Naskah Tt Niaga 2

69
NASKAH TT NIAGA 2 4.6. Hambatan Perdagangan dan Libralisasi Perdagangan 1). Hambatan Perdagangan Internasional Hampir semua negara di dunia ini menyadari pentingnya melakukan perdagangan internasional terutama untuk peningkatan pendapatan negara melalui penerimaan devisa ekspor dan untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang modal atau bahan-bahan yang sumberdayanya tidak terdapat di negara yang bersangkutan. Namun dalam prakteknya masih saja terdapat negara- negara yang membatasi atau bahkan menghambat terhadap masuknya barang-barang yang tidak diinginkan. Umumnya argument atau alasan yang mendasari dilakukannya hambatan perdagangan internasional adalah sebagai berikut : a). Melindungi industri di dalam negeri yang baru berkembang dan dianggap masih lemah ( infant industry ). b). Melindungi pasar dalam negeri dari membanjirnya barang-barang dari luar negeri dan dikhawatirkan barang local akan kalah bersaing karena teknologi jauh lebih unggul. c). Menahan akumulasi kapital berupa devisa untuk membayar barang-barang impor terutama yang dianggap bukan barang produktif atau barang konsumtif. d). Mendorong akumulasi kapital dengan jalan mengurangi pembayaran terhadap barang-barang impor.

Transcript of Naskah Tt Niaga 2

Page 1: Naskah Tt Niaga 2

NASKAH TT NIAGA 2

4.6. Hambatan Perdagangan dan Libralisasi Perdagangan

1). Hambatan Perdagangan Internasional

Hampir semua negara di dunia ini menyadari pentingnya melakukan perdagangan internasional terutama untuk peningkatan pendapatan negara melalui penerimaan devisa ekspor dan untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang modal atau bahan-bahan yang sumberdayanya tidak terdapat di negara yang bersangkutan. Namun dalam prakteknya masih saja terdapat negara- negara yang membatasi atau bahkan menghambat terhadap masuknya barang-barang yang tidak diinginkan. Umumnya argument atau alasan yang mendasari dilakukannya hambatan perdagangan internasional adalah sebagai berikut :

a). Melindungi industri di dalam negeri yang baru berkembang dan dianggap masih lemah ( infant industry ).

b). Melindungi pasar dalam negeri dari membanjirnya barang-barang dari luar negeri dan dikhawatirkan barang local akan kalah bersaing karena teknologi jauh lebih unggul.

c). Menahan akumulasi kapital berupa devisa untuk membayar barang-barang impor terutama yang dianggap bukan barang produktif atau barang konsumtif.

d). Mendorong akumulasi kapital dengan jalan mengurangi pembayaran terhadap barang-barang impor.

e). Mempertahankan standar hidup dan upah riil tenaga kerja lokal melalui pembatasan impor terhadap barang yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

f). Konservasi sumberdaya alam terutama terhadap permintaan dari luar negeri.

g). Melindungi lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja lokal melalui pembatasan impor.

h). Pertahanan nasional, dengan mengurangi bahkan kalau perlu menghilangkan ketergantungan terhadap barang-barang impor.

i). Meningkatkan skala ekonomi perusahaan dan sekaligus skala usahanya, dengan adanya peningkatan permintaan terhadap barang lokal.

j). Retaliasi, yaitu meningkatkan tawar- menawar atau pembalasan kalau ekspor kita mengalami hambatan ekspor oleh negara lain.

Page 2: Naskah Tt Niaga 2

2). Bentuk-bentuk Hambatan Perdagangan Internasional

Pada umumnya terdapat dua jenis hambatan perdagangan, yaitu dalam bentuk; (1). Tarif dan (2). Non-tarif.

(1).Hambatan Tarif ; yaitu merupakan suatu hambatan yang dikenakan untuk barang yang masuk ke dalam negeri dalam bentuk pajak ekspor, terkadang selain untuk menghambat sekaligus juga sebagai pendapatan negara. Hambatan berupa tarif ini tidak menghalangi barang untuk tetap bisa masuk ke dalam negeri hanya saja daya saingnya menjadi menurun karena harga barang menjadi mahal. Meskipun harga barang menjadi mahal, peluang untuk berkompetisi masih tetap ada yaitu dengan masuk ke celuk pasar khusus terutama bagi konsumen tertentu atau konsumen eksklusif yang senang dengan produksi dari luar negeri ( product import minded ). Pengenaan tarif ini secara umum dapat dapat berfungsi dalam hal-hal sebagai berikut ;

a). Fungsi peningkatan ; terhadap tekanan-tekanan inflatoir, hak-hak istimewa khusus, pengendalian pemerintah dalam aspek politis dan ekonomis.

b). Fungsi memperlemah ; posisi neraca pembayaran luar negeri, pola penawaran dan permintaan, hubungan internasional.

c). Fungsi pembatasan ; sumber pasokan bagi industri dalam negeri, pilihan-pilihan yang tersedia bagi konsumen, dan kompetisi.

Bentuk-bentuk tarif, dapat dibedakan dalam berbagai macam antara lain ; berupa pajak ekspor/impor, tarif surcharge, countervailing duties dan lain-lain. (2). Hambatan Non-Tarif ; yaitu suatu hambatan yang digunakan untuk menghalangi masuknya barang impor dalam bentuk bukan tarif, akan tetapi dengan menggunakan persyaratan- persyaratan yang sifatnya sangat teknis sehingga sering juga disebut dengan istilah “technical barier”. Adapun bentuk- hambatan adalah semua bentuk hambatan terkecuali tarif seperti, peryaratan standar mutu barang, harmonisasi sistem pengawasan mutu, persyaratan administrasi, pembatasan volume ( quota ) , subsidi pemerintah, sistem moneter dan lain-lain.

3). Upaya Menghilangkan Hambatan :

Pembatasan perdagangan ini sering sekali menimbulkan konflik dagang antar negara yang terlibat, bahkan terjadinya krisis dan menjadi lebih parah lagi sampai ke depresi ekonomi dunia di tahun 1930 adalah akibat adanya pembatasan-pembatasan bahkan pelarangan terhadap

Page 3: Naskah Tt Niaga 2

perdagangan internasional. Menyadari akan hal itu maka dalam sistem perekonomian yang baru semua bentuk hambatan tersebut dapat diselesaikan atau di eliminir melalui kerjasama perdagangan antar negara seperti kerjasama yang sifatnya Multilateral ( WTO ), Regional ( AFTA,NAFTA,APEC ), Bilateral ( Indonesia- China, Indonesia – Australia ). Kuhsus mengenai kerjasama Mulltilateral yang berkaitan dengan GATT/WTO akan dibahas secara khusus dalam bab berikutnya.

Dengan adanya kerjasama-kerjasama tersebut diharapkan segala bentuk hambatan-hambatan baik berupa tarif maupun non-tarif diharapkan akan berkurang bahkan dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan terutama kalau semua perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dalam forum kerjasama telah berlaku efektif hambatan akan dihilangkan. Satu-satunya cara untuk dapat menahan serbuan dari barang-barang luar negeri adalah dengan meningkatkan semangat “Nasionalisme Ekonomi” yaitu cinta terhadap produksi dalam negeri seperti yang dilakukan oleh konsumen jepang yang tidak mau menggunakan produk asing.

Bab V

APLIKASI PEMASARAN INTERNASIONAL/ GLOBAL

1). Pendahuluan

Indonsia yang kaya akan sumberdaya ikan dimana salah satu tujuan didalam pengelolaan sumberdaya ikan tersebut adalah untuk dapat digunakan sebagai salah satu komoditi non-migas sebagai penghasil devisa negara, Untuk memperoleh penghasilan berupa devisa maka orientasi perdagangannya haruslah dalam perdagangan internasional atau dengan melakukan penjulan produk-produk perikanannya di luar negeri ( ekspor ).

Sebagaimana telah dibahas dalam bab di atas terutama yang berkitan dengan bagaimana memasuki pasar global, terdapat berbagai cara atau mode of entry yang bisa digunakan dalam memasuki pasar internasional dan bahkan dalam pasar yang lebih luas lagi yaitu pasar global. Namun yang menjadi fokus pembahasan disini adalah utamanya yang berkaitan dengan pemasaran ekspor, karena dengan cara ekspor ini dianggap caranya relatif tidak terlalu sulit dan memiliki tingkat resiko dan komtmen relatif paling kecil dibanding dengan cara-cara lainnya.

Dengan alasan-alasan sebagimana telah diungkapkan di atas, maka cara tersebut sangat tepat digunakan oleh para pengusaha perikanan di Indonesia yang skala usahanya sebagian besar atau

Page 4: Naskah Tt Niaga 2

lebih dominan dengan skala usaha kecil dan menengah yang selain tingkat pengetahuan, pengalaman yang masih rendah, juga financial yang dimiliki sangat terbatas.

2). Pemasaran Ekspor

(1). Manfaat ekspor

Sebelum membahas pemasaran ekspor secara lebih mendalam, pertanyaan pertama yang perlu dijawab terlebih dahulu adalah mengapa kita perlu melakukan ekspor, Hampir sebagian besar pemerintah maupun pengusaha di dunia ini menyadari akan pentingnya kegiatan ekspor, hal ini disebabkan karena adanya manfaat yang ditimbulkan yaitu ; a). Manfaat Ekonomi dan b) Manfaat non-ekonomi,

a). Manfaat ekonomi :

Manfaat ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan ekspor adalah dapat meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, dilihat dari sudut pandang ekonomi makro, dan dapat mengembangkan skala usaha perusahaan, yang melakukan ekspor kalau dilihat dari sudut pandang ekonomi mikro.

(a). Manfaat ekspor bagi perekonomian makro ; terdapat beberapa manfaat yang ditimbulkan akibat adanya kegiatan eskpor antara lain :

Memperoleh devisa atau alat pembayaran luar negeri, dan sekaligus dapat melakukan pembelian barang-barang modal dengan menggunakan devisa tersebut.

Meningkatkan kesempatan bekerja atau membuka lapangan kerja yang lebih luas. Membantu pembayaran pinjaman atau utang luar negeri, karena pinjaman luar negeri

besar kecilnya tergantung dari nilai ekspor yanh dihasilkan ( 25 % ). Meningkatkan efesiensi ekonomi, kalau tidak efisien produk ekspor akan kalah bersaing. Meningkatkan penerimaan negara melalui pajak ekspor maupun pajak

usaha.Memberdayakan sumberdaya alam yang dimiliki negara dan sekaligus dapat menimbulkan terjadinya efek pengganda ( multiflier effect ).

(b). Manfaat ekspor bagi perekonomian mikro : begitu juga manfaat yang ditimbulkan bagi perusahaan yang melakukan ekspor sebagai berikut :

Meningkatkan kinerja perusahaan, yang tadinya hanya bermain pada level lokal menjadi internasional, atau wilayah pemasaran lebih luas.

Semakin terpacu untuk bersikap sebagai perusahaan innovator, karena bersaing dengan perusahaan-peusahaan terbaik dari berbagai negara.

Page 5: Naskah Tt Niaga 2

Tertantang untuk menggunakan teknologi dan manajemen yang terbaik. Terjadinya transfer teknologi, karena akan bersaing dengan perusahaan-perusahaan luar

negeri mau tidak mau perusahaan akan mencari teknologi terkini. Memperkuat hubungan bisnis dengan perusahaan dari luar negeri.

b). Manfaat Non-ekonomi ;

Manfaat non-ekonomi yang ditimbulkan dari adanya kegiatan ekspor, terutama bagi karyawan antara lain :

Pengetahuan karyawan menjadi semakin meningkat karena pada umumnya pusahaan akan selalu mengadakan pelatihan-pelatihan baik dalam hal pengetahuan teknis maupun menajerial.

Pendapatan karyawan lebih tinggi dibandingkan dengan bekerja diperusahaan yang tidak melakukan ekspor.

Perusahaan memberikan jaminan sosial yang lebih tinggi dari pada yang tidak melakukan ekspor, seperti asuransi kesehatan, asuransi jaminan hari tua dan lain-lain.

Perusahaan juga melakukan atau memperhatikan lingkungan melalui kegiatan yang sifatnya tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility ( CSR ).

(2). Pendorong dan Penghambat Ekspor

Meskipun secara umum telah diutarakan di atas manfaat dari kalau melakukan ekspor, namun secara spesifik masih ada beberapa faktor lagi terutama yang timbul dari dalam perusahaan seperti adanya keunggulan-keunggulan dan komitmen yang dimilikinya antara lain :

• Keunggulan Perusahaan ; perusahaan merasa bahwa produk yang dihasilkan memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki oleh pihak lain seperti menggunakan teknologi tinggi, sumberbahan baku dan lain-lain.

• Tingkat apresiasi manajemen untuk mencapai tujuan bisnis, seperti pertumbuhan, laba, dan perkembang pasar.

• Ekspektasi perusahaan terhadap pengaruh ekspor, sehingga menambah keyakinan untuk berprestasi dalam sumbangsihnya terhadap Negara.

• Komitmen perusahan untuk melakukan ekspor, karena sudah merupakan tujuannya untuk membangun perusahaan berskala internasional.

Meskipun demikian ada juga perusahaan yang ragu-ragu bahkan enggan melakukan ekspor hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi penghambat antara lain :

Page 6: Naskah Tt Niaga 2

• Kurangnya insentif yang diberikan oleh pihak pemerintah baik secara makro dan kebijkan nasional yang berpihak pada ekspor seperti kebijakan moneter atau fiscal.

• Kendala yang g berasal dari dalam perusahaan sendiri seperti, sikap para manajer yang kurang berminat untuk melakukan ekspor, karena kurangnya pengetahuan, kurangnya pembiayaan dan lain-lain.

