laporan IR rusli

download laporan IR rusli

of 31

description

ya gitu la

Transcript of laporan IR rusli

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Tujuan Percobaan Praktikum Untuk mengetahui dan dapat melakukan suatu analisa senyawa dengan menggunakan spektrofotometer infra merah sehingga diketahui gugus-guguus fungsional dari senyawa tersebut.

1.2

Prinsip Percobaan Spektro infra red dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat bahan, dimana struktur zat yang di uji dapat diamati pada spectrogram panjang gelombang vs transmittansi yang sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul. Spektrogram zat yang diuji dibandingkan dengan spectrogram dari bahan yang sudah di ketahui spektranya.

1.3 1.3.1

Landasan Teori Jurnal

Indonesia merupakan negara maritim kaya akan bahan baku kitin yang banyak terdapat dalam kulit udang, kulit kepiting, dan cumi-cumi akan menjadi sangat potensial dalam produksi kitin dan kitosan. Salah satunya propinsi Lampung memiliki potensi yang cukup besar dalam menghasilkan kepiting setiap tahunnya, dari dua perusahaan besar yaitu, PT Panji Saburai Putra dan PT Philip Amanjaya. Pemanfaatan kepiting umumnya baru terbatas untuk keperluan makanan, biasanya hanya dagingnya saja yang diambil sedangkan cangkangnya dibuang, padahal cangkang kepiting mengandung senyawa kitin yang cukup tinggi yaitu, sekitar 2030 % berat kulit keringnya. Sedangkan kulit kepiting sendiri merupakan limbah pengalengan kepiting yang belum diolah secara maksimal. Penggunaan kitin dibatasi oleh sifat-sifat yang tidak larut dan sulit dipisahkan dengan bahan lain

yang terikat terutama protein, sehingga untuk pemanfaatannya kitin perlu diubah terlebih dahulu menjadi kitosan. Kitin merupakan salah satu polisakarida yang melimpah dialam selain selulosa dan pati. Kitin adalah polimer dari Ndengan tingkat terasetilasi yang lebih tinggi. Sedangkan turunannya yang memiliki tingkat terasetilasi lebih rendah disebut kitosan. Setiap tahunnya diproduksi sekitar 106-107 ton kitin dari organisme laut (Yu dkk, 1991 dalam Peter, 1995). Kitin dan kitosan dinegara maju telah diproduksi secara komersial mengingat manfaatnya diberbagai industri, seperti bidang farmasi, biokimia, bioteknologi, kosmetika, biomedika, Isolasi kitin dari kulit kepiting dilakukan dengan dua metode, yaitu metode kimia dan metode enzimatik. Pada metode kimia dilakukan tiga tahap yang meliputi tahap pemisahan protein secara kimia ini dapat menimbulkan masalah pembuangan limbah yang sangat berpengaruh pada lingkungan hidup dan menyebabkan kitin terdepolimerisasi sehingga rantainya menjadi lebih pendek. Wang (1997) melaporkan bahwa pembuatan kitin secara enzimatik dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa K-187 yang merupakan penghasil enzim kitinase atau lisozim. Dengan proses fermentasi, telah ditemukan bahwa bakteri ini juga memiliki aktivitas protease. Pada penelitian ini dilakukan deproteinasi kitin dari kulit kepiting secara enzimatik menggunakan isolate Pseudomonas aeruginosa dalam medium cair nutrient broth (NB) pada suhu ruang dengan konsentrasi substrat 5%, variasi waktu panen, dan pH diperoleh waktu optimum 2 hari serta pH optimum 8. Untuk proses demineralisasi menghasilkan rendemen sebesar 20,08% dan depigmentasi sebesar19,52%. Sedangkan untuk pembuatan kitosan dilakukan deasetilasi kitin secara kimia menggunakan larutan NaOH pekat 50% (1:15, w/v) pada suhu lama 6 jam( Muzarelli, 1977). Kitin dan kitosan yang diperoleh diuji kelarutannya dan dianalisis menggunakan spektrofotometer infra merah dengan kitin dan kitosan standar sebagai pembanding.

Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah kulit kepiting rajungan (Portunus pelagious) yang diambil dari PT. Philip Amanjaya. Kulit kepiting yang telah direbus, dibersihkan, dan dikeringkan dengan sinar matahari. Setelah kering digiling dengan mortar dan diayak dengan ayakan ukuran 40 mesh.

