TA GTL TPA Kaliori
-
Upload
syadzali-arhab -
Category
Documents
-
view
97 -
download
14
description
Transcript of TA GTL TPA Kaliori
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang bumi. Yang
meliputi bagian permukaan dan bawah permukaan, batuan sebagai komponen
penyusun, serta proses – proses fisik yang membentuk selama waktu geologi
(eksogen dan endogen). Lingkungan yakni total keseluruhan dari suatu
keadaan. Lingkungan meliputi kondisi fisik dan sosial budaya. Kondisi fisik
berupa bentuk lahan, udara, air, dan gas. Sedangkan sosial budaya meliputi
etika, ekonomi, estetika, dan kenyamanan.
Geologi Lingkungan adalah interaksi antara manusia dengan
lingkungan geologi. Lingkungan geologi terdiri dari unsur-unsur fisik bumi
(batuan, sedimen, tanah dan fluida) dan unsur permukaan bumi, bentang alam
dan proses-proses yang mempengaruhinya. Bagi kehidupan manusia,
lingkungan geologi tidak hanya memberikan unsur-unsur yang
menguntungkan/bermanfaat seperti ketersediaan air bersih, mineral ekonomis,
bahan bangunan, bahan bakar dan lain-lain, tetapi juga memiliki potensi bagi
terjadinya bencana seperti gempa bumi, letusan gunung api dan banjir.
Geologi Lingkungan bisa dikategorikan sebagai bagian dari ilmu
lingkungan, karena ilmu lingkungan adalah dasar pemahaman kita mengenai
bumi dan membahas interaksi manusia dengan seluruh aspek yang ada
disekelilingnya, termasuk aspek geologi serta dampaknya bagi kehidupan
manusia. Karena itu filosofi utama dari geologi lingkungan adalah konsep
manajemen lingkungan yang didasarkan pada sistem geologi untuk
pembangunan berkelanjutan dan bukan pada beban lingkungan yang tidak bisa
diterima.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah
mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,
pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA
merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya
diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan
tersebut dapat dicapai dengan baik.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kaliori adalah tempat pembuangan
sampah yang terletak di desa Kaliori Kecamatan Kalibagor, Kabupaten
Banyumas telah berbenah agar dampak pencemaran limbah sampah bisa
ramah lingkungan, maka TPA kaliori dipasang Geo Membran sebagai dasar
alas supaya peresapan air limbah bisa tersaring. TPA kaliori ini sendiri masih
berada di daerah Provinsi Jawa Tengah dan berbatasan dengan Kabupaten
Purwokerto, yang mana proyek dari TPA Kaliori ini merupakan proyek dinas
Satker Cipta Karya Semarang.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dalam penulisan laporan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1.2.1 Maksud
Menganalisis kondisi dan lokasi tempat pembuangan akhir
dengan jarak pemukiman sekitar
Melakukan pengamatan pencemaran udara dan air tanah sekitar
Menganalisis kondisi geomorfologi dengan kelayakan tempat
pembuangan akhir yang tepat
1.2.2 Tujuan
Mengetahui dan mencegah besar kecilnya kemungkinan akan
pencemaran lingkungan pada daerah penelitian
Mengetahui perubahan terhadap udara dan air tanah baik
sebelum maupun sesudah adanya tempat pembuangan akhir
Mengetahui kelayakan keselamatan terhadap lingkungan dari
tempat pembuangan akhir daerah penelitian
1.3 Rumusan Masalah
Dengan adanya tempat pembuangan akhir (TPA) Kaliori ini dapat
menimbulkan kerusakan pada unsur-unsur tanah, pencemaran udara serta
perubahan sifat fisik maupun kualitas dari air tanah sekitar TPA tersebut jika
pada TPA kaliori tersebut pengolahannya tidak sesuai dengan aturan
pengolahan limbah sampah yang baik dan tepat.
Untuk itu perlu diketahui tentang pengolahan akhir sampah dan limbah
yang terdapat pada TPA tersebut guna mengetahui kelayakannya serta sangat
diperlukan arah angin dan kondisi air tanah terhadap pemukiman warga dan
kondisi kesehatan warga sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) kaliori
tersebut.
1.4 Batasan Masalah
Berdasarkan dari rumusan permasalahan tersebut maka batasan masalah
penelitian ini difokuskan pada lingkup batasan pencemaran dari tempat
pembuangan akhir (TPA) kaliori ini terhadap udara, air tanah serta warga
pemukiman disekitar TPA tersebut terutama pada bagian timur TPA, serta
kelayakan keamanan pengolahan sampah dan limbah pada TPA Kaliori
tersebut berdasarkan ketetapan pemerintah khususnya di Kabupaten
Banyumas, Kecamatan Kalibagor, Provinsi Jawa Tengah.
1.5 Ruang Lingkup
Secara geografis lokasi daerah penelitian terletak pada Desa Kaliori,
Kabupaten Banyumas, Kecamatan Kalibagor, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi
penelitian ke arah barat laut dari Kota Semarang dan dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor dengan waktu tempuh
selama ± 6 jam perjalanan. Lokasi penelitian rata-rata memiliki elevaasi
ketinggian berkisar antara 150 – 230 mdpl. Dengan batas-batas wilayah
administratif sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Kabupaten Purwokerto
b. Sebelah selatan : Kecamatan
c. Sebelah timur : Kecamatan
d. Sebelah barat : Kecamatan G. Tugel
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini ialah untuk mengetahui besar maupun
kecilnya dampak dari pencemaran tempat pembuangan akhir (TPA) pada desa
Kaliori terhadap pemukiman warga sekitar TPA tersebut. Sehingga didapatkan
informasi mengenai manfaat keberadaan TPA kaliori tersebut serta dampak
yang ditimbulkan baik positif maupun negatif terhadap lingkungan dan warga
di sekitar TPA kaliori. Serta upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga
lingkungan sekitar khususnya pada daerah penelitian tersebut.
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, tersusun atas beberapa bab
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan,
rumusan masalah, batasan masalah, ruang lingkup / lokasi penelitian,
manfaat penelitian, sistematika penulisan, serta kerangka pikir dalam
penyusunan laporan ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisikan tentang kondisi geologi regional daerah
penelitian dan beberapa teori yang berhubungan dengan penelitian yang
dilakukan dan dianalisis.
BAB III METODOLOGI
Bab ini berisikan tentang metodologi penelitian, alat dan bahan, tahapan
penelitian dan diagram alir prosedur penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan tentang hasil dari pengolahan serta analisis data
penelitian dan pembahasan dari hasil data-data tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab terakhir ini berisikan tentang kesimpulan dan saran
berdasarkan dari hasil analisis yang telah dilakukan dan disimpulkan.
