Laporan IV Ulfa

72
INTRAVENA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Setiap obat yang masuk ke dalam tubuh dalam rute pemberian apapun selalu berkaitan dengan farmakokinetik. Sebab setiap obat pasti akan mengalami proses baik itu mulai dari proses penyerapan maupun langsung mengalami distribusi seperti pada pemberian intravena yang langsung masuk ke dalam peredaran darah tanpa mengalami proses absorbsi. Pemberian ini kebanyakan digunakan pada HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm 15020120092

description

Setiap obat yang masuk ke dalam tubuh dalam rute pemberian apapun selalu berkaitan dengan farmakokinetik. Sebab setiap obat pasti akan mengalami proses baik itu mulai dari proses penyerapan maupun langsung mengalami distribusi seperti pada pemberian intravena yang langsung masuk ke dalam peredaran darah tanpa mengalami proses absorbsi.

Transcript of Laporan IV Ulfa

INTRAVENA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Setiap obat yang masuk ke dalam tubuh dalam rute pemberian

apapun selalu berkaitan dengan farmakokinetik. Sebab setiap obat

pasti akan mengalami proses baik itu mulai dari proses penyerapan

maupun langsung mengalami distribusi seperti pada pemberian

intravena yang langsung masuk ke dalam peredaran darah tanpa

mengalami proses absorbsi. Pemberian ini kebanyakan digunakan

pada pasien yang sangat susah mengkonsumsi obat lewat mulut

ataupun pasien yang tidak memungkinkan mengkonsumsi obat secara

oral seperti pasien yang memerlukan penanganan cepat, pingsan, dan

berbagai kondisi lain.

Dimana kita ketahui bahwa jika suatu obat diberikan secara

intravena, seluruh dosis obat akan masuk ke dalam tubuh dengan

segera. Dan obat akan langsung didistribusikan ke semua jaringan di

dalam tubuh melalui sistem sirkulasi.

Hal tersebut juga yang mendasari perbedaan beberapa

parameter farmakokinetik antara rute pemberian oral dan intravena.

Dimana pada rute pemberian intravena tidak memiliki nilai Ka (tetapan

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

absorbsi). Selebihnya juga terdapat beberapa persaman parameter

seperti Ke (tetapan laju eliminasi), Vd (volume distribusi) , t½ (waktu

paruh), dan AUC (daerah di bawah kurva). Dan juga tetap

menggunakan sampel plasma darah sebelum dan setelah pemberian

obat dengan durasi waktu yang ditentukan.

1.2. Maksud Praktikum

Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk menganalisis

dan mempelajari parameter Farmakokinetik obat Farmadol didalam

tubuh yang diberikan secara intravena lewat sampel darah.

1.3 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan

distribusi obat Farmadol di dalam tubuh yang diberikan secara

intravena dan menentukan volume distribusinya.

1.4 Prinsip Praktikum

Adapun prinsip dari praktikum ini adalah untuk menentukan

parameter farmokinetik intravena meliputi tetapan eliminasi (k), waktu

paruh, (t1/2), Volume distribusi (Vd), area di bawah kurva (AUC), dan

nilai absorbansi pada spektrofotometri dengan menggunakan obat

paracetamol secara intravena pada hewan coba tikus (Rattus

norvegicus).

BAB 2

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum

Farmakologi medis adalah ilmu mengenai zat-zat kimia (obat)

yang berinteraksi dengan tubuh manusia. Interaksi-interaksi ini

dibagi menjadi dua jenis (Neal, 2006) :

1. Farmakodinamik, yaitu efek obat terhadap tubuh, dan

2. Farmakokinetik, yaitu bagaimana tubuh mempengaruhi obat

dengan berlalunya waktu (yaitu absorbsi, distribusi,

metabolisme dan ekskresi).

Proses mulai dari masuknya obat ke dalam tubuh sampai

dikeluarkan kembali disebut farmakokinetik. Termasuk dalam

proses farmakokinetik ialah absorbsi, distribusi, biotransformasi /

metabolisme dan ekskresi obat. Untuk menghasilkan efek, suatu

obat harus terdapat dalam kadar yang tepat pada tempat obat itu

bekerja. Untuk mencapai tempat kerja, suatu obat harus melewati

berbagai membran sel tubuh (Staf pengajar, 2004).