Isolasi Kitin Secara Enzimatik Isolasi kitin dilakukan dengan empat tahap yang meliputi tahap pembuatan media substrat, penyiapan medium fermentasi, pembuatan starter dan penentuan kondisi optimum fermentasi.

Pembuatan Media Substrat a. Demineralisasi 150 g bubuk kulit kepiting dimasukkan ke dalam gelas beker 2 L dan ditambahkan 1200 ml HCl 2N sedikit demi sedikit sambil diaduk lalu disimpan pada suhu 25oC selama 2 hari. Pemisahan residu dan filtrat dilakukan dengan penyaringan dimana filtrat diuji dengan amonium oksalat. Sedangkan residu di cuci dengan aquades sampai pH netral, lalu dikeringkan pada suhu 600c selama 4 jam. b. Depigmentasi Kitin kasar hasil demineralisasi diekstraksi dengan aseton dengan perbandingan 1:10 selama 7 jam secara sokletasi. Residunya diputihkan dengan NaOCl 0,315% selama 10 menit pada suhu kamar, kemudian residunya dicuci dengan akuades sampai pH netral dan dikeringkan dengan oven pada suhu 600C selama 4 jam.

Penyiapan Medium Fermentasi NH4NO3 0,5 g, K2HPO4 0,1 g, FeSO4. 7H2O 0,5 g, MgSO4. 7H2O 0,5 g, laktosa 1 g dan 5 g media kulit kepiting dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu

ditambahkan akuades 100 ml. Campuran dikocok dalam shaker sampai homogen.

tekanan 15 psi selama 20 menit.

Pembuatan Starter Starter adalah inokulum yang siap digunakan untuk fermentasi. Starter dibuat dengan cara biakan Pseudomonas aeruginosa yang telah diinkubasi selam 3 hari dalam media nutrient broth agar (NBA) lalu dimasukkan ke media cair NB secara steril, kemudian dilakukan pengocokan pada suhu kamar selama 24 jam dengan kecepatan 100 rpm. Selanjutnya starter siap dimasukkan ke dalam media fermentasi.

Penentuan Kondisi Optimum Fermentasi a. Penentuan waktu panen optimum 4 buah erlenmeyer yang berisi 45 ml media fermentasi, masing-masing dimasukkan 5,0 ml starter kemudian diinkubasi dalam shaker dengan variasi waktu 1, 2, 3, dan 4 hari. Hasil fermentasinya diuji kelarutannya dalam campuran N,N-dimetilasetamida dan LiCl 10%.

b. Penentuan pH optimum 4 buah erlenmeyer yang berisi 45 ml media fermentasi diatur pH-nya sebagai berikut 7, 7,5, 8, dan 8,5. Kedalam media dimasukkan starter sebanyak 5 ml, dikocok dengan kecepatan 100 rpm sampai waktu panen optimumnya. Hasil fermentasi diuji kelarutannya dalam campuran N,N- dimetilasetamida dan LiCl 10%.

Pembuatan Kitosan Secara Kimia 1 g kitin dicampur dengan 15 ml NaOH 50% dalam bejana tahan asam basa yang dilengkapi dengan pengaduk, termometer, dan penangas air

bertermostat. Tahap ini dilakukan selama 6

dalam asam asetat 5%.

1.3.2

Spektrofotometri Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur

absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet.

Jenis-jenis Spektrofotometer dibagi menjadi dua jenis yaitu spektrofotometer singlebeam dan spektrofotometer double-beam.[3] Perbedaan kedua jenis spektrofotometer tersebut hanya pada pemberian cahaya, dimana pada singlebeam, cahaya hanya melewati satu arah sehingga nilai yang diperoleh hanya nilai absorbansi dari larutan yang dimasukan.[3] Berbeda dengan single-beam, pada spektrofotometer double-beam, nilai blanko dapat langsung diukur bersamaan dengan larutan yang diinginkan dalam satu kali proses yang sama.[3] Prinsipnya adalah dengan adanya chopper yang akan membagi sinar menjadi dua, dimana salah satu melewati blanko (disebut juga reference beam) dan yang lainnya melewati larutan (disebut juga sample beam).[4] Dari kedua jenis spektrofotometer tersebut, spektrofotometer double-beam memiliki keunggulan lebih dibanding single-beam, karena nilai absorbansi larutannya telah mengalami pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko Selain itu, pada single-beam, ditemukan juga beberapa kelemahan seperti perubahan intensitas cahaya akibat fluktuasi voltase. Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube.

