Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng2_KDKL HIKESPI_dg Scan Tt Tim

122
LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN LUWENG SERPENG 2 Dusun Serpeng, Desa Pacar Rejo, Kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul, DIY Tim Investigasi Kecelakaan Luweng Serpeng 2 YOGYAKARTA APRIL 2013 A Dae rah Rawan s aat pen elus uran musim hujan PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

Transcript of Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng2_KDKL HIKESPI_dg Scan Tt Tim

LAPORAN INVESTIGASI

KECELAKAAN LUWENG SERPENG 2

Dusun Serpeng, Desa Pacar Rejo, Kecamatan Semanu

Kabupaten Gunungkidul, DIY

Tim Investigasi Kecelakaan Luweng Serpeng 2

YOGYAKARTA

APRIL 2013

A

Dae rah Raw an s aat

pen elus uran musim hujan

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

ii

ABSTRAK

"Kesalahan pada sebuah sub sistem diawal sistem sebuah kegiatan akan

membawa kesalahan sistemik di sub sistem turunan dibawahnya"

Secara berkala dan rutin HIKESPI telah mengadakan kursus speleologi dari berbagai jenjang sejak 1983. Pada tahun 2013 kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY . Rangkaian kegiatan meliputi kursus jenjang Assistant Instructor dan Instructur, serta Kursus Dasar dan Kursus Lanjutan. Panitia dan instruktur berasal dari dalam dan luar kota Jogjakarta, mereka adalah lulusan berbagai level kursus yang diselenggarakan HIKESPI. Pada tanggal 19 Maret 2013 peserta Kursus Lanjutan dibagi ke tiga lokasi gua yang berbeda, yaitu Luweng Ceblok, Luweng Ngingrong, dan Luweng Serpeng 2 untuk melakukan praktik teknik rigging, mapping dan pengambilan data SOSMED. Musibah menimpa kelompok 3 di Luweng Serpeng 2 yang mengakibatkan 3 orang meninggal dunia karena terjebak banjir. Untuk mendapatkan fakta kejadian yang obyektif dan membuat rekomendasi untuk perbaikan dimasa datang, HIKESPI berinisiatif menyusun Tim Investigasi. Tim ini terdiri dari orang-orang berasal dari berbagai organisasi dan institusi yang mewakili kegiatan Speleologi, Akademisi, SAR dan organisasi asal dari para korban. Laporan ini berisi tentang hasil investigasi yang meliputi aspek alam, manajemen dan teknis. Investigasi ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer melalui wawancara dengan panitia, korban selamat, penduduk setempat, kelompok-kelompok kegiatan pertolongan (rescue), serta rekonstruksi kejadian di lapangan, baik di permukaan maupun di dalam gua. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mendokumentasikan data video, foto, curah hujan dan arsip kegiatan dari panitia. Berdasarkan data-data tersebut, kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan fakta kejadian, menyusun krologi kejadian dan rekomendasi. Luweng Serpeng 2 merupakan lubang pengeringan (swallow hole) dari sebuah area tangkapan air seluas 0,929 km2. Luweng ini mempunyai 2 buah entrance,

menurut peta dan diskripsi Cave Survey Mc Donald 82-84, luweng berbentuk vertikal multipitch/ berundak. Dipetakan melalui Entrance 2, urutan lintasan berurutan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan, panjang dan arah lorong horisontal diantaranya. Rigging awal saat kejadian memilih entrance (2) sebagai posisi untuk memasuki gua, posisi ini menjadi alur utama aliran air yang masuk kedalam gua ketika ada aliran permukaan didaerah tangkapan saat hujan turun. Dari permukaan hingga dasar P17 rata-rata anchor terpasang pada posisi rendah bahkan sebagian menempel lantai gua kecuali backup anchor P17. Enam orang peserta dan seorang instructor turun ke dalam gua.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

iii

Hujan terjadi di sekitar mulut gua pada pukul 15.15 WIB. Sekitar pukul 15.43 WIB terjadi banjir fase I di sekitar mulut gua yang kemudian diikuti banjir fase II pada pukul 16.03 WIB. Pada tanggal tersebut terjadi 2 kejadian hujan di lokasi. Kejadian pertama pada saat perjalanan tim ke Luweng Ngingrong. Langit cerah namun turun gerimis sebentar. Kejadian ke dua pada saat perjalanan tim dari Luweng Ngingrong ke Luweng Serpeng 2. Hujan turun lebat sebentar, kemudian panas lagi. Saat kejadian banjir peserta terbagi menjadi tiga posisi yang berbeda, satu orang didasar P17, lima orang bertahan di ceruk di pinggir sisi kanan bibir P17, satu orang tertahan di ketinggian 3-5 meter dilintasan P30. Lima orang yang bertahan di ceruk terhanyut, terseret dan tertahan dibibir P17, bergantung pada tali yang mengarah dibackup anchor dengan masing-masing menggunakan jammer sebagai pengaman. Saat rescuer pertama kali sampai diposisi korban, tiga dari lima orang yang tertahan dibibir P17 dinyatakan sudah meninggal. Usaha pertolongan berikutnya dilakukan internal Hikespi dengan bantuan polisi, tim SAR, PMI dan masyarakat sekitar. Upaya pertolongan dan pengangkatan korban dari dalam gua ke permukaan berakhir pada jam 24.00 WIB, dan semua korban dibawa ke RSUD Wonosari .

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

iv

DAFTAR ISI

Halaman Sampul i Abstrak ii Daftar Isi iv Anggota Tim Investigasi v Kata Pengantar dan Ucapan Terimakasih vi Lembar Tanda Tangan Persetujuan Seluruh Anggota Tim Terhadap Isi Laporan di Yogyakarta, 24 April 2013 vii BAB I. KODE ETIK, KEWAJIBAN, DAN BAHAYA PENELUSURAN GUA 1

1.1. Kode Etik Penelusuran Gua 1 1.2. Kewajiban Penelusur Gua 3 1.3. Bahaya Penelusuran Gua 5

BAB II. KONDISI LUWENG SERPENG 2 DAN DAERAH TANGKAPAN AIRNYA 16

2.1. Lokasi Luweng Serpeng 2 16 2.2. Iklim 18 2.3. Daerah Tangkapan Air Luweng Serpeng 2 18 2.4. Batuan dan Tanah 20 2.5. Tutupan Lahan 21

BAB III. HASIL INVESTIGASI DAN FAKTA-FAKTA KEJADIAN 23

3.1. Kejadian Hujan dan Banjir serta Kronologinya 23 3.2. Profil dan Karakter Luweng Serpeng 2 30 3.3. Manajemen 33 3.4. Teknik Penelusuran Gua Vertikal, Rigging dan Kejadian Kecelakaan,

Operasional Rescue. 39 3.5. Kronologi Kejadian 49

BAB IV. SARAN DAN REKOMENDASI 77 4.1. Aspek Manajemen dan Persiapan 77 4.2. Aspek Manajemen Alam : Morfologi Karst, Cuaca, Musim dan. Gua 77 4.3. Aspek Teknik Penelusuran Gua Vertikal 80 4.5. Aspek Teknik Rigging 80

TERMINOLOGI 82

Lampiran: Silabus dan Kompetensi Kursus Penelusuran Goa HIKESPI 84

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

v

ANGGOTA TIM INVESTIGASI

No Nama Lembaga/Organisasi Nomer Kontak Keterangan

1 Dr. Eko Haryono Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta

08122711480 Ketua Tim Investigasi

2 Thomas Suryono ASC, Yogyakarta 081352226926 Koordinator Tim Teknis

3 Galang Harindito ASC, Yogyakarta 081349241901 4 Juswono

Budisetiawan, S.Si. M.Sc.

MATALABIOGAMA, Yogyakarta

08122719439

5 Pipit Noviyani MATALABIOGAMA, Yogyakarta

083867054706

6 Susilo Hadi, M.Si. PhD.

Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta

08122940504

7 Zuliadhi Mulantosi Arisan Caving Yogyakarta, SEKBER PPA DIY

0815787787212

8 Yohanis Setitit Arisan Caving Yogyakarta, SEKBER PPA DIY

085643351519

9 Subekti ISI Yogyakarta 08995391230

10 Dr. Pindi Setiawan WANADRI, Bandung 081316077565

11 Sugeng Triyono (Jabrik)

SARDA DIY 081807345624 Koordinator Tim Manajemen

12 Agus Fitriyanto H (Kenyung)

PPA Gunungkidul 087838225282

13 Sukamto SAR BARON 087843115907

14 Naibul Umam, M.Si Mapala Satria UMP 08156553864

15 Priyo Arief Wicaksono

Mapala Satria UMP 085747941291

16 Bayu Mandra Putra Mapala Satria UMP 085726545488

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

vi

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan ucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa Tim Investigasi

kecelakaan Luweng Serpeng 2 mengakhiri tugas yang diemban selama kurang

lebih 1 bulan sejak dibentuk. Tim investigasi mengemban tugas secara langsung

dari presiden Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia (HIKESPI) dan tugas

amanah terutama dari keluarga korban, pihak terkait, segenap masyarakat dan

secara khusus para speleologiwan. Tugas utama tim adalah mengumpulkan

data-data, mencari fakta, serta menyusun kronologis secara benar dan lengkap

atas kejadian kecelakaan di luweng serpeng 2 pada acara kegiatan Kursus

Dasar dan Kursus lanjutan (KDKL) HIKESPI. Dalam tugas ini telah dilakukan

pengumpulan data yang berasal dari wawancara dengan berbagai pihak,

data sekunder yang berupa foto udara, citra, data kejadian hujan sekitar waktu

kejadian, pustaka, dan peninjauan lapangan serta rekonstruksi di sekitar dan di

dalam luweng khususnya di titik-titik penting yang berkaitan dengan kejadian,

serta berbagai diskusi analisa data dan informasi yang telah terkumpul.

Hasil tim investigasi terutama adalah fakta-fakta kejadian, kronologi

kejadian, serta saran dan rekomendasi untuk kebaikan semua pihak serta

pelajaran penelusuran untuk kegiatan berikutnya yang lebih baik. Hasil tim tidak

dalam bentuk penentuan keputusan kesalahan atau pembenaran kejadian,

namun lebih bersifat menyajikan informasi serta pemberian rekomendasi untuk

keadaan yang lebih baik.

Dalam melaksanakan tugas, banyak pihak yang sangat membantu dan

berperan, sehingga tim dapat menyelesaikan tugas. Untuk itu tim sangat

berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian

laporan ini.

Mohon maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan. Mudah-

mudahan rekan-rekan yang menjadi korban meninggal mendapat

pengampunan atas segala kesalahan dan mendapat tempat yang baik dari

Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Mudah-mudahan keluarga dan

rekan mendapat kesabaran dan petunjuk sehingga kejadian ini dapat menjadi

hikmah. Mudah-mudahan hasil ini bermanfaat dan menjadi kebaikan bagi

kegiatan speleologi Indonesia. Amin.

Ketua Tim beserta anggota

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

1

BAB I

KODE ETIK, KEWAJIBAN, DAN BAHAYA PENELUSURAN GUA

1.1. Kode Etik Penelusuran Gua

Penelusuran gua dilarang:

Mengambil sesuatu – kecuali mengambil foto

Meninggalkan sesuatu – kecuali meninggalkan jejak kaki

Membunuh sesuatu – kecuali membunuh waktu

Kode etik ini pertama kali dicetuskan oleh National Speleological Society

(Amerika Serikat). Karena mudah dipahami setiap penelusuran gua, maka kode

etik ini diterima secara internasional dan menjadi pegangan bagi semua

penelusuran gua. Setiap penelusuran gua dilarang mengeluarkan atau

memindahkan sesuatu dari bahan gua tanpa tujuan jelas. Bila dilakukan untuk

tujuan ilmiah maka tindakan itu harus selektif dan dilaksanakan oleh yang

berwenang. Mengambil binatang dalam gua untuk tujuan identifikasi

(taksonomi) misalnya, harus disertai kesadaran bahwa jumlah binatang unik itu

mungkin sangat terbatas. Dengan demikian, jumlahnya harus dievaluasi terlebih

dahulu dan hanya diambil satu atau dua spesimen untuk penelitian.

Sebelumnya wajib diketahui, bahwa tidak ada peneliti lain yang sudah

mengambil binatang yang sama, dari gua yang sama, untuk penelitian pula.

Kegiatan penelusuran gua wajib dilaksanakan secara tertib, hati – hati dan

penuh pengertian. Hindarilah penelusuran gua belantara, yang belum dikelola

untuk kunjungan umum, secara masal.

Menelusuri gua belantara oleh banyak orang sekaligus, dengan aneka sumber

cahaya untuk penerangan akan merubah iklim mikro gua. Hal ini akan mengusik

kehidupan binatang khas gua: apabila kalau para penelusur itu hiruk pikuk.

Kelelawar dan burung walet penghuni gua senantiasa terganggu oleh

keberadaan penelusur gua. Binatang yang memegang peran penting untuk

menjaga keseimbangan ekologi di atas permukaan tanaha, potensial pindah

tempat bila suatu gua belantara terlampau sering dikunjungi orang.

Kegiatan menelusuri gua, baik dari segi olahraga, petualangan maupun ilmiah,

bukanlah hal yang perlu dipertontonkan dan tidak perlu penonton.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

2

Ingat bahwa tidak semua orang yang berkeinginan memasuki gua menjiwai

kode etik dan moral penelusuran gua. Banyak di antaranya masih bersifat

vandalis yang sering mengotori gua, mencoret-coretinya, bahkan mematahkan

dekorasi gua berumur ribuan tahun atau menangkap binatang khas gua untuk

cindera mata (suvenir). Karenanya jangan mengajak sembarang orang masuki

gua dengan tujuan untuk mempertontonkan kebolehan, keberanian atau

keterampilan si pengajak. Bila suatu gua dirusak vandalis yang ternyata pernah

diajak seorang penelusur gua, maka si pengajak yang bertanggung jawab.

Penelusur gua wajib bertindak wajar. Tidak melampui batas kemampuan fisik

maupun teknik dan kesiapan mental dirinya sendiri. Tidak memandang rendah

kesanggupan sesama penelusur.

Cukup sering terjadi atau kecelakaan dalam gua karena penelusur

memaksakan dirinya melakukan tindakan – tindakan teknis yang belum dikuasai

secara sempurna. Hal ini dilakukan karena rasa malu terhadap sesama

penelusur yang lebih terampil atau dicemoohkan bila terbukti tidak mampu. Itu

sebabnya pemimpin penelusur gua wajib mengenal keadaan fisik, mental dan

derajat ketrampilan masing–masing penelusur gua. Ketrampilan teknis, mental

dan fisik penelusur gua yang paling tidak mampu harus dijadikan patokan

intensitas penelusuran gua.

Senantiasa menunjukkan respek pada penelusur gua lain dengan cara

� Tidak mengambil atau memindahkan alat atau perlengkapan yang sedang

digunakan atau ditinggalkan mereka tanpa izin pemiliknya.

� Tidak melakukan tindakan–tindakan yang membahayakan penelusur gua

lain.

� Tidak menghasut pihak ke tiga untuk menghalangi penelusur gua lainnya

memasuki gua.

� Tidak melakukan duplikasi penelitian yang sedang dilakukan peneliti lain,

pada gua yang sama.

Tidak melakukan publikasi kepertualangan dalam media masa dengan tujuan

memamerkan diri atau kelompok dan menyebut nama serta lokasi gua, karena

hal itu senantiasa mengundang para vandalis dan petualang lainnya yang tidak

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

3

atau belum memiliki kode etik dan moral penelusuran gua, untuk mengunjungi

gua tersebut.

Secara internasional butir kode etik ini dipegang teguh. Bila suatu lokasi gua

belantara dipublikasikan dalam media massa, diimbuhi dengan deskripsi

keindahan, keunikan atau “tantangan “ gua tersebut, maka berita demikian

senantiasa menjadi daya tarik bagi petualang lain, yang belum tentu memiliki

ketrampilan yang memadai dan etika konservasi lingkungan alam bawah

tanah. Akibatnya ialah rusaknya gua tersebut atau musibah yang dialami oleh

penelusur yang belum siap mental, fisik dan teknis. Publikasi untuk umum dalam

media massa boleh dilakukan, asal proporsional. Tidak dilebih-lebihkan, dan

pakailah nama maupun lokasi fiktif gua. Yang diutamakan ialah laporan

lengkap yang diserahkan kepada instansi yang berhak mendapatkannya dan

para pemberi rekomendasi serta izin penelusuran gua. Bila dibutuhkan surat

rekomendasi untuk mendapat izin menelusuran suatu gua, maka penerima

rekomendasi dan izin wajib membuat laporan selekasnya, yang diserahkan

kepada pihak – pihak tersebut.

1.2. Kewajiban Penelusur Gua

Penelusur gua berkewajiban untuk:

Senantiasa memperhatikan keadaan cuaca. Tidak memasuki gua yang mudah

kebanjiran pada musim hujan.

Senantiasa menyadari, bahwa kegiatan penelusuran gua bukan merupakan

hak, tetapi wajib dianggap sebagai suatu anugrah, rahmat, karunia dan

berkah (privilege)

Memilih sebagai tujuan utama penelusuran gua: koservasi (pencagaran) gua

dan lingkungannya. Karenanya wajib menjaga kebersihan gua dan

lingkungannya.

Wajib memberi pertolongan sesuai dengan batas kemampuan, bila ada

penelusur gua dari rombongan lain yang membutuhkannya.

Bertindak sopan dan tidak menggangu ketenteraman penduduk didekat lokasi

system perguaan. Tidak boleh menyinggung perasaan mereka.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

4

Mengikuti secara patuh dan seksama semua prosedur perizinan yang

dipersyaratkan dan memberi laporan kepada pemberi izin.

Wajib memberitahukan kepada sesama penelusur, bila dijumpai bagian–

bagian yang berbahaya dalam gua tertentu.

Bila mengalami suatu musibah, maka hal itu tidak boleh dirahasikan. Wajib

dilaporkan kepada penduduk dan pemerintahan daerah setempat,

kepada pengawas dan pengelola wilayah tersebut dan semua penggiat

penelusur gua yang dikenal, untuk disebarluaskan, agar jangan sampai

musibah tersebut terulang kembali.

Bila ada rencana menelusuri gua, wajib memberitahukan kepada keluarga,

rekan atau sesama anggota perkumpulan, penduduk dan kepala desa

terdekat data sebagai berikut:

1. Maksud dan tujuan menelusuri gua, rencana waktu masuk, rencana waktu

keluar, daftar nama penelusur lengkap alamat dan nomor telepon.

2. Bila sampai terjadi muzibah, atau belum keluar pada waktu yang

sudah ditentukan, siapa yang harus dihubungi dan dengan cara apa.

3. Wajib memilih dan patuh kepada pemimpin penelusur gua yang

kompeten, berwibawa dan sudah berpengalaman. Khususnya dalam

menentukan kesiapan mental, fisik dan derajat ketrampilan

penelusuran gua, yang wajib disesuaikan dengan derajat kesulitan

gua.

Wajib mempelajari semua acuan yang dibutuhkan sebelum memasuki gua:

peta geologi, peta topografi, keadaan iklim, khususnya curah hujan, peta-peta

gua yang ada, literatur terkait, menghubungi nara sumber, mengumpulkan dan

menganalisa informasi penduduk setempat atau jurukunci perihal gua tersebut.

Wajib mempersiapkan diri secara fisik, mental dan ketrampilan menggunakan

semua alat atau perlengkapan yang harus tersedia secara lengkap,

sesuai kebutuhkan.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

5

1.3. Bahaya Bahaya Penelusuran Gua

Apabila hendak membicarakan “BAHAYA” penelusuran gua, maka

secara konseptual dan diakui secara INTERNASIONAL ialah adanya dua

pengertian yang berbeda pendekatannya.

Kedua pengertian itu harus diperhatikan secara bersama, tidak boleh terpisah

dan keduanya harus ditangai secara bersama. Baik dari segi perizinan,

rekomendasi, kegiatan penelusuran gua, pendataan gua, konsep pengolahan

gua, untuk tujuan apapun.

1. Pengertian ANTROPOSENTRISME.

2. Pengertian SPELEOSENTRISME.

1. Antroposentrisme

Dalam pemikiran ANTROPOSENTRISME, yang diperhatikan sebagai obyek utama

ialah MANUSIA PENGUNJUNG GUA. MANUSIALAH yang perlu dilindungi

terhadap bahaya. Ia harus aman, nyaman menelusuri gua. Hal ini terutama

dianut secara salah, karena hanya memperhatikan satu segi saja) oleh para

konsultan, pihak berwenang, pada waktu membuka gua untuk umum. Karena

hanya mengutamakan keselamatan manusia, maka gua dikorbankan dan

akan rusak.