(3). Aspek Teknis dan Prosedur Ekspor

Untuk dapat melakukan kegiatan ekspor diharapakan para pelaku ekspor mengetahui terlebih dahulu pengetahuan tentang bagaimana kegiatan ekspor tersebut dilakukan seperti pengertian dasar tentang apa itu ekspor, cara melakukan ekspor dan bagaimana pembayaran ekspor dilakukan.

a). Pengertian Ekspor :

Yang dimaksudkan dengan istilah ekspor adalah ; penjualan atau pengiriman barang yang dilakukan oleh perusahaan ke luar negeri atau telah memasuki daerah pabean dari negara yang akan menerima atau membeli barang. Kata memasuki daerah pabean perlu mendapatkan penekanan karena bisa saja perusahaan telah mengirim barang tetapi belum memasuki daerah kepabeanan seperti adanya kawasan-kawasan berikat ( bounded wherehaousing ) yakni suatu lokasi khusus atau hak istimewa yang disediakan oleh suatu negara untuk melakukan kegiatan produksi tanpa dikenakan aturan-aturan ekspor. Terkecuali kalau hasil produksinya tersebut di jual di negara yang bersangkutan baru dikenakan aturan ekspor.

b). Persyaratan Menjadi Eksportir :

Untuk dapat melakukan kegiatan ekspor maka perusahaan eksportir harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut ;

• Harus memiliki badan usaha yang berbadan hukum yang buat melalui notaries ( akte notaries ), tanda daftar usaha dan di syahkan oleh kantor Kementerian Kehakiman.

• Harus memiliki izin baik yang diterbitkan oleh salah satu unsur atau instansi pemerintah seperti dari Kementerian Perdagangan , Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM ), terutama dari BKPM kalau perusahaan menggunakan fasilitas Penanaman Modal Asing ( PMA ) atau fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri ( PMDN ).

• Harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ), yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderala Pajak, Departemen Keuangan.

Page 7: Naskah Tt Niaga 2

• Harus memiliki salah satu dari angka pengelal seperti; Angka Pengenal Ekspor (APE ), Angka Pengenal Ekspor Sementara (APES ), Angka Pengenal Ekspor Terbatas ( APET ), Angka Pengenal Ekspor Terbatas Sementara ( APETS ), Angka Pengenal Ekspor Prousen ( AP ) khusus untuk produsen yang memilki barang-barang yang volume ekspornya dibatassi ( quota ), dan barang-barang yang diawasi oleh Pemerintah. Namun sata sekarang ini angka pengenal- angka pengelal tersebut sudah tidak diwajibkan lagi terkecuali bagi produsen untuk Barang Quota dan Barang yang Diawasi Pemerintah. ( Pakdes 1987 ).

c). Cara Pembayaran Ekspor :

Dalam melakukan pembayran terhadap barang yang telah diekspor dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

• Advance payment ; yaitu cara pembayaran yang dilakukan di depan atau sebelum barang dikirim oleh eksportir, dan bisa dilakukan dengan cara tunia atau transfer –bank /mail transfer, telegrafic transfer, telex dan melalui red clause L/C , namun dengan cara ini penuh resiko terutama bagi pihak importir.

• Sight payment ; yaitu cara pembayaran yang dilakukan secara bersamaan pada saat penyerahan dokumen pengapalan, dengan cara sight L/C ini sering disebut Document against payment ( D/P ), cara ini dianggap paling aman.

• Deffered payment ; yaitu cara pembayaran yang dilakukan setelah barang diterima oleh importir, atau dengan cara membuka Account ( open account ) yang dilakukan oleh masing-masing pihak, dan cara ini sering disebut usance L/C dan yang pembayarannya bisa ditangguhkan disebut dengan Document against acceptance of the bill exchange ( D/A ) atau pembayaran atas syarat

• Barter ; yaitu system tukar-menukar barang dan ini cara dianggap yang paling tradisionil

• Counter trade ; yaitu cara pembayaran yang diharuskan pihak eksportir untuk membeli barang-barang dari pihak importir, biasanya cara ini dilakukan sesuai dengan adanya kebijkan atau turan dari pemerintah di negara importir.

• Cash on delevery ; yaitu cara pembayaran yang dilakukan setelah barang diterima oleh importer. Dengan cara ini sebetulnya yang paling aman tetapi sulit dilakukan apalagi Negara eksportir dan importer letaknya berjauhan.

d). Tata Laksana Ekspor :

Kebijakan pokok yang berlaku sesuai dengan Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1991 sebagai beikut :

Page 8: Naskah Tt Niaga 2

Perusahaan yang akan mengekspor wajib menggunakan dokumen yang melindungi barang ekspor yaitu dengan cara mengisi formulir Pemberitauan Ekspor Barang ( PEB ). Namun ada beberapa barang yang diperbolehkan tanpa menggunakan PEB seperti barang untuk contoh ( commercial sample ), barang untu keperluan pameran, barang milik kedutaan atau barang pindahan dan barang penumpang.

Pengesahan dokumen PEB ; formulir/ dokumen PEB yang telah di isi oleh eksportir kemudian dilakukan pengesahannya dengan prosedur sebagai berikut :

(1). PEB yang telah di isi sesuai petunjuk kemudian ditanda tangani oleh eksportir, dan diserahkan ke kepada Bank penerima L/C untuk diberi nomor L/C dan data-data lainnya.

(2). PEB yang telah diberi nomor dan di tanda tangani oleh pihak Bank selanjutnya diserahkan ke Kantor Bea dan Cukai setempat agar dilakukan pemerikasaan, untuk penetapan Pajak Ekspor ( PE ) dan Pajak Ekspor Tambahan ( PET ) kalau ada pajak tambahan serta untuk mendapatkan izin muat. Pajak dan pajak tambahan dibayarkan pada Bank tersebut di atas.

(3). Dengan telah ditanda tanganinya PEB tersebut oleh ke tiga pihak di atas maka barang sudah siap untuk di ekspor.

Untuk kelancaran ekspor untuk barang-barang yang telah dilakukan pemerikasaan oleh pihak Bea dan Cukai, di pelabuhan ekspor barang tersebut tidak dilakukan pemerikasaan ulang terkecuali :

(1). Barang tersebut adalah merupakan barng yang di atur tata niaganya seperti kalau untuk produk perikanan adalah ikan yang dilarang atau dilindungi oleh dokumen CITES ( ikan Napoleon,Labi-labi ).

(2). Barang tersebut adalah barang yang terkena Pajak Ekspor tambahan seperti produk kehutanan, rotan, kayu dll.

(3). Barang tersebut barang yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengembalian bea masuk dari Badan Pelayanan Kemudahan Ekspor dan Pengolaha data keuangan ( BAPKSTA ), seperti kalau di perikanan adalah bahan baku ikan yang hasil olahannya tidak dijual di dalam negeri atau ikan untuk umpan.

Selain dokumen PEB eksportir juga harus melengkapai dokumen-dokumen lainnya seperti, packing list, polis asuransi, sertifikat mutu dan yang dimintaoleh pihak importer sebagaimana tertuang di dalam L/C.

Page 9: Naskah Tt Niaga 2

e). Peranan Letter of Credit ( L/C )

Diantara berbagai cara pembayaran yang bisa dilakukan oleh pihak importir kepada pihak eksportir terhadap barang yang dipesannya tersebut, dengan cara penggunaan L/C adalah cara yang dianggap paling aman oleh kedua belah pihak. Untuk lebih jelanya apa yang dimaksud dengan L/C maka selanjutnya akan dibahas secara mendalam

1). Pengertian L/C :

Letter of Credit ( L/C ) ; adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh Bank Devisa atas permintaan nasabahnya ( importir) yang ditujukan kepada eskportir di luar negeri yang isinya menyatakan bahwa eksportir penerima L/C diberi hak untuk menarik wesel-wesel atau surat perintah untuk melunasi hutang atas importir untuk sejumlah uang yang disebut dalam surat tersebut. Bank yang bersangkutan menjamin untuk mengakseptir/ menghonorir wesel tersebut sepanjang memenuhi syarat-syarat yang teracntum dalam surat tersebut.

Sehingga dengan demikian peranan L/C dalam perdagangan internasional, adalah ; (1). Memudahkan pelunasan pembayaran transaksi ekspor, (2). Mengamankan dana yang disediakan importir untuk pembayaran barang impor, (3). Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan. Dengan demikian berarti L/C, merupakan jaminan pembayaran oleh importir kepada ekportir, begitu juga bagi importir merupakan jaminan untuk pengapalan barang oleh eksportir. Untuk memperoleh pengapalan barang secara utuh sesuai dengan yang dinginkan dana yang ada di dalam L/C tidak akan dicairkan tanpa penyerahan dokumen pengapalan.

2). Mekanisme Pembukaan L/C:

Bagaimana cara memperoleh atau membuka L/C, berikut ini diuraikan mekanismenya sebagai berikut :

(1). Perlu adanya persetujuan atau kontrak akan adanya jual beli barang ( ekspor/impor ) oleh pihak importir dan pihak eksportir.

(2). Pihak Importir meminta kepada Bank ( bank devisa ) untuk membuka L/C yang ditujukan kepada pihak eksportir, disini pihak importir disebut sebagai opener, dan Bank yang melakukan kontrak valuta dengan pihak importir disebut sebagai opening atau issuing Bank.

(3). Opening Bank membuka L/C, dilakukan melalui salah satu Koresponden Banknya yang ada di luar negeri dimana pihak eksportir berada, Koresponden Bank sebagai perantara bagi kedua belah pihak disebut sebagai Advising Bank.

Page 10: Naskah Tt Niaga 2

(4). Advising Bank memberitahukan kepada pihak eksportir mengenai adanya pembukaan L/C oleh pihak impotir, dan pihak eksportir penerima L/C disebut sebagai Beneficiary. Advising Bank diberi kuasa untuk membeli wesel-wesel yang ditarik oleh pihak eksportir atas L/C tersebut, dalam hal ini Bank tersebut disebut Negotiating Bank.

Keuntungan Penggunaan L/C ; dengan demikian penggunaan L/C sebagai cara pembayaran ekspor / impor dapat memberi beberapa keuntungan sebagai berikut :

Adanya kepastian pembayaran oleh pihak importir danadanya kepastian pengiriman atau pengapalan barang yang dilakukan oleh pihak eksportir, ( menghindari resiko ).

Pembayaran segera bisa dilakukan setelah barang ada diatas kapal, hanya dengan menggunakan shipping dokumen uang pembayaran segera bisa dicairkan.

Biaya yang dikeluarkan dengan menggunkan cara L/C relative sangat rendah dan terhindar dari pembatasan transfer valuta atau alat pembayaran luar negeri.

Kemungkinan memperoleh uang muka atau kredit tanpa bunga.

Penggunaan L/C yang aman :

Meskipun telah disebutkan di atas pembayaran dengan menggunakan L/C ini termasuk yang paling aman, namun sering terjadi pada saat L/C tidak bisa dicairkan karena alasan kekurangan dokumen yang dipersyaratkan oleh pihak importir sebgaimana biasanya telah dituangkan dalam L/C, atau ada juga L/C yang dibatalkan oleh pihak importir secara sepihak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu ke pihak eksportir. Oleh karena itu perlu diperhatikan apa saja yang menjadi persyaratan sebagaimana tertuang dalam L/C antara lain :

(1). L/C yang aman bagi importir ; adalah Commercial documentary L/C ( L/C berdokumen ) dan bukan Clean L/C ( L/C tanpa dokumen ), yang maksudnya adalah :

• Draft atau wesel • Full set Bills of lading, yaitu bukti tanda terima barang oleh maskapai pelayaran yang

menyatakan berapa jumlah barang yang telah dimuat dikapal/konosemen.• Commercial invoice yang telah di tanda tangani • Packing list• Weight Note• Measurement list• Insurance certificate• Consular invoice• Certificate of origin• Clean report of finding ( surveyor )• Veterinary/ healt of certificate• Brochure/leafleat/lay out scheme etc

Page 11: Naskah Tt Niaga 2

(2). L/C yang aman bagi eksportir ; adalah L/C tidak bisa dibatalkan selama jangka waktunya berlaku ( during validity time ), atau disebut dengan Irrevocable L/C, dan bukan Revocable L/C yaitu L/C yang dapat dibatalkan secara sepihak oleh yang membukanya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Revocable L/C ini tentu saja dapat menimbulkan masalah bagi eksportir atau produsen terutama yang sudah melakukan proses produksi namun belum siap untuk dikapalkan.

Namun dalam prakteknya, meskipun penggunaan L/C ini dinyatakan paling aman belum tentu juga menjamin bahwa para importir mau membuka L/C karena tetap khawatir barang yang dipesan mutunya akan tetap aman atau sama dengan mutu pada saat dikirim. Misalnya pada produk ikan hidup, pada saat dikirim ikan masih dalam kondisi hidup tetapi dalam perjalanan menuju ke pelabuhan destinasi bisa saja ikan tersebut mati. Untuk ekspor ikan hidup biasanya cara pembayarannya adalah dengan dasar kepercayaan, oleh karena itu bisanya yang melakukan perdagangan ikan hidup dilakukan disesama keluarga. Untuk kasus di Indonesia eksportir ikan hidup umumnya dilakukan oleh eksportir etnis tertentu dalam hal ini China, karena ikan hidup umumnya di eksporo ke Hongkong atau China.

