LAPORAN HASIL PENELITIAN JENIS PENELITIAN...
Transcript of LAPORAN HASIL PENELITIAN JENIS PENELITIAN...
LAPORAN HASIL PENELITIAN
JENIS PENELITIAN DASAR
TAHUN ANGGARAN 2015
ISOLASI SENYAWA DARI TUMBUHAN LUMUT HATI MASTIGOPHORA DICLADOS
DAN UJI AKTIVITAS ANTINFLAMASI SENYAWA HASIL ISOLASI
Peneliti
Ismiarni Komala, MSc, PhD, Apt
PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN (PUSLITPEN)
LP2M UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Ismiarni Komala, MSc, Phad, Apt
Jabatan : Lektor
Unit Kerja : FKIK UIN Jakarta
Alamat : Komplek Perumahan Puri Madani II blok D2 no. 7. Pondo Cabe
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Judul penelitian Isolasi senyawa dari tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados dan uji
aktivitas antiinflamasi senyawa hasil isolasi merupakan karya orisinal saya
2. Jika kemudian hari ditemukan fakta bahwa judul, hasil atau bagian dari laporan penelitian
saya merupakan karya orang lain, maka saya akn bertanggung jawab untuk
mengembalikan 100 % dana hibah penelitian yang saya terima dan siap mendapatkan
sanksi sesuai ketentuan yang berlaku dan bersedia untuk tidak mengajukan proposal
penelitian kepada Puslitpen LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 2 tahun
berturut-turut.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan semestinya.
Jakarta, 16 November 2015
Yang menyatakan
Ismiarni Komala, MSc, PhD, Apt
NIP 197806302006042001
ABSTRAK
Telah dilakukan re-isolasi senyawa dari ekstrak n-heksana dan etil asetat lumut hati
Mastigophora dicados dari fraksi-fraksi sisa penelitian sebelumnya. Proses re-isolasi
telah berhasil memurnikan senyawa dari 2 fraksi yang berbeda yaitu fraksi 5 B dan
fraksi 7. Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) dari masing-masing senyawa
mengindikasikan bahwa 2 senyawa ini memiliki pola KLT yang sama yang
mengindikasikan bahwa 2 senyawa ini adalah sama. Identifikasi dari titik leleh dari
senyawa adalah 152-154 oC, yang mengindikasikan senyawa ini telah murni dan
memiliki titik leleh yang sama dengan senyawa yang sebelumnya telah pernah
diisolasi dari fraksi n-heksana dan etil asetat dari lumut hati Mastigophora diclados.
Analisa 1H-NMR menunjukkan bahwa senyawa ini memiliki 3 gugus metil yang
terlihat pergeseran kimia 0.67 (3H, s), 0.98 (3H,s) dan 1.21 (3H, s) pergeseran
kimia yang khas untuk proton alifatik pada rentang pergeseran kimia 1.06 - 2.33 ppm.
Kharakteritik pergeseran kimia untuk senyawa dengan gugus alkena ditemukan pad
rentang pergeseran kimia 5 – 6 ppm. Analisa 13
C-NMR meperkirakan bahwa
senyawa ini memiliki jumlah atom C sebanyak 17 buah. Senyawa hasil isolasi
berkemungkinan memiliki atom C karbonil karena ditemuinya pergeseran kimia cirri
khas C karbonil pada pergeseran kimia 181.6. Kharakteristik gugus alkena juga
dijumpai pada spectrum alkena, yaitu ditemuinya pergeseran kimia pada area 113-148
ppm. Berdasarkan uji aktivitas antiinflamasi dengan menggunakan metoda
antidenaturasi bovine serum albumin (BSA) maka, senyawa hasil isolasi memiliki
aktivitas antiinflamasi karena memiliki nilai % inhibisi antidenaturasinya lebih besar
dari 20 %. Nilai persen inhibisi masing-masing konsentrasi adalah , 0,1 ppm (53.25 ±
1.6); 1 ppm (48.95 ± 5.1); 10 ppm (32,4 ± 1.9); 100 ppm (14.40 ± 0.0).
KATA PENGANTAR
Indonesia adalah negara yang kaya akan jenis fdan jumlah flora dan faunanya. Tumbuhan telah
diketahui merupakan sumber yang sangat potensial untuk dieksplorasi dalam rangka mencari
senyawa kimia yang dapat memberikan khasiat obat. Lumut hati Mastigophora diclados
merupakan salah satu tumbuhan tingkat rendah yang tumbuh di kawasan Gunung Slamet-Jateng
Indonesia. Lumut hati merupakan salah satu tumbuhan tingkat rendah yang memiliki cirri khas
tertentu yang telah banyak menyumbangkan senyawa-senyawa kimi yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai senyawa obat. Pada penelitian ini kami melakukan lanjutan penelitian
yang telah dilakukann grop penelitian kami selama 2-3 tahun terakhir. Telah kami akukan re-
isolasi komponen kimia dari fraksi-fraksi sisa kromatografi penelitian sebelumnya yang telah
disimpan didalam refrigerator. Proses re-isolasi telah menghasilkan senyawa yang sama dengan
senyawa yang sebelumnya telah diisolasi. Pada penelitian ini, kami melakukan analisa NMR
lebih lanjut dan mengujikan aktivitas antiinflamasi dari senyawa isolasi. Pada beberapa waktu
lalu, penentuan struktur dari senyawa hasil isolasi belum tuntas karena terkendala biaya dan
jumlah sampel.
Kami berharap hasil penelitian ini akan dapat memberikan manfaat, baik bagi diri kami sebagai
peneliti ataupun masyarakat ilmiah lainnya. Akhir kata kami terbuka atas kritik, dan mohon maaf
bila ada ketidak sempurnaan dari laporan ini.
Jakarta, 16 November 2015
Peneliti,
Ismiarni Komala, MSc, PhD, Apt
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan Penelitian 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 4
BAB II : KAJIAN LITERATUR 5
2.1 Tumbuhan lumut (Bryophyte) 5
2.2 Marchantiophyta (liverwort) – lumut hati 12
2.3 Lumut hati Mastigophora diclaodos 15
2.4 Inflamasi 17
BAB III : LANDASAN TEORI 24
BAB IV : KERANGKA KONSEP 26
BAB VII : METODA PENELITIAN 27
7.1 Lokasi penelitian 27
7.2 Jadwal pelaksanaan penelitian 27
7.3 Prosedur Kerja 27
BAB VIII : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38
8.1 Ekstraksi 38
8.2 Analisa dan Monitor Fraksi-Fraksi Hasil Pemisahan
Kolom kromatografi 38
8.3 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi 52
8.4 Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa Hasil Isolasi 64
BAB IX : KESIMPULAN DAN SARAN 67
9.1 Kesimpulan 67
9.2 Saran 68
REFERENSI 70
Lampiran
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan telah digunakan untuk mengobati berbagai penyakit semenjak zaman
dahulu. Pada awal tahun 1900-an, sebelum memasuki “era sintetik”, obat-obatan
sebagian besar berasal dari akar, batang atau daun dari tumbuhan. Pada saat itu
bahan alam sudah memegang peranan yang penting dalam sistem pengobatan
kuno seperti di China, India dan Mesir. Sampai saat ini, peranan tumbuhan dalam
mengobati berbagai penyakit masih terus berkembang.
Tumbuhan lumut merupakan tumbuhan perintis yang terbagi atas 3 kelas yaitu
lumut sejati (moss), lumut hati (liverwort) dan lumut tanduk (hornwort)
(Asakawa, 2009). Tumbuhan lumut dapat ditemui di berbagai tempat kecuali
dilaut. Diantara 3 kelas tumbuhan lumut, lumut hati (liverwort) memiliki
keunikan tersendiri karena memiliki organel khusus yang disebut oil bodies. Oil
bodies dari liverwort telah diketahui mampu memproduksi berbagai senyawa
kimia yang larut lemak, seperti asetogenin, terpenoid dan senyawa aromatik.
Beberapa senyawa kimia ini merupakan senyawa khusus yang hanya ditemui di
lumut hati dan telah diketahui memiliki berbagai aktivitas biologis antara lain,
antimikroba, antijamur, sitotoksik, antioksidan, insektisidal dll [1-4].
Indonesia adalah negara yang beriklim tropis yang merupakan tempat yang
sangat mudah untuk menemukan berbagai jenis tumbuhan lumut. Investigasi
kandungan kimia dan farmakologi dari tumbuhan lumut khususnya lumut hati
yang tumbuh di Indonesia masih sangat minim, oleh karena itu dipandang perlu
untuk memanfaatkan tumbuhan lumut hati yang mudah ditemui di Indonesia
sebagai sumber penemuan senyawa baru berkhasiat obat.
Mastigophora diclados merupakan salah satu tumbuhan lumut hati yang
ditemukan di gunung Slamet, Jawa Tengah. Penelitian sebelumnya yang telah
2
kami lakukan menyatakan bahwa kandungan kimia dari tumbuhan lumut
Mastigophora diclados yang diperoleh dari Tahiti, memiliki aktivitas antioksidan
[4-5]. Penelitian lanjutan terhadap lumut ini dengan tempat tumbuh yang berbeda,
yaitu Indonesia, menunjukkan bahwa ekstrak etanol, n-heksana dan etil asetat
dari Mastigophora diclados memiliki aktivitas anti-inflamasi dan antidiabetes
secara in vivo dan ekstrak etanolnya memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel
kanker payudara [6-11]. Untuk mengetahui komponen kimia apa yang dikandung
oleh lumut hati Mastigophora diclados, telah dilakukan penelitian oleh Zaki [12]
dan Ardiansyah [13]. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang telah
yang sebelumnya telah berhasil mengisolasi senyawa dari dengan dugaan
merupakan senyawa herbertene (12-13]. Karena keterbatasan jumlah senyawa
yang dihasilkan, maka penentuan struktur menjadi terkendala dan tidak bisa
diujikan bioaktivitasnya. Pada penelitian ini, kami melanjutkan penelitian dengan
cara mengumpulkan dan menganalisa fraksi-fraksi hasil kolom kromatografi dari
hasil penelitian Zaki dan Ardiansyah [12-13], selanjutnya hasil analisa fraksi
dilanjutkan dengan proses pengisolasian kemungkinan senyawa yang masih
tertinggal dan berpotensi untuk diisolasi. Senyawa hasil isolasi akan diujikan
aktivitas antiinflamasinya dengan menggunakan metoda antidenaturasi bovine
serum albumin (BSA) yang telah dipanaskan.
1.2 Permasalahan Penelitian
Antiinflamasi merupakan suatu senyawa obat yang digunakan untuk menekan
tanda dan gejala peradangan (inflamasi). Peradangan dapat timbul sebagai respon
awal dari luka jaringan dan dapat juga terjadi karena suatu respon imun terhadap
serangan organisme asing atau zat antigenik. Peradangan dapat dikurangi dengan
menggunakan obat-obat antiinflamasi yang biasa dikelompokkan atas golongan
obat non steroid dan glukokortikoid. Penggunaan obat antiinflamasi golongan
glukokortikoid harus dihindari sebisa mungkin karena toksisitas berat yang
ditimbulkannya [14]. Disisi lain obat antiinflamasi golongan non steroid juga
memiliki efek samping yang berhubungan dengan penurunan produksi
3
prostaglandin yang berbahaya bagi penderita gastritis atau ibu hamil.
