Laporan kasus pneumoperitoneum

34
Laporan Kasus Radiologi SEORANG PASIEN DENGAN PNEUMOPERITONEUM Diajukan guna melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi RSUD Kota Semarang OLEH : Stephanie Darmawan 406148041 PEMBIMBING : dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA SEMARANG 0

description

Laporan kasus pneumoperitoneum

Transcript of Laporan kasus pneumoperitoneum

Page 1: Laporan kasus pneumoperitoneum

Laporan Kasus Radiologi

SEORANG PASIEN DENGAN PNEUMOPERITONEUM

Diajukan guna melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Radiologi RSUD Kota Semarang

OLEH :

Stephanie Darmawan

406148041

PEMBIMBING :

dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TARUMANAGARA

SEMARANG

2015

0

Page 2: Laporan kasus pneumoperitoneum

LEMBAR PENGESAHAN

Nama :Stephanie Darmawan

NIM : 406148041

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Tarumanagara Jakarta

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan : Radiologi

Judul Laporan Kasus : Seorang Pasien dengan Pneumoperitoneum

Diajukan : Mei 2015

Pembimbing : dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL :

...............................................

Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

RSUD Kota Semarang

Pembimbing

dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad

1

Page 3: Laporan kasus pneumoperitoneum

KATA PENGANTAR

Shalom! Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME yang senantiasa

melimpahkan rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah presentasi kasus ini dengan baik. Adapun judul yang penulis pilih

untuk penulisan makalah presentasi kasus ini adalah ”Pneumoperitoneum”

Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mencurahkan segala pikiran dan

kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan kendala yang harus

dilewati.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Lia Sasdesi Mangiri,

Sp.Rad selaku pembimbing makalah presentasi kasus dan seluruh pihak yang

telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Semarang, 25 Mei 2015

2

Page 4: Laporan kasus pneumoperitoneum

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumoperitoneum adalah istilah yang menggambarkan adanya udara bebas /

free air pada intraperitoneal. Pneumoperitoneum ini bisa merupakan tanda keadaan

yang tidak berbahaya, namun seringkali menggambarkan situasi kegawatdaruratan.

Diagnosis dan penanganan yang cepat adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa

pasien. Pemeriksaan X- foto polos abdomen maupun thoraks merupakan modalitas

imaging pilihan pertama untuk mendiagnosis adanya pneumoperitoneum.

Bila secara klinis terdapat tanda perforasi, dan pada X- foto polos ditemukan

adanya pneumoperitoneum, maka keadaan ini merupakan indikasi bedah emergensi.

Penyebab paling umum pneumoperitoneum adalah perforasi organ berongga abdomen

yang dapat disebabkan oleh karena trauma, perforasi ulkus peptikum, divertikulitis,

maupun tumor maligna. Sekitar 70 % perforasi dari ulkus akan memperlihatkan

adanya free air. 1,2,3

Pemeriksaan X- foto polos konvensional yang dapat dilakukan untuk

mendeteksi adanya pneumoperitoneum adalah X –foto thorax posisi tegak, X- foto

polos abdomen 3 posisi tegak (erek), supine, dan left lateral dekubitus (LLD).

Beberapa hal yang penting menyangkut teknik pemeriksaan dan persiapannya perlu

diperhatikan, agar dapat mendeteksi adanya free air meskipun dalam jumlah sedikit.3

Pneumoperitonem dalam jumlah sedikit dapat dengan mudah terlihat dibawah

dome diafragma pada X- foto polos posisi erek. Namun, seringkali pasien dalam

kondisi emergensi hanya memungkinkan untuk menjalani foto abdomen posisi supine,

sehingga perlu perhatian dalam interpretasi tanda – tanda pneumoperitoneum pada

posisi abdomen supine. Pada 56 % kasus dengan pneumoperitoneum, adanya free air

dapat dideteksi pada posisi abdomen supine. 3,4

3

Page 5: Laporan kasus pneumoperitoneum

BAB II

ANATOMI PERITONEUM

2.1 PERITONEUM

Peritoneum adalah membran serosa paling besar, semipermeabel yang

membentuk garis batas dari kavum abdomen. Luas lapisan peritoneum sekitar 1- 2 m2.

Peritoneum melapisi sebagian besar organ intraabdomen. Peritoneum terdiri dari 2

lapisan yaitu peritoneum parietal dan viseral. Peritoneum parietal merupakan lapisan

peritoneum luar dan melekat pada dinding abdomen. Peritoneum viseral merupakan

lapisan dalam peritoneum, terletak diantara organ – organ yang berada intraperitoneal. 5

Peritoneum parietal dari diafragma dan dinding posterior abdomen serta dari

supraumbilikal dan dinding anterior abdomen pada tempat tertentu melipat ke arah

visera dan membungkus visera tersebut sehingga disebut dengan peritoneum viseral.