Bahaya dari sudut pandang ANTROPOSENTRISME:

a. Terpeleset/terjatuh dengan akibat fatal, atau gegar otak, terkilir, terluka,

patah tulang, dsb. Hal ini paling sering terjadi, antara lain karena: penelusur

terburu-buru, loncat, salah menduga jarak yang dilangkahi, dsb.

b. Kepala terantuk atap gua/stalaktit/bentukan gua lainnya.

Akibatnya: luka memar, luka berdarah, gegar otak. Wajib pakai helm.

c. Tersesat.

Terutama bila lorong bercabang–cabang dan daya orintasi pemimpin regu

penelusuran gua kurang baik. Karenanya setiap penelusur wajib dilakukan

dengan penuh perhatian oleh setiap penelusur. Bentuk lorong yang telah

dilewati, dibelakang punggung harus diperhatikan secara periodik, karena

saat kembali pasti berbeda dengan saat pergi. Pada setiap percabangan

ditnggalkan tanda yang mudah diperhatikan dan tidak merusak lingkungan

(misalnya tumpukan batu, atau kertas berwarna dan berefleksi bila kena

sorotan lampu (fluorensensi) yang mudah diangkat kembali). Bisa juga

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

6

menelusi gua sambil mengukurnya dengan tali topofil. Pulangnya tinggal ikuti

tali tersebut sambil menggulungnya kembali. Hal ini tambah penting, apabila

kecuali bercabang gua bertingkat banyak.

d. Tenggelam. Terutama apabila nekat memasuki gua pada musim hujan tanpa

mempelajari topografi dan hidrologi karst maupun sifat sungai di bawah

tanah. Bahaya menjadi semakin nyata kalau harus melewati air terjun atau

jeram deras. Apabila kalau harus melakukan penyelaman bebas tanpa alat

dan penelusur kurang mahir berenang/menyelam. Mengarungi sungai yang

dalam, harus pakai tali pengaman dengan lintasan tetap.

e. Kedinginan (hipotermia). Hal ini terutama bila lokasi gua jauh di atas

permukaan laut, penelusur beberapa jam terendam air, dan adanya angin

kencang yang berhembus dalam rolong tersebut. Diperberat apabila

penelusur lelah, lapar, tidak pakai pakian memadai. Karenanya harus tepat

tahu lokasi mulut gua dan lorong-lorong, ketinggiannya di atas permukaan

laut (diukur pakai altimeter), suhu air dan udara dalam gua. Harus pula masuk

gua dalam keadaan fisik sehat, cukup makan dan bawa makanan

cadangan bergizi tinggi.

f. Dehidrasi, Kekurangan cairan. Hal ini sudah merupakan bahan penelitian

cermat di Perancis (lihat Warta Speleo No 9 1987, halaman 49-53). Hampir

senantiasa, bila sudah timbul rasa haus, sudah ada gejala dehidrasi dan

minum cairan sudah terlambat: tidak akan memenuhi kebutuhan lagi.

Karenanya sudah merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar lagi

lagi, bahwa sebelum memasuki gua, setiap penelusur harus minum

secukupnya. Semakin mengeluarkan tenaga, harus cukup istirahat dan

minum kembali. Cairan paling tepat untuk menghindari dehindrasi ialah

larutan oralit atau garam anti-diare.

g. Keruntuhan atap atau dinding gua.

Ini memang nasib sial, tetapi sudah cukup sering terjadi di luar negeri menaiki

tebing dengan andalan pada paku tebing yang dindingnya rapuh. Atau bila

kebetulan terjadi gempa bumi. Karenanya wajib mempelajari dan

memperhatikan sifat batu–batuan dinding dan atap gua. Runtuhan atap

yang berserakan bukan berarti gua itu rapuh, karena mungkin saja atap

tersebut sudah puluhan tahun yang lalu runtuh, tetapi penelusur wajib

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

7

memperhatikan apakah lapisan – lapisan batu gamping yang menunjung

atap itu kuat sudah terlihat terlepas.

h. Radiasi dalam gua. Hal ini belum diperhatikan sama sekali di Indonesia,

padahal di luar negeri sudah merupakan bahaya nyata. Terutama akibat gas

radioaktif RADON dan turunannya. Penelusur yang sering memasuki gua yang

ber gas Radon ini, dapat menyerap secara akumulatif gas ini ke dalam paru–

parunya, dan terbukti, apabila penelusur gemar merokok, maka bahaya

menderita kanker paru–paru akan berlipat ganda. Itu sebabnya sangat

dicela penghisap rokok menjadi penelusur gua. Merokok di dalam gua

dilarang mutlak karena meracuni udara gua dan merusak paru-paru

penelusur lainnya yang tidak merokok.

i. Keracuanan gas. Ini yang paling ditakuti awam. Memang bahaya itu ada,

terutama bila sirkulasi dalam gua kurang baik. Gas yang senantiasa ada

dalam gua ialah gas CO2, karena tetasan air dari dinding dan atap gua

senantiasa mendifusikan gas CO2 ini. Lebih-lebih bila terlihat menjuntai akar-

akar pohon, atau banyak bahan organik yang membusuk di atas lantai gua

(daun, ranting, dsb yang hanyut ke dalam gua sewaktu banjir). Gejalanya:

nafas akan sesak, frekuensi bertambah banyak, melebihi keadaan normal.

Dengan mengeluarkan tenaga yang relatif ringan, nadi bertambah cepat

secara tidak seimbang. Karenanya setiap penelusur gua wajib mengetahui

frekuensi nadinya masing-masing pada saat pada saat istirahat dan

mengeluarkan tenaga. Gerakan nafas menjadi dalam. Jantung berdebar,

mata berkunang-kunang. Kemudian kepala menjadi pening, mual, hilang

orentasi, bahkan tidak ingat nama teman. Timbul kemudian halusinasi,

pingsan dan mati.

Wajib bagi kita bawa lilin. Nyalakan bila mulai timbul gejala sulit bernafas. Bila

kandungan CO2 rendah, lilin, bahkan korek api tidak akan menyala. Jangan

andalkan cahaya lampu karbit. Lampu karbit masih menyala, padahal si

pemakainya mungkin sudah pinsang. Gas racun dapat juga akibat

penggunaan dinamit untuk membongkar bukit kapur. Di Belgia (1982) terbukti

gas racun merambat sampai 3 km lebih dari lokasi penelusur gua, dengan

akibat fatal bagi 7 orang sekaligus. Jangan memasuki gua bila disekitarnya

ada pendinamitan.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

8

Gua yang banyak kelelawarnya juga tinggi kandungan CO2-nya (Gua

Ngerong, Tuban; Gua Lawa, Nusakambangan; dsb). Hal ini karena kelelawar

membutuhkan banyak O2 sewaktu terbang, terusik oleh masuknya orang ke

dalam gua (sehingga orangnya juga kekurangan O2) dan tumpukan guano

(khususnya bila jenis kelelawarnya pemakan buah atau penghisap, nectar),

yang mengalami proses fermentasi/peragian, akan menghasilkan banyak

gas CO2.

Gua yang banyak kelelawarnya hanya boleh dimasuki pada malam hari,

saat gua itu tidak ada kelelawarnya. Lorong penuh kelelawar harus dihindari.

j. Penyakit – penyakit akibat kuman/virus, dsb.

1). Histoplasmosis.Teramat sering diderita penelusuran gua di AS, terutama

bila lorongnya penuh guano kering. Parasit Histoplasmosis capsulatum bila

terhirup, akan menginfeksi paru-paru. Gejalanya sering mirip TBC, lengkap

dengan batuk berdarah, sesak nafas, tubuh lemah, dan sering pula gagal

diobati dokter, karena menyangka adanya TBC paru-paru (juga menurut

gambaran Rontgen). Pasien wajib memberitahukan pada dokter akan

kemungkinan penyakit ini, yang baru terungkap setelah dilakukan tes

darah tertentu (titer histoplasma diperiksa dan akan memberi hasil

tertinggi).

Parasit ini bahkan bisa menyebar ke seluruh darah, ginjal dan otak,

dengan akibat kematian. Karenanya wajib menghindari gua kelelawar

dan bila tetap ingin menelusurinya wajib memakai tutup hidung khusus.

Tutup hidung itu dapat dibeli di beberapa toko besi atau pakai tutup

hidung ahli bedah.

2) Rabies. Hal ini sungguh mengejutkan pada penelusur gua di TEXAS, karena

ada 7 penelusur sekaligus mati, terinfeksi rabies, padahal tidak digigit

kelelawar, yang terkadang memang terinfeksi virus rabies. Gua FRIO yang

mereka masuki memang banyak sekali kelelawarnya. Ketika ada tim

dokter yang meneliti udara dalam gua, ternyata penuh dengan tetesan

liur kelelawar, yang mengandung virus rabies.

Virus ini memasuki paru-paru karena terhirup oleh bernafasnya

penelusuran gua dan matilah penelusur itu, tanpa digigit kelelawar. Hal

ini sekali lagi dapat dicegah, apabila tidak memasuki gua yang banyak

kelelawarnya, dan bila tetap memasukinya, harus pakai masker/tutup

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

9

hidung). Di Indonesia belum ada yang meneliti apakah kelelawar ada

yang sakit rabies. Yang jelas di Indonesia tidak ada vampir, penghisap

darah. Kelelawar terjangkit rabies akibat menghisap darah ternak atau

binatang yang menderita rabies. MULUS FEET. Ketika tim Inggris menelusuri

gua-gua di Mulu (Serawak) selama beberapa minggu banyak yang kulit

kaki dan jari-jarinya rusak. Terinfeksi berat, bahkan sampai membusuk.

Diduga bahwa hal ini ditimbulkan oleh gabungan infeksi jamur dan

bakteri. Kaki harus tetap kering, dan bila basah terendam air, jangan

dibiarkan basah berjam-jam lamanya. Sebaiknya secara teratur

mengganti kaos kaki dan ditaburi bedak antibiotika.

3) Gatal-gatal terutama di bagian-bagian yang tidak tertutup pakaian. Hal

ini sering sekali terjadi di Indonesia. Diduga bahwa gatal-gatal ini, yang

berupa bintil-bintil dan persisten selama beberapa bulan.dtimbulkan oleh

gigitan kutu (ektoparasit) kelelawar, yang juga mungkin dijumpai dalam

guanonya.

4). Leptospisis. Hal ini banyak makan korban pada penelusur gua di Mulu.

Badan mengigil, demam, pegal-pegal, lemas. Diduga malaria, ternyata

pada saat diteliti secara serologis, di Inggris terbukti akibat tertular kuman

leptospira, yang biasanya ditemukan dalam kencing tikus. Hal ini

terutama serta minumnya tercemar kencing tikus gua.

4). Gigitan binatang beracun.

Ular, kalajengking, Lipan. Ular terjerumus dalam gua melalui lubang atap

atau hanyut akibat banjir. Ular tersebut menjadi pemangsa kelelawar.

Gigitan binatang apapun harus dianggap serius, dan penelusur yang

digigit atau disengat harus keluar gua. Itu sebabnya setiap langkah

dalam gua harus dilakukan dengan hati-hati, penuh kewaspadaan.

Apalagi bila memegang sesuatu pada dinding atau atap gua untuk

menjadi keseimbangan.Keracuan bahan pencemar air dalam gua.

Berbagai insektisida dan pupuk kimia, dapat merupakan polutan dan

dapat membahayakan penelusur gua. Tim dari Lembaga Ekologi UNPAD

pada tahun 1989 dapat membuktikannya adanya kandungan DDT

dalam tetesan air dari plafon Gua Petruk.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

10

k. Sambaran petir. Tidak ada yang menyangka, bahwa masuk dalam gua tidak

menghindarkan seseorang dari sambaran petir. Hal ini berulang kali terbukti,

bahwa jauh ke dalam gua, petir masih dapat menyambar pula.

l. Bahaya akibat kesalahan atau kegagalan peralatan

Hal ini terutama terjadi, apabila kurang persiapan membawa sumber

cahaya. Betapa mudahpun suatu gua, penelusur tetap akan mati, bila tidak

cukup sumber cahaya. Apabila kalau sampai terserang banjir berjam-jam

lamanya. Setiap penelusur gua paling sedikit harus bawa tiga sumber cahaya

yang berbeda (termasuk lilin). Sumber cahaya utama harus dipadamkan

sewaktu terjebak banjir. Bila perlu selama beberapa jam harus digelapkan,

agar masih cukup tersedia sumber cahaya untuk keluar gua setelah banjir

lewat.

m). Akibat CAVE DIVING. Di AS (Florida) dalam kurun waktu 10 tahun, yang mati

akibat kegiatan CAVE DIVING sudah belasan. Hal ini justeru dialami oleh yang

mahir OPEN DIVING (di laut / danau). Mereka kurang hati-hati, dan kurang

tingkat disiplinnya terhadap waktu dan jarak tempuh. Berbeda dengan

penyelaman di udara terbuka, di atas penyelam gua menghadang atap

gua. Bila sudah terdesak waktu dan setiap kali terantuk atap gua, maka

penyelam gua biasanya panik dengan akibat fatal karena menghabiskan

udara yang dibutuhkan.

Pada umumnya dianut pameo bahwa, menelusuri gua itu jauh lebih

aman daripada naik kendaraan menuju gua atau pulang dari

penelusuran gua. Jalan raya adalah tempat yang jauh lebih rawan

daripada gua.

Keamanan menelusuri gua sangat tergantung kepada sikap dan tindak tanduk

si penelusur gua itu sendiri. Untuk memudahkan si penelusur gua mengingat

semua tindakan pengaman, maka HIKESPI telah menyusun ringkasan singkat

mudah diingat.

Kemana Anda pergi memasuki gua, beritahukanlah kepada teman atau

keluarga; KAPAN perginya, ke lokasi mana dan KAPAN pulangnya.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

11

Empat orang adalah jumlah MINIMAL yang dianggap aman untuk menelusuri

gua. Bila satu yang celaka, satu menemaninya, dua yang keluar gua

minta pertolongan.

Alat-alat yang dibawa harus memadahi. Setiap pemakai harus paham betul

cara menggunakannya.

Membawa TIGA SUMBER CAHAYA, lengkap dengan cadangan perlatannya,

merupakan kewajiban mutlak.

Ajak selalu orang yang berpengalaman dalam teknik penelusuran dan

berwibawa. Ia juga harus mengetahui seluk beluk lingkungan di bawah

tanah.

Nafas sesak dan tersengal-sengal merupakan pertanda, bahwa ruang gua

penuh karbodioksida. Karenanya harus cepat keluar gua.

Akal sehat, ketrampilan, persiapan matang, perhitungan cepat dan tepat, serta

pengalaman, menjadi PEGANGAN PENELUSURAN GUA, bukan adu nasib

atau kenekatan.

Naluri keselamatan yang ada pada setiap penelusur gua harus dikembangkan

dan diperhatikan, karena naluri ini sering diandalkan sebagai factor

pengaman ampuh.

2. SPELEOSENTRISME.

Perlu diketahui, bahwa pemikiran dari segi BAHAYA PENELUSUR TERHADAP GUA,

tidak mendapat perhatian yang seimbang. Hal ini disebabkan akibat

keacuhan, kurang pengertian terhadap bentukan alam yang begitu peka,

rendah daya dukungnya, rendah daya lentingnya. Akibat orang masuk gua

dapat dipelajari dari serial foto yang sering dibuat di Eropa dalam jangka waktu

10 sampai 50 tahun. Apa yang pada tahun 1800 masih merupakan gua utuh,

pada tahun 1850 sudah mulai rusak.pada tahun 1900 sudah rusak sebagaian

besar, pada tahun 1950 sudah rusak total. Di Jawa boleh dijadikan contoh Gua

Intan sebelah Gua Jatijajar, yang semula indah (sebelum PD II), kini sudah rusak

total.

Satu-satunya cara mencegah perusakan gua ialah dianutnya:

a. KODE ETIK PENELUSURAN GUA

Secara internasional disepakati, bahwa

menjelaskan/memberitahukan lokasi gua kepada awam, apabila

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

12

melalui media massa, adalah pelanggaran kode etik terberat,

apabila si penemunya belum yakin, ada instansi yang dapat

melindungi gua itu. Belum ada yang kompeten mengelolanya.

b. HARUS DITETAPKAN SISTEM PERIZINAN DAN REKOMENDASI KETAT

untuk menelusuri gua belantara yang belum dibuka untuk umum. Hal

ini secara konsekuen harus diikuti oleh perorangan atau instansi

manapun yang ingin memasuki gua tertentu, dan harus jelas apa

tujuannya. Harus ditindaklanjutkan dengan penyerahan laporan yang

bermutu. Pemberi rekomendasi harus berani bertanggung jawab dan

ikut dipersalahkan, bila sampai gua itu rusak atau terjadi hal – hal

yang menyebabkan kemuduran kualitas gua itu.

c. SECARA KONSEKUEN DITETAPKAN UNDANG – UNDANG TEPAT YANG

MELINDUNGI GUA DAN BIOTA DALAM GUA

Di AS setiap gua didenda minimal US$ 500,-. Undang-Undang

lingkungan hidup dan perlindungan jenis harus ditetapkan secara

konsisten.

d. AKSES TETAP DIBIARKAN SULIT

Sekali akses dipermudah, para vandalis dengan berbondong –

bondong akan mendatangai gua dan merusaknya.

e. LARANGAN MEDIA MASSA MENERBITKAN ARTIKEL MENGENAI GUA-GUA

INDAH DAN PEKA

Hal ini sulit diterapkan dan butuh pengertian dari media massa.

Redaksi harus sadar, bahwa PUBLIKASI mengenai lokasi gua hampir

senantiasa berbau publisitas, untuk memenuhi ego si penyebar berita.

Hampir tidak ada pemikiran atau tanggung jawab moral dari si

penyebar berita, akan bahaya perusakan gua oleh tindakannya itu.

Jadi si penyebar berita TIDAKLAH MANUSIA YANG BERTANGGUNG

JAWAB

f. JANGAN MENGAJAK SEMBARANG ORANG MEMASUKI GUA.

Secara internasional terbukti berulangkali, bahwa yang diajak itu

mungkin orang yang bermoral tinggi dan menjunjung tinggi etika

konservasi, namun ia pada gilirannya mengajak orang lain. Orang lain

mengajak lagi orang lain, yang sama sekali tidak dikenal oleh

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

13

pengajak pertama. Pada gilirannya masuklah para vandalis.

Mengantarkan peminat masuk gua, padahal belum kenal pada

peminat itu, juga pelanggaran etika. Sering hanya didasari ingin

pamer dan agar dirinya dianggap orang berpengalaman atau orang

terkenal. Padahal ia sebenarnya orang yang tidak bertanggung

jawab.

g. GUA DITUTUP

Biasanya dengan pintu gua (CAVE GATE) desain khusus, sehingga

tidak mengusik keluar-masuknya biota gua, khususnya kelelawar dan

burung kapinis dan wallet.

h. MENGSAKRALKAN GUA

Biar dianggap keramat. Dijaga jurukunci, yang senantiasa mengawasi

penelusur gua.

i. MELARANG TOTAL MEMASUKI GUA

Hal ini perlu diberlakukan, bagi gua yang memiliki nilai ilmiah tinggi,

amat peka, atau mempunyai nilai strategis tinggi. Juga apabila

memiliki nilai ekonomis tinggi oleh adanya sarang wallet, misalnya.

Pelarangan harus secara konsekuen dilakukan dengan

menempatkan penjaga di dekat mulut gua.

k. TIDAK MENYEBARKANLUASKAN LAPORAN DAN PETA GUA.

Laporan hanya untuk diserahkan kepada instansi pemberi izin dan

rekomendasi. Atau pada instansi yang mempunyai kepentingan

(PUSLIT ARKENAS, LIPI, dsb).

Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penelusur gua terhadap gua dan isinya

banyak sekali. Bahaya itu berupa perusakan yang sifatnya PERMANEN atau

hanya SEPINTAS, KUMULATIF atau SINERGISTIK. Gangguan atau perusakan

permanen timbul, misalnya akibat gua itu “dipugar” dengan patung–patung,

seperti dalam gua Jatijajar. Biarpun patung-patung itu disingkirkan, gua sudah

kepalang rusak dan tidak mungkin diperbaiki. Juga apabila sedimen dibuang,

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

14

seperti pernah dianjurkan seorang pakar geologi untuk memugar suatu gua di

Jawa Tengah.