Mastigophora diclados adalah merupakan salah satu tumbuhan lumut hati yang
ditemukan di Gunung Slamet Purwokerto. Pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh group penelitian kami, telah diketahui bahwa ekstrak etanol 70 %
dari lumut hati ini memiliki aktivitas antiinflamasi dengan dosis yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan obat antiinflamasi non steroid yang telah
beredar yaitu asetosal. Untuk mengetahui komponen kimia apa yang dikandung
oleh lumut hati Mastigophora diclados, telah dilakukan penelitian oleh Zaki,
2014 dan Ardiansyah, 2013 [12-13]. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh
tersebut telah berhasil diidolasi senyawa dalam jumlah yang terbatas dari ekstrak
n-heksana dan etil asetat. Elusidasi struktur hanya bisa dilakukan dengan
menggunakan data spektroskopi 1H-NMR sehingga belum menuntaskan proses
penentuan struktur senyawa yang telah berhasil diisolasi. Berdasarkan hasil
penelitian ini, kami merasa masih perlu untuk mengisolasi lagi senyawa yang
sama atau kemungkinan senyawa lain yang berkemungkinan masih terdapat
didalam fraksi-fraksi sisa kolom kromatografi yang dilakukan oleh Zaki dan
Ardiansyh [12-13]. Senyawa yang akan diisolasi ulang ini selanjutnya akan
diujiakan akvitas antiinflamasinya dengan menggunakan metoda antidenaturasi
BSA
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengisolasi komponen kimia yang terdapat dalam frkasi n-heksana dan etil
asetat dari tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados
2. Menguji aktivitas antiinflamasi senyawa hasil isolasi dengan menggunakan
metoda anti denaturasi bovine serum albumin (BSA)
4
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan sumbangan keilmuan mengenai kandungan kimia dari lumut hati
Mastigphora diclados.
2. Memberikan informasi mengenai kandungan kimia yang memverikan aktivitas
antiinflamasi dari tumbuhan lumut Mastigophora diclados.
3. Mengembangkan obat anti inflamasi yang berasal dari tumbuhan dengan
menjadikan senyawa aktif anti-inflamasi dari alam sebagai senyawa penuntun .
5
II. KAJIAN LITERATUR
2.1 Tumbuhan Lumut (Bryophyte)
Dari keseluruhan tumbuhan di dunia, tumbuhan lumut merupakan kelompok
tumbuhan terbesar no 2 setelah tumbuhan berbunga (Magnoliophyta). Tumbuhan
lumut didunia terdiri dari 15.00-25.000 spesies. Tumbuhan lumut dapat ditemui
disemua benua dan semua lokasi yang dapat ditumbuhi oleh tumbuhan yang bisa
berfotosintesis [1-2]. Tumbuhan lumut dapat tumbuh dimana saja dibelahan bumi
kecuali dilaut.
2..1.1 Morfologi dan Fisiologi
Tumbuhan lumut merupakan tumbuhan darat yang tidak memiliki batang,
akar, daun sejati serta sistem pengantar xylem dan floem. Tumbuhan
lumut menyerap air dan makanan melalui permukaan gametofitnya.
Secara umum ukuran dari lumut sangat kecil kecuali ada beberapa jenis
lumut dapat tumbuh besar [15]
2.1.2 Siklus Hidup
Tumbuhan lumut (Bryophyte) merupakan tumbuhan yang
terkharakteristik dengan siklus hidupnya yang mengalami pergiliran
haploid (gametofit) dan diploid (spororofit) dengan kecendrungan untuk
berkembang biak dominan secara gametofit. Tumbuhan lumut merupakan
satu-satunya tumbuhan darat, dimana generasi dominannya dalam siklus
hidup adalah gametofit [15-16] Siklus hidup tumbuhan lumut dapat
dilihat pada gambar 1.
6
Siklus hidup tumbuhan lumut [16]
Keterangan gambar
1. Tumbuhan lumut yang berupa daun hijau merupakan gametofit haploid
2. Soprofit diploid memiliki tangkai dan kapsul
3. Spora haploid yang berasal dari proses miosis di kapsul akan dilepaskan
dan diterbangkan oleh angin
4. Spora berkecambah dan berkembang menjadi gametofit jantan atau betina
dengan gametangium yang memproduksi telur atau sperma melalui proses
mitosis.
5. Sperma berenang menuju telur.
6. Pembuahan menghasilkan zigot
7. Zigot tumbuh dan berkembang menjadi sporofit baru
7
2.1.3 Pembagian Tumbuhan Lumut
Tumbuhan lumut dibagi atas 3 kelas
1. Marchantiophyta (liverwort) – lumut hati
Terdapat sekitar 6.000 spesies di dunia [3]. Gametofit vegetatifnya berupa
thaloid (gambar 2a) ataupun kumpulan dari batang daun dengan daunnya
tersusun oleh 2 atau 3 garis paralel (gambar 2b)
Gambar 2a. Lumut hati bentuk thaloid [15]
Gambar 2b. Lumut hati bentuk daun [15]
8
2. Bryophyta (moss) – lumut sejati
Terdapat sekitar 14.000 spesies lumut sejati di dunia [3]. Badan vegetatif
tersusun oleh batang yang memiliki daun, biasanya tersusun dalam
barisan spiral seperti terlihat pada gambar 2.c.
Gambar 2c. Lumut sejati [15]
3. Anthocerophyta (hornwort) – lumut tanduk
Terdapat sekitar 300 spesies lumut tanduk di dunia [3]. Gametofit
vegetatif berupa bentuk thalus seperti terlihat pada gambar 2d.
9
Gambar 2d. Lumut tanduk [15]
2.1.4 Penggunaan Lumbuhan Lumut
Beberapa penggunaan dari tumbuhan lumut antaralain [16]
1. Penggunaan secara ekologi
Tumbuhan lumut dapat menjadi indikator terhadap kondisi dari suatu
linlingkungan. Keberadaan suatu jenis tertentu lumut air dapat menjadi
indikator kandungan lkalsiun dan nutrien didalam air. Beberapa
tumbuhan lumut dapat hidup hanya pada pH tertentu, sehingga
keberadaannya dapat dapat digunakan sebagai indikator pH tanah.
2. Penggunaan hortikultura
Tumbuhan lumut dari semenjak dahulu telah dimanfaatkan untuk
kegunaan hortukultura, dimana lumut dapat digunakan sebagai zat
tambahan tanah, bahan untuk ornamental kultivasi dan taman di Jepang.
Tumbuhan lumut menjadi sangat popoler karena mempunyai daya ikat air
10
yang tinggi. Gambut merupakan pelembut tanah yang umum digunakan
untuk tujuan hortikulturan dan agrikultura.
3. Tumbuhan lumut untuk industri
Struktur fisik gambut sangat menyerap dan permeable telah dimanfaatkan
untuk menyerap logam, sehingga spagnum digunakan sebagai penyaring
yang efektif dalam pengolahan air limbah dan buangan dari pabrik
4. Tumbuhan lumut sebagai Bahan Bakar
Tumbuhan lumut hati dan lumut sejati telah digunakan sebagai sumber
bahan bakar dibeberapa negar maju sperti Finlandia, Irlandia, Jerman
Barat, Polandia dan Unisoviet. Gambut dapat memproduksi gas BTU
rendah dan sedang, begitu juga hidrogen, etilen dan gas alam metanol dan
gasolin.
5. Tumbuhan lumut untuk pembangun rumah dan peralatan rumah tangga
6. Tumbuhan lumut sebagai bahan obat, seperti terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Penggunaan tumbuhan lumut dalam pengobatan [2]
Musci Biological zctivities and effects
Bryum argenteum Antidotal, antipyretic, antirhinitic; for bacteriosis
Cratoneuron
filicinum
For malum cordis (heart disease)
Ditricum pallidum For convulsions, particularly in infants
Fissidens japonicum Diuretic activity; for growth of hair, burns and
chloplania (jaundice, icterus)
Funaria For hemostatis, pulmonary tuberculosis, vomitus
11
hygrometrica cruentus (hematemesis), bruises and athlete’s foot
dermatophytosis (dermatomycosis, dermomycosis)
Haplocladium
catillatum
Antidotal and antipyretic activity; for adenopharyngitis,
pharyngitis uropathy, mastitis, erysipelas (rose),
pneumonia, urocystitis, and tympanitis
Leptodictyum
riparium
Antipyretic; for choloplania and uropathy
Mnium cuspidatum For hemeostatis and nosebleed
Oreas martiana For anodyne (pain), hemeostasis, external wounds,
epilepsy, menorrhagia and neurasthenia (nervosism,
nervous exhaustion)
Philonotis Fontana Antipyretic, antidotal activity; for adenopharyngitis
Plagiopus oederi As a sedative; for epilepsy, apoplexy and cardiopathy
Polytrichum species Diuretic activity; for growth of hair
Polytricum
commune
Antipyretic and antidotal; for hemostatis, cuts, bleeding
from gingivae, hematemesis and pulmonary tuberculosis
Rhodobryum
giganteum
Antipyretic, diuretic and antihypertensive; for sedation,
neurasthenia, psychosis, cuts, cardiopathy and
expansion of heart blood vessels
Rhodobryum roseum As a sedative; for neurasthenia and cardiopathy
Taxiphyllum
taxirameum
Antiphlogistic; for hemostatis and external wounds
Weissia viridula Antipyretic and antidotal; for rhinitis
Hepaticae Biological Activities and Effects
Conochepalum
conicum
Antimicrobial, antifungal, antipyretic, antidotal activity;
used to cure cuts, burns, scalds, fractures, swollen
tissues, poisonous snake bites and gallstones
Frullania tamarisci Antiseptic activity
Marchantia
polymorpha
Antipyretic, antihepatic, antidotal, diuretic activity; used
to cure cuts, fractures, poisonous snake bites, burns,
12
scalds, and open wounds
Reboulia
hemisphaerica
For blotches, hemostatis, external wounds and bruises
2.2 Marchantiophyta (liverwort) – lumut hati
Tumbuhan lumut hati memiliki keistimewaan dibandingkan dengan kelas lumut
lainnya karena kandungan organel khas yang dimilikinya yaitu oil bodies yang
dapat memproduksi senyawa golongan terpenoid dan senyawa aromatik yang
larut dalam pelarut organik yang bersifat lipofilik [1, 17]. Oil bodies yang
dimiliki oleh lumut hati merupakan suatu penanda yang penting dalam
klasifikasi lumut hati. Beberapa senyawa yang dihasilkan oleh lumut hati telah
diketahui memiliki berbagai aktivitas farmakologis antaralain sebagai
antimikroba, antijamur, insektisidal, ihibitor enzim dan apotopsis [1,17]
2.2.1 Klasifikasi Lumut Hati
Dalam klasifikasi modern dari tumbuhan lumut, lumut hati terbagi atas 3 kelas, 7
subkelas dan 15 order [18] seperti terlihat pada gambar 3.