Bangunan – bangunan yang dibentuk peritoneum akibat suatu bangunan

ekstraperitoneal yang mendorong peritoneum parietal kearah dalam pada masa

pertumbuhan embrional dapat berupa plika (lipatan), kantung (saccus), cekungan

(fossa atau recessus).5

Beberapa lipatan atau refleksi peritoneum akibat suatu bangunan visera yang

dihubungkan ke dinding abdomen, secara umum disebut sebagai plika, yang dapat

pula berupa ligamentum, mesenterium, maupun omentum. Omentum majus,

mesenterium, mesocolon transversum, mesoapendiks, mesokolon sigmoid, merupakan

lipatan yang lebih besar. Nama – nama ligamentum sesuai dengan 2 struktur / organ

yang dihubungkan. Ligamentum yang salah satunya melekat pada gaster disebut

dengan omentum. Sedangkan mesenterium, menghubungkan usus dengan dinding

posterior abdomen. 5

Pada dinding anterior abdomen lipatan peritoneum ke arah hepar membentuk

ligamentum falsiforme yang didalamnya berisi obliterasi vena umbilikalis. Pada linea

mediana di kaudal umbilikus dapat ditemukan lipatan peritoneum parietal yang

disebabkan oleh obliterasi urachus (ligamentum umbilkal medial) yang disebut plika

umbilikalis mediana. Disebelah lateralnya terdapat plika umbilikalis medialis yang

ditimbulkan oleh obliterasi arteri umbilikalis. Sedangkan disebelah lateralnya lagi

terdapat plika umbilikalis lateralis (yang ditimbulkan oleh vasa epigastrika inferior).5

4

Page 6: Laporan kasus pneumoperitoneum

2.2 RONGGA PERITONEUM

Ruang potensial diantara 2 lapisan peritoneum disebut dengan rongga

peritoneum, yang secara normal berisi 50 - 100 ml cairan serosa yang memungkinkan

kedua lapisan saling bergerak bebas satu sama lain. Rongga peritoneum merupakan

kantung tertutup pada laki – laki, sedangkan pada wanita berhubungan dengan

ekstraperitoneal melalui tuba uterina. Rongga peritoneum potensial dan lipatan

peritoneum membentuk ligamentum peritoneal, mesenterium, dan omentum yang bisa

membentuk lingkaran proses patologi dan juga bisa menjadi jalur penyebaran

penyakit.5,6

Gambar 2Gambar visera abdomen dan refleksi peritoneum mayor

(Diambil dari Diagnostic imaging abdomen)

Rongga peritoneum terbagi oleh lipatan peritoneum menjadi beberapa

kompartemen dan resessus yang menjadi dasar anatomi dalam memahami aliran

dinamis dari cairan intraperitoneal dan lokasi tertentu pada asites, abses, metastase,

dan cairan maupun udara bebas akibat proses trauma. Pada imaging rongga

peritoneum tidak dapat terlihat kecuali bila terdistensi oleh cairan.

5

Page 7: Laporan kasus pneumoperitoneum

BAB III

PNEUMOPERITONEUM

3.1 PENGERTIAN

Pneumoperitoneum adalah gambaran udara bebas / free air pada

intraperitoneal / kavum peritoneum. Normalnya udara tidak terdapat pada kavum

peritoneum, ekstraperitoneal, dinding usus, maupun sistem bilier. Pemeriksaan foto

polos abdomen maupun thoraks dapat mendeteksi adanya udara bebas / free air

intrapertioneal, namun apabila jumlahnya sedikit hanya dapat terdeteksi pada

pemeriksaan CT – Scan. Sebagian kasus pneumoperitoneum merupakan kasus yang

tidak berbahaya, akan tetapi sering juga merupakan indikasi bedah emergensi untuk

menangani perforasi organ berongga intraabdomen.