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda. Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :

A=

log ( Io / It )

= abc

Keterangan : Io = Intensitas sinar datang It = Intensitas sinar yang diteruskan a = Absorptivitas b = Panjang sel/kuvet

c = konsentrasi (g/l) A = Absorban Spektrofotometri merupakan bagian dari fotometri dan dapat dibedakan dari filter fotometri sebagai berikut : 1. Daerah jangkauan spektrum Filter fotometr hanya dapat digunakan untuk mengukur serapan sinar tampak (400-750 nm). Sedangkan spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380 nm) maupun IR (> 750 nm). 2. Sumber sinar Sesuai dengan daerah jangkauan spektrumnya maka spektrofotometer menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah (sinar tampak, UV, IR). Sedangkan sumber sinar filter fotometer hanya untuk daerah tampak. 3. Monokromator Filter fotometere menggunakan filter sebagai monokrmator. Tetapi pada spektro digunakan kisi atau prisma yang daya resolusinya lebih baik. 4. Detektor - Filter fotometer menggunakan detektor fotosel - Spektrofotometer menggunakan tabung penggandaan foton atau fototube. Komponen utama dari spektrofotometer yaitu : 1. 1. Sumber cahaya

Untuk radisi kontinue : Untuk daerah UV dan daerah tampak : Lampu wolfram (lampu pijar) menghasilkan spektrum kontiniu pada gelombang 320-2500 nm. Lampu hidrogen atau deutrium (160-375 nm) Lampu gas xenon (250-600 nm) Untuk daerah IR Ada tiga macam sumber sinar yang dapat digunakan : Lampu Nerst,dibuat dari campuran zirkonium oxida (38%) Itrium oxida (38%) dan erbiumoxida (3%) Lampu globar dibuat dari silisium Carbida (SiC). Lampu Nkrom terdiri dari pita nikel krom dengan panjang gelombang 0,4 20 nm Spektrum radiasi garis UV atau tampak : Lampu uap (lampu Natrium, Lampu Raksa) Lampu katoda cekung/lampu katoda berongga Lampu pembawa muatan dan elektroda (elektrodeless dhischarge lamp) Laser 1. 2. Pengatur Intensitas Berfungsi untuk mengatur intensitas sinar yang dihasilkan oleh sumber cahaya agar sinar yang masuk tetap konstan.

1. 3. Monokromator

Berfungsi untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran Macam-macam monokromator : - Prisma - kaca untuk daerah sinar tampak - kuarsa untuk daerah UV - Rock salt (kristal garam) untuk daerah IR - Kisi difraksi Keuntungan menggunakan kisi : - Dispersi sinar merata - Dispersi lebih baik dengan ukuran pendispersi yang sama - Dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spektrum 1. 4. Kuvet Pada pengukuran di daerah sinar tampak digunakan kuvet kaca dan daerah UV digunakan kuvet kuarsa serta kristal garam untuk daerah IR. 1. 5. Detektor Fungsinya untuk merubah sinar menjadi energi listrik yang sebanding dengan besaran yang dapat diukur. Syarat-syarat ideal sebuah detektor : Kepekan yang tinggi

-

Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi Respon konstan pada berbagai panjang gelombang. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.

Macam-macam detektor : - Detektor foto (Photo detector) Photocell Phototube Hantaran foto Dioda foto Detektor panas 1. 6. Penguat (amplifier) Berfungsi untuk memperbesar arus yang dihasilkan oleh detektor agar dapat dibaca oleh indikator. 1. 7. Indikator Dapat berupa : Recorder Komputer 1.3. 3 Spektrofotometer Infra Red

Dari namanya sudah bisa dimengerti bahwa spektrofotometri ini berdasar pada penyerapan panjang gelombang infra merah. Cahaya infra merah terbagi menjadi infra merah dekat, pertengahan, dan jauh. Infra merah pada spektrofotometri adalah infra merah jauh dan pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 m.

Pada spektro IR meskipun bisa digunakan untuk analisa kuantitatif, namun biasanya lebih kepada analisa kualitatif. Umumnya spektro IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa organik. Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik.

