LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

32
1 LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN TOURNIQUET PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI ORTOPEDI Oleh : dr. Cynthia Dewi Sinardja,SpAn,MARS DEPARTEMEN/KSM ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2019

Transcript of LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

Page 1: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

1

LAPORAN KASUS

KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN TOURNIQUET PADA PASIEN

YANG MENJALANI OPERASI ORTOPEDI

Oleh :

dr. Cynthia Dewi Sinardja,SpAn,MARS

DEPARTEMEN/KSM ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019

Page 2: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

karuniaNya laporan kasus ini dapat terselesaikan. Adapun judul dari laporan kasus ini

adalah “Komplikasi Akibat Penggunaan Tourniquet Pada Pasien Yang Menjalani

Operasi Ortopedi”.

Laporan kasus ini berisi komplikasi dan penanganan akibat penggunaan

tourniquet pada operasi ortopedi yang sering kali menimbulkan gangguan fisiologis

yang berdampak buruk bagi pasien.

Penulis berharap laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca

dan saran serta kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati.

Denpasar, 2 Mei 2019

Penulis

Page 3: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. 1

KATA PENGANTAR …………………………………………………………... 2

ABSTRAK …………………………………………………………................... 4

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 7

BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................. 9

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 16

BAB IV DISKUSI KASUS ................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………...................... 31

Page 4: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

4

COMPLICATIONS DUE TO USE OF TOURNIQUETS IN ORTHOPEDIC

SURGERY PATIENTS

Cynthia Dewi Sinardja

Department of Anesthesiology and Intensive Therapy, Faculty of Medicine, Udayana

University, RSUP Sanglah, Denpasar

Abstract

An arterial tourniquet is a pneumatic device consisting of an expanding cuff connected

to a compressed gas supply. The most common use for tourniquets is in surgical

procedures on the extremities, where tourniquets are very useful in optimizing

operating conditions by creating bloodless surgical fields. The exanguination process

followed by ischemia will result in physiological problems with local and systemic

consequences that the anesthesiologist must be aware of. Local effects that may arise

include: posttourniquet syndrome , where the patient's limbs become swollen, pale, stiff

with weakness but not paralyzed, degeneration of myelin and compressed nerve

conduction damage and ischemia. Systemic effects that can arise include: increased

central venous pressure, increased systolic arterial pressure (tourniquet induced

hypertension), increased ETCO2 (end-tidal CO2), tourniquet pain, increased

intracranial pressure, increased risk of bleeding, increased core body temperature, as

well as a small increase in plasma potassium and lactate concentrations. From the

cases to be discussed, it is possible for patients to experience tourniquet induced

hypertension, which is one of the systemic complications that can arise due to the use

of tourniquet. As a result of the lack of good preoperative preparation, the anesthesia

team had difficulty stabilizing hemodynamics from the patient. Every patient who is

predicted to use a tourniquet during surgery, must be better prepared to

preoperatively. Preoperative ketamine, clonidine, or lidocaine have been studied can

be used to prevent the occurrence of tourniquet pain which can lead to increased

arterial pressure that is difficult to control. Adjuvant use is also recommended in

Page 5: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

5

patients who will undergo regional anesthesia so that complications do not arise.

Anesthesiologists are also required to monitor the duration and pressure used by the

tourniquet so as not to overdo it so that bad complications can be prevented.

Keywords: tourniquet, anesthesia, complications, tourniquet induced hypertension,

tourniquet pain.

Page 6: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

6

LAPORAN KASUS

KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN TOURNIQUET PADA PASIEN

YANG MENJALANI OPERASI ORTOPEDI

Cynthia Dewi Sinardja

Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana-RSUP Sanglah Denpasar

Abstrak

Tourniquet arteri adalah perangkat pneumatik yang terdiri dari manset yang dapat

mengembang terhubung ke pasokan gas terkompresi. Penggunaan paling umum untuk

tourniquets tersebut adalah dalam prosedur bedah pada ekstremitas, di mana tourniquet

sangat berguna dalam mengoptimalkan kondisi operasi dengan menciptakan lapangan

bedah tanpa darah (bloodless surgical field). Proses eksanguinasi yang diikuti oleh

iskemia akan mengakibatkan problem fisiologis dengan konsekuensi lokal dan sistemik

yang harus disadari oleh ahli anestesi. Efek lokal yang mungkin muncul antara lain :

posttourniquet sindrom ', di mana anggota badan pasien menjadi bengkak, pucat, kaku

dengan kelemahan tetapi tidak sampai lumpuh, degenerasi dari myelin dan kerusakan

konduksi saraf yang terkompresi dan iskemia. Efek sistemik yang bisa muncul antara

lain : peningkatan tekanan vena sentral, peningkatan tekanan arteri sistolik (tourniquet

induced hypertension), peningkatan ETCO2 (end-tidal CO2), nyeri tourniquet

(tourniquet pain), peningkatan tekanan intrakranial, peningkatan resiko perdarahan,

peningkatan suhu inti tubuh, serta peningkatan kecil pada konsentrasi plasma kalium

dan laktat. Dari kasus yang akan dibahas, kemungkinan pasien mengalami tourniquet

induced hypertension yang merupakan salah satu komplikasi sistemik yang dapat

muncul akibat penggunaan tourniquet. Akibat kurangnya persiapan preoperatif yang

baik, tim anestesi mengalami kesulitan untuk menstabilkan hemodinamik dari pasin

tersebut. Setiap pasien yang diprediksi akan menggunakan tourniquet selama operasi,

wajib dipersiapkan dengan lebih baik untuk preoperatifnya. Ketamin preoperatif,

clonidine, ataupun lidokain telah diteliti dapat digunakan untuk mencegah terjadinya

Page 7: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

7

tourniquet pain yang dapat memicu peningkatan tekanan arteri yang sulit dikontrol.

Penggunaan adjuvan juga disarankan pada pasien yang akan menjalani anestesia

regional agar komplikasi tidak muncul. Ahli anestesi juga wajib memonitor durasi dan

tekanan yang digunakan oleh tourniquet agar tidak berlebihan sehingga komplikasi

yang buruk dapat dicegah.

Kata Kunci : tourniquet, anesthesia, komplikasi, tourniquet induced hypertension,

tourniquet pain.

