Laporan GTL Kusnul Kotimah

33
CASE RECORD KEPANITERAAN KLINIK PROSTODONSIA GIGI TIRUAN LENGKAP Nama Pasien : Ibu Kusnul Khotimah Operator : Radella Istiqomah (112080034) Pembimbing : drg. Teguh TW, Sp. Prost

description

GTL

Transcript of Laporan GTL Kusnul Kotimah

CASE RECORD KEPANITERAAN KLINIK

PROSTODONSIA

GIGI TIRUAN LENGKAP

Nama Pasien : Ibu Kusnul Khotimah

Operator : Radella Istiqomah (112080034)

Pembimbing : drg. Teguh TW, Sp. Prost

BAGIAN PROSTODONSIAFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG2014

I. PENDAHULUAN

Prostodonsi adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang

mencakup tentang restorasi dan pemeliharaan fungsi mulut dengan mengganti gigi

dan struktur yang hilang dengan suatu gigi pengganti atau gigi tiruan.

Seseorang yang telah kehilangan gigi-giginya maka ia akan mengalami

gejala-gejala sebagai berikut :

1. Terganggunya fungsi pengunyahan

2. Terganggunya fungsi bicara

3. Terganggunya fungsi estetis

4. Kesehatan jaringan lunak mulut terganggu

5. Dapat menimbulkan rasa sakit maupun penyakit

Ilmu prostodonsi meliputi gigi tiruan sebagian lepasan, gigi tiruan

sebagian cekat, dan gigi tiruan lengkap. Gigi tiruan lengkap adalah bagian dari

prostodonsia yang mencakup restorasi dan prosedur yang dilakukan pada pasien

yang kehilangan seluruh giginya. Indikasi pembuatan gigi tiruan lengkap adalah

sebagai berikut :

1. Adanya kehilangan seluruh gigi

2. Keadaan processus alveolaris masih baik

3. Kondisi mulut pasien baik

4. Keadaan umum pasien baik

5. Pasien bersedia dibuatkan gigi tiruan lengkap

Gigi tiruan lengkap mempunyai fungsi sebagai berikut : memperbaiki

fungsi estetis, memperbaiki fungsi bicara, memperbaiki fungsi pengunyahan, dan

mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Dengan dibuatkannya gigi tiruan

lengkap maka akan mencegah :

1. Pengkerutan/ atropi processus alveolaris (residual ridge)

2. Berkurangnya vertikal dimensi disebabkan turunnya otot-otot pipi

karena tidak adanya penyangga

3. Hilangnya oklusi sentrik

Selama berfungsi rahang bawah berusaha berkontak dengan rahang atas

sehingga dengan tidak adanya gigi-gigi RA dan RB akan menyebabkan hilangnya

1

oklusi sentrik sehingga mandibula menjadi protrusi dan hal ini menyebabkan

malposisi temporo-mandibular joint (TMJ).

Dengan pembuatan gigi tiruan lengkap (GTL) diharapkan dapat

menggantikan fungsi dari gigi asli yang telah hilang dan jaringan gigi.

Keberhasilan dari pembuatan GTL ini tergantung dari retensi yang dapat

menimbulkan efek psikologis dan dukungan dari jaringan sekitarnya sehingga

dapat dipertahankan keadaan jaringan yang normal. Faktor-faktor yang

berpengaruh dalam keberhasilan ini meliputi :

1. Kondisi mulut edentulous berupa : processus alveolaris, saliva, batas

mukosa bergerak dan tidak bergerak, kompresibilitas jaringan

mukosa, bentuk dan gerakan otot-otot muka serta bentuk dan gerakan

lidah.

2. Ukuran, warna, bentuk gigi dan gusi yang sesuai.

3. Penetapan/ pengaturan gigi yang benar, yaitu: posisi dan bentuk

lengkung deretan gigi, posisi individual gigi, dan relasi gigi yang terjadi

dalam satu lengkung dan antara gigi-gigi rahang atas dengan gigi-gigi

rahang bawah

4. Sifat dan material yang hampir sama dengan kondisi mulut

(biocompatible).

Jaringan yang tidak bergerak di dalam mulut akan dijadikan landasan bagi

gigi tiruan lengkap. Batas antara jaringan yang bergerak dan tidak bergerak

disebut mucobuccal fold (fornik). Batas ini harus diteliti dengan seksama untuk

mengetahui batas yang tepat dari gigi tiruan lengkap yang akan dibuat.