Hasil analisa biasanya berupa signal kromatogram hubungan intensitas IR terhadap panjang gelombang. Untuk identifikasi, signal sample akan dibandingkan dengan signal standard. Perlu juga diketahui bahwa sample untuk metode ini harus dalam bentuk murni. Karena bila tidak, gangguan dari gugus fungsi kontaminan akan mengganggu signal kurva yang diperoleh. Terdapat juga satu jenis spektrofotometri IR lainnya yang berdasar pada penyerapan sinar IR pendek. Spektrofotometri ini di sebut Near Infrared Spectropgotometry (NIR). Aplikasi NIR banyak digunakan pada industri pakan dan pangan guna analisa bahan baku yang bersifat rutin dan cepat.

Ketika sedang browsing mencari journal dan artikel sebagai bahan referensi, saya kerap menemukan dua istilah yang awalnya saya anggap sama. Spektrometri dan spektrofotometri. Jika anda seorang chemist atau kerap bergelut dengan kimia, tentunya sudah tidak asing lagi dengan kata tersebut. Kata ini memang berhubungan dengan kimia analisis dan digunakan dalam analisa kualitatif atau kuantitatif. Selama ini kita tidak memperhatikan alasan mengapa dalam menuliskan metode analisa, beberapa penulis dalam artikelnya ada yang menulis secara spektrometri, ada juga yang menulis secara spektrofotometri. Apakah dua istilah ini sinonim satu sama lain atau memiliki perbedaan. Apakah spektrofotometri hanya istilah lain untuk spektrometri. Bagaimana dengan anda? Apakah anda biasa menuliskan metode spektrometri atau metode spektrofotometri, atau anda tidak begitu memperhatikan penggunaan istilah ini karena selama ini menganggap keduanya adalah sama? Dalam bidang kimia analisis, sebetulnya ada beberapa istilah lain yang dekat dengan dunia spektrometri. Misalnya spektroskopi, spektrofotometri, kolorimetri, fotometri, spektrometer, dan lainnya. Dan kita-pun hampir setiap hari bersinggungan dan akrab dengan semua kata tersebut. Namun apa sih yang membedakan mereka?

Spektroskopi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antara radiasi dan benda sebagai fungsi panjang gelombang.Awalnya spektroskopi hanya mengacu pada pen-dispersi-an cahaya tampak berdasarkan panjang gelombang (misalnya oleh prisma). Untuk selanjutnya konsep ini berkembang untuk menunjuk pada segala bentuk pengukuran kuantitatif sebagai fungsi dari panjang gelombang dan frekuensi, tidak hanya meliputi cahaya tampak. Sehingga istilah ini bisa juga mengacu pada interaksi radiasi partikel atau respon terhadap berbagai range frekuensi. Jadi spektroskopi

adalah istilah/nama yang digunakan untuk ilmu (secara teori) yang mempelajari tentang hubungan antara radiasi/energi/sinar (yang memiliki fungsi panjang gelombang, yang biasa di sebut frekuensi) dengan benda. Gabungan respon frekuensi ini disebut sebagai spektrum. Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 1.000 m atau pada Bilangan Gelombang 13.000 10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik, artinya

mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan. Gambaran berkas radiasi elektromagnetik diperlihatkan pada Gambar 1 berikut : Saat ini telah dikenal berbagai macam gelombang elektromagnetik dengan rentang panjang gelombang tertentu. Spektrum elektromagnetik merupakan kumpulan spektrum dari berbagai panjang gelombang. Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang pada Tabel 1 dan Gambar 2, sinar infra merah dibagi atas tiga daerah, yaitu: Interaksi Sinar Infra Merah Dengan Molekul

Dasar Spektroskopi Infra Merah dikemukakan oleh Hooke dan didasarkan atas senyawa yang terdiri atas dua atom atau diatom yang digambarkan dengan dua buah bola yang saling terikat oleh pegas seperti tampak pada gambar disamping ini. Jika pegas direntangkan atau ditekan pada jarak keseimbangan tersebut maka energi potensial dari sistim tersebut akan naik. Setiap senyawa pada keadaan tertentu telah mempunyai tiga macam gerak, yaitu : 1. 2. 3. Gerak Translasi, yaitu perpindahan dari satu titik ke titik lain. Gerak Rotasi, yaitu berputar pada porosnya, dan Gerak Vibrasi, yaitu bergetar pada tempatnya.