Page 8: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

8

BAB I

PENDAHULUAN

Tourniquet adalah alat yang digunakan untuk mengontrol aliran darah ke atau

dari suatu ekstremitas. Tourniquet arteri biasanya berupa perangkat pneumatik yang

terdiri dari manset yang dapat mengembang terhubung ke pasokan gas terkompresi.

Penggunaan paling umum untuk tourniquets tersebut adalah dalam prosedur bedah

pada ekstremitas, di mana tourniquet sangat berguna dalam mengoptimalkan kondisi

operasi dengan menciptakan lapangan bedah tanpa darah (bloodless surgical field).

(Deloughry, 2009).

Proses eksanguinasi yang diikuti oleh iskemia akan mengakibatkan problem

fisiologis dengan konsekuensi lokal dan sistemik yang harus disadari oleh ahli anestesi.

Komplikasi pada pasien muda yang sehat sangat jarang, tetapi risiko cedera terkait

tourniquet meningkat pada orang tua dan yang disertai komorbiditas seperti penyakit

pembuluh darah perifer. Komplikasi yang meningkat juga terjadi pada tekanan inflasi

yang lebih tinggi dan waktu iskemik yang lebih lama.

Komplikasi yang terjadi bisa berupa efek lokal dan sistemik. Efek lokal yang

mungkin muncul antara lain : posttourniquet sindrom ', di mana anggota badan pasien

menjadi bengkak, pucat, kaku dengan kelemahan tetapi tidak sampai lumpuh,

degenerasi dari myelin dan kerusakan konduksi saraf yang terkompresi dan iskemia.

Efek sistemik yang bisa muncul antara lain : peningkatan tekanan vena sentral,

peningkatan tekanan arteri sistolik (tourniquet induced hypertension), peningkatan

ETCO2 (end-tidal CO2), nyeri tourniquet (tourniquet pain), peningkatan tekanan

intrakranial, peningkatan resiko perdarahan, peningkatan suhu inti tubuh, serta

peningkatan kecil pada konsentrasi plasma kalium dan laktat.

Penting bagi setiap personel ruang operasi, terutama ahli anestesi untuk

mengetahui tekanan, durasi yang normal untuk pemasangan tourniquet, serta

pencegahan dan manajemen terhadap komplikasi merugikan yang bisa muncul.

Page 9: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

9

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Identitas : Ni Nyoman Murdani / Perempuan / 54 tahun (31/12/1963)

No. RM : 18010930

Status : BPJS-KIS

Ruang Rawat : Angsoka 306

MRS : 16/10/2018 pukul 16.41 WITA

Alamat : Klungkung

Anestesi : dr. Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan, Mkes, Sp.An

Bedah : dr. Made Bramantya Karna, Sp.OT(K)

Diagnosis : Implant loosening et causa non union left Montegia fracture post ORIF

PS

Tindakan : Implant revision

Lokasi : OK V IBS

Anamnesis

Pasien datang sadar dengan rencana operasi revisi implant siku kiri. Pasien dengan

keluhan nyeri pada siku kiri sejak 8 bulan SMRS. Nyeri dirasakan pada siku kiri yang

bekas dioperasi patah tulang siku tahun 2016. Nyeri bertambah terutama saat

menggerakkan siku. Siku juga dirasa kaku dan sulit digerakkan.

Riwayat hipertensi diketahui sejak tahun 2016, mengkonsumsi Captopril namun tidak

teratur. Riwayat DM dan penyakit jantung tidak ada.

Riwayat alergi dan asma tidak ada.

Riwayat operasi patah tulang siku bulan November 2016 di RS Famili Husada Gianyar,

dengan bius umum tanpa komplikasi.

Page 10: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

10

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang dapat melakukan aktivitas sehari-hari

tanpa keluhan nyeri dada ataupun sesak nafas. Riwayat merokok dan minum alkohol

tidak ada.

Pemeriksaan Fisik

BB 70 kg; TB 155 cm; BMI 29.1 kg/m2; Suhu 36,8oC; NRS diam 2/10; NRS bergerak

3/10.

Susunan saraf pusat : Compos mentis. GCS E4V5M6

Respirasi : frekuensi nafas 14 kali per menit, Vesikular pada kedua lapang paru,

Rhonki dan Wheezing tidak ada, saturasi oksigen perifer 98% room air.

Kardiovaskular : Tekanan darah 130/90 mmHg; Nadi 78 kali permenit, Bunyi jantung

1 dan 2 tunggal, reguler, murmur tidak ada.

Abdomen : Bising usus positif normal, distensi tidak ada

Urogenital : Buang air kecil spontan

Muskuloskeletal : fleksi defleksi leher baik, Mallampati II, gigi utuh

Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap (10/10/2018) : WBC 12.6 x103/µL (4,1-11); HGB 15.37 g/dL (13.5-

17.5); HCT 47.52 % (41-53); PLT 303.0 x103µL (150-440)

Faal Hemostasis (10/10/2018) : PT 12.9 (10,8-14,4) detik ; aPTT 28.3 (24-36) detik ;

INR 1.03 (0,9-1,1)

Kimia Klinik (10/10/2018) : SGOT 18.7 U/L (11-33); SGPT 18.2 U/L (11-50); BUN

12.0 mg/dL (8-23) ; SC 0.79 mg/dL (0,7-1,2) ; Na 140 mmol/L (136-145); K 3.56

mmol/L (3,5-5,1) ; BS acak 79 mg/dL (70-140); albumin 4.4 g/dL (3.4-4.8)

Antebrachii S AP/lat (10/10/2018) : Fraktur os ulna sinistra 1/3 proksimal yang

terpasang internal fiksasi dengan kedudukan dan aposisi cukup, calus (+) masih tampak

gap antar fragmen

Page 11: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

11

Thorax PA (26/09/2018) : Cardiomegali (CTR 64%) dengan elongatio aorta;

Spondilosis thorakalis.

EKG (6/9/2018) : normal sinus rhythm, HR 78x/menit, axis normal, ST-T changes (-)

Gambar 2.1 Radiologi pasien

Page 12: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

12

Gambar 2.2 EKG pasien

Permasalahan dan Kesimpulan

Permasalahan Aktual : KV : Hipertensive heart disease Fc II, METs 4-7, dengan fluktuasi tekanan darah

130-140/80-90 mmHg dan Ro thorax cardiomegaly (CTR 64%)

Permasalahan Potensial:

perdarahan dan instabilitas hemodinamik

Kesimpulan : Status Fisik ASA II

Persiapan Pra Anestesi:

• Informed consent, SIO, puasa, STATICS, obat anestesi dan emergency, infus

warmer, komponen darah siap pakai, IV line bore besar, cek TD basal pagi hari.