Sedimen merupakan tapak sejarah yang tidak dapat diganti, apabila dibuang.

Para ahli arkeologi, lapis demi lapis meneliti sedimen untuk menemukan fosil-fosil

zaman prasejarah. Para ahli paleontologi, palinologi, sedimentologi

(paleomagnetisme) akan kehilangan jejak, apabila sedimen terusik, diangkat,

demi untuk memudahkan turis umum memasuki gua.

Efek KUMULATIF terjadi bila banyak orang mengakibatkan gangguan yang

sifatnya penjumlahan sederhana. Misalnya 10 orang meninggalkan jejak 10 kali

lebih banyak dari 1 orang.

Efek SINERGISTIK terjadi bila timbul penjumlahan efek negatif secara deret ukur.

Jauh lebihbanyak daripada penjumlahan sederhana. Contoh : 5 kali memasuki

gua yang banyak kelelawarnya dalam satu hari, menimbulkan gangguan yang

tidak sama dengan penjumlahan sederhana ( lima kali terganggu). Kelelawar

begitu terusik, sehingga akan pindah tempat.

Efek negatif itu bisa berupa:

− Memasukkan bakteri, cendawan, ragi dari dunia luar ke dalam dan

merusak gua mikroekosistem gua.

− Hiruk pikuknya penelusur gua mengusik ketenangan abadi gua dan

karenanya juga mengganggu biota gua yang sudah mengadaptasi diri

mereka pada kesepian abadi.

− Lampu terang benderang mengusik biota gua. Dapat menumbuhkan

algae yang merusak.

− Bau karbit, Asap obor, dapat merusak lingkungan gua dan mengganggu

biota gua.

− Coret-coret, pengecatan dinding dan dekorasi gua.

− Pematahan dekorasi gua untuk dibawa pulang sebagai cindera mata.

Pengambilan mutiara gua. Menginjak formasi kalsit atau gipsun yang

teramat peka dan mudah rusak.

− Mencemari air dalam gua oleh karbit atau sisa makanan/minuman.

Merusak biota gua.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

15

Untuk menjaga keutuhan lingkungan gua, HIKEPSI berhasil pula menyusun

ringkasan policy yang mudah diingat:

Kepekaan gua dan lingkungannya terhadap setiap bentuk pencemaran harus

selalu diingat oleh penelusur gua.

Otoritas yang berwenang dalam konservasi alam hendaknya dihubungi untuk

diajak bekerja sama.

Nasehat dari ilmuwan dan saran-saran mereka senantiasa harus diperhatikan

dan dijadikan NARA SUMBER.

Sumber daya AIR, BIOTA, FORMASI dan SEDIMEN GUA perlu dijaga

kelestariannya.

Ekologi di dalam dan di luar gua ERAT HUBUNGANNYA dan berada dalam

KESEIMBANGAN DINAMIS.

Rehabilitasi kerusakan gua dan lingkungannya sangat mustahil dilakukan.

Vandalisme amat merusak gua dan lingkungannya. Harus aktif ditentang atau

dihindari.

Amankan gua dan lingkungannya, agar bebas coretan dan pencemaran.

Sadarkan semua pihak akan pentingnya hampir semua gua sebagai sumber

daya alam, yang karenanya perlu dilindungi.

Inisiatif ikut menjaga kelestarian gua dan lingkungannya, besar artinya bagi

NUSA, BANGSA dan GENERASI yang akan datang.

Yang penting saat ini ialah MENDATA SELURUH GUA yang ada di Indonesia

secara terintegrasi, karena tanpa pendataan tepat, mungkin gua - gua akan

lenyap dari bumi persada Indonesia.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

16

BAB II

KONDISI LUWENG SERPENG 2

DAN DAERAH TANGKAPAN AIRNYA

2.1. Lokasi Luweng Serpeng 2

Luweng Serpeng 2 atau masyarakat biasa menyebut Gua Seropan 2,

masuk dalam wilayah Dusun Serpeng, Desa Pacarrejo, Kecamatan Semanu,

Kabupaten Gunungkidul (Gambar 1). Luweng Serpeng 2 terletak disebuah alur

sungai musiman yang akan teraliri ketika musim hujan. Mulut luweng berada

pada level terendah sehingga akan menjadi akumulasi tangkapan air hujan.

Sistem perguaan di bawah terbentuk karena kontrol struktur/kekar. Mulut gua

terbentuk karena aktifitas air permukaan, membentuk koridor penghubung

dengan sistem perguaan di bawah.

Luweng Serpeng 2 memiliki dua buah entrance terpisah yang

berdekatan. Entrance (1) disebelah kanan terletak diposisi lebih atas,

menghubungkan langsung dengan dasar P17, entrance ini terbentuk terlebih

dahulu sebelum lintasan sungai pada level ketinggian sekarang. Entrance (2)

sebelah kiri berbentuk koridor vertikal yang simetris, sekarang merupakan lobang

pengeringan air hujan daerah tangkapannya.

Luweng Serpeng 2 (melewati Entrance(2) sebagai mulut gua) menurut

peta Cave Survey Mc Donald 82-84 adalah gua vertikal multipitch/ berundak

dengan urutan lintasan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan

lorong horisontal diantaranya (Gambar 2.1.).

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

17

Gambar 2.1. Peta Luweng Serpeng 2 (Sumber: MacDonald and Patners, 1983)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

18

2.2. Iklim

Iklim di sekitar luweng Serpeng 2 dipengarui oleh angin muson

barat dan timur. Hujan terjadi November hingga April, sedangkan musim

kemarau terjadi pada bulan Mei hingga Oktober. Puncak hujan tertinggi

terjadi pada Bulan Januari dan Februari. Mulai Bulan Maret, intensitas

hujan mulai menurun. Rata-rata tebal hujan pada saat kejadian di stasiun

terdekat dari Luweung Serpeng 2 sebesar 255 mm dengan rata-rata hari

hujan 15 hari, atau dengan kata lain pada Bulan Maret terjadi hujan

setiap dua hari sekali. Penduduk lokal mengistilahkan hujan pada bulan

Maret sebagai hujan prêt-pret yang biasanya terjadi sebentar dengan

intensitas yang tidak terlalu besar. Pada bulan April, hujan terus mengecil

dengan dengan intensitas yang lebih rendah, sehingga penduduk

menyebutkan hujan pril-pril. Puncak musim kemarau terjadi pada Bulan

Aguastus dan September.

Tabel 2.1. Rata-rata hujan bulanan di Karst Gunungsewu dan sekitarnya dalam mm

2.3. Daerah tangkapan Air Luweng Serpeng 2

Luweng Serpeng 2 (Seropan) merupakan satu dari tiga luweng yang ada

komplek Gua Serpeng. Luweng Serpeng 2 dalam hal ini merupakan dasar

cekungan tertutup (doline) dan merupakan tempat masuknya aliran

permukaan ke sistem Serpeng. Dibandingkan dengan cekungan tertutup yang

terdapat di Karst Gunungsewu, doline serpeng termasuk dalam ukuran besar,

yaitu dengan luas 0,929 km2, lebar 830 m, dan panjang 1.855 m. Dalam hal ini

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

19

doline serpeng termasuk dalam doline orde 2. Doline Serpeng 2 ini sekaligus

merupakan daerah tangkapan air dari Luweng Serpeng 2.

Gambar 2.2. Daerah Tangkapan Luweng Serpeng 2

Daerah tangkapan air Doline Serpeng 2 secara umum berbentuk lonjong

yang berorientasi Baratlaut- Serpeng 2 termasuk terbentuk dari dua cabang

utama. Cabang petama dari arah utara yang lebih pendek, sedangkan

cabang ke dua yang lebih panjang berasal dari arah selatan. Tenggara. Elevasi

tertinggi berada di bagian Tenggara dengan tinggi 212.5 m dari muka air laut.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

20

Posisi mulut Luweng Serpeng 2 merupakan bagian terendah dari Doline Serpeng

2 yang berada di ketinggian 120 m dari muka laut. Kemiringan lereng dearah

tangkapan air rata-rata sebesar 7,2 %. Dasar lembah menjadi alur alir pada saat

hujan berupa bongkah-bongkah singkapan batugamping.

2.4. Batuan dan Tanah

Batuan yang terdapat di daerah tangkapan Luweng Serpeng 2 sebagian

besar adalah batugamping. Sebagian kecil di bagian Baratlaut mulut luweng

merupakan endapan tuf vulkanik dan batulempung. Batulempung menutup

bagian atas setebal kurang lebih 40 cm dan bagian bawahnya berupa tuf

vulkanik sekunder hingga setebal kurang lebih dua meter. Tuff dan lempung

tersingkap sekitar 100 meter di sebelah utara mulut Luweng Serpeng 2. Bagian

Tenggara seluruhnya berupa batugamping. Tanah penutuh di Doline Serpeng 2

juga dibedakan menjadi dua tipe. Di bagian utara-baratlaut merupakan tanah

hasil lapukan dari tuff vulkanik yang berwarna putih kehitaman dan di bagian

selatan dan tenggara merupakan tanah bertekstur pasir lempungan yang

berwarna kemerahan (terarosa).

Gambar 2.3. Gambar kiri adalah kondisi tanah di bagian baratlaut Luweng Serpeng, gambar kanan adalah kondisi tanah di bagian tenggara Luweng Serpeng 2

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

21

2.5. Tutupan Lahan

Secara umum tutupan lahan di area tangkapan hujan Luweng Serpeng 2

dapat dibedakan atas dua bagian yakni tegalan dan hutan. Area tersebut

tersusun mulai dari strata pohon, semak, herba dan rumput. Tutupan lahan

tersebut bukan merupakan hasil dari suksesi pertumbuhan vegetasi liar secara

alami, namun dominan diusahakan oleh aktivitas manusia. Area tegalan yang

meliputi sekitar sepertiga dari total area adalah sebuah lembah sempit yang

bermuara di mulut Luweng. Dari sekitar mulut Luweng, area tegalan terbentang

kearah utara sampai ke pemukiman penduduk. Jenis-jenis tanaman

penyusunnya didominasi oleh tanaman-tanama pangan seperti ketela pohon,

ubi jalar, jagung, dan kedelai yang ditanam berselang seling. Walaupun ketela

pohon mendominasi area tegalan, namun demikian tidak ditemukan pola

monokultur di area ini. Sedangkan untuk tanaman tahunan, dapat dibedakan

atas tanaman-tanaman buah seperti jambu dan mangga yang ditanam dekat

lokasi pemukiman, dan tanaman hutan seperti jati yang dominan tumbuh di

area tegalan. Struktur jati di area nampak seragam dengan diameter rata-rata

kurang dari 10 cm dan ketinggian tajuk sekitar 10 meter.

Untuk area hutan, yang meliputi dua pertiga dari total area, terbentang

di sebelah Selatan dan Timur Luweng. Area hutan ini umumnya berada di

sekitar batang sungai Kedaton, Ngarep Gudang dan sungai Kudu. Vegetasi

yang membentuk tegaan hutan ini didominasi oleh jati dan akasia dengan

ketinggian tajuk sekitar 10 meter dan diameter antara 10-15 cm. Secara umum

tajuk pohon-pohon ini seragam dan posisi tanam yang sudah terstruktur. Di area

hutan, tanaman jati dan akasia memiliki blok-blok tanam yang berbeda. Pada

lokasi tertentu, masyarakat setempat memanfaatkan ruang-ruang antar pohon

tersebut dengan menanam ketela pohon dan atau rumput gajah.

Terdapat berbagai jenis-jenis herba, semak dan tanaman lantai hutan

dan tegalan, seperti amarantus, eupatorium, ageratum dan berbagai jenis

rumput. Sekalipun demikian secara umum terlihat bila tutupan lantai

hutan/relatif terbuka. Baik semak, herba maupun rumput yang ditemukan tidak

membentuk suatu komunitas penyusun penutup lantai hutan/tegalan dengan

kuat.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

22

Gambar 2.4. Area hutan sekitar Luweng Serpeng 2 yang didominasi tegakan jati dan diselingi tanaman ketela pohon

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

23

BAB III

HASIL INVESTIGASI DAN FAKTA-FAKTA KEJADIAN

3.1. Kejadian Hujan dan Banjir serta Kronologinya

Hujan yang terjadi pada tanggal 19 Maret 2013 tidak merata di wilayah

Gunungkidul, Luweng Serpeng 2, dan sekitarnya. Demikian juga dalam hal

waktu kejadian hujan, dalam satu hari dapat terjadi lebih dari satu kali

kejadian hujan dengan internsitas yang berbeda. Hal ini dapat tergambar

dari kejadian hujan di Luweng Serpeng 2, Bedoyo dan Gombang. Hujan

tanggal 19 Maret 2013 di Bedoyo terjadi pada pk 17:19:54, di Gombang

pada pukul 16:26:43 (lihat tabel 3.1A dan B). Sedangkan menurut masyarakat

(Bp. Gunarto dan Mbah Gito), di luweng Serpeng 2 terjadi hujan pada pukul

15.15. Berdasarkan data hujan dari stasiun Bedoyo dan Gombang, hujan juga

terjadi pada hari-hari sebelumnya dengan intensitas ringan sampai sangat

lebat (lihat tabel 3.1 A dan B). Data tersebut menunjukkan karakter kejadian

hujan pada daerah ini dan sekitarnya.

Tabel 3.1. A. Data kejadian hujan dari stasiun hujan Gombang (49 M 465853, 9114035)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

24

Tabel 3.1. B Data kejadian hujan dari stasiun hujan Bedoyo (49 M 471598, 9113708)

Tabel 3.1. C Data kejadian hujan dari stasiun hujan Sumbergiri (49 M 469509, 9119485)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

25

Tabel 3.1. D Data kejadian hujan dari stasiun hujan Tambak Kromo. (49 M 474768, 9122378)

Tabel 3.1. E Data kejadian hujan dari stasiun hujan Ngipak. (49 M 463733, 9120247)

(Sumber: Stasiun hujan proyek IWRM Bribin, 2013)

Data yang disampaikan oleh panitia menunjukkan variasi kejadian hujan

dan cerah pada beberapa lokasi kegiatan(tabel 3.2), berdasarkan laporan

pengamatan visual setempat dari tim-tim yang berada di lokasi berbeda di

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

26

lapangan. Data ini merupakan salah satu acuan yang digunakan untuk

pengambilan keputusan kegiatan-kegiatan lapangan (sumber: diskusi tim-

panitia di fak. Geografi, UGM, 2/4/13).

Tabel 3.2. Informasi cuaca dari panitia (HIKESPI) pada saat kegiatan dan sebelum KDKL

Tanggal Kegiatan Lokasi Keterangan cuaca

Sumber

Pada kegiatan sebelum KDKL dilakukan kegiatan kursus instruktur dan asisten Instruktur yang dimulai pada tanggal 8 maret 2013

8/03/13 Tes calon INstruktur Jomblang (pacarejo)

Cerah Peserta & Panitia

9/03/13 Materi + praktek lapangan (goa Sodong)

Jomblang (pacarejo)& Pracimantoro

Sekitar pukul 09.00 terjadi hujan kecil ± 1 jam dan setelah itu cerah panas saat kegiatan di goa sodong

Peserta & Panitia

10/03/13

Penelusuran Goa Jati & Gilap

Ponjong Cerah panas Peserta & Panitia

11/03/13

Materi & praktek Jomblang/pacarejo

cerah panas Peserta & Panitia

12/03/13

Penelusuran Pule Ireng & Ngepoh

Tepus Cerah Panas Peserta & Panitia

13/03/13

Pemetaan Kali Suci/ Pacarejo Cerah panas Peserta& panitia

14/03/13

Tes Jomblang/ Pacarejo

Hujan pada pagi hari kurang lebih sekitar 1 jam, pada siang hari cerah panas

Peserta & panitia

Pelaksanaan kegiatan kursus Dasar dan Kurus Lanjutan penelusuran Goa yang dimulai pada tanggal 15 maret 2013

15/03/13

Materi Jomblang/pacarejo

Cerah Panas Peserta& panitia

16/03/13

Field trip & praktek Museum Karst & jomblang/ Pracimantoro&pacarejo

Cerah panas Peserta & panitia

17/03/13

Praktek Song Ciut/ Pacarejo

Cerah panas, namun pada sore hari sekitar pukul 3 terjadi hujan sekitar dengan lama waktu sekitar 5 menit

Peserta dan panitia

18/03/13

Praktek Jomblang & Grubuk

Cerah panas Peserta dan panitia

(Sumber: Panitia KDKL HIKESPI 2013)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

27

Kronologi hujan dan banjir sungai sekitar Gua Serpeng pada Hari Selasa,

19 Maret 2013 dengan kejadian hujan dapat dijelaskan berdasarkan kronologi

sebagai berikut. Diawali dengan hujan dengan intensitas rendah pada pukul

10.30-11.00, hujan awal ini belum mengakibatkan aliran permukaan namun

meningkatkan kejenuhan tanah. Kejadian hujan kedua dengan intensitas lebih

banyak dimulai pada pukul 14.30/15.00, fase kedua hujan ini dimungkinkan

telah menyebabkan aliran permukaan namun dengan debit rendah.

Berdasarkan rekaman video (gambar 3.1), pukul 15.43 banjir di mulut Luweng

Serpeng 2 menghasilkan aliran air berwarna keputihan, dimungkinkan awal

banjir terjadi beberapa menit sebelumnya. Air berwarna keputihan tersebut

berasal dari daerah tangkapan bagian utara-baratlaut. Pukul 16.03 terjadi

puncak banjir hingga menutupi hampir keseluruhan bibir Luweng Serpeng 2.

Debit banjir sungai berlangsung selama 20 menit hingga pukul 16.25 kemudian

debit banjir mulai surut, debit bertahan dalam waktu yang lama.

Gambar 3.1. Kondisi banjir di mulut Luweng Serpeng pada saat kecelakaan. Gambar kiri sesaat setelah hujan banjir datang dengan warna air putih dan tidak terlalu besar (pukul 15.43). Air berwarna putih tersebut berasal dari tangkapan air di sisi utara dan baratdaya dari mulut luweng. Sekitar 15 menit kemudian gelombang banjir ketiga datang dengan air berwarna merah. Air ini berasal dari daerah tangkapan air yang lebih luas berada di sisi selatan/timurlaut mulut luweng. Tanda panah merah menunjukkan batu yang tertutup pada saat puncak banjir. Kedalaman air di depan mulut luweng pada saat banjir 80 cm, lebar lembah 3 meter.

Berdasarkan kronologi tersebut dan melihat pada karakteristik sungai,

yaitu waktu tempuh aliran yang sangat singkat,dimungkinkan apabila terjadi

hujan dengan intensitas tinggi dalam satu waktu maka akan langsung dirubah

menjadi aliran permukaan sejumlah hujan yang diturunkan. Kejadian hujan

pada tanggal 19 Maret menurut kesaksian penduduk (yang pada saat kejadian

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

28

berada di ladang, gambar 3.2) merupakan hujan terlebat yang terjadi di tahun

ini. Hujan disertai dengan angin dan berlangsung sangat cepat dari langit

cerah, tiba-tiba gelap dan akhirnya turut hujan. Kejadian hujan ekstrim di bulan

maret tersebut tidak diperkirakan sebelumnya oleh panitia. Menurut

pemahaman panitia pada bulan Maret tidak pernah terjadi hujan lebat. Hujan

pada umumnya datang dengan intensitas rendah dan sesaat.