1.8 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian dilakukan pada daerah tempat pembuangan akhir (TPA) Kaliori dan sekitarnya terutama pada daerah
pemukiman yang terdekat dengan lokasi TPA Kaliori
Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah
Pengamatan tentang kondisi morfologi, litologi serta kondisi lingkungan disekitar TPA Kaliori
Analisis data lapangan dan data laboratorium terdahulu sebelum dan sesudah keberadaan TPA Kaliori
Potensi positif dan negatif serta pengaruh keberadaan TPA Kaliori terhadap kondisi Geologi Tata Lingkungan pada
daerah penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Fisiografi Regional Jawa Tengah
Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen,
(1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa
Utara, Gunungapi Kuarter, Antiklinorium Bogor – Serayu Utara –
Kendeng, Depresi Jawa Tengah, Pegunungan Selatan Jawa (Gambar
2.1).
Gambar 2.1 Fisiografi Jawa oleh Van Bemmelen (1949)
Dataran Aluvial Jawa Utara, mempunyai lebar maksimum 40 km
kearah selatan. Semakin kearah timur, lebarnya menyempit
hingga 20 km.
Gunungapi Kuarter di Jawa Tengah antara lain G. Slamet, G.
Dieng, G. Sindoro, G. Sumbing, G. Ungaran, G. Merapi, G.
Merbabu, dan G Muria.
Zona Serayu Utara memiliki lebar 30-50 km. Di selatan tegal,
zona ini tertutui oleh produk gunungapi kuarter dari G. Slamet. Di
bagian tengah ditutupi oleh produk vulkanik kuarter G.
Rogojembangan, G. Ungaran, dan G. Dieng. Zona ini menerus ke
Jawa Barat menjadi Zona Bogor dengan antara keduanya terletak
disekitar Prupuk, Bumiayu hingga Ajibarang, persis disebelah
barat G. Slamet, sedangkan ke arah timur membentuk Zona
Kendeng. Zona Antiklinorium Bogor terletak di Selatan Dataran
Aluvial Jakarta berupa Antiklinorium dari lapisan Neogen yang
terlipat kuat dan terintrusi. Zona kendeng meliputi daerah yang
terbatas antara G. Ungaran hingga daerah sekitar Purwodadi
dengan singkapan batuan tertua berumur Oligosen-Miosen Bawah
yang diwakili oleh Formasi Pelang.
Zona Depresi Jawa Tengah menempati bagian tengah hingga
selatan. Sebagian merupakan dataran pantai dengan lebar 10-25
km. Morfologi pantai ini cukup kontras dengan pantai selatan
Jawa Barat dan Jawa Timur yang relatif lebih terjal.
Pegunungan Selatan Jawa memanjang di sepanjang pantai selatan
Jawa membentuk morfologi pantai yang terjal. Namun di Jawa
Tengah, zona ini terputus oleh Depresi Jawa Tengah.
Pegunungan Serayu Selatan terletak di antara Zona Depresi Jawa
Tengah yang membentuk kubah dan punggungan. Di bagian barat
dari Pegunungan Serayu Selatan yang berarah barat-timur
dicirikan oleh bentuk antiklinorium yang berakhir di timur pada
suatu singkapan batuan tertua terbesar di Pulau Jawa, yaitu daerah
Luk Ulo, Kebumen.
Daerah kegiatan termasuk ke dalam fisiografi Pegunungan
Selatan Pulau Jawa dengan topografi terdiri dari perbukitan
bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 80 m hingga 550 m
dan daerah pedataran. Batuan penyusun daerah kegiatan terdiri dari
bawah ke atas adalah batuan Formasi Pemali yang terdiri dari
batulempung dan napal berumur Eosen, kemudian diatasnya
diendapkan Formasi Rambatan yang terdiri dari batugamping dan
konglomerat dengan sisipan napal serpih berumur Oligosen, Formasi
Halang yang terdiri dari batupasir tufaan, konglomerat, batulempung
dan napal. Anggota Formasi Halang yang terdiri dari endapan turbidit
berseling dengan breksi gunungapi bersusunan andesit dan
batugamping berumur Miosen Tengah. Formasi Kumbang terdiri dari
breksi gunungapi, lava, tuf, batupasir tufaan berumur Miosen Atas.
Formasi Tapak yang terdiri dari batupasir batugamping dan breksi
gunungapi berumur Pliosen dan endapan alluvium.
Stratigrafi daerah Gumelar dan sekitarnya yang merupakan bagian
dari cekungan Banyumas umumnya terdiri dari batuan sedimen yang
termasuk kedalam Formasi Halang (batupasir andesit, konglomerat
tufaan dan napal yang mengandung sisipan-sisipan batupasir andesit)
berumur Miosen Atas, ditutupi oleh anggota batugamping Formasi
Tapak berupa lensa-lensa yang berlapis hingga masif, dan Formasi
Tapak (batupasir berbutir kasar dan konglomerat, dibeberapa tempat
terdapat breksi, di bagian atas terdiri dari batupasir gampingan dan
napal).
Disamping batuan-batuan tersebut di atas di daerah penyelidikan
juga diendapkan batuan hasil gunungapi tak teruraikan (breksi, lava,
lapili dan tufa dari G. Slamet), aluvium gunungapi (bongkah-bongkah
andesit sampai basal) dan aluvium (lempung, lanau, pasir dan kerikil).
Sedangkan batuan terobosan diorit terletak disebelah selatan
Ajibarang berdekatan dengan aliran Kali Tajum.
Struktur geologi yang berkembang di daerah ini umumnya berupa
sesar naik, sesar normal dan sesar geser dengan arah umum baratlaut -
tenggara sampai timurlaut baratdaya dan perlipatan berupa sinklin-
antiklin dengan arah relatif barat-timur. Mineralisasi terjadi pada
batuan breksi gunugapi, berupa urat-urat pirit halus yang mengisi
rekahan.
2.1.2 Struktur Geologi Regional
Menurut Pulunggono dan Martodjojo (1994), pada dasarnya ada 3
arahkelurusan struktur geologi yang dominandi Pulau Jawa. Ketiga
arah tersebut adalahTimurlaut –Baratdaya (pola Meratus), Utara –
Selatan (pola Sunda) dan Barat – Timur (pola Jawa).
Gambar 2.2 Pola Kelurusan Struktur Geologi Di Pulau Jawa
Pulunggono dan Martodjojo (1994)
Pola struktur pertama adalah pola Meratus yang berarah Timur
laut – Barat daya. Arah ini didominasi oleh sesar-sesar geser sinistral.