Teknik Anestesi : GA-OTT

• Premedikasi : Midazolam 2 mg IV

• Induksi : Propofol titrasi sampai pasien terhipnosis

• Analgetik : Fentanyl 150 mcg IV

• Fasilitas intubasi : Atracurium 40 mg IV

• Maintanance : O2:Compressed air; Sevoflurane 0,6-0,8 vol%;

propofol continous 50-150 mcg/kg/menit; fentanyl IV intermitten, atracurium

intermitten IV

Page 13: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

13

• Medikasi lain : Ondancetron 4 mg IV, Ketorolac 30mg IV, Asam

tranexamat 1 gram IV, Clonidine 75 mcg IV.

Durante Operasi

Fluktuasi : HR 61-88 x/menit, TD 100-186/65-111 mmHg; SpO2 98-

100%

Cairan : RL 1500 ml

Perdarahan : 400 ml

Urin : 200 ml

Lama operasi : 3 jam.

Hasil operasi : Dilakukan revisi implant.

Tabel fluktuasi tekanan darah dan nadi pasien durante operasi.

08.45 09.00 09.15 09.30 09.45 10.00 10.15

TD

(MAP

)

152/9

0

(116)

100/6

5 (79)

107/7

2 (87)

139/94

(110)

166/105

(124)

159/105

(124)

186/107

(125)

Nadi 77 72 61 63 65 74 71

Ket. Induk

si

Propofol

continous

50-150

mcg/kg/me

nit

Pemasang

an

tourniquet

Pemberia

n

fentanyl

50 mcg

IV

Pemberia

n

clonidine

75 mcg

IV, drip

clonidine

75 mcg

dalam

NS 500

cc

Page 14: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

14

10.30 10.45 11.00 11.15 11.30 11.45 12.00

TD 163/104

(130)

160/102

(127)

157/106

(126)

115/76

(91)

129/89

(102)

100/70

(76)

100/65

(79)

Nadi 69 70 72 69 71 67 70

Ket. Deflasi

tourniquet

Operasi

selesai

Gambar 2.3 Tourniquet pressure pada pasien.

Page 15: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

15

Gambar 2.5 Propofol kontinyu sebagai maintenance dengan dosis 50-150 mcg/kg/mnt.

Pasca Operasi

• Analgesik : Fentanyl 300 mcg dalam 50 ml NaCl 0,9% kecepatan

2,1 ml/jam via syringe pump, paracetamol 500 mg tiap 6 jam PO

• Perawatan : Ruangan

Page 16: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sejarah Tourniquet

Tourniquet adalah alat yang digunakan untuk mengontrol aliran darah ke atau dari

suatu ekstremitas. Kata tourniquet sendiri berasal dari bahasa Perancis tourner (untuk

membelokkan/mengubah) dan pertama kali digunakan oleh dokter bedah Perancis

Louis Petit abad kedelapan belas, dimana ia menggunakan perangkat yang diikatkan

ke paha pasien yang menjalani amputasi kaki, untuk mengurangi kehilangan darah.

Tourniquet arteri biasanya berupa perangkat pneumatik yang terdiri dari manset yang

dapat mengembang terhubung ke pasokan gas terkompresi. Tekanan yang terukur dan

tinggi seperti itu dapat menghasilkan kompresi dan stasis sirkulasi arteri distal yang

terkontrol (Kam, 2001).

Penggunaan paling umum untuk tourniquets tersebut adalah dalam prosedur bedah

pada ekstremitas, di mana tourniquet sangat berguna dalam mengoptimalkan kondisi

operasi dengan menciptakan lapangan bedah tanpa darah (bloodless surgical field).

Contohnya termasuk operasi penggantian sendi, penggantian dan perbaikan tendon,

saraf, dan pembuluh darah (Kam, 2001).

Gambar 3.1 Pneumatic Tourniquet yang sering dipakai saat ini

Page 17: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

17

3.2 Efek Fisiologis Pemasangan Tourniquet

Tourniquets digunakan untuk memfasilitasi operasi yang bertujuan untuk

mengembalikan atau meningkatkan fungsi tungkai atas atau bawah pasien. Namun,

salah penggunaan perangkat semacam itu dapat menyebabkan kerusakan permanen dan

kehilangan fungsi pada tungkai. Oleh karena itu penting bahwa personil ruang operasi,

termasuk ahli anestesi, memahami efek fisiologis tourniquets sehingga dapat

menggunakannya dengan aman (Deloughry, 2009).

3.2.1 Efek Lokal

Efek lokal terjadi akibat iskemia jaringan pada distal tourniquet yang terinflasi dan

kombinasi iskemia dan kompresi jaringan di bawahnya.

Otot

Setelah inflasi tourniquet, akan terjadi penurunan progresif PO2 dan peningkatan

PCO2 dalam sel otot. Cadangan energi terus menurun seiring dengan waktu dan

penyimpanan ATP dan kreatin fosfat intraseluler akan habis setelah 2 dan 3 jam.

Konsentrasi laktat meningkat dengan beralihnya metabolisme ke anaerob dan dengan

meningkatnya PCO2, berkontribusi untuk terjadinya asidosis intraseluler (Deloughry,

2009).

Perubahan pada penampilan histologis serat otot terjadi setelah inflasi tourniquet.

Perubahan dalam morfologi mitokondria terlihat setelah 1 jam iskemia. Otot yang

dikompresi tourniquet yang mengalami iskemia dan kompresi cenderung berkembang

menjadi nekrosis serat lokal setelah waktu inflasi kurang lebih 2 jam (Deloughry,

2009).

Cedera mikrovaskular terjadi setelah otot iskemia dengan durasi lebih dari 2 jam.

Setelah pelepasan turniket, peningkatan permeabilitas pembuluh darah menghasilkan

edema interstitial dan intraseluler yang sering menyebabkan ‘posttourniquet sindrom ',

di mana anggota badan pasien menjadi bengkak, pucat, kaku dengan kelemahan tetapi

tidak sampai lumpuh. Sindrom pasca-tourniquet ini biasanya berlangsung 1–6 minggu

(Deloughry, 2009).