13
Phylum
Marchantiophyta
Class Haplomitriopsida Class Marchantiopsida
Subclass Treubiidae
Treubiaceae
Order Calobryales
Haplomitriaceae
Subclass Blasiidae
Order
Blasiales
Blasiaceae
Subclass Marchantiidae
Order
Sphaerocarpales
Sphaerocarpaceae
Riellaceae
Order Treubiales
Subclass Haplomitriidae
Order
Neohodgsoniales
Neohodgsoniaceae
Order
Lunulariales
Order
Marchantiales
Lunulariaceae Marchantiaceae
Aytoniaceae
Cleveaceae
Monosoleniaceae
Conochepalaceae
Cyathodiaceae
Exormothecaceae
Corsiniaceae
Monocapraceae
Oxymitraceae
Ricciaceae
Wiesnerellaceae
Targioniaceae
Monocleaceae
Dumortieraceae
Classs Jungermanniopsida
Class Jungermanniopsida
Subclass Pelliidae Subclass Metzgeriidae Subclass Jungermanniidae
Order
Porellales
Suborder
Porellineae
Porellaceae
Goebeliellaceae
Lepidolaenaceae
Suborder
Radulineae
Radulaceae
Suborder
Jubulineae
Frullaniaceae
Jubulaceae
Lejeuneaceae
Order
Ptilidiales
Suborder
Ptilidiineae
Ptilidiaceae
Neotrichocoleaceae
Herzogianthaceae
Order
Jungermanniales
Suborder
Perssoniellineae
Perssoniellaceae
Schistochilaceae
Suborder
Lophocoleineae
Pseudolepicoleaceae
Trichocoleaceae
Grolleaceae
Mastigophoraceae
Herbertaceae
Vetaformataceae
Lepicoleaceae
Phycolepidoziaceae
Lophocoleaceae
Brevianthaceae
Chonecoleaceae
Plagiochilaceae
Suborder
Cephaloziineae
Adelanthaceae
Jamesoniellaceae
Cephaloziaceae
Cephaloziellaceae
Scapaniaceae
Suborder
Jungermanniieae
Myliaceae
Trichotemnomataceae
Balantiopsidaceae
Blepharidophyllaceae
Acrobolbaceae
Arnelliaceae
Jackiellaceae
Calypogeiaceae
Delavayellaceae
Mesoptychiaceae
Jungermanniaceae
Geocalycaceae
Gyrothyraceae
Antheliaceae
Gymnomitriaceae
14
Gambar 3. Klasifikasi lumut hati [18]
Class Jungermanniopsida
Subclass Pelliidae
Order
Pelliales
Pelliaceae
Order
Fossombroniales
Suborder
Calyculariineae
Calyculariaceae
Suborder
Fossombroniineae
Petalophyllaceae
Allisoniaceae
Fossombroniaceae
Order
Pallaviciniales
Suborder
Phyllothalliineae
Phyllothalliaceae
Suborder
Phallaviciniineae
Sandeothallaceae
Moerckiacea
Hymenophytaceae
Pallaviciniaceae
Subclass Metzgeriidae
Order
Pleuroziales
Pleuroziaceae
Order
Metzgeriales
Metzgericaeae
Aneuraceae
Mizutaniaceae
Vandiemeniacea
Subclass Jungermanniidae
Suborder
Makinoineae
Makinoaceae
15
2.3 Lumut Hati Mastigophora Diclados
Gambar 4. Lumut Hati Mastigophora diclados
2.3.1 Klasifikasi [18]
Kingdom : Plantae
Phylum : Marchantiophyta
Class : Jungermanniopsida
Order : Jungermanniales
Suborder : Lophocoleineae
Family : Mastigophoraceae
Genus : Mastigophora Nees.
Species : Mastigophora diclados (Brid.) Nees
16
2.3.2 Kandungan Kimia
Secara kimia, kandungan kimia tumbuhan lumut famili Mastigophoraceae
memiliki kemiripian dengan kandungan kimia tumbuhan lumut famili
Herbertaceae, terutamanya kandungan senyawa seskuiterpenoid yang memiliki
kerangka herbertane [4-5, 19-25]. Pada penelitian sebelumnya telah dilaporkan
kandungan kimia dari tumbuhan lumut Mastigophora diclados adalah monomer
and dimer seskuiterpene herbertane, makrosiklik bisbibenzyl, diterpenoid ent-
trachylobane- and ent-pimarane diterpenoids, dimana senyawa seskuiterpenoid
kerangka herbertane merupakan senyawa penandanya [1-5].
2.3.3 Aktivitas Biologis
Seskuiterpenoid herbertane telah diketahui memiliki berbagai aktivitas
farmakologis antarlain dimeric herbertanes, mastigophorene A, B, and D
memiliki aktivitas dalam menghambat aktivitas neurotrofik [26], sementara -
herbertenol, -herbertenol, herbertenediol, herbertenal, 1,2-diacetoxyherbertene
prepared from herbertendiol mastigophorene C (38) and mastigophorene D
mempunyai kemampuan menghambat NO yang diproduksi oleh lipopolisakarida
[27]. (-Herbertenol, herbertenol, (-formylherbertenol and
-bromoherbertenol memiliki aktivitas antijamur terhadap jamur patogen
terhadap jamur Botrytis cinerea and Rhizoctonia solani [19].-Herbertenol, -
herbertenol, -formylherberternol and mastigophorene C memiliki aktivitas
antimikroba terhadap S. aureus [28]. (Herbertenol, herbertenediol,
Mastigophorene C dan D yang diisolasi dari Matigophora diclados yang tumbuh
di Tahiti memiliki aktivitas sitotoksik dan antioksidan [4]. Diplophylolide A
yang juga diisolasi dari dari Matigophora diclados juga diketahui mmeiliki
aktivitas sitotoksik tetapi tidak memiliki aktivitas antioksidan [4].
17
2,4 Inflamasi
2.4.1 Definisi
Inflamasi dapat didefiniskan sebagai respon terhadap kerusakan jaringan akibat
berbagi rangsangan yang merugikan, baik rangsangan kimia maupun mekanis,
infeksi, serta benda asing seperti bakteri dan virus. Inflamasi adalah reaksi
biologis untuk mengganggu homeostasis jaringan. Pada tingkat dasar, proses
penghancuran jaringan yang melibatkan produk darah, seperti protein plasma,
cairan, dan leukosites, sehingga terjadi gangguan jaringan. Migrasi ini difasilitasi
oleh perubahan dalam pembuluh darah lokal menjadi vasodilatasi, meningkatkan
permeabilitas pembuluh, serta meningkatkan aliran darah Pada proses inflamasi
terjadi reaksi vaskular, sehingga cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih,
dan mediator kimia terkumpul pada tempat yang cedera untuk menetralkan dan
menghilangkan agen-agen berbahaya serta untuk memperbaiki jaringan yang
rusak. Tanda-tanda inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, peningkatan
permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit ke daerah inflamasi [29-30].
Infeksi yang diakibatkan oleh mikroba sering menyebabkan terjadinya respon
inflamasi. Bagaimanapun, luka atau trauma (kehadiran infeksi parasit) dan
paparan partikel/iritan/polutan asing juga dapat menyebabkan inflamasi, respon
yang terjadi dapat kerusakan atau malfungsi jaringan. Fungsi dasar dari inflamasi
adalah untuk menghancurkan dengan cepat pengganggu yang masuk kedalam
tubuh, mengurangi kerusakan jaringan, dan kemudian mengembalikan
homeostatis jaringan. Inflamasi, ketika diatur sewajarnya, adalah proses
menyesuaikan diri. Pernyataan ini didukung oleh peningkatan resiko dari infeksi
serius pada manusia dengan defesiensi genetik dalam komponen dasar dari
inflamasi, seperti neutropenia (kadar rendah yang abnormal dari neutrophil). Pada
studi dengan menggunakan metode knock-out pada tikus menjelaskan bahwa
18
cacat pada gen yang menyandikan sitokin proinflamasi dan agen inflamasi dapat
meningkatkan kerentaan terhadap infeksi [30]
2.4.2 Mekanisme Inflamasi
Inflamasi diatur oleh proses yang melibatkan sistem imun, psikologis, dan
perilaku yang dipengaruhi oleh sitokin. Tahap pertama dari inflamasi termasuk
pengenalan dari infeksi atau kerusakan. Ini secara tipikal diraih dengan cara
deteksi dari susuan molekular yang dihubungkan dengan patogen (PAMPs) yang
secara spesifik bentuk molekul tersebut diekspresikan oleh pathogen yang
esensial untuk bertahan hidup. Susunan molekul dihubungkan dengan kerusakan
(DAMPs), adalah molekul endogen yang merupakan sinyal dari kerusakan atau
nekrosis dan juga dikenali sistem imun bawaan. Sebuah keuntungan dari
mendeteksi sinyal ini adalah mentargetkan tidak dengan hati-hati dari sel inang
dan jaringan diminimalisasi. Tidak seperti sistem imun adaptif, sistem imun
bawaan kurang kemampuannya untuk membedakan perbedaan strain dari
patogen yang membahayakan (dapat membahayakan sel inang) [30]. Inflamasi
secara umum dikarakterisasikan dengan tanda umum seperti kemerahan, bengkak,
panas, sakit, dan kadang disertai eksudasi dan kehilangan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 22 fungsi. Proses dari inflamasi termasuk peran dari
mediator yang merupakan substansi kimia yang poten yang ditemukan dalam
jaringan tubuh, seperti prostaglandin, leukotriene, prostasiklin, limfokin, kemokin
seperti interferon-α (IFN-α), interleukin (IL)-1, IL-8, histamin, 5-
hidroksitriptamin (5-HT), dan faktor-α nekrosis jaringan. Mediator yang
menyebabkan timbulnya respon inflamasi [31]. Gambar 2.16 Proses inflamasi
dan sintesis mediator inflamasi seperti prostaglandin, prostasiklin, dan leukotrien
[31]. Proses peradangan melibatkan sederet peristiwa yang dapat disebabkan oleh
berbagai stimulus misalnya zat-zat penginfeksi, iskemia, interaksi antigenantibodi,
serta cidera karena panas atau cedera fisik lain. Pada tingkat makroskopik, respon
peradangan terjadi disertai dengan tanda-tanda klinis yang umum berupa eritma,
edema, sangat peka-nyeri (hiperalgesia), dan nyeri. Respon peradangan terjadi
19
dalam tiga fase yang berbeda, masing-masing diperantarai oleh mekanisme yang
berbeda yaitu fase akut, fase sub akut lambat, dan fase proliferatif kronik. Fase
akut ditandai dengan vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Fase sub akut lambat ditandai dengan infiltrasi sel leukosit dan sel fagosit.
Sedangkan fase proliferatif kronik ditandai dengan terjadinya kerusakan jaringan
dan fibrosis. Kemampuan untuk meningkatkan respon 23 peradangan sangat
penting untuk dapat bertahan hidup dalam menghadapi patogen lingkungan dan
cedera, walaupun pada keadaan penyakit tertentu, respon peradangan mungkin
berlebihan dan berlangsung lama tanpa alasan manfaat yang jelas [32]
2.4.3 Obat-obat Antiinflamasi
2.4.3.1 Obat Antiinflamasi Steroid
Glukokortikoid merupakan antiinflamasi golongan steroid. Efek glukokortikoid
pada respon radang terbilang banyak dan terdokumentasi dengan baik. Obat-
obatan ini dapat diberikan secara oral maupun intravena. Prednison oral
merupakan obat pilihan yang masih banyak digunakan. Kebanyakan pasien
mengalami perbaikan yang signifikan dalam waktu 5 hari sejak permulaan terapi.
Pada kasus yang lebih parah, glukokortikoid dapat diberikan secara intravena
[32] Steroid sintesis baru sedang dikembangkan dikarenakan obat-obat steroid
yang tersedia buruk absorpsinya dan/atau obat tersebut mengalami metabolisme
lintas pertama yang tinggi seperti sediaan topikal prednisolon, metasulfobenzoat,
tiksokortol pivalat, flutikason propionat, dan beklometason dipropionat [32]
20
2.4.3.2 Obat Antiinflamasi Non-Steroid
Obat-obat antiinflamasi non-steroid (AINS) merupakan suatu grup obat yang
secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas anti-piretik, analgesik, dan
antiinflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat
enzim siklooksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase. Aspirin adalah prototip
dari grup ini; yang paling umum digunakan dan merupakan obat yang
dibandingkan dengan semua obat antiinflamasi. Namun, sekitar 15% penderita
menunjukkan tidak toleran terhadap aspirin. Karena itu, obat-obat AINS lain
dapat digunakan jika individu tidak toleran terhadap aspirin. Selain itu, pada
penderita tertentu, beberapa obat AINS baru lebih superior daripada aspirin,
karena aktivitas antiinflamasinya lebih besar dan/atau menyebabkan lebih sedikit
terjadinya iritasi pada lambung. Namun, disamping itu terdapat juga kekurangan
24 dari AINS lain tersebut yaitu harganya dapat lebih mahal dari aspirin dan
beberapa telah terbukti lebih toksik [33]
2.4.4 Mekanisme Obat Anti-inflamasi
Efek terapeutik utama dari NSAID adalah kemampuannya untuk menghambat
pembentukan prostaglandin. Enzim pertama dalam jalur sintetis prostaglandin
adalah prostaglandin endoperoksida sintase, atau asam lemak siklooksigenase.