3.2 PENYEBAB

Penyebab yang paling umum pneumoperitoneum adalah perforasi organ

berongga abdomen, terutama perforasi ulkus peptikum, tumor, trauma iatrogenik,

maupun trauma tumpul abdomen. Pneumoperitoneum bisa juga terjadi setelah proses

pembedahan abdomen, manipulasi transperitoneal, maupun needle biopsi pada

abdomen. Penyebab yang lain bisa berhubungan dengan kelainan pada thoraks seperti

diseksi pneumomediastinum. Pneumoperitoneum juga dapat disebabkan masuknya

udara melalui traktus genitalia wanita.1,8,9,10

Penyebab pneumoperitoneum juga tergantung pada usia. Pada neonatus sering

disebabkan oleh perforasi usus sebagai efek sekunder pada kasus enterokolitis

nekrotikans dan ileus obstruktif. Juga bisa disebabkan iatrogenik misalnya pada

perforasi gaster oleh karena nasogastric tube maupun ventilasi mekanik.1,9

Pada bayi dan anak – anak pneumoperitoneum juga dapat disebabkan oleh

trauma tumpul abdomen yang menyebabkan ruptur organ berongga, trauma penetrasi,

perforasi traktus gastrointestinal (ulkus peptikum, stress ulcer, kolitis ulseratif dengan

toksik megakolon, Crohn disease, ileus obstruktif), terapi steroid, infeksi pada

peritoneum oleh organisme penghasil gas atau oleh karena ruptur abses. 8,9

Gambaran pneumoperitoneum pada pasien dengan nyeri abdomen akut

merupakan tanda yang penting, karena lebih dari 90 % penyebab pneumoperitoneum

akan membutuhkan tindakan pembedahan segera. Pneumoperitoneum juga dapat

timbul pada 60 % pasien paska laparoromi. Pada sebagian besar pasien ini free air

6

Page 8: Laporan kasus pneumoperitoneum

akan diserap dalam waktu 5 – 7 hari, namun sering pula free air baru diserap semua

pada hari ke 24 paska laparotomi.

3.3 GAMBARAN KLINIS PNEUMOPERITONEUM

Gambaran klinis pasien dengan pneumoperitoneum tergantung pada

penyebabnya. Penyebab yang tidak berbahaya dapat memberikan gambaran yang

asimptomatis, atau nyeri perut yang hilang timbul. Sedangkan yang disebabkan oleh

perforasi organ berongga abdomen tergantung pada perkembangan peritonitis. Gejala

dan tanda pada berbagai penyebab perforasi dapat berupa tanda peritoneal seperti

kaku dan tegang pada abdomen, hilangnya bising usus, nyeri epigastrik yang hebat

sampai syok. 7,10

3.4 TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pemeriksaan radiografi yang optimal sangat penting, pada waktu kita

mencurigai adanya perforasi organ intra abdomen. Idealnya pemeriksaan X- foto

polos yang dilakukan adalah foto thoraks posisi tegak (erek), abdomen supine, erek,

serta posisi left lateral dekubitus.8,9

Pemeriksaan X- foto polos abdomen dan thoraks dapat memberikan gambaran

pneumoperitoneum pada 75 – 80 % kasus perforasi organ berongga abdomen.

Dengan teknik yang benar, 76 % kasus pneumoperitoneum dapat terdeteksi pada X-

foto posisi erek, sedangkan bila ditambahkan posisi left lateral dekubitus dapat

mendeteksi 90 % kasus. CT - Scan tetap lebih sensitif dalam mendeteksi kasus

pneumoperitoneum, karena gambaran free air yang minimal dapat terdeteksi.

Pemeriksaan radiogaraf yang optimal sangat penting, pada waktu kita mencurigai

adanya perforasi organ berongga abdomen.

a. Pemeriksaan X- foto polos abdomen

Pemeriksaan foto polos abdomen untuk mendeteksi adanya

pneumoperitoneum adalah posisi supine, erek / tegak, dan left lateral dekubitus.