Page 18: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

18

Saraf

Blok konduksi fisiologis terjadi antara 15 dan 45 menit setelah inflasi manset di

sekitar lengan ke tekanan supra-sistolik. Blok konduksi mempengaruhi baik motorik

dan sensorik dan reversibel setelah deflasi dari manset. Tingkat blok konduksi ini sama

baik manset bertekanan 150 ataupun 300 mm Hg yang menunjukkan bahwa iskemia

adalah penyebab terjadinya blok konduksi, bukan kompresi langsung (Deloughry,

2009).

Kompresi mekanis langsung saraf bertanggung jawab untuk blok konduksi saraf

yang lebih lama yang disebut 'paralisis tourniquet'. Tekanan manset yang lebih tinggi

(mis. 1000 mm Hg dipertahankan selama 1 jam) dapat menyebabkan perubahan

morfologis pada saraf mielin yang lebih besar yang paling sering terjadi di tempat

dengan gradien tekanan antara saraf yang terkompresi dan saraf tanpa kompresi

terbesar, yaitu pada proksimal dan distal dari turniket. Gradien tekanan akan berakibat

perubahan posisi nodus Ranvier, degenerasi dari myelin dan kerusakan konduksi saraf

yang bisa bertahan selama 6 bulan (Deloughry, 2009).

3.2.2 Efek Sistemik

Beberapa efek sistemik terjadi dengan inflasi dan deflasi dari tourniquet pada

tungkai.

Efek kardiovaskular

Setelah eksanguinasi ekstremitas dan inflasi turniket, terjadi peningkatan resistensi

vaskular sistemik dan peningkatan yang efektif pada volume darah yang beredar. Hal

ini mengakibatkan peningkatan tekanan vena sentral dan dalam kebanyakan kasus

disertai peningkatan pada tekanan arteri sistolik, keduanya biasanya bersifat sementara.

Penerapan tourniquets paha bilateral dapat meningkatkan volume darah yang

bersirkulasi hingga 15% (750 ml pada orang dewasa). Peningkatan besar dalam volume

darah yang bersirkulasi dapat menyebabkan peningkatan besar dan berkelanjutan pada

tekanan vena sentral dan overload volum sirkulasi. Gagal jantung dan henti jantung

pernah dilaporkan terjadi setelah pemasangan tourniquets paha bilateral. Setelah

Page 19: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

19

peningkatan sementara pada tekanan sistolik arteri, biasanya akan terjadi peningkatan

tekanan arteri kedua secara bertahap. Hal ini diduga disertai terjadinya nyeri tourniquet

(tourniquet pain) dan muncul setelah dilakukannya inflasi turniket. Peningkatan

tekanan arteri dapat ditanggulangi dengan menambahkan ketamin (0,25 mg/kg), dan

ketamin juga dapat membantu mengurangi tourniquet pain. (Kam, 2001).

Pada deflasi tourniquet, hiperemia reaktif pasca-iskemik dapat terjadi, ini

menyebabkan peningkatan sementara pada volume darah ekstremitas dibandingkan

dengan baseline-nya. Secara bersamaan, metabolit dari tungkai iskemik dilepaskan ke

dalam sirkulasi sistemik. Jika berkombinasi dengan redistribusi aliran darah, hal ini

sering menyebabkan penurunan tekanan vena sentral dan sistolik, yang bersifat

sementara tetapi bisa dramatis (Kam, 2001).

Efek Respiratorik

Deflasi tourniquet diikuti segera oleh peningkatan ETCO2 (end-tidal CO2) yang

biasanya memuncak dalam 1 menit. Peningkatan ETCO2 terjadi karena dua alasan:

PCO2 vena campuran (mixed venous PCO2) meningkat (setelah pelepasan darah

hiperkapnik dari daerah iskemik distal tourniquet ke sirkulasi sistemik) dan juga curah

jantung meningkat setelah deflasi turniket (sebagai respons terhadap penurunan

tekanan arteri yang diuraikan atas). Peningkatan puncak konsentrasi end-tidal CO2

lebih besar pada deflasi tourniquets ekstremitas bawah (0,7-2,4 kPa) dibandingkan

dengan tourniquets ekstremitas atas (0,1–1,6 kPa). Durasi peningkatan ETCO2

tergantung pada karakteristik ventilasi pasien. Pada pasien yang bernafas spontan,

ventilasi semenit meningkat dengan cepat dan ETCO2 kembali ke baseline dalam 3–5

menit. Pada pasien yang menjalani ventilasi terkontrol, ETCO2 akan tetap tinggi

selama > 6 menit kecuali jika ventilasi semenit sengaja ditingkatkan (Kam, 2001).

Efek Sistem Saraf Pusat

Peningkatan PaCO2 yang menyertai deflasi tourniquet akan menyebabkan

peningkatan aliran darah otak. Pengukuran kecepatan aliran darah arteri serebral media

menunjukkan peningkatan hingga 50%. Pada pasien dengan cedera kepala,

peningkatan aliran darah serebral dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial

Page 20: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

20

dan memperburuk cedera otak sekunder. Hiperventilasi sesudah deflasi tourniquet

dapat mencegah peningkatan intrakranial yang bersifat merusak dengan

mempertahankan status normocapnia (Kam, 2001).

Efek Hematologi

Efek hematologis dari torniket sangat rumit. Inflasi tourniquet selama operasi

dikaitkan dengan keadaan hiperkoagulatif global. Hal ini disebabkan peningkatan

agregasi trombosit yang disebabkan oleh katekolamin yang dilepaskan sebagai respons

terhadap rasa sakit dari operasi dan tourniquet itu sendiri. Namun, tidak ada perbedaan

dalam kejadian trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) pada operasi ekstrimitas

bawah yang dilakukan dengan dan tanpa tourniquet. Setelah deflasi tourniquet, ada

periode singkat peningkatan aktivitas fibrinolitik. Peningkatan ini maksimal terjadi

selama 15 menit setelah deflasi dan kembali ke level pra operasi dalam 30 menit setelah

rilis tourniquet, tetapi tetap dapat menyebabkan peningkatan resiko perdarahan.

Peningkatan fibrinolisis disebabkan oleh pelepasan aktivator plasminogen jaringan

(tissue plasminogen activator), yang diperkirakan diproduksi oleh vasa vasorum di

anggota tubuh yang ditourniquet sebagai respons terhadap asidosis dan hipoksemia

yang terkait dengan pemasangan tourniquet (Kam, 2001).

