Laporan FG - Tugas 1

29
Konsep Dasar Teknik PCR serta Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Proses PCR Serta Modifikasi Teknik PCR Etri Dian Kamila (1206212533), Fhani Meliana (1206212413), Jason Jonathan (1206238904), Ramadhan Iskandar (1206212400), Retno Ulvia (1206262102), Shella (1206238721) Jurusan Teknologi Bioproses, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Abstrak Polymerase Chain Reaction atau yang biasa disebut PCR adalah metode untuk amplifikasi (memperbanyak) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Teknik PCR secara umum terdiri dari lima buah komponen, yakni DNA cetakan/template, oligonukleotida primer, deosiribonukleotida trifosfat (dNTPs) yang terdiri dari dATP; dCTP; dGTP; dan dTTP, buffer, serta enzim polimerase yang digunakan untuk mengkatalis reaksi sintesis rantai DNA. Teknik PCR secara umum digunakan melalui tiga tahapan, yakni denaturasi, annealing, dan elongasi. Modifikasi PCR juga saat ini telah dilakukan, beberapa diantaranya adalah Real-Time PCR (RT PCR), reverse transcription PCR, nested PCR, dan multiplex PCR. Dalam proses teknik PCR, terdapat pula beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan PCR, beberapa diantaranya adalah ukuran DNA, kualitas anneal/ daya temple primer, kontaminasi, jumping PCR, heterogenitat sekuens, dan interpretasi. PCR saat ini juga telah dikembangkan untuk diaplikasikan ke berbagai bidang,

description

tugas

Transcript of Laporan FG - Tugas 1

Page 1: Laporan FG - Tugas 1

Konsep Dasar Teknik PCR serta Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Keberhasilan Proses PCR Serta Modifikasi Teknik PCR

Etri Dian Kamila (1206212533), Fhani Meliana (1206212413), Jason Jonathan

(1206238904), Ramadhan Iskandar (1206212400), Retno Ulvia (1206262102),

Shella (1206238721)

Jurusan Teknologi Bioproses, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Universitas Indonesia

Abstrak

Polymerase Chain Reaction atau yang biasa disebut PCR adalah metode untuk amplifikasi

(memperbanyak) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua

buah primer oligonukleotida. Teknik PCR secara umum terdiri dari lima buah komponen,

yakni DNA cetakan/template, oligonukleotida primer, deosiribonukleotida trifosfat (dNTPs)

yang terdiri dari dATP; dCTP; dGTP; dan dTTP, buffer, serta enzim polimerase yang

digunakan untuk mengkatalis reaksi sintesis rantai DNA. Teknik PCR secara umum

digunakan melalui tiga tahapan, yakni denaturasi, annealing, dan elongasi. Modifikasi PCR

juga saat ini telah dilakukan, beberapa diantaranya adalah Real-Time PCR (RT PCR), reverse

transcription PCR, nested PCR, dan multiplex PCR. Dalam proses teknik PCR, terdapat pula

beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan PCR, beberapa diantaranya adalah ukuran

DNA, kualitas anneal/ daya temple primer, kontaminasi, jumping PCR, heterogenitat

sekuens, dan interpretasi. PCR saat ini juga telah dikembangkan untuk diaplikasikan ke

berbagai bidang, seperti dalam bidang kesehatan untuk deteksi penyakit, bidang forensik,

hingga ke bidang arkeologi.

Kata Kunci: PCR; Komponen PCR; Proses PCR; Modifikasi PCR; Faktor Keberhasilan

PCR

Abstract

Polymerase Chain Reaction or PCR is commonly referred to amplification method (multiply)

DNA fragments in vitro on specific regions bounded by two oligonucleotide primer. PCR

technique generally consists of five components, which are DNA prints/ template,

oligonucleotide primers, deoxiribonucleotide triphosphate (dNTPs), which consists of dATP;

dCTP; dGTP; and dTTP, buffers, and enzymes used to catalyze polymerase chain reaction

DNA synthesis. PCR techniques are generally used through three stages, namely

denaturation, annealing, and elongation. Modified PCR also has been taken, some of which

is Real-Time PCR (RT PCR), reverse transcription PCR, nested PCR, and multiplex PCR. In

Page 2: Laporan FG - Tugas 1

the PCR process, there are several factors that influence the success of PCR, some of which

are the size of the DNA, anneal quality / power primary temple, contamination, PCR

jumping, heterogenitat sequences, and interpretation. The current PCR have also been

developed to be applied to various fields, such as in the field of health for disease detection,

forensic field, to the field of archeology.