Respon yang diinginkan dari suatu obat biasanya berkaitan

dengan kadar obat pada tempat kerjanya sehingga tujuan terapi

adalah mempertahankan kadar obat yang cukup pada tempat kerja

obat tersebut. Dalam praktiknya sangat sulit untuk

mempertahankan kadar obat pada tempat kerja dan akan lebih

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

mudah mengukur kadar obat dalam plasma darah dengan respon

yang diperoleh. Jadi, dapat dikatakan bahwa tujuan terapi obat

adalah untuk mempertahankan kadar obat yang cukup dalam darah

yang akan memberikan hasil pengobatan yang kita inginkan (Staf

pengajar, 2004).

Secara skematis perjalanan obat dalam tubuh terdiri dari 4

tahap yaitu (Aiache : 1993) :

1. Absorpsi (penyerapan)

Yang dimaksud dengan absorpsi atau penyerapan suatu zat

aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh

atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati

sawar biologi. Penyerapan ini hanya dapat terjadi bila molekul

zat aktif berada dalam bentuk terlarut.

2. Distribusi (penyebaran)

Setelah molekul zat aktif masuk kedalam peredaran darah,

maka selanjutnya zat aktif tersebut akan disebarkan keselruh

bagian tubuh, sama halnya dengan molekul lain dalam fase

aquous mamapu menyaring secara ultra dan melewati sawar

membrane. Dalam penyebarannya, secara kualtitatif dan

kuantitatif sifat fisika kimia zat aktif sangat menentukan

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

afinitasnya, sedangkan peredaran darah yang menyebar

keseluruh jangan tubuh menunjukkan jalur penyebarannya.

3. Metabolism dan Ekskresi (pengeluaran)

Adanya molekul asing didalam tubuh akan memaksa organ

tubuh agar melenyapkan kolekul asing tersebut. Metabolism

terjadi secara kimiawi dan kinetic metabolism dan kinetic

pengeluarannya merupakan kinetic peniadaan. Pengeluaran

dan metabolism tidak perlu dipisahkan adalah kandungan

hasil in vivo dari zat aktifnya, karena merupakan dua bagian

dari satu macam proses. Peniadaan atau eliminasi adalah

proses dinamika yang kinetiknya merupakan ciri khas dari zat

aktif yang berkaitan dengan organ tubuh pada keadaan obat

yang diberikan.

Adapun parameter farmakokinetik yang digunakan untuk

mengetahui bioavabilitas suatu obat adalah

(Ganiswarna :2005).

1. Daerah dibawah kurva (Area Under Curva) adalah integritasi

batas obat di dalam darah dari waktu t = o hingga t, dimana

besar AUC berbanding lurus dengan jumlah total obat yang

diabsorbsi. AUC merupakan salahsatu parameter untuk

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

menentukan bioavabilitas. Cara yang paling sederhana untuk

menghitung AUC adalah dengan metode trapezoid.

2. Volume distribusi adalah suatu parameter farmakokinetik yang

menggambarkan luas dan intensitas distribusi obat dalam

tubuh. Volume distribusi bukan merupakan vilume yang

sesungguhnya dari ruang yang ditempati obat dalam tubuh,

tetapi hanya volume tubuh. Besarnya volume distribusi dapat

digunakan sebagai gambaran, tingkat distribusi obat dalam

darah.

3. Konsentrasi Tinggi Puncak (Cpmax) adalah konsentrasi dari

obat maksimum yang diamati dalam plasma darah dan serum

pemberian dosis obat. Jumlah obat biasanya dinyatakan

dalam batasan konsentrasinya sehubungan dengan volume

spesifik dari darah, serum dan plasma.

4. Waktu Puncak (tmax) adalah waktu yang dibutuhkan unsure

untuk mencapai level obat maksimum dalam darah (tmax). serta

parameter ini menunjukan laju absorsi obat dari formulasi.