Efek Temperatur

Inflasi tourniquets arteri dikaitkan dengan peningkatan suhu inti tubuh bertahap

yang disebabkan oleh berkurangnya perpindahan panas dan kehilangan panas dari

ekstremitas yang iskemik. Besar peningkatan ini hanya 0,50C setelah 2 jam inflasi.

Deflasi tourniquet menyebabkan penurunan suhu inti sementara, terutama disebabkan

oleh redistribusi panas tubuh. Selain itu, terkait dengan kembalinya ke sirkulasi

sistemik dari sejumlah kecil darah hipotermik dari anggota badan iskemik (Kam,

2001).

Efek Metabolik

Deflasi tourniquet setelah 1-2 jam iskemia terkait dengan peningkatan kecil pada

konsentrasi plasma kalium dan laktat. Peningkatan puncak masing-masing 0,3 dan 2

mmol/liter, terjadi 3 menit setelah deflasi. Laktat dan karbon dioksida kembali ke

Page 21: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

21

sirkulasi sistemik menyebabkan penurunan pH arteri. Reperfusi ekstremitas yang

iskemik danperubahan hemodinamik lainnya yang terkait dengan deflasi tourniquet

dapat menyebabkan peningkatan singkat dalam konsumsi oksigen dan produksi karbon

dioksida. Besarnya perubahan ini berkorelasi dengan durasi iskemia. Semua perubahan

ini sepenuhnya hilang dalam 30 menit deflasi tourniquet (Kam, 2001).

3.3 Komplikasi akibat Tourniquet Arteri

Iskemia dan kompresi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan di tungkai.

Namun, saat digunakan dengan cermat, tourniquet adalah alat yang aman dan

komplikasinya jarang. Sulit untuk membuat estimasi terjadinya komplikasi setelah

penggunaan tourniquets. Satu dari studi terbesar penggunaan tourniquet dan

komplikasinya dilakukan di Norwegia oleh Odinsson dan Finsen selama periode 2

tahun. Dari 63.484 operasi yang dilakukan menggunakan tourniquet, hanya 26

komplikasi yang mungkin disebabkan oleh tourniquet dilaporkan (insiden 0,04%)

(Deloughry, 2009).

Cedera Saraf

Cedera neurologis setelah penggunaan tourniquet mungkin adalah komplikasi

yang paling umum terjadi namun bisa menjadi yang paling merugikan. Pada penelitian

Odinsson dan Finsen, 15 komplikasi neurologis dilaporkan (kejadian 0,024%); dua di

antaranya bersifat permanen dan sisanya pulih dalam waktu 6 bulan. Tourniquets

tungkai bawah lebih mungkin menghasilkan komplikasi neurologis daripada

tourniquets ekstremitas atas. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf siatik di

ekstremitas bawah dan saraf radial di tubuh bagian atas (Deloughry, 2009).

Meskipun waktu tourniquet yang lebih lama berhubungan dengan peningkatan

risiko cedera neurologis, tekanan mekanik mungkin memainkan peran yang lebih

penting daripada iskemia di saraf yang cedera. Serabut saraf berdiameter besar lebih

rentan tekanan, sehingga lebih sering terjadi gangguan sensorik dibandingkan dengan

gangguan fungsi motorik. Peran tekanan mekanik dalam cedera saraf mungkin

menjelaskan mengapa perban Esmarch (yang bisa menghasilkan tekanan >1000 mm

Page 22: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

22

Hg) dikaitkan dengan insiden cedera saraf yang lebih tinggi. Efek kompresi saraf di

tempat terpasangnya tourniquet dapat membuat cedera di tempat yang lebih distal

(disebabkan oleh iskemia atau trauma bedah) lebih mungkin terjadi (Deloughry, 2009).

Cedera Otot

Sindrom pasca-tourniquet mengakibatkan bengkak, kaku, kelemahan pada

ekstrimitas. Sangat jarang pembengkakan dan edema pasca-iskemik, berkombinasi

dengan hiperemia reperfusi, dapat menyebabkan terjadinya sindrom kompartemen.

Rhabdomyolysis akibat penggunaan tourniquet telah dilaporkan, tetapi sangat jarang.

Kasus rhabdomyolisis paling banyak diakibatkan waktu iskemik yang luar biasa

panjang atau tekanan inflasi cuff yang sangat tinggi (Deloughry, 2009).

Cedera Kulit

Luka bakar kimia adalah bentuk paling umum dari cedera kulit terjadi ketika

larutan berbasis alkohol digunakan untuk kulit masuk ke bawah tourniquet dan

kemudian tertahan di bawah kulit dengan tekanan tinggi. Friksi akibat pergesekan

tourniquet dengan kulit juga pernah dilaporkan (Deloughry, 2009).

Cedera Pembuluh Darah

Cedera arteri setelah penggunaan tourniquet jarang terjadi, tetapi bisa menjadi

fatal. Dalam satu penelitian, hanya tujuh cedera arteri yang dilaporkan pada >5000

artroplasti lutut, tetapi tiga di antaranya mengakibatkan amputasi. Insufisiensi vaskular

akut diperkirakan terjadi saat tekanan mekanik dari tourniquet merusak pembuluh

darah yang ateromatous, menyebabkan pecahnya plak. Akibatnya, banyak ahli

merekomendasikan menghindari penggunaan tourniquet arteri pada pasien dengan

penyakit pembuluh darah perifer (PAD) (Deloughry, 2009).

Perdarahan Intraoperatif

Penyebab umum perdarahan intraoperatif salah satunya eksanguinasi ekstrimitas

yang tidak sempurna serta kurangnya tekanan manset. Perdarahan intraoperatif juga

dapat disebabkan oleh darah masuk melalui pembuluh darah intramedulla tulang

panjang (Deloughry, 2009).

Page 23: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

23

3.4 Nyeri Tourniquet (Tourniquet Pain)

Inflasi tourniquet diikuti oleh munculnya nyeri dengan kualitas tumpul (dull pain).