Gambar 3.2. Tinggi air pada saat banjir menurut kesaksian petani yang saat kejadian hendak menyeberang. Lokasi lembah berada 400 meter dari mulut Luweng Serpeng 2 ke arah baratdaya. Ditengah lembah banjir setinggi pusar saksi

Berdasarkan pengamatan data lapangan dan data spasial peta kondisi

sungai sekitar Gua Serpeng dapat ditentukan lebar lembah selebar 2,5 meter;

panjang lembah 1,28 km; luas Daerah Aliran Sungai (DAS) sebesar 0,937 km2 ;

serta curah hujan pada tanggal 19 Maret 2013 diasumsikan sebesar 10 mm/

jam, selama 3 jam (berdasar stasiun hujan Bedoyo dan Gombang) maka akan

didapatkan dengan metode rasional (salah satu pendekatan penentuan debit

sungai) debit puncak banjir sebesar 468.216 m3. Secara terperinci ditunjukkan

oleh perhitungan berikut

Q = 0,028 * C*I*A

= 0,028 * 0,6 * 0,03 * 937000 m2

= 468,216 m3

Keterangan:

Q=debit puncak banjir; C=koefisien aliran (0,6 untuk aliran alami); I=perkiraan

curah hujan pada tanggal 19 Maret; dan A=luasan DAS (0,937 km2)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

29

Selain analisis debit aliran diperlukan pula analisis waktu tempuh aliran sungai

yang dikaitkan dengan kejadian hujan sesaat waktu itu. Sehingga akan

diperoleh informasi seberapa lama waktu yang dibutuhkan hujan menjadi aliran

permukaaan hingga mencapai titik Luweng Serpeng 2. Pengukuran waktu

tempuh didekati dengan metode Manning`s dengan rumus sebagai berikut

V = dan Q =

keterangan :

v = kecepatan aliran (Spesific discharge) (m/dtk) ; Q = debit; R = radius hidrolik

(m); didapat dari R = A/P; A = luas penampang basah (m2); P = perimeter

basah; n = koefisien roughness Manning`s (diantara 0,025 saluran alami); S =

kemiringan sungai

Penentuan kecepatan (V) dengan waktu tempuh (T) dan panjang sungai (L)

didekati dengan rumus

T = L/60 V

maka dengan informasi yang didapat dapat diperoleh hasil pengukuran

sebagai berikut:

Luas Penampang Sungai

(Trapesium) 1,4 M

perimeter basah 2,3 M

R 0,61 Radius hidraulik

S 0,001 Kemiringan

lereng

N 0,055 Koefisien

manning

V 0.53 m/dt

T 39 Menit

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa dengan hujan sebesar 10 mm/jam yang

diturunkan pada karakteristik sungai sekitar Gua Serpeng akan menghasilkan

karakteristik aliran debit puncak banjir sebesar 468,2 m3 dimana alih ragam

hujan menjadi aliran dapat mencapai mulut Gua Serpeng selama 39 menit

(untuk aliran sungai sepanjang 1,28 km dengan kemiringan sungai 1 %)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

30

3.2. Profil dan Karakter Luweng Serpeng 2

Luweng Serpeng 2 atau masyarakat biasa menyebut Luweng Seropan 2

termasuk dalam wilayah Dusun Serpeng, Desa Pacarrejo, Kecamatan Semanu,

Kabupaten Gunungkidul. Terletak diujung/ muara sebuah alur sungai

intermitten/ musiman yang akan teraliri ketika musim hujan karena terletak

disebuah daerah tangkapan. Mulut gua berada pada level terendah sehingga

akan menjadi akumulasi tangkapan air hujan. Sistem perguaan di bawah

terbentuk karena kontrol struktur/ kekar. Mulut gua terbentuk karena aktifitas air

permukaan, membentuk koridor vertikal penghubung dengan sistem perguaan

di bawah.

Luweng Serpeng 2 memiliki dua buah entrance terpisah yang

berdekatan. Entrance 1 disebelah kanan terletak diposisi lebih atas,

menghubungkan langsung dengan dasar P17, entrance ini terbentuk terlebih

dahulu sebelum lintasan sungai pada level ketinggian sekarang. Entrance 2

sebelah kiri berbentuk koridor vertikal yang simetris, sekarang merupakan lobang

pengeringan air hujan dari daerah tangkapannya.

Luweng Serpeng 2 menurut peta Cave Survey Mc Donald 82-84 (gambar

3.3) adalah gua vertikal multipitch/ berundak. Dipetakan melalui Entrance 2

dengan urutan lintasan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan,

panjang dan arah lorong horisontal diantaranya.

Pada keselurahan gambaran lorong Luweng Serpeng2, secara umum tiap

posisi terjunan atau titik jatuh air menjadi tempat yang berbahaya, karena selain

air dimungkinkan material yang lain ikut hanyut. Lintasan P3 hingga dasar P30

adalah daerah berbahaya karena merupakan corong lintasan banjir masuk dari

mulut gua.

Dasar P30 berupa kolam statis dengan luas sekitar 4X4 m2 dengan

daratan ada di bibir P17 dengan lebar sekitar 1.5 m. Daerah ini juga berbahaya

karena merupakan titik jatuh air dari mulut gua. Dasar P17 adalah sebuah

lorong yang cukup luas, lorong upstream sudah menjadi lorong fossil, arah

lorong downstream 330 o menuju P7 (yg pertama). Setelah menuruni lintasan P7

yang kedua, section ini menjadi daerah yang berbahaya terutama resiko banjir,

karena lebar lorong mulai menyempit dan tinggi atap lorong mulai merendah

hingga kolam besar diujung lorong gua. Karakter bahaya luweng serpeng 2

ditunjukkan pada gambar 3.4.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

31

Gambar 3.3. Peta Luweng Serpeng 2. Sumber: Cave Survey, Mc Donald 1982-1984

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

32

A

Daerah Rawan saat pnlusuran musim hujan karena Resiko Banjir

A B

D

Gambar 3.4. A. Zona rawan bahaya banjir di dalam luweng Serpeng. B. gambaran pilihan posisi lintasan pada Entrance 1 untuk menurunkan resiko karena banjir pada saat musim hujan. C. Foto dari dalam goa ke arah luar yang menunjukkan posisi Entrance 1 dan Entrance 2. D. Foto mulut gua saat terjadi banjir fase pertama pada saat kejadian kecelakaan (Sumber: Hasil analisa peta luweng Serpeng 2 (Mac Donald, 1983), Analisa hasil rekonstruksi lapangan, Foto dok.Panitia KDKL Hikespi, Foto rekostruksi)

C

Entrance (1)

Entrance (2)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

33

3.3. Manajemen

3.3.1 Bentuk Kegiatan, Jadwal Kegiatan, Susunan Kepanitiaan dan Daftar

Peserta Pendidikan

Secara berkala dan rutin HIKESPI mengadakan kursus speleologi untuk

berbagai jenjang. Pada tanggal 8-14 Maret 2013 diadakan kursus untuk jenjang

Assistant Instructor dan Instructor HIKESPI. Setelah itu rangkaian kursus dilanjutkan

dengan jenjang Kursus Dasar pada tanggal 15-18 Maret 2013 dan Kursus

Lanjutan pada tanggal 19-21 Maret 2013. Kecelakaan di Luweng Serpeng 2

pada tanggal 19 Maret 2013 adalah terjadi pada salah satu kegiatan dalam

rangkaian kegiatan lapangan pada jenjang Kursus Lanjutan.

Susunan kepanitian, daftar peserta dan jadwal kegiatan disampaikan

sebgai berikut:

3.3.1.1 Daftar Susunan Panitia Kursus Dasar Kursus Lanjutan HIKESPI 2013

Penanggung jawab : Cahyo Alkantana (President Hikespi)

Ketua Panitia : Ardian Dinata (Instructor)

Sekretaris : Christiana Kartikasari (Instructor)

Bendahara : Febrianti Nur Azizah (Assistant Instructor)

Dokumentasi : Nikki Adam Budiman (Eks KD KL 2011)

Logistik : M. Taufik (Assistant Instructor)

Rahadyan Arka Shunu (Assistant Instructor)

Saddam Surbakti (Assistant Instructor)

Time Keeper : Fransiskus (Assistant Instructor)

Oktaviana Palobo (Assistant Instructor)

Transportasi : Reza (Eks KD KL 2011)

Wawan Kirnanto (Assistant Instructor)

P3K : Alex Machmudin Ali (Assistant Instructor)

Hilary Reinhart (Assistant Instructor)

Konsumsi : Nur Abdullah Ikhsan (Assistant Instructor)

Miftakul Rizki (Assistant Instructor)

Panitia lain yang membantu :

Nafikur Rochman/Nafik (Chief Instructor)

Adi Kusuma (Chief Instructor)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

34

Djuhariono/Sodom (Chief Instructor)

Baby Wenas (Assistant Instructor)

M. Iqbal Willyanto/Bim-bim (Master Instructor)

Bachruddin Affandi/Udin (Master Instructor)

Kuat Budi Santosa/Petrik (Master Instructor)

Harto Dharmono/Cipit (Instructor)

Fajar Utama (Instructor)

Kawek (Master Instructor)

Kurniawan Adi Wibowo/Pitik (Instructor)

Galih Novianto/Limpunk (Assistant Instructor)

Dedi Eryadi/Kondim (Assistant Instructor)

Maman Suryaman (Assistant Instructor)

Yayum Kumai (eks KDKL 2012)

Chevy (eks KDKL 2012)

3.3.1.2. Jadwal Umum Kegiatan

Tanggal Kegiatan Lokasi

Pada kegiatan sebelum KDKL dilakukan kegiatan kursus instruktur dan asisten Instruktur yang dimulai pada tanggal 8 maret 2013

8/03/13 Tes calon Instruktur Jomblang (pacarejo) 9/03/13 Materi + praktek lapangan

(goa Sodong) Jomblang (pacarejo)& Pracimantoro

10/03/13 Penelusuran Goa Jati & Gilap

Ponjong

11/03/13 Materi & praktek Jomblang/pacarejo 12/03/13 Penelusuran Pule Ireng &

Ngepoh Tepus

13/03/13 Pemetaan Kali Suci/ Pacarejo 14/03/13 Tes Jomblang/ Pacarejo Pelaksanaan kegiatan kursus Dasar dan Kurus Lanjutan penelusuran Goa yang dimulai pada tanggal 15 maret 2013

15/03/13 Materi Jomblang/pacarejo 16/03/13 Field trip & praktek Museum Karst & jomblang/

Pracimantoro&pacarejo 17/03/13 Praktek Song Ciut/ Pacarejo 18/03/13 Praktek Jomblang & Grubuk 19/03/13 Praktek Luweng Ceblok, Lweng Ngingrong,

Luweng Serpeng2 20/03/13 Praktek Self Rescue Jomblang Resort

21/03/13 Test Jomblang Resort

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

35

3.3.1.3. Daftar Peserta dan Instruktur ( Tanggal 19 Maret 2013 )

1. Tim Luweng Serpeng 2

A. Peserta:

No. Nama Asal Organisasi/Instansi

1 Dina Santana Kamapala

2 Inu F. Ghaniy Dimpa UMM 3 Novianus Tangala Mapala UVRI Makassar 4 Anna Dian Setiawati MAPAGAMA UGM 5 Yores PALAWA UAJY

6 Febri Surya Pratama Mapala SAKAI 7 Faizal Rochim OPA DIAZ Malang 8 Herdinan SWATALA – UMB 9 Ridha Yana Mapala Stienas Banjarmasin 10 Dodik Setyawan Pokdarwis Kalisuci 11 Wahyu Febrianto Pokdarwis Kalisuci 12 Harun Wulawarman MAREPAL UNRIYO 13 Siti Nur Aisyiah WAPEALA UNDIP 14 Qhodirun GAMAPALA 15 Oktavius Ekapranata PALAWA UAJY

16 Ganang Samudra ISI Yogyakarta 17 Hevin Faharisa MAPALA SATRIA – UMP 18 Dian Putri Permatasari MATALABIOGAMA UGM 19 Wildan Supriansyah MAPALA SIGINJAI UNJA

20 Sri Hidayati OPA SIKLUS ITS B. Panitia : No. Nama Level Asal

1 Nafikur Rochman Chief Instructor Tuban 2 Cipit Instructor Malang 3 Wawan K. Assistant Instructor Gunung Kidul 4 Fransiskus (anchor) Assistant Instructor Yogyakarta 5 Febrianti Nur Ajizah Assistant Instructor Yogyakarta

2. Tim Gua Ceblok

A. Peserta:

No. Nama Asal Organisasi/Instansi

1 Mustafaenal Achyar M.Z Mapala STIEM Palopo 2 Fuad Hilmi Swatala UMB 3 Diah Anggraeni Wapeala UNDIP

4 Fitriani Uvri Makassar 5 Muh. Fajrin Wahyudi UIT Makassar 6 Iis Dewi Masruroh MPA Jonggring Salaka 7 M. Reza Halomoan Mapala Siginjai UNJA

8 Yonathan Dwi Priambodo Aldakawanaseta 9 Nordin Kompas Borneo UNLAM 10 Mahfazhul Muharrom KMPA Eka Citra UNJ 11 Fedi Syafiuddin Umum

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

36

12 Sobirin Umum

13 Fuadi Sejahtera PMPA Palawa UNPAD 14 Ainur Rosyadah Soraya Mahipal Unirow 15 Eri Mulizar Edelweis Aceh 16 M. Haikal Muthaqin Mapala Semak Aceh 17 Tsalisus Sya’diyah MPA Ghubatras 18 Resnu Faskar Mapala STTL 19 Rifzi Ali Haihata 20 Khairunnisa Mapala Stienas Banjarmasin

B. Panitia:

No. Nama Level Asal

1 Kawek Master Instructor Jakarta 2 Ardian Dinata Instructor Palembang 3 Alex Assitant Instructor Buniayu 4 Kondim Assitant Instructor Tasikmalaya

5 Limpung Assitant Instructor Yogyakarta 6 Djuhariono Chief Instructor Surabaya

3. Tim Gua Ngingrong

A. Peserta:

No. Nama Asal Organisasi/Instansi

1 Wiji Utomo Mapala Satria UMP 2 Sulfitriani Mapala 09 SMFT-UH 3 Puput Nur Alfidah Mahipal Unirow 4 Indra Safi’i Mapagama 5 Fredikus Viktorianus Dasilva Mapalista 6 Ria Riska Tompusmera Teksapala 7 Ade Hamid Arif PMPA Palawa UNPAD 8 Fadel Mukti Hardiman PLH Siklus ITS 9 Rangga Yudistira Gamapala 10 Akip Saputra Malimpa UMS 11 Moh. Fityan Fathanah Haihata

12 Toucher Laode Mapala Unsultra Kendari 13 Yulyasri Christiani Saragi Palawa UAJY 14 Aulia Rahman PMPA Palawa UNPAD 15 Ruli Junaidi Eka Citra UNJ

16 Pratiwi MK Mapala Salawat Umpar 17 Sri Nurfianti Mapala Salawat Umpar 18 Ade Kurniawan Palmater 19 Wildan Suprian Syah Siginjai UNJA 20 Kodrat Agusti Syahputra Mapala Sakai

B. Panitia:

No. Nama Level Asal

1 M. Taufik Assitant Instructor Madura 2 Ikhsan Assitant Instructor Tuban 3 Oktaviana Palobo Assitant Instructor Makassar

4 M. Iqbal Willyanto Master Instructor Yogyakarta 5 Petrik Master Instructor Tuban 6 Fajar Utama Instructor Tasikmalaya

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

37

3.3.2. Manajemen terkait Aspek Persiapan dan Pengorganisasian Kegiatan.

Manajemen kegiatan dalam hal pemilihan lokasi (luweng) dalam

kegiatan KDKL Hikespi adalah Hit and Run. Jika lokasi dianggap layak saat akan

mulai kegiatan maka kegiatan dilaksanakan, jika tidak maka akan dicari lokasi

lain yang dianggap layak.. Tidak ada survey awal kondisi gua dan

lingkungannya, yang diikuti oleh seluruh pendamping/instruktur kegiatan.

Beberapa pendamping dan instruktur datang pada saat hari berlangsungnya

rangkaian kegiatan pendidikan HIKESPI. Survey awal sebagai persiapan

kegiatan untuk menganalisa resiko tidak dilaksanakan dengan alasan bahwa

kegiatan sudah beberapa kali dilakukan di lokasi yang sama, jadi dianggap

sekalipun dilakukan survey dan terjadi hujan pada saat pelaksanaan maka

hasilnya sama saja , menunda penelusuran gua. (Pernyataan Presiden Hikespi,

22 Maret 2013)

Mengacu pada materi Kewajiban Penelusur Gua, yaitu: "senantiasa

memperhatikan keadaan cuaca, serta tidak memasuki gua yang mudah

kebanjiran pada musim hujan" (sumber: Materi Kewajiban Penelusur Gua, KDKL

HIKESPI), mengacu pada materi aspek Bahaya penulusuran gua, antara lain:

bahaya-bahaya, antroposentrisme (Materi KDKL HIKESPI, Bahaya-bahaya

Antroposentrisme, point 1.4), mengacu pada kompetensi materi Geomorfologi

Karst HIKESPI: " Dapat mencirikan bentukan spesifik di kawasan Karst baik

di permukaan maupun di bawah permukaan " (Sumber Silabus dan

Kompetensi Kusrsus HIKESPI) , dan mengacu pada kompetensi materi

Hidrologi Karst HIKESPI : " Dapat menganalisa hidrologi Karst secara aplikatif

serta aplikasinya pada kegiatan penelusuran goa ( bahaya banjir, survei

sungai bawah tanah, dll ) (Sumber Silabus dan Kompetensi Kusrsus

HIKESPI), maka dapat dikatakan bahwa melakukan penelusuran gua yang

terletak di sistim aliran permukaan yang terhubung pada catchment area pada

waktu musim hujan adalah suatu tindakan yang beresiko tinggi terkait bahaya

kebanjiran di dalam goa.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

38

3.3.3. Manajemen terkait Aspek alam: Morfologi Karst Cuaca/ Musim.

Pada hari kejadian kecelakaan, 19 Maret 2013, kegiatan lapangan

penelusuran luweng peserta KDKL HIKESPI dilaksanakan pada tiga gua yang

berbeda, yaitu Luweng Ngingrong, Luweng Serpeng 2, dan Luweng Ceblok.

Ketiganya mempunyai faktor ancaman yang sama, yaitu terletak didaerah

tangkapan air hujan dan kegiatan dilakukan pada saat musim hujan belum

berakhir. Hampir pada waktu yang bersamaan ketiga gua tersebut mengalami

banjir yang sama Kegiatan di Luweng Ceblok hampir selesai ketika aliran air

memasuki luweng. Kegiatan di Luweng Ngingrong baru selesai ketika banjir

datang. (Sumber : wawancara panitia KDKL, 23 Maret 2013). Gambar 3.10

menunjukkan banjir pada pk 17.11 WIB di Luweng Ngingrong, setelah kegiatan

penelusuran selesai.

Gambar 3.5 Foto kejadian banjir di gua Ngingrong beberapa saat setelah kegiatan penelusuran selesai dilaksanakan. Foto diambil pada tanggal 19-03-2013, pukul 17.11 WIB

Ancaman dari faktor alam dalam kecelakaan ini adalah lokasi mulut

gua berada pada suatu daerah tangkapan air hujan, berada pada ujung

sungai musiman tempat mengalirnya air hujan daerah tangkapan dan kegiatan

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

39

dilakukan pada saat musim hujan masih belum berakhir. Dimungkinkan dengan

adanya kejadian hujan di hari-hari sebelumnya (Tabel 3.1 A B C D E Kejadian

hujan dari stasiun Gombang, Bedoyo, Sumbergiri, Tambak Kromo, Ngipak),

walaupun tidak sampai banjir, sudah jadi aliran permukaan dan masuk kedalam

gua. Terlihat masih ada genangan air di depan mulut gua dan di static pool di

dasar P30 (Gambar 3.6 A dan B).

Gambar 3.6 A : Foto dasar P3/ bibir P30 yang masih terdapat genangan air di statik pool (Sumber dokumentasi KDKL 2013). B : Foto static pool dasar P30 saat rekonstruksi. Pada hari kejadian 19/03/2013 saat sebelum terjadi banjir, kondisi static pool ini penuh air, berwarna lebih terang (Sumber: Keterangan Cipit saat rekonstruksi, Sumber foto : rekonstruksi 23 Maret 2013)

Pada saat tanggal 19/03/2013 dimungkinkan kondisi lapisan tanah

penutup di daerah catchment area masih jenuh air. Ketika datang hujan

dengan intensitas yang cukup, segera menjadi aliran permukaan dengan

kecepatan dan debit yang cukup besar sehingga menimbulkan banjir.

3.4. Teknik Penelusuran Gua Vertikal, Rigging dan Kejadian Kecelakaan,

Operasional Rescue

3.4.1. Teknik Penelusuran Gua Vertikal

Dalam pendidikan KDKL Teknik Penelusuran Gua Vertikal yang digunakan

adalah Single Rope Technique (SRT). Dalam teknik ini penelusur hanya

menggunakan sebuah tali untuk menaiki (ascending) maupun menuruni tali

(descending). Berbagai sistem SRT dikenalkan dalam tahapan pendidikan KDKL

Hikespi. Sedang sistem SRT yang didalami dan digunakan adalah Frog Rig

System atau sering disebut Sit and Stand system.

A B

B C

B C

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

40

3.4.1.1 Ascending

Dalam Frog Rig System , proses ascending menggunakan sebuah hand

ascender dan sebuah chest ascender yang secara bergantian akan bergerak

ke atas dan menambatkan beban penelusur ke tali. Hand ascender/ jammer

dihubungkan dengan sebuah cowstail (sisi panjang) ke seat harness penelusur.

