Laporan Kadar Lemak Fix

9
Subhan Aristiadi R 240210110021 5.2 Pembahasan Praktikum kali ini adalah mengenai penentuan kadar lemak dan minyak. Prinsip dari penentuan kadar lemak ini yaitu lemak diekstrak dengan pelarut lemak yaitu pelarut organic seperti eter (diethyl eter) atau heksana secara terus menerus. Setelah pelarutnya diuapkan, lemaknya dapat ditimbang dan dihitung presentasenya. Lemak dan minyak merupakan senyawa kimia berupa hidrokarbon yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam bahan pelarut organik. Sifat kelarutan dari lemak ini merupakan parameter penting dalam upaya ekstraksi lemak dari suatu bahan. Pemilihan bahan pelarut yang sesuai untuk ekstraksi lipida akan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut yang umum (universal) untuk semua macam lipida. (Sudarmadji, 1996). Sampel yang digunakan adalah jenis-jenis bahan pangan yang mengandung lemak sperti kornet, wijen, kemiri, kacang tanah, susu full cream. Metode yang digunakan yaitu metode analisis Soxhlet. Prinsip dari penentuan kadar lemak dengan cara soxhlet adalah pelarut yang diuapkan akan terdifusi lalu menyebabkan pelarut turun dan didapatkan cairan lemak. Pemanasan harus

description

Penentuan kadar lemak

Transcript of Laporan Kadar Lemak Fix

240210100107

Subhan Aristiadi R2402101100215.2PembahasanPraktikum kali ini adalah mengenai penentuan kadar lemak dan minyak. Prinsip dari penentuan kadar lemak ini yaitu lemak diekstrak dengan pelarut lemak yaitu pelarut organic seperti eter (diethyl eter) atau heksana secara terus menerus. Setelah pelarutnya diuapkan, lemaknya dapat ditimbang dan dihitung presentasenya. Lemak dan minyak merupakan senyawa kimia berupa hidrokarbon yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam bahan pelarut organik. Sifat kelarutan dari lemak ini merupakan parameter penting dalam upaya ekstraksi lemak dari suatu bahan. Pemilihan bahan pelarut yang sesuai untuk ekstraksi lipida akan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut yang umum (universal) untuk semua macam lipida. (Sudarmadji, 1996).Sampel yang digunakan adalah jenis-jenis bahan pangan yang mengandung lemak sperti kornet, wijen, kemiri, kacang tanah, susu full cream. Metode yang digunakan yaitu metode analisis Soxhlet. Prinsip dari penentuan kadar lemak dengan cara soxhlet adalah pelarut yang diuapkan akan terdifusi lalu menyebabkan pelarut turun dan didapatkan cairan lemak. Pemanasan harus secepatnya dan dihindari suhu yang terlalu tinggi, untuk ini dipakai vakum oven (suhu 70C) dengan tekanan vakum. Karena sampel kering maka pelarut yang dipilih harus bersifat tidak menyerap air. Apabila bahan masih mengandung air yang tinggi maka bahan pelarut akan sulit masuk ke dalam jaringan atau sel dan pelarut menjadi jenuh dengan air selanjutnya ekstraksi lemak kurang efisien. Selain itu adanya air akan menyebabkan zat-zat yang larut dalam air akan ikut pula terekstraksi bersama lemak sehingga hasil analisa kurang mencerminkan yang sebenarnya (Sudarmadji, 1989).