Keywords: PCR; PCR components; PCR process; Modified PCR; Success Factors of PCR

1. Pendahuluan

Alam pada dasarnya memiliki beragam koleksi alami peralatan biokimia yang terus

bertambah banyak selama miliaran tahun. Asam Nukleat yang terdiri dari molekul DNA dan

RNA, merupakan komponen makromolekul utama penyusun struktur makhluk hidup;

bersama dengan protein dan karbohidrat, dan dapat membentuk struktur helix ganda tiga

dimensi yang sangat kompleks, yang setelah diteliti memiliki fungsi yang sangat banyak,

misalnya sebagai katalis reaksi kimia spesifik dan untuk identifikasi gen. Seiring dengan

perkembangan teknologi manusia, fungsi-fungsi dari Asam Nukleat kemudian dikembangkan

lebih jauh dan diaplikasikan dalam berbagai sektor kehidupan manusia, beberapa diantaranya

adalah dalam bidang kesehatan dan farmasi, dalam bidang pertanian, dalam bidang

lingkungan, dalam ilmu forensik, sebagai enzim dalam bentuk ribozyme, serta sebagai sensor

untuk deteksi biomolekular, penemuan obat, serta nanoteknologi. Untuk dapat diaplikasikan

sebagai berbagai alat, maka dibutuhkan beberapa perlakuan pada asam nukleat tersebut,

misalnya dengan memodifikasi, mengkombinasikan, mensubstitusi, ataupun memanipulasi

struktur dari Asam Nukleat.

Beberapa teknologi yang digunakan dalam aplikasi asam nukleat misalnya adalah

sebagai PCR Teknik PCR ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh

hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan

di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah

sampel yang kecil.

2. Definisi PCR

Polymerase Chain Reaction atau yang biasa disebut PCR adalah metode untuk

amplifikasi (memperbanyak) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang

dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah

urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram dari DNA template. Proses ini mirip dengan

proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.Polymerase Chain

Reaction (PCR) ini dapat digunakan untuk amplifikasi urutan nukleotida, menentukan

Page 3: Laporan FG - Tugas 1

kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi, pada bidang kedokteran

forensik dan melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.

3. Perhitungan dalam PCR

Perhitungan jumlah kop fragmen DNA target dapat dilakukan sebagai berikut, dimana jumlah kopi fragmen DNA target (amplicon) yang dihasilkan pada akhir siklus PCR dapat dihitung secara teoritis menurut rumus:

Y= (2n−2 n ) X

Keterangan:

Y : jumlah amplicon

n : jumlah siklus

X : jumlah molekul DNA templat semula

Umumnya jumlah siklus yang digunakan pada proses PCR adalah 30 siklus. Penggunaan

jumlah siklus lebih dari 30 siklus tidak akan meningkatkan jumlah amplicon secara bermakna

dan memungkinkan peningkatan jumlah produk yang non-target.

Gambar 1. Fragmen DNA target

Sumber: Farras Shanda, 2012

4. Komponen Utama PCR

4.1. Template DNA

Template DNA merupakan sampel DNA yangmengandung sekuens dari DNA

yang ingin diperbanyak. DNA dapat berupa DNA binatang, tumbuhan, virus, dan

bakteri. Pada saat reaksi awal PCR, temperatur tinggi diperdunakan untuk

memisahkan rantai ganda DNA tersebut, yang disebut sebagai denaturasi.

Page 4: Laporan FG - Tugas 1

Reaksi PCR bekerja pada rentang konsentrasi template DNA yang lebar.

Penggunaan template DNA sebanyak 200 ng sangat baik, tetapi berapapun template

DNA yang digunakan selama berkisar antara 50 -500 ng, reaksi PCR dapat

berlangsung baik.

4.2. MgCl2

Ion Mg2+ membentuk kompleks dengan dNTP, primer, dan template DNA dan

menstabilkan keberadaan gugus fosfat serta mengaktivasi proses replikasi dengan

menyatukan nukleotida-nukleotida agar dapat dikenali oleh enzim polimerase. Oleh

karena itu, konsentrasi optimal MgCl2 harus diperhatikan pada setiap eksperimen. Ion

Mg2+ yang terlalu sedikit akan menghasilkan yield produk PCR, sedangkan terlalu

banyak dapat meningkatkan yield produk non-spesifik. Konsentrasi Mg2+ yang lebih

rendah diperlukan ketika keakuratan sintesis DNA sangat diinginkan.

4.3. Buffer

Buffer merupakan larutan garam yang dapat mempertahankan reaksi pada

perubahan pH. Buffer digunakan untuk memastikan DNA polimerase berada pada

lingkungan yang menghasilkan aktivitas maksimum.

4.4. dNTP

Empat deoksiribonukleotida (dNTP) adalah material basa yang digunakan

untuk membuat strand baru saat proses elongasi. Konsentrasi dNTP pada mix

biasanya 200uM dan konsentrasi setiap dNTP (dATP, dCTP, dGTP, dTTP) harus

sama untuk meningkatkan keakuratan.

4.5. Primer

Primer merupakan rantai tunggal pendek DNA, panjangnya biasanya sekitar

20 nukleotida, yang menempel komplementer dengan sekuens DNA target dan

menginisiasi replikasi DNA target. DNA polimerase akan mensintesis DNA baru

pada ujung primer.

4.5.1. Kriteria Primer dan Cara Mendesain Primer

Desain primer yang bagus menentukan kesuksesan reaksi PCR.

Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan ketika mendesain primer

untuk menghasilkan amplifikasi yang spesifik dan ber-yield tinggi

diantaranya:

a. Panjang Primer

Panjang optimum dari primer PCR adalah 18-22 bp. Panjang tersebut

cukup untuk memenuhi spesifitas dan cukup pendek bagi primer untuk

Page 5: Laporan FG - Tugas 1

menempel dengan mudah pada template DNA saat temperatur annealing.

Panjang primer berbanding lurus dengan temperatur melting primer.

b. Temperatur Melting Primer

Temperatur melting primer (Tm) merupakan temperatur di mana rantai

ganda DNA berpisah menjadi rantai tunggal. Primer dengan temperatur

melting antara 52-58oC umumnya memberikan hasil terbaik. Primer dengan

temperatur melting di atas 65oC memiliki kecenderungan untuk melakukan

annealing sekunder. Konten GC pada sekuens primer mempengaruhi Tm

primer.

Rumus sederhana untuk menghitung Tm :

T m=4 (G+C )+2 (A+T )o C

Tm nyatanya dipengaruhi oleh konsentrasi Mg 2+, K+, dan co-solvent.

Rumus untuk mencari Tm di atas sangat sederhana. Banyak program

mendesain primer yang menggunakan perhitungan yang lebih kompleks,

seperti menggunakan termodinamika nearest-neighbor :

T m(¿o C)=¿¿

c. Temperatur Annealing PrimerTemperatur annealing primer (Ta) adalah temperatur di mana saat

primer menempel pada rantai tunggal DNA. Ta yang terlalu tinggi akan

menghasilkan hibridisasi primer-template yang terlalu sedikit sehingga

hibridisasi primer-template yang terlalu sedikit sehingga yield produk PCR

kecil. Ta yang terlalu rendah juga mungkin menghasilkan produk PCR yang

non-spesifik akibat tingginya jumlah pasang basa (bp) yang mengalami mis-

match. Cara menentukan Ta yang juga dipengaruhi oleh Tm:

T a=0,3 xT m ( primer )+0,7 T m ( produk )−14,9

d. Konten GCBanyaknya jumlah basa G dan C pada primer (dalam persentase)

seharusnya 40-60%.

∆H : entalpi pembentukan struktur heliks∆S : entropi pembentukan struktur heliksR : konstanta gas molar (1,987 kal mol/oC)C : konsentrasi asam nukleatK+ : konsentrasi garam (kation)

Page 6: Laporan FG - Tugas 1

e. Clamp GCKeberadaan basa G atau C dalam lima basa terakhir dari ujung 3’

primer menghasilkan ikatan yang spesifik pada ujung 3’ karena kuatnya ikatan

basa G dan C, namun jumlahnya sebaiknya tidak lebih dari 3.

f. Struktur Sekunder PrimerPrimer dapat berubah ke bentuk sekunder yang mempengaruhi

annealing primer-template dan amplifikasinya.

1. Hairpin. Terbentuk karena gaya intramolekular pada primer. Stabilitas hairpin direpresentasikan dalam nilai ∆G, energi yang digunakan untuk memecah struktur sekunder. Semakin besar nilai ∆G semakin stabil hairpin dan sulit untuk disingkirkan. Hairpin pada ujung 3’ dengan ∆G -2kcal/mol dan hairpin internal dengan ∆G -3kcal/mol dapat ditoleransi.

2. Self Dimer. Terbentuk karena gaya intermolekular antara dua primer yang sama (homolog) dan sensenya sama (ujung 3’ atau ujung 5’ nya searah). Nilai ∆G yang ditolerir adalah pada ujung 3’ -5 kcal/mol dan internal self dimer -6 kcal/mol.

3. Cross Dimer. Terbentuk akibat gaya intermolekular antara dua primer, baik sense maupun antisense, dan homolog. Nilai ∆G yang ditolerir adalah pada ujung 3’ -5 kcal/mol dan internal self dimer -6 kcal/mol.

g. PengulanganPengulangan melibatkan dinukleotida yang sering muncul dan harus

dihindari karena dapat terjadi misprime (primer menempel pada site yang

tidak diketahui di template). Contohnya adalah ATATATAT. Jumlah

maksimum pengulangan dinukleotida pada primer oligo adalah 4.

h. RunsPrimer dengan adanya basa tertentu yang berulang berurutan dapat

pula menyebabkan misprime. Contohnya adalah AGCGGGGGATGGGG

memiliki basa G yang nilai run nya 5 dan 4. Jumlah maksimum run yang

masih ditolerir adalah 4.

i. Stabilitas Ujung 3’Nilai maksimum ∆G lima basa dari ujung 3’. Ujung 3’ yang tidak

stabil (nilai ∆G sangat negatif) menghasilkan kesalahan priming yang lebih

sedikit.

Page 7: Laporan FG - Tugas 1

Gambar 2. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester

Sumber: Biochemistry, 5th edition (Berg JM, Tymoczko JL, Stryer L, 2002)

4.6. DNA Polimerase

DNA polimerase merupakan enzim yang

mengkatalisis pembentukan rantai baru dari

komplementer DNA target. DNA polimerase

menambahkan nukleotida pada ujung 3’ dari

rantai polinukleotida dengan mengkatalisis

penyerangan nukleofilik terminal gugus 3’-

OH pada rantai polinukleotida ke gugus α-

fosfat dari nukleosida trifosfat yang akan

ditambahkan.