Bila ikatan bergetar, maka energi vibrasi secara terus menerus dan secara periodik berubah dari energi kinetik ke energi potensial dan sebaiknya. Jumlah energi total adalah sebanding dengan frekwensi vibrasi dan tetapan gaya ( k ) dari pegas dan massa ( m1 dan m2 ) dari dua atom yang terikat. Energi yang dimiliki oleh sinar infra merah hanya cukup kuat untuk mengadakan perubahan vibrasi. Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red Pada dasarnya Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (disingkat FTIR) adalah sama dengan Spektrofotometer Infra Red dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistim optiknya sebelum

berkas sinar infra merah melewati contoh. Dasar pemikiran dari Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red adalah dari persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-1830) seorang ahli matematika dari Perancis. Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah frekwensi. Perubahan gambaran intensitas gelobang radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekwensi atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier (Fourier Transform). Selanjutnya pada sistim optik peralatan instrumen Fourier Transform Infra Red dipakai dasar daerah waktu yang non dispersif. Sebagai contoh aplikasi pemakaian gelombang radiasi elektromagnetik yang berdasarkan daerah waktu adalah interferometer yang dikemukakan oleh Albert Abraham Michelson (Jerman, 1831). Perbedaan sistim optik Spektrofotometer Infra Red dispersif dan Interferometer Michelson pada Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red tampak pada gambar disamping. Spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0.75 1.000 m atau pada bilangan gelombang 13.000 10 cm-1. Metode spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik fluoresensi (fluorescence). Komponen medan listrik yang banyak berperan dalam spektroskopi umumnya hanya komponen medan listrik seperti dalam fenomena transmisi, pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Penemuan infra merah ditemukan pertama kali oleh William Herschel pada tahun 1800. Penelitian selanjutnya diteruskan oleh Young, Beer, Lambert dan Julius melakukan berbagai penelitian dengan menggunakan spektroskopi inframerah.

Pada tahun 1892 Julius menemukan dan membuktikan adanya hubungan antara struktur molekul dengan inframerah dengan ditemukannya gugus metil dalam suatu molekul akan memberikan serapan karakteristik yang tidak dipengaruhi oleh susunan molekulnya. Penyerapan gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan terjadinya eksitasi tingkat-tingkat energi dalam molekul. Dapat berupa eksitasi elektronik, vibrasi, atau rotasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya energi yang diserap oleh ikatan pada gugus fungsi adalah: E = h. = h.C / = h.C / v E = energi yang diserap h = tetapan Planck = 6,626 x 10-34 Joule.det v = frekuensi C = kecepatan cahaya = 2,998 x 108 m/det = panjang gelombang = bilangan gelombang

Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang, sinar inframerah dibagi atas tiga daerah yaitu: a. Daerah infra merah dekat b. Daerah infra merah pertengahan c. Daerah infra merah jauh Jenis Vibrasi Molekul Ada dua jenis vibrasi yaitu: 1. Vibrasi ulur (Stretching Vibration), yaitu vibrasi yang mengakibatkan perubahan panjang ikatan suatu ikatan

2. Vibrasi tekuk (Bending Vibrations), yaitu vibrasi yang mengakibatkan perubahan sudut ikatan antara dua ikatan Vibrasi tekuk itu sendiri dibagi lagi menjadi empat: 1. Scissoring 2. Rocking 3. Wagging 4. Twisting Jumlah jenis vibrasi normal, diperlukan 3 koordinat untuk menentukan satu posisi dalam ruang. Untuk N titik (atau N atom) dihasilkan 3N derajat kebebasan. Pergerakan molekul melibatkan : translasi, rotasi, dan vibrasi. Vibrasi untuk Molekul tak linier adalah 1. Perlu 3 derajat kebebasan untuk translasi 2. Perlu 3 derajat kebebasan untuk rotasi Jadi tersisa (3N 6) kemungkinan jenis vibrasi Vibrasi untuk Molekul linier 1. Perlu 3 derajat kebebasan untuk translasi 2. Perlu 2 derajat kebebasan untuk rotasi (rotasi pada sumbu ikatan tak mungkin) Jadi tersisa (3N 5) kemungkinan jenis vibrasi Contoh : Tentukan vibrasi untuk molekul CO2 Jawab karena CO2 termasuk molekul linier maka vibrasi molekul CO2 adalah 3 (3)- 5 = 4 jenis vibrasi