Rasa sakit seperti itu bisa muncul pada anestesi regional yang memadai dan dapat

menjadi cukup parah sehingga memerlukan konversi ke anestesi umum. Berbagai teori

ada tentang bagaimana nyeri tersebut muncul. Diperkirakan bahwa nyeri tourniquet

sebagian besar dimediasi oleh serat saraf C yang unmyelinated, dengan konduktivitas

yang lambat, yang sebagaimana disebutkan sebelumnya, kurang terpengaruh oleh efek

inflasi tourniquet dibandingkan serat yang lebih besar. Satu teori menyimpulkan bahwa

nyeri tourniquet timbul dari transmisi selektif oleh serat saraf C; dimana serat-serat ini

terus dirangsang oleh kompresi kulit dari tourniquet, dan efek post-sinaptik mereka

pada cornu dorsalis tidak dihambat seperti halnya serabut saraf yang lebih besar yang

transmisinya telah diblokir. Teori ini didukung oleh temuan bahwa selama anestesi

regional intravena, efek analgesia dari tourniquet dapat diperpanjang dengan aplikasi

krim EMLA di bawah tourniquet (Kumar, 2016).

Namun, nyeri turniket dapat mengganggu anestesi spinal atau epidural, meskipun

tampaknya anestesi telah memadai pada dermatom sensorik di bawah tourniquet, nyeri

masih dapat muncul. Satu penjelasan tentang ini dijabarkan oleh temuan in vitro bahwa

serat C-unmyelinated yang lebih kecil lebih resisten terhadap blok konduksi dari

anestesi lokal daripada serat A yang lebih besar dan bermielin. Setelah pemberian dosis

anestesi lokal yang memadai secara intratekal, konduksi pada serat A dan C diblokir.

Namun, ketika konsentrasi anestesi lokal di cairan serebrospinal berkurang, serat-C

mulai melakukan impuls sebelum serat-A, menghasilkan nyeri tourniquet tumpul yang

walaupun telah dinilai dengan tes pinprick, nampak adekuat (Kumar, 2016).

Sama seperti tidak ada penjelasan yang sepenuhnya memuaskan untuk fenomena

nyeri tourniquet, juga tidak ada solusi yang sepenuhnya memuaskan untuk masalah ini.

Berbagai teknik telah digunakan, termasuk meningkatkan densitas blok neuraxial

sentral dengan menggunakan adjuvan seperti epinefrin, morfin, dan klonidin. Ada juga

laporan yang melaporkan keberhasilan penggunaan gabapentin dan ketamin low dose

(0,1 mg/kgBB) preoperatif (Kumar, 2016).

Page 24: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

24

3.5 Tourniquet-induced Hypertension

Meskipun mekanisme TIH masih tidak jelas, dua mekanisme dianggap terlibat;

yang pertama adalah aktivasi serat C, menyebabkan stimulasi reseptor NMDA di cornu

dorsalis dari medulla spinalis, dan yang kedua karena aktivitas simpatik. Peningkatan

bertahap pada tekanan arteri sering diamati saat inflasi tourniquet. Mekanisme

persisnya hipertensi yang diinduksi tourniquet ini tidak diketahui, tetapi sudah

diketahui bahwa hal itu merupakan aktivasi saraf simpatik dalam menanggapi nyeri

tourniquet yang muncul. Konsentrasi plasma norepinefrin meningkat secara paralel

dengan tekanan arteri selama inflasi tourniquet. Pada pasien yang sadar, peningkatan

tekanan arteri meningkat paralel dengan munculnya nyeri, sehingga mendukung teori

ini (Deloughry, 2009). Clonidine (dosis 3 mcg/kgBB dalam NS 100 ml selama 10

menit) dapat melemahkan aktivitas simpatik dan, jika diberikan sebelum operasi, dapat

menumpulkan respons hipertensi. Clonidine mengurangi pelepasan norepinefrin

presinaptik, dan memiliki efek analgesik yang substansial serta efek sedatif. Clonidine

menumpulkan respons simpatetik. Pada pasien yang sadar, penambahan clonidine pada

larutan anestesi lokal dapat mencegah nyeri tourniquet (Zalunardo, 2002).

Dosis kecil ketamin IV preoperatif (0,25 mg/kgBB) secara signifikan mencegah

peningkatan tekanan arteri sistemik selama inflasi tourniquet berkepanjangan pada

pasien di bawah anestesi umum. Mekanisme peningkatan tekanan arteri yang

diakibatkan tourniquet belum diselidiki secara rinci, tetapi terdapat hasil penelitian

yang menunjukkan bahwa terdapat keterlibatan aktivasi reseptor NMDA. Memang,

aktivasi reseptor NMDA menghasilkan peningkatan tekanan arteri rerata, dan

antagonisme reseptor NMDA dapat memblokir respons kardiovaskular pada hewan.

Peningkatan tekanan arteri yang diinduksi Tourniquet dan rasa sakit akan mereda

dalam beberapa menit setelah turniket dideflasi. Tetzlaff et al. menunjukkan bahwa

peningkatan tekanan arteri akibat tourniquet berkorelasi dengan aktivasi dari sistem

saraf simpatik, yang diukur dengan analisis denyut jantung daya spektral (Satsumae,

2001).

Page 25: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

25

Peningkatan tekanan arteri yang disebabkan tourniquet dapat terjadi meskipun

dengan anestesi yang adekuat. Akan sangat sulit untuk mengobati hipertensi ketika

peningkatan tekanan arteri akibat tourniquet ini terjadi, terutama di pasien dengan

masalah kardiovaskular, seperti hipertensi esensial dan penyakit jantung iskemik;

dengan penyakit neurologis, seperti aneurisma intrakranial dan peningkatan status

tekanan intrakranial; atau dengan glaukoma. Pada pasien tersebut, ketamin IV sebelum

inflasi turniket dan sayatan kulit diharapkan dapat mencegah tourniquet induced

hypertension (Satsumae, 2001). Pada penelitian yang lain juga didapatkan, Penggunaan

lidocaine bolus (1 mg / kg) intraoperatif, diikuti oleh infus (2 mg / kg / jam), dimulai

10 menit sebelum inflasi turniket dapat mengatasi hipertensi akibat turniket pada pasien

yang menjalani rekonstruksi ligamen cruciate anterior dengan anestesi umum (El-

Sayed, 2015).

3.6 Tekanan dan Waktu Inflasi Tourniquet yang Aman

Masalah-masalah tentang tekanan inflasi yang aman dan durasi untuk turniket

masih kontroversial. Tidak ada pedoman yang pasti, sebagian karena tidak ada

konsensus umum dan juga karena setiap pasien berbeda dan apa yang aman untuk satu

anggota badan belum tentu aman untuk ekstrimitas yang lain (Sharma, 2012).