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gigi tiruan lengkap adalah suatu penggantian gigi-gigi asli dalam suatu

lengkung dan menggabungkan bagian-bagiannya dengan penggantian artifisial

(The Academy of Prosthodontic, 1994). Soelarko dan Wachijati memakai istilah

Full Denture atau Complete Denture yang artinya suatu gigi tiruan yang

menggantikan seluruh gigi pada suatu lengkung rahang, sehingga ada istilah :

1. Upper Full Denture yaitu geligi tiruan penuh rahang atas

2. Lower Full Denture yaitu geligi tiruan penuh rahang bawah.

Indikasi pembuatan gigi tiruan lengkap adalah :

1. Individu yang seluruh gigi-giginya telah tanggal atau dicabut.

2. Individu yang masih mempunyai beberapa gigi tetapi harus dicabut

karena :

a. Kesehatan / kerusakan gigi yang masih ada tidak mungkin

diperbaiki.

b. Bila dibuatkan gigi tiruan sebagian , gigi yang masih ada akan

mengganggu keberhasilannya.

3. Kondisi umum dan kondisi mulut sehat

4. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya, prognosa yang akan diperoleh.

Pasien yang tidak bergigi mempunyai kecenderungan untuk memajukan

mandibulanya secara tidak sengaja dan berusaha untuk berkontak dengan rahang

atas. Hal ini dikarenakan adanya perubahan (pengurangan) vertikal dimensi dan

tidak adanya sentrik posisi. Sehingga jika pasien dibuatkan gigi tiruan lengkap

maka vertikal dimensinya akan kembali dan physiological rest posisinya seperti

pada saat gigi asli masih ada.

Tahap awal setelah pasien dianamnesa dan diindikasi adalah pencetakan

(impression), yaitu suatu bentuk negatif dari jaringan mulut yang akan dipakai

sebagai basal seat protesa (Swenson, 1964). Menurut Soelarko dan Wahchijati

(1980), retensi didapat dari gravitasi, adhesi, tekanan atmosfer, dan surface

tension. Faktor retensi dan stabilisasi adalah faktor yang penting dalam

keberhasilan gigi tiruan lengkap. Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi GTL,

khususnya untuk GTL rahang atas, yaitu :

3

1) Faktor fisis :

a) Peripherial seal (sepanjang tepi GTL)

b) Postdam area atau posterior palatal seal (khusus pada rahang atas)

2) Adaptasi yang baik antara gigi tiruan dengan mukosa mulut

3) Luasnya permukaan basis gigi tiruan yang menempel pada mukosa (fitting

surface)

4) Residual ridge oleh karena disini tidak ada lagi gigi yang dapat dipakai

sebagai pegangan.

5) Faktor kompresibilitas jaringan lunak dan tulang dibawahnya untuk

menghindari rasa sakit dan terlepasnya gigi tiruan pada saat berfungsi.

Impression adalah suatu bentuk negatif dari jaringan mulut yang nantinya

akan menjadi basal seal gigi tiruan. Impression dibuat untuk mendapatkan

replikasi positif yang sama dengan bentuk jaringan mulut. Individual tray dibuat

dari sellac base material. Jarak tepi sendok cetak dengan fornik dibuat 1-2 mm

supaya tepi cetakan nanti tidak meruncing tetapi membulat.

Base plate adalah suatu bentuk sementara yang mewakili dasar gigi tiruan

dan digunakan untuk membuat Maxillo-Mandibular Record (MMR) yang berguna

untuk menempatkan gigi-gigi dan untuk insersi ke dalam mulut. Sedangkan bite

rim yang disebut juga tanggul gigitan dibuat diatas base plate yang telah

dihaluskan dengan menggunakan modelling wax (Swenson, 1964). Kegunaan bite

rim adalah untuk meletakkan gigi sebelum diganti dengan acrylic dan mencatat

maxillo-mandibular relation pada pasien. Bite rim atas harus sejajar dengan garis

pupil dan bite rim harus kelihatan kira-kira 2 mm di bawah garis bibir atas dan

lehernya harus mengikuti general out line processus alveolaris (Soelarko dan

Wachijati, 1980).

Vertikal dimensi disebut juga tinggi gigitan, yang dapat dicari dengan

pengukuran jarak pupil dan sudut mulut akan sama dengan jarak hidung dengan

dagu (PM=HD) (Soelarko dan Wachijati, 1980). Oklusi sentrik adalah oklusi yang

terjadi ketika RA dan RB dalam relasi sentrik, yaitu keadaan di mana processus

condiloideus berada pada posisi paling belakang dari fossa glenoidea (Swenson,

1964).

4

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa keberhasilan pembuatan GTL

terutama terletak dalam hal mencetak jaringan mulut. Record jaringan mulut

diperoleh dengan melakukan cetakan, yaitu :

1) Cetakan anatomis (dalam keadaan tidak berfungsi)

Sendok cetak yang dipakai adalah sendok cetak biasa (stock tray). Saat

mencetak tidak dihiraukan tertekan atau tidaknya mukosa mulut. Bahan yang

dipakai adalah alginat.