Laju absorbsi obat, menentukan waktu diperlukan untuk

dicapai konsentrasi efektif minimum dan dengan demikian

untuk awal dari efek farmakolpgis yang dikendaki.

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

5. Waktu paruh obat (t½) adah gambaran waktu yang dibutuhkan

untuk suatu level aktivitas obat dan emnjadi separuh dari leval

asli atau level yang dikendaki

6. Tetapan absorbsi (Ka) adalah parameter yang mengambarkan

laju absorbsi suatu obat, dimana agar suatu obat diabsorbsi

mula-mula obat harus larut dalam cairan pada tempat

absorsinya

7. Tetapan eliminasi (K) adalah parameter yang gambarkan laju

eliminasi suatu obat tubuh. Dengan ekskresinya obat dan

metabolit obat, aktivitas dan keberadaan obat dalam tubuh

dapat dikatakan berakhir.

Jika suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat

(IV bolus), seluruh dosis obat masuk kedalam tubuh dengan

segera. Oleh karena itu, laju absorbsi obat tidak diberikan dalam

perhitungan. Dalam banyak hal, obat tersebut didistribusikan ke

semua jaringan di dalam tubuh melalui sistem sirkulasi dan secara

berkesetimbangan di dalam tubuh. Model farmakokinetik yang

paling sederhana untuk menggambarkan pelarutan obat dalam

suatu volume tubuh diberikan dalam Gambar 1 (Shargel, 2005).

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

IVDB, VD

K

INTRAVENA

Gambar 1. Model Farmakokinetika Obat yang diberikan

dengan injeksi intravena cepat

Model kompartemen satu terbuka menganggap bahwa

berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan

perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan.

Tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam

tiap jaringan tersebut adalah sama pada berbagai waktu.

Disamping itu DB juga tidak dapat ditentukan secara langsung,

tetapi dapat ditentukan obatnya dengan menggunakan cuplikan

cairan tubuh (seperti darah). Volume distribusi, Vdadalah volume

dalam tubuh dimana obat terlarut(Shargel, 2005).

Dalam suatu kompartemen – satu (pemberian IV), Vd dihitung

dengan persamaan berikut (Shargel, 2005):

Dengan injeksi IV cepat, dosis = DB0. Cp0 adalah konsentrasi

obat mula-mula pada t=0; harga ini dapat diperoleh dengan

ekspolasi garis regresi ke sumbu Y.

Model kompartemen-dua beranggapan bahwa pada t=0 tidak

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

ada obat dalam kompartemen jaringan. Setelah dosis IV, obat

secara cepat dipindahkan kedalam kompartemen jaringan,

sedangkan kadar obat dalam darah menurun secara cepat

sehubungan dengan eliminasi obat dan pemindahan obat keluar

dari kompartemen sentral ke dalam berbagai jaringan. Suatu ciri

yang khas kadar obat dalam jaringan setelah suatu dosis IV tunggal

yaitu kadar obat dalam jaringan akhirnya akan mencapai puncak

dan kemudian akan menurun sehubungan dengan perbedaan

konsentrasi antara dua komparetemen yang kecil (Shargel, 2005).

Nilai VD < 5 L menunjukkan bahwa obat dipertahankan dalam

kompartemen vascular. Nilai VD < 15 L menunjukkan bahwa obat

terbatas pada cairan ekstraseluler, sedangkan volume distribusi

yang besar (VD > 15 L) menunjukkan distribusi di seluruh cairan

tubuh total atau konsentrasi pada jaringan tertentu. Volume

distribusi dapat digunakan untuk menghitung bersih obat (Neal,

2006).

Bila suatu obat diberikan secara suntikan intravena, semua

dosis yang diberikan masuk ke dalam sirkulasi sistemik, tetepi hal

ini mungkin tidak terjadi pada obat-obat yang diberikan peroral.