Hand ascender dihubungkan dengan footloop digunakan untuk tumpuan kaki

saat mengangkat badan ke atas. Selain itu sebuah chest ascender yang biasa

dipakai adalah croll, yang dihubungkan dengan seat harness dan diikatkan

pada dada dengan menggunakan sebuah chest harness. Croll ini digunakan

untuk menambatkan beban penelusur pada saat menaiki tali (gambar 3.7. A

dan B).

Prosesi kerjanya adalah sebagai berikut. Pada kondisi diam di tali,

penelusur akan menggantungkan beban tubuhnya pada croll, kemudian

mendorongkan jammer keatas untuk mendapatkan jarak dengan croll nya.

Langkah selanjutnya penelusur akan berdiri bertumpu pada footloop yang

tertambat pada jammer, pada langkah ini croll akan bergerak mendekati posisi

jammer bersamaan dengan naiknya badan. Langkah berikutnya penelusur

akan duduk kembali dan menggantungkan beban tubuhnya pada croll,

demikian proses ini berulang.

3.4.1.2. Descending

Peralatan descending biasa menggunakan descender auto stop

maupun simple stop. Alat ini bekerja dengan memanfaatkan friksi antara tali

dengan roda statis pada descender. Pada SRT kecepatan bukanlah hal yang

diutamakan saat melakukan descending (Gambar 3.7 A dan C)

Gambar 3.7 A. Peralatan Descending dan Ascending pada Single Rope Technique, B. Posisi Ascending, C. Posisi Descending.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

41

3.4.2 Rigging dan Kejadian Kecelakaan

3.4.2.1. Rigging

Rigging adalah teknik untuk menambatkan dan membuat lintasan tali

baik vertikal maupun horisontal. Tambatan yang digunakan bisa berupa

tambatan alam, dan juga tambatan buatan (artifitial anchor). Variasi rigging

juga beragam yang disesuaikan dengan bentuk medan guanya dan fungsinya.

3.4.2.1.1. Lintasan dari Entrance 2 ke P3 m:

Backup anchor menggunakan sebuah pohon di sisi kiri pada alur sungai,

bila kita menghadap kearah luar gua. Main anchor terletak di sebuah batu di

sebelah kanan alur air yang ke dalam gua (Gambar 3.8a Adan B).

Gambar 3.8 A. Panah menunjukkan posisi backup anchor, B. Panah menunjukkan posisi main anchor (sumber rekonstruksi lapangan 23 Maret 2013.

3.4.2.1.2. Lintasan P30 (Dari dasar P3 ke dasar P30 )

Lintasan ini menggunakan sisa tali yang sama dari lintasan P3, artinya

anchor di lintasan P3 akan berfungsi menjadi backup anchor untuk lintasan

section ini. Main anchor berbentuk Y anchor, sisi kiri tali ditambatkan pada

sebuah lobang tembus, dengan menggunakan webbing disambungkan

dengan carabiner dan tali dengan menggunakan simpul Figure of Eight, sisi

kanan adalah lobang tembus didekat lantai gua dengan menggunakan

webbing disambungkan dengan carabiner dan tali menggunakan simpul

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

42

Alpine Butterfly. Kedua posisi anchor sangat dekat dengan lantai gua, yang

merupakan alur air masuk ke dalam gua.

Gambar 3.9. A. Foto yang diambil dari dalam gua menggambarkan posisi dan bentuk anchor yang terpasang pada bibir P30 (sumber rekonstruksi 23 maret 2013), B. Foto yang diambil dari bibir P3, menunjukkan bibir P30 (sumber dokumentasi kegiatan KDKL Hikespi 2013)

Untuk melindungi tali dari gesekan dengan lantai gua dipasang sebuah

padding di bibir P30. Lorong gua sedikit mengarah kekanan ketika mulai

dituruni, dipertengahan lintasan lorong kembali sedikit berbelok ke arah kiri.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

43

Disetiap perubahan arah lorong ini dipasang sebuah padding untuk melindungi

tali dari friksi.

Gambar 3.10. . Foto diambil dari bibir P30, menggambarkan arah lorong menuju dasar P 30, dan panah menunjukkan posisi pemasangan padding (sumber dokumentasi kegiatan KDKL Hikespi 2013)

Menjelang 5 meter dasar P30, terpasang sebuah simpul sambungan tali

(2 buah tali 50 meter), menjelang 3 meter dasar pitch lintasan berbentuk

overhang, dititik ini dipasang sebuah padding untuk melindungi tali dari

gesekan.

3.4.2.1.3. Lintasan P17 (Dari dasar P30 ke dasar P17) :

Lintasan untuk menuruni P17 menggunakan sisa tali dari atas (P30).

dipasang sebuah backup anchor pada dinding diposisi berlawanan arah

dengan bibir P 17. Kemudian dipasang sebuah main anchor pada lobang

tembus di lantai dasar P 30 menggunakan webbing. Tali ditambatkan

menggunakan simpul butterfly. Fall factor diperkecil dengan cara

memperpendek lengkungan tali lintasan dengan menggabungkan dua bagian

tali sebelum backup anchor dan sebelum main anchor P17 menggunakan 2

simpul butterfly pada masing-masing bagian yang dihubungkan degan

carabiner. Bentuk instalasi rigging pada P 17 (dasar p 30) ditunjukkan melalui

gambar-gambar berikut.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

44

Gambar 3.11. A. Ilustrasi bentuk rigging lintasan P 17, B. foto rekonstruksi bentuk rigging dan posisi main anchor lintasan P 17, C. rekonstruksi bentuk rigging dan posisi backup anchor P17 (Sumber: Analisa hasil rekonstruksi, Foto-foto rekonstruksi Kecelakaan Luweng Serpeng2, 23 maret 2013)

3.4.2.2. Kejadian Kecelakaan

Pada saat kelima korban di dasar P30 terjebak banjir, mereka bertahan di

sebuah cerukan sisi kanan bibir P17 (gambar 3.12), mengamankan diri dengan

cara menambatkan jammer pada tali lengkungan yang titik tambatnya ada

pada backup anchor lintasan P17 (sumber: keterangan dari wawancara Cipit di

ruangan dan di lapangan). Komposisi peserta banding instruktur adalah 1

instruktur (Cipit) dan 4 peserta (Dodon, Sam, Dian, dan Hevin)

Arah titik jatuh tali dari backup anchor lintasan P17 mengarah pada bibir

P17. Jika terjadi aliran air dari atas, titik jatuh tali akan berada tepat pada aliran

terjunan di bibir pitch 17 yang menuju ke dasar pitch. Pada saat kejadian banjir

para korban tidak sempat membuat tambatan tambahan di sekitar dinding

atau atap ceruk tempat mereka berlindung yang dapat mencegah titik jatuh

mereka mengarah ke bibir P17. Lima korban yang terseret air tertahan di bibir

P17, tepat di titik terjunan air. Besarnya debit air yang mengalir ke dalam gua

dan melewati bibir P17 sangat menyulitkan para korban membebaskan diri dari

bibir P17.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

45

Gambar 3.12 A. Gambaran saat para penelusur berlindung di ceruk (1) ketika banjir. Mereka menambatkan diri pada tali (2) yang terhubung dengan backup anchor (3) sebagai titik tambatan, yang titik jatuhnya mengarah ke bibir P 17 (4) tepat posisi mengalirnya air ke dasar pitch.B. Gambaran saat para penelusur terseret air, tertahan pada bibir P17, menggantung pada tali yang titik jatuhnya berada di bibir P 17, tepat sebagai tempat mengalirnya air ke dasar pitch (Sumber: Hasil analisa berdasarkan wawancara dan rekonstruksi dengan Instruktur korban)

Pada saat kejadian, dari Entrance (2) hingga dasar P17 ketinggian

anchor terpasang dimasing-masing lintasan ada diposisi rendah mendekati

lantai atau alur aliran air, kecuali backup anchor untuk P17. Posisi main anchor

P17 yang terletak dilantai bibir pitch sangat tidak memungkinkan penelusur

untuk menyelamatkan diri dari banjir dengan menuruni lintasan. Hal ini

disebabkan karena lintasan tali menempel dinding gua dan terendam air yang

mengalir kebawah. Juga titik jatuh lintasan tali tepat di titik air terjun yang

menuju ke dasar P17.

BA

1

2 3

4

1

2 3

4

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

46

3.4.3. Operasional Cave Rescue

Usaha rescue dengan ancaman banjir menjadi sangat genting dalam sisi

emergency respon, Juga sangat susah untuk menilai setiap tindakan yang

diambil team maupun personel rescue karena terbatasnya gambaran/

informasi kondisi gua (debit dan tinggi muka air), ancaman resiko banjir susulan,

kondisi korban, jumlah peralatan, jumlah dan kemampuan teknis personel, jaring

kerja dan komunikasi, dan lain-lainya. Aspek rescue yang dibahas hanya

menampilkan fakta dan memberi gambaran pilihan keputusan yang mungkin

dilaksanakan.

3.4.3.1.Instalasi Rescue

Instalasi Lintasan Rescue dipilih melalui Entrance 1, karena titik ini akan

aman dari jatuhan air banjir dan langsung menuju dasar P17. Di posisi Entrance 1

terdapat 3 personil yang bertugas mengawasi dan mengontrol pergerakan

korban ketika dievakuasi, juga komanado utama untuk personel hauling

lainnya.

3.4.3.1.1. Lintasan Searching (A)

Lintasan Searching digunakan untuk rescuer ketika melakukan pencarian

posisi korban kecelakaan ketika banjir. Lintasan ini dipasang melalui Entrance 1,

dengan sedikit lintasan traverse di bawah bibir pitch. Lintasan ini akan langsung

menuju dasar P17, dengan panjang hampir 50 meter. Tambatan yang

digunakan adalah gabungan beberapa lobang tembus di sekitar Entrance 1.

3.4.3.1.2. Lintasan Rescuer (B)

Digunakan untuk rescuer mendampingi dan mengarahkan korban ketika

dievakuasi keatas/ hauling. Lintasan ini dipasang melalui Entrance 1, lintasan tali

ini akan langsung menuju dasar P17, dengan panjang hampir 50 meter.

Tambatan yang digunakan adalah gabungan beberapa lobang tembus di

sekitar Entrance 1.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

47

3.4.3.1.3. Lintasan Hauling (C)

Digunakan untuk mengevakuasi korban keatas, kearah luar gua. Lintasan

ini dipasang melalui Entrance 1, untuk melindungi tali dari gesekan , titik-titik friksi

dipasang lembaran padding. Lintasan ini memanjang ke arah luar gua, dikunci

pergerakan talinya dengan menggunakan dua buah jammer di pohon yang

sama yang digunakan sebagai backup anchor lintasan P3. Di titik ini

dioperasikan oleh 5 orang, sebagai operator kerja jammer dan penarik. Tali terus

memanjang lebih ke arah luar, disebuah pohon dikunci pergerakannya dengan

descender. Titik ini sebagai tempat menarik korban dari dasar gua sesuai aba-

aba operator dan rescuer di Entrance 1. Tali ditarik oleh sekitar 30 orang, instalasi

tanpa menggunakan Z-rig system adalah pilihan tepat mengingat adanya

kemungkinan bahaya banjir kembali sehingga membutuhkan kecepatan, dan

cukup banyaknya personel yang membantu menarik.

3.4.3.2. Mekanisme Rescue

Korban dievakuasi keatas dengan tetap menggunakan set SRT lengkap,

tali hauling di tambatkan pada seat harness dan pada chest ascender, dan

supaya posisi korban tetap dekat tali dibantu sebuah webbing. Tiap satu korban

di hauling, dengan didampingi satu rescuer untuk memosisikan korban terutama

saat melewati titik friksi/ overhang.

Tiga orang operator di Entrance1 bertugas mengawasi dan mengontrol

pergerakan korban. Memberi aba-aba kecepatan tarikan hauling kepada para

personel penarik. Lima orang operator pada pohon pertama akan

mengoperasikan pergerakan dua buah ascender sebagai pengunci gerakan

dan ikut menarik tali hauling.

Tiga puluh orang pada pohon kedua bertugas menarik tali hauling,

dengan selalu memperhatikan aba-aba operator dan rescuer di Entrance 1,

satu orang lainya mengoperasikan descender sebagai pengunci ke dua.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

48

Gambar 3.13. Gambaran instalasi dan mekanisme evakuasi korban dari Entrance

1.(Sumber: Hasil analisa rekonstruksi lapangan, Foto-foto PMI Kabupaten Gunungkidul,

Yogyakarta).

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

49

3.5. Kronologi Kejadian

3.5.1 Rangkuman Kronologi Kejadian

Kronologi kejadian meliputi sebelum kecelakaan, pada saat kecelakaan,

dan proses evakuasi korban dirangkum dalam Gambar 3.14. Warna hijau

menunjukkan kronologi kegiatan, warna hitam menjelaskan krologi kejadian

alam (hujan dan banjir).

Gambar 3.14. Diagram Fish Bone yang memberikan gambaran Kronologi Kejadian-kejadian sebelum sampai sesudah terjadinya kecelakaan Luweng Serpeng 2 (Sumber: Hasil analisa Tim Investigasi berdasarkan kumpulan fakta dan rekonstruksi lapangan)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

50

3.5.2. Detil Kronologi Kecelakaan Luweng Serpeng 2

Pada tulisan berikut ini disampaikan kronologi kecelakaan luweng serpeng

2 yang terjadi pada kursus KDKL HIKESPI - 19 maret 2013 dalam bentuk rangkaian

fakta-fakta yang dikumpulkan dari berbagai sumber.

KRONOLOGI KECELAKAAN LUWENG SERPENG 2

1. Waktu : 07.00 – 08.00 WIB

Tempat : Pendopo resort Gua Jomblang

Keterangan : Peserta mulai sarapan, pembagian kelompok

Gambar 1 A, B : Foto suasana sarapan sebelum kegiatan, C : Foto pembagian kelompok (Sumber: pribadi peserta ( folder Inu Dimpa ), Kamera : Canon Power Shot)

C

B

A

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

51

2. Waktu : 08.00 – 08.33 WIB

Tempat : Gua Jomblang

Keterangan : Briefing eksplorasi gua

- Cahyo memberikan briefing kepeserta. Soal gambaran lokasi gua untuk

kegiatan. (Sumber :Foto kegiatan gambar 2B )

- Briefing pagi mulai sekitar dari jam 08.00. (Sumber : Ana,peserta)

- Sebelum berangkat ada briefing terlebih dahulu dari Cahyo Alkantana

yang menyampaikan SOP secara garis besar. Pada briefing deskripsi gua

telah dijelaskan, pemetaan, peralatan, dan lain-lain. Pada saat itu cuaca

cerah dan langit biru. (Sumber : Cahyo, Nafik, Cipit, Instruktur). Tim

Ngingrong ditekankan untuk hati-hati karena bahaya saat musim hujan

(sumber: Ana, peserta). Setelah itu Cahyo melakukan kegiatan lain di

pantai Indrayanti.

Gambar 2 A : Foto briefing oleh para instruktur/ pendamping, Gambar 2B : Foto briefing oleh Cahyo Alkantana (Sumber : pribadi peserta, folder Inu Dimpa, Kamera : Canon Power Shot)

A B B

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

52

3. Waktu : 09.00 - 10.00 – 11.00 WIB

Tempat : Camp Jomblang, Perjalanan Tim

Keterangan : Keberangkatan tim

Kejadian Alam :

- 10.30 - 11.00 WIB. Gerimis sebentar lalu terang (Sumber: Gunarto warga

Serpeng)

Kejadian Teknis :

- Peserta mulai berangkat jam 09.00 dengan Tim Ceblok berangkat terlebih

dahulu, Tim Serpeng 2 dan Ngingrong standby di Jomblang menunggu

truk.

- Tiga puluh menit kemudian ruk kembali lagi ke Jomblang dan berangkat

mengangkut 2 tim. Dalam perjalanan ke Luweng Ngingrong cuaca

sempat mendung dan grimis sebentar. (sumber : catatan harian Ana,

peserta)

- Tim Ngingrong turun di dekat lokasi. Tim Serpeng 2 melanjutkan

perjalanan menuju lokasi, berteduh hujan turun lagi dan lumayan deras

tapi cuma sebentar. Lima menit kemudian perjalanan sampai di jalan

setapak menuju Luweng Serpeng 2. Rombongan sempat tersesat

(Sumber : Ana,peserta)

Gambar 3 A: Foto Tim Ngingrong dan Serpeng2 bersiap meninggalkan camp Jomblang, Gambar 3 B: Foto perjalanan tim Ngingrong dan Serpeng 2 menuju lokasi (Sumber: panitia KDKL (Folder Hikespi), Kamera : Canon G 12)

B A

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

53

4. Waktu : 11.20 WIB

Tempat : Entrance Luweng Serpeng 2

Keterangan : Sampai di Luweng Serpeng 2

- Rombongan sampai di luweng Serpeng 2, tim dibagi 2, 10 orang

eksplorasi gua, 10 orang lainnya Sosbud. Tim eksplorasi langsung

dilakukan briefing dan membagi tim dalam 2 kelompok kerja, mapping,

dan rigging. Waktu kegitan dibatasi sampai jam 17.00 WIB (Sumber :

Cahyo, Nafik, Cipit)

- Koordinator tim keseluruhan Dodon, tim rigging Dian dan Sam,

koordinator tim mapping Dina dengan anggota Ana dan Hevin. (Sumber

: Ana, peserta)

- Di depan gua ada kubangan air tetapi di sekitarnya kering. Tim tidak

membawa pelampung karena Luweng Serpeng 2 termasuk gua kering

dan tanpa membawa HT. (Sumber : Cahyo,Nafik,Cipit)

Gambar 4 : Foto saat sampai dilokasi mulut luweng Serpeng 2, Dokumentasi peserta (Sumber : folder 110_03 ok gambar IMG_6756, kamera : Canon Powershot A810, Tanggal 19 Mar 2013, 11.20 WIB.)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

54

5. Waktu : 11.30 – 14.30 WIB

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Rigging lintasan, mapping, pengambilan data sosial

budaya.

Keterangan rinci :

a. Waktu : 11.30 – 12.30 WIB

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Rigging Lintasan P3 dan P30, pemetaan, pelaksanaan

sosial budaya

- Seharusnya peserta yang membuat rigging sendiri karena ini kursus

lanjutan. Karena kesulitan lalu diambil alih pendamping, membuat

lintasan awal dari mulut gua (entrance 2) untuk melihat ke dalam

karena pertimbangan tingkat kesulitan gua, jika pendamping bilang

rope free berarti peserta ikut turun. Pendamping membuat lintasan

dengan variasi sederhana (menggunakan 4 padding) karena

pertimbangan kemampuan peserta baik karena ada wanita maupun

beberapa peserta yang kemampuan SRTnya terbatas. (Sumber :

Cipit,instruktur)

- Peserta makan siang untuk persiapan turun ke Luweng Serpeng. Lalu

peserta di beri waktu dari panitia untuk rigging P30, karena terlalu lama

akhirnya rigging dibantu oleh instruktur yang bernama Cipit. (Sumber :

Dina,peserta)

- Tidak memilih lintasan di luar lintasan air di sebelah kanan karena

peserta harus sedikit manjat dan kondisi batuan yang rawan runtuh. Jadi

diputuskan membuat lintasan diposisi jalur air masuk tapi agak ke sisi kiri

dengan pertimbangan kalau ada aliran air masuk yg tidak terlalu

besar masih bisa dilewati.(Sumber: Nafik,Instruktur)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

55

Gambar 5 A : Dian dan Dodon masih didasar P3 (Sumber : 110_03 ok gambar IMG_6760, kamera : Canon Powershot A810 Tanggal:19 mar 2013, 12.25.) Gambar 5 B : Ana dan Dina di depan mulut gua melakukan pemetaan gua (Sumber : Foto : Dokumentasi peserta (Sumber : folder 110_03 ok gambar IMG_6758) kamera : Canon Powershot A810 Tanggal:19 mar 2013, 12.21.)