Keunggulan Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red Spektroskopi inframerah biasanya digunakan untuk penelitian dan digunakan dalam industri yang sederhana dengan teknik yang sederhana dan untuk mengontrol kualitas. Alat spektroskopi inframerah cukup kecil dan mudah dibawa kemana-mana dan kapanpun dapat digunakan. Dengan meningkatnya teknologi komputer memberikan hasil yang lebih baik. Spektroskopi inframerah mempunyai ketepatan yang tinggi pada aplikasi kimia organik dan anorganik. Spektroskopi inframerah juga sukses kegunaannya dalam semikonduktor mikroelektronik untuk contoh, spektroskopi inframerah dapat digunakan untu semikonduktor seperti silikon, gallium arsenida, gallium nitrida, zinc selenida, silikon amorp, silikon nitrida, dan sebagainya. Secara keseluruhan, analisis menggunakan Spektrofotometer ini memiliki dua kelebihan utama dibandingkan metoda konvensional lainnya, yaitu : 1. Dapat digunakan pada semua frekwensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau pemindaianfungsional. Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi regangan. Sedangkan daerah antara 2000 400 cm-1 seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun bengkokan mengakibatkan absorbsi pada daerah tersebut. Dalam daerah 2000 400 cm-1 tiap senyawa organik mempunyai absorbsi yang unik, sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint region). Meskipun pada daerah 4000 2000 cm-1 menunjukkan absorbsi yang sama, pada daerah 2000 400 cm-1 juga harus menunjukkan pola yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa dua senyawa adalah sama. Tabel Serapan Khas Beberapa Gugus fungsi Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)

C-H C-H C-H C-H C=C C=C C-O C=O O-H O-H O-H N-H C-N

alkana alkena aromatik alkuna Alkena aromatik (cincin) alkohol, eter, asam karboksilat, ester

2850-2960, 1350-1470 3020-3080, 675-870 3000-3100, 675-870 3300 1640-1680 1500-1600 1080-1300

aldehida, keton, asam karboksilat, ester 1690-1760 alkohol, fenol(monomer) alkohol, fenol (ikatan H) asam karboksilat amina Amina 3610-3640 2000-3600 (lebar) 3000-3600 (lebar) 3310-3500 1180-1360

-NO2

Nitro

1515-1560, 1345-1385

2. Aspek terpenting dalam ekplorasi senyawa bioaktif dari rumput laut adalah preparasi sampel yang tepat. Secara umum, proses pengeringan bahan baku dilakukan sebelum pelaksanaan ekstraksi untuk meningkatkan efisiensi penanganan sampel. Pada tumbuhan darat yang memiliki kadar air rendah, proses ini biasanya dilaksanakan dengan meniupkan angin pada suhu ruang. Namun, pada rumput laut hal ini tidak dapat dilaksanaan karena tingginya kadar air laut yang merupakan medium kaya nutrisi untuk bakteri, hingga dapat membuat sampel menjadi busuk. Untuk menghindari hal tersebut, Anggadiredja (2004) yang melakukan riset eksplorasi senyawa antibakteri dari rumput laut melaksanakan pengeringan sampel menggunakan sinar matahari seperti pada aplikasi dalam ekstraksi senyawa metabolit primer seperti agaragar, karaginan, dan juga alginat.