Arah struktur ini diduga disebabkan oleh penunjaman lempeng Indo-
Australia pada Akhir Eosen hingga Akhir Miosen Tengah. Pola
Meratus yang dijumpai diwakili oleh sesar Cimandiri di Jawa Barat.
Pola sesar ini dapat diikuti ke arah timurlaut sampai batas timur
Cekungan Zaitun dan Cekungan Biliton. Pola singkapan batuan Pra-
Tersier di daerah Luk Ulo (Jawa Tengah) juga menunjukkan arah
Meratus.
Pola struktur kedua adalah pola Sunda yang berarah Utara –
Selatan yang aktif pada Akhir Eosen hingga Akhir Oligosen. Arah ini
diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan Asri, Cekungan
Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola ini umumnya terdapat di bagian
barat wilayah Jawa Barat.
Pola struktur yang ketiga adalah pola Jawa yang berarah Barat –
Timur. Arah ini terbentuk sebagai akibat dari gaya tegangan yang
berarah Utara-Selatan yang berkembang pada Awal Pleistosen. Pola
ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti Baribis dan sesar-sesar di
dalam zona Bogor (van Bemmelen, 1949).
Secara regional di zona Pegunungan Serayu Selatan dijumpai
struktur geologi berupa lipatan, sesar, dan kekar (Asikin, dkk, 1992).
Pada umumnya struktur–struktur tersebut dijumpai pada batuan yang
berumur Kapur hingga Pliosen. Lipatan–lipatan sebagian besar berada
di daerah barat dan umunya berarah barat–timur. Di bagian timur dan
selatan struktur lipatan pada umumnya berupa monoklin dengan
kemiringan lapisan ke arah selatan. Sumbu–sumbu lipatan tersebut
memiliki arah yang relatif sejajar dan sebagian besar terpotong oleh
sesar.
Struktur Geologi permukaan yang terdapat di daerah Banyumas
dan sekitarnya umumnya didominasi oleh sumbu-sumbu lipatan dan
jurus perlapisan batuan yang berarah baratlaut-tenggara. Dari
interpretasi penampang seismik melalui Adipala-Purwokerto, terlihat
adanya tinggian dan rendahan pada Cekungan Banyumas. Tinggian
dan rendahan tersebut dipisahkan oleh sesar-sesar turun membentuk
struktur graben dan setengah graben. Pada graben ini diendapkan
material sedimen Paleogen dan Neogen.
Di Jawa Tengah sesar sungkup dan lipatan di Zona Serayu Utara
dan Serayu Selatan mempunyai arah hampir barat-timur. Di Jawa
Timur pola ini ditunjukkan oleh sesar-sesar sungkup dan lipatan di
Zona Kendeng. Struktur Arah Sumatra terutama terdapat di wilayah
Jawa Barat dan di Jawa Tengah bagian timur struktur ini sudah tidak
nampak lagi. Struktur arah barat-timur atau Arah Jawa, di cekungan
Jawa Timur ternyata ada yang lebih tua dari Miosen Awal, dan disebut
Arah Sakala (Sribudiyani et al., 2003). Struktur Arah Sakala yang
utama adalah zona sesar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala)
dan merupakan struktur yang menginversi cekungan berisi Formasi
Pra-Ngimbang yang berumur Paleosen sampai Eosen Awal sebagai
endapan tertua. Sebagian besar batuan tertua di Jawa, yakni yang
berumur Pra-Tersier sampai Paleogen dan dianggap sebagai
batuandasar Pulau Jawa, tersingkap di wilayah Jawa bagian timur.
Gambar 3: Kerangka tektonik Pulau Jawa (modifikasi dari Baumann, 1982; dan
Simandjuntak dan Barber 1996).
Gambar 4: Elemen-elemen tektonik di wilayah tepi tenggara Daratan
Sunda (Sundaland) (Hamilton, 1979).
Gambar 5: Jalur magmatik Tersier Pulau Jawa (Soeria-Atmadja et al., 1994).
Gambar 6: Jalur subduksi Kapur sampai masa kini di Pulau Jawa (Katili 1975,
dalam Sujanto et al., 1977).
Gambar 7: Pola struktur Pulau Jawa (Martodjojo & Pulunggono, 1994)
(RMKS = Rembang-Madura-Kangean-Sakala).
Mereka tersingkap di Komplek Melange Luk Ulo-
Karangsambung, Kebumen (Asikin, 1974; Suparka, 1988);
Nanggulan, Kulonprogo (Rahardjo et al., 1995); dan Pegunungan
Jiwo, Bayat-Klaten (Sumarso dan Ismoyowati, 1975; Samodra dan
Sutisna, 1997). Sedangkan untuk batuan yang lebih muda, yakni yang
berumur Neogen, telah banyak penelitian dilakukan terhadapnya (Van
Bemmelen, 1949; Marks, 1957; Sartono, 1964; Nahrowi et al, 1978;
Pringgo-prawiro, 1983; De Genevraye dan Samuel, 1972; Soeria-
Atmadja et al., 1994). Pada umumnya penelitian geologi Tersier ini
menyepakati fenomena struktur atau tektonik yang berarah umum
timur-barat sebagai hasil interaksi lempeng dengan zona tunjaman di
selatan Jawa dan searah dengan arah memanjang Pulau Jawa.
2.1.3 Litologi daerah Selatan Jawa Tengah (South Central Java)
Kulon Progo-Banyumas-Cilacap Area (South Central Java)
Old Andesite berumur Oligo-Miosen di daerah ini dikenal sebagai
Volkanik Gabon atau Waturanda. Terdiri dari breksi volkanik, lahar
dan breksi tufa. Bersamaan dengan pembentukan struktur didaerah ini
telah terbentuk daerah tinggian dan dalaman. Kerangka fisiografi
tektonik yang penting adalah Tinggian Gabon, Dalaman Citanduy,
Tinggian Besuki-Majenang, Dalaman Kroya, Tinggian Karang
Bolong, Dalaman Kebumen, Tinggian Kebumen dan Tinggian Kulon
Progo (Suyanto dan Sumantri,1977). Volkanisme selama Oligo-
Miosen telah mengendapkan endapan volcano-turbidit Formasi
Waturanda di darah dalaman. Di bagian atas volkanik Gabon
dijumpai secara setempat fragmen batugamping yang dikenal sebagai
Batugamping Sigugur, yang tertranspor dari daerah luar Cilacap.