Pada X- foto polos abdomen posisi tegak menghasilkan gambaran oblik dari

diafragma sehingga mengaburkan gambaran free air karena sinar - X diarahkan

lebih inferior dari diafragma.3

Posisi left lateral dekubitus lebih sensitif dalam mendeteksi free air yang

berada antara tepi bebas hepar dan dinding lateral kavum peritoneum meskipun

7

Page 9: Laporan kasus pneumoperitoneum

dalam jumlah kecil. Tekniknya harus benar, dimana pasien harus diposisikan

berbaring miring dengan sisi kiri dibawah selama 10 menit. Pada pasien yang

tidak bisa dilakukan posisi LLD dapat juga dilakukan foto lateral abdomen cross

table. 3

Prinsip pemeriksaan X - foto polos abdomen posisi LLD maupun erek /

semi erek adalah menggunakan sinar X arah horizontal (horizontal beam), karena

apabila ada udara akan menempati tempat tertinggi pada kavum peritoneum. 3

Posisi supine juga sering dilakukan untuk mendeteksi adanya

pneumoperitoneum. Kebanyakan pasien dengan kondisi emergensi sering tidak

bisa dilakukan pemeriksaan radiograf dengan sinar horizontal, sehingga sangat

penting pula untuk mengenali tanda – tanda pneumoperitoneum pada posisi

abdomen supine.3

3.5 GAMBARAN RADIOLOGI KONVENSIONAL PNEUMOPERITONEUM

Pemeriksaan foto polos thoraks dan abdomen merupakan pilihan pertama pada

pasien emergensi dengan nyeri abdomen. Pada pasien tersebut, biasanya didapatkan

adanya udara dibawah diafragma yang hampir sering disebabkan oleh perforasi

traktus gastrointestinal. Adanya udara bebas intraperitoneal ini akan menempati ruang

– ruang potensial intraperitoneal dan memberikan gambaran – gambaran khusus pada

pemeriksaan X- foto polos abdomen. 3,11,12

Gambaran pnemoperitoneum pada pemeriksaan X- foto polos abdomen posisi

supine adalah sebagai berikut :

Upper abdomen

- Falciforme ligamentum sign

- Cupola sign

Mid abdomen :

Rigler’s sign, Football sign

Lower abdomen :

inverted V sign

3.5.1 DECUBITUS ABDOMEN SIGN

Pada posisi left lateral dekubitus sisi kiri abdomen berada dibawah dan sisi

kanan berada diatas. Adanya udara bebas akan menempati titik tertinggi sehingga

8

Page 10: Laporan kasus pneumoperitoneum

akan terlihat gambaran lusen yang berada antara dinding abdomen dan hepar.

Posisi ini cukup sensitif dalam mendeteksi adanya free air, dan bisa digunakan

untuk mengkonfirmasi berbagai gambaran yang menyerupai pneumoperitoneum.

Pasien perlu ditempatkan dalam posisi ini selama 10 menit, sehingga gambaran

free air intraperitoneal yang minimal akan dapat tervisualisasi dengan baik. 3,7,11

Gambar 3Posisi LLD memperlihatkan adanya free air antara dinding abdomen dan hepar (panah putih)

dan tampak pula adanya cairan bebas intraperitoenal (panah hitam)(Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/372053-overview))

3.5.2 CUPOLA SIGN

Cupola sign adalah gambaran lusensi bentuk arkuata yang melapisi

permukaan vertebra thorakal bawal dan diproyeksikan pada bagian bawah

jantung. Batas atasnya tegas, sedangkan batas bawahnya tidak jelas. Istilah cupola

menggambarakan lusensi yang menyerupai inverted cup shaped. Cupola sign

dapat terlihat pada posisi supine.11,12,13,14

Gambar 6X- foto thorax AP pada 2 pasien yang berbeda memperlihatkan : gambaran lusen bentuk arkuata batas

atasnya tegas, batas bawah tidak tegas, pada subphrenic space median.(Diambil dari http://www.learningradiology.com/notes/ginotes/freeairpage.htm)

Udara pada kavum peritoneum ini akan lebih banyak berkumpul pada

bagian anterior, dibawah central tendon diafragma dan didalam ruang subfrenik

median. Central tendon diafragma terdiri dari 3 lembar : kanan, kiri, dan tengah.

Lembar tengah terletak di anterior, tempat dimana udara berkumpul saat pasien

9

Page 11: Laporan kasus pneumoperitoneum

posisi supine. Ruang subfrenik median terletak pada anterior dari lambung dan

ligamentum gastrohepatik. Jadi gambaran cupola sign dapat terlihat sebagai

lusensi linier transversal yang menyeberangi midline dibagian bawah dari jantung.

3.5.3 FOOTBALL SIGN

Football Sign adalah gambaran bayangan bentuk oval besar yang yang

membatasi tepi perifer kavum peritoneum. Gambaran bentuk oval ini pada regio

abdomen atas terbagi sepanjang aksis longitudinalnya oleh penyempitan soft

tissue yang dibentuk oleh ligamentum falsiforme. Gambaran ini menyerupai

bentuk oval besar dari American football. Axis memanjang dari gambaran ini

berjalan sefalokaudal dengan ujung tumpul dibatasi oleh diafragma dan dasar

pelvis. Batas atas berupa opasitas linier vertikal batas tegas pada abdomen kanan

atas, dan batas bawah berupa opasitas linier vertikal batas tegas pada midline

abdomen bawah. 18

Gambaran radiolusen bentuk oval ini menggambarkan pneumoperitoneum

masif yang menyebabkan distensi kavum peritoneum. Pada posisi supine, udara

bebas berkumpul pada bagian anterior dari organ intraabdomen, sehingga

menimbulkan batas yang tegas dengan peritoneum parietal.17,18

Gambar 10X- foto abdomen supine : football sign pada neonatus dengan perforasi rektum sebagai akibat

sekunder trauma penggunaan rectal tube. Pneumoperitoneum terlihat sebagai gambaran radiolusen bentul oval besar dibatasi oleh peritoneum parietal (panah lengkung). Ligamentum falsiforme (panah

lurus) juga dikelilingi oleh free air.(Diambil dari http://radiology.rsna.org/content/231/1/81)