2) Cetakan fisiologis (dalam keadaan berfungsi)

Disini harus diperhatikan batas jaringan yang bergerak dan tidak bergerak dan

mukosa tidak boleh tertekan. Sendok cetak yang digunakan adalah sendok

cetak individual dari bahan sellac atau self curing acrylic resin. Bahan cetak

yang digunakan adalah alginat, plaster (xanthano), Zn-Oxyd pasta atau rubber

base impression paste untuk rahang atas dan rahang bawah.

Kedua jenis cetakan tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil cetakan

seakurat mungkin, dikenal sebagai double impression.

Tehnik Pencetakan Flabby Mukosa

1. Tehnik double impression

2. Tehnik window

Tehnik Double Impression:

Tehnik pencetakan dibagi 2 tahap, yaitu:

1. Tehnik pencetakan anatomis atau preliminary impression

Pencetakan menggunakan tehnik yang bersifat mukostatis atau non

pressure impression agar tidak mengubah jaringan, sebab bila menggunakan

teknik mukopressure dapat terjadi distorsi pada jaringan fibrosa saat dicetak,

sehingga gigi tiruan hanya akan cekat bila ada tekanan oklusal. Sendok cetak yang

digunakan adalah sendok cetak yang berukuran tidak terlalu besar (tidak sama

dengan sendok cetak untuk rahang edentolus), dengan dua ketebalan lilin sebagai

tissue stop yang terletak pada sendok cetak untuk mendapatkan kestabilan.

Bahan alginate diletakkan mencakup labio lingual linggir flabby, dan

sendok cetak beserta alginat tersebut diletakkan pada linggir dengan hati-hati.

Terbentuklah cetakan yang bersifat mukostatis dan digunakan sebagai model

studi.

5

Saat gigi tidak berkontak, sifat elastis dari jaringan yang tertekan akan

menekan gigi tiruan kebawah dan menyebabkan hilangnya retensi. Tambahan,

bila tekanan oklusi yang terputus-putus (intermitten) menimbulkan efek pompa

yang menimbulkan trauma pada jaringan.

Jika gigi tiruan dibuat di atas model hasil cetakan mukostatik dari

prosessus alveolaris yang kenyal dalam keadaan istirahat, maka gigi tiruan akan

tetap berkontak dengan jaringan saat gigi tidak dalam keadaan oklusi. Dengan

demikian retensi pada kasus tersebut akan optimal. Dukungan terutama akan

diperoleh dari palatum durum dan daerah keras lainnya, dan bukan dari jaringan

yang kenyal.

2. Tehnik pencetakan fisiologis atau secondary impression

Pencetakan fisiologis menggunakan teknik selektive pressure impression.

Model studi yang dibuat dengan tehnik pencetakan mukostatik tadi, daerah linggir

pada model studi ditutupi dengan tiga lapis landasan lilin.

Sendok cetak yang mengenai linggir yang flabby dibuat lubang-lubang

agar bahan cetak yang berlebihan dapat mengalir keluar dengan bebas. Dimana

sendok cetak dapat menutupi daerah mukosa yang stabil.

Bahan cetak silicone rubber disemprotkan menyeluruh pada labio lingual

linggir flabby, kemudian sendok cetak dengan bahan cetak diletakkan perlahan

pada linggir flabby dan tekanan hanya diaplikasikan pada daerah yang stabil juga

sekalian membentuk cetakan fungsional yaitu menekan hanya pada bagian

posterior juga membentuk border molding.

Prosedur ini memungkinkan untuk keduanya bersifat mukostatik untuk

linggir yang flabby dan cetakan yang menggunakan tekanan untuk mukosa yang

stabil. Tehnik pencetakan ini memungkinkan untuk mendapatkan retensi yang

baik pada gigi tiruan.

Window Tehnik

Tehnik pencetakan ini juga menggunakan dua tahap pencetakan yaitu

pencetakan anatomis dan fisiologis.

1. Pencetakan anatomis

6

Dilakukan pencetakan seperti pencetakan pada double impression yaitu

mucostatis hingga didapatkan model study.

2. Pencetakan fungsional

Pada model study dibuatkan sendok cetak pribadi dari shellac, setelah

didapat kita buang bagian sendok cetak yaang menutupi bagian linggir yang

flabby, hingga didapat seperti jendela (window tehnik)

Pembentukan batas pinggir atau batas mukosa bergerak dan tak bergerak

pada sendok cetak dibuat dengan menggunakan bahan cetak thermoplastic yaitu

compound berguna untuk mendapatkan perluasan sayap landasan gigi tiruan.

sendok cetak juga dibuatkan lubang-lubang tambahan agar bahan yang berlebih

bisa keluar.