Gambar 5C, Dian, Dodon, Sam masih menunggu giliran turun dibibir P30 (Sumber : Foto Dokumentasi HIKESPI) Gambar 5D :Kegiatan SosBud (Sumber :Inu Dimpa gambar IMG_2963 IMG_2976,kamera:canon powershot,12.34 WIB)

A B

D C

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

56

b. Waktu : 12.30 – 13.30

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Rigging Lintasan P30. Peserta mulai turun

(Sam,Dodon,Dian). Pelaksanaan sosial budaya

- Peserta yang pertama kali turun adalah Sam, kemudian Dodon, Dian,

Dina.(Sumber : Dina)

- Peserta mulai turun. Nafik disekitar lokasi mulut gua, Febri ada di bibir

P3 m, Fransiskus (Anchor) di bibir P 30 meter, Cipit di dasar P30. Sam

turun kesulitan melewati deviasi. Cipit naik lagi untuk memperbaiki

lintasan, diganti dengan padding. Dodon turun tidak mengalami

kesulitan, lalu Dina menyusul turun. Setelah itu diikuti Dian, dia merasa

titik jatuh lintasan condong ke arah kiri, diperintahkan untuk berusaha

menggeser pergerakan kearah kanan, Dian sampai bawah.(Sumber :

Cipit,Instruktur)

c. Waktu : 13.30 – 14.30

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Rigging Lintasan P17. Dina,Ana,Hevin mulai turun P3

dan P30. Kepulangan tim sosial budaya

- Mas Cipit ada rigging untuk P17. Awal menggunakan Y-anchor agak

mepet dengan dinding jalur air. Dodon turun ke Dasar P17 disusul Sams

dan Dina.(Sumber : Dodon,peserta)

- Dina mulai menuruni lintasan P30, sesampai di dasar terlihat Dodon

sudah sampai dasar P17. Setelah itu berurutan Sam dan Dina turun ke

dasar P17.(Sumber : Dina,peserta)

- 13.34 - 13.41 WIB. Ana dan Hevin masih didepan mulut gua, Peserta

Sosbud kembali kedepan mulut Luweng Serpeng 2

- 13.36 WIB. Nafik mengecek lintasan P30.

- Ana mulai menuruni lintasan P30 setelah Dina. Sesampai didasar P30

Ana melihat Cipit, Dian dan Sam (ragu antara Dodon atau Sam), saat

itu juga Ana melihat Dodon naik ke bibir P17. Di dasar P30 Dian

memberi makanan ke peserta lain, saat itu Cipit, Dian dan Ana

berbincang masalah banjir, Dian menanyakan masalah banjir ke Cipit.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

57

Disarankan untuk tetep tenang jika ada banjir dan mencari tempat

aman.

- Setelah itu Dian mengutarakan keinginannya untuk turun. Hevin mulai

turun dari bibir P30, dia adalah peserta yang terakhir turun P30. Setelah

Sampai di dasar P30 Hevin hampir jatuh. (Sumber : Ana,peserta)

Gambar 6 A : Ana masih didepan mulut Gua. (Sumber : Inu Dimpa gambar IMG_2979 kamera: Canon Powershot Tanggal:19 mar 2013, 13.34.)

Gambar 6 B : Ana masih didepan mulut Gua. (Sumber : folder 110_03 ok gambar IMG_6761 kamera : Canon Powershot A810 Tanggal:19 mar 2013, 13.28.). Gambar 6 C: Nafik mengecek lintasan P30, (Sumber : Dokumentasi peserta folder Inu Dimpa gambar IMG_2985 kamera : Canon Powershot Tanggal:19 mar 2013, 13.35.)

A

C B

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

58

6. Waktu : 14.30 – 15.30

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Kegiatan eksplorasi

Kejadian Alam :

- 14.30 - 15.00 WIB. Awan mulai gelap, bergerak, dari selatan ke timur,

hujan sepertinya jatuh ( sumber : Gunarto, penduduk).

- 15.15 WIB. Hujan dengan angin sampai dimulut gua (Sumber : Mbah Noto

Daki, penduduk)

Kejadian Teknis :

- Nafik turun ke dasar P30 mengkondisikan peserta yang di dalam untuk

naik.karena waktu eksplorasi akan habis. Tiga peserta didasar P3

diperintahkan juga naik ke mulut gua. Beberapa lama kemudian gerimis

dan berubah cerah. (Sumber : Nafik,instruktur)

- Setelah Dina Sampai di dasar P17, Dodon naik ke dasar P30. Dian turun ke

dasar P17 (lintasan digunakan bergantian). Komposisi di dasar P17

menjadi bertiga yaitu Sam,Dian,Dina. (Sumber : Dina,peserta)

- Wawan menuruni lintasan P30 sampai ditengah lintasan, menanyakan

apa sisa talinya bisa digunakan untuk membuat satu lintasan di P30, agar

peserta lebih cepat naiknya (Sumber Dodon, peserta).

- Karena tidak ada sisa tali lagi lalu di instruksi penelusur dibawah untuk

naik karena sudah sore dan takut hujan. Setelah sampai di atas Wawan

berteriak rope free. (Sumber : Ana,peserta)

- Wawan turun dan pada saat itu masih ada peserta yang naik dari P 17,

sehingga wawan memtuskan untuk kembali dan mengintruksikan apabila

yang P 17 sudah selesai akan dibawa naik sisa tali untuk membuat 2

lintasan (sumber wawan dan cipit)

- Cipit turun P17 dan memerintahkan untuk siap-siap naik dan mencari

posisi aman dari titik jatuh tali di P17, kemudian Cipit naik lagi ke bibir P17.

Sam naik ke bibir P17, komposisi akhir jadi sebagai berikut : di dasar P30

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

59

ada 5 orang Hevin, Ana, Cipit, Dodon dan Sam, didasar P17 ada 2 orang,

Dina dan Dian. (Sumber : Dodon,peserta)

- Setelah itu Cipit mengistruksikan ke Ana untuk naik duluan, Ana

mengencangkan crollnya agar pada saat ascending menjadi

cepat.(Sumber : Ana,peserta)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

60

Gambar 7 : Ilustrasi posisi terakhir semua peserta sebelum banjir memasuki mulut gua (Sumber: Hasil rekonstruksi Tim Investigasi)

Illustration By Erlangga Esa Laksmana - ASC 2013

Febri

Fransiskus (Anchor)

Cipit (Hitam Coklat) Dodon (Biru Putih) Sam (Orange Coklat) Ana (Kuning Kuning) Hevin (Merah putih)

Dina (Biru Muda Putih) Dian (Merah hitam, Putih )

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

61

7. Waktu : 15.30 – 17.00

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Banjir. Kecelakaan. Kegiatan pencarian, rescue Ana.

a. Waktu : 15.30 – 15.44

Tempat : Luweng Serpeng 2

Kejadian Alam :

- 15.45 WIB. Banjir fase 1

Kejadian Teknis :

Keterangan : Proses Ascending P30 (Ana), Ascending P17 (Dian), Nafik

descending P3.

- Dina menanyakan waktu ke Dian, kemudian Dian menjawab sekarang jam

15.30, dan Dian menanyakan apakah Dina sudah sholat? Dina menjawab

nanti saja di atas. Kemudian ada instruksi ke Dina untuk naik ke bibir P17,

karena Dian yang akan melakukan cleaning lintasan P17. Lalu ada insruksi

dari atas Dian yang duluan naik, saat itu Dian sedang mengambil wudhu.

Instruksi berikutnya dari Cipit yang berada di bibir P17 adalah lintasan P17

tidak usah di cleaning karena takut hujan. Walaupun Dina merasa takut di

bawah, dia tetap menyuruh Dian untuk naik duluan karena Dian

perempuan. (Sumber : Dina, Peserta)

- Ana sudah mulai naik dari dasar pitch 30m. Dian naik dari dasar P 17,

Peserta didasar P30 berlindung di cerukan dinding sebelah kanan. Dina

tetep di dasar P17 karena sempitnya dasar P30. Ada informasi dari Wawan

bahwa di luar mendung. (Sumber : Cipit, instruktur)

- Baru ascending sekitar 3-5 meter Ana melihat simpul sambungan tali di

lintasan, dan dia berhenti untuk melewati sambungan tali. Jammer baru

pindah posisi di atas simpul dan croll masih dibawah simpul. Ana

mendengar teriakan banjir, semua orang di bawahnya panik. (Sumber :

Ana, Peserta)

- Dian masih ascending di tengah lintasan P17. Dina memasang pengaman

karena takut air, pada saat itu Dina belum menerima berita banjir. Pada

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

62

saat Dian akan sampai di bibir P17, ada teriakan dari atas kalau di luar

banjir, dalam hitungan detik air datang. Dina lari kesamping menuju

batuan (keseberang air terjun,atas instruksi Cipit), setelah itu Dina berdiri

disana sambil melihat atas. Dina melihat air datang tepat ke muka Dian,

Dian sangat panik dan berteriak –teriak. Pada saat itu juga Dina melihat

ada yang menarik Dian dari bibir P17 (Cipit), tetapi tidak tahu siapa.

Setelah mencoba untuk melihat lagi, Dina sudah tidak bisa melihat apa -

apa karena tertutup air. Setelah lama berdiri di batuan air naik lalu Dina

melepas sepatu dan memanjat menjauh dari air.(Sumber : Dina, Peserta).

- Cipit memasang jammer pada tali dan menyambungkan cowstail dengan

footloop untuk dapat menjangkau Dian dan mengangkat dari bibir P17.

(Sumber : Cipit, Instruktur)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

63

Gambar 8 A : Banjir fase pertama (sumber Dok. KDKL HIKESPI)Gambar 8 B : Banjir fase pertama, batu dibibir P3 masih terlihat, (Sumber : captured dari movie MVI_3004.AVI, 19/03/2013, 15.45 WIB.)

A

B

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

64

Gambar 9 : Ilustrasi posisi terakhir semua peserta saat banjir fase pertama memasuki mulut gua (Sumber: Hasil rekonstruksi Tim Investigasi)

Dina (Biru Muda Putih)

Ana (Kuning kuning

Dian (Merah hitam, Putih )

Cipit (Hitam Coklat) Dodon (Biru Putih) Sam (Orange Coklat) Hevin (Merah putih)

Posisi berhenti Ana (sambungan tali), saat banjir datang

Cerukan tempat para penelusur berlindung didasar P30

Illustration By Erlangga Esa Laksmana - ASC 2013

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

65

b. Waktu : 16.03

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Banjir fase 2,

- 16.03 WIB. Banjir Fase ke dua/ ke tiga, air berwarna merah, kecoklatan.

Gambar 10 : Banjir fase kedua/ ketiga, batu dibibir P3 sudah terendam, (captured dari movie MVI_3006.AVI, 19/03/2013, 16.03 WIB.)

- Ana masih menggantung di ketinggian 3-5 m dr dasar P30, melindungi

kepala di cerukan sempit untuk mendapatkan ruang bernapas, sebelah

kakinya mendapat pijakan yang bagus (Sumber : Ana, peserta)

- Cipit, Dian, Hevin, Sam, Dodon (berurutan dari bibir pitch ke arah dalam),

berlindung dicerukan sebelah kanan (menghadap bibir P17), dengan

memasang semua jammer secara perurutan di lengkungan tali yang

tertambat di backup anchor lintasan P17. (Sumber : Cipit, Instruktur)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

66

Gambar 11 : Ceruk tempat Cipit, Dian, Hevin, Sam, Dodon berlindung saat banjir memasuki lorong gua. Warna dinding yang lebih putih pada sekitar dinding ceruk mengindikasikan bahwa ceruk tersebut terbentuk karena proses pengikisan saat air/ banjir mengalir kearah dasar gua.

- Cahyo Alkantana dan tim sampai lokasi penginapan Jomblang dari

acara pembuatan film dipantai . Jam 16.00 Hujan deras.

- Banjir datang phase ke dua, kondisi penelusur masih dalam keadaan fit.

Dian pada posisi menghadap dinding, teriak-teriak, kemudian terseret air

dan ditolong Cipit serta Sam. Kemudian disuruh berdiri mmenghadap ke

Cipit. Kemudian datang banjir phase ke dua. (Sumber : Cipit, Instruktur)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

67

Gambar 12 : Ilustrasi posisi terakhir semua peserta saat banji rbesar memasuki mulut gua (Sumber: Hasil rekonstruksi Tim Investigasi)

Dina (Biru Muda Putih)

Dodon (Biru putih) Sam (Orange coklat) Hevin (Merah putih) Dian (Merah hitam,Putih) Cipit (Hitam coklat)

Posisi berhenti Ana (sambungan tali), saat banjir datang

Cerukan Tempat para penelusur berlindung didasar P30

Ana (Kuning kuning

Illustration By Erlangga Esa Laksmana - ASC 2013

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

68

c. Waktu : 16.25

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Setelah banjir fase 2 dan 3

- Banjir mulai Surut. (Video)

- Ada 2 fase air datang, selisih antara fase 1 dan 2 (-/+ 40 menit),

sedangkan fase 2 dan 3 cepat. Fase 2 dan 3 terdengar suara yang

besar. Perbandingan debit air dari fase 1 ke 2 terjadi lonjakan

sebanyak 3x lipat. (Sumber : Cipit, instruktur)

Gambar 13 : Banjir mulai surut, batu dibibir P3 mulai timbul (Sumber : captured dari movie MVI_3007.AVI, 19/03/2013, 16.25 WIB.)

- Dian terpeleset lagi , penelusur yang lain terbawa karena terhubung

pada satu tali. ke lima penelusur terseret air dan terhenti pada lintasan

air terjun karena panjang talinya bisa mencapai bibir P17. Cipit yang

ada dibawah tidak bisa melihat keatas, penelusur yang ada diatasnya

masih bergerak untuk berusaha menjauhi terjangan air terjun. Selama

bertahan Cipit masih sempat merasa Sam memegang tangannya

(dimungkinkan meninggal yang terakhir). Cipit bertahan dengan

memutar kearah luar lidah air yg jatuh, membuat ruang bernapas

dengan helm dan lingkaran tangan pada tali, serta menutupi lobang

hidung dengan telapak tangan.Dina didasar P17 memanjat kearah

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

69

luar titik jatuh air dengan mengamankan dirinya pada tali lintasan.

Sehingga lintasan seperti bentuk lintasan Tyrolean.(Sumber:

Wawancara Cipit, instruktur)

-

d. Waktu : 16.29

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Tambahan alat datang

- Support alat datang datang dari ngingrong. (Sumber : Nafik, movie

MVI_3008.AVI 19/03/2013, 16.29 WIB)

e. Waktu : 16.49

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Banjir fase 3

- Banjir mulai Surut.

Gambar 14 : Banjir mulai surut, batu dibibir P3 makin timbul, (Sumber : captured dari movie MVI_3010.AVI, 19/03/2013, 16.49 WIB.)

- Ana sempat melihat cahaya headlamp dibawahnya, semakin lama ia

semakin merasa ditarik – tarik dan cahaya headlamp sudah hilang,

Ana tidak bisa melihat apa – apa lagi. Ana bertahan di posisinya

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

70

Sampai Nafik datang untuk menolongnya, pada saat itu air belum

habis atau behenti. Ana berada di posisi mengamankan dirinya

tersebut selama 1.5 jam . Ana mencoba kembali untuk melihat ke

bawah, tetapi tidak bisa sehingga helmnya melorot ke bawah,

sehingga ia memutuskan tidak bisa merubah posisi. (Sumber : Ana,

peserta)

-

f. Waktu : 17.00

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Nafik turun ke P30

- Banjir mulai Surut. (Video)

- Nafik sudah mulai berkoordinasi dengan Cahyo Alkantana, dan Nafik

sudah mempersiapkan proses evakuasi.

- Jam 17.00 Cahyo sudah mulai sibuk telpon dengan orang dilokasi

serpeng2.

- Akhir Hujan.(Sumber : Mbah Noto Daki, warga)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

71

8. Waktu : 17.00 – 23.30

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan rinci :

a. Waktu : 17.00 – 21.30

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Proses rescue, dan evakuasi.

- Nafik turun melalui Entrance (1) sampai menemukan posisi 5 orang

korban menggantung di bibir P17, berurutan dari atas adalah Dodon,

Sam, Hevin, Dian, Cipit. Tiga orang (Sam, Hevin, Dian) tidak bergerak

lagi, posisi korban sangat dekat (bertumpukan/menempel). Posisi Cipit

paling bawah. Korban selamat paling atas Dodon posisinya terjepit

dengan korban yang berada di bawahnya. Yang lainnya saling

menempel semua dengan posisi terlentang. Nafik yang berjarak sekitar

7 meter dari posisi korban mencoba meloncat mendekati korban.

Pada awalnya Nafik mengira korban yang terlentang hanya 2 orang,

Sam dan satu orang lagi karena 2 orang korban memakai coverall dan

jilbab yang sama (gelap), dengan arah kepala masuk di air terjun.

Nafik mengecek kondisi Sam yang juga tidak bergerak lagi. Kemudian

Nafik naik untuk mencoba mengangkat semua korban, tetapi tidak

bisa. Nafik melihat korban Ana yang berada diatas pitch 2. Kemudian

Nafik berkomunikasi dengan Cipit, Cipit menyatakan baik – baik saja

(masih bisa bertahan). Dodon posisinya masih terjepit dan Nafik tidak

bisa menarik keatas. (Sumber : Nafik, instruktur)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

72

Gambar 15 : Ilustrasi posisi korban setelah terseret air dan terhenti di bibir P17, saat di temukan pertama kali (Sumber: Hasil rekonstruksi Tim Investigasi)

Dina (Biru Muda Putih)

Ana (Kuning

Dodon (Biru Putih) Sam (Orange Coklat) Hevin (Merah putih) Dian (Merah hitam, Putih) Cipit (Hitam Coklat)

Posisi berhenti Ana (sambungan tali), saat banjir datang

Illustration By Erlangga Esa Laksmana - ASC 2013

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

73

- Nafik kembali lagi melompat dan bergeser. Ana ditemukan dengan

kepala masuk kedalam ceruk diketinggian 3-5 m, apabila Ana naik

sedikit lagi bisa saja Ana ikut menjadi korban meninggal. Keadaan Ana

sudah lemas, jadi semua proses pindah lintasan dilakukan oleh Nafik.

Setelah Nafik dan Ana sudah satu lintasan, Nafik mengayun untuk

memposisikan diri ke titik jatuh tali. Nafik mencoba mengangkat Ana

dengan teknik italian pulley, setelah ascending sejauh 2 meter Nafik

merasa tidak mungkin karena akan terlalu lama. Nafik memutuskan

untuk meninggalkan Ana dilintasannya, Nafik naik kepermukaan

kemudian memberikan tali baru ke Ana. Ana menyangkutkan tali dari

Nafik dan di tarik. Setelah Nafik mengangkat Ana, Nafik berkoordinasi

dengan mas Cahyo melalui telfon, kemudian Ancor turun.(Sumber :

Nafik, instruktur)

- Setelah dipermukaan, Ana di carikan tempat untuk duduk dan diberi

air hangat. Setelah itu Ana di bawa ketempat agak turun, disitu

peralatannya di lepas dan digendong ke rumah warga. (Sumber :

Ana, peserta)

- 18.00 WIB Cahyo menuju ke lokasi Serpeng 2, tempat pelatihan

karena ada 7 orang terjebak banjir didalam gua dan 1 orang

diinformasikan meninggal.

- 19.30 WIB Banyak peserta latihan dan beberapa orang SAR Baron

salah satunya mas Kampret. Di simpang jalan besar terlihat mobil polisi

dan kumpulan wartawan, ambulance menuju Serpeng. Cahyo sudah

ada di lokasi.

- Ancor turun smenggunakan lintasan Nafik setelah proses evakuasi Ana

selesai sampai dipermukaan (Sumber : Fransiskus (Anchor), instruktur).

- Dina melihat ancor turun Sampai pitch 1 dan teriak – teriak. Dina tidak

mendengar teriakan Ancor, tetapi Dina melihat headlamp Ancor

mengarah ke dirinya. Setelah beberapa lama, Dina mendengar

teriakan Ancor mendekati korban dengan bantuan tali yang ditarik

oleh Dina (membantu mengarahkan tali ke arah korban)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

74

- Ancor turun tidak sampai ke dasar P30. Ancor melihat posisi korban

berhimpitan, Cipit berada di posisi paling bawah, di atasnya Dian,

Hevin, Sam dan Dodon. Ancor berusaha mengangkat semua korban

sendirian, pertama kali ancor melihat hanya 3 korban, Dodon Sam dan

Cipit dengan posisi masih terguyur air.

- Dina lalu diinstruksi untuk naik memakai lintasan Nafik. Setelah Dina

sejajar posisi ancor, Ancor meminta bantuan Dina untuk menolongnya

menarik peserta yang berada di bibir P17. Dina mencoba mengayun,

dan disambut oleh Ancor. Dina dan ancor mencoba untuk

mengangkat korban dengan menggunakan cowstail, tetapi tidak kuat

karena sudah lemas. Setelah itu ancor menyuruh Dina naik ke

permukaan. Dina Sampai permukaan saat hari sudah gelap. (Sumber :

Dina, peserta)

- Fransiskus (Anchor) mencoba mengangkat semua korban sekaligus

dengan teknik balancing (carabiner di pasang di badan rescuer,

cowstail kebawah) tetapi tidak kuat. Kemudian Fransiskus (Anchor)

menggunakan tali dari atas nya untuk membantunya untuk

mengangkat korban, tetapi tetap tidak kuat. Karena beberapa kali

mencoba mengangkat korban tidak berhasil, Fransiskus (Anchor)

melepas srt, kemudian turun dan memansang pengaman webbing.