3). Jenis- jenis L/C :

Terdapat berbagai jenis L/C sesuai dengan penggunaannya, antara lain :

(1). Commercial Documentary L/C ; atau L/C berdokumen niaga yang maksudnya adalah L/C yang mewajibkan eskportir penerima L/C untuk menyerahkan dokumen pengapalan yang membuktikan pemilikan barang serta dokumen penunjang lainnya sebagai syarat untuk memperoleh pembayaran dari dana yang tersedia pada L/C.

(2). Clean L/C ; adalah L/C yang dapat dicairkan dananya dengan penyerahan wesel atau kwitansi biasa, dan tidak diperlukan adanya dokumen pengapalan seperti bill of lading dan sebagainya.

(3). Open L/C ; adalah L/C yang memberikan hak kepada eksportir penerima L/C untuk menegosiasi dokumen pengapalan melalui Bank mana saja yang diingini, dan pada L/C tersebut biasanya tertulis This Letter of Credit is Negotiable.

(4). Restricted L/C ; adalah L/C yang membatasi hak eksportir penerima L/C untuk menegosiasi dokumen pengapalan pada Bank tertentu yang disebutkan pada L/C, biasanya hanya pada Advising atau Negotiating Bank saja. Dan pada L/C tertulis Negotiating under this credit are restricted to Bank ( X ) Only.

(5). Straight L/C ; adalah L/C yang pencairannya hanya dapat dilakukan pada Opener Bank atau pada Bank dimana L/C tersebut dibuka.

(6). Revocable L/C ; adalah L/C yang sewaktu-waktu dapat dibatalkan oleh importir tanpa meminta persetujuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, L/c jenis ini tentu sangat

Page 12: Naskah Tt Niaga 2

merugikan pihak eksportir apalagi barang yang di pesan oleh importir sudah dalam pengerjaan atau sedang dalam proses produksi.

(7). Irrevocable L/C ; adalah L/C yang masa berlakukanya sesuai dengan waktu yang telah tertulis pada L/C, atau pihak Opening Bank mengikat diri untuk melunasi wesel-wesel sesuai dengan jangka waktu berlakukany L/C.

(8). Irrevocable and Confirmed L/C, adalah L/C yang bersifat tidak bisa dibatalkan selama jangka waktu yang telah ditentukan, dan mempunyai jaminan berganda atas pelunasan terhadap wesel-wesel yang akan di tarik baik oleh Opening Bank maupun oleh Advising Bank.

(9). Irrevocable uncorfirm L/C ; sama dengan jenis irrevocable biasa, hanya saja pihak Advising Bank tidak ikut serta memberikan konfirmasi atau jaminan atas L/C tersebut.

(10). Red Clause L/C ; adalah L/C yang member hak kepada eksportir penerima L/C untuk mencairkan sebagian tertentu dari dana yang ada pada L/C sebagai uang panjar dengan hanya menyerahkan kwitansi biasa dan surat keterangan memenuhi janji, sedangkan sisa dananya boleh diambil dengan menyerahkan dokumen pengapalan yang lengkap.

(11). Revolving L/C ; adalah L/C yang menyatakan kredit yang tersedia dapat dipakai tanpa perlu melakukan perubahan syarat, misalnya kredit yang tersedia sebesar jumlah tertentu ( US$ 1 juta ) per bulan dengan jangka waktu 6 bulan, artinya secara otomatis kerdit yang tersedia sebesar US4 1 juta per bulan selama 6 bulan tanpa memperdulikan apakah kredit tersebut dipakai atau tidak. Disini berlaku istilah komulatif kredit dan komulatif kredit, yang maksudnya kalau komulatif misalnya bulan ini tidak terpakai untuk bulan berikutnya bisa diambil bersamaan dengan bulan beikutnya, sedangkan yang non komulatif kalu tidak terpakai artinya batal.

(12). Transferable L/C ; adalah L/C yang member aka kepada eksportir untuk memindah tangankan L/C tersebut kepada pihak lain.

(13). Back to Back L/C ; adalah L/C yang member hak kepada eksportir penerima L/C untuk; (a). mengoperkan L/C tersebut kepada pihak laian atau b). dengan cara pihak eksportir dapat membuka L/ C tersendiri kepada pihak lainnya atau produsen/ eksportir lainnya.

(14). Standby L/C ; adalah semacam Bank Garansi tetapi dalam bentuk L/C yang dikeluarkan oleh mitra dagang asing untuk menjamin pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan atau mitra lokalnya.

(15). Usance L/C ; adalah L/C yang mengharuskan eksportir penerima L/C untuk menarik wesel berjangka ( long bill of exchange ) dan bukan wesel unjuk ( sight draft ) sebagai lazimnya. Dan ini artinya eskportir memberikan kredit jangka pendek kepada importir ( 90 sampai 180 hari ), maksudnya untuk mempertinggi daya saing sehingga eskpor bisa meningkat.

Page 13: Naskah Tt Niaga 2

(16). Merchant L/C ; adalah L/c yang dibuka oleh importir untuk eksportir, yang member hak kepada eksportir penerima L/C untuk menarik wesel kepada importir, dan importir menjamin untuk melunasi wesel-wesel tersebut pada saat jatuh tempo. L/C ini biasa digunakan oleh perusahaan induk dengan anak perusahaan yang ada di luar negeri.

(4). Tata Cara Penyerahan Barang Ekspor

Dalam perdagangan internasional untuk mencegah terjadinya perbedaan-perbedaan dalam praktek perdagangan terutama yang dihadapi oleh berbagai negara seperti terjadinya salah pengertian, perselisihan dan bahkan sampai ke pengadilan, maka perlu dibuat suatu peraturan-peraturan internasional yang harus diikuti oleh setiap negara, peraturan-peraturan yang dimaksud diberi istilah “ Incoterms”.

Berikut ini akan dibahas secara khusus peraturan tentang persyaratan didalam melakukan penyaluran barang untuk keperluan ekspor yang dikaitkan dengan alat transportasinya. Ada 4 cara penjual atau eksportir menyalurkan barang dari gudang samapai di pelabuhan tujuan importir dengan pengelompokan sebagai berikut :

(1). Pok “E” Pemberangkatan / Loco Contract :

EXW/ Ex Works ; penjual atau eksportir berkewajiban menyerahkan barang di tempat atau di gudangnya sendiri, ongkos angkut dibayar oleh pembeli atau importir.

(2). Pok “F” Angkutan Utama tidak dibayar / shipment Contract :

FAC/ Free Carier ; penjual atau eksportir menyerahkan barang di satu titik tertentu yang telah disepakati oleh importir, dalam hal tidak ditentukan eksportir dapat mengarahakan pada titik tertentu, ongkos angkut sampai titik tertentu tersebut dibayar oleh importir.

FAS/ Free Alongside Ship ; penjual atau eksportir menyerahkan barang disebelah kapal yang akan mengangkut barang tersebut, ongkos angkut samapai di sebelah kapal ditanggung oleh eksportir.

FOB/ Free On Board ; penjual atau eksportir menyerahkan barang sampai di atas kapal pengangkut, ongkos angkut sampai di atas kapal ditanggung oleh eksportir.

Page 14: Naskah Tt Niaga 2

(3). Pok “C” Angkutan Utama dibayar / Shipment Contract Plus :

CNF/ Cost and Freight ; penjual menyerahkan barang sampai di pelabuhan tujuan importir, segala ongkos ditanggung oleh eksportir termasuk ongkos kapal, akan tetapi segala resiko setelah barang berada di atas kapal menjadi tanggung jawab importir.

CIF / Cost Insurance and freight ; sama dengan CNF ditambah dengan biaya asuransi ditanggung oleh eksportir.

CPT / Caried Paid To ; penjual atau eksportir menyerahkan barang di pelabuhan tujuan dan ongkos menjadi tanggung jawab eksportir termasuk segala resiko yang terjadi sampai ke kendaraan pengangkut, dan setelah di atas kendaraan pengangkut menjadi tanggung jawab pengangkut.

CIP /Caried and Insurance Paid To ; sama dengan CPT, hanya ada tambahan biaya asuransinya yang harus ditanggung oleh eksportir.

(4). Pok “ D” Sampai Tujuan / Arrival contract :

DAF / At Frontier ; penjual atau eksportir menyerahkan barang sampai daerah Perbatasan tetapi belum masuk ke pabean negara importir. Ongkos ditanggung oleh eksportir.

DES / Ex Ship ; penjual atau eksportir menyerahkan barang sampai di atas kapal di pelabuhan tujuan, tetapi belum diselesaikan urusan kepabeanannya, ongkos ditanggunag oleh eksportir.

DE / Ex Quay ; Penjual atau menyerahkan barang sampai di atas dermaga pelabuhan tujuan, ongkos ditanggungoleh eksportir.

DDU/ Delivered Duty Unpaid ; penjual atau eksportir menyerahkan barang sampai di temapat yang ditunjuk oleh importir, ongkos ditanggung oleh eksportir.

DDF/ Delivered Duty Paid; sama seperti DDU, hanya saja ada tambahan biaya diamana bea impor, dan pungutan-pungutan lainnya ditanggung oleh eksportir.

Page 15: Naskah Tt Niaga 2

3). Informasi dan sumber Informasi Pemasaran Ekspor :

Meskipun ekspor dikatakan sebagai salah satu cara yang dinggap mudah dan resiko yang dihadapai relatif kecil, namun dalam memasuki pasar luar negeri kerapkli menimbulkan resiko, terutama karena keterbatasan atau ketiadaan pengetahuan terhadap lingkungan pasar asing yang kerapkali berubah-ubah sangat begitu dinamis. Terutama pada saat awal dilakukannnya kegiatan ekspor, informasi mengenai pasar luar negeri tersebut sangat dibutuhkan, terutama dalam mengevaluasi apakah pasar luar tersebut dimasuki atau tidak dimasuki.

Secara garis besar terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan di dlam menentukan kebutuhan akan sutu informasi yaitu ; (1). Jenis informasi yang dibutuhkan dan (2). Sumber informasi yang dibutuhkan.

(1). Jenis informasi pemasaran ekspor :

Jenis informasi yang dibutuhkan dalam pemasaran ekspor dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu : a). Lingkungan makro, b). lingkungan mikro, c). karakteristik pasar, dan d). Bauran pemasaran. a). Lingkungan Makro ;

Fisik Negara ; dimana pasar yang akan dimasuki. Demografi ; berapa jumlah penduduknya, meliputi jenis kelamin, umur dan

komposisinya dll. Social budaya ; bagaimana kondisi sosial dan budayanya seperti apakah produk yang

akan dipasarkan tersebut dapat diterima atau tidak oleh masyarakatnya. Ekonomi ; bagaimana tingkat pertumbuhan ekonominya apakah termasuk dalam Negara

maju atau sedang berkembang. Politik dan hokum ; apakah kondisi politiknya stabil dan apakah ada aturan-aturan yang

memperbolehkan adanya impor barang dari luar negeri. Teknologi ; sejauh mana tingkat teknologinya sedarhanan atau sudah maju.

b). Lingkungan Mikro :

Perusahaan ; bagaimana kondisi perusahaan apakah sudah siap untuk memasuki pasar luar negeri, seperti kesiapan pembiayaan, teknologi yang dimiliki dan komitmen tenaga kerja untuk melakukan ekspor.

Pemasok ; bagaimana kondisi pemasok apakah bisa diandalkan keberlanjutannya. Perantara pemasaran ; apakah sudah disiapkan perantara pemasaran seperti ke agenan,

atau calon pembeli langsung maupun tidak langsung dan bagaimana kapasitasnya.

Page 16: Naskah Tt Niaga 2

Pesaing ; apakah sudah diketahui pesaing-pesaing baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pelanggan ; bagaimana peluang kita dalam mendapatkan konsumen atau pelanggan. Publik ; bagaimana pendapat atau kesan public terhadap perusahaan atau produk yang

akan dipasarkan.

c). Karakteristik Pasar :

Ukuran/ pertumbuhan pasar ; bagaimana kemungkinan trend permintaan, kira-kira berapa besar pangsa pasar yang akan diperoleh.

Struktur pasar ; bagaimana kondisi struktur pasarnta apakah, persaingan sempurna, monopolistic, oligopoly atau monopoli.

Kondisi entry ; bagaimana peraturan-praturan yang ada di negara tujuan terutama dalam tatalaksana untuk memasuki negaranya.

Prefrensi ; bagaimana kemauan atau kesenangan masyarakat disana apakah produk olehan atau segar.

Potensi ; bagaiman potensi pasar atau potensi konsumenna. Posisi atau pangsa ; seberapa banyak pesaing yang ada di pasar.

d). Bauran Pasar :

Dalam bauran pasar perlu di evaluasi tentang strategi-strategi yang akan digunakan seperti ;

Strategi Produk Strategi Price Strategi Place Strategi Promotion

(2). Sumber informasi Pasar Ekspor :

Selain jenis informasi yang perlu mendapatkan perhatian adalah darimana informasi tersebut dapat diperoleh atau sumber-sumber informasinya, disini juga dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok sumber informasi yaitu :

a). Usaha / perusahaan ;

Catatan internal perusahaan Melelui kontak personal Mengunjungi pasar-pasar luar negeri, seperti mengunjugi pameran, forum-forum kontak

bisnis, dll.