Sedimentasi karbonat yang pertama terjadi di bagian atas Miosen
Awal dan terjadi pada daerah tinggian seperti Tinggian Kulon Progo
dan Tinggian Karang Bolong yang menghasilkan Batugamping
terumbu Karang Bolong/Kalipucang, Jonggrangan dan Formasi
Sentolo berumur Miosen Awal – Tengah.
Pengendapan napal dan kalkarenit Formasi Sentolo, Panosogan
dan Pananjung menandai genang laut yang luas pada kala Miosen
Tengah. Di daerah Banyumas, KarangBolong-Nusakambangan
muncul dan bertindak sebagai penghalang yang memotong hubungan
antara daerah Banyumas dengan laut terbuka di selatan. Pada akhir
Miosen Tengah penghalang tersebut tertutup oleh laut menghasilkan
perkembangan batugamping Terumbu Formasi Kalipucang.
Tektonisme dan volkanisme mulai lagi pada Miosen Akhir yang
menghasilkan Horison Breksi II, Gunung Wetan sheets and flows,
Formasi Kumbang. Pengangkatan Tinggian Majenang menyebabkan
perkembangan palung pada depresi Majenang-Wangon dan terjadi
pengendapan turbidit Formasi Halang. Di daerah Kebumen
pengankatan menghasilkan pengendapan sedimen berbutir kasar dari
Horison Tufa Napal III, sedang di Kulonprogo pengendapan napal
Formasi Sentolo.
2.2 Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah
mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,
pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya
diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan
tersebut dapat dicapai dengan baik.
Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering
dianggap hanya merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini
menyebabkan banyak Pemerintah Daerah masih merasa saying untuk
mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan
kurang prioritas disbanding dengan pembangunan sektor lainnya.
Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah
dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara
cepat, sementara yang lain lebih lambat; bahkan ada beberapa jenis sampah
yang tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya plastik. Hal ini
memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada
proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat
mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap
TPA yang telah ditutup.
2.2.1 Metoda Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah mengenal beberapa metoda dalam
pelaksanaannya yaitu:
a. Open Dumping
Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara
pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu
lokasi; dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah
lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda yang menerapkan cara ini
karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dan lain-lain).
Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi
pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:
Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dan lain-lain
Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan
Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul
Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor
b. Control Landfill
Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana
secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan
tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang
ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan
pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan
dan kestabilan permukaan TPA.
Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan
di kota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini
diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:
Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
Pos pengendalian operasional
Fasilitas pengendalian gas metan
Alat berat
c. Sanitary Landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara
internsional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga
potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian
diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi
penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk
kota besar dan metropolitan.
2.2.2. Persyaratan Lokasi TPA
Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan
terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan
dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat
rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI tentang
Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah; yang
diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan:
Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan
longsor, rawan gempa, dan lain-lain)
Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi
kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah
meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi
harus dilakukan masukan teknologi)
Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)
Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara
(jarak minimal 1,5 – 3 km)
Bukan daerah/kawasan yang dilindungi
2.3 Geologi Tata Lingkungan
Geologi Tata Lingkungan merupakan media dalam penerapan
informasi geologi melalui penataan ruang dalam rangka pengembangan
wilayah dan pengelolaan lingkungan, yaitu memberikan informasi
tentang karakteristik lingkungan geologi suatu lokasi/wilayah
berdasarkan keterpaduan dari aspek sumber daya geologi sebagai faktor
pendukung dan aspek bencana geologi sebagai faktor kendala.
Selanjutnya hasil kajian geologi lingkungan menggambarkan tingkat
keleluasaan suatu wilayah untuk dikembangkan.
Tingkat keleluasaan (restraint) suatu wilayah untuk dikembangkan
pada dasarnya menggambarkan tingkat kemudahan dalam
pengorganisasian ruang kegiatan maupun pemilihan jenis penggunaan
lahan (Indra Badri 2005). Pengertian keleluasaan yaitu peringkat
wilayah yang dapat dikembangkan sebagai kawasan budi daya dalam arti
leluasa dalam pemilahan penggunaan lahan dan mudah dalam
pengorganisasian ruang.
Tersedianya data dan informasi geologi lingkungan dapat
dijadikan bahan masukan dan sekaligus evaluasi terhadap Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota yang sudah ada maupun yang
akan disusun terutama berguna untuk:
Memberi gambaran secara garis besar rekomendasi dalam
penggunaan lahan ditinjau dari geologi lingkungan dan sebagai
bahan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten/Kota maupun bagi Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kecamatan.
Memberi gambaran mengenai faktor pendukung dan kendala
geologi lingkungan bagi pembangunan wilayah dan pengelolaan
lingkungan secara keseluruhan.
Penyusunan informasi Geologi Lingkungan dilakukan dengan
menggabungkan informasi dari peta tematik geologi maupun peta non-
geologi. Informasi geologi lingkungan dapat membantu mengatasi
permasalahan lingkungan dan upaya pengelolaannya melalui
rekomendasi penggunaan lahan dan juga menyediakan alternatif
pemecahan permasalahannya.
Analisis geologi lingkungan menggunakan metode
pembobotan/skoring secara kuantitatif dan penilaian para ahli ditumpang
susun (overlay) dari peta-peta tematik secara manual maupun dengan
Sistem Informasi Geografi (SIG).
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
Pasal 5 ayat (2) adalah landasan hukum bagi penataan lingkungan fisik
(geologi). Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa penataan ruang
berdasarkan fungsi utama kawasan yang terdiri atas kawasan lindung dan
kawasan budidaya. Pengertian kedua kawasan tersebut kemudian
dijelaskan dalam Pasal 1 no. 21 dan 22, yakni kawasan lindung adalah
wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan. Sedangkan kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional dijelaskan bahwa kawasan lindung geologi
merupakan bagian dari kawasan lindung nasional. Pada pasal 53
dijelaskan kawasan rawan bencana merupakan bagian dari kawasan
lindung geologi.
Kaitan Penataan Ruang dengan Undang-Undang RI No. 24 Tahun
2007 tentang penanggulangan bencana dijelaskan pada pasal 35 huruf f
mengenai pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dan dalam pasal
38 huruf d tentang penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 1 dijelaskan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis.
Geologi lingkungan merupakan gabungan interaksi antara tiga
ilmu bumi terapan yaitu Geomorfologi Terapan, Geologi Ekonomi dan
Geologi Teknik. Perkembangan dari interaksi ketiga ilmu terapan ini dan
fokusnya pada penataan lingkungan menghasilkan tiga kecenderungan
utama, yaitu:
1. Sustainable Development.
Konsep untuk mempertemukan antara kepentingan
pembangunan/eksploitasi dan konservasi lingkungan dan sistem
pengawasannya. Yaitu menciptakan sebuah konsep manajemen yang
mampu mengurangi dampak negatif dari eksplotasi sumber daya alam
dan pembuangan limbah.