4.6.1. Jenis-Jenis DNA Polimerasea. Taq DNA Polimerase

DNA polimerase yang umum digunakan adalah Taq DNA polimerase

(dari bakteri thermofil Thermus aquaticus), di mana elongasi dilakukan pada

suhu 72oC. Sebelumnya digunakan DNA Polimerase I yang diperoleh dari E.

coli. Namun, enzim DNA Polimerase I E. coli sensitif terhadap panas dan

aktivitasnya rusak saat tahap denaturasi pada 95oC. Maka dari itu, aliquot baru

enzim harus ditambahkan pada setiap siklus.

b. Pfu DNA Polimerase

Pfu DNA polimerase diisolasi dari bakteri hypertermofil Pyrococcus

furiosus dan banyak digunakan karena keakuratannya yang lebih tinggi (high

fidelity) ketika mengopi DNA, namun lebih sensitif.

5. Prosedur PCR

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah teknik yang kuat berkembang pada sektor

penelitian DNA Rekombinan dan memilki efek yang luas pada teknik cloning. Metode ini

menggunakan sekuens DNA target yang kemudian diamplifikasi menjadi jutaan lipatan

hanya dalam beberapa jam. Prosedur ini telah diterapkan untuk analisis forensik dann

kedokteran.

Page 8: Laporan FG - Tugas 1

Gambar 3. Alat Thermocycler

(Sumber: http://www.ocf.berkeley.edu/~edy/intro/intro2.html)

Tahapan yang harus dilakukan dalam teknik PCR:

1. Larutan untuk reaksi yang berisi molekul DNA (DNA target), enzim polimerase (yang bertugas men-copy DNA), primer (yang menjadi DNA awal pemanjangan), nukleotida (yang menempel pada primer), semuanya dipanaskan pada suhu 94-950C. Pemanasan ini menyebabkan dua rantai yang komplemen terpisah, proses ini disebut denaturasi.

Gambar 4. Denaturasi DNA pada suhu 950C

Sumber: http://www.ocf.berkeley.edu/~edy/intro/intro2.html

2. Selanjutnya, menurunkan temperatur ke 500C dan akan menyebabkan primer mengikat pada DNA, proses ini dikenal dengan hibridisasi atau annealing. Ikatan yang dihasilkan akan stabil jika primer dan segmen DNA bersifat komplemen. Lalu polimerase akan mulai melekatkan nukleotida komplemen pada sisi tersebut lalu memperkuat ikatan antara primer dan DNA.

Gambar 4. Annealing

Sumber: http://www.ocf.berkeley.edu/~edy/intro/intro2.html

3. Ekstensi: Suhu dinaikan kembali menjadi 720C. Ini adalah temperatur ideal untuk penggunaan polimerase, dimana akan terjadi penambahan nukleotida untuk mengembangkan rantai DNA. Pada saat yang sama, setiap ikatan yang terbentuk antara primer dan segmen DNA yang tidak komplemen akan rusak.

Page 9: Laporan FG - Tugas 1

Gambar 5. Ekstensi

Sumber: http://www.ocf.berkeley.edu/~edy/intro/intro2.html

Setiap langkah ini diulang, jumlah molekul DNA digandakan.

Setelah 20 siklus, sekitar satu juta molekul digandakan dari satu

segmen pada DNA double strand. Suhu dan waktu yang dijelaskan

berikut adalah yang banyak digunakan pada protokol PCR. Secara

keseluruhan teknik PCR dapat digambarkan dalam Gambar 5.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan PCR

6.1. Konsentrasi dan kualitas DNA

Konsentrasi DNA sebesar 0,01-0,1 µg setiap µl larutan template sudah cukup baik

untuk PCR namun yang paling penting adalah DNA harus bebas dari pengotor seperti protein

atau bahan-bahan yang tersisa saat purifikasi seperti fenol atau alkohol. Purifikasi dapat

dilakukan dengan menggunakan GFX DNA Column. DNA yang digunakan sebagai cetakan

dapat berupa rantai tunggal maupun rantai ganda. Efisiensi amplifikasi biasanya dapat lebih

tinggi jika menggunakan molekul DNA yang sudah dilinearkan dengan suatu enzim restriksi

tertentu daripada menggunakan DNA yang berbentuk sirkular (Sambrook et al., 1989).

6.2. Temperatur Annealing dari kedua primer

Ukuran dan komposisi primer sangat mempengaruhi temperatur penempelan primer

terhadap untaian DNA target. Umumnya primer sebesar 17-30 basa nukleotida

dengan komposisi GC lebih dari 50%.