(Sumber : Fransiskus (Anchor), instruktur)

- Fransiskus (Anchor) memutuskan untuk mengangkat korban satu

persatu, di mulai dengan Sam karena posisinya paling dekat.

Kemudian Hevin, proses ini dibantu Dodon dengan mengikatkan

webbing di chest harness Hevin. Selanjutnya pada proses

pengangkatan Dian adalah proses yang paling sulit, Fransiskus

(Anchor) merasa panik saat mencoba mengangkat Dian, karena Cipit

masih terguyur air sehingga mencoba memposisikan diri untuk

membendung air yang mengenai Cipit. (Sumber : Fransiskus (Anchor),

instruktur)

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

75

- Pada saat proses mengangkat Dian, Ujay menyusul turun ke P30

dengan lintasan baru. Proses pengangkatan Dian dilakukan

memasang carbiner counter balance ke tubuh Dian yang dilakukan

oleh Dodon. Lintasan counter balance ditarik oleh Ujay dan Fransiskus

(Anchor), untuk mengurangi gesekan tali dibibir pitch, Cipit membantu

mengarahkan tubuh Dian menjauhi dinding P17. Setelah Dian

terbebas dari lintasan, Dodon dapat naik ke bibir P17. Usaha

berikutnya membantu mengangkat Cipit ke bibir P17. Setelah itu

Japrak turun membawa selimut, makanan, dan minum. (Sumber :

Fransiskus (Anchor), instruktur)

- Wawan sempat turun untuk membawa makanan dan minuman, lalu

naik lagi. Kemudian Japrak turun membawa selimut. (Sumber : Nafik,

instruktur)

- Sam (korban) dievakuasi keatas dengan lintasan hauling, didampingi

Ancor (rescuer) melalui lintasan rescuer, naik ke permukaan. ( Sumber :

Ancor, Nafik, instruktur )

- Setelah itu Cipit naik sendiri tanpa bantuan (Sumber : Ancor, Nafik,

instruktur)

b. Waktu : 22.00

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Evakuasi Dian

- Dian (korban) dievakuasi keatas dengan lintasan hauling , didampingi

Ujay (rescuer) melalui lintasan rescuer, naik ke permukaan. (Sumber :

Ancor, Nafik, instruktur)

c. Waktu : 23.30

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Evakuasi Hevin dan Dodon

- Proses evakuasi terakhir (ke 4) menggunakan 3 lintasan sekaligus

(menggunakan seluruh tali yang ada), dengan pertimbangan takut

akan banjir susulan yang mungkin akan terjadi. Hevin (korban)

dievakuasi keatas dengan lintasan hauling didampingi Japrak

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

76

(rescuer) melalui lintasan rescuer, Dodon naik sendiri menggunakan

lintasan tambahan karena merasa masih mampu. (Sumber : Nafik,

Ancor, instruktur)

9. Waktu : 24.00

Tempat : Luweng Serpeng 2

Keterangan : Proses Rescue selesai

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

77

BAB IV

SARAN DAN REKOMENDASI

4.1. Aspek Manajemen dan Persiapan.

A. Perlu dilakukan survey awal untuk mengetahui tingkat kesulitan, menyusun

rencana kegiatan, dan analisa resiko, terutama dalam kegiatan

pendidikan. Dalam proses perencanaan dan persiapan kegiatan, terutama

kegiatan pendidikan harus dipertimbangkan bahwa peserta pendidikan

adalah orang dalam proses belajar, tidak berpengalaman, dan bukan

dalam kapasitas memutuskan.

B. Untuk menganalisa resiko dalam persiapan kegiatan pendidikan

direkomendasikan untuk mempelajari data primer berupa laporan kejadian

dan prakiraan hujan, data-data sekunder berupa laporan-laporan

penelitian ataupun kegiatan yang pernah dilakukan, serta menjaring

informasi dari penduduk setempat tentang gua, lingkungan sekitar, dan

kearifan lokal.

C. Proses perijinan harus dilengkapi informasi susunan kepanitiaan dan

peserta, waktu jadwal kegiatan, lokasi dan nama gua yang dipilih untuk

kegiatan. Informasi yang lengkap akan memudahkan aparat maupun

pihak lain ketika ada kejadian yang memerlukan emergency respon. Selain

ditujukan aparat pemerintahan , perijinan juga harus diajukan pada tingkat

pemerintah desa dan lingkungan terdekat lokasi gua (RT, RW, basecamp).

D. Kegiatan penelusuran gua adalah kegiatan dengan keahlian yang spesifik.

Oleh karena itu direkomendasikan untuk memberitahukan kepada tim lain

atau lembaga yang kompeten di bidang speleologi untuk kepentingan

emergency respons.

E. Komposisi instruktur dan peserta direkomendasikan dengan rasio minimal 2

instruktur untuk setiap 5 peserta. seorang instruktur bertugas mendampingi

peserta dan seorang lainnya menganalisa dan merespon situasi

emergency.

4.2. Aspek Manajemen dan Alam: Morfologi Karst, Cuaca, Musim dan Gua.

A. Lima tahun terakhir terjadi perubahan/penyimpangan perilaku iklim

berupa hujan ekstrim yang belum banyak diketahui kalayak umum dan

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

78

termasuk penelusur gua. Setiap penelusur gua direkomendasikan tidak

hanya mendasarkan pada pengalaman sebelum tahun 2008. Penelusur

gua harus membaharui informasi tentang iklim lokal dan terkini.

B. Pemahaman mengenai kondisi permukaan yang menjadi daerah

tangkapan air belum menjadi SOP penelusuran gua. Pemahaman dan

kemampuan mengidentifikasi daerah tangkapan air perlu dijadikan SOP

penelusuran gua.

C. Survey awal sistem perguaan dan lingkungan sekitarnya, analisa dengan

metode geospatial (peta RBI, Google Map, Peta Geologi, peta citra,

dsb) dan tinjauan lapangan atau survey awal, untuk mengidentifikasi

parameter penting dalam hal resiko banjir meliputi: identifikasi luasan

catchment area, lapisan tanah permukaan dan tingkat kejenuhan,

persen kelerengan, pemanfaatan atau tutupan lahan, gambaran dan

perkiran potensi debit air yang masuk melalui mulut gua dengan

berbagai skenario curah hujan ringan sampai lebat, cuaca/ musim,

posisi-posisi untuk perencanaan jejaring pemantauan cuaca, bentukan

medan gua, potensi bahaya penelusuran tiap section lorong gua, serta

rancangan posisi, variasi dan rekayasa instalasi rigging untuk berbagai

skenario kejadian normal dan darurat. Hasil survai akan melengkapi

rencana kegiatan yang matang, resiko yang terukur dan terantisipasi

dengan langkah-langkah penanggulangan bencana, serta manajemen

penelusuran yang layak dan sesuai dengan karakter lokasi, kemampuan

tim dan jenis kegiatan.

D. Suatu kompleks perguaan yang mempunyai lorong panjang, berbagai

level dan saling terhubung dengan beberapa mulut gua yang berjauhan

dan masing-masing mempunyai daerah tangkapan sendiri perlu

diketahui dalam satu rangkaian survai awal.

E. Pada saat pelaksanakan kegiatan perlu dilakukan lagi re-check analisa

resiko atas ancaman faktor alam khususnya informasi kejadian hujan

sebelumnya dari stasiun pemantauan hujan, langkah-langkah

pengamatan tingkat kejenuhan air yang tersimpan dilapisan tanah

penutup permukaan, sisa tangkapan air di alur sungai/ dasar doline

yang terletak di lingkungan sekitar lokasi, sekitar mulut gua dan di dalam

gua, serta pemantauan prakiraan cuaca pada hari itu.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

79

F. Penelusur gua harus memahami dengan baik bahwa gua yang berada

di daerah tangkapan air, seperti luweng Serpeng 2, Luweng Ngingrong

dan Luweng Ceblok , merupakan lobang pengeringan sistem tangkapan

air di sekitarnya yang berarti merupakan ancaman. Keputusan

melakukan penelusuran di gua seperti ini pada musim hujan, akan

menambah faktor kerentanan dan akan menimbulkan resiko bagi para

penelusur gua ketika dilanggar. Survey awal sudah harus menjadi bagian

dalam manajemen penelusuran dalam bentuk langkah-langkah

memperkecil resiko dan antisipasi kejadian bencana yang sangat ketat

dan tepat. Sehingga langkah paling aman tidak dilakukan penelusuran

pada saat musim hujan, apalagi untuk keperluan pendidikan

penelusuran goa dengan kemampuan dan pengalaman peserta yang

terbatas serta jumlah anggota tim yang banyak.

G. Suatu gua yang diduga memiliki sistem hidrologi bawah permukaan harus

diwaspadai. Gua dengan sistem hidrologi bawah permukaan yang

panjang dan tidak terkoneksi dengan run off permukaan memiliki

ancaman banjir yang tidak mudah diprediksi.

H. Untuk mengetahui dan identifikasi zona aman dan bahaya setiap

segmen lorong gua perlu dilakukan survey awal oleh para pendamping.

Dalam kasus luweng Serpeng 2 meliputi :

1. Zona aman banjir pada luweng Serpeng 2 hanya terdapat pada

daerah tepi dasar P17 dan lorong fosil di atasnya (arah belakang bila

menghadap downstream pada dasar P17), serta daerah di luar static

pool pada dasar P7 (I). Setelah itu seluruh lorong merupakan daerah

aliran air saat terjadi banjir. Hal tersebut sebaiknya menjadi perhatian

utama saat menelusuri luweng Serpeng 2, dan dipertimbangkan

dalam rencana dan manajemen penelusuran.

2. Posisi penelusur pada section lorong tertentu saat banjir datang sangat

mempengaruhi besarnya resiko. Walau ada beberapa section lorong

gua yang dimungkinkan aman, ancaman banjir tidak pernah dapat

diprediksi waktu kejadiannya.

I. Publikasi kejadian kecelakaan gua dalam bentuk buku laporan dan

bentuk publikasi lainnya secara rinci, detil, dan sebenar-benarnya sangat

penting sebagai referensi dan studi kasus bagi penelusur lain pada

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

80

khususnya dan dunia speleologi pada umumnya. Direkomendasikan

perlu dirumuskan media pertukaran informasi speleologi yang mudah dan

dapat diakses oleh semua pihak.

4.3. Aspek Teknik Penelusuran Gua Vertikal

A. Direkomendasikan dalam setiap kegiatan penelusuran gua wajib

mengutamakan safety first procedure baik untuk penelusur, gua, dan

peralatannya, serta kenyamanan penelusuran yang akan berkaitan

dengan kemanan penelusuran. Hal ini tercermin melalui penggunaan

peralatan yang benar dan penuh penghargaan serta penerapan rekayasa

rigging yang menjamin keamanan alat dan penelusur.

B. Penelusuran gua tidak dapat dilakukan semata-mata dengan berorientasi

teknis dan dengan kecepatan tinggi, bukan kegiatan adventuring semata

yang mengutamakan kegagahan dan kecepatan, karena peluang

orientasi dan mobilasasi peralatan yang sangat terbatas, dan karakter

lingkungan gua yang gelap dan rentan. Bila hal tersebut dilakukan hanya

akan menghilangkan kemungkinan untuk mengidentifikasi ancaman,

daerah-daerah aman, dan menganalisa resiko yang ada.

4.5. Aspek Teknik Rigging

A. Rigging adalah teknik pemasangan lintasan tali, baik untuk lintasan vertikal

maupun horisontal. Bentuk dan variasi lintasan tergantung dari bentuk

medan dan fungsinya. Prosedur, posisi dan bentuk rigging bisa menjadi

faktor kerentanan jika tidak dilakukan dengan benar. Direkomendasikan

untuk dilakukan studi banding atau bila perlu second opinion kepada tim

lain terhadap rencana lintasan dan managemen penelusuran, terutama

bila dilakukan pada lingkungan gua/luweng beresiko tinggi.

B. Untuk keperluan pendidikan, direkomendasikan dilakukan penelusuran awal

oleh seluruh instruktur yang akan bertugas mendampingi peserta

pendidikan, dengan berbagai alternatif skenario lintasan dan rekayasa

rigging. Hal ini akan menambah wawasan dan menjadi faktor yang sangat

menentukan bila harus mengambil keputusan beresiko tinggi bila terjadi

keadaan darurat dengan membawa anggota tim yang memiliki

kemampuan dan pengalaman terbatas. Penelusuran luweng Serpeng 2

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

81

direkomendasikan menggunakan Entrance 1 karena akan memperkecil

resiko terjebak banjir dari mulut gua saat hujan. Kedalaman lintasan

Entrance 1 adalah sekitar 60 meter langsung terhubung dengan dasar P17

yang berupa chamber yang cukup luas serta terdapat sebuah lorong fosil

besar pada arah upstream yang berlawanan arah dengan downstream

larian air menuju P7(I) (lihat peta luweng Serpeng 2) Dasar P17 merupakan

zona aman banjir I pada Luweng Serpeng 2. Dalam kasus kecelakaan

luweng Serpeng 2, posisi Entrance 2 yang dipilih sebagai jalur lintasan saat

kejadian merupakan sebuah kerentanan artinya memperbesar resiko jika

dilakukan penelusuran saat musim hujan. Hal ini disebabkan harus melewati

P3, P30 dan P17 yang merupakan saluran air permukaan/ banjir yang

masuk kedalam gua. Entrance 2 direkomendasikan untuk tidak digunakan

sebagai jalur penelusuran pada saat musim hujan.

C. Direkomendasikan untuk membuat variasi lintasan yang dapat memperkecil

resiko friksi lintasan ketika memilih entrance 1. Variasi rigging dengan bentuk

Y anchor menggunakan anchor I pada dinding sekitar entrance 1 (dengan

backup anchor yang cukup) dan anchor 2 pada lubang tembus dinding

seberang entrance 1 (dengan backup anchor yang cukup), akan

menempatkan titik jatuh tali langsung ke dasar P17 dan jauh dari titik jatuh

air. Selama proses pemasangan lintasan, rigging man harus tetap

melakukan orientasi dan analisa kelayakan titik anchor.

D. Direkomendasikan dalam proses rigging dilakukan orientasi pemilihan

ketinggian posisi anchor di atas level mata serta dengan memperhatikan

titik jatuh tali dan lintasan terhadap aliran air jika terjadi banjir. Hal ini akan

lebih memperbesar kesempatan jika harus dilakukan penurunan lintasan

saat terjadi keadaan darurat. Kebiasaan orientasi seperti ini juga akan

memperkecil resiko friksi alat terhadap lantai goa yang berarti juga akan

meningkatkan keamanan penelusuran.

E. Dalam kegiatan penelusuran, terutama pendidikan diirekomendasikan

untuk membuat rencana dan mekanisme backup rescue yang berupa

persiapan ekstra peralatan dan ekstra personel yang khusus selalu standby

untuk kondisi emergency. Ekstra peralatan wajib tersedia dimulut gua dan

dalam tim penelusuran. Ekstra peralatan ini hanya benar-benar dipakai

dalam kondisi emergency, bukan dipakai sebagai peralatan penelusuran.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

82

Terminologi

Anchor : titik/ point tambatan lintasan tali.

Ascender : salah satu alat, bagian dari set peralatan dalam teknik

melewati lintasan vertikal (SRT), digunakan untuk naik/

memanjat lintasan tali.

Ascending : kegiatan menaiki lintasan tali vertikal.

Backup Anchor : anchor cadangan, yaitu tambatan yang mendapat

beban hentakan ketika main anchor jebol/ terlepas saat

dilewati.

Carabiner : cincin kait, alat yang digunakan untuk mengaitkan

rangkaian peralatan ataupun mengaitkan tali pada

tambatan.

Cowstail : salah satu rangkaian alat, bagian dari set peralatan dalam

teknik melewati lintasan vertikal (SRT), berupa rangkaian

tali dinamik dengan dua ujung yang berbeda panjang,

yang masing-masing ujung dilengkapi dengan sebuah

carabiner.

Croll / Chest Ascender : salah satu jenis ascender yang dipasang pada

posisi dada, digunakan untuk saat menaiki lintasan tali.

Descender : salah satu alat, bagian dari set peralatan dalam teknik

melewati lintasan vertikal (SRT), digunakan untuk menuruni

lintasan tali.

Descending : kegiatan menuruni lintasan tali vertikal.

Entrance : mulut gua, lobang yang digunakan sebagai akses

memasuki gua

Jammer/ hand ascender : salah satu jenis ascender yang dioperasikan/

dipegang tangan saat menaiki lintasan tali.

KDKL : Kursus Dasar Kursus Lanjutan, tahapan kursus/ pendidikan

penelusuran gua yang diselenggarakan oleh HIKESPI.

Luweng : Gua dengan lorong berbentuk vertikal.

Main Anchor : anchor utama, tambatan yang akan dibebani ketika

penelusur melewati lintasan tali.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

83

Padding : salah satu jenis alat rigging yang digunakan sebagai

pelindung tali terhadap gesekan/ friksi dengan batu pada

dinding/ lantai gua.

Pitch : lintasan/ lorong vertikal gua.

P30 : pitch 30, lorong vertikal gua dengan kedalaman 30 meter.

Ponor : lobang/ sumuran tempat menghilangnya air aliran

permukaan.

Rigging : teknik pemasangan lintasan tali baik untuk lintasan vertikal

maupun horisontal.

Sink Hole : aliran sungai permukaan menghilang secara difusi atau

merupakan pintu lorong sungai bawah permukaan.

SRT : Single Rope Technique, teknik melewati lintasan tali

tunggal.

Static Pool : kolam air yang biasa terletak di dasar-dasar lintasan pitch/

gua. Terisi ketika ada aliran air dari permukaan.

Swallow Hole : lobang tempat menghilangnya aliran sungai permukaan.

Webbing : tali pita, ada dua jenis, pipih/ plate dan tubulair (tabung),

biasa digunakan untuk menghubungkan tali dengan

tambatan alam (pohon, lobang tembus, dsb) dengan

bantuan sebuah carabiner.

Y anchor : tambatan berbentuk huruf "Y", menggabungkan dua buah

anchor pada sisi yang berbeda yang berguna untuk

membagi beban pada masing-masing sisi, dan

mengarahkan posisi jatuh tali pada titik tertentu.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

84

LAMPIRAN

SILABUS & KOMPETENSI KURSUS

PENELUSURAN GOA

HIKESPI

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

BIR

O P

EN

DID

IKA

N H

IKE

SPI

SIL

AB

US

& K

OM

PE

TE

NS

I KU

RS

US

P

EN

ELU

SU

RA

N G

OA

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

2

PENDAHULUAN

Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia disingkat secara resmi menjadi HIKESPI dan untuk dunia internasional memakai nama Federation of

Indonesian Speleological Activities (FINSPAC), merupakan organisasi profesi dan keilmuan yang dibentuk pada tanggal 23 Mei 1983 di

Cilacap. Sejak tahun 1984 merupakan anggota Union Internationale de Speleologie (IUS), yang menjadi anggota UNESCO.

VISI dan MISI HIKESPI antara lain:

• Hikespi didirikan untuk menampung, membina, menyuluh, meningkatkan mutu, serta mengkoordinir kegiatan-kegiatan dalam bidang speleologi di Indonesia.

• Mengembangkan pengertian dan kesadaran akan perlunya gua dan lingkungannya dilindungi, serta secara aktif berusaha untuk melestarikannya.

• Mengembangkan ilmu dan profesi speleologi di Indonesia, dengan dasar kode etik dan moral speleologi.

• Hikespi menjadi wadah pusat informasi di bidang speleologi

Dalam meningkatkan mutu di bidang Speleologi, maka HIKESPI secara berkala mengadakan kursus tehnik penelusuran goa tingkat dasar,

lanjutan, asisten instruktur dan instruktur, serta kursus – kursus ilmiah yang berkaitan dengan speleologi. Atas dasar itulah HIKESPI

melalui BIRO PENDIDIKAN HIKESPI menyusun silabus dan kompetensi kursus yang digunakan sebagai acuan dalam kursus – kursus

yang diadakan oleh HIKESPI.