2. Pertentangan dalam pengelolaan proses-proses yang terjadi di alam.
Dalam mitigasi bencana alam muncul dua tipe konsep
pengelolaan, yaitu:
The Structural Response, menekankan pada aspek-aspek teknik
sipil untuk mengatasi masalah yang timbul dari bencana alam,
misalnya dibuatnya konstruksi “sea wall” untuk mengatasi erosi
pantai.
The Process-based Response, menekankan pada sistem yang telah
terbentuk di alam dimanfaatkan dan dipelihara oleh kita agar tidak
menimbulkan bencana bagi manusia. Misalnya dalam pengelolaan
kondisi pantai, kita berusaha memahami proses dasar yang terjadi
secara alamiah di alam dan berusaha agar kondisi pantai tetap terjaga
dan terpelihara seperti aslinya.
3. Adanya pergeseran dari keterlibatan reaktif menjadi proaktif.
2.4 Geologi Lingkungan Sebagai Sebuah Model
Perkembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang proses-
proses alam telah menimbulkan konsep yang baik dalam pengelolaan
lingkungan terhadap, bencana alam yaitu mencegah (proaktif) adalah
lebih baik dari pada memperbaiki (reaktif). Akan tetapi untuk dapat
proaktif dibutuhkan data dan informasi yang akurat tentang penyebaran
sumber daya, bencana alam dan kondisi tanah maka berarti dibutuhkan
integrasi yang efektif antara tiga cabang ilmu kebumian yaitu
Geomorfologi Terapan, Geologi Teknik dan Geologi Ekonomi.
Dari sudut pandang yang lain, Geologi Lingkungan bisa juga
disebut sebagai manajemen dari sistem alam yaitu konsep yang sekarang
dikenal sebagai Sustainable Development, yaitu manajemen sumber
daya alam untuk mendukung pembangunan ekonomi dan sosial
berkelanjutan yang berkaitan dengan sumber daya alam terbarukan dan
upaya minimalisasi dampak dari pengambilan dan penggunaan
sumberdaya alam tak terbarukan. Kata kuncinya adalah manajemen
lingkungan yang efektif . Dalam hal ini kita tidak hanya melihat sisi
konsekuensi lingkungan yang timbul akibat interaksi manusia dengan
lingkungan geologis, tetapi juga sisi manajemen yang efektif untuk
menjamin ketersediaan sumber daya alam di masa depan, strategi
pembentukan lingkungan yang aman, dan pembuangan limbah yang
tepat, serta mitigasi dampak dari bencana alam.
Kondisi yang paling ideal untuk membahas Geologi Lingkungan
dan hubungannya dengan pembangunan adalah pada lingkungan
permukiman di perkotaan karena intensitas interaksi antara manusia
dengan lingkungan geologis sangat tinggi dan juga menimbulkan banyak
permasalahan yang memerlukan solusi tepat dalam pengelolaannya.
Gambar 2.1. Proses yang terjadi pada lingkungan permukiman di
perkotaan (Bennett, Matthew R. dan Peter Doyle, 1997)
Gambar 2.1. memperlihatkan tentang lingkungan perkotaan (urban
environment), dapat dianalogikan dengan sebuah mesin yang
membutuhkan input dan mengeluarkan output pada proses kerjanya.
Input terdiri dari:
Air, berasal dari reservoir dan sungai disekitarnya.
Bahan Mentah/Baku, berbentuk sumber daya mineral untuk industri
dan konstruksi.
Makanan.
Energi, sebagai produk akhir dari sumber daya alam seperti batubara, gas
danuranium.
Sedangkan output yang dihasilkan adalah:
Produk-produk dari industri dan perdagangan.
Limbah/Sampah, berbagai bentuk/jenis bahan-bahan sisa/buangan dan
limbah rumah tangga dan industry.
Polusi, disebabkan oleh strategi manajemen pembuangan limbah yang
buruk sehingga sistem air, tanah dan atmosfir alam tidak lagi mampu
untuk mendaur ulang limbah cair, padat maupun gas yang dihasilkan oleh
aktifitas lingkungan perkotaan.
Sistem mesin ini membutuhkan perawatan yang konstan dalam
rangka peningkatan dan pembangunan infrastruktur yang fondasinya
bergantung pada stabilitas kondisi geologi, dimana keamanan sistemnya
terancam oleh adanya bencana alam baik dari dalam bumi maupun dari
proses yang terjadi dipermukaan.
Gambar 2.2. Model skematis hubungan antara lingkungan
perkotaan dengan daerah di sekitarnya
(Bennett, Matthew R. dan Peter Doyle, 1997)
Gambar 2.2 memperlihatkan tentang model skematis tentang
hubungan antara pusat permukiman di perkotaan dengan kebutuhan akan
sumber daya alam dari daerah di sekitarnya. Agar hubungan ini tidak
membawa dampak negatif maka dalam pengelolaannya dibutuhkan
manajemen lingkungan yang tepat, dimana Geologi Lingkungan
memegang peranan sangat penting begitu pula dengan geologi teknik,
manajemen limbah dan mitigasi bencana alam. Pada gambar tersebut
dijelaskan tentang tingkat kebutuhan akan Geologi Lingkungan untuk
daerah perkotaan dan daerah sekitar perkotaan yang menjadi sumber dari
sumber daya alam yang dibutuhkan oleh daerah perkotaan tersebut.
2.5 Air Tanah
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
bebatuan di bawah permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu
sumber daya air. Selain air sungai dan air hujan, air tanah juga
mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga
keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah
tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri. Air tanah juga
berarti air yang mengalir di lapisan akuifer di bawah water table.
Dibeberapa daerah, ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah
mencapai ± 70%. Penduduk biasanya mengambil air dan air tanah
ditingkat dangkal untuk kebutuhan domestik dan pertanian, sedangkan
industri biasanya memerlukan air dalam jumlah banyak sehingga
mengambil air tanah dalam, yaitu dari sumur artesis. Air tanah bergerak
di dalam tanah mengisi ruang-ruang antarbutir tanah atau dalam retakan
batuan. Aliran air tanah merupakan salah satu rangkaian proses dalam
siklus hidrologi. Sumber utama air tanah adalah air hujan yang
terinfiltrasi, dikurangi penguapan dari permukaan tanah dan transpirasi.