6.3. Konsentrasi MgCl2

Konsentrasi MgCl2 sangat mempengaruhi spesifikasi produk PCR, aktivitas serta

kekhususan kerja enzim, penguatan primer mencapai suhu optimumnya (primer

Gambar 5. Diagram Proses PCR

Sumber: http://www.ocf.berkeley.edu/~edy/intro/intro2.html

Page 10: Laporan FG - Tugas 1

annealing) dan penguatan fungsi primer dalam sintesis pemanjangan rantai

nukleotida. Konsentrasi optimumnya 1,5-4,0 mM. Namun, apabila preparasi DNA

banyak menggunakan EDTA untuk pengawetnya maka MgCl2 akan lebih tinggi dari

keadaan normal.

6.4. Enzim Polimerase

Konsentrasi enzim yang digunakan sangat tergantung dari jenis enzim. Pada

umumnya konsentrasi optimum berkisar antara 1,0-2,5 unit enzim setiap volume

reaksi 50 µl. Sebaiknya pemakaian enzim tidak melebihi 2,5 unit karena malah justru

akan menurunkan spesifitasnya.

6.5. Konsentrasi dan kualitas primer

Kualitas primer sangat tergantung pada kualitas oligoprimer dan OD (optical

density). Namun demikian, konsentrasi primer sekitar 20 pmol sudah cukup memadai

untuk amplifikasi PCR. Konsentrasi primer yang lebih tinggi dari 1,0 µM dapat

menyebabkan terakumulasinya hasil polimerisasi yang nonspesifik. Primer-primer

yang akan digunakan (baik forward primer maupun reverse primer sebaiknya

mempunyai nilai Tm (melting temperature) yang serupa. Tm adalah suhu pada saat

setengah dari molekul DNA mengalami denaturasi. Nilai Tm oligonukleotida dapat

dihitung dengan menggunakan formula Tm = 2 (A+T) + 4 (G+C).

6.6. Jumlah Siklus PCR

Jumlah siklus terkait dengan konsentrasi awal DNA target dan konsentrasi akhir yang

diharapkan. Siklus yang terlalu banyak justru akan meningkatkan konsentrasi produk

yang tidak spesifik, sedangkan siklus yang terlalu sedikit akan mengurangi kuantitas

produk yang diharapkan.

6.7. Deoksinukleotida triphosphate (dNTP)

Konsentrasi dNTP mix yang menghasilkan keseimbangan optimal terdiri atas dATP,

dCTP, dGTP, dTTP sebesar 10-20 µM. Umumnya produk ini sudah didapatkan

dalam bentuk mix dan ready stock. Namun, jika masih dijumpai dalam bentuk

terpisah, sebaiknya keempat komponen tersebut memiliki konsentrasi yang sama

ketika akan digunakan untuk memperkecil kemungkinan kesalahan penggabungan

nukleotida selama proses polimerisasi. Menurut Gelfand dan White (1990),

konsentrasi dNTP sebesar 20 µM dalam 100 µl secara teoritis cukup untuk

mensintesis 2,6 µg atau 10 pmol DNA yang mempunyai panjang 400 bp.

Page 11: Laporan FG - Tugas 1

6.8. Materi Pendukung berupa larutan penyangga (buffer PCR) yang direkomendasikan

mengandung:

a. Tris-HCl 10-50 mM dengan pH 8,3-8,8 dan suhu 20°C

b. KCl 10-20 mM yang dapat membantu proses annealing (catatan: menggunakan

konsentrasi lebih dari 50 mM dapat menghambat aktivitas Taq DNA Polymerase)

c. (NH4)2SO4 10 mM

d. Gelatin atau albumin serum sebesar 100 µg/ml

e. Ion detergen seperti Tween 20 atau Laureth 12 sebesar 0,05-0,1% untuk

mempertahankan kestabilan enzim Taq DNA Polymerase.

6.9. Kontaminasi

Kontaminasi dapat terjadi pada bagian-bagian berikut.

a. DNA plasmid atau phage yang mengandung sekuen target yang akan

diamplifikasi.

b. Fragmen DNA restriksi yang telah dipurifikasi dan akan digunakan sebagai

sekuen target. 

c. Mesin sentrifugasi

d. Campuran es kering-etanol yang digunakan untuk mengendapkan DNA

7. Modifikasi PCR

7.1. Meningkatkan Spesivisitas

7.1.1. Hot Start PCR

DNA Polimerase tidak ditambahkan pada tabung reaksi PCR sebelum

temperatur mencapai DNA melting point pada cycle pertama. DNA polimerase

baru bekerja setelah first cycle mencapai suhu maksimal

7.1.2. Touch Down PCR

Pada proses annealing digunakan high temperatur annealing pada

awalannya yang kemudian diturunkan dengan tahapan-tahapan subsquent

sehingga didapat temperatur spesifik untuk berlangsungnya sintesis DNA

7.1.3. Nested PCR

Nested PCR merupakan variasi dari reaksi polymerase chain reaction

biasa (PCR). Nested PCR dan PCR berguna untuk memperbanyak

fragmen DNA tertentu dalam jumlah yang banyak. Pada nested PCR

digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa hanya menggunakan 1

pasang primer. Oleh karena itu, hasil fragmen DNA dari nested PCR

Page 12: Laporan FG - Tugas 1

lebih spesifik (lebih pendek) dibandingkan dengan PCR biasa. Waktu yang

diperlukan dalam reaksi nested PCR lebih lama daripada PCR biasa karena

pada nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa

hanya 1 kali reaksi PCR. Selain itu, keuntungan nested PCR adalah

meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang

primer.