Football sign dapat terlihat pada proyeksi abdomen supine. Berdasarkan

penelitian tanda ini dapat dijumpai sekitar 2 % kasus pneumoperitoneum pada

10

Page 12: Laporan kasus pneumoperitoneum

dewasa. Football sign lebih sering dijumpai pada bayi, sedangkan pada anak -

anak dan dewasa lebih jarang. Hal ini disebabkan karena kejadian

pneumoperitoneum masif lebih sering dijumpai pada anak – anak dan dewasa,

karena pada anak – anak dan dewasa dapat menyampaikan gejala keluhan

abdomen, sehingga bisa mendapatkan penanganan lebih cepat. Volume

pneumoperitoneum yang minimal sampai moderat belum dapat menimbulkan

football sign. 15,16

3.5.7 RIGLER’S SIGN

Rigler’s sign adalah gambaran dimana dua sisi dari dinding bowel dapat

tervisualisasi pada foto polos abdomen. Normalnya hanya permukaan mukosa

dari bowel yang dapat terlihat, karena dibatasi oleh gas intraluminer. Permukaan

serosa tidak dapat terlihat karena dikelilingi oleh jaringan yang mempunyai

densitas sama. Apabila terdapat udara bebas pada kavum peritoneum dan

intraluminer maka akan dapat terlihat dinding dalam dan dinding luar dari usus /

gaster. 13,20

Rigler’s sign pertama kali dideskripsikan oleh Leo Rigler pada tahun 1941.

Dikenal juga dengan double wall sign atau bas relief sign atau serosal sign.

Rigler’s sign dapat terlihat pada foto polos abdomen supine. Variasi dari Rigler’s

sign bisa berupa terlihatnya dinding luar dari usus karena lumen terisi oleh cairan. 16,18

Gambar 24X- foto abdomen supine memperlihatkan free air ekstensif yang membatasi dinding luar usus diantara multipel loop usus yang terisi udara. Panah putih menunjukkan dinding usus antara

udara intraluminer dan free air intraperitoneal.(Diambil dari http://radiology.rsna.org/content/228/3/706)

11

Page 13: Laporan kasus pneumoperitoneum

Rigler’s sign merupakan salah satu tanda pneumoperitoneum yang

penting. Akan tetapi tanda ini tidak terlalu sensitif, dan akan muncul apabila

volume free air mencapai 1 liter ( moderat) , sehingga tanda ini paling sering

muncul pada perforasi kolon dibandingkan usus halus. Pada keseluruhan kasus

perforasi traktus gastrointestinal dapat didapatkan tanda ini sekitar 14 – 32 %.18

Gambaran yang dapat memperlihatkan positif palsu Rigler’s sign perlu

untuk diketahui. Pada loop usus yang saling berdekatan, udara intraluminer dari

satu loop dapat membatasi dinding luar dari loop yang berdekatan, sehingga

seolah – olah menyerupai gambaran Rigler’s sign. Pada pasien yang habis

menjalani pemeriksaan CT - Scan, sisa kontras yang jumlahnya sedikit dapat

melapisi permukaan lumen usus sehingga meningkatkan atenuasi yang nyata

antara dinding usus, menyebabkan gambaran pseudo Rigler sign. Pada Rigler’s

sign (true posistif) biasanya juga memperlihatkan dinding bowel yang lebih tebal

dibandingkan pada gambaran positif palsu. Pada kasus yang tidak jelas,

diperlukan pemeriksaan abdomen posisi LLD dan semi erek untuk memastikan

adanya free air.18

Gambar 25X- foto polos abdomen posisi supine. Panah menunjukkan dinding usus terlihat dengan jelas karena

adanya free air(Diambil dari Dinamic Radiology of the Abdomen)