Gambar 1. Soxhlet(Sumber: dokumentasi pribadi, 2014) Analisis Soxhlet dapat diaplikasikan untuk hampir semua bahan pangan. Untuk bahan pangan tidak banyak mengandung air seperti tepung atau produk kering lainnya, bahan dapat langsung dianalisis. Sedangkan untuk bahan pangan berbentuk utuh dan banyak mengandung air seperti daging atau ikan, sebelum dianalisis bahan harus dihidrolisis dengan asam kemudian dikeringkan untuk memudahkan lemak keluar dari jaringan. Adapun Syarat untuk pelarut dalam ekstraksi lemak tidak jauh berbeda dengan praktikum kadar air metode distilasi, yaitu sebagai berikut: Pelarut organic, karena lemak hanya larut dalam pelarut organic seperti hexan, toluene, ether, dan etanol. Massa jenis pelarut harus lebih rendah dari pada lemak.Dalam penentuan kadar lemak dengan metode soxhlet ini digunakan pelarut organik dimana pelarut ini akan bereaksi dengan sampel, pelarut organik yang umum digunakan adalah eter, benzen, toluen dan heksana. Pelarut organik yang paling baik adalah eter. Eter adalah suatu senyawa yang mengandung satu gugus ROR', dimana R= alkil. Satu contoh tipikal adalah satu pelarut dan anestetik dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3). Semakin nonpolar sifat pelarut organik yang digunakan, maka dampaknya akan semakin bagus. Namun dalam praktikum kali ini, hanya digunakan heksana sebagai pelarut organik, simana heksan merupakan senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14 dan berfungsi sebagai pelarut lemak. Digunakannya heksana karena heksana adalah bahan pelarut lemak non-polar yang paling banyak digunakan dengan alasan harganya yang relatif murah, kurang berbahaya terhadap resiko kebakaran dan ledakan serta lebih selektif untuk lemak non-polar (Sudarmadji, 1989). Saat sampel dan pelarut mulai diekstraksi maka terdapat prinsip sebagai berikut, ketika pelarut dididihkan dan uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin (kondensor). Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondenser mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke gelas soxhlet. Pelarut melarutkan lemak dalam gelas soxhlet, larutan ini terkumpul dalam gelas soxhlet dan bila volumenya telah mencukupi akan dialirkan lewat sifon menuju gelas soxhlet. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Dalam proses ekstraksi, sampel yang belum kering harus dikeringkan terlebih dahulu karena kadar air yang tinggi dalam bahan menyebabkan lipida sukar diekstraksi dengan pelarut nonpolar (heksana). Hal ini karena bahan pelarut sukar masuk ke dalam jaringan yang basah dan menyebabkan bahan pelarut menjadi jenuh dengan air sehingga kurang efisien untuk ekstraksi. Pemanasan sampel dengan suhu terlalu tinggi (misalnya untuk menghilangkan sebagian air yang ada dalam bahan) juga tidak baik untuk proses ekstraksi lipida karena sebagian lipida akan terikat dengan karbohidrat dan protein yang ada dalam bahan sehingga menjadi sukar untuk diekstraksi.Ekstraksi selesai jika pelarut yang menetes sampai berwarna bening. Proses ekstraksi selesai, dilanjutkan dengan pengeringan di dalam oven dengan suhu 105C dan didinginkan dalam desikator. Kemudian ditimbang sampai berat konstan. Berdasarkan perhitungan, didapatkan bahwa kadar lemak untuk sampel kornet (kelompok 1 & 6) masing-masing 15,45% dan 21,42%, untuk sampel wijen (kelompok 2 & 7) masing-masing 68,71% dan 86,43%, untuk sampel kemiri (kelompok 3 & 8) masing-masing 59,24% dan 50,82%, untuk sampel kacang tanah (kelompok 4 & 9) masing-masing 52,93% dan 53,06%, dan untuk sampel susu full cream (kelompok 5 & 10) masing-masing 1,57% dan 1,87%. Dari dua hasil yang diperoleh dari setiap sampel masing-masing kelompok, yang memiliki kadar lemak paling tinggi adalah wijen, sedangkan yang memiliki kadar lemak paling rendah adalah susu full cream. Perbedaan antara dua hasil yang diperoleh dari setiap sampel masing-masing kelompok yang cukup signifikan, terutama pada sampel kornet, wijen, dan kemiri dapat disebabkan oleh kekurangtelitian pada analisis metode Soxhlet. Kekurangtelitian analisis metode Soxhlet yang terjadi pada praktikum ini kemungkinan besar disebabkan oleh ketidaktelitian pengukuran partikel bahan, sebab faktor lain seperti jenis pelarut, waktu ekstraksi dan suhu ekstraksi sudah diatur sedemikian rupa sehingga sama. Tingkat kemudahan ekstraksi bahan kering masih ditentukan oleh ukuran partikel bahan tersebut. Semakin kecil ukuran sampel maka kontak antara permukaan bahan dengan pelarut akan semakin luas sehingga proses ekstraksi lebih efisien. Semakin lama waktu ekstraksi maka jumlah lemak yang terbawa oleh pelarut akan semakin banyak sampai suatu saat lemak pada sampel habis. Semakin tinggi suhu, maka ekstraksi akan semakin cepat, tetapi pada ekstraksi Soxhlet suhu yang digunakan harus disesuaikan dengan titik didih pelarut yang digunakan. Penggunaan suhu yang lebih rendah dai titik didih pelarut akan menyebabkan ekstraksi berjalan dengan lambat dan kurang efisien, sedangkan penggunaan suhu yang lebih tinggi dari titik didih pelarut akan menyebabkan ekstraksi tidak terkendali dan bisa menimbulkan resiko terjadinya ledakan atau kebakaran. Setiap pelarut organik mempunyai polaritas yang berbeda, pelarut yang mempunyai polaritas paling sesuai dengan polaritas lemak akan memberikan hasil ekstraksi yang lebih baik. Faktor lain yang menentukan ketelitan analisis kadar lemak metode Soxhlet adalah pindah panas antara heater yang memanaskan labu lemak dan pengeringan yang dialakukan di oven. Kesalahan sewaktu pengeringan dalam oven yang tidak mengeringkan seluruh bagian dari labu lemak dapat menyebabkan tidak hanya lemak yang tertinggal di labu lemak tersebut.Metode Soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam gelas soxhlet, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas.Rumus perhitungannya :

VI.KESIMPULAN Penentuan kadar lemak dengan metode soxhlet ini digunakan pelarut organik, yaitu heksana dimana heksana ini merupakan pelarut yang dapat digunakan secara terus-menerus sehingga lebih hemat dan pelarut ini juga memiliki harga yang relatif murah. Perbedaan antara dua hasil yang diperoleh dari setiap sampel masing-masing kelompok yang cukup signifikan, terutama pada sampel kornet, wijen, dan kemiri dapat disebabkan oleh kekurangtelitian pada analisis metode Soxhlet. Kekurangtelitian analisis metode Soxhlet yang terjadi pada praktikum ini kemungkinan besar disebabkan oleh ketidaktelitian pengukuran partikel bahan. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam mengekstrksi lemak ini juga ditentukan oleh beberapa factor berikut ini:1. Ukuran partikel yang dianalisa/diekstrak2. Jenis pelarut3. Kadar lemak dalam sampel, semakin banaya kadar lemaknya maka waktu yang dibutuhkan akan semakin lama.4. Pindah panas antara heater yang memanaskan labu lemak5. Pengeringan yang dialakukan di oven

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., F. Kusnandar dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. PT Dian Rakyat, Jakarta

Apriyantono, Anton., dkk 1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Hermana, dkk. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). PT Elex Media Komputindo. Jakarta

Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty : Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.