Fraksi dari dosis obat yang masuk ke dalam sirkulasi sistemik

setelah pemberian secara oral dibandingkan dengan jumlah obat

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

yang masuk sirkulasi sitemik disebut sebagai ketersediaan hayati

(bioavailability=F). Proses-proses fisika dan Kimia yang

menyebabkan ketersediaan hayati berkurang (F kurang dari 1)

meliputi kelarutan obat yang jelek, absorbsi gastrointestinal yang

tidak lengkap, dan metabolisme yang cepat pada saat melalui hati

sebelum sampai ke sirkulasi sistemik (first-pass effect). Nilai F

dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (Staf pengajar,

2004) :

Metabolisme obat biasanya terjadi dalam hati melalui satu

atau dua jenis reaksi. Tahap 1 reaksi umumnya membuat molekul

obat lebih polar dan larut dalamair sehingga mudah dieliminasi oleh

ginjal. Tahap modifikasi termasuk oksidasi, hidrolisis dan reduksi.

Tahap II reaksi melibatkan konjugasi untuk membentuk

glucuronides, asetat atau sulfat. Reaksi iniumumnya

menonaktivkan aktivitas farmakologi obat dan membuatnya lebih

cepat dieliminasi oleh ginjal. Organ lain yang memiliki kemampuan

untuk mengeliminasi obat atau metabolit dari badan. Ginjal bisa

mengekskresi obat dengan filtrasi glomerulus atau proses aktif

seperti sekresi tubular proksimal. Obat juga dapat dieliminasi

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

melalui empedu yang diproduksi oleh hati atau pengeluaran udara

oleh paru-paru (Dipiro, 2008).

Obat yang cukup larut lemak untuk dapat diabsorbsi secara

oral, dengan cepat terdistribusi keseluruh kompartemen cairan

tubuh (O). Banyak obat berikatan lemah dengan albumin plasma,

dan terbentuklah keseimbangan antara obat terikat (PB) dan obat

bebas (B) dalam plasma. Obat yang terikat pada protein plasma

hanya terdapat system vascular dan tidak dapat menimbulkan sifat

farmakologik (Neal, 2006).

Jika obat diberikan secara suntikan intravena, maka obat

masuk kedalam darah dan secara cepat terdistribusi kejaringan.

Penurunan konsentrasi obat dalam plasma dari waktu kewaktu

(yaitu kecepatan eliminasi obat) dapat diukur (kanan atas) dengan

mengambil sampel darah secara berulang. Pada awalnya serigkali

konsentrasi menurun dengan cepat, namun kemudian kecepatan

penurunan berkurang secara progresif. Kurva tersebut disebut

eksponensial, dan hal ini berarti pada waktu tertentu terjadi

eliminasi fraksi konstan pada obat dalam satu satuan waktu.

Banyak obat menunjukkan suatu penurunan eksponensial dalam

konsentrasi plasma karena kecepatan kerja proses eliminasi obat

biasanya proporsional terhadap konsentrasi obat dalam plasma

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

(Neal, 2006).

Proses yang terlihat adalah(Neal, 2006) :

1. Eliminsi urin oleh filtrasi glomerulus

2. Metabolisme, biasanya oleh hati

3. Ambilan oleh hati dan selanjutnya eliminasi melalui empedu

Distribusi dan ekskresi

Distribusi obat keseluruh tubuh terjadi saat obat mencapai

sirkulasi. Selanjutnya obat harus masuk kejaringan untuk bekerja

(Neal, 2006).

T½ (waktu paruh) adalah waktu yang dibutuhkan sehingga

konsentrasi obat dalam darah berkurang setengah dari nilai

awalnya (grafik atas kanan). Pengukuran t½ memungkinkan

penghitungan konstanta kecepatan eliminasi (eliminasi rate

constant (Ket) dengan rumus (Neal, 2006):

Ket adalah fraksi yang ada pada suatu waktu yang akan

tereliminasi dalam satu satuan waktu (misalnya Ket = 0,02 menit-

1berarti bahwa 2% dari obat yang ada dieliminasi dalam waktu 1

menit) (Neal, 2006).

Kurva eksponensial dari konsentrasi plasma (Cp) terhadap

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

waktu (t) diuraikan sebagi berikut (Neal, 2006).