Keberadaan air tanah sangat tergantung pada sifat lapisan batuan
yang ada dibawahnya. Lapisan batuan yang mudah dilalui oleh air,
minyak, dan gas disebut lapisan permiabel, terdiri dari batuan lepas-
lepas, seperti kerikil atau pasir. Permeabilitas ini tergantung dari jenis
tanah. Lapisan ini juga disebut lapisan akuifer. Akuifer dapat dibedakan
menjadi empat tipe, yaitu :
1. Akuifer tidak tertekan, batas atasnya adalah muka air tanah.
Kedalaman dan bentuk muka air tanah sangat tergantung pada
keadaan air di permukaan tanah, luas daerah tangkapan air, debit air,
dan banyaknya sumur.
2. Lapisan akuifer tertekan, sering disebut juga akuifer artesis, yakni
suatu lapisan air tanah yang terletak diantara dua lapisan kedap air.
3. Akuifer setempat, merupakan lapisan air yang lokasinya setempat-
setempat mengikuti lapisan kedap air yang keberadaannya juga
setempat setempat.
4. Akuifer semi tertekan, merupakan akuifer yang dibatasi oleh lapisan
yang agak tembus air.
Daerah-daerah yang banyak mengandung air tanah (akuifer)
diantaranya adalah dataran aluvial, daerah antargunung api, daerah kapur,
dan daerah delta/gosong pasir. Di daerah pantai, air tanah tawar banyak
dijumpai pada bekas beting pantai, air alam gosong pasir (natural levee).
Lahan ini basanya dignkan untuk areal pemukiman karena tersedia air
tanah dangkal yang tawar.
Secara alamiah, tinggi permukaan air tanah akan naik turun
(berfluktuasi), namun tetap dalam keadaan seimbang. Fluktuasi
permukaan air tanah terjadi karena:
1. Adanya kegiatan penghambatan air tanah untuk konsumsi manusia
(rumah tangga), industri, dan pertanian
2. Adanya pergantian musim, sehingga pada musim hujan tinggi muka
air tanah mengalami kenaikan, tetapi pada musim kemarau cenderung
menurun secara bertahap.
Lapisan batuan yang tidak dapat dilalui oleh air disebut lapisan
impermeabel atau lapisan kedap air yang terdiri dari tanah bertekstur
lempung. Adanya lapisan batuan yang berbeda ini mengakibatkan
perbedaan daya tampung lapisan batuan terhadap air.
Sistem perairan di bawah permukaan dapat disamakan dengan
sistem perairan permukaan dalam hal adanya input, output, dan
penyimpanan. Perbedaan yang paling mendasar adalah kecepatan dan
kapasitasnya; air tanah mengalir dengan kecepatan bervariasi, antara
beberapa hari hingga ribuan tahun untuk muncul kembali ke perairan
permukaan dari wilayah tangkapan hujan, dan air tanah memiliki
kapasitas penyimpanan yang jauh lebih besar dari perairan permukaan.
Input alami dari air tanah adalah serapan dari perairan permukaan,
terutama wilayah tangkapan air hujan. Sedangkan output alaminya
adalah mata air dan serapan menuju lautan.
2.5.1 Sumber-sumber Air Tanah
Berdasarkan jenisnya, air tanah dapat dikelompokkan ke dalam
tujuh bagian, yaitu sebagai berikut :
a) Meteoric Water (Vadose Water)
Air tanah ini berasal dari air hujan, dan terdapat pada lapisan
tanah yang tidak jenuh.Air dari danau, sungai, dan lelehan salju termasuk
dalam air meteorik yang perasal dari pengendapan secara tidak langsung.
Sementara sebagian besar air hujan atau air lelehan dari salju dan es
mencapai laut melalui aliran permukaan, sebagian besar dari air meteorik
merembes ke dalam tanah. Air yang sudah terinfiltasi akan mengalir ke
lapisan tanah jenuh dan menjadi bagian dari air tanah di akuifer.
b) Connate Water (Air Tanah Tubir)
Air tanah ini berasal dari air yang terperangkap dalam rongga-
rongga batuan endapan, sejak pengendapan tersebut terjadi. Termasuk
juga air yang terperangkap pada rongga-rongga batuan beku leleran
(lelehan) ketika magma tersembur ke permukaan bumi. Dapat berasal
dari air laut atau air darat. Ait connate juga disebut air fosil. Air ini
memiliki salinitas yang tinggi dibandingkan dengan air daerah laut.
c) Fossil Water (Air Fosil)
Air tanah ini berasal dari hasil pengendapan fosil-fosil, baik fosil
tumbuhan maupun fosil binatang.
d) Juvenil Water (Air Magma)
Air ini berasal dari dalam bumi (magma). Air ini bukan dari
atmosfer atau air permukaan, tetapi berasal dari magma yang berupa gas
(H2O) tang masuk ke bagian pori-pori bumi bagian dalam.
e) Pelliculkar Water (Air Pelikular)
Air yang tersimpan dalam tanah karena tarikan molekul-molekul
tanah.
f) Phreatis Water (Air Freatis)
Air tanah yang berada pada lapisan kulit bumi yang poreus
(sarang). Lapisan air tersebut berada di atas lapisan yang tidak tembus
air (pejal/kedap) atau di antara dua lapisan yang tidak tembus air.
g) Artesian Water (Air Artesis)
Air artesis ini dinamakan juga air tekanan (pressure water). Air
tersebut berada di antara dua lapisan batuan yang kedap (tidak tembus)
air, sehingga dapat menyebabkan air tersebut dalam keadaan tertekan.
Jika air tanah ini memeroleh jalan keluar baik secara disengaja atau tidak,
akan keluar dengan kekuatan besar ke permukaan bumi dan terjadilah
sumber air artesis.
2.5.2 Klasifikasi Air Tanah
1. Air Tanah Dangkal (air freatis)
Air tanah dangkal adalah air tanah yang terletak di atas lapisan
kedap air dan biasanya tidak begitu dalam. Air ini banyak dimanfaatkan
unutk sumur galian.
2. Air Tanah Dalam (air artesis)
Air tanah dalam adalah air tanah yang terletak di antara dua
lapisan kedap air, seperti air yang berasal dari pegunungan. Umunya air
ini terletak pada lapisan akuifer dengan jumlah air yang relatif besar. jika
tekanan air sangat besar.
2.5.3 Pencemaran Air Tanah
Pencemaran air tanah adalah keadaan dimana tanah tercemar oleh
pollutant sehingga membuat air yang berada didalamnya ikut tercemar.