Enzim ini mengubah asam arakidonat menjadi senyawa antara yang tidak stabil
yaitu PGG2 dan PGH2. Diketahui bahwa terdapat dua bentuk dari enzim
siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-
2) [32]. Enzim COX-1 merupakan suatu isoform konstitutif yang terdapat banyak
pada jaringan normal, sedangkan enzim COX-2 terinduksi saat berkembangnya
suatu peradangan akibat dari sitokin atau mediator radang lain. Namun, COX-2
juga diekspresikan secara konstitutif di daerah tertentu di ginjal dan otak. Penting
diketahui bahwa COX-1 diekspresikan dalam lambung namun tidak dengan
COX- 2, sehingga toksisitas terhadap lambung dapat dikurangi dengan
memberikan inhibitor selektif COX-2 [32].
21
2.4. 5 Natrium Diklofenak
Natrium diklofenak adalah penghambat siklooksigenase. Diklofenak digunakan
untuk pengobatan jangka panjang arthritis rematoid, osteoarthritis, dan spondilitis
ankilosa. Diklofenak lebih poten daripada indometasin dan naproksen. Jalur
ekskresi utama dari diklofenak dan metabolitnya adalah melalui ginjal (Mycek et
al, 2001). Diklofenak mempunyai aktivitas analgesik, antipiretik, dan antiradang.
Diklofenak tampak menurunkan konsentrasi intrasel arakidonat bebas dalam
leukosit, mungkin dengan mengubah pelepasan atau pengambilan asam lemak
tersebut [32].
2.4.6 Bovine Serum Albumin (BSA)
Bovine serum albumin (BSA) merupakan protein globular (~66.000 Da) yang
digunakan dalam aplikasi biokimia diakrenakan stabilitasnya dan kurangnya
gangguan terhadap reaksi biologi. BSA merupakan rantai polipeptida runggal
yang terdiri dari 583 asam amino dan tidak mengandung karbohidrat. Pada pH 5-
7 mengandung 17 ikatan intra disulfide dan 1 gugus sulfihidril [34]. Albumin
mudah larut dalam air dan hanya dapat dipresipitasi dengan konsentrasi tinggi
dari garam netral seperti ammonium sulfat. Stabilitas larutan BSA sangat baik
(khususnya ketika larutan disimpan dilemari pendingin). Namun, albumin dapat
menggumpal jika dipanaskan. BSA yang jika dipanaskan 50oC atau lebih, akan
dengan cepat membentuk agregat hidrofobik yang tidak akan kembali menjadi
monomer meskipun didinginkan. Proses agregasi juga data terjadi pada suhu
rendah, tapi laju reakasinya relatif lambat [34].
22
2.4.7 Metode Uji Antiinflamasi In vitro
2.8.7.1 Aktivitas Antidenaturasi dengan BSA
Denaturasi protein adalah proses dimana protein kehilangan struktur tersier dan
struktur sekunder diakibatkan oleh stress eksternal atau senyawa, seperti asam
atau basa kuat, konsentrat garam inorganik, pelarut organik atau pemanasan.
Banyak protein biologis kehilangan fungsi biologis ketika terdenaturasi.
Contohnya, enzim dapat kehilangan aktivitasnya karena substrat tidak dapat lagi
berikatan dengan sisi aktif [35]. Studi antidenaturasi protein dilakukan dengan
menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA). Pengukuran BSA dilakukan untuk
mengeliminasi atau mengurangi penggunaan spesimen hidup dalam proses
pengembangan obat. Ketika BSA dipanaskan, maka akan terjadi denaturasi dan
menunjukkan reaksi hipersensitif tipe III yang berhubungan dengan antigen. Hal
tersebut berhubungan dengan penyakit seperti arthritis rematoid, serum sickness,
glomerulonephritis, dan sistemik lupus eritematosus. Dengan demikian pengujian
aktivitas antiinflamasi dengan metode BSA diaplikasikan untuk penemuan dan
pengembangan obat baru. Senyawa yang dapat menstabilkan protein dari proses
denaturasi merupakan senyawa yang berpotensi sebagai antiinflamasi. Beberapa
NSAID seperti indometasin, ibufenak, natrium diklofenak, asam salisilat, dan
asam flufenamat mencegah denaturasi dari BSA pada pH patologis yaitu 6,2-6,5.
Senyawa seperti fenil propanoid dan eugenol diketahui dapat mencegah
denaturasi dari BSA ditemukan memilki aktivitas antiinflamasi. Berdasarkan data
diatas, mendukung validitas dari penggunaan efek antidenaturasi BSA pada
ekstrak tanaman dalam suasana dipanaskan sebagai parameter terapeutik yang
potensial untuk menemukan senyawa antiinflamasi tanpa harus menggunakan
binatang untuk skrining farmakologi awal. Presentase dari pengendapan
(denaturasi protein) dapat dihitung dengan perbandingan antara absorbansi
sampel dibandingkan dengan absorbansi kontrol [36] Metode uji dengan BSA
merupakan skrining antiinflamasi tahap awal. Interaksi BSA dengan zat aktif
23
terjadi akibat adanya ikatan antara zat aktif dengan tirosin, treonin, dan lisin.
Ketika zat aktif menempel dengan tirosin, treonin, dan lisin yang terdapat pada
BSA maka akan tidak mencegah terjadinya denaturasi BSA [37].
2.4.8 Metode Stabilisasi Membran HRBC
Aksi utama dari agen antiinflamasi adalah menginhibisi enzim siklooksigenase
yang berperan dalam konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin. Karena
membran sel darah merah manusia (HRBC) mirip dengan komponen membran
lisosom, pencegahan dari hipotonisitas diinduksi lisis membran HRBC yang
digunakan sebagai sebuah pengukuran dalam memperkirakan sifat antiinflamasi
pada ekstrak atau pada suatu senyawa. Metode stabilisasi membran HRBC telah
digunakan dalam memperkirakan sifat antiinflamasi [38]
24
III. LANDASAN TEORI
Pada penelitian sebelumnya kami telah menemukan bahwa komponen kimia yang
terdapat dari tumbuhan lumut Mastigophora diclados yang diperoleh dari Tahiti,
memiliki aktivitas antioksidan [4]. Antioksidan adalah merupakan senyawa yang
dalam konsentrasi yang rendah bila dibandingkan dengan substrat yang dapat
teroksidasi, secara bermakna dapat memperlambat atau menghambat proses
oksidasi dari suatu substrat Stress oksidatif merupakan suatu keadaan dimana
terjadi ketidakseimbangan antara produksi oksigen reaktif atau nitrogen reaksi
dengan antioksidan yang terdapat dalam tubuh. Stress oksidatif merupakan salah
satu kondisi yang menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan beberapa
biolmolekul seperti DNA, protein, lemak dll ([39]
Inflamasi merupakan proses pertahanan yang didefiniskan sebagai respon non
spesifik terhadap kerusakan jaringan yang dilakukan oleh system imun bawaan
dan adaptif untuk melawan pathogen yang datang menyerang [31] Dari berbagai
teori yang menjelaskan penyebab terjadinya inflamasi, salah satu teori
menyatakan bahwa untuk kondisi inflamasi tertentu, kerusakan jaringan dapat
terjadi karena dimediasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh
oksigen reaktif atau radikal bebas [40].
Obat antiinflamasi yang sering digunakan antaralain adalah golongan obat
antiinflamasi non steroid (AINS). Aktivitas antiinflamasi dari AINS telah lama
diketahui berhubungan dengan kemampuannya dalam menghambat produksi
prostaglandin, dimana prostaglandin merupakan salah satu mediator terjadinya
inflmasi. Tetapi untuk kondisi inflamasi tertentu seperti rematik, berkemungkinan
terjadinya mekanisme inflamasinya tidak hanya berhubungan dengan produksi
prostaglandin tetapi juga berhubungan dengan penghambatan denaturasi protein
[41-42]. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, ternyata
AINS memiliki kemampuan dalam menginhibisi proses denaturasi dari protein
25
[41-43]. Hasil penelitian inilah yang kemudian mendasari Wiliiam et al 2008
mengembangkan suatu metoda untuk uji antiinflamasi secara in vitro yaitu
dengan menguji kemampuan anti denaturasi dari senyawa terhadap BSA yang
telah dipanaskan. William menyatakan bahwa jika suatu senyawa memiliki
persen inhibisi lebih dari 20%, maka senyawa tersebut berpotensi untuk
dikembangkan sebagai obat antiinflamasi [37].
26
IV. KERANGKA KONSEP
Lumut hatiMastigophora diclados
Komponen M. diclados dari
Tahiti memiliki aktifitas
antioksidan
Ekstrak etanol M. diclados dari
Gunung Slamet, Indonesia –
memiliki aktivitas antiinflamasi
Komponen aktif M. diclados
yang menyebabkan aktivitas
antiinflamasi?
Proses inflamasi berhubungan
dengan radikal bebas.
Antioksidan berpotensi sebagai
antiinflamasi
Perlu dilakukan isolasi
komponen kimia yang aktif
sebagai antiinflamasi dari M.
diclados yang diperoleh dari
Gunung Slamet, Indonesia.
Senyawa Murni
hasil isolasi
dari M.
diclados
Uji anti-inflamasi
dengan metoda
anti denaturasi
protein
Penentuan strutur
senyawa dengan
spektroskopi IR, MS
dan NMR Hasil yang diharapkan, :
Dapat mengisolasi senyawa
kimia dari tumbuhan lumut
M.diclados yang memiliki
aktivitas anti-inflamasi.
Senyawa ini selanjutnya dapat
dijadikan sebagai senyawa
model dalam pengembangan
senyawa obat antiinflamasi
27
VII. METODA PENELITIAN
7.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Rencana Riset Bulan ke-
1 2 3 4 5 6
Pengumpulan dan pengolahan sampel
Ekstraksi dan fraksinasi dan isolasi
senyawa kimia dari lumut hati M. diclados
Penentuan struktur senyawa hasil isolasi
Pengujian aktivitas antiinflamasi dari
senyawa hasil isolasi
Pengolahan data, penulisan laporan dan
publikasi
7.3 Prosedur Kerja
7.3.1 Alat dan Bahan
A. Alat
Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, blender, waterbath, kolom
kromatografi, vacuum rotary evaporator, melting point apparatus.
Spektrofotometer UV-Vis, Spektrofotometr Inframerah, Gas Chromatography
Mass Spectrometry (GCMS), 1H dan
13C Nuclear Magnetic Resonance
28
B. Bahan
- Sampel Tumbuhan
Sampel tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan lumut hati
Mastigophora diclados yang diambil di Gunung Slamet Purwokerto, Jawa
Tengah. yang telah diekstraksi oleh Zaki, 2013 dan ekstrak etil asetat
yang telah diisolasi oleh Ardiansyah 2015.
- Bahan Kimia
Pelarut organik n-heksana, etil asetat dan metanol, Plat KLT silica gel 60
GF254, silica gel 60 (Merck), H2SO4 pekat (smartlab), HCl Pekat
(Smartlab), Na2SO4 (Merck), Bovine serum albumin fraction V (Sigma
aldrich), NaOH (Merck) , Na diklofenak (Sigma Aldrich), Trizma Base
(Sigma Aldrich), DPPH (Sigma Aldrich), Silica gel (Merck), NaCl
(Merck), HCl (Smartlab)
7.3.2 Cara Kerja
A. Persiapan Sampel
Sampel lumut hati Mastigophora diclados dibersihkan dengan
menggunakan air mengalir dan dipisahkan dari kotoran. Selanjutnya
dikering anginkan selama 3-5 hari. Sampel yang telah kering ditimbang,
selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan blender dan ditimbang.