3.5.8 ANTERIOR PERITONEAL LIGAMENT SIGN

Peritoneum parietal diindentasi pada beberapa sisinya oleh remnan dari

vaskuler embrilogi yang disebut dengan ligamen. Adanya free air intra abdominal

akan membuat struktur ligamen ini dapat terlihat, sehingga merupakan tanda yang

dapat dikenali pada pneumoperitoneum.7,8,13,14,

a. FALCIFORM LIGAMENT SIGN

12

Page 14: Laporan kasus pneumoperitoneum

Ligamentum falsiforme berasal dari remnan embriologi arteri

umbilikalis yang berjalan oblik dari umbilikus ke permukaan anterosuperior

hepar. Pada keadaan normal biasanya tidak terlihat sebagai struktur yang

terpisah dari hepar. Ligamentum ini tertutupi oleh peritoneum viseral. Bila

terdapat free air yang mengelilingi ligamentum ini, maka akan terlihat

gambaran sebagai pita vertikal dengan densitas soft tissue yang paralel

dengan batas kanan korpus vertebra. Gambaran radiologi ini dapat ditemukan

pada free air dalam jumlah besar dan tidak sensitif.14

Gambar 27Falciforme ligament sign (panah) tervisualisasi dengan jelas karena adanya free air yang

mengelilinginya (Diambil dari Am J Roentgenol 1991; 156: 731-5)

Gambar 28X - foto polos abdomen supine memperlihatkan pneumoperitoneum masif. Ligamentum

falsiforme (panah), tepi hepar (kepala panah), dan Vesika felea (GB) dikelilingi oleh free air (Diambil dari Thai J Gastroenterol 2005; 6: 3)

b. INVERTED V SIGN

Inverted V sign adalah gambaran dimana ligamentum umbilical

(umbilical fold) dapat terlihat sebagai opasitas linier bentuk huruf V terbalik,

13

Page 15: Laporan kasus pneumoperitoneum

dibatasi oleh lusensi free air pada kavum pelvis. Secara anatomi ada 2 lipatan

pada kavum abdomen bawah yang dapat membentuk gambaran inverted V

sign, yaitu ligamentum umbilikal medial yang berasal dari obliterasi arteri

umbilikalis, dan ligamentum umbilikal lateral yang berisi arteri epigastrika

inferior.8,13,14

Gambar 31Gambaran pneumoperitoneum memperlihatkan inverted V sign yang berasal dari ligamentum

umbilikal lateral, dan juga memperlihatkan ligamentum falciforme sign(Diambil dari Am J Roentgenol 1991; 156: 731-5)

Pada beberapa kasus dapat pula hanya satu sisi ligamentum yang

terlihat, sehingga dikenal pula dengan sebutan lateral umbilical ligament sign.

Tanda ini akan lebih terlihat pada orang kurus.

Ada beberapa pendapat tentang inverted V sign ini, pada anak – anak

tanda ini dianggap berasal dari ligamentum umbilikal medial, pada dewasa

dapat berasal dari ligamentum umbilikal lateral. Namun pendapat lain juga

mengatakan bahwa pada dewasa dapat juga berasal dari ligamentum umbilikal

medial, karena lipatannya biasanya lebih menonjol. Inverted V sign jarang

muncul sebagai tanda tunggal dari pneumoperitoneum, biasanya disertai oleh

tanda – tanda lainnya, dan menggambarkan adanya pneumoperitoneum yang

masif.7,8,13

14

Page 16: Laporan kasus pneumoperitoneum

Gambar 32Umbilicus sign, membentuk gambaran inverted V pada pasien dengan pneumoperitoneum masif

(Diambil dari Hong Kong j.emerg.med 2005; 12: 46-9)

3.6 GAMBARAN YANG MENYERUPAI PNEUMOPERITONEUM

Pada X- foto polos abdomen maupun thoraks terdapat beberapa gambaran

positif palsu yang menyerupai adanya free air intraperitoneal. Gambaran ini perlu

dikenali dengan baik dan dihubungkan dengan keadaan klinis pasien untuk mencegah

tindakan yang tidak perlu bagi pasien.

Berbagai gambaran yang meragukan tentang pneumoperitoneum perlu

dikonfirmasi dengan X- foto polos abdomen posisi LLD, karena cukup sensitif dalam

mendeteksi adanya sejumlah kecil free air apabila dilakukan dengan persiapan yang

baik.