Page 17: Naskah Tt Niaga 2

Wiraniaga ; seperti agen-agen pemasaran, atau kantor cabanag, dll. Melakukan riset pemasaran oleh perusahaan.

b). Individu atau Perusahaan lain :

Para pemasok Perusahaan lain yang sejenis atau dalam satu industry Pelanggan aktual maupun potensial Agen, distributor di dalam maupun di luar negeri

c). Assosiasi Dagang :

Assosiasi dagang/ industry Assosiasi eksportir atau importir Kantor perdagangan atau perindustrian

d). Organisasi Jasa :

Brookers, forwarder Bank komersial, bank devisa Biro riset/ Konsultan Agen-agen internasional

e). Penyedia Informasi :

Media Massa Publikasi-publikasi tentang perdagangan. Penyedia data base atau Bank data Perpustakaan-perpustakaan

Bab VI

KERJASAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Page 18: Naskah Tt Niaga 2

1). Pendahuluan :

Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi adanya hambata-hambatan dalam perdagangan internasional adalah dengan melakukan kerjasama-kerjasama internasional, berikut ini akan di uraikan kerjasama perdagangan yang sifatnya Multilateral, Regional dan beberapa contoh kerjasama Bilateral yang telah diikuti oleh Indonesia.

2). General Agreement on Tariff and Trade / GATT

(1). Sejarah Ringkas GATT :

General Agreement on Tariff and trade atau disingkat “GATT” adalah suatau perjanjian multilateral yang telah disepakati pada Tahun 1947, lahir sebagai upaya untuk keluar dari pengalaman pahit berupa depresi ekonomi dunia yang terjadi pada Tahun 1930, muncul kesadara untuk mendorong perekonomia baru yang menjamin berkurangnya “perang dagang” dan “perang kurs” atau competitive devaluation.

Pada saat itu, dalam suatu konfrensi di Havana muncul keinginan dari beberapa negara yang mengalami dampak buruk dari adanya deperessi dan perang dunia kedua ( PD II ), untuk mendirikan suatu lembaga yang mengatur perdagangan . dunia yang disebut dengan nama“International Trade Organization” ( ITO ), namun Kongres AS tidak setuju dan yang disetujui justeru GATT yang semula keberadaannya hanya bersifat “Interim” atau sementara.

Sejak saat pendiriannya GATT telah beberapa kali melakukan perundingan-perundingan atau yang dikenal dengan istilah “Round” ( putaran ), sampai dengan putaran yang sangat dikenal adalah putaran Uruguay ( Uruguay round ) yang pada akhirnya diperoleh kesepakatan GATT dan akhirnya diganti menjadi “Worl Trade Organization” ( WTO ) pada tanggal, 15 April 1994 di Marakesh, Maroko. Indonesia ikut meratifikasi perjanjian ini pada bulan November 1994 melalui UU No. 7/1994.

Hasil putaran Uruguay ini dikatakan sangat spektakuler karena berhasil membawa perdagangan dunia menjadi pasar bebas dan libral, diantaranya menghasilkan beberapa keputusan yang sebelumnya belum pernah dibahas yaitu hal-hal mengenai ; a). Perdagangan . dibidang jasa ( trade in services ), b). Aturan main dibidang perlindungan hak kekayaan peribadi ( intelectual properties),dan c). Aturan main dibidang investasi ( trade ralated invesment measure/ TRIM’s ).

(2). Perundingan- perundingan GATT ( 1947 – 1979 ) :

1. GATT Confrence ( 1947 ) Perumusan perjanjian GATT

2. Annecy Round ( 1949 ) Membahas 5.000 item tariff

Page 19: Naskah Tt Niaga 2

3. Torquay Round ( 1950-51 ) Membahas 5.500 item tariff

4. Jenewa Round ( 1955-56 ) Membahas item tariff

5. Dillon Round ( 1960-61 ) Membahas 4.400 item tariff

6. Kennedy Rnd ( 1964-67 ) Membahas masalah Antidumping

7. Tokyo Rnd ( 1973-79 ) Membahas maslaah Tariff dan non tariff

8. Uruguay Rnd ( 1986-94 ) Membahasa masalah Tariff dan non tariff, dan mengganti GATT menjadi WTO

3). World Trade Organization (WTO)

World Trade Organization ( WTO ) atau Multilateral Trade Organization ( MTO ) adalah organisasi perdagangan dunia pengganti GATT dan secara resmi berdiri tangal 1 Januari 1995.

Terdapat 2 perjanjian WTO yang menyangkut masalah perdagangan yang berkaitan dengan hasil- hasil Pertanian yaitu ; a). Agreement on Agriculture ( AOA ), b). dan Sanitary and Pythosanitary ( SPS ). Meskipun Perikanan saat ini di Indonesia managementnya sudah dipisahkan dengan Kementerian Pertanian namun tetap saja komoditi Perikanan dimasukkan dalam kelompok Komoditi Pertanian dalam arti yang luas.Terkeculai dalam pembahasan mengenai akses pasar komoditi perikanan dimasukkan dalam komoditi noin pertanian ( Non-Agriculture Market Acsses / NAMA ).

PRINSIP-PRINSIP GATT/WTO :

(1). Most Favoured Nation ( MFN ) : Apabila suatu negara anggota memberikan konsensi kepada satu negara anggota, maka konsensi tsb harus diberikan kepada negara anggota lainnya.

(2). National Treatment : Suatu produk/barang yang di impor dari negara lain tidak boleh diberi perlakuan yang berbeda dengan maksud untuk memberi keuntungan kepada produksi dalam negeri.

(3). Reciprocity :Setiap konsensi akan diimbangi oleh konsensi yang seimbang atau adanya asas timbal-balik.

(4). Transparency :

Semua ketentuan yang dikeluarkan oleh suatu negara menyangkut perdagangan

Page 20: Naskah Tt Niaga 2

Internasional harus dipublikasikan untuk diketahui oleh negara lainnya.

(5). Elimination of Quantitative Restriction :Setiap negara anggota tidak diperbolehkan menerapkan pembatasan impor, ekspor melalui quota atau lisensi, hambatan hanya diperbolehkan melalui pajak atau sejenisnya. Dari perinsip pokok tersebut terdapat beberapa pengecualian misalnya untuk negara-negara berkembang yang mendapatkan fasilitas ekspor “GSP” ( akan dijelaskan khusus )

(6). Restriction to safeguard the BOP :Untuk melindungi kesulitan serius dalam neraca pembayaran suatu negara diperbolehkan melakukan pembatasan kuantitatif atau dalam jumlah dan nilai tertentu untuk barang yang di impor dengan ketentuan-ketentuan tertentu.

(7). Special and diffrential treatmant :Negara-negara maju tidak akan menuntut adanya resiprositas dalam negosiasi dengan negara-negara berkembang dan memberikan prioritas tinggi pada penghapusan hambatan perdagangan yang menyangkut kepentingan negara-negara berkembang.

4). Perjanjian-perjanjian Terkait dengan WTO dan Konvensi Internasional Lainnya :

(1). GENERALIZED SYSTEM OF PREFERENCE ( GSP )

Sistem prefrensi umum ( SPU ) adalah suatu perlakuan istimewa berupa potongan tarif bea masuk atau bebas bea yang diberikan oleh negara-negara pemberi prefrensi kepada negara-negara sedang berkembang atau negara penerima prefrensi atau sering juga disebut sebagai negara penerima donor.

Adapun dasar pemikirannya adalah dimulai dari salah satu lembaga dibawah PBB yaitu United Nation Cooperation Trade Development ( UNCTAD ) pada tahun 1964 mencetuskan gagasan untuk diterapkannnya fasilitas. Karena negara-negara sedang berkembang dianggap tidak akan dapat atau mampu bersaing secara efektif dengan negara-negara maju kalau adanya perlakuan yang sama terutama dalam hal ketentuan bea masuk umum yang berlaku dalam perdagangan Internasional, dan GSP ini baru mulai berlaku secara efektif pada tahun 1971.

Perinsip Dasar GSP adalah sebagai berikut :

(a). Diberikan oeh negara maju kepada negara sedang berkembang.

(b). Bersifat non diskriminatif.

Page 21: Naskah Tt Niaga 2

(c). Bersifat non resiprositas atau tidak timbal-balik.

Tujuan Pokok Penerapan GSP :

(a). Meningkatkan penerimaan devisa Negara-negara sedang berkembang melalui penigkatan Ekspor.

(b). Meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri di Negara-negara sedang berkembang

(c). Mempercepat pertumbuhan ekonomi di Negara-negara sedang berkembang

(d). Penurunan atau pembebasan tarif yang akan menjamin Negara-negara sedang berkembang Memperoleh harga yang lebih baik di negara-negara maju dan diharapkan dapat meningkatkan ekspor non migas diutamakan hasil-hasil industri

Skema Pemberian GSP :

Utk masing-masing negara berbeda-beda, namun kerangka dasarnya tetap sama yaitu :

(a). Cakupan Produk yang sama ( product coverage )

(b). Rendahnya potongan tariff ( depth of Tariff Cut )

Mekanisme Pengamanan ( Safeguard Mechanism ) :

Negara pemberi prefrensi ( negara donor ) sewaktu-waktu berhak mencabut kembali perlakuan GSP bilamana :

(a). Dapat mengakibatkan kegoncangan pasar serta mengamcam para produsen dalam negeri negara pemberi GSP

(b).. Pelaksanaan Safeguard Mechanism pada dasarnya terdiri atas :

Tindakan langsung ; negara donor langsung mengeluarkan barang-brang yang dianggap berbahaya dari product coverage

Tindakan tidak langsung ; negara donor mengadakan pembatasan terhadap impor barang melalui quota/ceiling.

(2).. DUMPING DAN ANTIDUMPING

a). Pengertian Dumping :

Page 22: Naskah Tt Niaga 2

Pengertian Umum dumping dari segi ilmu ekonomi; adalah bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor yang menjual barang dengan harga yang lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan dengan di pasar dalam negerinya sendiri. Pada dasarnya praktik dumping ini tidak dilarang dalam perdagangan Internasional sepanjang tidak merugikan pihak lain. Tetapi kalau sampai merugikan pihak lain dapat diantisipasi atau dilawan dengan menggunakan aturan antidumping yang ada di WTO.

Diskriminasi harga atau dumping baru dapat dikatakan berbahaya atau dapat merugikan pihak lain atau negara dimana produk tersebut dijual apabila memenuhi beberapa persyaratan antara lain :

(a).Produk yang dijual di Negara lain dibawah harga normal ( harga dasar ) yang maksudnya adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domistik. Kalau barang tersebut tidak dipasarkan di dalam negeri berarti tidak diperoleh harga normalnya maka dasar perhitungan bisa dengan menggunakan biaya ongkos produksi. (b). Apabila barang impor yang masuk dengan harga dumping tersebut menyebabkan kerugian ( injury ) bagi industri dalam negeri negeri negara importer. (c). Adanya hubungan sebab akibat ( casual link ) antara dumping yang dilakukan dengan akibat kerugian ( injury ) yang terjadi.

Kalau sampai terjadi diskriminasi harga atau terjadi dumping maka negara yang mengalamai kerugian tersebut dapat mengantisipasi dengan aturan “antidumping”, yaitu suatu aturan atau tindakan mengenakan bea tambahan pada barang yang dianggap terjadinya dumping sebesar “margin of dumping” yang ditimbulkan. Yang dimaksud dengan margin of dumping adalah selisih harga normal dengan harga dumpingnya.

b). Jenis-jenis Dumping :

(a). Sporadic Dumping ; melakukan dumping dalam jangka waktu pendek dan ini biasanya dilakukan dalam rangka menghabiskan stok barang karena adanya kelebihan produksi ( over production ), dumping yang demikian ini justeru dapat menguntungkan konsumen sepanjang jangka waktunya tidak terlalu lama. (b)..Persistent Dumping ; melakukan dumping oleh produsen yang pasar dalam negerinya bersifat monopolistik sehingga untuk memaksimumkan penjualan dengancara menjual secara dumping di luar negeri, namun kalau jangka waktunya cukup lama sudah tentu bisa merugikan industri di negeri importir (c).. Predatory Dumping ; melakukan dumping dengan tujuan untuk menghilangkan pesaing- pesaing dan kemudian menaikkan harga lagi setelah pesaing sudah tidak ada lagi, jenis dumping ini sudah tentu sangat merugikan negara importer. (d). Diversinary Dumping ; melakukan dumping yang dilkukan oleh produsen luar negeri yang menjual barangnya di pasar negara ke tiga , dan nantinya barang tersebut diproses lagi untuk

Page 23: Naskah Tt Niaga 2

dijual ke pasar negara lainnya.(e). Downstream Dumping ; melakukan dumping yang dilakukan oleh produsen dengan menjual barangnya ke produsen di dalam negeri dan barang tersebut diproses lagi untuk dijual ke pasar luar negeri.

c). Penentuan Besarnya Bea Antidumping :

Negara yang dirugikan karena adanya dumping tersebut dapat mengenakan bea tambahan dengan menggunakan aturan antidumping paling tinggi sebesar margin dumpingnya. Pengenaan antidumping ini bisa diberlakukan yang sifatnya sementara ( sebelum tuduhan secara difinitif diberlakukan ) selama anatar 4 sampai 9 bulan dan kalau sudah difinitif paling lama selama 5 tahun.

d). Komite Anti Dumping Indonesia ( KADI ) :

Untuk mengantisipasi terjadinya praktek Dumping di Indonesia maka dibentuklah Komite Antidumpig ( KADI ) yang dasar hukumnya sebagai berikut :

UU No. 7 /1994 tgl 2 November 1994 tentang pengesahan ( ratifikasi ) perjanjian WTO. UU No. 10 /1995 ttg Kepabeanan ,psl 18 diatur bea masuk Antidumping dan bea masuk

imbalan. PP No.34 /1996 tgl 4 Juni 1996 ttg Bea masuk Antidumping dan bea masuk imbalan. Kepmen Perindag No. 136/MPP/Kep/6/1996 ttg Pembentukan KADI. Kepmen Perindag No. 172/MPP/Kep/6/!996 ttg Org. dan Cara kerja Tim Operasional

Antidumping.