3. Pencetakan dilakukan menggunakan sendok cetak dengan jendela

tersebut. Bahan cetak diletakkan pada sendok cetak, kemudian dilakukan

penekanan (mukopressure) pada rahang. Setelah itu bagian flabby yang terbuka

kita aplikasikan bahan cetak dengan menggunakan kuas dengan hati-hati agar

tidak terjadi perubahan bentuk pada jaringan flabby.

Artikulator mounting adalah memasang bite rim rahang atas dan rahang

bawah dari mulut pasien ke pesawat artikulator bersama modelnya setelah

ditentukan dimensi vertikal maupun oklusi sentrik (Basker et al, 1996).

Untuk pemasangan gigi yang harus diperhatikan adalah personality

expression, umur, jenis kelamin yang nantinya akan berpengaruh dalam pemilihan

ukuran, warna dan kontur gigi. Disamping itu juga perlu diperhatikan keberadaan

over bite, over jet, curve von spee, curve monson, agar diperoleh suatu keadaan

yang diharapkan pada pembuatan gigi tiruan lengkap (GTL) (Basker et al, 1996).

7

III. DESKRIPSI K A S U S

IDENTIFIKASI PASIEN :

Nama : Priyatiningsih

Usia : 70 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Bangsa : Indonesia

Alamat : Kertanegara selatan no 3B, Semarang

Pekerjaan : ibu Rumah tangga

Agama : Islam

Tanggal Pemeriksaan :

INFORMASI MEDIS

Golongan darah :

Penyakit jantung : dtak

Penyakit diabetes : dtak

Haemofilia : dtak

Hepatitis : dtak

Penyakit lainnya : dtak

Alergi terhadap obat : dtak

Alergi terhadap makanan : dtak

PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan merasa tidak

nyaman saat makan dan merasa tidak nyaman dengan penampilannya yang

tidak bergigi. Pasien sudah lama tidak bergigi sehingga ingin di buatkan

gigi tiruan.

PEMERIKSAAN OBYEKTIF

GENERAL Jasmani : sehat

Rohani : komunikatif dan kooperatif

8

PEMERIKSAAN KLINIS INTRA ORAL

Torus palatinus : tidak ada

Torus mandibula : tidak ada

Palatum : sedang

Mukosa : normal

Gingiva : flat pada regio rahang atas

Bentuk lengkung :

RA : parabola

RB : parabola

Kontur linggir:

RA : bentuk U

RB : bentuk U

Undercut tulang : tidak ada

Ridge rahang atas : sedang

Ridge rahang bawah : sedang

PEMERIKSAAN KLINIS EKSTRA ORAL

Tidak ada kelainan

Ringkasan Pemeriksaan:

Keadaan pasien dengan edentulous pada rahang atas dan sisa ridge rahang atas

sedang dan rahang bawah sedang.

Diagnosis : Edentulous ridge

Rencana Perawatan : Gigi Tiruan Lengkap (GTL) – Partial Full

9

IV. RENCANA PERAWATAN

A. TAHAP KLINIS

1. KUNJUNGAN I

a) Pemeriksaan lengkap

b) Anamnesis dan pemeriksaan obyektif

c) Membuat cetakan study model

Sendok cetak : perforated stock tray nomor 2

Bahan cetak : elastic impression (alginat)

Metode mencetak : mucostatic

d) Cara mencetak :

Mula-mula dibuat adonan sesuai dengan perbandingan P/W yaitu 3:1,

setelah dicapai konsistensi tertentu yang homogen dimasukkan ke dalam sendok

cetak dengan merata, kemudian dimasukkan ke dalam mulut dan tekan posisi ke

atas atau ke bawah sesuai dengan rahang yang dicetak. Disamping itu dilakukan

muscle triming agar bahan cetak mencapai lipatan mukosa. Posisi dipertahankan

sampai bahan setting, kemudian sendok cetak dikeluarkan dari dalam mulut.

Selanjutnya hasil cetakan diisi dengan gips stone. Posisi operator pada saat

mencetak RA adalah di kanan belakang pasien dan pada saat mencetak RB adalah

di kanan depan pasien.

d) Pembuatan sendok cetak individual :

Dari study model dibuat sendok cetak individual dari bahan self curing

acrylic, dengan batas 1-2 mm lebih pendek dari batas GTL, agar tersedia ruang

yang cukup untuk memanipulasi bahan pembentuk tepi (border material). Self

curing acrylic yang sudah dimanipulasi ditekankan diatas study model yang sudah

di beri cms sebelumnya. Self curing acrylic dipotong sesuai batas-batas yang telah

digambar pada study model. Pada daerah molar dan kaninus kanan dan kiri dibuat

stop vertikal dari wax sebagai batas penekanan saat mencetak sedangkan untuk

rahang atas ditambah dengan pembuatan postdam area yang juga dari wax untuk

menahan bahan cetak agar tidak mengalir ke belakang. Selanjutnya dibuat lubang-

lubang pada sendok cetak untuk mengurangi tekanan pada waktu mencetak.