Cp = Co e-Ket

t

Dimana Co = konsentrasi awal plasma. Dengan menggunakan

logaritma, kurva eksponensial dapat ditransformasikan menjadi

garis lurus yang lebih sederhana (grafik bawah kanan), sehingga

Codan t½ dapat ditentukan dengan mudah (Neal, 2006).

Segera sesudah infuse dari pemberian bahan

intravena ,konsentrasi obat dalam darah maksimum, yang

diindikasikan sebagai Cmax dalam gambar 1. Untuk pemberian obat

oral, untuk yang diabsorpsi kedalam darah lebih lambat dari pada

dengan pemberian obat intravena, hal ini memudahkan untuk

mengumpulkan sampel darah padav ariasi waktu setelah

pemberian dan mengamati kenaikan konsentrasi dari obat, atau

hasil biotransformasinya dan mencatat waktu yang dilewati, Tmax,

untuk daerah konsentrasi maksimum, Cmax, penggambaran

konsentrasi obat dengan waktu dan mencocokkan poin percobaan

untuk memberikan garis lengkung tunggal pada kecepatan yang

konstan, k, dan waktu paruh, t½ , pada hilangnya garis lengkung,

dengan pemberian AUC olehCmax /k , yang mana tiap unit dari berat

(mol) per unit volume dikalikan oleh waktu. Untuk contoh g (moles)

l-1 h pada gambar 1 . kerap kali hilangnya bagian kurva dapat di

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

model dengan lebih satu garis lengkung, yang mana tempat klirens

dikatakan sesuai untuk bentuk kompartemen, dengan karakteristik

garis lengkung (eksponensial) oleh kecepatan yang konstank dan t½

(Dabrowiak, James C.2009)

Gambar

1 .grafik konsentrasi obat dalam darah Vs waktu setelah pemberian

infuse intravena

Kadar obat puncak adalah konsentrasi plasma tertinggi dari

sebuah obat pada waktu tertentu. Jika obat diberikan secara oral,

waktu puncaknya mungkin 1 sampai 3 jam setelah pemberian

obat, tetapi jika obat diberikan secara intravena, kadar puncaknya

mungkin dicapai dalam 10 menit. Sampel darah harus diambil

pada waktu puncak yang dianjurkan sesuati dengan rute

pemberian (Hayes, 1996).

Kadar terendah adalah konsentrasi terendah dari sebuah obat

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

dan menunjukkan kecepatan eliminasi obat. Kadar terendah

diambil beberapa menit sebelum diberikan, tanpa memandang

apakah diberikan secara oral atau intravena. Kadar puncak

menunjukkan kecepatan absorbsi suatu obat. Kadar puncak

terendah diperlukan bagi obat yang memiliki indeks terapetik yang

sempit dan dianggap toksik seerti aminoglikosida (antibiotika).

Jika kadar terendah terlalu tinggi, maka toksisitas akan

terjadi(Hayes, 1996).

2.2 Uraian Obat

1. Parasetamol (Ditjen POM, 1979 dan MIMS : 114)

Nama Resmi : ACETAMINOPHENUM

Nama Lain : Asetaminofen, paracetamol

RM/BM : C8H9NO2/151,16

Pemerian : Hablur atau serbuk, hablur putih, tidak berbau

rasa pahit.

Kelarutan : Larut dalam 27 bagian air, dalam 7 bagian

etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P,

dalam 40 bagian gliserol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : Sebagai sampel

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

Farmakokinetik : Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran

pencernaan, dengan kadar serum puncak

dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-

kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 %

diekskresi dalam bentuk tidak berubah

melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan

asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian

diekskresi melalui urin dalam satu hari

pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N

asetil benzokuinon yang sangat reaktif dan

berpotensi menjadi metabolit berbahaya.

Pada dosis normal bereaksi dengan gugus

sulfhidril dari glutation menjadi substansi

nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan

dengan sulfhidril dari protein hati (Lusiana

Darsono 2002).

Farmakodinamik : Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin

serupa dengan Salisilat yaitu menghilangkan

atau mengurangi nyeri ringan sampai

sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh

dengan mekanisme yang diduga juga

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

berdasarkan efek sentral seperti salisilat.

Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh

karena itu Parasetamol dan Fenasetin tidak

digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol

merupakan penghambat biosintesis

prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi,

erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat

pada kedua obat ini, demikian juga gangguan

pernapasan dan keseimbangan asam basa

(Mahar Mardjono 1971).

Indikasi : Parasetamol merupakan pilihan lini pertama

bagi penanganan demam dan nyeri sebagai

antipiretik dan analgetik. Parasetamol

digunakan bagi nyeri yang ringan sampai

sedang (Cranswick 2000).

Kontra Indikasi : Penderita gangguan fungsi hati yang berat

dan penderita hipersensitif terhadap obat ini

(Yulida 2009).

Efek Samping : Reaksi alergi terhadap derivate para-

aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya

berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

lebih berat berupa demam dan lesi pada

mukosa. Fenasetin dapat menyebabkan

anemia hemolitik, terutama pada pemakaian

kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi

berdasarkan mekanisme autoimmune,

defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit

yang abnormal (Yulida 2009).

2.3 Uraian Hewan Coba

a. Klasifikasi (Ningsih,2009)

Kingdom : Animalia

Divisio : Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Orytolagus

Spesies : Rattus norvegicus

b.Karakteristik Hewan Coba (Ningsih, 2009)

Pubertas : 4 bulan

Masa beranak : Mei – September

Masa hamil : 28-36 hari

Jumlah sekali lahir : 5-6 ekor

Lama hidup : 8 tahun

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

Masa tumbuh : 4-6 bulan

Masa laktasi : 3 -4

Frekuensi kelahiran : 38,5-39,5

Pertahun

Suhu tubuh (KC) : 50K - 60K

Tekanan darah : 5

BAB 3

METODE KERJA

3.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah

batang pengaduk, sendok tanduk, gelas kimia, timbangan analitik,

gunting, kanula, kater, spoit, tabung efendrof dan vial.

3. 2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah

aquades, Alkohol, Betadine, Farmadol, Kapas, NaCMC dan Tissue.

3.3 Cara Kerja

1. Disiapkan hewan coba Tikus

2. Dipuasakan 8-12 jam sebelumnya

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

3. Diambil darah pada ekor tikus

4. Ditampung dalam tabung effendroft

5. Disuntikkan obat farmadol secara iv pada hewan uji Tikus

6. Dibiarkan 30 menit

7. Diambil darah kelinci sebanyak 0,5ml, pada interval waktu 30,

60, 90 dan 120 menit

8. Disentrifuge selama 10 menit pada kecepatan 10000 rpm

9. Diukur absorbannya menggunakan spektrofotometri

10. Dicatat data dan dihitung parameter-parameter

farmakokinetiknya

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

a. Tabel Pengamatan

Kurva baku

C Abs

2 0,0133 0,0164 0,0195 0,021

a= 0,007

b = 0,002

r = 0,995

Data sampel

t (jam) AbsCp ( )

Log Cp

1 0,914 453,5 2,656

2 0,789 391 2,592

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

3 0,654 323,5 2,509

4 0,533 263 2,419

5 0,432 212,5 2,327

6 0,317 155 2,190

7 0,223 108 2,033

8 0,123 58 1,763

9 0,095 44 1,643

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

Orde 0 (t Vs Cp) Orde 1 (t Vs Log Cp)

a = 487,833 a = 2,880

b = - 52,933 b = -0,128

r = - 0,993 r = - 0,978

Mengikuti orde 0

1. Menentukan Laju Eliminasi

2. WaktuParuh ( t ½ )

3. Vd ( Volume Distribusi )

Vd =

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

4.

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

AUC = 1759,75 µg jam/mL

5.

µg jam/mL

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

6.

µg jam/mL

7.

= 4,722 x x 100 %

= 0,047 % (data valid)

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

4.2 Pembahasan

Farmakokinetik mempelajari tentang kinetika absorbsi obat,

distribusi dan eliminasi (yaitu absorbsi dan metabolisme). Pada percobaan

ini, tujuannya adalah untuk mempelajari distribusi obat di dalam tubuh

yang diberikan secara intravena dan menentukan volume distribusinya.