(3). Sanitary and Phythosanitary ( SPS )

Istilah Sanitary dan Phytosanitary ( SPS ), semakin sering kita dengar semenjak telah ditanda tanganinya Perjanjian Putaran Uruguay GATT/ WTO di Marakesh, Maroco pada akhir tahun 1994 dan secara resmi GATT berubah namanya menjadi WTO pada awal tahun 1995.

SPS merupakan salah satu perjanjian yang dihasilkan dalam perjanjian yang terkait dengan salah satu perjanjian yang dihasilkan oleh WTO khususnya dibidang pertanian ( Agreement On Agriculuture / AOA ). Dan SPS adalah perjanjian yang mengatur masalah perdagangan dalam kaitannya dengan perlindungan kesehatan manusia, hewan, tanaman, lingkungan dan keamanan pangan.

Page 24: Naskah Tt Niaga 2

Meskipun diskusi-diskusi yang dilakukan dalam setiap sidang WTO khususnya yang menyangkut market access, perikanan tidak dimasukkan dalam kelompok produk pertanian ( Agreement On Agriculture / AOA ) tetapi dimasukkan ke dalam kelompok Non Agriculture Market Access ( NAMA ). Namun karena dalam definisinya yang terdapat dalam perjanjian SPS terdapat kata hewannya dan yang dimaksud dengan hewan dalam definisi tersebut termasuk juga komoditas perikanan, oleh karena itu komoditas perikanan juga harus tetap mengacu pada hasil perjanjian SPS yang merupakan salah satu bagian dari AOA tersebut.

SEKILAS MENGENAL APA ITU AOA

Sebelum kita membicarakan SPS disektor perikanan ada baiknya terlebih dahulu mengenal apa itu AOA.

Agreement on Agriculture ( AOA ) merupakan salah satu perjanjian pertanian yang terdapat di WTO ( ada 15 buah perjanjian ). Dengan menempatkan AOA dalam WTO maka peranannya dalam pengendalian perdagangan komoditas pertanian dari negara-negara yang menjadi anggotanya berada dibawahnya. Dan semua negara anggota harus tunduk karena sifat perjanjiannya legally binding ( mengikat secara hukum ). Dan apakah dengan telah ikutnya Indonesia dalam AOA/WTO yang menjadi perhatian adalah semata mengatur perdagangan pertanian saja, ternyata yang diarur oleh AOA/WTO lebih jauh memasuki hal-hal lainnya seperti masalah yang terkait dengan “Subsidi” selain masalah perdagangannya sendiri.

Hal-hal yang ikut ditangani oleh AOA/WTO adalah sebagai berikut :

Membuka pasar/ perluasan pasar atau disebut juga “Market Access “, dimana semua negara anggota diwajibkan membuka pasar domestiknya bagi masuknya komoditas pertanian dari luar, dan begitu juga sebaliknya.

Mengurangi adanya dukungan dan subsidi terhadap petani ( disebut sebagai subsidi domestic/support )

Mengurang adanya dukungan dan subsidi bagi petani untuk mengekspor ( sebagai subsidi ekspor/ export competition ).

Untuk lebih jelasnya pengaturan tentang subsidi dan membuka akses pasar diuraikan sebagai berikut :

Page 25: Naskah Tt Niaga 2

Mengurangi adanya dukungan domistik ; adalah pengurangan total terhadap subsidi domistik yang dianggap dapat mendistorsi perdagangan, pengurangan berkisar pada 20 % dari AMS ( Agregate Measure of Support / ukuran dukungan agregat ) dari acuan periode tahun 1986 – 1988. Untuk negara sedang berkembang dikurangi menjadi 13,3 % dan aturan ini tidak berlaku bagi yang AMS nya tidak melebih 5 % ( atau negar yang sangat sedikit atau tidak memberikan subsidi ), dan bagi negara sedang berkembang AMS nya kurang dari 10 %. Pengecualian juga diberikan kepada negara yang memberikan subsidi kecil dan tidak menyebabkan terjadinya distorsi perdagangan, termasuk juga negara yang sedang berkembang pengecualian diberikan terhadap subsidi input dan investasi.

Subsidi Ekspor ; Subsidi ekspor akan dikurangi sebesar 21 % dari tip produk sesuai dengan tara-rata tahun 1986 – 1990, selain itu pengeluaran anggaran atas subsidi ekspor juga akan dikurangi sebesar 36 % selama 6 tahun dan untuk negara sedang berkembang sebesar dua pertiganya dan selama 10 tahun.

Perluasan Akses Pasar ; semua habatan impor akan dikonversikan ke tarif, dan dikurangi hingga 36 % untuk negaqra maju sedangkan untuk negara sedang berkembang minimum disetiap lini tariff sebesar 15 % selama jangka waktu 6 tahun, Namun dalam kondisi tertentu negara sedang berkembang dapat dikecualikan, misalnya bila terjadi sesuatu terhadap bahan pangan tradisionalnya.

PERJANJIAN LAINNYA TERKAIT DENGAN AOA

1. TECHNICAL BARIERS TO TRADE ( TBT ) ; yaitu perjanjian mengenai standarisasi baik yang sifatnya mandatory ( wajib ) maupun voluntary ( sukarela ), yang mencangkup karakteristik produk, metode proses, dan terminology produk dan simbul, serta persyaratan kemasan ( packaging ) dan label ( labelling ). Perjanjian TBT ini mewajibkan para negara anggota menggunakan standard internasional, komoditas perikanan meskipun tidak termasuk dalam kelompok AOA tetap harus mengikuti aturan-aturan yang terdapat dalam perjanjian TBT.

2. SANITARY AND PHYTOSANITARY ( SPS ) ; yaitu perjanjian yang mengatur tentang karantina komoditas pertanian ( termasuk perikanan ) impor, untuk perlindungan kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, lingkungan dan keamanan pangan. Meskipun persyaratan yang terdapat dalam perjanjian ini masih sering dicurigai sebagai penghambat perdagangan yang terselubung oleh negara-negara sedang berkembang karena teknologi yang dimilikinya jauh tertinggal ( sehingga tidak mampu untuk mengikutinya ).

Page 26: Naskah Tt Niaga 2

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG SPS

Sanitary and Phytosanitary ( SPS ), adalah perjanjian tentang pelaksanaan tindakan perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, dan bagian dari AOA yang merupakan salah satu hasil dari beberapa perjanjian ( dari 15 perjanjian yang dihasilkan ) WTO.

Hasil perundingan ( putaran ) Uruguay yang ditanda tangani di Marekesh tahun 1994 tersebut. Khususnya mengenai hasil perjanjian mengenai SPS ini diperoleh kesepakatan antara lain, bahwa Para Negara Anggota :

Menegaskan bahwa tidak ada yang boleh menghalangi bila suatu negara anggota yang menetapkan atau menegakkan peraturan yang diperlukan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan sepanjang peraturan-peraturan ini dilaksanakan tidak untuk menyebabkan terjadinya diskriminasi disesama negara anggota dan tidak menyebabkan terjadinya restriksi terselubung terhadap perdagangan.

Berkeinginan untuk meningkatkan kesehatan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan di semua negara anggota.

Sesama negara anggota agar lebih meningkatkan perhatiannya terhadap tindakan –tindakan yang diambil berkaitan dengan kesehtan manusia, hewa, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan atas dasar aturan-aturan atau protocol bilateral.

Agar dibentuknya kerangka aturan dan tata tertib multilateral yang akan mempedomani tindakan-tindakan yang akan diambil serta merekomendasikan penggunaan standar Internasional sebagai acuannya agar lebih adil ( fair trade ).

Sementara kerangka aturan itu belum ada agar masih tetap menggunakan aturan-aturan yang telah diharmonisasikan antar para negara anggota.

Agar negara sedang berkembang yang mengalami kesulitan dalam mengakses pasar Global, mungkin karena tingkat teknologinya belum dikuasai maka diharapkan negara maju bisa memberikan bantuannya.

Page 27: Naskah Tt Niaga 2

Karena itu para negara angota menginginkan untuk merinci aturan-aturan pelaksanaan dalam ketentuan-ketentuan Putaran Uruguay Tahap Pertama ( PUTP ) khususnya dalam ketentuan-ketentuan yang ada dalam Pasal XX (b).

(4). Ecolabelling

Dalam dunia pemasaran “ Labell ” itu adalah sesuatu ( etiket ) yang tempelkan dalam kemasan suatu barang yang tujuannya adalah digunakan sebagai sarana menyampaikan informasi mengenai sesuatu hal yang berkaitan dengan isi dari barang yang ada di dalam kemasan tersebut seperti, merk dagang, informasi tentang kandungan gizi bahan makanan, masa kadaluarsa, dll, semua informasi ini disebut dengan pengkodean ( marking dan coding ).

Sehingga dengan demikian label itu adalah suatu sarana untuk memeberikan identitas suatu barang, dan sebagai suatu sarana untuk menyampaikan berbagai informasi yang berkaitan dengan barang yang terdapat di dalam kemasan tersebut.

Dalam industri makanan dan minuman, penggunaan label semakin berkembang selain sebagai sarana informasi juga dipergunakan sebagai alat melakukan promosi dalam usahanya untuk meningkatkan penjualan. Akhir-akhir ini dengan semakin maraknya pemakaian label khususnya yang melekat pada kemasan olahan makanan dan minuman, maka sudah seharusnya dilakukan pengaturannya sehingga tidak menyebabkan terjadinya hal-hal yang dapat merugikan konsumen.

Selama ini penggunaan label ditujukan untuk antara lain sebatas sebagai identitas barang, berbagai informasi tentang kondisi makanan, namun ke depan berkembang lagi ke hal-hal yang berkaitan dengan isu lingkungan ( eco-labelling ).

Penggunaan labell untuk suatu produk juga sangat bermanfaat untuk mempermudah para produsen untuk melakukan pelacakan ( traceability ) produknya jika diperlukan dan memberikan informasi kepada konsumen sebelum membeli.

Dalam industri perikanan penerapan/penggunaan label ini sudah menjadi persyaratan yang sifatnya wajib terutama untuk tujuan ekspor, karena beberapa negara pembeli ( importir ) seperti Uni Eropa dengan aturan ( EU Council regulation – 104/2000 ).

ISTILAH – ISTILAH DALAM PENGGUNAAN LABEL

Page 28: Naskah Tt Niaga 2

Ada beberapa istilah dalam penggunaan label , dan memerlukan pengaturan dari pihak penmerintah, yaitu :

1). Nutrition Labell ; definisi nutrition labell berdasarkan Codex Alimentarius adalah sebuah deskripsi yang dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada konsumen akan kandungan gizi makanan.

Nutrition Labelling ini secara implisit mengandung komponen yaitu ; a). Nutrition Declaration, pernyataan atau daftar jenis-jenis nutrisi yang terkandung pada bahan makanan , dan b). Nutrition Suplementary, yang berisi tentang informasi- informasi tambahan/pelengkap.

2). Nutrition Claims Labell ; definisi menurut Codex adalah suatu pernyataan secara langsung atau tidak langsung bahwa makanan yang diolah/ dikemas memiliki beberapa ciri dan karakter yang berhubungan dengan dari mana bahan makanan tersebut berasal, kandungan gizi, keaslian ( alami/ artificial ), cara memproduksi/ prosesing, komposisinya dan sifat-sifat lainnya. Nutrition Claims juga mengandung komponen ;

a). Nutrition content claims, yang berkaitan dengan informasi jenis kandungan gizi bahan makanan, b). Nutrition comparative claims, yang berkaitan dengan informasi perbandingan atau persentase dari setiap kandungan gizi yang terkndung dalam bahan makanan.

3). Nutrition Health Claims Labell ; adalah pernyataan yang berkaitan dengan nilai manfaat bahan makanan dilihat dari sisi kesehatan.

Nutrition Healt Claims ini juga mengandung komponen ; a). Nutrition Function Claims, yang menggambarkan sisi peran psikhologis dari gizi bahan makanan yang dikaitkan dengan proses pertumbuhan, b). Fungsi-fungsi claims lainnya, yang isinya tentang efek yang member efek yang menguntungkan kalau mengkonsumsi bahan makanan tertentu ( seperti makanan untuk diet, atau untuk kesegaran dll ), dan c). Reduction of Disease Claims, yang isinya tentang informasi mengenai bahan makanan yang dapat mengurangi resiko atau yang berkaitan dengan kesehatan ( seperti bahan makanan non kolestrol ).

Page 29: Naskah Tt Niaga 2

4). “Eco- Labell” : adalah label yang isinya berupa pernyataan- pernyataan yang berkaitan dengan Isu lingkungan dalam upaya untuk terjaminnya adanya pembangunan yang berkelanjutan ( sustainable ), seperti kegiatan-kegiatan yang ramah lingkungan dan kegiatan yang bersifat perlindungan/ konservasi ( seperti ; tanda/keterangan asal barang, penangkapan ikan bebas dholpin / dholpin safe label, organic food label, green label dll )

Penggunaan istilah-istilah ini bisa saja berbeda-beda diantara berbagai negara, seperti negara-negara Asean ( Singapore dan Malaysia ) istilah Nutrion Claims dianggap sama dengan Health Claims. Begitu juga dengan penerapan label tentang informasi Nutrion calaims seperti di Indonesia, Brunai, Philipina, Singapore dan Thailand sifatnya masih secara sukarela ( voluntary ).

Dengan adanya perbedaan-perbedaan dalam penerapan atau penggunaan istilah-istilah ini sudah tentu dapat mempersulit bagi negara-negara yang akan melakukan kegiatan perdagangan internasionalnya. Oleh karena itu perlu adanya harmonisasi diantara negara-negara yang terlibat dalam perdaganagan internasionalnya baik yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral.