Zat pencemar (pollutant) dapat didefinisikan sebagai zat kimia biologi,
radio aktif yang berwujud benda cair, padat, maupun gas, baik yang
berasal dari alam yang kehadirannya dipicu oleh manusia (tidak
langsung) ataupun dari kegiatan manusia (anthropogenic origin) yang
telah mengakibatkan efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan
lingkungannya. Tanda-tanda pencemaran air dapat dilihat secara:
1. Fisis, yaitu pada kejernihan air, perubahan suhu, perubahan rasa, dan
perubahan warna air.
2. Kimia, yaitu adanya zat kimia yang terlarut dalam air dan perubahan
pH
3. Biologi, yaitu adanya mikroorganisme di dalam air tersebut
Banyak penyebab yang dapat mengakibatkan air tanah tercemar,
misalnya saja terdapat bahan-bahan buangan hasil dari kegiatan manusia
yang terdapat pada sumur dan tanah yang mencemari air didalamnya.
Bahan-bahan tersebut dapat berupa :
1. BahanBuanganPadat
Bahan buangan padat adalah bahan buangan yang berbentuk padat,
baik yang kasar maupun yang halus, misalnya sampah. Buangan tersebut
bila dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan
pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal.
2. Bahan Buangan Organikdan Olahan Bahan Makanan
Bahan buangan organik umumnya berupa limbah yang dapat
membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang
ke perairan akan menaikkan populasi mikroorganisme. Seperti :sayur,
bahan makanan yang membusuk, buah-buahan, dan lain sebagainya.
3. Bahan Buangan Anorganik
Bahan buangan anorganik sukar didegradasi oleh mikroorganisme,
umumnya adalah logam. Apabila masuk keperairan, maka akan terjadi
peningkatan jumlah ion logam dalam air. Bahan buangan anorganik ini
biasanya berasal dari limbah industri yang melibatkan unsur-unsur logam
seperti timbal (Pb), Arsen (As), Magnesium (Mg), dan lain-lain.
4. Bahan Buangan Cairan Berminyak
Bahan buangan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan
mengapung menutupi permukaan air. Jika bahan buangan minyak
mengandung senyawa yang volatile, maka akan terjadi penguapan dan
luas permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut.
Penyusutan minyak ini tergantung jenis minyak dan waktu. Lapisan
minyak pada permukaan air dapat terdegradasi oleh mikroorganisme
tertentu, tetapi membutuhkan waktu yang lama.
5. Bahan Buangan Zat Kimia
Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi dalam bahan
pencemaran air ini akan dikelompokkan menjadi :
1. Sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya)
2. Bahan pemberantas hama (insektisida)
3. Zat warna kimia
4. Zat radioaktif
Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan
tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk kedalam
tanah. Pencemaran yang masuk kedalam tanah kemudian terendap
sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat
berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat
mencemari air tanah dan udara di atasnya.
6. Air Lindi
Air lindi ditemukan pada lapisan tanah yang digunakan sebagai
open dumping, yaitu kira-kira berjarak 2 meter di bawah permukaan
tanah. Pengaruh pencemaran lindi terhadap lingkungan disekitar TPA
antara lain dapat berpengaruh pada perubahan sifat fisik air, suhu air,
rasa, bau dan kekeruhan. Suhu limbah yang berasal dari lindi umumnya
lebih tinggi dibandingkan dengan air yang tidak tercemar lindi. Hal ini
dapat mempercepat reaksi kimia dalam air, mengurangi kelarutan
oksigen dalam air, mempercepat pengaruh rasa dan bau.
Terkontaminasinya sumber air tanah dangkal oleh zat-zat kimia
yang terkandung dalam lindi seperti misalnya nitrit, nitrat, ammonia,
kalsium, kalium, magnesium, kesadahan, klorida, sulfat, BOD, COD, pH
yang konsentrasinya sangat tinggi akan menyebabkan terganggunya
kehidupan hewan dan binatang lainnya yang hidup di sawah disekitar
TPA. Disamping itu pula tercemarnya air bawah permukaan yang
diakibatkan oleh lindi berengaruh terhadap kesehatan penduduk terutama
bagi penduduk yang bermukim di sekitar TPA. Lindi yang semakin lama
semakin banyak volumenya akan merembes masuk ke dalam tanah yang
nantinya akan menyebabkan terkontaminasinya air bawah permukaan
yang pada akhirnya akan menyebabkan tercemarnya sumur-sumur
dangkal yang dimaanfaatkan oleh penduduk sebagai sumber air minum.
2.6 Udara
Udara merujuk kepada campuran gas yang terdapat pada
permukaan bumi. Udara bumi yang kering mengandungi 78% nitrogen,
21% oksigen, dan 1% uap air, karbon dioksida, dan gas-gas lain.
Kandungan elemen senyawa gas dan partikel dalam udara akan
berubah-ubah dengan ketinggian dari permukaan tanah. Demikian juga
massanya, akan berkurang seiring dengan ketinggian. Semakin dekat
dengan lapisan troposfer, maka udara semakin tipis, sehingga melewati
batas gravitasi bumi, maka udara akan hampa sama sekali.
Apabila makhluk hidup bernapas, kandungan oksigen berkurang,
sementara kandungan karbon dioksida bertambah. Ketika tumbuhan
menjalani sistem fotosintesa, oksigen kembali dibebaskan.
Di antara gas-gas yang membentuk udara adalah seperti berikut :
Helium
Nitrogen
Oksigen
Karbon dioksida
2.6.1 Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi
fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat
membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu
estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami
maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti
polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi
udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat
bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.
Pencemaran udara di dalam ruangan dapat mempengaruhi
kesehatan manusia sama buruknya dengan pencemaran udara di ruang
terbuka.
2.6.2 Sumber Polusi Udara
Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu, pencemar primer
dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar
yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon
monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia
merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi
pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di
atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah
contoh dari pencemaran udara sekunder.
Belakangan ini tumbuh keprihatinan akan efek dari emisi polusi
udara dalam konteks global dan hubungannya dengan pemanasan global
yg memengaruhi:
Kegiatan manusia
Transportasi
Industri
Pembangkit listrik
Pembakaran (perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai
jenis bahan bakar) termasuk pembakaran biomassa secara
tradisional.
Gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti CFC
Sumber alami
Gunung berapi
Rawa-rawa
Kebakaran hutan
Denitrifikasi
Dalam kondisi tertentu, vegetasi dapat menghasilkan senyawa
organik volatil yang signifikan yang mampu bereaksi dengan polutan
antropogenik membentuk polutan sekunder.