10

Lubang dibuat dengan mengunakan bur bulat no 8 dengan jarak masing-masing

lebih dari 5 mm. Pada daerah flabby self curing acrylic dibuang sehingga terlihat

seperti window.

2. KUNJUNGAN II

a) Mencoba sendok cetak individual

Stabilisasi : dengan menghindari muscular attachment

Relief area : tercakup semua baik RA maupun RB

b) Membuat working model

Sendok cetak : seelf curing acrylic

Bahan cetak : alginat

Metode mencetak : mucodynamic

c) Cara mencetak :

Rahang Atas

Bahan cetak (exaflex) diaduk, setelah mencapai konsistensi  tertentu

dimasukkan ke dalam sendok cetak individual.  Masukkan sendok  cetak dan

bahan cetak ke dalam mulut, kemudian sendok cetak ditekan ke processus

alveolaris.

Posisi operator di samping kanan belakang. Dilakukan muscle trimming,

pasien diminta menyebut huruf A O U supaya bahan cetak mencapai lipatan

mucobuccal. Posisi sendok cetak dipertahankan sampai setting. Setelah setting,

sendok cetak dilepas. Sendok cetak dapat dimasukkan kembali ke rahang atas

untuk pemberian tanda vibrating line.

  Rahang Bawah

Bahan cetak ( exaflex ) diaduk, dengan perbandingan 3 : 1 setelah teraduk

rata dan mencapai konsistensi tertentu dimasukkan ke dalam sendok cetak

individual. Pasien dianjurkan membuang ludah. Masukkan sendok cetak dan

bahan cetak ke dalam mulut, kemudian sendok ditekan ke processus alveolaris.

Posisi operator di samping kanan depan. Pasien diinstruksikan untuk menjulurkan

lidah. Dilakukan muscle trimming, pasien diminta menyebut huruf A O U supaya

bahan cetak mencapai lipatan mucobuccal. Pasien diintruksikan pula untuk

11

melakukan gerakan rahang ke kanan dan kiri serta bibir dan pipi digerakkan agar

bahan cetak dapat mencapai buccal flange. Posisi dipertahankan sampai setting.

Setelah sendok cetak dilepaskan dari mulut, cetakan disiram dengan air

dingin untuk menghilangkan saliva. Setelah diperoleh cetakan yang akurat,

kemudian diisi dengan gips stone. Setelah mengeras, gips stone dilepas dan

didapatkan cetakan model kerja.

d) Membuat base plate permanen dan bite rim :

Setelah diperoleh model kerja, ditentukan batas tepi, relief area juga

dibuat postdam. Kemudian menurut batas-batas tersebut dibuat base plate dari

wax yang kemudian diganti dengan akrilik. Base plate yang diperoleh dihaluskan

dan di atasnya dibuat bite rim dari wax. Base plate harus benar-benar menempel

pada model kerja. Untuk lengkung bite rim RB disesuaikan dengan alveolar ridge

yang ada, sedangkan untuk bite rim RA dibuat setinggi 2 mm di bawah bibir atas

pada saat rest position. Tinggi bite rim RB dibuat sejajar dengan tinggi retromolar

pad.

Yang perlu diperhatikan dalam membuat bite rim yaitu :

Bite rim atas anterior harus sejajar dengan garis pupil (garis yang

menghubungkan kedua pupil dan jalannya sejajar dengan garis incisal), dan

bite rim rahang atas bagian posterior sejajar dengan garis chamfer.

Bite rim atas harus kelihatan kira-kira 2 mm di bawah garis bibir.

Median line dari pasien yang diambil sebagai terusan dari tengah lekuk bibir

atas untuk menentukan garis tengah yang memisahkan incisivus kanan dan

kiri.

Garis caninus, yaitu tepat pada sudut mulut dalam keadaan rest position.

Garis ketawa, yaitu pada saat tertawa gusi tidak terlihat.

3. KUNJUNGAN III

a) Insersi oklusal bite rim, retensi dan stabilisasi diperhatikan.

b) Dilakukan pencatatan Maxillo-Mandibular Relationship (MMR).