PENERAPAN ECO – LABELLING DI SEKTOR PERIKANAN

U M U M

Dalam upaya untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan, khususnya dalam pembangunan industri perikanan, perlindungan atau konservasi terhadap ke aneka – ragaman hayati ( biodiversity ) ikan, maka dunia internasional telah sepakat memberikan dukungan terhadap rencana penerapkan labell yang disebut dengan : ”Eco - Labelling”

Adapun landasan hukumnya yang digunakan adalah beberapa hasil atau nota Kesepakatan dalam pertemuan / konfrensi Internasional yang menyangkut masalah peningkatan terhadap adanya perbaikan dalam pengelolaan/ manajemen, dan perlindungan/konservasi terhadap biodersity-nya antara lain :

1. UN Convention on Law of the Sea and Ensuing instruments, 1982.

Page 30: Naskah Tt Niaga 2

2. Agreement on the Conservation and Management of Straddling Fiah Stock and Highly Migratory Fish Stock ( Straddling Stock Agreement ), 1995.

3. FAO Agreement to promote Compliance with International Conservation and Management Measure by Fishing Vessel on the High seas ( Compliance Agreement ), 1993.

4. FAO Code of Conduct for Rensponsible Fisheries and the technical Guidelines development in Support its Implementation ( the precautionary approach, to improve Fisheries management ), 1995.

5. UN Conference on Environment and Development ( UNCED ) held in Rio Jenerio, Brazil, 1992.

6. Convention on Biological Diversity gave political support to the goals of Improve Fisheries Management as well as to Conservation and Sustainable use of marine Biodiversity, 1992.

7. Convention on Trade in Endangered Species of Fauna and Flora ( CITES ) Higlights International Support for the principle of protecting Endangered Species, 1973.

TUJUAN PENERAPAN ECO – LABELLING

Rencana atau inisiatif terhadap penerapan Eco – Labelling di sektor perikanan tujuannya adalah untuk mempromosikan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan produk-produk hasil perikanan kepada konsumen.

Oleh karena itu penerapan Eco – Labelling ini diharapkan akan dapat menciptakan insentif pasar yang berbasis pada isu lingkungan seperti ; produk dan cara pengolahan yang ramah lingkungan. Selain itu penggunaan eco-labelling juga diharapkan dapat melengkapi penggunaan label-label yang lainnya yang selama ini telah digunakan yang kesemuanya itu tujuannya adalah untuk memenuhi hak konsumen dalam menentukan pilihannya terhadap pembelian suatu produk.

Dalam penerapannya dapat bersifat wajib ( mandatory ) atau sukarela ( voluntary ) :

Dalam hal mandatory eco labells, harus mendapat dukungan yang kuat pemerintah melalui aturan-aturannya terutama yang berkaitan dengan aturan impor yang ketat ( restrictive trade ) terhadap produk perikanan, seperti kalau terdapat impor perikanan yang tidak memenuhi penggunaan eco – labeling produk tersebut harus diitolak, begitu juga terhadap produk lokal kalau tidak produknya tidak menggunakan eco – labell harus dikenakan sanksi.

Page 31: Naskah Tt Niaga 2

Dan kalau sifatnya voluntary labells , diserahkan kepada para produsen apakah mau menerapkan atau tidak ( sukarela ), jadi diharapkan konsumen yang akan memutuskan apakah mereka akan memebeli produk yang menggunakan atau tidak menggunakan eco- labell, namun dalam hal yang sifatnya sukarela peranan pemerintah hanya sekedar memberikan dukungan dan atau pembiayaan bagi yang mau menggunakannya.

Untuk saat ini penerapan eco-labelling ini sebagian negara masih bersifat voluntary dan kedepan dengan semakin sadarnya masyarakat konsumen terhadap isu lingkungan ini tidak menutup kemungkinan penerapannya besifat mandatory.

POKOK - POKOK PEMIKIRAN PENERAPAN ECO- LABELLINGDI SEKTOR PERIKANAN

Terdapat beberapa harapan yang diinginkan dalam rencana penerapan eco – labeling di sektor perikanan, antara lain :

Tersedianya informasi yang berkaitan dengan adanya dampak lingkungan yang terjadi akibat memproduksi suatu produk, dan mempermudah untuk memperoleh informasi mengenai tingkah laku pemebelian terhadap produk yang dilakukan oleh para pedagang perantara dan konsumen.

Tersedianya beberapa peluang bagi konsumen untuk mengekspresikan pilihannya dikaitkan dengan isu lingkungan terhadap pembelian suatu melalui mekanisme pasar dan kebiasaannya dalam membeli produk ( seperti dengan menunjukkan dedikasinya untuk membeli produk –produk ramah lingkungan atau “Green – Catches” ).

Mendorong para pedagagang eceran ( retailers ) dan para konsumen untuk membeli hanya terhadap produk-produk perikanan yang dihasilkan dari pengelolaan perikanan yang berkelanjutan ( sustainably managed resources ).

Menumbuhkan adanya standar- standar yang berkaitan dengan aspek lingkungan dalam menghasilkan komoditas perikanan.

Menyebabkan terjadinya perbedaan harga antara produk yang menggunakan eco- labell dangan produk yang tidak mengunakan eco – labell.

Meningkatnya insentif bagi para produser yang menggunakan bahan baku yang memenuhi keretiria eco – labeling dalam rangka untuk memperoleh peningkatan pendapatan dan meningkatnya pangsa pasarnya.

Terciptanya keunggulan kompetitif dan terbukanya akses pasar ke pasar-pasar yang lebih besar dan lebih luas dengan akibat dari penggunaan produk yang di kelola secara berkelanjutan.

Page 32: Naskah Tt Niaga 2

Meningkatkan dukungan yang berasal dari berbagai pihak seperti dari kalangan industry, pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya menigkatkan pengelolaan perikanan yang lebih baik lagi.

PRAKARSA PENERAPAN ECO-LABELLING

Adapun prakarsa untuk penerapan eco- labelling di sektor perikanan ini dimulai dari barbagai pihak yang perduli terhadap isu lingkungan, berikut ini diberikan beberapa contoh dan sekaligus labels yang digunakan :

1. MARK OF ORIGIN ; banyak contoh dimana para produsen sudah melihat pentingnya dan manfaat yang diperoleh dalam meningkatkan daya saing / keunggulan kompetitifnya, mereka menggunakan cara mencantumkan keterangan asal “CERTIFICATE OF ORIGIN” dari ikan yang diproduksinya. Bahkan dibeberapa negara penggunaan eco-labelling ini juga diharapkan dapat membantu tugas pemerintah dalam melakukan pengelolaan perikanan terutama untuk mempermudah melakukan identifikasi dan penelusuran yang efektif ( effective tracking ) terhadap produk – produk perikanannya. Bagi Indonesia yang sampai saat ini kekayaan lautnya masih banyak di curi oleh nelayan asing sudah tentu keterangan asal ikan ini sangat memberikan manfaat untuk mencegah terjadinya Illegal fishing.

2. “DOLPHIN SAFE LABELLS” ; begitu juga halnya yang terjadi di Amerika Serikat banyak perusahaan dengan prakarsa sendiri-sendiri mencantumkan labell “ DOLPHIN SAFE” dan bahkan pada tahun 1991, The Dolphin Protection Consumers information Act ( DPCIA ) sudah membuat suatu kereteria bagaimana cara menangkap yang baik dan terbebas dari ikut tertangkapnya ikan dolphin.

3. “ORGANIC SEAFOOD LABELLS” ; beberapa pengusaha perikanan juga melakukan penggunaan labell “ORGANIC SEAFOOD” terhadap ikan hasil tangkapan atau hasil budidaya yang tidak menggunakan bahan-bahan artificial seperti penggnuaan pupuk, makanan, obat-obatan dll. Penggunaan labell ini oleh pengusaha pada dasarnya adalah untuk meningkatkan daya saingnya ( contoh vietnam terhadap ikan Patinnya ).

4. “THE MARINE STEWARDSHIPCOUNCIL” ( MSC ) ; adalah suatu lembaga swadaya masyarakat ( NGO ) yang sifatnya nirlaba ( non profit ) dan independen, berkedudukan di London, Inggris ( UK ), dengan didukung oleh World Wide Fund for Nature ( WWF ) dan Perusahaan Unilever telah memprakasai adanya pengelolaan ikan, dan cara-cara penangkapan ikan yang bertanggung jawab di seluruh dunia. MSC mengajak para

Page 33: Naskah Tt Niaga 2

pengusaha penangkapan ikan untuk menggunakan labellnya dengan harapan para pengusaha dapat meningkatkan daya saing dan sekaligus malakukan usahanya secara berkesinambungan/ berkelanjutan. Bahkan di Indonesia sudah ada beberapa perusahaan penangkapan ikan yang menggunakan labell MSC ini terutama bagi yang melakukan ekspornya ke UE dan AS.

5. “THE MARINE AQUARIUM COUNCIL” ( MAC ) ; suatu lembaga International non profit yang berkedudukan di Hawaii (USA ), bersama-sama dengan perwakilan pengusaha aquarium, hobbyist, conservation organization, pemerintah dan komunitas pencinta aquarium, memprakasai perlindungan bagi coral, ikan hias dengan membuat berbagai standard , edukasi, dan memberikan sertifikat terhadap koral dan ikan hias yang penengkapannya dilakukan dengan cara-cara yang ramah lingkungan. Khusus untuk kegiatan MAC di Indonesia telah melakukan beberapa pelatihan/training bagaimana melakukan penangkapan ikan hias dengan menggunakan alat yang ramah lingkungan dan telah memberikan sertifikat kepada beberapa pengusaha ikan hias seperti di Bali, Pulau seribu dan Sulsel.

6. “THE RESPONSIBLE FISHERIES SOCIETY” of THE UNITED STATES ( RFS ) and “THE GLOBAL AQUACULTURE ALLINCE” ( GAA ) ; RFS DAN GAA yang berkedudukan di USA telah mengumumkan bahwa mereka juga akan terlibat secara langsung dalam penerapan eco-labelling ini, dalam upaya untuk melakukan pengelolaan perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan secara bertanggunag jawab. Samapai saat ini ke dua organisasi ini telah berhasil menghimpun/bekerjasama dengan lebih dari 200 perusahaan dan indivudu untuk mempromosikan sustainable seafood harvest, Adapun program yang diprakarsai oleh RFS dan GAA ini terbuka bagi segala segment ( seperti, produsen, importir, distributor, retailer dan restaurant ). Sementara ini RFS fokusnya untuk seluruh produk perikanan tetapi baru sebatas domistik/USA, sedangkan GAA fokusnya pada usaha pembudiayaan udang di seluruh dunia, termasuk juga melakukan pemberian sertifikat.

7. “INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR STANDARDIZATION” ( ISO ) ; merupakan lembaga swasta ( NGO ) yang bergerak dalam bidang sertifikasi terhadap berbagai macam standard salah satunya adalah terhadap stanndar yang ada kaitannya dengan isu lingkungan ( ISO 14.000 series ). ISO telah membentuk jaringa hampir di seluruh negara di dunia ( 130 negara ), dengan kantor pusatnya di Geneve dan Switzerland. Di setiap negara terdapat kantor ( national member body ) yang bisa saja berbentuk badan usaha /swasta atau badan pemerintah dari negara yang bersangkutan. Penggunaan standar ISO ini juga masih

Page 34: Naskah Tt Niaga 2

bersifat voluntary, namun bagi perusahaan perikanan yang ingin meningkatkan daya saingnya mereka menggunakan labell ISO agar menarik bagi konsumen yang perduli terhadap isu lingkunagan.

ECO- LABELLING DAN PERDAGANGAN INTERNATIONAL

Penerapan eco-labeilling dalam perdagangan internasional ternyata masih banyak diperdebatkan dan masih banyak terdapat kesalahan persepsi tehadap eco - labeling ini, seperti adanya kekhawatiran digunakan sebagai hambatan yang terselubung dalam melakukan perdagangan

Bahkan dalam WTO eco-labbelling ini dimasukknan dalam perjanjian Technical Bariers to Trade ( TBT ), yang mengurusi masalah standarisasi baik yang sifatnya mandatory maupun yang voluntary. Dimasukkannya eco-labelling ini dalam TBT mengingat standar yang ditanganinya mencakup karakteristik produk, metode proses, dari produk, terminology dan simbul, serta peryaratan kemasan dan label. Ketentuan – ketentuan yang ada tersebut untuk memberikan jaminan bagi kulaitas produk ekspor, memberikan perlindungan tarhadap kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan hidup.

Dalam perundingan-perundingan WTO khususnya yang membahas tentang TBT, semua anggota setuju bahwa Technical Regulation dan standard jangan sampai menimbulkan adanya hambatan yang terselubung ( Undisguished restriction ) dalam menghadapi perdagangan internasional. Technical regulation dan standard justeru seharusnya merupakan suatu sarana yang dapat mengurangi terjadinya hambatan-hambatan didalam memasuki pasar internasional ( market access ). Oleh karena itu setiap technical regulation maupun standar yang ada sudah seharusnya memenuhi kriteria internasional ( yang bisa diikuti oleh semua negara anggota ).

Bagaimana kemungkinan penerapan eco-labelling di Indonesia, dalam menerapkan eco-labelling yang perlu diperhatikan adalah bahwa eco-lebelling itu seharusnya memenuhi beberapa kriteria antara lain :

1. Pada saat awal sebaiknya diterapkan pada level sukarela ( voluntary ), perlu sosialisasi dan edukasi, serta diharapkan dapat mendorong pasar ( market driven ).

2. Harus transparan, sehinngga tidak menimbulkan persepsi sebagai suatu alat yang dapat menghambat perdagangan ( hambatan terselubung ).