Tekanan

Survei ahli bedah ortopedi mengungkapkan dua praktik umum tentang tekanan

inflasi: (i) untuk mengembangkan tourniquets ke tekanan yang fixed (biasanya 250 mm

Hg untuk lengan atas dan 300 mm Hg untuk paha); dan (ii) mengembangkan tourniquet

ke tekanan yang lebih tinggi dari tekanan arteri sistolik (biasanya +100 mm Hg untuk

bagian atas dan +100–150 mm Hg untuk paha) (Sharma, 2012).

Mengembangkan manset ke tekanan tetap telah dikritik karena tidak

memperhitungkan tekanan arteri baseline pasien. Telah ditunjukkan bahwa usia yang

lebih muda adalah prediktor independen terjadinya cedera neurologis setelah waktu

turniket berkepanjangan. Studi tersebut berhipotesis karena pasien yang lebih muda

memiliki tekanan sistolik yang lebih rendah, artinya ada perbedaan yang lebih besar

Page 26: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

26

antara tekanan inflasi tourniquet dan tekanan arteri baseline pasien sehingga

menyebabkan kompresi yang berlebihan (Sharma, 2012).

Suatu studi di AS merekomendasikan peningkatan tourniquets ke tekanan berbasis

pada tekanan oklusi tungkai (limb occlusion pressure = LOP). Nilai ini ditentukan

dengan secara bertahap meningkatkan tekanan di tourniquet sambil menilai aliran

darah distal dengan probe Doppler yang diletakkan di atas pembuluh darah distal. LOP

adalah tekanan pada manset di mana denyut nadi arteri menghilang. LOP biasanya

lebih tinggi dari tekanan sistolik. Persentase tekanan tourniquet yang ditransmisikan

berbanding terbalik dengan lingkar tungkai (karenanya tekanan yang digunakan lebih

tinggi di paha daripada di lengan atas). Pedoman tersebut merekomendasikan bahwa

tourniquet ditingkatkan ke tekanan yang lebih tinggi dari LOP saat intraoperatif; batas

aman biasanya ditambahkan untuk menutupi fluktuasi intraoperatif pada tekanan arteri.

Jika LOP adalah < 130 mm Hg maka ditambahkan 40 mm Hg, 60 mm Hg ditambahkan

jika LOP adalah 131-190 mm Hg, dan 80 mm Hg ditambahkan jika LOP adalah > 190

mm Hg. Jadi orang dewasa yang muda, langsing, dan normotensif mungkin

memerlukan manset dengan tekanan < 200 mm Hg (Sharma, 2012).

Durasi

Semua tourniquets harus dijaga agar waktu yang digunakan seminimum mungkin.

Durasi maksimum yang diperlukan untuk menginflasi turniket sebelum periode

reperfusi ekstremitas belum ditetapkan. Dalam praktiknya, waktu inflasi aman akan

ditentukan oleh usia pasien, kesehatan fisik, dan integritas vaskular anggota gerak.

Kebanyakan rekomendasi dalam literatur merekomendasikan periode 1,5-2 jam pada

orang dewasa yang sehat sebagai waktu maksimum dipasangnya turniket, yang sesuai

dengan waktu di mana ATP otot yang disimpan akan habis. Meskipun iskemia biasanya

dikaitkan dengan cedera otot daripada cedera neurologis, ada perkiraan tiga kali lipat

peningkatan risiko komplikasi neurologis untuk tiap 30 menit peningkatan waktu

tourniquet. Jika durasi operasi melebihi waktu inflasi aman maksimum, tourniquet

harus dikempiskan untuk waktu yang singkat. Ini memungkinkan produk limbah

metabolik dikeluarkan dan darah yang teroksigenasi untuk memperfusi ekstrimitas.

Page 27: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

27

Secara umum dianggap bahwa tourniquet harus dibiarkan mengempis selama 10-15

menit sebelum inflasi ulang dan hal ini tampaknya sesuai dengan pemulihan level ATP

otot. Penting juga untuk mengeksanguinasi kembali tungkai sebelum menginflasi

manset setelah dilakukannya reperfusi (Sharma, 2012).

3.7 Kesimpulan

Tourniket arteri banyak digunakan dalam operasi ortopedi, plastik, dan

rekonstruktif di mana alat ini memungkinkan kondisi operasi yang sangat baik dan

mengurangi kehilangan darah. Namun, proses eksanguinasi diikuti oleh iskemia akan

mengakibatkan problem fisiologis dengan konsekuensi lokal dan sistemik yang harus

disadari oleh ahli anestesi. Komplikasi pada pasien muda yang sehat sangat jarang,

tetapi risiko cedera terkait tourniquet meningkat pada orang tua dan yang disertai

komorbiditas seperti penyakit pembuluh darah perifer. Komplikasi yang meningkat

juga terjadi pada tekanan inflasi yang lebih tinggi dan waktu iskemik yang lebih lama

dan oleh karena itu ahli anestesi harus mengawasi rekomendasi yang disarankan diatas.

Page 28: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

28

BAB IV

DISKUSI KASUS

Pasien pada kasus diatas adalah seorang wanita berusia 54 tahun dengan

diagnosis Implant loosening et causa non union left Montegia fracture post ORIF PS

dengan rencana tindakan implant revision. Pasien dikategorikan dengan status fisik

ASA 2, dimana pasien memiliki permasalahan aktual dari kardiovaskular :

Hipertensive heart disease Fc II, METs 4-7, dengan fluktuasi tekanan darah 130-

140/80-90 mmHg dan Ro thorax cardiomegaly (CTR 64%). Pasien direncanakan untuk

tindakan anestesi dengan teknik GA-OTT.

Pada saat operasi berlangsung, induksi dilakukan menggunakan propofol

intravena. Setelah induksi dan saat operasi akan dilakukan, tekanan darah pasien

berkisar antara 110-130/80-85 mmHg, nadi antara 60-70 x/menit. 30 menit setelah

induksi, tourniquet dipasang ke ekstrimitas atas pasien yang dilakukan tindakan dengan

tekanan 244 mmHg. Setelah itu, tekanan darah meningkat cukup drastis dengan range

150-186/90-110 mmHg, dengan nadi di kisaran 70-80x/menit. Tim anestesi berusaha

untuk mendalamkan anestesi dengan meningkatkan dosis propofol continous,

menambah fentanyl intravena sebagai analgetik, serta menambah kecepatan cairan.