Sumber-sumber lain
Transportasi, Kebocoran tangki gas, Gas metana dari tempat
pembuangan akhir sampah dan Uap pelarut organik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan tahapan tentang cara kerja yang
digunakan dalam menganalisis suatu bahan kajian dalam lingkup ini yaitu
karya ilmiah tugas akhir untuk mendapatkan hasil data yang baik dan
sistematis. Adapun metode penelitian yang dilakukan dalam
menyelesaikan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
3.1.1 Metode Survei
Metode survei yaitu metode yang dilakukan dalam
pengambilan data analisis tugas akhir dengan cara pengamatan
secara langsung mengenai lokasi yang ditentukan maupun objek
yang dijadikan sebagai bahan analisis atau penelitian. Pengamatan
secara langsung dilakukan melalui observasi lapangan atau pemetaan
permukaan (Surface Mapping) dengan tujuan mengamati kondisi
geologi wilayah pemetaan secara umum yang meliputi pengamatan
geomorfologi, litologi, tata guna lahan, airtanah daerah penelitian,
sumberdaya geologi, potensi sumberdaya geologi wilayah penelitian,
hingga melakukan wawancara ke warga disekitar wilayah penelitian
khususnya di daerah sekitar TPA Kaliori tersebut, untuk mengetahui
kondisi perubahan ataupun dampak yang ditimbulkan akibat
keberadaan TPA tersebut terhadap warga sekitar.
3.1.2 Metode Deskriptif
Metode deskriptif yaitu metode yang dilakukan untuk
mendeskripsikan objek geologi yang telah dilakukan atau didapatkan
melalui observasi dari pemetaan permukaan sebelumnya yang
kemudian dideskripsikan untuk mendapatkan data lebih lanjut
seperti: pendeskripsian geomorfologi (bentuklahan) disekitar
wilayah penelitian, pendeskripsian litologi (batuan) yang terdapat di
wilayah penelitian dan sekitarnya, pendeskripsian mengenai
perubahan sebelum dan sesudah adanya objek penelitian (TPA
Kaliori) tersebut, kondisi arah angin pada siang dan malam hari,
hingga kondisi kesehatan terhadap warga sekitar akibat adanya TPA
Kaliori tersebut.
3.1.3 Metode Analisis
Metode analisis yaitu metode yang digunakan untuk
menganalisis suatu sampel atau pengamatan dari data dilapangan
yang kemudian diambil hasil dari data-data yang telah diolah dengan
sampel dan data pengamatan sebelumnya.
Analisis yang dilakukan dari pengamatan lapangan maupun
data yang didapatkan yaitu analisis geomorfologi, analisis litologi,
hingga analisis mengenai keberadaan TPA Kaliori terhadap dampak
pengaruh airtanah disekitar lokasi TPA dan pemukiman warga.
Untuk penjelasan masing-masing metode data analisis adalah
sebagai berikut :
1. Analisis Geomorfologi
Analisis geomorfologi adalah analisis yang dilakukan
dengan cara mengamati kondisi bentuk lahan ataupun relief dari
lokasi pengamatan yang dikaji. Analisis ini dilakukan dengan
pengamatan langsung dilapangan sekitar TPA Kaliori dan data-
data pengamatan terdahulu. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah bentuk lahan, kelerengan lokasi, tumbuhan disekitar lokasi
penelitian dan tata guna lahan yang terdapat disekitar daerah atau
lokasi TPA kaliori tersebut yang digunakan untuk aktivitas
kegiatan masyarakat sekitar.
2. Analisis Litologi
Analisis litologi adalah analisis yang dilakukan melalui
pengamatan langsung dilapangan mengenai batuan atau lapisan
batuan penyusun yang terdapat disekitar daerah penelitian.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kondisi lapisan
permukaan dari daerah penelitian, sehingga diketahui kondisi
lapisan tanah daerah tersebut yang menjadi “penyangga” beban
diatasnya, baik seperti persawahan, perkebunan, pemukiman,
hingga dijadikan tempat pembuangan akhir (TPA) yang menjadi
objek kajian penelitian ini.
3. Analisis Airtanah
Analisis ini dilakukan dengan cara mengamati perubahan
airtanah pada lokasi penelitian dan wilayah sekitarnya terhadap
keberadaan tempat pembuangan akhir (TPA) Kaliori tersebut.
Analisis atau pengamatan yang dilakukan dilihat dari perubahan
warna dan aroma (bau) yang terdapat pada airtanah disekitar
wilayah pemukiman warga yang dekat dengan daerah TPA
Kaliori tersebut, yang dilihat dari perbedaan sebelum dan sesudah
adanya keberadaan TPA terhadap dampaknya kepada masyarakat.
Dengan analisis ini ditambah pengaruh kesehatan warga sekitar,
dapat diketahui dampak yang muncul ataupun yang berpotensi
mempengaruhi kehidupan warga disekitar TPA Kaliori tersebut.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada saat pelaksanaan penelitian
langsung dilapangan antara lain :
Kompas Geologi
Palu geologi berupa palu batuan sedimen
Global Positioning System (GPS)
Buku catatan lapangan
Kantong sampel
Kamera
Pensil
Pulpen
Penggaris
Penghapus atau stip X
Software Global Mapper 10, ArcGIS 10, Google Earth, Corel Draw
Peta Geologi Regional Lembar .............. skala 1:100.000 tahun 1992
oleh Soerono, B. Toha, dan I. Sudarno.
Peta RBI Lembar Purwokerto, skala 1:25.000 tahun 1998 oleh
BAKOSURTANAL.
3.3 Tahapan Penelitian
Tahapan dalam penulisan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan
penelitian, yaitu tahap persiapan, tahap pengolahan data, dan tahap yang
terakhir adalah tahap penyajian data. Secara lebih jelas akan diuraikan
sebagai berikut :
3.3.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan adalah tahap yang dilakukan sebelum
memulai pengambilan data langsung ke lokasi atau objek yang akan
dilakukan penelitian tersebut. Dalam penelitian kali ini adalah
pemetaan lapangan pada daerah TPA Kaliori dan sekitarnya. Hal ini
dilakukan agar data yang akan diambil dapat terperinci dan
didapatkan data lapangan yang lebih maksimal. Tahapan persiapan
ini meliputi :
1. Melakukan studi pustaka dari berbagai sumber literatur maupun
pustaka dan penelitian terdahulu mengenai informasi yang dapat
diperoleh dari daerah penelitian yang akan diteliti, mulai dari
kondisi geologi daerah tersebut seperti fisiografi secara regional,
litologi daerah penelitian, stratigrafi, hingga kondisi geomorfologi
dari daerah penelitian yaitu TPA Kaliori.
2.