Page 35: Naskah Tt Niaga 2

3. Jangan menimbulkan adanya diskriminasi dan jangan dapat menciptakan adanya hambatan dalam perdagangan ( kompetisi harus adil ).

4. Adanya lembaga yang jelas untuk melakukan audit dan adanya lembaga yang akan menerbitkan sertifikat penggunaan labels.

5. Audit dan verifikasinya harus dapat dilakukan secara realistis.6. Harus sesuai dengan aturan yang ada baik secara nasional maupun internasional.7. Standar yang mungkin timbul harus equiven diantara standar yang yang ada terutama

dengan negara-negara lain. 8. Dan semua persyaratan harus atas dasar kejadian ilmiah ( scientific evidence ).9. Dapat dilaksanakan, realistis dan konsisten. 10. Dapat menjamin informasi yang terdapat dalam eco-labelling tersebut informasi yang

jujur dan tidak ada unsur penipuan ( economic freaud ).

(5). Traceability

Mulai sejak Januari 2005, Uni Eropa ( UE ) telah mewajibkan bagi perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan hasil perikanan untuk menerapkan suatu sistem baru yang disebut dengan “Traceability” baik bagi perusahaan yang berada di dalam negerinya maupun perusahaan perikanan dari negara ke tiga yang mengekspor produknya ke UE dan juga ke USA.

Aturan ini tertuang dalam aturan mereka yaitu, (EU) Regulation (EC) No. 0178/2002 “General Principle of Food Law< Articles 18.19,20, dan (EC) No. 2065/2001.. as regards to informing consumers about fisheries and aquaculture products. Begitu juga yang ke USA tertuang dalam peraturannya USA : Public Security & Bio-terrorism Preparedness & Respone Act of 2002 (PL 107-188, Title III, Sections 305,306,307.

Dewasa ini traceability bukan hanya sekedar konsep yang penerapannya hanya sebatas uji coba, akan tetapi suatu konsep yang sudah siap untuk di terapkan dilapangan. Meskipun istilah dari traceaility itu sendiri masih sering diperdebatkan, dan kalau melihat peraturan yang ada di Badan Standar Bahan Makanan Internasional ( Codex Alimentarius Commission / CAC ) Codex : CAC/RCP1 Rev 4 2003;Section V.8 – Recall procedures, istilahnya adalah “product tracing” atau “tracing”. Isu ini sampai saat inipun masih sering jadi bahan diskusi, namun kalau melihat dari adanya aturan EU da AS tersebut rasanya istilah traceability sudah dianggap final.

Meskipun sebenarnya traceability itu sendiridi Indonesia sudah tidak asing terutama dikalangan industri perikanan, mereka telah menggunakan sistem first in first out ( FIFO ), dan bahkan hampir sebagian unit pengolahan yang orientasi produknya untuk diekspor terutama

Page 36: Naskah Tt Niaga 2

yang menerapkan sistem pembinaan dan pengujian mutu terpadu ( PMMT ) dengan konsep HACCP.

Karena dalam PPMT/HACCP salah satu perinsip yang harus dilaksanakan adalah apa yang disebut dengan Record Keeping dan Product Recall. Perinsip-prinsip yang diterapkan dalam traceability sama dengan product recall tersebut, hanya saja dalam HACCP lebih ditekankan pencatatan-pencatatan hanya sebatas sejak saat bahan baku sudah masuk ke unit pengolahan dan pemberian kode mungkin masih dianggap kurang mendetail atau lebih sempit.

Mengingat bahwa penerapan traceability ini sudah bersifat mandatory ( wajib ) terutama untuk produk perikanan untuk tujuan ekspor ke Uni Eropa dan Amerika Serikat, maka sudah seharusnya para pengusaha produk perikanan yang orientasinya untuk ekspor untuk mengikutinya/ menerapkannya.

APA ITU TRACEABILITY ?

Traceability, maksudnya adalah untuk mempermudah melakukan pelacakan terhadap suatu produk kalau seandainya produk yang bersangkutan kita inginkan kembali setelah di olah dan atau diedarkan.

Pelacakan ( penelusuran/napak tilas ) dari produk yang kita inginkan tersebut dengan melihat sejarah dari produk tersebut, dan bisa dilakukan dengan menelusurinya disetiap tahapan pengolahan mulai dari sejak awal sampai akhir proses dan bahkan juga menelusurinya setelah produk tersebut diedarkan sampai ke konsumen akhir.

Menurut Notermans S & Beumer H dalam tulisannya yang berjudul Safety & trceability of Animal Feed in Food Authenticity & traceability ( 2003 ), menguraikan traceability itu adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa sub-sistem sebagai berikut ;

Supplier Traceability ; yang memberikan jaminan bahwa asal/ sumber bahan baku dan bahan tambahan yang digunakannya dalam proses pengolahan akan dapat diketahui melalui identifikasi dari hasil pencatatan-pencatatan dan penyimpanan yang baik ( record keeping ) saat diterima di ruang penerimaan unit pengolahan.

Proses Traceability ; yang memberi jaminan bahwa asal/sumber bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan dalam setiap jenis olahan akan dapat diidentifikasi melalui catatan-catatan dan penyimpanan ( record keeping ) pada saat pengolahannya dilakukan berdasarkan per jenis olahan.

Customer Traceability ; yang memberi jaminan bahwa semua dan setiap jenis produk yang telah diedarkan ke konsumen akan dapat ketahui melalui identifikasi dari hasil pencatatan dan penyimpanan ( record keeping ) di gudang unit pengolahan atau di bagian pemasarannya.

Page 37: Naskah Tt Niaga 2

Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa sistem apapun yang digunakan sepanjang sistem tersebut dapat menjamin bahwa dapat mempermudah pencarian / pelacakan terhadap produk bilamana diinginkan ( product recall )

apakah produk tersebut sudah beredar di pasar maupun belum dapat diketahui melalui semua catatan-catatan yang tersimpan di unit pengolahan/ pemasaran. Melalui catatan-catatan tersebut akan diketahui setiap kejadian yang terjadi sejak bahan baku dan tambahannya diterima, diproses/ disimpan dan diedarkan ke pasar bila sampai terjadi product recall. Product recall biasanya dilakukan apabila terjadi complain terhadap suatu produk dari pihak konsumen.

Internal dan Eksternal Traceability

Dalam traceability terdapat dua katagori yaitu ;

Internal Traceablity ; adalah berkaitan dengan traceability untuk produk dimana semua informasi hanya bisa diperoleh sejak saat bahan baku diterima sampai selesai dan setelah diedarkan/ dikeluarkan ke pasar ( informasi tersebut keberadaannya bisa diperoleh di pabrik ).

Eksternal traceablity ; adalah yang berkaitan dengan traceability yang sumber informasinya dari luar pabrik dan biasanya dari para pemasok ( suppliers ).

Bahkan David Hope, vice president Lawson Asia-Pacific & Japan, dalam tulisannya di majalah Asia Pasifc Food Industry ( 2007 ), menyebutkan traceability itu terdri dari dua sistem yaitu “Trace” & “Tracking” yang maksudnya adalah untuk trace melakukan penelusuran di dalam pabrik sedangkan tracking adalah melakukan penelusuran di luar pabrik terutama setelah produk keluar pabrik di tingkat pasar sehingga dengan tracking ini bisa melakukan recall/ menarik kembali dari peredaran. Bahkan Badan yang mengawasi masalah Obat dan Pangan Amerika

( FDA ) juga menggunakan istilah tracking untuk melakukan pelacakan terhadap produk akhirnya.

Dalam melakukan traceability tersebut yang dicari adalah informasi tentang produk yang diinginkan misalnya untuk di recall, dan Informasi itu sendiri dapat dibedakan/ diklasifikasikan sebagai berikut :

Data Produk ( product data ) ; dimana menjelaskan data produk secara mendetail seperti, berkaitan dengan bahan baku/ bahan tambahan, ( berat, grade, species, asal, kejadian-kejadian apa saja pada saat penerimaan dll ).

Page 38: Naskah Tt Niaga 2

Data transformasi ( transformation data ) ; adalah daftar ( list ) identifikasi ( ID’s ) dari setiap bahan baku/ tambahan atau produk dan produk hasil sampingannya dari setiap angkatan ( batch/ lot ) produk yang diproses.

Umumnya pendekatan yang digunakan dalam melakukan identifikasi ( ID’s ) dari produk adalah dengan menggunakan sistem pengkodean ( Code ), dari setiap bahan baku/tambahan dan produk akhirnya.

Berdasarkan teori pelaksanaan dari traceability ini sangat sederhanan dan gampang, namun di lapangan ternyata sangat kompleks dan relative agak sulit dipraktekkan ( diaplikasikan ). Misalnya saja sumber bahan baku ikan datangnya tidak saja dari satu sumber tetapi dari berbagai nelayan dengan daerah tangkapan yang berbeda-beda dan dengan tanggal hasil tangkapan yang berbeda-beda, belum lagi dari berbagai negara dengan kesegaran ikan yang berbeda-beda dan standar yang berbeda.

Begitu juga dalam kegiatan pengolahan data sering menjadi kacau dan kehilangan jejak pada saat mulai dilakukan transfer dari bahan baku menjadi berbagai macam atau jenis olahan, sehingga untuk ini perlu keberhati-hatian ( tidak sederhana/ kompleks ).

Belum lagi pada saat pendistributiannya ke pasar, bisa saja dalam satu shipment produk terdiri dari berbagai kode dan dari berbagai batch/lot sudah tentu memerlukan ketelitian dalam pencatatannya dan penyimpanannya.

PEMBERIAN LABEL DAN KODE DALAM INDUSTRI PERIKANAN

Salah satu elemen terpenting dalam penerapan traceability ini adalah adanya sistem pelabelan yang benar dalam rangka memberikan informasi yang berkaitan dengan identitas/merk produk, komposisi produk, asal dari produk, masa berlaku dan tanda-tanda lainnya. Berbagai informasi ini yang dalam bentuk tulisan maupun tanda-tanda yang disebut dengan pengkodean ( Coding ).

Saat ini label dan kode ini sudah menjadi salah satu persyaratan untuk digunakan dalam semua produk akhir yang dikemas terutama yang didistribusikan ke konsumen. Adapu negara-negara yang mempersyaratkan tersebut seperti uni Eropa ( EU ) dengan aturanya yang tertuang dalam EU Council-104/2000, sedangkan untuk Amerika Serikat ( USA ) meskipun tidak tertuang dalam peraturan secara khusus namun dalam penerapan sistem HACCP bagi negara eksportir sudah secara implisit mengharuskan setiap eksportir menerapkan sistem pengkodean ini wajib diterapkan ( FDA Rule 21 CFR 123 “ Procedure for the safe and sanitary Processing and Importing of Fish and Fisheries Product” ).

Page 39: Naskah Tt Niaga 2

Berikut ini ditampilkan label/ kode yang dipersyaratkan dan telah diberlakukan baik untuk produk EU maupun dari negara ketiga lainnya ( lihat contoh label/kode gambar, dibawah ini )

CONTOH LABELL / KODE

Sangat jelas terlihat bahwa dalam label/kode dicantumkan antara lain :

Nama species ikan, baik berdasarkan nama dagang/komersial dan nama latinnya ; nama dagangnya, “Salmon”, dan nama latinnya, “oncorhynchus nerka “.

Logo Perusahaan atau berupa Cap/ stamp ; “norge - efta” , menunjukakan asal produk/ikan dari Norwegia dan anggota dari European free trade area ( efta ).

Detail dari produk ; Qualitas produk, superior, Jenis penanganan, Gutted ( disiangi/ tanpa isi perut ), Pengawetan, Segar dan harus disimpan pada suhu 0 – 5 derajat Celsius.

Nomor Kode Produk ; ST – 400

Nomor Batch, Pallet, Unit ; nomor batch, 40095 dan nomor pallet, 24 dan nomor unit 492 ( biasanya sudah secara langsung di print di dalam pabrik ).

Size/ ukuran ikan ; 5 – 6 ( per ekor 500 - 600 gram )

Tanggal Produksi ; 03-05-02 ( dd/mm/yy )

Berat Bersih / Kotor ; brta bersih, 21.30 kg dan berat kotor, 21,50 kg.

Page 40: Naskah Tt Niaga 2

Asal/ daerah Ikan ditangkap ; apakah ditangkap di laut, di perairan air tawar, atau hasil budidaya ( dalam contoh tertulis FAO Area 27 NE Atlantic , yang maksudnya ditangkap di perairan laut atlantik bagian utara/timur atau timur laut ).

Prosedur Menarik Kembali Produk ( Product Recall )

Terjadinya kemungkinan penarikan kembali produk yang telah beredar di pasar ( product recall ), adalah merupakan bagian dari kegiatan pemasaran dan bahkan penarikan produk ini merupakan salah satu alasan mengapa traceablity ini diperlukan. Oleh karena itu haruslah dipandang sebagai bagian yang penting dalam sistem traceablity yang dibuat. Bagaimana proses penarikan produk dilakukan, dalam penyusunan traceablity harus secara jelas ditentukan prosedurnya .

Prosedur penarikan produk biasanya sangat spesifik dan sangat tergantung dari kebijakan setiap perusahaan, namun secara garis besar paling tidak harus memperhatikan/ mengikuti 9 elemen ( dikembangkan oleh Canadian Food Inspection Agency ) sebagai berikut :

Tim Manajemen Penarikan Produk ( Recall Management Team ) ; bentuk Tim Manajemen Penarikan Produk dan tetapkan tugas dan fungsi serta tanggung jawab dari masing- anggota khususnya terkait dengan masalah penarikan produk. Anggota tim hauslah terdiri dari pimpinan senior dari masing-masing depatemen/divisi ( QA, Penjualan, Pembelian, Produksi dsb ), Akhli hukum/ legal dan akhli media.