Simplisia yang dihasilkan disimpan di wadah yang bersih, kering dan
terlindung dari cahaya (Zaki, 2013 dan Ardiansyah 2013)
29
B. Ekstraksi
Sebanyak 2 kg sampel tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados
yang telah di haluskan selanjutnya diekstraksi dengan menggunakan
pelarut organik yang berbeda tingkat kepolarannya yaitu heksana, etil
asetat dan metanol. Proses ekstraksi yang dipilih adalah proses
perendaman atau maserasi. Sampel tumbuhan direndam dengan pelarut
organik masing-masing selama 3 hari dan dilakukan sebanyak 3 kali
pengulangan. Hasil rendaman (maserat) yang didapatkan kemudian
diuapkan pelarutnya dengan menggunakan vacuum rotary evaporator
untuk menghasilkan ekstrak kental n-heksana dan etil asetat masing-
masing sebanyak 52 gram [12] dan 42 gram [13] Masing-masing ekstrak
selanjut dihitung rendemennya dengan menggunakan rumus dibawah
ini :
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑔
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔 x 100 %
C. Isolasi komponen kimia dari tumbuhan lumut
Isolasi komponen kimia yang terdapat dalam masing-masing ekstrak
dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi. Fase diam adalah
silica gel dan fase gerak adalah campuran pelarut n-heksana, etil asetat
dan metanol dalam peninggakatan polaritas. Hasil kromatografi diamati
dengan menggunakan Kromatografi lapis tipis dan diamati dibawah
lampu Uv dan reagen Godyn’s.
30
- Ekstrak n- heksana
Sebanyak 15 gram ekstrak n-heksana dengan menggunakan kolom
kromatografi dengan fase diam silica gel dan fase gerak adalah
campurann pelarut n-heksana dan etil asetat dalam pengingkatan
kepolaran secara bertingkat. Hasil pemisahan dengan menggunakan
kolom kromatografi selanjutnya diamati dan analisa dengan menggunakan
KLT. Penagamatan dilakukan dengan menggunakan lampu UV dan
reagen Godyn’s. Pemisahan ini telah menghasilkan 14 fraksi (gambar 5.1).
Pemisahan lebih lanjut dari fraksi 5 telah berhasil diisolasi senyawa
dengan symbol 5B yang diduga adalah senyawa herbertene [12]
- Ekstrak etil setat
Ekstrak etil asetat sebanyak 10 gram dipisahkan dengan menggunakan
kolom kromatografi dengan menggunakan silica gel sebagai fasa diam
dan campuran pelarut n-heksana dan etil asetat dengan kepolaran yang
meningkat secara bertahap. Hasil pemisahan dengan menggunakan kolom
kromatografi selanjutnya diamati dan analisa dengan menggunakan KLT.
Penagamatan dilakukan dengan menggunakan lampu UV dan reagen
Godyn’s. Pemisahan ini telah menghasilkan 9 fraksi (gambar 5.2.).
Pemisahan lebih lanjut dari fraksi 4 menghasilkan senyawa murni
sebanyak 8 mg yang diberi symbol IVB. Senyawa ini juga diduga sebagai
senyawa herbertene [13].
- Pengamatan, analisa dan penggabungan fraksi n-heksana.
Beberapa fraksi hasil kromatografi dari ekstrak n-heksana dan etil asetat
selanjutnya diamati dan dianalisa dengan menggunakan kromatografi
lapis tipis (KLT) dan pengamatan dilakukan dengan menggunakan lampu
UV dan regent Godyn’s. Fraksi-fraksi yang memiliki pola KLT yang
31
sama selanjut digabung dan dipisahakan untuk mendapatkan senyawa
murni.
D. Penentuan struktur senyawa hasil isolasi
Penentuan struktur senyawa hasil isolasi senyawa hasil isolasi selanjutnya
ditentukan struktur kimianya dengan menggunakan spektroskopi IR (Infra
Red), MS (Mass Spectrometry) dan NMR (Nuclear Magnet Resonance).
E. Pengujian aktivitas antiinflamasi senyawa aktif antiinflamasi
- Pembuatan Reagen untuk Uji Antiinflamasi
a. Pembuatan TBS (Tris Buffer Saline) pH 6,3
1,21 g Tris base dan 8,7 g Natrium klorida (NaCl) dilarutkan dalam
1.000 mL aquades. Terbentuklah larutan dapar dengan pH sekitar 10.
Kemudian pH di adjust hingga 6,3 dengan menggunakan asam asetat
glasial (Mohan, 2003).
b. Penyiapan variasi konsentrasi dari Natrium diklofenak sebagai
kontrol positif
Pembuatan larutan induk sebesar 10.000 ppm Natrium diklofenak
dalam pelarut metanol. Kemudian dilakukan pengenceran dari larutan
induk sehingga didapatkan variasi konsentrasi 1.000, 100, 10 dan 1
ppm. Untuk membuat 10.000 ppm dilakukan dengan melarutkan 50
mg Natrium diklofenak dalam 5 mL metanol. Selanjutnya dilakukan
pengenceran dari larutan induk, yaitu:
1000 pppm: Sebanyak 500 μL dari larutan induk di
tambahkan 4.500 μL metanol.
32
100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan induk di tambahkan
4.950 μL metanol.
10 ppm: Sebanyak 5 μL dari larutan induk di tambahkan
4.995 μL metanol.
1 ppm : Sebanyak Sebanyak 5 μL dari larutan 1000 ppm di
tambahkan 4.995 μL metanol.
- Penyiapan variasi konsentrasi dari senyawa hasil isolasi
Pembuatan larutan induk sebesar 10.000 ppm senyawa hasil isolasi
dan senyawa hasil modifikasi dengan pelarut metanol. Kemudian
dilakukan pengenceran dari masing-masing larutan induk sehingga
didapatkan variasi konsentrasi 1.000, 100, dan 10 ppm, 1ppm dan 0,1
ppm. . Untuk membuat 10.000 ppm dilakukan dengan melarutkan 50
mg sampel dalam 5 mL metanol. Selanjutnya dilakukan pengenceran
dari larutan induk, yaitu:
ppm: Sebanyak 500 μL dari larutan induk di tambahkan 4.500
μL metanol.
100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan induk di tambahkan
4.950 μL metanol.
10 ppm: Sebanyak 5 μL dari larutan induk di tambahkan 4.995
μL metanol.
1 ppm : sebanyak 5 μL dari larutan 100 ppm di tambahkan
4.995 μL metanol.
- Pembuatan Larutan BSA 0,2% (m/v)
Sebanyak 0,5 g BSA dilarutkan dalam 250 mL Tris Buffer Saline
(TBS) pH 6,3 [37].
33
- Uji In vitro Antiinflamasi [37].
Tahapan pengujian aktivitas senyawa hasil modifikasi terhadap denaturasi
Bovine Serum Albumin adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan Larutan Uji
Sebanyak 5 mL larutan uji terdiri dari 4.950 L BSA dan 50 L
larutan sampel. Larutan uji dibuat berbagai macam konsentrasi, yaitu:
100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 10.000 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
10 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 1.000 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 100 ppm ditambahkan
dengan 4.950 μL larutan BSA.
0,1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 10 ppm ditambahkan
dengan 4.950 μL larutan BSA.
b. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif
Sebanyak 5 mL larutan kontrol negatif terdiri dari 4.950 L BSA dan
50 L metanol pro analisis.
c. Pembuatan Larutan Kontrol Positif
Sebanyak 5 mL larutan kontrol positif terdiri dari 4.950 L BSA dan
50 L larutan Natrium diklofenak. Larutan kontrol positif dibuat
berbagai macam konsentrasi, yaitu:
34
100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif 10.000 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
10 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif 1.000 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif 100 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
0,1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif 10 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
Masing-masing larutan diinkubasi selama 30 menit di suhu ruang
(27oC). Sebelum diinkubasi di vortex terlebih dahulu agar larutan
yang dibuat homogen. Setelah itu dipanaskan selama 5 menit pada
suhu 72oC. Kemudian dibiarkan pad suhu ruang (27
oC) selama 25
menit. Lalu diukur kekeruhannya dengan spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 660 nm. Presentase inhibisi dari denaturasi
BSA diapat dihitung dengan rumus berikut:
% inhibition = 𝐴𝑏𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 −𝐴𝑏𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒
𝐴𝑏𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 x 100
35
Skema Kerja
A. Fraksi n-heksana [12]
Gambar 7.1 Skema pemurnian Mastigophora diclados (Zaki, 2013)
Keterangan :
1 : (1-2) : 0,003 gram
2 : (3-17) : 0,548 gram
3 : (18-26) : 0,026 gram
4 : (27-32) : 2,011 gram
5 : (33-41) : 1,925 gram
6 : (42-56) : 0,928 gram
7 : (57-68) : 0,84 gram
8 : (69-77) : 0,268 gram
9 : (78-101) : 1,59 gram
10 : (102-110) : 0,124 gram
11 : (111-125) : 0,155 gram
M. diclados (15
g) gram)
3 2 1 6 5 4 9 8 7 1
2
1
1
1
0
1
4
1
3
B A D C F E H G J I L K N M O
D C B A
Kromatografi Kolom
Pelarut n-heksan : etil
asetat
Uji KLT (spot sama
digabung)
244
fraksi
111 fraksi
104
fraksi
5-A : (1-4) : 0,089 gram
5-B : (5-9) : 0,426 gram
5-C : (10-16) : 0,054 gram
5-D : (17) : 0,001 gram
5-E : (18) : 0,013 gram
5-F : (19) : 0,019 gram
5-G : (20) : 0,035 gram
5-H : (21) : 0, 024gram
5-I : (22) : 0,018 gram
5-J : (23-37) : 0,001 gram
5-K : (38-56) : 0,019 gram
5-L : (57-75) : 0,021 gram
5-M : (76-89) : 0,003 gram
5-N : (90-104) : 0,002 gram
5-C : (105-111) : 0,003 gram
5-D : (18-23) : 0,0873 gram
5-E : (24-37) : 0,032 gram
36
12 : (126-152) : 0,238 gram
13 : (153-170) : 0,023 gram
14 : (171-244) : 0,091 gram
Gambar 7.1 Skema kerja isolasi senyawa dari fraksi n-heksana [12]
9-A : (1-23) : 0,686 gram
9-B : (24-35) : 0,188 gram
9-C : (36-67) : 0,257 gram
9-D : (68-104) : 0,897 gram
Fraksi 9
37
B. Fraksi etil asetat [13]
Gambar 5.1 Skema kerja isolasi senyawa dari fraksi etil asetat [13]
38
VIII. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
8.1 Ekstraksi
Sebanyak 2 kg serbuk simplisia telah diekstraksi dengan menggunakan
pelarut n-heksana dan etil astet. Hasil ekstraksi dan rendemen masing-masing
ekstrak ditampilkan pada table 6.1 [12-13]
Tabel 6.1 Data rendemen ekstrak lumut hati Mastigophora diclados [12-13]
No Ekstrak Berat (gram) Rendemen (%)
1 n-heksana 52 gram 2,6 %
2 Etil asetat 42 gram 2,1 %
8.2 Analisa dan Monitor Fraksi-Fraksi Hasil Pemisahan Kolom
kromatografi
8.2.1 Ekstrak n-heksana lumut hati Mastigophora diclados
Dari skema kerja yang ditampilkan pada gambar 7.1. terlihat ada 14
fraksi hasil kromatografi kolom. Senyawa yang diduga herbertene
telah diisolasi dari fraksi 5B sebanyak 19 mg. Pada tahun 2013,
sampel tersebut hanya bisa digunakan untuk analisa menggunakan 1H-
NMR. Fraksi lainnya yang tersisa selanjutnya disimpan didalam
lemari pendingin untuk diisolasi pada wakt ulain.