Proses ini memiliki keunggulan dalam efisiensi penanganan pengambilan sampel dan aplikasi industri. Namun, baik pada metode maupun pembahasannya Anggadiredja (2004) tidak memberikan penjelasan apakah proses pengeringan menggunakan sinar matahari, sinar ultraviolet dengan intensitas energi yang tinggi, tidak akan merusak struktur senyawa bioaktif yang terdapat di dalam sampel. Walaupun sampel rumput laut kering akan lebih efisien dan praktis dalam proses preparasi ekstraksi rumput laut, akan tetapi menjaga keaslian senyawa dalam eksplorasi bahan bioaktif alami jauh lebih penting untuk mendapatkan validitas senyawa dan bioaktivitas senyawa yang ditemukan. Hashimoto (1979) menerangkan bahwa pengeringan spesimen menggunakan sinar matahari harus dihindarkan karena toksisitas alga akan terdekomposisi jika teradiasi oleh sinar ultraviolet. Ia juga mengemukakan bahwa setengah toksisitas alga tersebut akan hilang 52 jika diradiasi oleh sinar ultraviolet selama tiga jam. Lebih lanjut, Stanley et al. (1988) menyatakan bahwa kerusakan bahan organik yang dihadapkan ke sinar matahari dalam medium udara terjadi karena reaksi fotooksidasi yang dipicu oleh adanya cahaya. Namun, disini tidak dijelaskan juga seberapa jauh perubahan yang terjadi secara kuantitatif. Oleh karena itu, riset ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan konsentrasi senyawa di dalam rumput laut selama proses pengeringan bahan baku menggunakan sinar matahari. Hal ini dilakukan dengan membandingkan konsentrasi gugus-gugus aktif di dalam ekstrak rumput laut yang berasal dari preparasi bahan baku segar dan bahan baku yang dikeringkan dengan sinar matahari. Gugus-gugus aktif, yaitu ikatan rangkap pada rantai karbon dan gugus fungsi, dipilih sebagai parameter pengamatan karena perannya yang penting di dalam reaksi kimia dan menentukan bioaktivitas dari senyawa tersebut. Oleh karena itu, hasil perbandingan spektrofotometri dari gugus-gugus aktif pada eksrak yang berasal dari bahan baku segar dan kering matahari dapat dijadikan sebagai

bahan rekomendasi apakah proses pengeringan dengan sinar matahari dapat dilakukan atau tidak. Sebagai subjek penelitian, dipilih rumput laut Ulva fasciata. Flora laut ini merupakan salah satu jenis rumput laut dengan bioaktivitas yang baik. Febles et al. (1995) menerangkan bahwa Ulva fasciata mempunyai senyawa aktif antimikroba dalam fraksi polarnya, yaitu fraksi metanol. Hal ini didukung oleh eksplorasi bahan antimikroba yang dilakukan oleh Portito & Reina (2001) pada berbagai jenis alga di Canary Islands, Spanyol, yang juga menemukan bahwa ekstrak metanol alga Ulva sp. memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus MB5393, Bacillus subtilis MB954 dan fungi Aspergillus fumigatus MF5668. Hashimoto (1979), berhasil mengisolasi senyawa-senyawa turunan klorofil larut air yang berupa aldehida dan mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Oleh karena itu, pengamatan tentang gugus aktif pada senyawa di dalam ekstrak Ulva fasciata akan difokuskan terhadap ekstrak metanol.

BAB II PROSEDUR KERJA 2.1 Alat dan Bahan a. Alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. alat-alat gelas 2. 1 set alat ekstraksi soklet 3. Oven 4. magnetik stirer

5. kondensor refluks 6. jarum ose

7. cawan penguap 8. ayakan 40 mesh 9. pH meter 10. tanur 11. atoklaf model S-90N merk Tommy Seiko 12. desikator 13. shaker 14. nkubator 15. neraca 16. laminary air flow 17. ultrasonic 18. penangas air 19. Spektrophotometer Infra Merah (IR).

b. Bahan Yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. kulit kepiting rajungan (Portunus pelagious)

2. isolat bakteri Pseudomonas aeruginosa 3. 4. bacto agar nutrient broth (NB)

5. kapas 6. akuades

7. laktosa .

Sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah : NaOH, H2SO4 pekat, HCl pekat, NH4NO3,K2HPO4, MgSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, NaH2PO4, K2SO4, Na2S2O3, H3BO3, HgO, (NH4)2C2O4, LiCl, NaOCl, CH3COOH, TCA, methylen blue, methylen red, follin cialcateu, dan N,N dimetilasetamida.

2.2 Prosedur Kerja

Standarisasi alat/kalibrasi alat: Hidupkan power selama 15 menit. 1. Atur posisi pena / pencatat recorder pada posisi 4000 nm . 2. Panjang gelombang ditempatkan pada posisi 4000 nm . 3. Tempatkan sampel / kalibrasi pada tempatnya . 4. Kecepatan kertas 12 menit setiap pekerjaan . 5. Tekan tombol pena posisi 4000 nm . 6. Tekan scanning .

BAB III

GAMBAR RANGKAIAN

3.1 Gambar Peralatan

3.2 Gambar Rangkaian

3.3 Keterangan Gambar Rangkaian Gambar 1 : Sisitem optik pada spektrofotometer IR dispersi dan sistem optik pada spektrofotometer FTIR Gambar 2: Amplitudo vektor magnetik dan amplitudo vektor listrik.