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

3

TINGKATAN KURSUS HIKESPI

*Untuk tingkatan Master hingga Course Directour merupakan tingkatan berdasarkan pengabdian di HIKESPI

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

4

GARIS BESAR PENILAIAN KURSUS

A. PENILAIAN KDKL

Untuk penilaian dilakukan beberapa tahapan. Tahapan – tahapan tersebut antara lain:

1. Tahap 1 : Pemahaman mengenai seluk beluk perlengkapan caving, peralatan SRT, aneka jenis tali, simpul, teknik SRT dan teknik self rescue

2. Tahap 2 : Pemahaman mengenai introduksi, keilmuan, dan Cave Survey

3. Tahap 3 : Kesanggupan untuk menyusun laporan eksplorasi penelusuran gua terpadu dan mempresentasikannya (sidang)

Peserta KDKL dinyatakan lulus jika penilaian mencapai minimal 65 persen

B. PENILAIAN ASISTEN INSTRUKTUR DAN INSTRUKTUR

Untuk penilaian dilakukan beberapa tahapan. Tahapan – tahapan tersebut antara lain:

Tahap Awal: Test Tulis, Test Fisik, Test Psikologi (PAPI Test), Test Self Rescue

Tahap Akhir: Wawancara, Pedagogi dan Didactic, test penyusunan dan seminar laporan eksplorasi terpadu

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

5

SILABUS DAN KOMPETENSI KURSUS HIKESPI

A. KDKL (Kursus Dasar dan Kursus Lanjutan HIKESPI) Output: Peserta kursus dapat memahami dan melakukan tahapan – tahapan penelusuran goa yang baik dan benar sesuai standar

HIKESPI

SILABUS dan KOMPETENSI KURSUS Penelusuran Goa Tingkat Dasar dan Lanjutan HIKESPI

No Materi Target Kompetensi Metode

Penyam

paian

Estimasi

Wak

tu

Nara

S

um

b

er

Keteranga

n

A. INTRODUKSI

1. Sejarah Penelusuran Goa

Mengetahui sejarah perkembangan kegiatan speleologi dan penelusuran goa di dunia maupun di Indonesia

Dapat menceritakan sejarah perkembangan kegiatan speleologi dan penelusuran goa di dunia maupun di Indonesia

Slide session Diskusi

30 – 60 men

it

Kelas

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

6

2. Etika dan Moral Penelusuran Goa

Mengetahui etika dan moral penelusuran goa termasuk kewajiban penelusur goa yang aman dan bertanggungjawab

Dapat melakukan penelusuran goa sesuai etika, moral dan kewajiban penelusur goa secara konsisten

Slide session Diskusi

30 – 60 men

it

Kelas

3. Bahaya – bahaya Penelusuran Goa (Antroposentrisme dan Speleosentrisme)

Mengetahui jenis bahaya – bahaya yang terjadi dalam kegiatan penelusuran goa, serta cara memprediksi dan mengatasinya

Dapat memprediksi dan mengantisipasi jenis bahaya – bahaya penelusuran goa, serta melakukan penelusuran goa sesuai dengan azas konservasi

Slide session Diskusi

30 – 60 men

it

Kelas

4. Kegiatan Penelusuran Goa dan Manfaatnya

Mengetahui latar belakang kegiatan penelusuran goa (baik bagi diri

Dapat menjelaskan alasan melakukan penelusuran goa dan mampu

Slide session Diskusi

30 – 60 men

it

Kelas

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

7

sendiri maupun orang lain), dan manfaat dari kegiatan speleologi maupun penelusuran goa secara utuh

menjelaskan manfaat dari kegiatan penelusuran goa ke orang lain

B. KEILMUAN 1. Karstologi Mengetahui proses

terbentuknya batu gamping dan kawasan karst, serta proses terjadinya goa dan speleothem

Dapat menganalisa proses terbentuknya kawasan karst, serta proses terjadinya goa dan speleothem pada lokasi kegiatan, sebagai bahan laporan ilmiah

Teori Slide session

Diskusi

30 – 60 men

it

Kelas dan Kuliah

Lapangan

2. Hidrologi Karst Mengetahui teori tentang hidrologi Karst

Dapat menganalisa hidrologi Karst secara

Teori Slide session

Diskusi

30 – 60 men

it

Kelas dan Kuliah

Lap

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

8

secara aplikatif serta aplikasinya pada kegiatan penelusuran goa

aplikatif serta aplikasinya pada kegiatan penelusuran goa ( bahaya banjir, survei sungai bawah tanah, dll )

angan

3. Geomorfologi Mengetahui bentukan spesifik di kawasan Karst baik di permukaan maupun di bawah permukaan

Dapat mencirikan bentukan spesifik di kawasan Karst baik di permukaan maupun di bawah permukaan

Teori Slide Session

Diskusi

30 – 60 men

it

Kelas dan Kuliah

Lapangan

4. Biospeleologi dan ekologi

Mengetahui pengetahuan dasar Biospeleologi secara aplikasi untuk menunjang kegiatan survei Karst dan

Dapat mengaplikasikan pengetahuan dasar Biologi untuk menunjang kegiatan survei Karst dan

Teori Slide Session

Diskusi

30 – 60 men

it

Kelas dan Kuliah

Lapangan

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

9

Penelusuran Goa

Penelusuran Goa

5. Sosial, ekonomi, dan budaya (Pariwisata)

Mengetahui pengetahuan dasar Sosekbud secara aplikasi untuk menunjang kegiatan survei Karst dan Penelusuran Goa, serta Mengetahui gambaran kegiatan wisata goa baik wisata umum ( mass tourism ) maupun Wisata Minat Khusus

Dapat mengaplikasikan pengetahuan dasar Sosekbud dan pariwisata goa untuk menunjang kegiatan survei Karst dan Penelusuran Goa

Teori Slide Session

Diskusi

30 – 60 men

it

Kelas dan Kuliah

Lapangan

C. TEKNIK

1. Peralatan ( pengenalan, penggunaa

Mengetahui jenis2 peralatan dan perlengkapa

Dapat memilih peralatan dan perlengkapa

Slide session Diskusi

30 – 60 men

it

Kelas

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

10

n, karakteristik, perawatan )

n dalam kegiatan penelusuran goa

n sesuai kegiatan yang akan dilakukan, sesuai dengan safety prosedur yang ada. Membawa peralatan sesuai safety prosedur

Dapat menggunakan dengan benar, merawat dengan baik peralatan yang digunakan baik milik sendiri maupun pinjaman dari kelompok lain

2. TPGH (goa berair, sump,

Mengetahui teknik penelusuran

Dapat melakukan kegiatan

Slide session Diskusi

kondisional

Kelas dan Praktek

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

11

lumpur, lorong rendah, lorong sempit )

goa horisontal dengan segala medan, mulai medan yang ringan sampai ekstrim

penelusuran goa horisontal dalam berbagai teknik dengan segala medan, mulai medan yang ringan sampai ekstrim. Dengan batasan safety prosedur

Praktek Lapangan

3. TPGV : � Tanpa Alat :

scrambling, traversing, free Climbing, chimney, bridging, dll

� Dengan Alat : � Jenis SRT � Frogrig � Variasi lintasan :

Mengetahui teknik penelusuran goa vertikal dengan segala medan, mulai medan yang ringan sampai ekstrim. Mengetahui teknik

Dapat melakukan kegiatan penelusuran goa vertikal dalam berbagai teknik dengan segala medan, mulai medan yang ringan

Slide session Diskusi

Simulasi Praktek

kondisional

Kelas, Lintasan

Kering,

Praktek Lapangan

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

12

intermediet,deviasi, sambungan, traverse, tyrolean )

penelusuran tanpa alat dan menggunakan alat standar, dengan batasan safety prosedur

sampai ekstrim. Dengan batasan safety prosedur. Dapat mengon

trol rekan satu tim selama kegiatan penelusuran goa berlangsung. Konsekuen dalam Safety Prosedure

4. Teknik Rigging, simpul, dan cleaning ( syarat, alat, Fall Factor, Lintasan )

Mengetahui berbagai jenis simpul dan fungsinya dalam kegiatan penelusuran goa. Mengetahui teori pembuatan rigging yang

Dapat membuat berbagai jenis simpul sesuai fungsinya dalam kegiatan penelusuran goa. Dapat membuat rigging yang aman dan nyaman

Slide session Diskusi

Simulasi Praktek

kondisional

Kelas, Lintasan

Kering,

Praktek Lapangan

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

13

aman dengan batasan safety prosedur

dengan batasan safety prosedur

D. MANAJEMEN 1. Manajemen

penelusuran :

• Macam – macam tujuan penelusuran goa

• Strategi ( baru dan lama )

• Pembagian tugas

• Checking alat, dll-nya

• Penelusuran • Evaluasi

Mengetahui rangkaian kegiatan dalam penelusuran goa secara detil dan utuh, baik untuk kegiatan eksplorasi, ekspedisi, sampai Profesi pada kegiatan survei kawasan karst dan goa .

Dapat menerapkan pengetahuan manajemen dalam Penelusuran goa secara efektif dan efisien dalam kegiatan yang dilakukan

Slide session Diskusi Praktek

60 – 120 men

it

Kelas dan Praktek

Lapangan

2. Manajemen Ekspedisi :

• Pra kegiatan • Pelaksanaan

Mengetahui proses penyelenggaraan sebuah kegiatan

Minimal mampu mengadakan kegiatan Ekspedisi

Slide session Diskusi Praktek

60 – 120 men

it

Kelas dan Praktek Lap

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

14

ekspedisi • Paska kegiatan

ekspedisi caving maupun Speleologi, mulai dari penentuan target Tim, pencarian data awal, pemilihan lokasi, persiapan Tim, Pencarian Dana, Pelaksanaan Ekspsedisi, sampai pembuatan laporan ekspedisi standar ilmiah

kegiatan Penelusuran goa secara utuh, mulai dari menentukan lokasi kegiatan, pengoatan data, pembentukan Tim, pelaksanaan ekspedisi, sampai pembuatan laporan ekspedisi standar dengan muatan ilmiah

angan

E. RESCUE 1. Teknik Rescue :

� Self Rescue ( man to man, tim )

� Outside Rescue

Mengetahui gambaran kegiatan Cave Rescue secara utuh baik secara

Mampu melakukan kegiatan Rescue pada kegiatan Penelusuran Goa di

Slide session DIskusi

Simulasi/praktek

Kondisional

Kelas dan lintasan kerin

g

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

15

Tim Kecil maupun Tim yang lebih Besar penekanan pada segi teknik

lapangan, baik secara Tim Kecil maupun Tim yang lebih besar

2. Teknik Evakuasi : � Evakuasi Horizontal � Evakuasi goa Vertikal: Single Pitch, Multi

Pitch, Crack System

� Evakuasi di air ( SBT, Air Terjun, Telaga, Sump, dll )

Mengetahui gambaran secara utuh tingkat kesulitan pada kegiatan evakuasi korban di dalam goa dengan berbagai variasi medan

Dapat melakukan evakuasi di dalam goa bila terjadi suatu musibah dalam kegiatan penelusuran goa

Slide session Diskusi

kondisional

Kelas

3. Medis dalam cave rescue

Mengetahui aspek medis terkait dengan potensi resiko dan bahaya yang dapt timbul dalam kegiatan penelusuran

Mampu menganalisa akibat dari insiden maupun accident yang terjadi dilapangan saat

Slide session Diskusi

Simulasi

60 menit Kelas

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

16

goa melakukan kegiatan penelusuran goa secara medis

F. CAVE SURVEY 1. Analisa

(Interpretasi) Mengetahui cara

melacak keberadaan kawasan batu gamping, kawasan karst, dan sebaran mulut goa. Mengetahui cara memprediksi kedalaman dan sistem pergoaan yang ada pada suatu kawasan karst

Dapat melacak keberadaan kawasan batu gamping, kawasan karst, dan sebaran mulut goa. Dapat memprediksi keberadaan sistem pergoaan yang ada pada suatu kawasan karst

Slide session Diskusi Praktek

60 menit Kelas dan Praktek Lapangan

2. Pemetaan Goa Mengetahui prinsip dasar pembuatan peta goa

Mampu membuat Peta goa dengan standar BCRA

Slide session Diskusi Praktek

Kondisional

Kelas dan Praktek Lap

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

17

secara standar BCRA maupun aplikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan

maupun secara aplikasi ( dengan peralatan minimal buatan sendiri )

angan

3. Pendataan Mengetahui metode pendataan goa dan identifikasi kawasan karst secara efektif dan mencakup data standar baik permukaan maupun bawah permukaan, sesuai acuan Kepmen ESDM Nomor 1456.K/20/ESDM/2000

Dapat melakukan pendataan goa dan identifikasi kawasan karst secara efektif , mencakup data standar baik permukaan maupun bawah permukaan, sesuai acuan Kepmen ESDM Nomor 1456.K/20/ESDM/2000

Slide session Diskusi Praktek

kondisional

Kelas dan Praktek Lapangan

4. Dokumentasi Mengetahui cara Mampu Slide session 60 – 120 Kelas dan

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

18

(Fotografi dan Film)

mendokumentasikan kegiatan penelusuran goa dengan kamera foto dan audio visual secara utuh baik dari segi teknik maupun kondisi dan medan yang ditelusuri

mendokumentasikan kegiatan penelusuran goa dengan kamera foto secara utuh baik dari segi teknik maupun kondisi dan medan yang ditelusuri

Diskusi Praktek

menit

Praktek Lapangan

5. Pembuatan dan Penyusunan Laporan

Mengetahui teknis pembuatan laporan secara utuh dalam kegiatan penelusuran goa, baik laporan kegiatan maupun laporan ilmiah, untuk kepentingan konservasi

Dapat membuat laporan secara utuh dalam kegiatan penelusuran, baik laporan kegiatan maupun laporan ilmiah, untuk kepentingan konservasi karst dan goa. Mulai

Slide session Diskusi Praktek

kondisional

Kelas dan Praktek Lapangan

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

19

karst dan goa dari pengumpulan data sampai dengan lampiran2 yang mendukung laporan utama

NB: yang dicetak biru ialah materi level lanjut

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

20

ALUR GOAL KDKL

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

21

SKEMA GOAL KURSUS

Output Kursus

Penilaian Test Tulis Praktek Penyusunan Laporan dan

Evaluasi

Tidak

SDM calon Asisten dan

Instruktur

Pengenalan,

Pemahaman,

Level Lanjut

GOAL

Level Dasar INTRODUKSI TEKNIK KEILMUAN RESCUE MANAJEME CAVE

TEKNIK RESCUE MANAJEME CAVE

EXPEDITION

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

22

B. Asisten Instruktur dan Instruktur HIKESPI Output: Peserta kursus dapat melakukan transfer kemampuan teknis dan manajerial, knowledge dan attitude (leadership) sesuai

kapasitasnya sebagai instruktur HIKESPI

Syarat mengikuti kursus Asisten Instruktur dan Instruktur HIKESPI: Peserta telah mengikuti KDKL yang diadakan oleh HIKESPI dan atau mendapat rekomendasi dari Instruktur, Master

Instruktur, Chief Instruktur, dan Course Directour yang berada pada masing-masing Komisariat Daerah HIKESPI (KOMDA).

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

23

Silabus dan Kompetensi Kursus Instruktur dan Asistan Instruktur HIKESPI

No. Materi Target Kompetensi Metode

Penya

mpaia

n

Estimasi

W

a

kt

u

Narasumber Keterangan

A. Leadership Mengetahui pentingnya

kepemimpinan

dalam kegiatan

penelusuran goa,

mengetahui peran

serta pengaruh

seorang instruktur

Dapat melakukan transfer

kemampuan teknis

dan manajerial,

knowledge dan

attitude

(leadership) sesuai

kapasitasnya

sebagai instruktur

B. Keilmuan

Karstologi Memahami proses

terbentuknya batu

gamping dan

kawasan karst,

Dapat melakukan analisa

proses

terbentuknya

kawasan karst,

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

24

serta proses

terjadinya goa dan

speleothem

serta proses

terjadinya goa dan

speleothem pada

lokasi kegiatan

sebagai bahan

laporan ilmiah

Hidrologi,

Geomorfologi

Memahami pentingnya

pendataan

hidrologi dan

morfologi

kawasan karst

Dapat melakukan

pendataan

hidrologi dan

geomorfologi

sesuai analisis

dasar sungai

bawah tanah. Serta

melakukan

interpretasi

kawasan

permukaan

terhadap kondisi

aliran sungai

bawah tanah atau

goa

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

25

Arkeologi Memahami tentang

peranan penting

arkeologi dalam

ilmu speleologi

maupun

konservasi

kawasan

Dapat melakukan

pendataan dasar

potensi arkeologi

goa dan analisis

dasar dari

pendataan yang

dilakukan

Biospeleologi Memahami tentang

pentingnya

pendataan biota

Dapat melakukan

pendataan potensi

kehidupan yang

ada didalam goa

maupun

lingkungan

sekitarnya dan

analisis dasar dari

hasil pendataan

Pariwisata Karst Mampu mengidentifikasi

serta menganalisis

potensi sekaligus

Dapat mengidentifikasi

potensi pariwisata

karst, memahami

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

26

permasalahan

pariwisata karst

azaz pengelolaan

pariwisata karst

(terutama wisata

goa), serta mampu

menganalisis

berbagai

permasalahan

terkait pariwisata

goa beserta

solusinya

Sosekbud, Konservasi Mampu menganalisis

kondisi social dan

budaya masyarakat

kawasan karst

serta paham akan

pentingnya

konservasi

kawasan karst

Dapat mengidentifikasi

kondisi dan

potensi social

budaya

masyarakat,

mengetahui aspek

– aspek konservasi

pada kawasan

karst

C. Rescue

Rescue group Memahami konsep, Dapat mengaplikasikan

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

27

manajemen dan

teknis rescue

group

konsep,

manajemen dan

teknis rescue

group

Raising (taught rope),

Lowering,

Transfer

Memahami secara teori

maupun praktek

mengenai raising,

lowering, dan

transfer

Dapat mengaplikasikan

raising, lowering,

dan transfer

CPR dan Psikologis

korban

Memahami PPGD dan

CPR serta

penanganan

korban

Dapat melakukan PPGD

dan CPR serta

penanganan

korban

Tata laksana musibah

dalam goa

Memahami tata laksana

musibah dalam

goa

Dapat mengaplikasikan

tata laksana

musibah dalam

goa

D. Teknik

Standard safety

procedure

Memahami sinergitas

peralatan dan

perlengkapan

Mampu melakukan

analisa

karakteristik goa,

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

28

penelusuran goa sungai bawah

tanah, filosofi alat,

dan variasi

lintasan

E. Cave Survey

GIS Mengetahui konsep dan

fungsi GIS dalam

kegiatan pendataan

goa

Dapat menerapkan GIS

dalam kegiatan

pendataan goa dan

kawasan karst

Software (3D map) Mengetahui pembuatan

peta goa dengan

menggunakan

software

Dapat melakukan

pembuatan peta

goa dengan

menggunakan

software

Data base Mengetahui pembuatan

data base kawasan

karst dan

fungsinya

Dapat membuat data base

kawasan karst

secara terpadu

F. ManaJemen

SOP Memahami SOP kegiatan

penelusuran goa

Mampu mengaplikasikan

SOP kegiatan

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

29

sesuai standar penelusuran goa

G. Pedagogi dan

Didactic

Mengetahui fungsi silabus

dan kurikulum

dalam pendidikan

speleologi,

mengetahui tujuan

diadakannya

kursus,

mengetahui cara

berkomunikasi dan

meningkatkan

motivasi para

peserta kursus

Dapat berkomunikasi dan

memotivasi para

peserta kursus,

dapat menyusun

silabus dan

kurikulum

pendidikan

speleologi, serta

paham mengenai

kursus speleologi

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com

HIMPUNAN KEGIATAN SPELEOLOGI INDONESIA FEDARATION OF INDONESIAN SPELEOLOGICAL ACTIVITIES

30

SKEMA GOAL KURSUS INSTRUKTUR

Output Kursus (Instruktur)

Penilaian Praktek Penyusunan Laporan dan

Evaluasi

Tidak

Dapat melakukan transfer kemampuan

teknis dan manajerial, knowledge

dan attitude (leadership) sesuai

Pemahaman, dan

GOAL

EXPEDITION CONCEPT & FIELD TRIP

Asisten

Leadershi Keilmua Rescu Teknik Cave Manajeme

Pedagogi &

Penilaian

Wawanca

Psikologi Test (PAPI TEST)

Fisik Speleology Self Rescue

PD

F C

reated with deskP

DF

PD

F W

riter - Trial :: http://w

ww

.docudesk.com