Pada penelitian ini, hasil fraksi yang disimpan dilanjutkan proses
pemisahnnya dengan menggunakan kolom kromatografi. Untuk
memulai proses re-isolasi, maka fraksi-fraksi yang telah telah
disimpan analisa lagi dengan menggunakan KLT untuk melihat
39
kemiripan senyawa yang terdapat pada masing-masing fraksi.
Monitoring dilakukan pada fraksi 1, 5A-5M dari fraksi n-hekasana.
Fraksi yang memiliki pola KLT yang hampir sama, kemudian
digabungkan. Pola KLT dari fraksi 5 dapat dilihat pada gambar 6.1.
Analisa dari KLT, mengindikasikan penggabungan dari beberapa
fraksi, sehingga menghasilkan dua fraksi utama yang selanjutnya
diberi symbol fraksi 5A (790 mg) dan 5B (742 mg).
Gambar 6.1 Hasil KLT fraksi 1,5A-5M fraksi n-heksana
Mastigophora diclados
Seperti yang dilihat pada gambar 5.1, fraksi 9 menyisakan
kemungkinan masih ada senyawa kimia yang berkemungkinan dapat
diisolasi. Fraksi 9A-9D, selanjutnya diamati dan analisa dengan
menggunakan KLT, dan diamati dibawah lampu UV dan reagen
godyn’s. Hasil KLT fraksi 9-A-9D dapat dilihat pada gambar 6.2.
Analisa KLT mengindikasikan penggabungan untuk fraksi 3
fraksiyaitu 9A -9C.
Semua fraksi dari ekstrak n-heksana yang telah dipisahkan dengan
kolom kromatografi, selanjutnya dianalisa dengan menggunakan KLT.
40
Seperti terlihat padat gambar 5.1 fraksi 3,4,6,7,8 selanjutya di analisa
dengan menggunakan KLT. Hasil KLT terlihat pada gambar 6.3.
Gambar 6.2 Hasil KLT Fraksi 9.
Gambar 6.3 Hasil KLT fraksi 3, 4, 6, 7 dan 8 ekstrak n-heksana lumut hati
Mastigophora diclados
41
8.2.1.1 Isolasi Senyawa dari fraksi 5 ekstrak n-heksana
Sebanyak 790 mg fraksi 5A dari ekstrak n-heksana dipisahkan dengan
menggunakan kolom kromatografi dengan menggunakan silika gel
sebagai fasa diam dan campuran pelarut n-heksana dan etil asetat
dengan peningkatan kepolaran. Tiap fraksi yang dihasilkan dari
pemisahan ini selanjutnya dianalisa dan diamati dengan menggunakan
kolom KLT. Hasil KLT pemisahan senyawa 5A dibawah pengamatan
lampu uvdapat dilihat pada gambar 6.4A dan pengamatan dengan
menggunakan reagen godyn’s dapat dilihat pada gambar 6.4B.
Penggabungan fraksi dilakukan untuk fraksi I(1-4, 5-12), II (13-22),
III (25-36), IV (37-40), V (41-50). Fraksi 5AV selanjutnya dipisahkan
lagi dengan menggunakan kolom kromatografi dengan silika gel
sebagai fasa diam dan campuran pelarut heksana dan etil asetat yang
digunakan sebagai fase gerak.
42
Gambar 6.4A . Hasil KLT fraksi 5 dari ekstrak n-heksana dengan
pengamatan dengan lampu UV.
43
Gambar 6.4B . Hasil KLT fraksi 5dari ekstrak n-heksana dengan
reagen godyn’s
Fraksi 5AV dari ekstrak n-heksana dipisahkan dengan menggunakan
kolom kromatografi dengan menggunakan silika gel sabagai fasa diam
dan campuran pelarut n-heksana dan etil asetat digunakan sebagai fasa
gerak. Hasil kromatografi selanjutnya di analisa dengan menggunakan
KLT. Hasil KLT dapat dilihat pada gambar 6.5
44
Gambar 6.5 Hasil KLT fraksi 5AV dari ektrak n-heksana dengan pengamatan
dibawah lampu UV.
Sebanyak 742 mg fraksi 5B dari ekstra n-heksana dipisahkan dengan
menggunakan kolom kromatografi menggunakan silika gel sebagai fase diam dan
campuran n-heksana dan etil asetat dalam peningkatan polaritas sebagai fase
geraknya. Hasil kromatografi selanjutnya dianalisa dengan menggunakan plat
KLT dan diamati dibawah lampu UV dan regen Godyn’s. Hasil KLT fraksi 5B
45
dapat dilihat pada gambar 6.6. Dari vial 1-21 belum terlihat adanya senyawa yang
turun, dan dilanjutkan pemisahannya sampai pada vial no 66-69 ditemukan
bentuk kristal. Hasil rekristalisasi faksi no 66-69 selanjutnya dianalisis dengan
KLT seperti hasil KLTnya terlihat pada gambar 6.7. Hasil rekristalisasi senyawa
66-69 dikumpuklkan dan diberi nama senyawa K1
Gambar 6.6 Hasil KLT fraksi 5B dengan pengamatan dibawah lampu UV
46
Keterangan K : kristal, L : Larutan induk
Gambar 6.7 Perbandingan KLT senyawa hasil rekristalisasi dengan senyawa
larutan induk
8.2.1.2 Isolasi Senyawa dari Fraksi 4 ekstrak n-heksana
Seperti terlihat pada gambar 6.3. Fraksi 4 dari ekstrak n-heksana
terlihat emmiliki calon-calaon kristal yang mengindikasikan bahwa
struktur ini memiliki senyawa yang mudah untuk dimurnikan dengan
teknik reskristalisasi. Untuk lebih memudahkan proses pemurnian
dengan cara reksristalisasi, terlebih dahulu dilakukan pemisahan
dengan menggunakan kolom kromatografi. Silika gel digunakan
sebagai fase diam dan campuran pelarut n-heksana dan etil asetat
digunakan sebagai fase gerak. Hasil kromatografi ditampug pada vial-
vial yang diberi nomor dan selanjutnya frkasi ini dianalisa dan diamati
dengan menggunakan KLT analitik. Hasil KLT dari fraksi 4 ini dapat
dilihat pada gambar 6.8 A dan 6.8B. Dari vial fraksi no.47 keluar
kristal yang selanjutnya direksristalisasi. Hasil rekristalisasi
selanjutnya dikumpulkan dan diberi nama K2.
47
Gambar 6.8A. Hasil KLT fraksi 4 dari ekstrak n-heksana dengan pengamatan
menggunakan lampu UV
48
Gambar 6.8B. Hasil KLT fraksi 4 dari ekstrak n-heksana dengan pengamatan
menggunakan reagen Godyn’s
8.2.1.3 Pemisahan Fraksi 9B Ekstrak n-Heksana
Fraksi 9B dipisahkan dengan menggunakan kolom kromatografi
dengan menggunakan silika gel sebagai fasa diam dan campuran etil
asetat dan heksana sebagai fase geraknya. Hasil kromatografi di
monitor dan amati dengan menggunakan plat KLT. Hasil KLT dapat
dilihat pada gambar 6.9
49
Gambar 6.9 Hasil KLT fraksi 9B.
50
8.2.2 Ekstrak Etil Astetat lumut hati Mastigophora diclados
Seperti terlihat pada gambar 7.2. terdapat beberapa fraksi hasil
pemisahan dari ekstrak etil asetat yang telah dilakukan oleh
Ardiansyah. Untuk melanjutkan hasil kromatografinya yang telah
sempat disimpan didalam kulkas, maka perlu dilakukan lagi analisa
tiap fraksi dengan menggunakan KLT. Pengamatan dilakukan dengan
menggunakan lampu V dan reagen godyn. Hasil KLT dapat dilihat
pada gambar 6.10. Hasil analisa dengan plat KLT, maka
penggabungan dapat dilakukan untuk vial no 60-77, 78-95, 18-23. 12-
23, 24-34., (Gambar 6.11) fraksi ini diberi nama S1.
51
Gambar 610. Hasil KLT fraksi hasil kromatografi kolom ekstrak
etil asetat lumut hati Mastigophora diclados
Gambar 6.11 Hasil KLT Fraksi yang diganbung menjadi Fraksi S1
52
8.3 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi
Senyawa murni yang telah berhasil direkristalisai selanjutnya
dianalisa dengan menggunakan KLT. Hasil KLT menunjukkan
bahwa senyawa ini adalah sama, dan selanjutnya dapat digabung.
Gabungan senyawa ini selanjutnya dapat disebut sebagai senyawa K.
8.3.2 Identifikasi titik leleh
Identifikasi titik leleh dilakukan untuk mengetahui kemurnian
senyawa yang dihasilkan. Suatu senyawa dinyatakan murni jika
memiliki rentang titik leleh tidak lebih dari 20
C. Identifikasi titik
leleh dilakukan di dengan menggunakan melting point apparatus
dan menunjukkan bahawa senyawa ini memiliki titik leleh 152-
154oC. ternyata senyawa ini memiliki titik leleh yang sama dengan
senyawa yang pernah diisolasi oelh Zaki, dan Ardiansyah 2012.
Berdasarkan kesamaan nilai titik leleh ini maka dapat diperkieakan
kemungkinana senyawa yang berhasil diisolasi merupakan
senyawa yang sama dengan senyawa yang diisolasi oelh Zaki dan
Ardiasyah, 2013. Untuk memastikan bahwa senyawa ini adalah
sama, maka perlu dilakukan analisa leih lanjut dengan
menggunakan spektroskopi lainnya.
8.3.3 Analisa 1H-NMR
Sampel K selanjutnya dianalisa dengan menggunakan 1H-NMR
dengan menggunakan elarut CD3OD. Sebelumnya Ardiansyah dan
Zaki [12-13] telah menganalisa dengan menggunakan pelarut
CDCl3. Spektrum 1H-NMR dari senyawa K dapat dilihat pada
53
gambar 6.12 a-c. Berdasarkan spectrum 1H-NMR, dapat dibuatkan
table pergeseran kimia untuk senyawa K seperti ditampilkan oleh
tabel 6.2a-d. Dari spectrum NMR terlihat bahwa senyawa ini
memiliki 3 metil pada pergeseran kimia 0.67 (3H, s), 0.98 (3H,s)
dan 1.21 (3H, s). Tiga metil ini memiliki karakteristik mirip dengan
bagian cincin siklopentana pada kerangka senyawa herbertane.
Hanya saja untuk herbertane ditemui 4 gugus metal yaitu 1 metil
yang berada pada gugus aromatic. Pada senyawa ini tipikal metal
tersebut tidak ditemui. Pada rentang pergeseran kimia 1.06 - 2.33
ditemukan banyak sinyal yang menjadi cirri khas sinya alifatik.
Dengan adanya 3 gugus metal pada senaywa ini meberikan sedikit
petunjuk berkemungkinan senyawa ini adalah golongan senaywa
monoterpenoid. Dengan hanya menggunakan data NMR 1D, akan
menjadi kesulitan dalam deteksi jenis dan karakter sinyal-sinyal ini.