Parameter farmakokinetik tidak ditentukan secara langsung, tetapi

di tentukan melalui percobaan dari sejumlah variabel tergantung dan

bebas, yang dikenal sebagai data. Dimana data ini, dapat diperkirakan

model farmakokinetiknya, kemudian di uji kebenarannya, dan selanjutnya

di peroleh parameter farmakokinetiknya.

Dalam parameter farmakokinetik untuk obat yang diberikan secara

intravena akan ditentukan nilai K, t ½ , Vd, dan nilai AUC.Dimana K

adalah tetapan laju eliminasi yang merupakan kecepatan eliminasi obat

setelah masuk ke dalam system sirkulasi, t ½ adalah waktu paruh yaitu

waktu yangdiperlukan agar jumlah obat dalam tubuh melarut setengah

dari dosis. Sedangkan Vd adalah volume distribusi yaitu volume obat

yang terdistribusidan AUC (Area Under Curva) merupakan nilai yang

menggambarkan biovailabilitas obat dari jumlah dosis yang ada, dimana

bioavailabilitas obat merupakan jumlah obat yang mencapai system

sirkulasi sistemik secara utuh yang memberikan efek.

Untuk obat yang diberikan secara intravena parameter

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

farmakokinetik dari tetapan absorbsi tidak dihitung karena obat yang

diberikan secara intravena tidak mengalami fase absorbsi melainkan

langsung terdistribusi melalui pembuluh darah.

Suatu obat yang diberikan dalam bentuk injeksi intravena (IV), maka

seluruh dosis obat masuk ke dalam tubuh melalui pembuluh darah dengan

segera, dan obat tersebut didistribusikan ke semua jaringan.

Sebelum tikus diberikan obat secara intravena, dilakukan

pengambilan sampel darah awal yang merupakan blangko. Blangko ini

bukan sebagai perbandingan didalam melihat pengaruh pemberian

terhadap kadar obat di dalam plasma tetapi sebagai sampel agar

spektrofotometer mengenali sampel yang akan diuji. Daerah sekitar

tempat pengambilan darah diolesi dengan alcohol dan juga betadine

sebagai antiseptic agar tidak terjadi infeksi.

Setelah pengambilan blangko hewan coba diberi obat paracetamol

secara iintravena. Dan setelah itu sampel darah mulai diambil pada menit

30, 60 dan 90. Darah yang diperoleh kemudian disentrifuge selama 10

menit.

Adapun prinsip kerja dari alat sektrofotometer yaitu adanya interaksi

dari sampel dengan radiasi elektromagnetik sehingga sampel mengalami

eksitasi ketingkat yang lebih tinggi dan pada keadaan ini adalah titik stabil

dan akan kembali ketingkat normal dengan memancarkan energi-energi

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

ini terukur pada alat spektrofotometer. Mekanisme sentrifuge yaitu

pemisahan supernatan dengan menghomogenkan campuran dan

didapatkan hasil yang jernih sehingga didapatkan supernatan.

Parameter farmakokinetik yang diperoleh pada obat yang diberikan

secara intravena adalah untuk tetapan laju eliminasi (K) diperoleh 52,983

jam-1. Selanjutnya waktu paruh (t ½ ) = 4,608 jam yaitu waktu yang

diperlukan agar kadar obat dalam sirkulasi sistemik berkurang menjadi

setengahnya, dan volume distribusi yang diperoleh (Vd) = 0,184 mL.

Untuk AUC total = 1759,75 µg jam /ml dan persen AUC ekstrapolasi (%

AUC ekstrapolasi) = 0,047 %.

Dan berdasarkan nilai % AUC ekstrapolasi yang diperoleh, maka

parameter ini dapat dijadikan sebagai acuan parameter farmakokinetik

untuk obat yang diberikan secara intravena karena nilainya berada

dibawah 20% yaitu 0,047%.