3.6.7 Chilaiditi’s syndrom

Adalah adanya interposisi usus diantara diafragma dan hepar. Gambaran

ini dideskripsikan pertama kali oleh dr. Demetrius Chiladaiti, seorang radiolog

Yunanai pada tahun 1910. Biasanya berasal dari distensi kolon, terutama fleksura

hepatika. Seringkali tidak menimbulkan gejala klinis, namun bisa juga disertai

adanya rasa tidak enak diperut, kembung, mual, muntah, maupun gejala

konstipasi. Insidensinya sekitar 0.025 % - 0,28 % pada populasi. Dapat dibedakan

dari gambaran pneumoperitoneum dengan melihat adanya lipatan haustra pada

lusensi dibawah diafragma.5,10,14,21

15

Page 17: Laporan kasus pneumoperitoneum

Gambar 34Chilaiditi’s syndrom berupa gambaran distensi usus, flexura hepatica colon interposisi diantara

hepar dan diafragma, memberikan gambaran pseudopneumoperitoneum(Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/372053-overview)

3.6.8 Abses subfrenik

Abses subfrenik biasanya memberikan gambaran multipel lusen dibawah

diafragma, terlokalisir, berbentuk bulat dengan tepi ireguler, dan tidak berada

dalam struktur loop usus. Abses subfrenik ini biasanya timbul paska proses

pembedahan, pada kasus elektif maupun abdomen akut. Pada 80 % kasus

memperlihatkan gambaran diafragma letak tinggi, 70 % disertai konsolidasi atau

kolaps pada basal paru, dan 60 % disertai efusi pleura. 5,14

Gambar 38Pasien dengan abses subdiafragma yang telah dibuktikan dengan pemeriksaan Ct Scan.

Tak tampak struktur haustra yang mengelilingi lusensi tersebut(Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/372053-overview)

16

Page 18: Laporan kasus pneumoperitoneum

Tatalaksana dan Prognosis

Prinsip tatalaksana dan prognosis tergantung dari penyebab utamanya. Ketika seorang

pasien memiliki pneumoperitoneum, langkah pertama dalam pengobatan adalah mencari tahu

mengapa, dalam rangka untuk mengembangkan pendekatan pengobatan yang tepat. Ini

mungkin membutuhkan tes diagnostik tambahan bersama dengan wawancara pasien. Dalam

beberapa kasus, pengobatan konservatif adalah program yang paling masuk akal, dengan

dokter menunggu dan melihat pendekatan untuk melihat apakah tubuh pasien mampu

menghilangkan gas sendiri. Jika pneumoperitoneum adalah komplikasi dari infeksi, maka

operasi untuk memperbaiki masalah ini diperlukan secepat mungkin. Perforasi dan infeksi

dengan cepat dapat menyebabkan kematian dengan segera.

17

Page 19: Laporan kasus pneumoperitoneum

LAPORAN KASUS

I. ANAMNESA

1. IdentitasNama : Tn. NJenis Kelamin : Laki-lakiUsia : 60 tahunTanggal Lahir : 6 Maret 1955Alamat : Padang ParasPekerjaan : Pensiunan PNS (Guru SD)Pendidikan : D2Agama : IslamStatus Pernikahan : MenikahNo. Reg. CM : 325008Tanggal Periksa : 18 Mei 2015 (Autoanamnesis)

2. Keluhan Utama : Nyeri di ulu hati

3. Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke poli penyakit dalam RSUD Kota Semarang pada hari Senin, 18 Mei 2015 dengan keluhan nyeri pada ulu hati sejak tadi pagi. Nyeri tidak dirasakan terus-menerus, diperberat jika duduk, miring kanan dan kiri,berdiri terlalu lama, pada saat sebelum makan dan nyeri biasanya hilang pada saat berbaring. Riwayat buang air kecil lancar dan tidak ada penurunan frekuensi. Tidak ada gangguan pada riwayat buang air besar. Keluhan tambahan lain seperti demam, mual, muntah, disuria, dan pusing disangkal. Namun pasien mengatakan kadang-kadang mengalami sesak napas. Terdapat riwayat kebiasaan merokok satu bungkus paer hari

Riwayat Penyakit Dahulu : Pada satu bulan yang lalu, pasien pernah mengalami keluhan yang sama

berupa nyeri pada ulu hati. Pasien kemudian berobat dan setelah mengkonsumsi obat minum (pasien tidak mengetahui nama obatnya), gejala nyeri ulu hati hilang.

Pasien memiliki riwayat hipertensi Riwayat penyakit stroke, DM, alergi, penyakit jantung dan ginjal disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa. Tidak ada riwayat penyakit jantung, stroke, maupun DM pada keluarga.

18

Page 20: Laporan kasus pneumoperitoneum

5. Riwayat Sosial Ekonomi :Pasien telah menikah dan memiliki 2 orang anak dan 2 orang cucu. Pasien merupakan pensiunan PNS yang dulu merupakan guru SD. Pasien berobat dengan umum.