Gambar 6. Nested PCR

Sumber: http://dspace.jorum.ac.uk/xmlui/bitstream/handle/10949/12070/page44.htm

7.2. Hard Copy PCR

Bertujuan untuk membuat “hard copy” atau template dari DNA yang spesifik

dengan pemanfaatan vector, dengan cara memasukan squence yang tepat yang

mengandung enzim retriksi yang merecognasi sisi akhir dari primer pada saat sintesis

berlangsung. Sehingga didapat 2 sisi perpotongan pada molekul DNA spesifik.

Kemudian ditambahkan vektor yang mengandung Topoisomerase dan enzim akan

memotong produk PCR pada daerah pengenalannya kemudian memasukannya ke

dalam vektor.

7.3. Inversed PCR

Inversed PCR digunakan untuk memperkuat dan mengklon DNA yang belum

diketahui karena mengapit pada ujung rangkaian DNA yang diketahui tanpa adanya

primer yang tersedia. Inverse PCR dilakukan berdasarkan daerah squence yang sudah

diketahui dengan prinsip pemotongan dan penyambungan untuk mendapatkan titik

akhir dari target molekul DNA spesifik.

Page 13: Laporan FG - Tugas 1

Gambar 7. Inversed PCR

Sumber : what-when-how.com

7.4. Reversed Transcription PCR (RT-PCR)

Reverse transcription adalah mengubah suatu molekul RNA menjadi DNA

komplemenya. Proses ini membutuhkan suatu enzim yang disebut : reverse

transcriptase, yang diambil dari suatu retrovirus. Reverse transciptase adalah enzim

yang dihasilkan oleh semua retrovirus untuk mentranskrip informasi genetik virus

dari RNA menjadi DNA, sehingga dapat berintegrasi kedalam genom host. (Sopian,

2006).

RT-PCR menggabungkan sintesis cDNA dari RNA template dengan PCR

untuk memberikan metode cepat yang sensitif untuk menganalisi ekspresi gen. RT-

PCR digunakan untuk mendeteksi atau mengukur ekspresi mRNA, seringkali berasal

dari konsentrasi target RNA yang kecil.

Page 14: Laporan FG - Tugas 1

Gambar 8. RT-PCR

Sumber: cursa.ihmc.us

7.5. Real Time Quantitative PCR

Real Time PCR (qPCR) adalah suatu metoda analisa yang dikembangkan dari

reaksi PCR.  Real Time PCR (juga dikenal sebagai quantitative real time polymerase

chain reaction (Q-PCR/qPCR) atau kinetic polymerase chain reaction), adalah suatu

teknik pengerjaan PCR di laboratorium untuk mengamplifikasi (memperbanyak)

sekaligus menghitung (kuantifikasi) jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi

tersebut. Real Time PCR memungkinkan dilakukannya deteksi dan kuantifikasi

(sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah relatif setelah

dinormalisasi terhadap input DNA atau gen-gen penormal yang ditambahkan)

sekaligus terhadap sekuens spesifik dari sampel DNA yang dianalisa.

Real Time PCR (qPCR) atau dapat pula disebut kuantitatif PCR real time

(qPCR) atau PCR kinetik digunakan untuk mengamplifikasi dan secara simultan

mengukur molekul DNA target. Untuk satu atau lebih urutan tertentu dalam sampel

DNA, Real Time-PCR memungkinkan deteksi dan kuantifikasi secara bersamaan.

Kuantitas yang didapat berupa jumlah salinan mutlak atau jumlah relatif ketika

dinormalisasi untuk DNA yang dimasukkan atau gen normalisasi tambahan.

Real time PCR kuantitatif digunakan dalam peningkatan jumlah aplikasi

penelitian termasuk ekspresi gen kuantifikasi, ekspresi profiling, analisis SNP,

validasi data micro-array, GMO (organisme hasil rekayasa genetika) pengujian,

pemantauan viral load dan aplikasi patogen-deteksi lainnya.

Page 15: Laporan FG - Tugas 1

Gambar 9. Real Time PCR

Sumber : www.ncbi.nlm.nih.gov

7.6. Anchored PCR

Metode ini digunakan ketika hanya satu potong squence dari suatu bagian

diketahui. Metode ini bisa dilakukan dengan cara memecah sampel dari DNA

kemudian menyambungnya dengan squence yang sudah diketahuai melalui suatu

vektor

Gambar 10. Anchored PCR

Sumber : php.med.unsw.edu.au

8. Aplikasi PCR (Polymerase Chain Reaction)

Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat diaplikasikan ke dalam beberapa

bidang, seperti ke dalam bidang kesehatan, forensik, dan juga penelitian. Berikut adalah

penjabaran lebih lanjut mengenai aplikasi PCR.