Arsip Pengaduan ( Complaint File ) ; prosedur formal untuk menangani setiap adanya pengaduan harus dibuat atau dipersiapkan sehingga pada satnya terjadi pengaduan segera bisa ditangani pneyelidikannya ( investigasinya ) termasuk juga antisipasi terhadap terjadinya pengaduan-pengaduan ulang.

Daftar Lembaga-lembaga yang Harus di Hubungi ; daftar lembaga-lembaga yang terkait yang harus dihubungi berkaitan dengan adanya pengaduan ( complaint ), harus dipersiapkan dan secara regular harus ditinjau kembali disesuaikan dengan kebutuhannya.

Lembaga-lembaga yang harus dihubungi antara lain :

a). Lembaga atau instansi yang berkompeten ; lembaga atau instansi yang berkompeten seperti Badan pengawasan obat dan makanan instansi pembinanya yang terkait.

b). Pelanggan ( customer ) ; pihak pelanggan juga harus dihubungi dalam rangka untuk melakukan penelusuran di salauran distribusi yang mana kemungkinan terjadinya kasus,

Page 41: Naskah Tt Niaga 2

dan sekaligus juga sebagai informasi pendahuluan kepada pihakpelanggan untuk berhati- hati/ mewaspadainya.

c). Pemasok ( Supplier ) ; begitu juga untuk supplier harus diinformasikan untuk ikut membantu melakukan identifikasi apakah kemungkinan ada bahan-bahan yang tidak sesuai dengan speksifikasi yang diminta untuk srgera dilakukan aksi yang tepat.

d). Lembaga Media ; terutama kalau produk sudah beredar di pasar dan terjadi kondisi yang dianggap serius ( potensial menyebabkan keracunan, penyakit ), untuk segera bisa di informasikan ke masyarakat untuk tidak membelinya atau mengkonsumsinya dan akan dilakukan penarikannya.

Melakukan pelacakan/ penelusuran Terhadap Produk ( tracing of product ) ; untuk melakukan pelacakan harus dilakukan dengan mengecek dokumen-dokumen pencatatan (record keeping ) yang ada.

Catatan Pemasok dan Distribusi ; melalui arsip pencatatan ( recods keeping ) yang telah dilakukan berdasarkan sistem traceablity yang telah dibuat diharapkan dapat mempermudah dilakukannya pelacakan/ penelusuran terhadap produk yang diadukan. Apakah penyebab terjadinya kasus ini pada tahap awal penerimaan bahan baku atau di tahap proses dan penyimpanannya. Personal yang bertanggung jawab untuk urusan ini baik di tingkat penerimaan bahan baku, prosesing dan distribusi harus di tetapkan untuk dimintai keterangan-keterangan.

Prosedur Penarikan Produk ( recall procedure ) ; dalam hal prosedur penarikan produk tingkat atau derajat tanggapannya ( response ) harus desesuaikan dengan kepatutannya/ kesesuaian kejadiannya ( serius atau tidak serius ), bisa saja setiap kejadian berada di antara tahapan-tahapan proses produksi. Dalam hal penarikan produk ini dinilai cukup penting ( serius ), tahapan kejadian harus diuraikan sejelas mungkin dan harus terus dipantau/diikuti, dan di setiap tahapan harus ditulis secara detail apa yang akan dilakukan dan bagaiman caranya dan oleh siapa.

Pencatatan Penarikan Peroduk ( recalled product records ) ; untuk tujuan penyusunan pelaporan dan terjaminnya produk tersebut secara efektif sudah ditarik dari peredaran,

Page 42: Naskah Tt Niaga 2

maka catatan-catatan yang terkait dengan penarikan barang meliputi jumlah produk, tanggal penarikan dan nama supplier/ distributornya serta apa yang dilakukan terhadap produk tersebut ( misalnya dimusnahkan ) dan oleh siapa harus dibuat secara terperinci.

Keefektifan Posedur Penarikan Produk ( recall effectiveness procedures ) ; untuk dapat melakukan pekerjaan yang baik dalam penarikan produk, pihak manajemen tidak sebatas hanya membuat prosedur penarikan produk yang menjamin bahwa produk dapat ditarik dari peredaran dan melakukan pencatatannya, akan tetapi juga analisis terhadap setiap kejadian untuk lebih meningkatkan kerjanya sistem.

Pengujian terhadap rencana Penerikan produk ( testing the recall plan ) ; meskipun penarikan produk sudah terlaksana, namun kalau dirasakan prosesnya sangat lamban maka prosedur yang digunakan itu harus dilakukan pengujian ( testing ) ini dilakukan secara regular dan harus diverifikasi.

Pencatatan dan pendokumentasian ( Documentation and Records ) ; meskipun sistem traceability ini dapat dikatakan merupakan salah satu alat manajemen yang sudah dibangun oleh perusahaan, namun untuk lebih meningkatkan kualitas pelacakan/penelusuran seharusnya didukung oleh kebijakan-kebijakan lainnya agar traceability ini benar-banar diterapkan.

Adapun kebijakan lainnya yang dimaksud adalah antara lain :

Komitmitmen perusahaan benar-benar akan menjalankannya.

Adanya Diagram Proses Flow, disetiap kegiatan pengolahan .

Dalam melakukan analisis terhadap pencatatan yang sifatnya ringkasan ( summary) yang dibuat oleh karyawan dan masukan dari berbagai pihak harus digunakan sebagai refrensinya.

Selain yang sudah disebutkan di atas, semua pencatatan ( records ) pemeliharaannya ( maintained ) dengan cara-cara sebagai berikut :

Traceability yang telah dilaksanakan harus dilakukan proses audit oleh perusahaan sendiri atau dari luar perusahaan ( instansi yang berkompeten ).

Page 43: Naskah Tt Niaga 2

Bila dilakukan modifikasi terhadap sistem harus tetap memperhatikan hal-hal seperti karena adanya perubahan instalansi/peralatan baru atau prosedur baru, melakukan kegiatan perbaikan, dan adanya permintaan dari konsumen.

(6). C I T E S :

Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild and Fauna ( CITES ), adalah suatu konvensi atau perjanjian yang tujuannya adalah untuk membangun system pengendalian perdagangan terhadap berbagai jenis satwa dan fauna serta produk-produknya karena dianggapsudah mulai terjadi kelangkaan secara internasional.

Perjanjian atau kesepakatan ini mulai disusun pada suatu konfrensi diplomatik di Washington D.C pada tanggal 03 Maret Tahun 1973 yang dihadiri oleh 88 negara, dan secara legal konvensi ini baru mulai diterapkan secara efektif pada tanggal 01 Juli Tahun 1975.

Dalam CITES terdapat tiga kelompok jenis-jenis satwa dan fauna berdasarkan kelangkaannya yang merupakan “Appendix” dari konvensi yaitu :

a). Appendix 1 ; memuat dimana seluruh satwa dan fauna yang dianggap liar sudah terancam punah, oleh karena itu perdagangannya dilarang.

b). Appendix 2 ; memuat aturan dimana satwa dan fauna yang dianggap liar belum terancam punah namun kalau tidak diatur perdagangannya dapat menyebabkan

kepunahanc). Appendix 3 ; memuat aturan dimana satwa dan fauna yang dianggap liar dinyatakan dilindungi oleh negara-negara tertentu anggota CITES, oleh karena itu masing- masing negara anggota harus mematuhi dan ikut mengamankannya. Adapun yang dimaksudkan dengan harus mematuhi dan menagamankan adalah masing- masing negara yang belum atau tidak melakukan perlindungan harus melarang perdagangannya terutama yang berasal dari negara yang melindungi.

Indonesia termasuk Negara yang ikut meratifikasi konvensi atau perjanjian tersebut pada Tahun 1977, melalui Kepres No. 43 / 1977, dan pada saat itu merupakan anggota konvensi yang ke 51. Sebagai negara anggota Indonesia telah menetapkan Kementerian Kehutanan selaku “Management of Authority” atau yang memilki otoritas untuk melakukan pengelolannya, sedangkan yang ditetapkan sebagai “Scientific of Authority” atau yang memiliki otoritas ilmiah seperti dalam hal menentukan berapa besarnya Quota yang boleh diperdagangkan adalah Lembaga Ilmu Pnegetahuan Indonesia ( LIPI ).

Page 44: Naskah Tt Niaga 2

Disektor Perikanan terdapat beberapa jeinsi ikan yang sudah termasuk dalam daftar CITES tetapi masuk dalam Appendix 2 ; seperti ikan Napoleon, Ikan Arwana, Kuda Laut dll, dan masih ada beberapa jenis lainnya yang sudah diagendakan untuk dibahas agar dimasukkkan dalam CITES, seperti ikan cucut. Sebetulnya belum tentu dari jenis-jenis yang sudah masuk ke dalam daftar CITES tersebut termasuk langka di beberapa Negara anggota, namun karena perjuangan dalam menolak usul tersebut alasannya kuarang kuat atau dukungan dari negara menolak kurang banyak maka, terpaksa jenis ikan tertentu tersebut masuk daftar CITES, seperti ikan Arawana Irian ( Jardhini ).

5). Kerjasama Ekonomi Regional / Sub Regional / Bilateral :

Berikut ini akan di berikan contoh-contoh kerjasama Indonesia dalam forum Regional/ Sub Regional dan Bilateral sebagai berikut :

a).Asian Pacific Economic Regional ( APEC ) :

Tujuan utama adalah meningkatkan kerjasama ekonomi di kawasan Asia-Pasific, khususnya dibidang perdaganagan dan investasi

b). Association Of South East Asian Nations ( ASEAN ) :

AFTA ( Asean Free Trade Area )

CAFTA ( China-Asean Free Trade Area )

ASEAN-INDIA Regional Trade And Invesment (RTIA)

ASEAN-KOREA

ASEAN-JAPAN On Coprehensive Econmic Partnership ( CEP)

c). Forum Kerjasama Ekonomi Sub Regioanal ( KESR ), ( IMT-GT, IMS-GT, BIMT-EAGA )

d). Kerjasama Bilateral ( Australia, New Zeland dsb )

BAB VII

PENUTUP

Pemasaran adalah merupakan ujung tombak dari pembangunan ekonomi baik itu dalam skala makro yaitu bagi pembangunan ekonomi nasional maupun dalam

Page 45: Naskah Tt Niaga 2

skala mikro dalam suatu unit usaha atau perusahaan. Karena tanpa ada kegiatan pemasaran apapun yang telah kita hasilkan akan tidak ada artinya, baik bagi pedapatan negara maupun bagi kesejahteraan masyarakat.

Sektor perikanan diharapkan menjadi salah satu sumber pendapatan ekonomi nasional,oleh karena itu pemahaman tentang pemasaran baik itu dalam lingkup pemasaran domestik maupun internasional bagi para pemangku kepentingan ( stakeholder ) haruslah selalu ditingkatkan. Hal ini disebabkan karena persaingan dikalangan pengusahanya maupun dikalangan negara penghasil produk perikanan akan semakin ketat, dan salah satu upaya agar kita tetap bertahan dalam bisnis perikanan tersebut teori-teori pemasaran antara lain strategi-strategi dalam melakukan persaingan sedapat mungkin harus dikuasai.

Semoga saja tulisan ini yang disajikan dalam bentuk buku sebagai bahan ajar ini dapt bermanfaat atau dapat digunakan sebagai salah satu refrensinya terutama bagi para mahasiswa yang mengambil jurusan ilmu perikanan khususnya dalam hal pemasaran. Penulis sadar bahwa apa yang telah ditulis masih jauh dari sempurna, oleh karena itu mohon kiranya masukan-masukannya terutama dalam upaya melakukan penyemprnaan, sebelumnya diucapkan terimaksih.

Penulis, Jakarta, 2010.

DAFTAR PUSTAKA

Amir M.S, 1995. “Pengetahuan Bisnis Ekspo Impor” , LPPM, PT Pustaka Binaman Presindo, Jakarta.

Basu Swastha D.H, 1979, “Azas-Azas Marketing”, Akademi Keuangan & Bisnis, Yogyakarta.

Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian, 2004. “Diplomasi Indonesia Di Sektor Pertanian “ Pada Forum Kerjasama Internasional, Grasindo, Jakarta.

Page 46: Naskah Tt Niaga 2

Donall A. Ball, Wendell H. McCulloch, 2000. “Bisnis Internasional” McGraw-Hill Books.Co, Salemba Empat, Jakarta.

Gregorius Chandra, Fandy Tjiptono dan Yanto Chandra, 2004. “Pemasaran Global” Internasionalisasi dan Internetisasi, Penerbit Andi, Yogyakarta 55281.

Hermawan Kartajaya, Michael Hermawan, Yuswohadi, Taufik, sonni,Hartono Anwar, Handito Hadi Yoewono dan Jacky Mussry, 2003. “Mark Plus on Strategy”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Jan Nowak, 1996. “ International Marketing”, Sint John, N.B. Canada, IPWI, Jakarta.

Kotler Philips, 1967. “Marketing Management”, Analysis, Planning, Implementation and Controll, Prentise Hall International Edition, New Jersey 07458

____________, 2003. “ Marketing Insight From A to Z “, 80 Konsep Yang Harus Dipahami Oleh Setiap Manager, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Kotler, Keller, 2007. “Manajemen Pemasaran” Prentice Hall International,NW Jersey, USA

Sofyan Assauri, 1996, “manajemen Pemasaran” Dasar, Konsep, dan Strategi, rajawali Pers, Jakarta.