Oklusal bite rim dipasang dengan ketentuan untuk posterior bite rim harus

dibuat sejajar dengan garis chamfer (garis yang berjalan dari ala nasi ke tragus /

porion) dan untuk bagian anterior bite rim atas sejajar dengan garis pupil. Tinggi

12

bite rim atas 2 mm di bawah garis bibir atas pada waktu rest position. Alat yang

digunakan adalah occlusal guide plane.

Dilakukan pencatatan Maxillo Mandibular Relationship (MMR). Mula-

mula pasien dipersilakan duduk pada dental chair, dataran oklusal diusahakan

sejajar dengan lantai. Tentukan garis chamfer dari titik di bawah ini :

4 mm dari meatus acusticus eksternus

telinga kanan dan kiri

spina nasalis anterior

Kemudian ketiga titik tersebut ditandai dengan benang dan diisolasi.

Selanjutnya record blok di pasang dengan posisi bite rim RA terlihat 2 mm di

bawah garis bibir atas saat rest position.

Bila dilihat dari depan, bite rim RA tampak sejajar dengan garis pupil

(dilihat dengan bantuan oklusal guide plane).

Bila dilihat dari samping, bite rim RA tampak sejajar dengan garis

chamfer.

Bila bite rim RB dipasang, bite rim RA dan RB harus tertutup secara

sempurna (tidak boleh ada celah dan merupakan satu garis lurus).

Kemudian dicari vertikal dimensi (inter oclusal distance) dengan metode

pengukuran jarak pupil dan sudut mulut dengan jarak hidung dan dagu (PM dan

HD), pada keadaan rest position PM=HD. Pada keadaan relasi sentrik, dimensi

vertikal : physiologic rest position - freeway space = (PM=HD) - 2 mm. Freeway

space 2 mm diperoleh dengan cara mengurangi bite rim rahang bawah.

c) Centric relation record

Centric relation record adalah suatu relasi mandibula terhadap maxilla

pada suatu relasi vertikal yang ditetapkan pada posisi paling posterior. HD = PM –

2 mm. Dua millimeter diperoleh dengan cara mengurangi bite rim RB dengan

maksud sebagai freeway space. Cara menentukan relasi sentrik yaitu dengan

menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga processus condyloideus

akan tertarik ke fossa yang paling belakang karena tarikan dari otot dan menelan

ludah berulang-ulang. Pasien disuruh melakukan gerakan mandibula berulang-

ulang sampai pasien terbiasa dengan oklusi tersebut. Setelah mendapat posisi

sentrik, bite rim diberi tanda tempat median line dan garis ketawa.

13

Setelah diperoleh relasi sentrik, dilakukan fixasi.

Incisal guide ditentukan setelah pemasangan gigi anterior atas dan bawah

dan telah memenuhi nilai estetis. Pada pemasangan gigi anterior harus diingat

high lip line, median line dan caninus line. Gigi anterior bawah menyesuaikan

yang atas.

d) Pemasangan pada artikulator.

Pemasangan pada artikulator ( free plane artikulator ). Setelah oklusal bite

rim RA dan RB selesai difixir, letakkan oklusal bite rim RA pada mounting table

dengan pedoman :

garis tengah bite rim dan model RA berhimpit dengan garis tengah

mounting table .

tepi luar bite rim RA menyinggung garis incisal edge dari mounting table.

jarum horizontal incisal guide pin ujungnya menyentuh tepi luar anterior

bite rim RA dan tepat pada garis tengah bite rim.

Oklusal bite rim RA difixir dengan menuang adonan gips pada bagian atas

model kerja. Mounting table dilepas dari artikulator. Selanjutnya bite rim RB

dipasang dan dipaskan dengan bite rim RA, dikareti dan kemudian difixir dengan

dituangi adonan gips plaster.

4. KUNJUNGAN IV

Dalam kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi anterior.

Urutan pemasangan gigi adalah gigi anterior RA.

Pemasangan gigi anterior :

1 1 : - axisnya bersudut 5 terhadap mid line

- incisalnya menyentuh bite rim RB.

- bagian 1/3 permukaan labial agak depresi

2 2 : - axisnya bersudut 10 terhadap mid line

- incisalnya berjarak 2 mm dari bite rim RB

- permukaan labial agak ke palatal dan mengikuti lengkung bite

rim

3 3 : - axisnya tegak lurus/ hampir sejajar terhadap bite rim

- puncak cuspid menyentuh bite rim RB

14

- bagian 1/3 labioservikal lebih prominent

Setelah itu dilakukan try in untuk gigi depan atas dan gigi depan bawah.