Page 16: Laporan FG - Tugas 1

8.1. Bidang Kesehatan

8.1.1. Deteksi Penyakit

Dalam bidang kesehatan, PCR merupakan salah satu teknik yang dapat

digunakan untuk mendeteksi berbagai penyakit. Hal ini dimungkinkan karena

teknik PCR dapat mendiagnosis suatu penyakit dalam hitungan jam dengan hasil

akurat, karena PCR dapat mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan

ciri khas suatu virus yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya. Prinsip

dasar dari konseling genetik dan PCR yang digunakan sebagai bagian dari tes

diagnostik untuk penyakit genetic adalah primer dapat dibuat yang hanya akan

mengikat dan memperkuat alel tertentu gen atau mutasi gen.

Beberapa contoh penyakit yang dapat dideteksi oleh PCR adalah Influenza

A (H1N1), penyakit kelamin seperti gonorrhea; klamidia; dan trikomoniasis

vaginal, Huntington’s Disease (HD), Cystic Fibrosis (CF), dan Human

Immunodeficiency Virus (HIV). DNA dari penderita penyakit tersebut dapat

diteksi melalui PCR dan sequencing (teknik dimana urutan nukleotida yang tepat

ditentukan). Pada penyakit HIV, Tes HIV mengandalkan PCR dengan primer

yang hanya akan memperkuat bagian dari DNA virus yang ditemukan dalam

cairan tubuh seseorang yang terinfeksi HIV. Oleh karena itu, jika terdapat produk

PCR ketika pengujian dilakukan, berarti orang yang diuji cenderung positif HIV.

Sementara itu, jika tidak ada produk PCR berarti orang yang diuji cenderung

negatif HIV.

PCR dapat PULA digunakan untuk tes genetic dimana sampel DNA

dianalisis untuk diketahui keberadaan mutasi gen penyakit. Analisis PCR juga

esensial terhadap diagnosis gen preimplantasi dimana sel individu dari embrio

yang sedang berkembang diuji akan keberadaan mutasi. PCR dapat digunakan

sebagai bagian dari tes pengelompokan jaringan yang bersifat sensitif karena

sangat vital terhadap transplantasi organ. Selain itu, tes antibodi untuk golongan

darah spesifik yang biasanya dilakukan bisa diganti dengan tes berdasarkan PCR.

Karena kebanyakan bentuk kanker melibatkan perubahan oncogenes, tes

berdasarkan PCR dapat digunakan untuk mempelajari mutasi tersebut.

8.1.2. Isolasi Gen

Para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai

contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pancreas sapi atau babi,

kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal

Page 17: Laporan FG - Tugas 1

serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar

sama dengan insulin manusia. Namun, berkat adanya teknologi rekayasa genetik,

kini dapat dilakukan isolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu

menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat

memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang

dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari

bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah daripada cara konvensional.

Dalam keperluan mengisolasi gen, diperlukan probe yang memiliki urutan basa

nukleotida sama dengan gen yang diinginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik

PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.

8.1.3. DNA Sequencing

Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing,

dimana metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain

termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy

terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak

berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2

primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena

warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang

tidak diketahui bisa ditentukan.

8.1.4. Transplantasi Organ

PCR juga dapat digunakan sebagai bagian dari tes sensitif dalam tissue

typing, yang merupakan bagian penting dalam transplantasi organ . Pada tahun

2008, bahkan ada usulan untuk menggantikan tes antibodi berbasis tradisional

untuk jenis darah dengan berbasis tes PCR.

8.1.5. Terapi Sel Kanker

Banyak bentuk kanker melibatkan perubahan terhadap onkogen. Dengan

menggunakan tes berbasis PCR untuk mempelajari mutasi ini, regimen terapi

terkadang dapat secara individual disesuaikan dengan pasien.

8.2. Bidang Forensik

Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban),

atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik

sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang

tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisis

PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints

Page 18: Laporan FG - Tugas 1

alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan

dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau

bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan

identitas orang yang dimaksud (Paternity Test).

DNA profilling dengan menggunakan teknik AMP-FLP (Amplified Fragment

Length Polymorphism) memiliki beberapa keunggulan, yaitu lebih cepat

dibandingkan dengan metode analisis dan biaya yang dibutuhkan lebih murah. Teknik

ini berdasarkan pada polimorfisme VNTR untuk membedakan alel yang berbeda.

Teknik ini menggunakan PCR untuk mengamplifikasi daerah VNTR dan kemudian

hasil amplifikasi dipisahkan dengan gel poliakrilamid dan diwarnai dengan teknik

silver stained . Salah satu locus yang sering digunakan dalam teknik ini adalah locus

D1S80.