Untuk suatu percobaan normal, data absorbansi di tiap perubahan

waktu mengalami penurunan secara konstan. Artinya, konsentrasi obat di

dalam tubuh semakin berkurang secara konstan karena obat dieliminasi

oleh tubuh dengan kecepatan konstan 5 ml/10 menit, dan cairan diganti 5

ml hingga volume cairan tetap. Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan

data absorbansi di tiap perubahan waktu mengalami penurunan namun

tidak konstan. Banyak faktor yang menyebabkan kesalahan-kesalahan

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

dalam percobaan meliputi ketidakcampuran obat Farmadol didalam cairan

NaCMC, pengambilan cuplikan yang tidak benar, atau kesalahan metode

pada saat penentuan kadar obat dengan menggunakan spektofotometri.

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

Berdasarkan hasil perhitungan dari data obat yang diberikan secara

intravena, diperoleh parameter farmakokinetik sebagai berikut :

1. Tetapan laju eliminasi (K) = 52,983 jam-1

2. Waktu paruh (t ½) = 4,608 jam

3. Volume distribusi (Vd) = 0,184 mL

4. AUC total = 1759,75 mg jam/mL

5. % AUC Ekstrapolasi = 0,047%

Karena hasil dari % AUC ektrapolasi kurang dari 20% maka

parameter ini bisa di anggap sebagai parameter karena memenuhi

persyaratan dimana % AUC kurang dari 20 %

5.2 Saran

Diharapkan asisten untuk mengarahkan dan membimbing praktikan

dalam melakukan pengukuran pada alat spektrofotometer sehingga dapat

mengetahui penggunaan maupun hasil yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. “Penuntun Praktikum Farmakokinetik”. UMI : Makassar.

Aiache, JM. 1989. ”Farmasetika & Biofarmasiedisi 2”. Airlangga University Press : Surabaya.

Dabrowiak , James C. 2009. “Metals In Medicine”. Wiley: British.

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

Ditjen POM, 1979. “Farmakope Indonesia Edisi III”. Depkes Ri . Jakarta.

Dipiro, Joseph T. 2008. ”Pharmacoteraphy ed. 7th”. The MC Graw Hill Companies: New York.

Ganiswarna, Sulistia G. 2005. ”Farmakologi Dan Terapi Edisi V”, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Hayes, Evelyn, R. 1996. “Farmakologi” . Penerbit EGC: Jakarta.

Neal, Michael .J. 2006. “At Glance Farmakologi Medis edisi Lima” Penerbit Erlangga:Jakarta.

Rove, C Raymond, dkk. 2006,”Handbook Of Farmaceutical Exicipient”. Fifth edition, Pharmaceutical Press London.

Shargel, L. 2005. “Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan”. Edisi II, Airlangga University Press, Surabaya.

Staf pengajar Departemen Farmakologi. 2004. “Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2” Fakultas Kedokteran Sriwijaya, Penerbit EGC: Jakarta.

LAMPIRAN

A. Daftar obat yang digunakan

1. Farmadol injeksi

B. Perhitungan dosis

Dik : Dosis obat 500 mg

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

Larutan stok 5 ml

Berat tikus : 250 gram

Berat rata-rata obat : 599,82 mg

Perhitungan dosis :

Tikus 100 gram = 0,018 x 500 mg = 9 mg

tikus 100 g =

Perhitungan larutan stok :

Perhitungan volume pemberian tiap tikus :

1.

2. Perhitungan berat obat yang akan ditimbang

C. Skema Kerja

Tikus

Masukkan dalam alat destrener

Diambil darah tikus(sebagai darah awal)

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092

INTRAVENA

Masukkan dalam tabung effendorf (diberi etiket menit 0)

Induksikan dengan obat Farmadol yang telah dilarutkan dengan Na-CMC

Intra Vena (IV) melalui ekor

Diambil darah selanjutnya pada(Menit 30 ‘ 60’ 90’ 120)

Beri etiket

Centrfuge selama 10 menit dengan kecepatan 10000 rpm

Diukur nilai absorban pada alat spektro

Dihitung (Sesuai perhitungan)

HUSNUL KHATIMAH ULFA NUR FADILLA PIKRI, S. Farm15020120092