/
10_PendengaranPadaUsiaLanjut.html
19