8.3. Bidang Arkeologi

Sejarah kehidupan diketahui telah ada dari sekitar 3,6 milyar tahun yang lalu,

dan sejarah manusia sendiri telah mulai terjadi sejak kurang lebih sekitar 100 ribu

tahun yang lalu. Fosil manusia purba yang tersebar dan telah ditemukan merupakan

satu-satunya peninggalan sejarah yang memungkinkan kita untuk menelusuri sejarah

tentang kehidupan manusia secara hampir mendektai sempurna. Fosil-fosil yang ada

mengandung DNA yang dapat memungkinkan peneliti untuk mengukur dan

memperkirakan seberapa tua peradaban manusia dimulai. Selain manusia, DNA yang

terdapat dalam fosil-fosil hewan dan tumbuhan yang tersebar di dunia juga

memungkinkan peneliti untuk mengukur usia kehidupan dimulai. Metode yang

dilakukan untuk mencapai tujuan ini ada tiga, yakni metode penanggalan radiokarbon,

metode termoluminisen, serta metode penanggalan argon-argon.

Page 19: Laporan FG - Tugas 1

Gambar 11. Proses Penanggalan Usia Fosil

Sumber: Nagatomo, 2008

9. Kesimpulan

Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction ) merupakan suatu metode untuk amplifikasi

(memperbanyak) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua

buah primer oligonukleotida. Teknik PCR secara umum terdiri dari lima buah komponen,

yakni DNA cetakan/template, oligonukleotida primer, deosiribonukleotida trifosfat (dNTPs)

yang terdiri dari dATP; dCTP; dGTP; dan dTTP, buffer, serta enzim polimerase yang

digunakan untuk mengkatalis reaksi sintesis rantai DNA. Teknik PCR secara umum

digunakan melalui tiga tahapan, yakni denaturasi, annealing, dan elongasi. Modifikasi PCR

juga saat ini telah dilakukan, beberapa diantaranya adalah Real-Time PCR (RT PCR), reverse

transcription PCR, nested PCR, dan multiplex PCR. Dalam proses teknik PCR, terdapat pula

beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan PCR, beberapa diantaranya adalah ukuran

DNA, kualitas anneal/ daya temple primer, kontaminasi, jumping PCR, heterogenitat

sekuens, dan interpretasi. PCR saat ini juga telah dikembangkan untuk diaplikasikan ke

berbagai bidang, seperti untuk deteksi penyakit, DNA sequencing, Isolasi gen, terapi sel

kanker, finger printing, hingga ke bidang arkeologi.

10. Daftar Pustaka

Anonim, 2011. Ligation Anchored PCR.[pdf]<http://www.plantsci.cam.ac.uk/research/jillhar

rison/protocols/pcr/la-pcr-5-race.pdf> [Diakses 13 September 2014, pk 20.37].

Page 20: Laporan FG - Tugas 1

Cold Spring Harbor Laboratory, 2010. "Polymerase Chain Reaction (PCR)" Biology

Animation Library: DNA Learning Center. [Online] Available at:

http://www.dnalc.org/resources/animations/pcr.html [Diakses 12 September 2014, pk

09.12].

Handoyo.2000.Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR). [pdf]

Pusat Studi Bilogi-Universitas

Surabaya<http://bioinformatics.oxfordjournals.org/content/16/1

/34.full.pdf> [Diakses 13 September 2014, pk 20.39].

JM, Berg, JL, Tymoczko, Stryer, L. 2002. Biochemistry. 5th edition. New York: W H

Freeman. Rodriguez, Patricia Hernandez, Ramirez, Arlen Gomez.

Jennifer E. Hardingham, Ann Chua, Joseph W. Wrin, Aravind Shivasami, Irene Kanter, Niall

C. Tebbutt and Timothy J. Price. 2012. BRAF V600E Mutation Detection Using High

Resolution Probe Melting Analysis, Polymerase Chain Reaction, Dr Patricia

Hernandez-Rodriguez (Ed.), ISBN: 978-953-51-0612-8, InTech,

http://www.intechopen.com/books/polymerase-chain-reaction/braf-v600e-mutation-

detectionusing-high-resolution-probe-melting-analysis [Diakses 14 September 2014,

pk 07.37].

Riupassa, Pieter Agusthinus. 2010. Perancangan Primer-Oligonukleotida untuk Reaksi

Rantai Polimerisasi Gen Sukrosa Sintase (EC 2.4.1.13). ISBN: 978-602-97522-0-5.

Sam Ming Wang, 2012. Quantitative RT-PCR. [pdf]

<http://groups.molbiosci.northwestern.edu

/morimoto/research/Protocols/IV.%20DNA/G.%20Amplification/2.%20quant.

%20RT-PCR.pdf> [Diakses 13 September 2014, pk 22.18].

Shanda, Farras. 2012. Teknik Analisis Biomolekuler. Malang : Universitas Brawijaya

Siebert, et al. 1995. An improved PCR method for walking in uncloned genomic DNA.

Nucleic Acid Research 1995, [Online] Available at:

<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC306810/> [Diakses 12 September

2014, pk 08.55].

Thermo Scientific. Components of the Reaction Mixture.http://www.thermoscientificbio.com/

uploadedFiles/Resources/components-reaction-mixture.pdf [Diakses 13 September

2014, pk 18.46].