Kemudian periksa overbite dan overjetnya (2-4 mm), garis caninus (pada

saat rest position terletak pada sudut mulut) dan garis ketawa (batas servikal gigi

atas, gusi tidak terlihat pada saat tertawa). Fonetik dapat kita cek dengan cara

pasien disuruh mengucapkan huruf s, f, t, r, m. Selanjutnya dilakukan sliding ke

kanan dan ke kiri. Setelah gigi anterior dipasang maka dilanjutkan pemasangan

gigi posterior RA kemudian gigi posterior RB.

5. KUNJUNGAN V

Pada kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi posterior.

Urutan pemasangan adalah gigi posterior RA kemudian RB, setelah itu try in pada

pasien. Pemasangan gigi posterior sebagai berikut :

4 4 : - axis tegak lurus bite rim RB dan bidang oklusal

- tonjol bukal menyentuh bite rim RB, tonjol palatinalnya

menggantung

5 5 : - axis tegak lurus bite rim RB

- tonjol bukal dan palatinal menyentuh bite rim RB

6 6 : - axis condong ke mesial, tonjol mesiopalatinal menyentuh bidang

oklusal

- tonjol mesiobukal dan tonjol distobukal menggantung 0,5 mm

di atas bidang oklusal, tonjol distopalatinal dinaikkan 0,5-0,75

mm dari bidang oklusal

7 7 : - axis lebih miring daripada 6 6 , tonjol mesiobukal dan

mesiopalatinal menggantung 1 mm daripada tonjol mesiobukal

dan mesiopalatinal M1 RA

Untuk pemasangan gigi-gigi posterior RA ini harap diperhatikan:

a. dataran orientasi, jika dilihat dari sagital harus membentuk kurve

Monson

b. dataran orientasi, jika dilihat dari lateral harus membentuk kurve

Vons Spee

15

Gigi posterior RB yang dipasang pertama adalah gigi 6 6

6 6 : - tonjol mesio palatinal 6 6 tepat di fossa sentral 6 6

- relasi 6 6 terhadap 6 6 neutrooklusi (klas I angle)

- tonjol mesio bukal 6 6 berada di mesio bukal groove 6 6

4 4 : - axisnya tegak lurus bite rim

- letaknya diantara 4 I dan 3 I serta I 3 dan I 4

5 5 : - axisnya tegak lurus bite rim

- letaknya di antara 5 I dan 4 I serta I 4 dan I 5

7 7 : - axis tegak lurus bite rim

- tonjol mesio bukal 7 7 berada di antara tonjol disto bukal

6 6 dan tonjol mesio bukal 7 7

Setelah pemasangan gigi posterior, dilakukan try in. Perhatikan

inklinasinya dan kontur gigi tiruannya. Perlu juga dilakukan pengamatan

terhadap:

1. Oklusi

2. Stabilisasi gaya working side dan balancing side

3. Estetis dengan melihat garis caninus dan garis ketawa

4. Fonetik dengan cara pasien disuruh mengucapkan huruf s, d, o, m,

r, a, t, th, p, b, h, f, v dan sebagainya dengan jelas dan tidak ada

gangguan.

Gigi tiruan yang telah di try in dikirim ke laboratorium untuk diproses

dengan bahan akrilik.

6. KUNJUNGAN VI

Setelah diganti dengan resin akrilik, protesa diinsersikan dalam mulut.

Kemudian dilakukan remounting. Tujuan dari remounting adalah :

a) Untuk mengecek oklusi protesa pada sebelum dan sesudah dipasang.

b) Untuk mengetahui selektif grinding.

c) Untuk mengetahui prematur kontak.

Jadi pada saat dilakukan insersi harus diperhatikan :

16

1. Retensi

Di cek dengan menggerak-gerakkan pipi dan bibir, protesa lepas atau tidak.

2. Oklusi

Di cek balancing side, working side serta ada tidaknya prematur kontak.

Apabila oklusinya terganggu, dilakukan grinding atau penambahan. Gangguan

diketahui dengan kertas artikulasi yang diletakkan pada oklusi, kemudian pasien

disuruh menggerakkan gigi seperti mengunyah.

3. Stabilisasi

Di cek saat mulut berfungsi, tidak boleh mengganggu mastikasi,

penelanan, bicara, ekspresi wajah dan sebagainya. Apabila sudah tidak ada

gangguan, maka protesa dapat dipolis.

Instruksi untuk pemeliharaan protesa :

1) Protesa direndam dalam air sewaktu dilepas

2) Protesa dijaga kebersihannya

3) Protesa dijaga agar tidak mudah lepas

Diberikan instruksi kepada pasien untuk: beradaptasi dengan protesa

tersebut sampai biasa; Malam hari ketika tidur, protesa dilepas agar jaringan otot-

otot dibawahnya dapat beristirahat; Pasien membersihkan protesanya setiap kali

sehabis makan; Apabila ada rasa sakit, gangguan bicara, protesa tidak stabil,

pasien dianjurkan untuk segera kembali ke klinik; dan Kontrol sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan guna pengecekan lebih lanjut dan bila nantinya tidak

ada gangguan, pasien bisa terus memakainya.