Sinyal-sinyal yang dapat menambah dan member informasi dalam
elusidasi strukturnya adalah sinyal-sinya yang muncul pada area
pergeseran kimia 4,85-5,74. Pada pergeseran kimia 4.91,
terintegrasi untuk 1 proton terbentuk sinya dd, dengan konstanta
kopling masing-masing 17 dan 2 Hz. Pada pergeseran kimia 4,94
dengan integrasi 1 proton muncul sebagai sinyal dd dengan nilai
kosntanta kopling masing-masing adalah 10 dan 2 Hz. Pada
pergeseran kimia 5,14 yang terintegrasi untuk 1 proton muncul
sebagai sinya dd dengan nilai kostanta kopling adalah 2 Hz. Pada
pergeseran kimia 5,73 yang terintegrasi untuk 1 proton muncul
sinya dengan bentuk dd dengan nilai konstanta kopling masing-
masing adalah 10 dan 17 Hz. Rentang pergeseran kimia untuk area
5-6 ppm merupakan rentang pergeseran kimia untuk tipikal
senyawa alkena. Diprediksikan senyawa K memiliki gugus alkena
dengan proton yang berpasangan dan berdalam bentuk geometri
trans karena memiliki konstanta kopling 17 Hz. Untuk lebih
54
memastikan struktur senyawa ini perlu untuk dianalisa lebih lanjut
dengan menggunakan NMR 2 dimensi dan data DEPT.
No Pergersan Kimia
1 0.67 (3H, s)
2 0.98 (3H, s)
3 1,21 (3H,s)
4 4.91 (1H, dd, 17 dan 2 Hz)
5 4.94 (1H, dd, 10 dan 2 Hz)
6 5.14 (1H, d, 2 Hz)
7 5.73 (1H, dd, 10, dan 17Hz)
55
Gambar 6.12a. 1H-NMR spectrum senyawa K
56
Gambar 6.12b. Perbesaran 1H-NMR spectrum senyawa K
57
Gambar 6.12c. Perbesaran 1H-NMR spectrum senyawa K
58
Gambar 6.12d. Perbesaran 1H-NMR spectrum senyawa K
59
8.3.4 Analisa 13
C-NMR
Spektrum 13-CNMR dari senyawa K dapat dilihat pada gambar 613
a-c. Dari spectrum terlihat sinyal-sinyal karbon yang dimiliki oleh
snyawa K yang dapat ditabulasi pada tabel 6,3.
Tabel 6.3 13 C-NMR data daro senyawa K yang diisolasi dari
lumut hati Mastigophora diclados
No Pergeseran Kimia
1 14.5
2 20.4
3 20.9
4 25.6
5 29.8
6 30.1
7 37.0
8 37.7
9 40.7
10 45.0
11 52.1
12 57.3
13 113.7
14 128.9
15 139.8
16 148.5
17 181.6
60
Jumlah atom karbon yang terdeketeksi pada 13C
-NMR dari senyawa K
adalah 17 karbon dengan adanya kehadiran 1 karbonil yang muncul pada
pergeseran kimia 181.6. Pergeseran kimia pada rentang 113-148
merupakan kharateristik pergeseran kimia pergeseran kimia untuk
senyawa dengan gugus alkena. Pada spectrum 1H-NMR kemungkinan
keberadaan gugus fungsi ini juga telah terdekteksi pada rentang
pergeseran kimia 5-6 ppm.
Untuk mendeteksi lebih lanjut karakteristik jenis gugsu yang ada pada
masing-masing pegeseran kimia atom karbon senyawa K, maka perlu
analisa lebih lanjut dari spectrum DEPT.
61
Gambar 6.13a Spektrum 13C-NMR senyawa K
62
Gambar 6.13b Perbesaran Spektrum 13C-NMR senyawa K
63
Gambar 6.13c Perbesaran Spektrum 13
C-NMR senyawa K
64
8.4 Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa Hasil Isolasi
Senyawa hasil isolasi dari lumut hati Mastigophora diclados selanjutnya
dievaluasi aktivitas antiinflamasinya. Pada penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya [6,8,9], telah dilaporkan bahwa ektrak etanol, etil
asetat dan heksana memiliki aktivitas anti-inflmasi ketika diujikan
terhadap mencit dengan metoda induksi dengan karagenan. Pada
penelitian ini kami melakukan isolasi kandungan kimia dari lumut hati
Mastigophora diclados dan selanjutnya senyawa hasil isolasi diujikan
ktivitas antiinflamasinya dengan menggunakan metoda bovine serum
albumin (BSA). Hasil uji antiinflamasi dari senyawa K pada berbagai
konsentrasi dapat dilihat pada tabel 6.4 . Sebagai standar digunakan Na
diklofenak.
Tabel 6.4 Persen inhibisi antidenaturasi senyawa hasil isolasi dari lumut
hati Mastigophora diclados dan standar Na dikolefenak
Nama Konsentrasi (ppm) Persen ihibisi *
Senyawa K 0.1
1
10
100
53.25 ± 1.6
48.95 ± 5.1
32.4 ± 1.9
14.4 ± 0.0
Na diklofenak 0.1
1
10
100
1.59 ± 0.36
2.99 ± 0.76
24.95 ± 1.84
97.43 ± 0.62
Pengujian dilakukan dengan n=3, persen inhibisi ditampilkan dalam
bentuk rerata±SD
65
Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan secara in vitro dengan meggunakan
metoda antidenaturasi terhadap bovine serum albumin (BSA) yang telah
dipanaskan [37]. Uji antiinflamasi dengan menggunakakan metoda
penghambatan proses denaturasi yang diembangkan oleh William dkk
merupakan metoda yang dapat dimanfaatkan pada proses awal skrining
aktivitas antiinflamasi suatu senyawa atau suatu ekstrak. Proses ini mudah
dan memerlukan biaya yang cukup rendah. Metoda ini telah lama
dikembangkan, berasal dari suatu teori bahwa salah satu yang dapat
memicu inflamasi adalah panas, selain trauma dan infeksi. Protein dalam
hal ini bovine serum albumin (BSA) yang telah dicampurkan dengan
senyawa uji, selanjutnya dipanaskan pada suhu 70oC seama 5 menit untuk
memicu denaturasinya. Jika senyawa aktif yang akan diujikan memiliki
aktivitas antiinflamasi, maka senyawa tersebut akan mampu menghambat
proses denaturasi protein yang dipicu oleh panas. Tetapi jika senyawa
tersebut tidak memiliki aktivitas antiinflamasi, maka proses denaturasi
dari protein tetap berlangsung. Tingkat kemampuan menginhibisi dari
senyawa antiinflamasi dapat diukur dengan menggunakan spectrometer
UV dengan mengukur tingkat kekerruhannya. Larutan protein yang telah
terdenaturasi akan memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi bila
dibandingkan dengan larutan protein yang tidak terdenaturasi. Sebagai
standar obat yang digunakan adalah obat antiinflmasi non steroid, Na
diklofenak. Na diklofenak merupakan obat antiinflamasi non steroid yang
dimana pada penelitian-penelitian seblumnya telah terbukti mampu
menghambat proses denaturasi protein. Kemampuan penghambatan
proses denaturasi protein dari beberapa obat antiinflamasi non steroid
inilah yang kemudian menjadi dasar penggunaan metoda antidenaturasi
protein untuk menguji aktivitas antiiinflamasi suatu senyawa.
Denaturasi protein pada jaringan adalah salah satu penyebab penyakit
inflamasi dan artritis. Produksi dari antigen-auto pada penyakit artritis
dapat mengakibatkan denaturasi protein secara in vivo. Oleh karena itu,
66
penggunaan suatu agen tertentu yang bisa mencegah denaturasi protein
akan bermanfaat pada pengembangan obat antiinflamasi (Chatterjee et al.,
2012). Antiinflamasi Non Steroid (AINS) selain memiliki mekanisme
antiinflamasi dengan menghambat enzim siklooksigenase (Vane, 1987),
juga memiliki mekanisme penghambatan denaturasi protein yang
memiliki peran penting sebagai antirematik (Mizushima, 1964; Umapathy
et al, 2010).
Menurut William [37] suatu senyawa diprediksikan akan memiliki
aktivitas antiinflamasi jika persen inhibisi senyawa tersebut sama dan
lebih besara dari 20 %. Seperti halnya terlijhat pada tabel 6.4, senyawa
hasil isolasi dari lumut hati memiliki aktivitas antiinflamasi dalam proses
penghambatan bovine serum albumin yang telah dipanaskan. Terlihat
bahwa peningkatan konsentrasi akan menyebabkan penurunan aktivitas
antiinflamasinya. Konsentrasi yang memiliki aktivitas antidenaturasi yang
paling bagus adalah konsentrasi senyawa pada 0.1 ppm dengan persen
penghambatannya sebesar 53,25 %. Sampai pada konsentrasi 10 ppm
senyawa hasil isolasi masih dianggap memiliki aktivitas antiinflamasi,
karena memiliki nilai persen inhibisi besar dari 20 %. Tetapi ketika
diujikan pada konsentrasi 100 ppm, maka senyawa hasil isolasi dianggap
tidak memiliki aktivitas antiinflamasi karena persen inhibisinya hanya
sebesar 14,4 %. Natrium diklofenak dalam uji ini aktif memberikan efek
antidenaturasi protein dimulai dari konsentrasi 10 ppm dengan persen
inhibisi 24,93% dan pada konsentrasi 100 ppm mampu menghambat
denaturasi protein sebesar 97,43%.
67
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan saat ini dapat diambil beberapa
kesimpulan antaralain
1. Proses re-isolasi fraksi n-heksana dari lumut hati Mastigopora dilados
telah berhasil diisolasi senyawa murni dari 2 fraksi yang berbeda yaitu
fraksi 5 B dan fraksi 7.
2. Analisis kromatografi lapis tipis (KLT) dari masing-masing senyawa
mengindikasikan bahwa 2 senyawa ini memiliki pola KLT yang sama
yang mengindikasikan bahwa 2 senyawa ini adalah sama. Akhirnya
senyawa ini digabungkan dan berjumlah sebanyak 60 mg
3. Identifikasi dari titik leleh dari senyawa adalah 152-154 oC, yang
mengindikasikan senyawa ini telah murni dan memiliki titik leleh
yang sama dengan senyawa yang sebelumnya telah pernah diisolasi
dari fraksi n-heksana dan etil asetat dari lumut hati Mastigophora
diclados.
4. Analisa 1H-NMR menunjukkan bahwa senyawa ini memiliki 3 gugus
metil yang terlihat 0.67 (3H, s), 0.98 (3H,s) dan 1.21 (3H, s)
pergeseran kimia yang khas untuk proton alifatik pada rentang
pergeseran kimia 1.06 - 2.33 ppm. Kharakteritik pergeseran kimia
untuk senyawa dengan gugus alkena ditemukan pad rentang
pergeseran kimia 5 – 6 ppm.
5. Analisa 13
C-NMR meperkirakan bahwa senyawa ini memiliki jumlah
atom C sebanyak 17 buah. Senyawa hasil isolasi berkemungkinan
memiliki atom C karbonil karena ditemuinya pergeseran kimia cirri
khas C karbonil pada pergeseran kimia 181.6. Kharakteristik gugus
alkena juga dijumpai pada spectrum alkena, yaitu ditemuinya
pergeseran kimia pada area 113-148 ppm.
68
6. Senyawa hasil isolasi memiliki aktivitas antiinflamasi karena memiliki
nilai % inhibisi antidenaturasinya lebih besar dari 20 %. Nilai persen
inhibisi masing-masing konsentrasi adalah , 0,1 ppm (53.25 ± 1.6); 1
ppm (48.95 ± 5.1); 10 ppm (32,4 ± 1.9); 100 ppm (14.40 ± 0.0)
9.2 SARAN
1. Struktur senyawa hasil isolasi (senyawa K) belum dapat ditentuka n
sampai tuntas karena data spktroskopinya belum lengkap. Untuk
menuntaskan penentuan struktur dari senyawa hasil isolasi dari lumut
hati Mastigophora diclados, perlu untuk dilakukan pengujian
menggunakan spektroskopi lainnya seperti NMR 2imensi (COSY,
HSQC, HMBC dan NOESTy dan data DEPT.