BAB IV Data Pengamatan

Gambar 1. Spektrum IR Hasil Fermentasi Kitin

Gambar 2 . Spektrum IR Kitin Standar Produksi Wako Jepang

Gambar 3. Spektrum IR Kitosan

Gambar 4. Spektrum IR Kitosan Standar Produksi Wako Jepang

BAB V Pengolahan Data

A. Penafsiran Spektrum IR Hasil Fermentasi Kitin Dari spectrum IR hasil fermentasi kitin diperoleh pita serapan pada 3388,7 cm1

menunjukkan vibrasi ulur O-H yang melebar dan vibrasi ulur N-H amida

sekunder, pita serapan 3103,3 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur N-H amida sekunder, pita serapan 1627,8-16625,5 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C=O dan vibrasi tekuk N-H pita amida I, pita serapan 1417,6 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C-N amina alifatik, pita serapan 1261,3-1315,3 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk O-H dan vibrasi ulur C-N, pita serapan 1028,0-1234,3 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C-O dan vibrai tekuk C-H dalam bidang dan pita serapan 559,3 cm-1 dirujuk sebagai vibrasi tekuk O-H keluar bidang . Spektrum IR dari hasil penelitian ini (gambar 1.) sesuai dengan spectrum IR standar produksi wako jepang (gambar 2.), sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah kitin.

B. Penafsiran Spektrum IR Kitosan Dari spectrum IR kitosan diperoleh pitas serapan 3697,3 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur O-H yang tajam, pita serapan 3423,4 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur O_H yang melebar, pita serapan 3273,0-1 menunjukkan vibrasi ulur N-H amida sekunder, pita serapan 2987,5 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C-H alifatik, pita serapan 1598,9 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk N-H amida sekunder, pita serapan 1421,4 cm-1 menunjukkan vibrasi C-N amina alifatik, pita serapan 1321,1 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk O-H dan vibrasi ulur C-N, pita serapan 1091,61259,4 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C-O dan vibrasi tekuk C-H dalam bidang ,

pita serapan 896,8 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk C-H keluar bidang dan pita serapan 420,4-576,6 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk O-H keluar bidang. Spektrum IR dari hasil penelitian ini (gambar 3.) sesuai dengan spectrum IR standar produksi wako jepang (gambar 4.), sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah kitosan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapt disimpulkan bahwa :

1. Kombinasi antara metode No (1989) dan Wang (1998) dapat digunakan untuk deproteinasi polimer kitin dari kulit rajungan (Portunus Pelagious) dengan menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa. 2. N,N-dimetilasetamida dan LiCl 10% merupakan pelarut efektif untuk melarutkan kitin, hal inbi terbukti dengan diperolehnya waktu panen opt imum 2 hari dan pH optimum 8 yang menghasilkan produk terbanyak. 3. Deproteinasi kitin dari kulit rajungan (Portunus Pelagious) menghasilkan rendemen sebesar 93,33% dengan persen protein yang hilang 6,67%, derajat deasetilasi 38,8 %, kadar air 2,84%, kadar abu 1,12%, dan kadar nitrogen 1,17%. 4. Deasetilasi kitin menjadi kitosan menggunakan NaOH 50% memberikan rendemen sebesar 72% dari berat awal 1 g dengan derajat deasetilasi 62,8%.

Saran Hasil riset ini perlu dilanjutkan dengan penelitian yang menggunakan spektrometri resonansi magnet proton H dan C-13 untuk menentukan gugus fungsional yang hilang .

DAFTAR PUSTAKA

Amrizal, Zey. 1998. Pengaruh inhibitor EDTA kation Ca(II) dan Mg(II) terhadap aktivitas protease Alkali yang dihasilkan oleh Strain BPPT-CCO3, majalah BPPT, Jakarta.

Anonim. 1987. Data Pusat Biro Statistik Daerah Provinsi Lampung.

Austin, P.R, C.J. Brine, J.E Castle and J.P Zikakis. 1981. Chitin new Facets Of research. Science 212 : 749.

Bastaman. 1989. Studies On Degradation and Extraction Of Chitin and Chitosan from pown Shells. The Queens. University of Belfast England .

Gupte Satish, M.D. 1990. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Binapura Aksara, Jakarta Barat.