Karena tekanan darah masih cukup tinggi, tim anestesi menambahkan clonidine

intravena dan clonidine continous melalui infus drip. Setelah dilakukan evaluasi ulang,

tekanan darah tidak mengalami perubahan yang signifikan (masih tetap tinggi). Deflasi

tourniquet dilakukan setelah 1 jam 30 menit, dan setelah dilakukannya deflasi, tekanan

darah kembali turun ke kisaran 100-110/60-70 mmHg.

Dari kasus diatas, kemungkinan pasien mengalami tourniquet induced

hypertension yang merupakan salah satu komplikasi sistemik yang dapat muncul akibat

penggunaan tourniquet. Dikatakan bahwa tourniquet induced hypertension seringkali

susah dikontrol dan bersifat resisten sehingga sulit diturunkan. Hipertensi yang muncul

mungkin tidak membawa masalah berarti pada pasien usia muda tanpa komorbid,

Page 29: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

29

namun pada pasien ini dengan komorbid HHD, peningkatan tekanan darah dapat sangat

merugikan.

Meskipun mekanisme tourniquet induced hypertension masih tidak jelas, dua

mekanisme dianggap terlibat; yang pertama adalah aktivasi serat C, menyebabkan

stimulasi reseptor NMDA di cornu dorsalis dari medulla spinalis, dan yang kedua

karena aktivitas simpatik. Peningkatan bertahap pada tekanan arteri sering diamati saat

inflasi tourniquet. Mekanisme persisnya hipertensi yang diinduksi tourniquet ini tidak

diketahui, tetapi sudah diketahui bahwa hal itu merupakan aktivasi saraf simpatik

dalam menanggapi nyeri tourniquet yang muncul. Konsentrasi plasma norepinefrin

meningkat secara paralel dengan tekanan arteri selama inflasi tourniquet. Pada pasien

yang sadar, peningkatan tekanan arteri meningkat paralel dengan munculnya nyeri,

sehingga mendukung teori ini.

Clonidine (dosis 3 mcg/kgBB dalam NS 100 ml selama 10 menit) dapat

melemahkan aktivitas simpatik dan, jika diberikan sebelum operasi, dapat

menumpulkan respons hipertensi. Clonidine mengurangi pelepasan norepinefrin

presinaptik, dan memiliki efek analgesik yang substansial serta efek sedatif. Clonidine

juga menumpulkan respons simpatetik. Pada kasus diatas, pasien telah diberikan

clonidine intravena, namun tidak terdapat reaksi yang diharapkan, kemungkinan karena

clonidine diberikan setelah hipertensi terjadi, dimana sangat sulit untuk diturunkan.

Dosis kecil ketamin IV preoperatif (0,25 mg/kgBB) secara signifikan mencegah

peningkatan tekanan arteri sistemik selama inflasi tourniquet berkepanjangan pada

pasien di bawah anestesi umum. Mekanisme peningkatan tekanan arteri yang

diakibatkan tourniquet belum diselidiki secara rinci, tetapi terdapat hasil penelitian

yang menunjukkan bahwa terdapat keterlibatan aktivasi reseptor NMDA. Memang,

aktivasi reseptor NMDA menghasilkan peningkatan tekanan arteri rerata, dan

antagonisme reseptor NMDA dapat memblokir respons kardiovaskular pada hewan.

Page 30: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

30

Pada pasien ini tidak diberikan ketamin preoperatif sehingga efeknya tidak dapat

dievaluasi untuk pasien ini.

Pada kasus pasien ini juga dilakukan peningkatan tekanan manset tourniquet ke

angka yang tetap (sekitar 240-250 mmHg) tanpa mengukur LOP terlebih dahulu seperti

yang disarankan pada teori. Akibat peningkatan ini bisa mengakibatkan resiko

komplikasi lokal seperti cedera otot, iskemia, cedera saraf serta meningkatkan resiko

komplikasi sistemik untuk muncul. Pada pasien ini tidak ditemukan cedera saraf

maupun otot seperti yang dikenal dengan nama post-tourniquet syndrome.

Kesimpulan dari kasus ini adalah, pada setiap pasien yang diprediksi akan

menggunakan tourniquet selama operasi, wajib dipersiapkan dengan lebih baik untuk

preoperatifnya. Ketamin preoperatif, clonidine, ataupun lidokain telah diteliti dapat

digunakan untuk mencegah terjadinya tourniquet pain yang dapat memicu

peningkatan tekanan arteri yang sulit dikontrol. Penggunaan adjuvan juga disarankan

pada pasien yang akan menjalani anestesia regional agar komplikasi tidak muncul. Ahli

anestesi juga wajib memonitor durasi dan tekanan yang digunakan oleh tourniquet agar

tidak berlebihan sehingga komplikasi yang buruk dapat dicegah.

Page 31: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

31

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Deloughry, J. L., & Griffiths, R. (2009). Arterial tourniquets. Continuing

Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain, 9(2), 56-60.

El-Sayed, W., & Hasanein, R. (2016). Intraoperative lidocaine infusion

attenuates tourniquet induced hypertension in patients undergoing anterior

cruciate ligament reconstruction under general anesthesia. Egyptian Journal

of Anaesthesia, 32(3), 345-350.

Kam, P. C. A., Kavanaugh, R., & Yoong, F. F. Y. (2001). The arterial

tourniquet: pathophysiological consequences and anaesthetic

implications. Anaesthesia, 56(6), 534-545.

Kumar, K., Railton, C., & Tawfic, Q. (2016). Tourniquet application during

anesthesia:“What we need to know?”. Journal of anaesthesiology, clinical

pharmacology, 32(4), 424.

Satsumae, T., Yamaguchi, H., Sakaguchi, M., Yasunaga, T., Yamashita, S.,

Yamamoto, S., & Kida, H. (2001). Preoperative small-dose ketamine

prevented tourniquet-induced arterial pressure increase in orthopedic patients

under general anesthesia. Anesthesia & Analgesia, 92(5), 1286-1289.

Sharma, J. P., & Salhotra, R. (2012). Tourniquets in orthopedic

surgery. Indian journal of orthopaedics, 46(4), 377.

Page 32: LAPORAN KASUS KOMPLIKASI AKIBAT PENGGUNAAN …

32

Zalunardo, M. P., Serafino, D., Szelloe, P., Weisser, F., Zollinger, A., Seifert,

B., & Pasch, T. (2002). Preoperative clonidine blunts hyperadrenergic and

hyperdynamic responses to prolonged tourniquet pressure during general

anesthesia. Anesthesia & Analgesia, 94(3), 615-618.