2. Pada analisa kromatografi gas spktroskopi massa yang telah dilakukan
beberapa waktu yang lalu, pada ekstrak n-heksan dan etil asetat
terdapat senyawa utama golongan herbertan. Pada proses isolasi kali
ini golongan senyawa ini belum ditemukan, disarankan untuk
melakukan proses isolasi lagi dan selanjutnya diujian aktivitas
biologis dari senyawa murni hasil isolasi.
3. Uji aktivitas antiinflamasi dari senyawa hasil isolasi dari lumut hati
Mastigophora diclados mengindikasikan bahwa senyawa ini memiliki
aktivitas antiinflmasi melalui jalur proses inhibisi denaturasi protein
bovine serum albumin yang telah dipanaskan. Pengujian ini adalah
pengujian yang dilakukan dengan cara in vitro yang hanya melihat
dan menganalisa dari proses yang khussus. Untuk selanjutnya perlu
dilakukan uji aktivitas antininflamasi secara in vivo ataupun histology
yang bertujuan untuk mendukung hasil data in vitro.
4. Jika elusidasi struktur dari senyawa telah berhasil dilakukan, maka
perlu untuk melakukan langkah selanjutnya dalam menentukan bagian
mana dari struktur tersebut yang bertanggung jawabb terhadap
aktivitas. Analisa dapat dilakukan dengan membuat turunan dari
69
senyawa aktif dan selanjut dianalasisa pengaruh perubahan struktur
terhadap aktivitas.
70
REFERENSI
1. Askawa Y. (1995) Chemical constituents of the Bryophytes. In Progress
in the Chemistry of Organic Natural Products. Vol. 65, Herz W, Kirby
GW, Moore RE, Steglich W, Tamm Ch. (Eds). Springer-Verlag, Vienna, 1-
618.
2. Asakawa Y. (2008) Liverworts-potential source of medicinal compounds.
Curr. Pharmaceut. Design 14:3067-3088.
3. Asakawa Y, Ludwiczuk A, Nagashima F, Toyota M, Hashimoto T, Tori M,
Fukuyama Y, Harinantenaina L. (2009) Bryophytes: bio- and chemical
diversity, bioactivity and chemosystematics. Heterocycles 77, 99-150.
4. Komala, I, Ito T., Nagashima F., Yagi, Y., Asakawa., Y. (2010). ).
Cytotoxic, radical scavenging and antimicrobial activities of
sesquiterpenoids from the Tahitian liverwort Mastigophora diclados
(Brid.) Nees (mastigophoraceae). Journal of Natural Medicines, 64: 417-
422.
5. Ludwiczuk A, Komala A, Pham A, Bianchini A, Raharivelomanana A,
Asakawa A (2009). Volatile components from selected Tahitian
liverworts. Natural Product Communications, 4: 1387-1392.
6. Purnamasari, E. 2013. Uji efek antiinflamasi ekstrak etanol lumut hati
Mastigophora diclados (Bird.ex Web.) Nees secara invivo. Skripsi.
Program studi Farmasi, Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Dewi, F.R. (2013). Uji sitotoksik ekstrak etanol lumut hati Mastigophora
diclados (Bird.ex Web.) Nees terhadap kultur sel kanker payudara (MCF-
71
7 cell line) secara in vitro. Skripsi. Program studi Farmasi, Fakultas
kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Walidah C. (2014). Uji efek antiinflmasi ekstrak etil asetat lumut hati
Mastigophora diclados secara invivo. Skripsi. Program studi Farmasi,
Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Febriani M. (2014). Uji efek antiinflamasi ekstrak n-heksana lumut hati
Mastigophora diclados terhadap tikus putih jantan strain spraugue. Skripsi.
Program studi Farmasi, Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Rosdiani NF. (2013) Uji efek antihiperdlikemia ekstrak etil asetat lumut
hati Mastigophora diclados dengan metode induksi aloksan Skripsi.
Program studi Farmasi, Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Otari A. (2013). Uji efek antihiperdlikemia ekstrak n-heksana lumut hati
Mastigophora diclados dengan metode induksi aloksan. Skripsi. Program
studi Farmasi, Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
12. Zaki MM. (2014). Isolasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak n-
heksana lumut hati mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees. Skripsi.
Program studi Farmasi, Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
13. Ardiansyah FI. (2013) ). Isolasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak
etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees. Skripsi.
Program studi Farmasi, Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
14. Katzung BG (2011) Basic and Clinical Pharmacology. McGraw-Hill
Medical.
72
15. Vanderpoorten A & Goffinet A. (2009). Introduction to Bryophytes.
Chambridge University Press.
16. Biologi Vol:3 Diversity of life. 13th
ed. Ralph Taggart,Christine
Evers,Lisa Starr
17. Asakawa Y. , Ludwiczuk., A. Fumihiro, N. (2013) Chemical constituents
of the Bryophytes: Bio- and chemical diversity, biological activity and
chemosystematics. In Progress in the Chemistry of Organic Natural
Products. Vol. 95, Kinghorn, A.D., Falk., Kkobayashi, J. (Eds). Springer-
Verlag, Vienna, 1-796.
18. Crandall-Stotler B, Stotler RE, Long DG. (2008) Morphology and
classification of the Marchantiophyta. In Bryophyte Biology, Goffinet, B
and Shaw, AJ. (Eds). Cambridge University Press, Cambridge, 1-54.
19. Matsuo A, Yuki S, Nakayama M. (1986) Structure of ent-herbertane
sesquiterpenoids displaying antifungal properties from the liverwort
Herberta adunca. JCS Perkin Trans 1 701-710.
20. Buchanan MS, Connolly JD, Rycroft DS. (1996) Herbertane
sesquiterpenoids from the liverworts Herbertus aduncus and H. borealis.
Phytochemistry 43:1245-1248.
21. Hashimoto T, Toyota M, Irita H, Asakawa Y. (2000) Chemical
constituents of the liverworts Herbertus sakuraii and Herbertus aduncus.
J Hattori Bot Lab 89:267-282.
22. Irita H, Hashimoto T, Fukuyama Y, Asakawa Y. (2000) Herbertane-type
sesquiterpenoids from the liverwort Herbertus sakuraii. Phytochemistry
55:247-253.
73
23. Matsuo A, Yuki S, Nakayama M. (1981) ()-Herbertane, an aromatic
sesquiterpene with a novel carbon skeleton from the liverwort Herberta
adunca. JCS Chem Comm 864-865.
24. Matsuo A, Yuki S, Nakayama M, Hayashi S. (1982) Three new
Sesquiterpene phenol of the ent-herbertane class from the Liverwort
Herberta adunca. Chem Lett 463-466.
25. Matsuo A, Yuki S, Nakayama M. (1983) ()-Herbertenediol and ()-
herbertenolide, two new sesquiterpenoids of the ent-herbertane class from
the liverwort Herberta adunca. Chem Lett 1041-1042.
26. Fukuyama Y, Asakawa Y. (1991) Novel neutrophic isocuparane-type
sesquiterpene dimers, mastigophorenes A, B, C and D, isolated from the
liverwort Mastigophora diclados. JCS Perkin Trans 1 2737-2741.
27. Harinantenaina L, Quang DN, Nishizawa T, Hashimoto T, Kohchi C,
Soma G, Asakawa Y. (2007) Bioactive compounds from liverworts:
Inhibition of lipopolysaccharide-induced inducible NOS mRNA in RAW
264.7 cells by herbertenoids and cuparenoids. Phytomedicine 14:486-491.
28. Harinantenaina L, Asakawa Y. (2004) Chemical constituents of Malagasy
liverworts, part II: Mastigophoric acid methyl ester of biogenetic interest
from Mastigophora diclados (Lepicoleaceae subf. Mastigophoroideae).
Chem Pharm Bull 52:1382-1384.
29. Hidayati, NA, Listyawati S, Setyawan AD. (2008). Kandungan Kimia dan
Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana Camara L. pada Tikus Putih
(Rattus nervegicus L.) Jantan. Bioteknologi.
30. Ashley NT, Weil ZM, Nelson RJ. (2012). Inflammation: Mechanisms, Costs,
and Natural Variation. Annu. Rev. Ecol. Evol. Syst. 43. 385–406.
74
31. Beg S, Swain S, Hasan H., Barkat MA, Hussain MD. 2011. Systematic
Review of Herbal as Potential Anti-Inflammatory Agents: Recent Advances,
Current Clinical Status and Future Perspectives. Pharmacogn Rev. 5(10).
120-137.
32. Goodman & Gilman. 2012. Dasar Farmakologi Terapi. Jakarta: EGC.
33. Myce MJ, Harvey RAm Champe PC 2001. Farmakologi: Ulasan
Bergambar. Jakarta: Widya Medika.
34. Anonim. 2000. Albumin from Bovine Serum. Produck Information. Sigma-
Aldrich.
35. Verma M.; Adarsh, Kumar P.; Ajay, Kavitha D.; Anugrag KB. 2011. Anti
Denaturation and Antioxidant Activities of Annona cherimola In vitro.
International Journal of Pharma and Bio Sciences. 2(2).
36. R. Ramalingam, Madhavi, B. B.; Nath, A. R.; N. Duganath, Sri, Udaya,
Banji, David. 2010. In-vitro Anti-denaturation and Antibacterial Activities of
Zizyphus oenoplia. Der Pharmacia Lettre. 2(1).
37. William, LAD.; Connar, A O.; Latore, L.; Dennis, O.; Ringer, S.; Whittaker,
JA.; Conrad, J.; Vogler, B.; Rosner, H.; Kraus, W. 2008. The in vitro Anti-
denaturation Effects Induced by Natural Products and Non-steroidal
Compounds in Heat Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin is
Proposed as a Screening Assay for Detection of Anti-inflammatory
Compounds, without the use of Animals, in the Early Stages of the Drug
Discovery Process. West Indian Med J. 57(4).
38. Saleem, M. TK.; Azeem, AK.; Dilip, C.; Sankar, C.; Prasanth, NV.;
Duraisami, R. 2011. Anti-inflammatory Activity of The Leaf Extract of
Gendarussa vulgaris Ness. Asian Pac J Trop Biomed. 1(2).
39. Halliwell B, Gutteridge JMC. Free radicals in biology and medicine. 3rd
ed. New York: Oxford University Press; 1999.
75
40. Corner EM, Grisham MB. Inflammation, free radicals and antioxidants.
Nutrition 1996;12:274-7.
41. Saso L, Valentini G, Casini ML, Grippa E, Gatto MT, Leone MG,
Silvestrini B. Inhibition of heat-induce denaturation of albumin by non
steroidal antiinflammatory drugs (NSIDs): pharmacological implication.
Arch Pharmacal Res 2001;24:150-8.
42. Saso L, Silvestrini B. Antidenaturant drugs for cataract and other
condensation diseases. Med. Hypotheses 2001;56:114-20.
43. Grant NH, Alburn HE, Kryzanauska C. Stabilization of serum albumin by
anti-inflammatory drugs. Biochem Pharmacol 1970;19:715-22.
76
Anggaran Dana
No Kegiatan Harga/unit
Jumlah Total
I Belanja gaji dan tunjangan
Ketua Peneliti 3.000.000 1 3.000.000
Jumlah
II Bahan habis pakai
Bovine Serum Albumin 2.680.000 1
2.680.000
Aqua steril 55.500 1
55.500
Pelarut organik 1.713.360 1
1.713.360
III Pengukuran spektroskopi 950.000 1 950.000
IV ATK 60.000 1
60.000
V Rencana pengukuran spektroskopi NMR 2D
1.500.000 1
1.500.000
Jumlah 9.958.860