II. PEMERIKSAAN FISIK ( 18 Mei 2015)

1. Keadaan Umum :i. Kesadaran kompos mentis, GCS E4 V5 M6 (15), tampak sakit sedang.

ii. Tanda Vital : Tekanan darah : 160/70 mmHg Nadi : 92 x/menit, reguler, isi cukup Laju nafas : 20 x/menit, reguler Suhu : 36,8 0C

iii. Data antropometri : Berat badan : 50 kg Tinggi badan : 155 cm IMT : 20,8 (normoweight)

2. Pemeriksaan Sistematis :i. Kepala : bentuk dan ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut dan

kulit kepala tidak ada kelainan.ii. Mata : palpebra superior et inferior, dextra et sinistra tidak tampak

edema/cekung, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+.

iii. Telinga : bentuk normal, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik aurikel (-), liang telinga D/S lapang, serumen (-), sekret (-).

iv. Hidung : bentuk normal, sekret (-).v. Mulut : perioral sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), mukosa

dinding faring tidak hiperemis.vi. Leher : trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB

submandibula, servikal D/S tidak teraba membesar.vii. Toraks :

I : bentuk normal, simetris dalam diam dan pergerakan nafas, retraksi dinding dada (-).

P : stem fremitus kanan-kiri depan-belakang sama kuat. P : sonor, batas paru-hepar di ICS VI MCL dextra. A : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.

viii. Jantung : I : pulsasi ictus cordis tak tampak. P : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra. P : redup, batas jantung kanan : midsternum, kiri : ICS V MCL

sinistra, atas : ICS III PSL sinistra. A : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-).

19

Page 21: Laporan kasus pneumoperitoneum

ix. Abdomen : I : tampak datar. P : distensi, turgor baik, nyeri epigastrium (+), hepar dan lien

tidak teraba, nyeri tekan pada keempat kuadran (+). P : timpani A : bising usus (+) normal.

x. Anus dan Genitalia : tidak terdapat kelainan.xi. Ekstremitas : akral teraba hangat, pulsasi dan perfusi baik.

xii. Kulit : turgor baik, ruam (-).xiii. KGB : tidak membesar.

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium :

Pemeriksaan Nilai Satuan Nilai Normal

Kimia klinik

CKMB 11 U/L 0-24

Natrium 138,0 mmol/L 124,0-147,0

Kalium 4,20 mmol/L 3,50-5,20

Kalsium 1,26 mmol/L 1,12-1,32

Imunologi

HbsAg Negative

2. Pemeriksaan Radiologis :

20

Page 22: Laporan kasus pneumoperitoneum

Pasien telah menjalani pemeriksaan foto polos abdomen 2 posisi pada hari Selasa, 19 Mei 2015 dengan hasil sebagai berikut :

Posisi Supine

Posisi LLD (Left Lateral Decubitus)

21

Page 23: Laporan kasus pneumoperitoneum

Interpretasi hasil foto BNO 2 posisiPreperitoneal fat line normalPsoas line dan kontur kedua ginjal tak jelasTak tampak dilatasi dan distensi ususTak tampak multiple air fluid levelTampak free airTak tampak lesi opak pada cavum abdomen

KESAN : PneumoperitoneumTak tampak gambaran ileus

IV. RESUME

Telah diperiksa seorang laki-laki 60 tahun dengan :

1. Nyeri pada ulu hati sejak tadi pagi. Nyeri bersifat hilang timbul dan diperberat jika duduk, miring ke kanan kiri, sebelum makan dan berdiri. Riwayat kebiasaan merokok satu bungkus per hari. Pernah mengalami gejala serupa pada satu bulan yang lalu dan telah sembuh setelah diobati. Terdapat riwayat penyakit hipertensi.

2. Pemeriksaan fisik dalam batas normal kecuali pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan pada keempat kuadran.

3. Pemeriksaan radiologi (foto polos abdomen 2 posisi) menunjukkan pneumoperitoneum.

V. DIAGNOSIS Pneumoperitoneum

VI. TATALAKSANA

Ulsafat syr 3x1 cth

Gentamycin 2x80mg

Amlodipine 1x5mg

VII. PROGNOSIS 1. Ad vitam : dubia ad bonam2. Ad functionam : dubia ad bonam3. Ad malam : dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

22

Page 24: Laporan kasus pneumoperitoneum

1. Guyton. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Page 307-347.2. Netter FH. 2006. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US : Saunders. Page 563-622.3. Rasad S. 2008. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. Hal 283-289, 297-

299, 494-504.4. Sudoyo AW. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI. Hal 1025-1031.5. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J.

2008. Harrison’s Principle od Internal Medicine 17th edition. New York : McGraw-Hill. Chapter 287.

23