7. KUNJUNGAN VII

Setelah pemasangan GTL selama 1 minggu, pasien datang untuk kontrol.

Yang perlu diperhatikan pada saat kontrol :

a) Pemeriksaan subyektif: Ditanyakan apakah ada keluhan atau tidak,

ditanyakan apakah ada gangguan atau tidak, dan ditanyakan apakah ada

rasa sakit.

b) Pemeriksaan obyektif: Dilihat keadaan mukosa apakah ada peradangan atau

perlukaan dan diperiksa retensi dan stabilisasi.

17

B. TAHAP LABORATORIS

1. Dari study model dibuat sendok cetak individual dari bahan sellac base plate,

dengan batas 2 mm lebih pendek dari batas GTL agar tersedia ruang yang

cukup untuk memanipulasi bahan pembentuk tepi (border material). Sellac

dilunakkan dengan cara memanaskan di atas lampu spiritus lalu ditekan di atas

study model. Sellac dipotong sesuai batas-batas yang telah digambar pada study

model. Sellac dipotong dengan menggunakan gunting saat masih lunak. Pada

daerah molar dan kaninus kanan dan kiri dibuat stop vertikal dari wax sebagai

batas penekanan saat mencetak sedangkan untuk rahang atas ditambah dengan

pembuatan postdam area yang juga dari wax untuk menahan bahan cetak agar

tidak mengalir ke belakang. Selanjutnya dibuat lubang-lubang pada sendok

cetak untuk mengurangi tekanan pada waktu mencetak. Lubang dibuat dengan

menggunakan bur bulat no. 8 dengan jarak masing-masing lebih dari 5 mm.

2. Pada work model dibuat base plate dari wax yang kemudian diproses dengan

akrilik.

3. Setelah base plate dibuat kemudian dilanjutkan dengan pembuatan bite rim

bentuk tapal kuda dan diletakkan diatas base plate untuk memperoleh tinggi

gigitan pada keadaan oklusi sentrik yang akan dipindahkan ke artikulator.

4. Selanjutnya dilakukan penyusunan gigi tiruan, dari gigi anterior atas, gigi

anterior bawah, gigi posterior atas, gigi posterior bawah.

4. Sebelum diproses GTL dimodel malam dahulu sesuai dengan kontour gingiva,

kemudian baru diproses dan dipolis.

SKEMA TAHAP RENCANA PERAWATAN

Tahap Klinis :

1. cetak study model

2. cetak work model

3. Tentukan MMR :

fiksasi bite rim RA dan RB

persiapan pemasangan pada artikulator

18

4. Pemasangan gigi-gigi anterior

5. Pemasangan gigi-gigi posterior

Try in :

cek over bite dan over jet

garis caninus dan garis ketawa

cek retensi dan stabilisasi

cek estetis dan fonetik

6. Insersi :

cek oklusi

cek retensi dan stabilisasi

Instruksi pada pasien

remounting

7. Kontrol, lakukan :

pemeriksaan subyektif

pemeriksaan obyektif

final remounting

Tahap Laboratoris

1) Buat sendok cetak individual

2) Buat base plate dan bite rim

3) Pasang gigi anterior, posterior

4) Proses akrilik dan dipolis

VI. PROGNOSA

Prognosa dari pembuatan gigi tiruan lengkap ini diperkirakan baik,

dengan mempertimbangkan :

1) Oral hygiene pasien baik

2) Jaringan pendukung sehat

3) Kesehatan umum pasien baik

4) Pasien kooperatif dan komunikatif

5)

19

Semarang, Oktober 2013

Operator

Radella Istiqomah, S.KG

Menyetujui,Dosen pembimbing

Drg.Teguh T.W, Sp.Prost

20

DAFTAR PUSTAKA

Basker., R. M., Davenport, J.C. and Tomlin, H. R., 1996, Perawatan Prostodontik bagi Pasien Tak Bergigi ( terj. ), Edisi III, EGC, Jakarta.

Itjingningsih , W. H., 1996, Geligi Tiruan Lengkap Lepas, Cetakan III, EGC, Jakarta.

Soelarko, R. M. dan Wachijati, H., 1980, Diktat Prostodonsia Full Denture, FKG Unpad, Bandung.

Swenson, M. G., 1960, Complete Denture, 5 th ed., C. V. Mosby Co., Saint

Louis.

21